Anda di halaman 1dari 34

TA 5103

GENESA MINERAL

Dosen Pengampu: Dr. Eng. Syafrizal, S.T., M.T.

ENDAPAN EMAS (PORFIRI,SULFIDASI RENDAH,SULFIDASI


TINGGI)

Oleh
TIMOTHY ANTONIO
2218019

MAGISTER REKAYASA PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK PERTAMBANGAN DAN
PERMINYAKAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

1
2018

2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................................i
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................................iii
DAFTAR TABEL..................................................................................................................iv
BAB I......................................................................................................................................2
PENDAHULUAN..................................................................................................................2
1.1 Endapan Emas.............................................................................................................2
1.2 Emas..............................................................................................................................2
1.3 Mineral Emas...............................................................................................................3
BAB II.....................................................................................................................................7
ENDAPAN PEMBAWA EMAS.............................................................................................7
2.1 Endapan Primer.....................................................................................................7
2.2 Endapan Porfiri......................................................................................................8
2.2.1 Tatanan Tektonik................................................................................................9
2.2.2 Genesa Endapan Porfiri....................................................................................9
2.2.3 Proses (Tahapan) Pembentukan......................................................................10
2.2.4 Zona Alterasi.....................................................................................................10
2.2.5 Proses Pembentukan Sekunder.......................................................................12
2.2.6 Mineralisasi Pada Endapan Porfiri................................................................12
2.2.7 Mineral Bijih & Assosiasi Mineral..................................................................13
2.3 Endapan Epitermal...............................................................................................13
2.3.1 Keberadaan Endapan Epitermal....................................................................14
2.3.2 Pembagian Model Endapan Epitermal...........................................................15
2.3.3 Mineralisasi dan Alterasi..................................................................................17
BAB III.................................................................................................................................20
PARAMETER EKSPLORASI DAN PENAMBANGAN EMAS.....................................20
3.1 Parameter Fisik Endapan..........................................................................................20
3.2 Metoda Penambangan...............................................................................................22
BAB IV..................................................................................................................................24
KETERDAPATAN LOKASI EMAS..................................................................................24
4.1 Lokasi Emas di Indonesia..........................................................................................24
BAB V...................................................................................................................................26
PENUTUP............................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................27
DAFTAR GAMBAR

Gambar I. Sumber Intrusi Magma 7


Gambar 2. Sumber Intrusi Magma 8
Gambar 3. Endapan Epitermal (Simmons et al,2005) 13

Gambar 4 . Menunjukan pembagian zona alterasi dan penyebaran mineralisasi


terhadap kedalaman di bawah permukaan bumi. 19

Gambar 5. Lokasi Endapan Emas di Indonesia 24


DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perbedaan parameter pembentuk zona epitermal (Mineralisasi) 17

Tabel 2. Alterasi zona epitermal 18

Tabel 3.Parameter Fisik Eksplorasi Tipe Porfiri 20

Tabel 4. Parameter Fisik Eksplorasi Tipe Sulfidasi Tinggi. 21

Tabel 5. Parameter Fisik Eksplorasi Tipe Sulfidasi Rendah 21

Tabel 6. Lokasi Penghasil Emas 25


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Endapan Emas

Keterdapatan mineral bijih di permukaan bumi memiliki variasi bentuk dan


asal endapannya. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya mineral
karena merupakan salah satu negara yang dilalui busur gunung api (ring of fire).
Keberadaan busur gunung api ini memicu terjadi dan menyebarnya endapan mineral
yang bernilai ekonomis (bijih/ores) di sebagian daerah Indonesia.
Endapan mineral dibagi menjadi dua yaitu endapan primer yang dibentuk dari
aktivitas magma langsung (proses internal / endogen) dan endapan sekunder yang
dibentuk karena adanya pengaruh lingkungan berupa pelapukan, baik secara fisik
maupun kimiawi atau gabungan dari keduanya (proses external / exogen).
Endapan primer kemudian terbagi berdasarkan jenis proses pembentukannya
yaitu magmatik cair, metasomatik, vulkanik, hydrothermal dan metamorfik. Proses
tersebut memiliki ciri khas yang variatif dari keterdapatannya, komposisi mineral,
bentuk badan bijih endapan dan tekstur.
Penulisan ini akan membahas endapan porfiri, low sulphidation, high
sulphidation yang menjadi endapan utama pembentuk mineral berharga emas.

1.2 Emas
Emas merupakan logam mulia yang memiliki ekonomis tinggi baik bagi
individu, kelompok maupun negara. Potensi ekonomis dilihat dari adanya kegiatan
penambangan secara besar-besaran dan mencapai distribusi nasional dengan harga
jual tinggi.
Emas sebagai mineral yang terbentuk bersama-sama dengan mineral lain,
sebagai hasil dari proses magmatisme yang berasal dari dalam dapur magma-
menerobos ke atas permukaan dalam lingkungan hidrotermal.
Jenis mineral pembawa bijih emas yaitu yang mengandung logam (perak dan
tembaga ) dan non logam (urat-urat kuarsa atau karbonat) (Sukandarrumidi, 2009).
Jenis mineral endapan emas banyak ditemukan di Indonesia sebagian besar pada
endapan epitermal.

Emas digunakan sebagai standar keuangan di banyak negara dan juga


digunakan sebagai perhiasan, dan elektronik. Penggunaan emas dalam bidang
moneter dan keuangan berdasarkan nilai moneter absolut dari emas itu sendiri
terhadap berbagai mata uang di seluruh dunia, meskipun secara resmi di bursa
komoditas dunia, harga emas dicantumkan dalam mata uang dolar Amerika. Bentuk
penggunaan emas dalam bidang moneter lazimnya berupa bulion atau batangan emas
dalam berbagai satuan berat gram sampai kilogram.

1.3 Mineral Emas


Pengetahuan tentang mineralogi emas sangat diperlukan dalam memahami
teknologi pengolahan emas. Mineralogi dari batuan (bijih) emas perlu diketahui
sebelum menentukan teknologi pengolahan yang akan diterapkan. Sehingga resiko
kegagalan akibat salah memilih suatu teknologi pengolahan yang tidak sesuai dengan
kondisi mineralogi bijih emas yang sedang dikerjakan dapat dihindari.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perolehan emas dalam pengolahan emas


adalah :
Mineral-mineral pembawa emas
Mineral-mineral induk
Asosiasi mineral pembawa emas dengan mineral induk
Ukuran butiran mineral emas
1. Mineral Pembawa Emas
Mineral pembawa emas biasanya berasosiasi dengan mineral ikutan (gangue
minerals). Mineral ikutan tersebut umumnya kuarsa, karbonat, turmalin, flourpar, dan
sejumlah kecil mineral non logam. Mineral pembawa emas juga berasosiasi dengan
endapan sulfida yang telah teroksidasi. Mineral pembawa emas terdiri dari emas
nativ, elektrum, emas telurida, sejumlah paduan dan senyawa emas dengan unsur-
unsur belerang, antimon, dan selenium.

Emas native merupakan mineral emas yang paling umum ditemukan di alam.
Sedangkan elektrum, keberadaannya di alam menempati urutan kedua. Mineral-
mineral pembawa emas lainnya jarang atau bahkan langka.

Emas native mengandung perak antara 8 - 10%, tetapi biasanya kandungan tersebut
lebih tinggi, dan kadang-kadang mengandung sedikit tembaga atau besi. Oleh
karenanya, warna emas native bervariasi dari kuning emas, kuning muda, sampai
keperak-perakan, bahkan berwarna merah oranye. Berat jenis emas native bervariasi
antara 19,3 (emas murni) sampai 15,6 tergantung pada kandungan peraknya. Bila
berat jenisnya 17,6 maka kandungan peraknya sebesar 6%, dan bila berat jenisnya
16,9 kandungan peraknya sebesar 13,2%.

Sementara itu elektrum adalah jenis lain dari emas native yang mengandung perak di
atas 18%. Dengan kandungan perak yang lebih tinggi, warna elektrum bervariasi
antara kuning pucat sampai warna perak kekuning-kuningan. Berat jenisnyapun
bervariasi antara 15,5 - 12,5. Bila kandungan emas dan perak berbanding 1 : 1 berarti
kandungan peraknya 36%, dan bila perbandingannya 2,5 : 1 berarti kandungan
peraknya 18%.
2. Mineral Induk
Emas berasosiasi dengan kebanyakan mineral-mineral yang biasanya
membentuk batuan. Emas biasanya berasosiasi dengan sulfida (mineral yang
mengandung sulfur/belerang). Pyrite merupakan mineral induk yang paling umum.
Emas ditemukan dalam pyrite sebagai emas nativ dan elektrum dalam berbagai
bentuk dan ukuran, yang tergantung pada kadar emas dalam bijih dan karakteristik
lainnya. Urutan selanjutnya Arsenopyrite, Chalcopyrite mineral sulfida lainnya
berpotensi sebagai mineral induk terhadap emas. Bila mineral sulfida tidak terdapat
dalam batuan, maka emas berasosiasi dengan oksida besi ( magnetit dan oksida besi
sekunder), silica dan karbonat, material berkarbon serta pasir dan kerikil (endapan
plaser).

3. Asosiasi Mineral Pembawa Emas


Ditinjau dari kajian metallurgi/pengolahan, ada tiga variasi distribusi emas
dalam bijih:

 Emas didistribusikan dalam retakan-retakan atau di batas di antara butiran-


butiran yang sama (misalnya : retakan dalam butiran mineral pyrite atau di
batas antara dua butiran pyrite)
 Emas didistribusikan sepanjang batas di antara butiran-butiran dua mineral
yang berbeda (misalnya : di batas antara butiran pyrite dan arsenopyrite atau
di batas antara butiran chalcopyrite dan butiran silica.)
 Emas yang terselubung dalam mineral induk (misalnya : emas terbungkus
ketat dalam mineral pyrite)
4. Ukuran Butiran
Ukuran butiran mineral-mineral pembawa emas (misalnya emas native atau
elektrum) mulai dari berupa partikel-partikel berukuran fraksi (bagian) dari satu
mikron (1 mikron = 0,001 mm), hingga butiran berukuran beberapa mm yang dapat
dilihat dengan mata telanjang. Ukuran butiran biasanya sebanding dengan kadar bijih,
kadar emas yang rendah dalam batuan (bijih) menunjukkan ukuran butiran yang
halus.
Berdasarkan ukuran butirannya, emas dibagi dalam enam kategori :
 Emas native dengan butiran sebesar > 2mm ukuran yang dikenal sebagai
nuggets.
 Potongan emas dan gangue (kuarsa, ironstone dll) yang dikenal sebagai
spesimen.
 Emas native dengan butiran kasar sebesar 2 mm hingga sehalus 150 microns
yang terlihat dengan mata telanjang.
 Emas Microcrystalline ukuran 150-0,8 microns yang hanya dapat dilihat
dengan mikroskop.
 Partikel emas submicroscopic yang terdapat di sisi kristal mineral sulfida
tertentu, terutama pyrite, chalcopyrite, arsenopyrite dan pyrrhotite.
 Dalam compounds dengan tellurium.
BAB II

ENDAPAN PEMBAWA EMAS

2.1 Endapan Primer

Endapan primer adalah endapan yang proses pembentukannya terjadi di


dalam permukaan bumi yang berhubungan langung dengan aktifitas magma. Magma
yang membentuk suatu endapan primer yaitu berasal dari mantle melting, subduction
slab dan partial melting yang disebabkan oleh tektonik lempeng. Adapun jenis
tektonik lempeng berupa Subduction yaitu penunjaman lempeng pada kerak samudra
dan kerak benua yang menghasilkan subduction slab. Divergent yaitu pemisahan
lempeng kerak samudra di laut (mid ocean ridge) disebabkan adanya hot spot yaitu
pengeluaran magma yang telah terakumulasi dibagian lithosphere (mantle melting).
Convergent yaitu tumbukan yang terjadi antar lempeng kerak samudra atau kerak
benua akibat proses divergent yang kemudian menghasilkan partial melting
Gambar I. Sumber Intrusi Magma

Tahapan proses mineralisasi magma dimulai dari penggabungan unsur – unsur


mineral yang disebut fractional crystallization, ultra fractional crystallization, fluid
exolution, metal portioning dan mineralisasi.
Gambar 2. Sumber Intrusi Magma

2.2 Endapan Porfiri

Endapan porfiri adalah suatu endapan primer hipogen yang berukuran relatif
besar, secara spasial dan genetik berhubungan erat dengan intrusi felsik sampai
dengan intermediet. Penamaan porfiri berasal dari host rock yang umumnya
memperlihatkan tekstur porfiritik berupa kristal-kristal kasar (phenocyst) pada masa
dasar (matriks) yang halus.
- Umumnya pada Tembaga Porfiri memiliki kandungan tembaga (Cu) berkisar
< 0,4% Cu s/d >1 % Cu, dengan kandungan emas (Au) umumnya ≤ 0,4 ppm.
- Jika kandungan Au pada endapan porfiri ≥ 1 gram/ton, maka sering disebut
sebagai Gold-rich Porphyry deposits. Contoh : Grasberg, mengandung rata-
rata 1,5 gram/ton Au
2.2.1 Tatanan Tektonik

Pada umumnya, endapan-endapan porfiri tersebar luas di dunia pada


jalur-jalur magmatik (metallogenic province) yang relatif memanjang dan
dangkal. Endapan - endapan porfiri umumnya berasosiasi dengan sabuk
(jalur) orogenik pada Mesozoic dan Cenozoic di Western North and South
America dan disekitar jalur Pacific pada kepulauan di South East Asia.
Orogenic belt merupakan suatu daerah (sabuk) yang terletak pada suatu jalur
yang terbentuk akibat dari perlipatan atau deformasi-deformasi lain akibat
dari pergerakan lempeng. Orogeny merupakan suatu proses pembentukan
pegunungan lipatan dan/atau sesar yang diikuti oleh proses metamorphism,
peleburan batuan dan erupsi gunung api.Tatanan Tektonik. Endapan Porfiri-
Cu umumnya terbentuk pada zona bagian bawah suatu andesitic
stratovolcanoes yang berhubungan dengan subduksi pada busur kepulauan
dan busur benua. Endapan Porfiri Mo umumnya berasosiasi dengan suatu
orogenic batuan granit yang terbentuk pada kerak benua, khususnya pada
zona regangan .Endapan Porfiri Mo, Porfiri W-Mo dan Porfiri Sn terbentuk
pada kerak benua yang sangat tebal yang berhubungan dengan collosion.

2.2.2 Genesa Endapan Porfiri

Proses Pembentukan terjadi pada penempatan larutan magma pada


batuan dengan permeabilitas tinggi dan Interaksi fluida berupa larutan sisa
magma, air meteorik dan air “connate”. Untuk host rock dengan adannya
komposisi batuan asal umumnya kalk-alkaline.lalu pada intrusif ada intrusif
asam berupa batu granodiorit dan tonalit. Pada intrusif intermediet terjadi
pada batuan diorite-monzonit-syenit. Ciri secara umum derajat fracture yang
tinggi (zona breksiasi), host rock umumnya berupa intrusi dyke-stock.
2.2.3 Proses (Tahapan) Pembentukan

- Konduktif aliran panas pada batuan penutup berasal dari pusat intrusi.
- Pada batuan yang lebih brittle akan memungkinkan terbentuknya fractures
sebagai media konsentrasi yang produktif.
- Kristalisasi awal akan membentuk suatu sungkup (selubung) yang
equigranular, dan pada kristalisasi lanjut akan terjadi pengembangan kuantitas
larutan yang memungkinkan terdapat konsentrasi unsur pada daerah bagian
atas intrusi
- Tekanan uap akan mendekati (melebihi) tekanan & tensile stress dari selubung
sehingga mampu memecahkan selubung tersebut dan membawa mineral-
mineral melalui fluida intrusi tersebut.
- Tekanan proses intrusi akan melemah & terjadi pendinginan saat mendekati
permukaan sehingga dapat terbentuk berupa breksiasi.
- Bagian teratas dan terluar dari aliran hidrothermal membentuk mineralisasi
awal dan menyebabkan inti (core) potassik dan dikelilingi oleh alterasi
propilitik

2.2.4 Zona Alterasi

Lowell-Guibert membagi endapan porfiri menjadi beberapa zona bedasarkan asosiasi


mineralnya, yaitu
 Potassic Zone – selalu hadir dalam endapan porfiri. Dicirikan oleh: K-felspar
sekunder, biotit, dan atau klorit yang menggantikan K-felspar.
 Phyllic Zone – tidak selalu ada dalam endapan porfiri. Dicirikan oleh: vein
quartz, sericite and pyrite and minor chlorite, illite dan rutile menggantikan K-spar
and biotite.
 Argillic Zone – tidak selalu ada dalam endapan porfiri. Dicirikan oleh: mineral
lempung kaolinite dan montmorillonite dengan sedikit disseminated pirit.
Plagioclase teralterasi kuat, K-spar tidak terpengaruh, dan biotit mengalami
kloritisasi.
 Propylitic Zone – selalu ada dalam endapan porfiri. Dicirikan oleh: klorit,
kalsit dan minor epidote. Mineral mafik terubah sangat kuat sedangkan plagioklas
sedikt terubah.
Sedangkan berdasarkan mineral bijihnya, endapan porfiri dibagi menjadi beberapa
zona, yaitu:

• Inner Zone – bersamaan dengan zona alterasi potasik. Mengandung sedikit sulfida,
tapi paling banyak mengandung Molybdenum. Pyrite 2-5% dan rasio py/cp sekitar
3:1. Mineralisasi lebih banyak disseminated daripada stockwork.
• Ore Zone – berada pada perbatasan zona potasik dan filik. Pyrite 5-10% dan rasio
py/cp sekitar 2.5:1. Mineral bijih utama: chalcopyrite yang hadir sebagai stockwork
veinlet. Mineral bijih lainnya: bornite, enargite and chalcocite.
• Pyrite Zone – lebih banyak terdapat pada zona filik dan argilik. Kandungan pirit
tinggi (10-15%) dan rasio py/cp sekitar 15:1. Mineralisasi hadir sebagai urat dan
disseminasi.
• Outer Zone – hadir bersamaan dengan propylitic zone. Pyrite minor, dan
mineralisasi copper sangat jarang. Sphalerite dan galena sangat umum dijumpai, tapi
biasanya sub-ore grade. Mineralisasi hadir berupa vein sebenarnya (mirip vein
epithermal).
2.2.5 Proses Pembentukan Sekunder

Pada periode pendinginan : Kehadiran air tanah yang mengisi zona


rekahan-rekahan (fractures) menghasilkan suatu zona baru yang berimpit
dengan zona sebelumnya. Sering terjadi pergerakan kembali (remobilized)
pada zona tersebut dan terjadi pengayaan (enrichment) dari bentuk
konsentrasi awal tembaga sulfida melalui proses pelindian. Pengkayaan
disebabkan oleh pelindian tembaga pada level yang tinggi dalam suatu zona
oksidasi di sekitar muka air tanah dan menempatkan tembaga-tembaga
tersebut pada level yang lebih rendah, contohnya sebagai kalkosit (Cu2S).
Mineral-mineral sekunder dapat terbentuk dalam zona supergene-enriched
zones melalui proses pelapukan atau ubahan terhadap mineral-mineral sulfida
primer-nya.

2.2.6 Mineralisasi Pada Endapan Porfiri

Mineralisasi umumnya berupa veins, vein sets, stockworks, fractures,


'crackled zones' and breccia pipes yang berasosiasi dengan struktur.Nilai
ekonomis biasanya dicirikan oleh tingkat kerapatan mineralized veins and
fractures.Intensitas dan kerapatan/konsentrasi veinlets berhubungan dengan
permeabilitas batuan induk (host rock) sepanjang berlangsungnya proses
mineralisasi.
- Endapan porfiri Cu, Cu-Mo, dan Cu-Au (± Ag) dicirikan oleh kehadiran
mineral sulfida yang dominan menunjukkan tingginya porsi sulfur yang
terdapat dalam endapan.
- Endapan porfiri Sn, W dan Mo dicirikan dengan kandungan sulfur dan
kehadiran mineral-mineral sulfida yang relatif rendah dan mineral-mineral
oksida akan lebih dominan

2.2.7 Mineral Bijih & Assosiasi Mineral


- Porphyry Cu-Au deposits:
Principal ore minerals : chalcopyrite, bornite, chalcocite, tennantite, other
Cu minerals, native Au, electrum and tellurides;
Associated minerals : pyrite, arsenopyrite, magnetite, quartz, biotite,
Kfeldspar, anhydrite, epidote, chlorite, scapolite, albite, calcite, fluorite
and garnet.
- Porphyry Au deposits:
Principal ore minerals : native Au, electrum, chalcopyrite, bornite and
molybdenite;
Associated minerals : pyrite, magnetite, quartz, biotite, Kfeldspar,
muscovite, clay minerals, epidote and chlorite.

2.3 Endapan Epitermal


Endapan Epitermal didefinisikan sebagai salah satu endapan dari sistem
hidrotermal yang terbentuk pada kedalaman dangkal yang umumnya terdapat pada
busur vulkanik yang dekat dengan permukaan (Simons et al,2005)
Gambar 3. Endapan Epitermal (Simmons et al,2005)
Endapan Epitermal terbagi dalam dua sistem yaitu, high sulfidation dan low
sulfidation dimana endapan ini terbentuk yang berasal dari larutan hidrotermal dan
terpengaruh dari air meteorik serta adannya proses pendidihan dengan air tersebut.
Ciri-ciri umum endapan epitermal adalah sebagai berikut( Lingren, 1993):

 Suhu relatif rendah (50-250°C) dengan salinitas bervariasi antara 0-5 wt.
%

 Terbentuk pada kedalaman dangkal (~1 km)

 Pembentukan endapan epitermal terjadi pada batuan sedimen atau batuan


beku,, biasanya disertai oleh sesar atau pun kekar.

 Zona bijih berupa urat-urat yang simpel, beberapa tidak beraturan dengan
pembentukan kantong-kantong bijih, seringkali terdapat pada pipa dan
stockwork. Jarang terbentuk sepanjang permukaan lapisan, dan sedikit
kenampakan replacement (penggantian).

 Logam mulia terdiri dari Pb, Zn, Au, Ag, Hg, Sb, Cu, Se, Bi, U
 Mineral bijih berupa Native Au, Ag, elektrum, Cu, Bi, Pirit, markasit,
sfalerit, galena, kalkopirit, Cinnabar, jamesonite, stibnite, realgar,
orpiment, ruby silvers, argentite, selenides, tellurides.

 Mineral penyerta adalah kuarsa, chert, kalsedon, ametis, serisit, klorit


rendah-Fe, epidot, karbonat, fluorit, barite, adularia, alunit, dickite,
rhodochrosite, zeolit.

 Ubahan batuan samping terdiri dari chertification (silisifikasi),


kaolinisasi, piritisasi, dolomitisasi, kloritisasi

2.3.1 Keberadaan Endapan Epitermal


Jenis endapan epitermal yang terletak 500 m bagian atas dari suatu sistem
hidrotermal ini merupakan zone yang menarik dan terpenting. Disini terjadi
perubahan-perubahan suhu dan tekanan yang maksimum, serta mengalami fluktuasi-
fluktuasi yang sangat cepat. Dengan adanya fluktuasi-fluktuasi ini menyebabkan
perekahan hidraulik (hydraulic fracturing), pendidihan (boiling), dan perubahan-
perubahan hidrologi sistem. Proses-proses fisika ini secara langsung berhubungan
dengan proses-proses kimiawi yang menyebabkan mineralisasi.

Dalam endapan ini adannya lapisan batas penahan fluida hidrotermal dimana
pada batuan yang penerimannya karbonat (carbonat-hosted deposits), arsen dan
belerang merupakan unsur utama yang berasosiasi dengan emas dan perak (Berger,
1983), beserta dengan sejumlah kecil tungsten/wolfram (W), molybdenum (Mo),
mercury (Hg), thallium (Tl), antimon (Sb), dan tellurium (Te); serta juga fluor (F) dan
barium (Ba) yang secara setempat terkayakan. Dalam endapan yang batuan
penerimanya vulkanik (volcanic-hosted deposits) akan terdapat pengayaan unsur-
unsur arsen (As), antimon (Sb), mercury (Hg), dan thallium (Tl); serta logam-logam
mulia (precious metals) dalam daerah-daerah saluran fluida utama, sebagaimana
asosiasinya dengan zona alterasi lempung.

Potensi Endapan Epitermal adalah mineral-mineral ekonomis yang dihasilkan


dari epitermal antara lain Au,Ag,Pb Zn,Sb,Hg, , arsenopirit, pirit, garnet, kalkopirit,
wolframit, siderit, tembaga, spalerite, timbal, stibnit, katmiun, galena, markasit,
bornit, augit, dan topaz.

2.3.2 Pembagian Model Endapan Epitermal


Pembagaian model epitermal digolongkan kedalam 6 bagian, berikut merupakan
pembagian endapan:

1. Berdasarkan Kandungan Logam

◈ Ferguson (1929 dalam Heald dkk., 1987)

◈ Endapan Au (Au/Ag>1) dan Endapan Ag (Au/Ag<1).

◈ Loughlin dan Behre (1933 dalam Heald dkk., 1987)

◈ Endapan merkuri

◈ Endapan Au dan Ag dengan kandungan logam dasar minimal.

◈ Endapan logam dasar yang mengandung logam mulia

2. Berdasarkan mineralogi dan alterasi

◈ Adularia-sericite atau low sufidation

◈ Kaolinite-alunite atau acid-sulfate high sulfidation

3. Berdasarkan host rocks (batu samping/batu induk)

◈ Volcanic-hosted

◈ Sediment-hosted

◈ Carbonate-hosted

4. Berdasarkan bentuk endapan

◈ Vein deposits

◈ Stockwork deposits

◈ Diseminated deposits
5. Berdasarkan model genesa

◈ Hot spring model

◈ Open cell model

◈ Closed model

6. Berdasarkan endapan standar

◈ Carlin-type

◈ Nansatsu-type

2.3.3 Mineralisasi dan Alterasi

Hedenquist (1987) mengusulkan istilah “low sulfidation”dan“high sulfidation”,


yang dihubungkan dengan kondisi reduksi dari sulfur yang hadir pada fluida yang
mengalami mineralisasi. Sulfur pada “low sulfidation” umumnya pada kondisi
reduksi paling rendah, yaitu sebagai sulfida dengan kondisi oksidasi -2 (misal H2S).
Sedangkan pada “high sulfidation” sulfur hadir pada kondisi oksidasi tinngi yaitu +4,
dimana seluruh sulfur hadir sebagai SO2 . Ubahan hidrotermal yang berhubungan
dengan pH near-neutral digunakan istilah “adularia-sericite”, sedangkan yang
berhubungan dengan pH asam digunakan istilah “acid-sulfate” (Head dkk., 1987).
Berikut akan dibagi kedalam 2 tabel pembagian sulfidasi rendah dengan sulfidasi
tingi kedalam tabel berikut.
Tabel 1. Perbedaan parameter pembentuk zona epitermal (Mineralisasi)
Tabel 2. Alterasi zona epitermal

Tetapi alterasi yang umum ditemukan pada LS hanya dibagi kedalam


tiga zona yaitu propylitic, Argilic dan Silicification/Silicic/Vein. Warna disini
hanya sebagai ilustrasi dan bukan sebagai warna alterasi. Warna yang biasa
digunakan untuk alterasi yaitu hijau untuk propylitic, kuning untuk argilic,
orange untuk advance argilic dan merah untuk silicification/silicic. Tetapi itu
semua tidak terlalu penting untuk diperdebatkan, biasanya pewarnaan
ditentukan sesuai kesepakatan bersama, yang tujuannya hanya untuk
membedakan antar zonasi.

Gambar 4 . Menunjukan pembagian zona alterasi dan penyebaran mineralisasi


terhadap kedalaman di bawah permukaan bumi.
BAB III

PARAMETER EKSPLORASI DAN PENAMBANGAN EMAS

3.1 Parameter Fisik Endapan


Emas mempunyai zona alterasi dari setiap endapan yang dijadikan
tahap eksplorasi awal yang dicari, pada kali ini akan membahas dari tiga
endapan, yaitu endapan porfiri, endapan sulfidasi rendah dan sulfidasi
tinggi.
Parameter yang digunakan untuk setiap endapan diatas ada 4 yaitu
dengan menggunakan metoda geofisika. Metoda geofisika yang
digunakan adalah metoda gaya berat, metoda magnetik, metoda
radiometric, metoda IP.
Pada endapan Porphyry Cu-Au berasosiasi dengan alterasi potassic
yang biasanya mengandung magnetite. Metoda geofisika akan dijelaskan
dalam tabel dibawah dalam mendeteksi target pada endapan ini.

Tabel 3.Parameter Fisik Eksplorasi Tipe Porfiri


Pada sulfidasi tinggi Au berasosiasi dengan vuggy atau massive silica dalam clay
alteration zone yang luas.

Tabel 4. Parameter Fisik Eksplorasi Tipe Sulfidasi Tinggi

Pada tipe sulfidasi rendah Au berasosiasi dengan sistem urat (vein) sepanjang struktur
yang utama. Alterasi biasanya menghasilkan magnetite destruction

Tabel 5. Parameter Fisik Eksplorasi Tipe Sulfidasi Rendah


3.2 Metoda Penambangan

Metode penambangan emas sangat dipengaruhi oleh karakteristik cebakan


emas primer atau sekunder yang dapat mempengaruhi cara pengelolaan lingkungan
yang akan dilakukan untuk meminimalisir dampak kegiatan penambangan tersebut.
Cebakan emas primer dapat ditambang secara tambang terbuka (open pit)
maupun tambang bawah tanah (underground mining). Sementara cebakan emas
sekunder umumnya ditambang secara tambang terbuka.

Cebakan primer merupakan cebakan yang terbentuk bersamaan dengan proses


pembentukan batuan. Salah satu tipe cebakan primer yang biasa dilakukan pada
penambangan skala kecil adalah bijih tipe vein ( urat ), yang umumnya dilakukan
dengan teknik penambangan bawah tanah terutama metode gophering / coyoting ( di
Indonesia disebut lubang tikus ). Penambangan dengan sistem tambang bawah tanah
(underground), dengan membuat lubang bukaan mendatar berupa terowongan
(tunnel) dan bukaan omogeny berupa sumuran (shaft) sebagai akses masuk ke dalam
tambang. Penambangan dilakukan dengan menggunakan peralatan sederhana ( seperti
pahat, palu, cangkul, linggis, belincong ) dan dilakukan secara selectif untuk memilih
bijih yang mengandung emas baik yang berkadar rendah maupun yang berkadar
tinggi.

Terhadap batuan yang ditemukan, dilakukan proses peremukan batuan atau


penggerusan, selanjutnya dilakukan sianidasi atau amalgamasi, sedangkan untuk tipe
penambangan sekunder umumnya dapat langsung dilakukan sianidasi atau
amalgamasi karena sudah dalam bentuk butiran halus.
Beberapa karakteristik dari bijih tipe vein (urat) yang mempengaruhi teknik
penambangan antara lain :

1. Komponen mineral atau logam tidak tersebar merata pada badan urat.

2. Mineral bijih dapat berupa omogen-kristal yang kasar.


3. Kebanyakan urat mempunyai lebar yang sempit sehingga rentan dengan
pengotoran ( dilution ).

4. Kebanyakan urat berasosiasi dengan sesar, pengisi rekahan, dan zona geser
(regangan), sehingga pada kondisi ini memungkinkan terjadinya efek dilution
pada batuan samping.

5. Perbedaan assay ( kadar ) antara urat dan batuan samping pada umumnya
tajam, berhubungan dengan kontak dengan batuan samping, impregnasi pada
batuan samping, serta pola urat yang menjari ( bercabang ).

6. Fluktuasi ketebalan urat sulit diprediksi, dan mempunyai rentang yang


terbatas, serta mempunyai kadar yang sangat erratic ( acak / tidak beraturan )
dan sulit diprediksi.

7. Kebanyakan urat homogeny keras dan bersifat brittle.

Dengan memperhatikan karakteristik tersebut, metode penambangan yang


umum diterapkan adalah tambang bawah tanah (underground) dengan metode
Gophering, yaitu suatu cara penambangan yang tidak sistematis, tidak perlu
mengadakan persiapan-persiapan penambangan (development works) dan arah
penggalian hanya mengikuti arah larinya cebakan bijih. Oleh karena itu ukuran
lubang (stope) juga tidak tentu, tergantung dari ukuran cebakan bijih di tempat itu dan
umumnya tanpa penyanggaan yang baik. Cara penambangan ini umumnya tanpa
penyangga yang memadai dan penggalian umumnya dilakukan tanpa alat-alat
mekanis. Metode tambang emas seperti ini umum diterapkan di berbagai daerah
operasi tambang rakyat di Indonesia, seperti di Ciguha,Pongkor-Bogor;
GunungPeti,Cisolok-Sukabumi; Gunung Subang,Tanggeung-Cianjur; Cikajang-
Garut; Cikidang,Cikotok-Lebak; Cineam-Tasikmalaya; Kokap-Kulonprogo; Selogiri-
Wonogiri; Punung-Pacitan; Tatelu-Menado; Batu Gelas,Rata Totok- Minahasa;
Bajuin – Tanah Laut; Perenggean-PalangkaRaya; Ketenong-Lebong; dan lain-lain.
Penambangan dilakukan secara sederhana, tanpa development works, dan
langsung menggali cebakan bijih menuruti arah dan bentuk alamiahnya. Bila cebakan
bijih tersebut tidak omogeny, kadang-kadang terpaksa ditinggalkan pillar yang tak
teratur dari bagian-bagian yang miskin.

BAB IV

KETERDAPATAN LOKASI EMAS

4.1 Lokasi Emas di Indonesia

Gambar 5. Lokasi Endapan Emas di Indonesia

Daerah penghasil emas disajikan meliputi keberadaan EMAS


baik itu yang telah atau sementara dalam tahapan inventarisasi
(eksplorasi) maupun telah masuk dalam tahapan produksi (tambang).
Tempat pengahasil ini diambil dari lokasi endapannya baik itu porfiri,
epitermal maupun skarn. Berikut merupakan daftar nama lokasi
penghasil emas dari barat hingga timur Indonesia :
No Daerah, Kota Provinsi
1 BLANGKEJEREN, GAYO LUES ACEH
2 KOTANOPANG, MANDAILING SUMATRA UTARA
NATAL
3 BATANG TORU, TAPANULI SUMATRA UTARA
SELATAN
4 BANJOL, PASAMAN SUMATERA BARAT.
5 LEBONG BENGKULU
6 BANDAR NEGERI SEMOUNG, LAMPUNG
TANGGAMUS
7 BANJIT, WAY KANAN LAMPUNG
8 NANGGUNG, BOGOR JAWA BARAT
9 CINEAM, TASIKMALAYA, JAWA BARAT
10 PESANGGARAN, JAWA TIMUR
BANYUWANGI
11 CIMANGGU, PANDEGLANG BANTEN
12 SEKONGKANG, SUMBAWA NUSA TENGGARA BARAT
BARAT,
13 TEWEH TENGAH, BARITO KALIMANTAN TENGAH
UTARA
14 MINAHASA TENGGARA SULAWESI UTARA
PALELEH, BUOL SULAWESI TENGGARA
15 BURU SELATAN MALUKU
16 PULAU PULAU TERSELATAN, MALUKU
MALUKU BARAT DAYA
17 KUALA KENCANA- PAPUA
TEMBAGAPURA
Tabel 6. Lokasi Penghasil Emas
BAB V

PENUTUP

Demikian makalah ini dibuat dan dapat disimpulkan bahwa


endapan pembawa emas pada endapan porfiri berasosiasi pada zona
alterasi, pada endapan sulfidasi rendah dengan sistem urat (vein) dan
pada sulfidasi tinggi dengan indikasi adannya vuggy dan batuan asam.
Emas termineralisasi pada busur magmatic Indonesia yang dapat
terlihat dari keterdapatan lokasi yang berada dari bagian barat hingga
timur Indonesia.

Sekirannya makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi


pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Foster, R. P. 1993. Gold metallogeny and exploration. Chapmann and Hall

Simatupang, M dkk. 1992. Pengantar pertambangan Indonesia. Asosiasi


pertambangan Indonesia.

Basuki, dkk. 1993. The gunung pongkor gold-silver deposit. Geochemical


exploration., 50 : 371-391

Faeyumi, M. 2012. Sebaran potensi emas epitermal di areal eksploitasi PT. Antam
unit geomin. FMIPA UI

http://psdg.bgl.esdm.go.id/publikasi_khusus/emas/psdg_emas.html

Franco Pirajno (2009) Hydrothermal Processes and Mineral Sistems, Chapter 5


Porphyry Sistems; Fossil and Active Epithermal Sistems 355 – 370

Seedorff E, Einaudi MT (2004a) Henderson porphyry molybdenum sistem, Colorado:


I. Sequence and abundance of hydrothermal mineral assemblages, flow paths of
evolving fluids and evolutionary style. Econ Geol 99: 3–37

Seedorff E, Einaudi MT (2004b) Henderson porphyry molybdenum sistem, Colorado:


II. Decoupling of introduction and deposition of metals during geochemical evolution
of hydrothermal fluids. Econ Geol 99: 39–72

Seedorff E, Dilles JH, Proffett JM, Einaudi MT, Zurcher L, Stavast WJA, Johnson,
DA, Barton MD (2005) Porphyry deposits: characteristics and origin of hypogene
features. Econ Geol 100th Ann vol: 251–298.

Aditya Wijoyo,S.T , Seminar Airbone Magnetik Freeport , Universitas Padjadjaran,


Bandung
Garwin, S.L. 2000. The Setting, Geometry and Timing of Intrusion-Related
Hydrothermal Systems in The Vicinity of Batu Hijau Porphyry Copper- Gold
Deposits, Sumbawa, Indonesia. Disertasi Doktor, University of Western, Australia.

Bateman, A.M. dan Jensen, M.L. 1981. Economic Mineral Deposit. New York: John
Wiley & Sons Inc.

Lowrie, W. 2007. Fundamental of Geophysics (2nd ed.). New York: Cambridge


University Press.

Winarti. 2009. Studi Induced Polarization (IP) Untuk Eksplorasi Mineral Mangan di
Daerah Srati, Kecamatan Ayah, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Seminar
nasional ke 4 Tahun 2009: Rekayasa Teknologi Industri Dan Informasi.

Rahmah, S. 2009. Pencitraan 2D Data Resistivtiy dan Induced Polarization Untuk


Mendeleniasi Deposit Emas Sistem Epitermal di Daerah “X”. Skripsi S1 Universitas
Indonesia. Jakarta.

Perdana, A. 2011. Metode Controlled Source Audio Frequency magnetotelluric


(CSAMT) Untuk Eksplorasi Mineral Emas Daerah “A” dengan Data Pendukung
Metode Magnetik dan Geolistrik. Universitas Indonesia. Jakarta.

Tangguh Satria Pamungkas.2018. Identifikasi Keberadaan Endapan Emas Tipe


Porfiri Pada Lingkungan Pengendapan Emas Tipe Sulfidasi Rendah Menggunakan
Analisis Geofisika, Geologi, dan Geokimia Tanah Permukaan di Wilayah Tambang
Rakyat Desa Paningkaban,Banyumas,Jawa Tengah. Tesis S2 ITB. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai