Anda di halaman 1dari 7

2.1.

1 Teori Agency (Agency Theory)


Di dalam suatu perusahaan, semakin besar suatu perusahaan biasanya akan dilakukan
pemisahan fungsi antara pemilik perusahaan (principal) dengan manajemen perusahaan (agent)
dengan harapan pihak manajemen akan bertindak sesuai dengan kepentingan pemilik perusahaan
dan dapat mengoptimalisasi kinerja perusahaan.
Agency Theory adalah sebuah teori yang berusaha menjelaskan hubungan antara agensi
antara pemilik perusahaan (principal) dan manajemen perusahaan (agent). Hubungan agensi
adalah suatu kontrak dimana suatu pihak yang berkedudukan sebagai principal mengikat pihak
lain yang berkedudukan sebagai agent dengan harapan agent akan melaksanakan pekerjaan demi
kepentingan principalnya, perikatan diatas disertai dengan pelimpahan wewenang oleh principal
untuk mengambil keputusan kepada agent(Jensen dan Meckling, 1976).
Sesuai dengan Agency Theory diatas, pada perusahaan yang pihak pemiliknya (principal)
dan pihak pengelolanya (agent) terpisah, adanya perbedaan kepentingan antara kedua belah pihak
(conflict of interest) tidak akan dapat dihindari. Hal ini juga dijelaskan oleh Einsenhardt (1989)
yang menyatakan bahwa sesuai dengan asumsi akan sifat manusia yang melandasi Agency
Theory, manusia cenderung memiliki sifat mementingkan dirinya sendiri (self interest), memiliki
keterbatasan rasionalitas (bounded rasionality) dan tidak menyukasi resiko (risk aversion),
karena itulah jika dalam suatu organisasi yang disebut perusahaan terdapat dua belah pihak
dengan kepentingan yang berbeda (principle dan agent), maka akan muncul adanya konflik
kepentingan (conflict of interest).
Beberapa permasalahan yang timbul untuk pemilik perusahaan (principal) dari hubungan
agensi menurut Eisenhardt (1989) adalah, adanya asimetri informasi yang muncul dikarenakan
pihak principal tidak dapat memantau aktivitas dari pihak manajemen (agent) dan pihak
manajemen (agent) lebih mengerti kegiatan operasi perusahaan dan posisi keuangan perusahaan
dan karena asimetri informasi ini, pihak principal kesulitan menilai apakah agent telah bekerja
sesuai dengan keinginan principal.Masalah lainnya adalah pembagian resiko yang timbul
dikarenakan principal dan agent memiliki sikap yang berbeda terhadap resiko.
Terdapat beberapa upaya yang didapat dilakukan oleh pemilik untuk dapat menjamin pihak
manajemen akan membuat keputusan yang optimal, salah satunya adalah dengan pemberian
insentif yang cukup (Jensen dan Meckling, 1979). Insentif dapat berupa opsi saham, bonus, mobil
dan kantor yang mewah, besarnya insentif sangat tergantung pada tingkat besar pihak manajemen
dapat memenuhi kepentingan pemilik. Upaya-upaya untuk mengatasi masalah keagenan
menimbulkan apa yang disebut biaya keagenan (agency cost).
Upaya lain yang dapat dilakukan pemilik perusahaan (principal) untuk menekan masalah
yang ditimbulkan oleh hubungan agensi adalah dengan melakukan mekanisme pengawasan yang
dapat membatasi perilaku oportunistik manajemen (agent). Audit adalah salah satu bentuk
pengawasan yang dapat dilakukan untuk menimalisasi konflik agensi yang dilakukan manajemen
untuk melakukan tindakan yang menguntungkan diri sendiri ataupun golongan (Jensen dan
Meckling,1976; Watis dan Zimmerman,1983). Audit menurut Almutairi et al, (2009) adalah
suatu cara untuk mengurangi informasi asimetri, pihak auditor adalah pihak independen yang
dapat menjembatani antara pihak pemilik (principal) dan manajemen perusahaan (agent), auditor
akan melakukan verifikasi angka-angka yang ada di laporan keuangan yang dibuat oleh pihak
manajemen, agar pihak pemilik terhindar dari informasi keuangan yang menyesatkan.
Masalah keagenan tidak hanya timbul dari hubungan antara pemilik perusahaan dengan
manajemen perusahaan, tetapi juga dapat timbul antara pemegang saham mayoritas dan
pemegang saham minoritas, atau antara pihak kreditur ketika perusahaan dilikuidasi
(Sudana,2009:10), karena itulah teori keagenan dapat membantu auditor untuk memahami
konflik kepentingan yang muncul.

2.1.2 Manajemen Laba (Earning Management)


Manajemen laba adalah praktik-praktik yang dilakukan oleh manajemen untuk mencapai
suatu tujuan tertentu, untuk memanipulasi laporan keuangan dengan melakukan pemilihan
kebijakan akuntansi yang sesuai dengan tujuan yang dimaksud ataupun dengan melakukan
tindakan nyata yang dapat mempengaruhi laba perusahaan.
Coppeland (1968) menyatakan bahwa manajemen laba adalah kemampuan untuk
menaikkan dan menurunkan laba bersih yang dilaporkan sesuai dengan keinginan
manajemen.Scott (2012: 423) menjelaskan manajemen dapat memilih kebijakan akuntansi yang
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, kebijakan akuntansi yang dipilih adalah
yang dapat membantu mereka untuk meraih tujuan tertentu, bisa jadi untuk memenuhi
kepentingan pemegang saham dan mengefisiensikan perusahaan atau untuk menguntungkan
dirinya sendiri (oportunistik). Pemilihan kebijakan tersebut, terutama untuk kebijakan yang
berhubungan dengan akrual, adalah cara yang paling efektif untuk menaikkan atau menurunkan
laba yang paling sulit untuk dideteksi.
Jones (1991), menyatakan bahwa terdapat dua komponen akrual dalam konsep model
akrual, yaitu discretionary accrual dan non discretionary accrual.Komponen yang dijadikan
dasar pengukuran untuk menemukan indikasi ada atau tidaknya manajemen laba adalah
discretionary accrual, karena komponen ini dapat diukur dan dapat direkayasa sesuai dengan
kebijakan (discretion).

1. Faktor Pendorong Manajemen Laba


Berikut adalah tiga hipotesis Possitive Accounting Theory yang dapat dijadikan dasar
alasan mengapa manajemen melakukan tindakan manajemen laba (Watts dan Zimmerman,
1986):
a. The Bonus Plan Hypothesis
Jika perusahaan yang memiliki rencana bonus, manajer perusahaan akan cenderung
memilih metode-metode akuntansi yang dapat menaikkan laba dengan menggeser laba dari
periode mendatang ke periode sekarang. Hal ini dikarenakan manajer perusahaan
mengharapkan pemberian bonus atau insentif yang lebih besar pada masa kini.
b. The Debt to Equity Hypothesis
Pada perusahaan yang memiliki rasio debt to equity yang tinggi, manajer perusahaan
cenderung menggunakan metode akuntansi untuk meningkatkan pendapatan atau laba.
Untuk mendapatkan dana tambahan dari pihak kreditur, atau untuk menghindari
pelanggaran perjanjian hutang.
c. The Political Cost Hypothesis
Untuk menghindari biaya politik yang tinggi (pajak), manajer akan memilih metode-
metode akuntansi yang dapat menurunkan laba yang dilaporkan, dengan cara
menangguhan laba yang dilaporkan dari periode sekarang ke periode di masa mendatang.

2. Motivasi Manajemen Laba


Beberapa motivasi praktek manajemen laba untuk melakukan manajemen laba sesuai
dengan hasil penelitian Scott (2012), yaitu:
a. Bonus Purposes
Manajemen laba digunakan untuk memaksimalkan laba saat ini, agar manajemen
mendapatkan kenaikan bonus.
b. Political Motivation
Manajemen laba digunakan untuk menurunkan laba yang dilaporkan pada perusahaan
publik, karena adanya tekanan publik yang mengakibatkan pemerintah menetapkan
peraturan yang lebih ketat
c. Taxation Motivation
Manajemen laba digunakan untuk menurunkan laba, dalam rangka penghematan pajak
pendapatan.
d. Pergantian CEO
Manajemen laba yang cenderung dilakukan oleh CEO ketika mendekati masa pensiun, untuk
meningkatkan laba, agar bonus mereka meningkat, atau memaksimalkan laba, agar mereka
tidak diberhentikan.
e. Initial Public Offering (IPO)
Manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan yang akan go public, karena belum
memiliki nilai pasar, dengan harapan menaikkan harga saham perusahaan
f. Pentingnya Memberi Informasi kepada Investor
Manajemen laba yang dilakukan untuk memberikan informasi yang memberikan kesan
kepada investor bahwa kinerja perusahaan baik.
3. Pola Manajemen Laba
Pola-pola manajemen dalam melakukan manajemen laba, menurut hasil penelitian Scott (2012),
adalah sebagai berikut:
a. Taking a Bath
Pola manajemen laba yang terjadi pada saat terjadi reorganisasi, seperti pengangkatan CEO
baru, dilakukan dengan cara melaporkan kerugian dalam jumlah besar, agar dimasa datang
diharapkan dapat meningkatkan laba di periode yang akan datang
b. Income Minimization
Pola manajemen laba yang dilakukan pada saat perusahaan mengalami peningkatan laba atau
profitabilitas yang tinggi, sehingga laba diturunkan. Hal ini juga dapat dilakukan untuk
mengantisipasi adanya penurunan laba di periode mendatang, apabila pada periode
mendatang diperkirakan laba akan turun drastis, laba periode sebelumnya dapat diambil
untuk membuat laba periode mendatang terlihat lebih baik.
c. Income Maximization
Pola manajemen laba pada saat perusahaan mengalami penurunan laba dan salah satu tujuan
dari income maximization adalah untuk melaporkan net income yang tinggi untuk
mendapatkan bonus yang lebih besar. Pola manajemen laba juga sering kali dilakukan oleh
perusahaan yang terikat perjanjian hutang.
d. Income Smoothing
Pola manajemen laba ini dilakukan oleh manajemen agar laba menjadi seperti apa yang
diinginkan manajemen. Income smoothing dilakukan dengan membuat laba rata setiap
tahunnya, untuk menghindari lonjakan ataupun penurunan laba yang drastis dengan
mengalihkan pendapatan dan beban atau kerugian dari periode satu ke periode lain.

4. Pengukuran Manajemen Laba

Penelitian Dechow et al (1995) telah mengkompilasi beberapa model untuk mendeteksi


dan mengukur manajemen laba berdasarkan akrual, beberapa model tersebut adalah:
a. Model Healy (1985)
Healy (1985), menguji manajemen laba dengan membandingkan rata-rata total akrual
(diskala dengan log total aset) antara variable yang merupakan bagian manajemen laba.
Berikut adalah bentuk persamaan model Healy:
NDAr =∑ TAt
T
Dimana:
NDA = estimasinondiscretionary accrual
TA = total akrual yang diskala dengan lag total aset
t = 1, 2,…. t (tahun subscript termasuk periode estimasi)
r = tahun subscript yang menunjukkan tahun dalam periode berjalan
b. Model DeAngelo (1986)
DeAngelo (1986) menguji manajemen laba dengan memperhitungkan perbedaan pertama
dalam total akrual, kemudian mengasumsikan bahwa perbedaan pertama mempunyai suatu
nilai ekspektasi nol di bawah hipotesis nol yaitu tidak adanya manajemen laba.

c. Model Industri
Model industri berasumsi bahwa variasi-variasi yang terdapat dalam faktor-faktor penentu
nondiscretionary accrual biasa terjadi pada perusahaan-perusahaan dalam industri yang
sama. Berikut adalah persamaan model industri untuk perhitungan nondiscretionary
accrual:
NDAr = γ 1 + γ 2 median t (TA t) ………… (1)
Dimana:
median t (TA t) = nilai median dari total akrual yang diskala dengan lag assetuntuk semua
perusahaan non sample, yang sama dengan 2digit kode SIC
γ 1, γ 2 = parameter spesifik perusahaan

d. Model Jones (1991)


Model Jones (1991) berusaha untuk mengontrol dampak perubahan ekonomi perusahaan
terhadap nondiscretionary accrual. Berikut adalah persamaan Model Jones untuk
nondiscretionary accrual:
Persamaan 1:
TAC it = NI it – CFO it................................... (1)
Dimana:
TAC it : Total akrual perusahaan i pada tahun t
NI it : Laba bersih perusahaan i pada tahun t
CFO it : Arus Kas dari Aktivitas Operasi perusahaan i pada tahun t
Nilai total akrual yang diestimasi dengan persamaan regresi OLS sebagai berikut

Persamaan 2:
TACit= β1 ΔREVit + β2PPEt + e ………... (2)
Dengan menggunakan koefisien regresi diatas (β1, β2, β3) nilai non discretionary accrual
(NDA) dapat dihitung dengan rumus:

Persamaan 3:
NDA= β1 ΔREVit + β2PPEit ……................ (3)

Selanjutnya discreationary accrual (DA) dapat dihitung sebagai berikut:


Persamaan 4:
DA it = TAC it – NDA it...................... (4)
Dimana:
TAC it : Total akrual perusahaan i pada tahun t
NI it : Laba bersih perusahaan i pada tahun t
CFO it : Arus Kas dari Aktivitas Operasi perusahaan i pada tahun t
DA it :Discretionary accrual
Ait-1 : Total aset periode t-1
ΔREVit : Perubahan penjualan bersih
ΔRECit : Perubahan piutang bersih
PPEit : Property, Plant, and equipment / Aktiva tetap
β1, β2, β3 : Persamaan Koefisien regresi

e. Model Jones yang Dimodifikasi (Modified Jones) (1995)


Model Jones yang dimodifikasi oleh Dechow et al (1995) dirancang untuk mengurangi
kecenderungan terjadinya kesalahan model Jones saatdiscretionary diterapkan pada
pendapatan.Modifikasi yang dilakukan adalah, Dechow menyesuaikan perubahan
pendapatan dengan perubahan piutang, karena di dalam pendapatan atas penjualan, sebagian
berasal dari penjualan secara kredit.Pendapatan yang diterima benar-benar (yang sudah
dikurangi dengan nilai piutang) merupakan pendapatan bersih.Berikut adalah perumusan
Modified Jones (Dechow et al, 1995):
Persamaan 1:
TAC it = NI it – CFO it...................... (1)
Dimana:
TAC it : Total akrual perusahaan i pada tahun t
NI it : Laba bersih perusahaan i pada tahun t
CFO it : Arus Kas dari Aktivitas Operasi perusahaan i pada tahun t
Persamaan 2:
TACit / Ai-t= β1 (1/Ait-1) + β2 (ΔREVit-ΔRECit/Ait-1) + β1 (PPEt/At-1) +e (2)
Dengan menggunakan koefisien regresi diatas (β1, β2, β3) nilai non discretionary accrual
(NDA) dapat dihitung dengan rumus:
Persamaan 3:
NDAit= β1 (1/Ait-1) + β2 (ΔREVit-ΔRECit/Ait-1) + β1 (PPEit/Ait-1) ............ (3)
Selanjutnya discreationary agency theoryaccrual (DA) dapat dihitung sebagai berikut:
Persamaan 4:
DA it = TAC it – NDA it...................... (4)
Dimana:
TAC it : Total akrual perusahaan i pada tahun t
NI it : Laba bersih perusahaan i pada tahun t
CFO it : Arus Kas dari Aktivitas Operasi perusahaan i pada tahun t
DA it :Discretionary accrual
Ait-1 : Total aset periode t-1
ΔREVit : Perubahan penjualan bersih
ΔRECit : Perubahan piutang bersih
PPEit : Property, Plant, and equipment / Aktiva tetap
β1, β2, β3 : Persamaan Koefisien regresi

Manajemen laba di penelitian ini di proksikan dengan menggunakan discretionary accrual,


metode penghitungan discretionary accrual yang digunakan adalah Modified Jones theory, karena
model Jones yang telah dimodifikasi dianggap dapat mendeteksi adanya indikasi manajemen laba,
paling kuat dibandingkan dengan model lain dalam menghitung discretionary accrual (Dechow et
al, 1995 dalam Zhou dan Elder, 2004; Rusmin, 2011).

Anda mungkin juga menyukai