Anda di halaman 1dari 9

TUGAS ULANGAN TENGAH SEMESTER

PENGEMBANGAN PENELITIAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

Disusun Guna Memenuhi Tugas Individu Mata Kuliah Pengembangan Penelitian Pendidikan Matematika
Dosen Pengampu Dr. Masruhkan, M.Si.

MUKERIYANTO
A3 0401517078

JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2018
Soal C Tingkat Waktu No. dan Judul Modul
No Kompetensi Tertinggi Indikator Skor Kesukaran Pengerjaan No. dan Judul KB
1 Mengidentifi C3 Dengan diberikan narasi/ artikel 350 - 500 10 SD 10 M1. Hakikat
kasi masalah, kata yang berisi masalah dalam pendidikan Pendidikan
merumuskan matematika mahasiswa dapat Matematika
masalah, a. mengidentifikasi masalah dari artikel M2.Perencanaan
tujuan tersebut, Penelitian
penelitian, b. merumuskan masalah yang layak untuk Pendidikan
dan manfaat diteliti,
penelitian. c. merumuskan tujuan yang terkait
dengan masalah yang akan diteliti
pada point b, dan
d. menyebutkan manfaat yang akan
diperoleh dari penelitian yang
dirumuskan pada point b.

1. Bacalah narasi berikut !


Permasalahan pembelajaran matematika di SMP Negeri 3 Mranggen materi bangun ruang sisi datar pada SMP Negeri 3
Mranggen sebagai berikut. Pertama guru masih menerapkan pembelajaran yang bersifat konvensional. Kedua Siswa kurang
diberikan kesempatan untuk memikirkan dan menemukan konsep sendiri.. Ketiga siswa juga masih enggan untuk bertanya kepada
guru atau bertanya kepada temannya walaupun tidak bisa memecahkan masalah yang diberikan dan jarang dikelompokkan dalam
pembelajaran, sehingga kurang terjadi komunikasi antara siswa dengan siswa maupun siswa dengan guru. Keempat dalam
menyelesaikan soal-soal atau masalah matematika, siswa jarang diminta untuk mengungkapkan alasannya dan menjelaskan secara
lisan atau tertulis. Mengungkapkan gagasan secara lisan maupun tertulis sangat terkait dengan kemampuan berkomunikasi,
khsususnya komunikasi matematis.
Kemampuan komunikasi matematis siswa dapat dilihat dari kemampuan berikut: (1) Menghubungkan benda nyata,
gambar, dan diagram ke dalam idea matematika. (2) Menjelaskan idea, situasi, dan relasi matematik, secara lisan dan tulisan
dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar. (3) Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika. (4)
Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika. (5) Membaca dengan pemahaman suatu presentasi Matematika
tertulis, (6) Membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisasi. (7) Menjelaskan dan membuat
pertanyaan matematika yang telah dipelajari.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan siswa dalam meningkatkan kemampuan komunikasi
matematis adalah dengan menerapkan model pembelajaran yang sesuai. Model pembelajaran yang sebaiknya diterapkan adalah
model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri sehingga siswa
lebih mudah untuk memahami konsep-konsep yang diajarkan dan mengkomunikasikan ide-idenya dalam bentuk lisan maupun
tulisan. Model pembelajaran berbasis konstruktivisme dengan strategi Think-Talk-Write (TTW) adalah salah satu alternatifnya.
Strategi pembelajaran TTW yang diperkenalkan oleh Huinker dan Laughlin (Silver & Smith, 1996 & Silver, 1997) dengan
alasan bahwa strategi pembelajaran TTW ini membangun secara tepat untuk berfikir, refleksikan dan untuk mengorganisasikan
ide-ide serta mengetes ide tersebut sebelum siswa diminta untuk menulis, dan mendorong kemampuan pemechan masalah.
Peranan dan tugas guru dalam usaha mengefektifkan penggunaan strategi TTW adalah mengajukan dan menyediakan tugas yang
memungkinkan siswa terlibat secara aktif berpikir, mendorong dan menyimak dengan hati-hati ide-ide yang dikemukakan siswa
secara lisan dan tertulis, mempertimbangkan dan memberi informasi terhadap apa yang digali siswa dalam diskusi, serta
memonitor, menilai, dan mendorong siswa untuk berpartisipasi secara aktif.
Sebutkan indentifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan, dan manfaat penelitian dari narasi tersebut !
Jawab :
a) Identifikasi masalah
 Guru masih menerapkan pembelajaran yang bersifat konvensional.
 Siswa kurang diberikan kesempatan untuk memikirkan dan menemukan konsep sendiri.
 Siswa juga masih enggan untuk bertanya kepada guru atau bertanya kepada temannya walaupun tidak bisa memecahkan
masalah yang diberikan dan jarang dikelompokkan dalam pembelajaran, sehingga kurang terjadi komunikasi antara siswa
dengan siswa maupun siswa dengan guru.
 Dalam menyelesaikan soal-soal atau masalah matematika, siswa jarang diminta untuk mengungkapkan alasannya dan
menjelaskan secara lisan atau tertulis. Mengungkapkan gagasan secara lisan maupun tertulis sangat terkait dengan
kemampuan berkomunikasi, khsususnya komunikasi matematis.
b) Rumusan masalah
 Bagaimana mengembangkan perangkat pembelajaran matematika dengan strategi TTW berbasis konstruktivisme
materi bangun ruang disi datar kelas VIII yang baik ?
 Apakah perangkat pembelajaran matematika dengan strategi TTW berbasis konstruktivisme valid ?
 Apakah pembelajaran matematika dengan strategi TTW berbasis konstruktivisme materi bangun Ruang sisi datar
kelas VIII efektif ?
c) Tujuan penelitian
 Untuk mendeskripsikan pengembangan perangkat pembelajaran matematika dengan strategi TTW berbasis
Konstruktivisme materi Bangun Ruang Sisi Datar kelas VIII.
 Untuk menghasilkan perangkat pembelajaran matematika dengan strategi TTW berbasis konstruktivisme valid.
 Untuk mengetahui apakah pembelajaran matematika dengan strategi TTW berbasis Konstruktivisme efektif.
d) Manfaat penelitian
 Dapat memotivasi guru untuk mengembangkan perangkat pembelajaran agar pembelajaran di kelas lebih menyenangkan.
 Menambah wawasan guru mengenai penggunaan perangkat pembelajaran dengan strategi TTW agar dapat diterapkan
dikelas, khususnya dikelas VIII pada materi bangun ruang sisi datar.
2. Bacalah narasi berikut !
Salah satu proses pendidikan di sekolah maupun di perguruan tinggi adalah proses pembelajaran matematika. Diharapkan
dengan proses ini tujuan pendidikan akan dapat dicapai antara lain dalam bentuk terjadinya perubahan sikap, keterampilan, serta
meningkatnya kemampuan berpikir siswa. Adapun tujuan pembelajaran matematika yang tertera pada Permendiknas No. 22 Tahun
2006 tentang standar isi adalah sebagai berikut: 1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan
mengaplikasikan konsep secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam memecahkan masalah; 2) menggunakan penalaran pada pola
dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan
pernyataan matematika; 3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika,
menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; 4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel dan diagram
atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah dan 5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam
kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri
dalam pemecahkan masalah.
Mahmudi (2008) mengemukakan bahwa pembelajaran matematika hendaknya memuat pemecahan masalah sebagai bagian
utama semua aspek aktivitasnya.. Hal tersebut menunjukkan perlunya diadakan suatu penyempurnaan dalam sistem pembelajaran
matematika di sekolah sehingga kemampuan siswa menjadi berkembang. Penyempurnaan tersebut dapat dilakukan pada pemilihan
pendekatan, metode atau model pembelajaran. Salah satu pembelajaran yang dapat diterapkan untuk mengembangkan kemampuan
pemecahan masalah ialah problem based learning. Problem based learning adalah pembelajaran yang menggunakan masalah
nyata (autentik) yang tidak terstruktur (ill-structured) dan bersifat terbuka sebagai konteks bagi peserta didik untuk
mengembangkan keterampilan menyelesaikan masalah dan berpikir kritis serta sekaligus membangun pengetahuan baru.
Berbagai masalah yang ditemui di lingkungan kehidupan siswa dapat diangkat sebagai permasalahan belajar untuk dicari
solusinya. Ciri khas dan budaya di lingkungan akan menarik dikembangkan sebagai muatan lokal pembelajaran. Pembelajaran
matematika yang mengangkat tema-tema budaya lokal secara konseptual dikenal sebagai etnomatematika. Menurut Gerdes (1996)
etnomatematika adalah matematika yang diterapkan oleh kelompok budaya tertentu, kelompok pekerja dan profesional, anak-anak
dari masyarakat kelas tertentu, suku bangsa pribumi dan lain sebagainya. Melalui penerapan etnomatematika dalam pembelajaran,
diharapkan peserta didik dapat lebih memahami matematika, sekaligus memahami budaya mereka, dan nantinya lebih mudah
untuk menanamkan nilai-nilai budaya itu dalam keseharian. Jadi dengan pembelajaran berbasis etnomatematika siswa dapat
belajar matematika sekaligus mengenal budaya.
Setiap orang memiliki karakteristik yang khas dalam memecahkan masalah matematika, yang tidak dimiliki oleh individu
lain. Perbedaan karakteristik dari setiap indivdu dalam menanggapi informasi, merupakan gaya kognitif individu yang
bersangkutan. Menurut Bassey dan Omoren (2009), gaya kognitif merupakan proses gaya mengontrol diri yang ditentukan oleh
aktivitas sadar siswa dalam mengorganisasikan dan mengatur, menerima dan menyebarkan informasi yang akhirnya menentukan
prilaku utama siswa. Menurut Witkin (1977) gaya kognitif dalam belajar matematika adalah gaya kognitif field independent dan
field dependent.
Sebutkan indentifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan, dan manfaat penelitian dari narasi tersebut !
Jawab :
a) Identifikasi maslah
 Pembeajaran matematika hendaknya memuat pemecahan masalah sebagai bagian utama semua aspek aktivitas.
 Perlunya kemampuan pemecahan masalah yang baik untuk menghadapi tantangan masa depan.
 Pembelajaran masih belum optimal karena masih kurangnya pembelajaran yang berkaitan dengan lingkungan budaya.
b) Rumusan masalah
 Bagaimana efektivitas model problem based learning bernuansa etnomatematika dalam meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa ?
 Bagaimana peningkatan cinta budaya lokal siswa pada pembelajaran problem based learning bernuansa etnomatematika ?
 Bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematika siswa ditinjau dari gaya kognitif yang diajar menggunakan model
problem based learning bernuansa etnomatematika ?
c) Tujuan penelitian
 Untuk menganalisis efektivitas pembelajaran model problem based learning bernuansa etnomatematika dalam
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.
 Untuk menganalisis peningkatan cinta budaya lokal siswa pada pembelajaran model problem based learning bernuansa
etnomatematika.
 Untuk menganalisis kemampuan pemecahan masalah matematika siswa ditinjau dari gaya kognitif yang diajar
menggunakan model problem baed learning bernuansa etnomatematika.
d) Manfaat penelitian
 Model pembelajaran yang diterapkan dapat digunakan sebagai salah satu model pembelajaran bagi guru dan siswa dalam
dalam mempelajari materi matematika.
 Memberikan tambahan wawasan bagi guru tentang kemampuan pemecahan masalah siswa melalui model problem based
learning bernuansa etnomatematika.
3. Bacalah narasi berikut !
Pendidikan merupakan salah satu komponen utama untuk membangun suatu bangsa. Seperti yang tertuang dalam UU No.
20 Tahun 2003, Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Namun kenyataannya mutu pendidikan di Indonesia masih sangat memprihatinkan. Dari data
TIMSS 2011, terbukti bahwa rata-rata skor perolehan pada mata pelajaran matematika berada pada urutan bawah. Indonesia
menduduki peringkat 38 dari 45 negara dengan skor 386 dari skor internasional tertinggi 613 pada pelajaran matematika secara
keseluruhan.
Pemecahan masalah memegang peranan penting dalam matematika dan harus memiliki peran penting dalam pendidikan
matematika (NCTM, 2010). Pemecahan masalah merupakan fokus dari matematika sekolah (Takahashi, 2008; Ali, 2010;
Caballero, Blanco, Guerrero, 2011; Karatas & Baki, 2013). Karena itu, penting untuk mengembangkan kemampuan pemecahan
masalah siswa sejak dini (Takahashi, 2008; Arslan, 2010). Langkah-langkah pemecahan masalah yang dikemukakan Polya (1973)
meliputi: (1) understanding the problem, (2) devising a plan, (3) carrying out the plan, (4) looking back. Ketika siswa
memecahkan masalah, siswa mencari solusi yang tepat dari masalah tersebut dengan caranya sendiri (Ali, 2010; Arslan, 2010;
Caballero, Blanco & Guerrero 2011; Ahghar, 2012). Pemilihan solusi yang berbeda dari siswa dapat dikarenakan perbedaan gaya
kognitif. Gaya kognitif adalah cara-cara bagaimana menerima rangsangan yang berbeda dan berpikir untuk belajar. Gaya kognitif
dapat didefinisikan sebagai variasi cara seseorang menerima, mengingat, dan berpikir atau sebagai cara-cara khusus dalam
menerima, menyimpan, membentuk, dan memanfaatkan informasi (Muhtarom, 2012). Gaya kognitif meliputi sikap yang stabil,
pilihan, atau strategi kebiasaan yang membedakan gaya individu dalam merasakan, mengingat, berpikir, dan memecahkan masalah
(Saracho, 1997). Terdapat banyak dimensi dari gaya kognitif yang dikembangkan oleh para ahli yang dapat membedakan individu.
Dimensi yang paling penting adalah field independent dan field dependent (Salameh, 2011). Siswa yang memiliki gaya kognitif
FD cenderung melihat pola secara keseluruhan dan mengalami kesulitan dalam memisahkan aspek-aspek tertentu suatu situasi
atau pola, sedangkan siswa yang memiliki gaya kognitif FI lebih dapat melihat bagian-bagian yang membentuk suatu pola yang
besar (Fajari, Kusmayadi, & Iswahyudi). Banyak peneliti yang menyatakan bahwa siswa dengan gaya kognitif yang berbeda,
menerima proses informasi dan pemecahan masalah dengan cara yang berbeda (Hassan, 2002).
Permasalahannya adalah guru belum memperhatikan gaya kognitif siswa dalam pembelajaran. Guru masih menganggap
siswa memiliki kemampuan yang sama dalam menyerap pelajaran dan memecahkan masalah matematika. Salah satu model
pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah adalah Problem Based Learning (PBL). PBL adalah
suatu sistem belajar mengajar di mana, tanpa persiapan sebelumnya, kelompok kecil siswa mempertimbangkan keadaan yang tidak
familiar, masalah atau tugas, dengan mengeksplorasi sifat situasi asing ini, para siswa berbagi pengetahuan dan pengalaman
sebelumnya (Nathan, 2004). Berbeda dengan lingkungan kelas matematika konvensional, lingkungan PBL memberikan siswa
kesempatan untuk mengembangkan kemampuan mereka untuk beradaptasi dan mengubah metode ke situasi baru yang sesuai
Sebutkan indentifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan, dan manfaat penelitian dari narasi tersebut !
Jawab :
a) Identifikasi masalah
 Pemecahan masalah memegang peranan penting dalam matematika dan harus memiliki peran penting dalam pendidikan
matematika.
 Dalam proses pembelajaran hendaknya guru memperhatikan gaya kognitif siswa agar memiliki kemampuan yang sama
dalam menyerap pelajaran dan memecahkan masalah matematika.
b) Rumusan masalah
 Bagaimanakah deskripsi kemampuan pemecahan masalah matematika soal setipe TIMSS pada siswa dengan gaya kognitif
field independent pada model Problem Based Learning ?
 Bagaimanakah deskripsi kemampuan pemecahan masalah matematika soal setipe TIMSS pada siswa dengan gaya kognitif
field dependent pada model Problem Based Learning ?
c) Tujuan penelitian
 Untuk memperoleh deskripsi profil kemampuan pemecahan masalah matematika soal setipe TIMSS pada siswa
dengan gaya kognitif field independent dan field dependent pada model Problem Based Learning.
d) Manfaat penelitian
 Memberikan wawasan bagi guru tentang kemampuan pemecahan masalah matematika dengan gaya kognitif field
independent dan field dependent pada model Problem Based Learning.

Anda mungkin juga menyukai