Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE NON HEMORAGIK (SNH)

Oleh

Ni Luh Putu Ekawati


NIM: 18.901.2050

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI

2018
LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE NON HEMORAGIK (SNH)

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian

a. S t r o k e m e r u p a k a n g a n g g u a n m e n d a d a k yang terjadi pada sirkulasi


serebral di satu pembuluh darah atau lebih yang mensuplai otak. Stroke
menginterupsi atau mengurangi suplai oksigendan umumnya menyebabkan
kerusakan serius atau nekrosis di Jaringan otak (W i l i a m s , 2 0 0 8 ) ,
b. Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani
secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul
mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan
bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008).
c. Stroke non hemoragik terjadi pada pembuluh darah yang mengalami sumbatan
sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah pada jaringan otak (Mutaqqin,
2011).
d. Stroke non hemoragik yaitu aliran darah ke otak terhenti karena penumpukan
kolesterol pada dinding pembuluh darah (aterosklerosis) atau bekuan darah yang
telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak (Suiroka, 2012)
e. Kesimpulannya stroke non hemoragik adalah penyakit cerebrovascular yang terjadi
akibat tersumbatnya pembuluh darah sehingga aliran darah ke jaringan otak
menurun.
2. Epidemiologi
Stroke adalah penyebab kematian ketiga pada orang dewasa di Amerika Serikat.
Angka kematian setiap tahun akibat stroke baru atau rekuren adalah lebih dari 200.000.
insiden stroke secara nasional diperkirakan adalah 750.000 per tahun, dengan 200.000
merupakan stroke rekuren. Dua per tiga kasus stroke terjadi pada orang yang berusia
lebih dari 65 tahun. Berdasarkan data dari seluruh dunia, statistiknya bahkan lebih
mencolok yaitu bahwa penyakit jantung koroner dan stroke adalah penyebab kematian
tersering pertama dan kedua dan menempati urutan kelima dan keenam sebagai
penyebab kecacatan. (Sylvia A. Price, 2006).
Stoke adalah salah satu penyebab kematian dan kecatatan neurologis yang utama di
Indonesia dan syndrome klinis yang awalanya timbulnya mendadak, progresi cepat,
berupa neurologis fokal dan/atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau
langsung menimbulkan kematian dan semata-mata ditimbulkan oleh gangguan peredaran
darah otak nontraumatik (Mansjoer, 2000).

3. Etiologi
Menurut Baughman, C Diane.dkk (2000) stroke biasanya di akibatkan dari salah satu
tempat kejadian, yaitu:
a. Trombosis (Bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher). Trombosis
serebri menunjukkan oklusi trombotik arteri karotis atau cabangnya, biasanya
karena arterosklerosis yang mendasari. Proses ini sering timbul selama tidur dan
bisa menyebabkan stroke mendadak dan lengkap. Defisit neurologi bisa timbul
progresif dalam beberapa jam atau intermiten dalam beberapa jam atau hari.
b. Embolisme serebral (Bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak dari
bagian otak atau dari bagian tubuh lain). Emboli serebri terjadi akibat oklusi
arteria karotis atau vetebralis atau cabangnya oleh trombus atau embolisasi materi
lain dari sumber proksimal, seperti bifurkasio arteri karotis atau jantung. Emboli
dari bifurkasio karotis biasanya akibat perdarahan ke dalam plak atau ulserasi di
atasnya di sertai trombus yang tumpang tindih atau pelepasan materi ateromatosa
dari plak sendiri. Embolisme serebri sering di mulai mendadak, tanpa tanda-tanda
disertai nyeri kepala berdenyut.
c. Hemorargik cerebral (Pecahnya pembuluh darah serebral dengan perlahan ke
dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak). Akibatnya adalah gangguan suplai
darah ke otak , menyebabkan kehilangan gerak, pikir, memori, bicara, atau
sensasi baik sementara atau permanen.

Penyebab lain terjadinya stroke non hemoragik adalah :


a. Aterosklerosis
Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan ateroma (endapan lemak)
yang kadarnya berlebihan dalam pembuluh darah. Selain dari endapan lemak,
aterosklerosis ini juga mungkin karena arteriosklerosis, yaitu penebalan dinding
arteri (tunika intima) karena timbunan kalsium yang kemudian mengakibatkan
bertambahnya diameter pembuluh darah dengan atau tanpa mengecilnya
pembuluh darah.
b. Infeksi
Peradangan juga menyebabkan menyempitnya pembuluh darah, terutama yang
menuju ke otak.
c. Obat-obatan
Ada beberapa jenis obat-obatan yang justru dapat menyebabkan stroke seperti:
amfetamin dan kokain dengan jalan mempersempit lumen pembuluh darah ke
otak.
d. Hipotensi
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran
darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi
jika hipotensi ini sangat parah dan menahun.

4. Patofisiologi
Stroke non hemoragik disebabkan oleh trombosis akibat plak aterosklerosis
yang memberi vaskularisasi pada otak atau oleh emboli dari pembuluh darah diluar
otak yang tersangkut di arteri otak. Saat terbentuknya plak fibrosis (ateroma) di lokasi
yang terbatas seperti di tempat percabangan arteri. Trombosit selanjutnya melekat
pada permukaan plak bersama dengan fibrin, perlekatan trombosit secara perlahan
akan memperbesar ukuran plak sehingga terbentuk trombus (Sudoyo, 2007).
Trombus dan emboli di dalam pembuluh darah akan terlepas dan terbawa
hingga terperangkap dalam pembuluh darah distal, lalu menyebabkan pengurangan
aliran darah yang menuju ke otak sehingga sel otak akan mengalami kekurangan
nurisi dan juga oksigen, sel otak yang mengalami kekurangan oksigen dan glukosa
akan menyebabkan asidosis lalu asidosis akan mengakibatkan natrium, klorida, dan
air masuk ke dalam sel otak dan kalium meninggalkan sel otak sehingga terjadi
edema setempat. Kemudian kalsium akan masuk dan memicu serangkaian radikal
bebas sehingga terjadi perusakan membran sel lalu mengkerut dan tubuh mengalami
defisit neurologis lalu mati (Esther, 2010).
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di
nukleus kaudatus, talamus, dan pons (Muttaqin, 2008).
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral:
Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu 4-6
menit. Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat
terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung (Muttaqin,
2008).
5. Klasifikasi Stroke
Ada dua klasifikasi utama stroke, yaitu stroke iskemik atau stroke non
hemoragik dan hemoragik (Corwin, 2009), hal ini didasarkan pada
penyebab dan temuan patofisiologis (Zomorodi dalam Lewis, Sharon L et
al, 2011).

1. Stroke hemoragik
Stroke hemoragik adalah terjadi apabila lesi vascular intra sereberum
mengalami rupture sehingga terjadi pendarahan ke dalam ruang sub
araknoid atau langsung ke jaringan otak.

Stroke hemoragik dibagi 2 :


a. Hemoragik Intraserebral : pendarahan yang terjadi didalam jaringan
otak.
b. Hemoragik Subaraknoid : pendarahan yang terjadi pada ruang
subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan
yang menutupi otak)
2. Stroke non hemoragi

Stroke non hemoragik dapat dibagi menjadi lima jenis berdasarkan

penyebabnya: thrombosis arteri besar, penetrasi tombosis arteri kecil

(stroke lakunar), stroke embolik kardiogenik, kriptogenik (penyebab yang


belum diketahui), dan stroke akibat penggunaan kokain, koagulopati atau

pembedahan karotid (Smeltzer, 2003).

a. Stroke trombotik arteri besar disebabkan oleh aterosklerosis plak di

pembuluh darah besar dari otak. Lokasi stroke, misalnya pada korteks

superficial (tersering arteri serebri media), serebelum, dan daerah arteri

serebral posterior (Goldszmidt & Caplan, 2011).

b. Stroke trombotik arteri kecil (stroke lakunar), mengacu pada stroke

yang berasal dari satu atau lebih penetrasi trombotik pada pembuluh

darah kecil (Smeltzer, 2003), seperti ganglia basalis, substantia alba

otak, thalamus pons, dan serebelum (Goldszmidt & Caplan, 2011).

c. Stroke emboli kardiogenik (stroke embolik) berhubungan dengan

kondisi jantung, seperti fibrilasi atrial, infark miokard, endokarditis,

dan atrial septal defect (Smeltzer, 2003). Emboli berasal dari jantung

dan beredar ke pembuluh darah otak, lokasi yang paling sering terkena

adalah arteri serebri media, serebelum dan daerah arteri serebral

posterior (Goldszmidt & Caplan, 2011).

d. Stroke kriptogenik sebagian pasien mengalami oklusi mendadak

pembuluh intrakranium besar tanpa penyebab yang jelas.

e. Penyebab lain stroke non hemoragik yang lebih jarang adalah

fibromuskular, arteritis (misalnya, arteritis temporalis, poliarteritis

nodosa), dan gangguan hiperkoagulasi (Price, 2005)


Perbedaan Stroke Hemoragik Dan Stroke Non-Hemoragik

Gejala Klinis Stroke Hemoragik Stroke Non Hemoragik


PIS PSA
1. Gejala defisit lokal Berat Ringan Berat/ringan
2. SIS sebelumnya Amat jarang - +/ biasa
3. Permulaan (onset) Menit/jam 1-2 menit Pelan (jam/hari)
4. Nyeri kepala Hebat Sangat hebat Ringan/ tak ada
5. Muntah pada awalnya Sering Sering Tidak, kecuali lesi di
batang otak

6. Hipertensi Hampir selalu Biasanya Sering kali


tidak
7. Kesadaran Bisa hilang Bisa hilang Dapat hilang
sebentar
8. Kaku kuduk Jarang Bisa ada Tidak ada
pada
permulaan
9. Hemiparesis Sering sejak awal Tidak ada Sering dari awal
10. Deviasi mata Bisa ada Tidak ada mungkin ada
11. Gangguan bicara Sering Jarang Sering
12. Likuor Sering berdarah Selalu Jernih
berdarah
13. Perdarahan Subhialoid Tak ada Bisa ada Tak ada

14. Paresis/gangguan N III - Mungkin (+) -

Stillwell, susan. 2011. pedoman keperawatan kritis. Jakarta : EGC

6. Manifestasi Klinis
Gejala stroke non-hemoragik yang timbul akibat gangguan
peredaran darah diotak bergantung pada berat ringannya gangguan
pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan peredaran darah terjadi,
kesadaran biasanya tidak mengalami penurunan, menurut penelitian Rusdi
Lamsudi pada tahun 1989-1991 stroke non hemoragik tidak terdapat
hubungan dengan terjadinya penurunan kesadaran, kesadaran seseorang
dapat di nilai dengan menggunakan skala koma Glasgow yaitu (Mansjoer,
2000; Sinaga, 2008):
Tabel 1. Skala koma Glasgow (Mansjoer, 2000).
Buka mata (E) Respon verbal (V) Respon motorik
(M)
1. Tidak ada respons 1. Tidak ada suara 1. Tidak ada gerakan
2. Respons dengan 2. Mengerang 2. Ekstensi abnormal
rangsangan nyeri
3. Buka mata dengan 3. Bicara kacau 3. Fleksi abnormal
perintah
4. Buka mata 4. Disorientasi tempat dan 4. Menghindari nyeri
spontan waktu
5. Orientasi baik dan sesuai 5. Melokalisir nyeri
6. Mengikuti perintah

Penilaian skor GCS :


a. Koma (skor < 8)
b. Stupor (skor 8 -10)
c. Somnolent (skor 11-12)
d. Apatis ( skor 12-13)
e. Compes mentis (GCS = 14-15)
Gangguan yang biasanya terjadi yaitu gangguan mototik (hemiparese),
sensorik (anestesia, hiperestesia, parastesia/geringgingan, gerakan yang
canggung serta simpang siur, gangguan nervus kranial, saraf otonom
(gangguan miksi, defeksi, salvias), fungsi luhur (bahasa, orientasi, memori,
emosi) yang merupakan sifat khas manusia, dan gangguan koordinasi (sidrom
serebelar) (Sinaga, 2008; Mardjono, 2010):
1. Disekuilibrium yaitu keseimbangan tubuh yang terganggu yang terlihat
seseorang akan jatuh ke depan, samping atau belakang sewaktu berdiri
2. Diskoordinasi muskular yang diantaranya, asinergia, dismetria dan
seterusnya. Asinergia ialah kesimpangsiuran kontraksi otot-otot dalam
mewujudkan suatu corak gerakan. Dekomposisi gerakan atau gangguan
lokomotorik dimana dalam suatu gerakan urutan kontraksi otot-otot baik
secara volunter atau reflektorik tidak dilaksanakan lagi. Disdiadokokinesis
tidak biasa gerak cepat yang arahnya berlawanan contohnya pronasi dan
supinasi.Dismetria, terganggunya memulai dan menghentikan gerakan.
3. Tremor (gemetar), bisa diawal gerakan dan bisa juga di akhir gerakan
4. Ataksia berjalan dimana kedua tungkai melangkah secara simpangsiur dan
kedua kaki ditelapakkanya secara acak-acakan. Ataksia seluruh badan
dalam hal ini badan yang tidak bersandar tidak dapat memelihara sikap
yang mantap sehingga bergoyang-goyang.
Tabel 2. Gangguan nervus kranial (Swartz, 2002).
Nervus kranial Fungsi Penemuan klinis
dengan lesi
I: Olfaktorius Penciuman Anosmia (hilangnya
daya penghidu)
II: Optikus Penglihatan Amaurosis
III: Gerak mata; kontriksi Diplopia (penglihatan
Okulomotoriu pupil; akomodasi kembar), ptosis;
s midriasis; hilangnya
akomodasi
IV: Troklearis Gerak mata Diplopia
V: Trigeminus Sensasi umum wajah, ”mati rasa” pada wajah;
kulit kepala, dan gigi; kelemahan otot
gerak mengunyah rahang
VI: Abdusen Gerak mata Diplopia
VII: Fasialis Pengecapan; sensasi Hilangnya kemampuan
umum pada platum mengecap pada dua
dan telinga luar; pertiga anterior
sekresi kelenjar lidah; mulut kering;
lakrimalis, hilangnya lakrimasi;
submandibula dan paralisis otot wajah
sublingual; ekspresi
wajah
VIII: Pendengaran; Tuli; tinitus(berdenging
Vestibulokokl keseimbangan terus menerus);
earis vertigo;nitagmus
IX: Pengecapan; sensasi Hilangnya daya
Glosofaringe umum pada faring pengecapan pada
us dan telinga; sepertiga posterior
mengangkat palatum; lidah; anestesi pada
sekresi kelenjar farings; mulut
parotis kering sebagian
X: Vagus Pengecapan; sensasi Disfagia (gangguan
umum pada farings, menelan) suara
laring dan telinga; parau; paralisis
menelan; fonasi; palatum
parasimpatis untuk
jantung dan visera
abdomen
XI: Asesorius Fonasi; gerakan kepala; Suara parau; kelemahan
Spinal leher dan bahu otot kepala, leher
dan bahu
XII: Hipoglosus Gerak lidah Kelemahan dan
pelayuan lidah

Gejala klinis tersering yang terjadi yaitu hemiparese yang dimana


pendeita stroke non hemoragik yang mengalami infrak bagian hemisfer
otak kiri akan mengakibatkan terjadinya kelumpuhan pada sebalah kanan,
dan begitu pula sebaliknya dan sebagian juga terjadi Hemiparese dupleks,
pendeita stroke non hemoragik yang mengalami hemiparesesi dupleks
akan mengakibatkan terjadinya kelemahan pada kedua bagian tubuh
sekaligus bahkan dapat sampai mengakibatkan kelumpuhan.

 Faktor Resiko stroke

Faktor resiko stroke dapat dikategorikan kedalam faktor resiko yang tidak

dapat dimodifikasi (non-modifiable) dan dapat dimodifikasi (modifiable)

(Zomorodi dalam Lewis, Sharon L et al, 2011).

1. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi

Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi meliputi usia, jenis kelamin,

ras, dan herediter/keturunan (WHO, 2006).


a. Usia. Resiko stroke meningkat seiring dengan pertambahan usia,

dua kali lipat lebih besar ketika seseorang berusia 55 tahun.

Namun, stroke dapat terjadi juga pada semua usia (American Heart

Association, 2013).

b. Jenis kelamin. Sroke juga lebih umum terjadi pada laki-laki dari

pada wanita, namun lebih banyak wanita meninggal akibat stroke

dari pada laki-laki.

c. Ras. Ras Africa- America (berkulit hitam) memiliki resiko yang

lebih besar mengalami stroke daripada ras yang berkulit putih. Hal

ini berhubungan dengan tingginya insiden hipertensi, obesitas, dan

diabetes mellitus pada ras Africa- America (Zomorodi dalam

Lewis, Sharon L et al, 2011).

d. Riwayat keluarga. Riwayat keluarga terhadap kejadian stroke,

serangan TIA sebelumnya, atau stroke sebelumnya juga

meningkatkan risiko terjadinya stroke. Orang tua yang pernah

mengalami stroke dikaitkan dengan peningkatan risiko 3 kali lipat

kejadian stroke pada keturunannya (American Heart Association,

2013)

2. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi

Faktor resiko yang dapat dimodifikasi adalah faktor-faktor yang

berpotensi dapat diubah melalui perubahan gaya hidup dan tindakan

medis, sehingga mengurangi risiko terjadinya stroke.

a. Hipertensi. Hipertensi merupakan faktor resiko terjadinya stroke


baik non perdarahan atau perdarahan, dan juga menjadi factor
terjadinya gangguan jantung yang menjadi penyebab munculnya
emboli otak. Hipertensi sangat berpengaruh pada peredaran darah
otak, karena menyebabkan terjadinya penebalan dan remodeling
pembuluh darah hingga memperkecil diameternya.
b. Penyakit jantung. Penyakit jantung meliputi fibrilasi atrial, infark
miokard, kardiomiopati, abnormalitas katup jantung, dan kelainan
jantung conginetal juga temasuk kedalam faktor resiko stroke.
Fibrilasi atrium adalah faktor risiko yang paling penting diobati. \
c. Dibetes melitus. DM merupakan faktor resiko yang penting terhadap
kejadian stroke, dan meningkatkan resiko kejadian stroke pada
semua usia. Individu dengan diabetes mellitus memiliki resiko lima
kali lebih besar terserang stroke dari pada individu yang tidak
menderita diabetes mellitus (Zomorodi dalam Lewis, Sharon L et al,
2011).
d. Peningkatan kolesterol serum. Hiperlipidemia didefinisikan sebagai
kondisi dimana kadar kolesterol total lebih atau sama dengan 240
ml/dl. Kadar kolesterol yang tinggi merupakan faktor resiko
terjadinya penyakit kardiovaskular dan sebrovaskular.
e. Merokok. Merokok merupakan faktor risiko untuk stroke, karena
dapat meningkatkan efek terbentuknya thrombus dan pembentukan
aterosklerosis pada pembuluh darah. Merokok meningkatkan hampir
dua sampai emapt kali lipat resiko stroke.
f. Efek alkohol terhadap resiko stroke tergantung pada jumlah yang
alcohol dikonsumsi. Mengkonsumsi lebih dari 1-2 minuman
beralkohol setiap hari memiliki resiko tinggi terhadap hipertensi,
yang juga meningkatkan resiko mereka menderita stroke.
g. Obesitas. Obesitas juga berkaitan dengan hipertensi, gula darah
tinggi, dan kadar lipid darah, yang semuanya meningkatkan risiko
stroke.
h. Hubungan ketidakaktifan fisik dan peningkatan risiko stroke sama
besar baik pada pria maupun wanita, tanpa memandang etnis/ras.
Manfaat aktivitas fisik yang rutin dilakukan baik ringan maupun
sedang dapat memberikan efek yang menguntungkan terutama untuk
menurunkan faktor risiko.
i. Diet. Pengaruh diet pada stroke belum demikian jelas, meskipun diet
tinggi lemak jenuh dan rendah konsumsi buah dan sayuran dapat
meningkatkan risiko stroke. Penggunaan obat-obatan terlarang,
terutama penggunaan kokain, telah dikaitkan dengan risiko stroke.
j. Sleep apnea merupakan faktor risiko independen untuk stroke dan
dapat meningkatkan risiko stroke atau kematian 2 kali lipat.

7. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan pada stroke dapat dilakukan
dengan berbagai cara, yaitu :
 Keadaan umum
a. Kesadaran: umumnya mengalami penurunan kesadaran
b. Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti,
kadang tidak bisa bicara.
c. Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi
bervariasi. b. Pemeriksaan integument
d. Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan jelek. Di samping itu
perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang
menonjol karena klien stroke harus bed rest 2-3 minggu
e. Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
 Pemeriksaan kepala dan leher
a. Kepala : bentuk normocephalik
b. Muka : umumnya tidak simetris yaitu miring ke salah satu sisi
c. Leher : kaku kuduk jarang terjadi.
 Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi,
wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur
akibat penurunan refleks batuk dan menelan.
 Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama,
dan kadang terdapat kembung.
 Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensi urine.
 Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
 Pemeriksaan neurologi:
a. Pemeriksaan nervus cranialis
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII
central.
b. Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu
sisi tubuh. Pemeriksaan sensorik Dapat terjadi hemihipestesi.
c. Pemeriksaan reflex
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan
menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan
muncul kembali didahului dengan refleks patologis (Doenges
E, Marilynn,2000).
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan pungsi lumbal : menunjukkan
adanya tekanan normal dan biasanya ada trombosis, emboli cerebral,
dan TIA. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah
menunukkan adanya hemoragic subarachnoid atau perdarahan
intrakranial. Kadar protein total meninggkat pada kasus trombosis
sehubungan dengan adanya proses inflamasi
b. Pemeriksaan radiology :
1) Angiografi cerebral : membantu menentukan penyebab srtoke
secara spesifik, seperti perdarahan atau obstruksi arteri, adanya
titik oklusi atau ruptur
2) CT Scan : Menunjukkan adanya edema hematoma, iskemia dan
adanya infark.
3) MRI : menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragic,
mal formasi arteriovena (MAV)
4) Ultrasonografi Dopler : mengidentifikasi penyakit arteriovena
(masalah sistem arteri karotis, arteriosklerotik)
5) EEG : mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak
dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik
6) Sinar-X tengkorak : menggambarkan perubahan kelenjar lempeng
pineal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, klasifikasi
karotis interna terdapat pada trombisis serebral, klasifikasi partial
dinding aneurisma pada perdarahan subarachnoid.

9. Diagnosis / Kriteria Diagnosis


Klinis anamnesis dan pemeriksaan fisis-neurologis Sistem skor untuk
membedakan jenis stroke
1) Skor stroke siriraj :
(2,5Xderajat kesadaran)+(2Xvomitus)+(2Xnyeri kepala)
+(0,1Xtekanan diastolik)-(3Xpertanda ateroma)-12.
2) Skor >1: perdarahan suprapentorial
3) Skor-1s.d 1 : perlu CT-Scan

Skor <-12 : infark serebri


- Derajat kesadaran : 0=kompos mentis, 1=somnollen, 2=sopor/koma
- Vomitus : 0=tidak ada, 1= ada
- Nyeri kepala : 0=tidak ada, 1= ada
- Ateroma : 0=tidak ada, 1= salah satu atau lebih, diabetes, angina,
penyakit pembuluh darah
10. Pentalaksanaan
Menurut (Smeltzer & Bare, 2010) untuk penatalaksanaan penderita stroke
fase akut jika penderita stroke datang dengan keadaan koma saat masuk
rumah sakit dapat dipertimbangkan mempunyai prognosis yang buruk.
Penderita sadar penuh saat masuk rumah sakit menghadapi hasil yang dapat
diharapkan. Fase akut berakhir 48 sampai 72 jam dengan mempertahankan
jalan napas dan ventilasi adekuat adalah prioritas pada fase akut ini.
Penatalaksanaan dalam fase akut meliputi:
a. Penderita ditempatkan pada posisi lateral dengan posisi kepala tempat
tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang.
b. Intubasi endotrakea dan ventilasi mekanik perlu untuk penderita
dengan stroke masif, karena henti napas dapat menjadi faktor yang
mengancam kehidupan pada situasi ini.
c. Pantau adanya kompliaksi pulmonal seperti aspirasi, atelektasis,
pneumonia yang berkaitan dengan ketidakefektifan jalan napas,
imobilitas atau hipoventilasi.
d. Periksa jantung untuk mengetahui ada tidaknya abnormalitas
dalam ukuran dan irama serta tanda gagal jantung kongetif. Tindakan
medis terhadap penderita stroke meliputi pemberian diuretik untuk
menurunkan edema serebral, yang mencapai tingkat maksimum tiga
sampai lima hari setelah infark serebral. Antikoagulan diresepkan
untuk mencegah terjadinya atau memberatnya trombosis atau
embolisasi dari tempat lain dalam sistem kardiovaskular. Medikasi
anti trombosit dapat diresepkan karena trombosit berperan penting
dalam mencegah pembentukan trombus dan embolisasi. Setelah fase
akut berakhir dan kondisi pasien stroke stabil dengan jalan nafas
adekuat pasien bisa dilakukan rehabilitasi dini untuk mencegah
kekakuan pada otot dan sendi pasien serta membatu memperbaiki
fungsi motorik dan sensorik yang mengalami gangguan untuk
mencegah terjadinya komplikasi (Smeltzer & Bare, 2010).
11. Komplikasi
a. Hipoksia serebral diminimalkan dengan memberi oksigenisasi. Fungsi
otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke
jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan
hemoglobin serta hematokrit.
b. Penurunan aliran darah serebral, penurunan aliran darah selebral
bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan integritas
pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intravena) akan
membantu penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah
serebral.
c. Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi
atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan
menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya menurunkan aliran darah
serebral. Disritmia dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan
menghentikan trombus lokal (Smeltzer & Bare, 2001).
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Setelah melakukan anmnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan
klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari
pengkajian anamnesis, pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara
persistem (B1-B6) dengan focus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3
(Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
a. Keadaan umum
Umumnya mengalami penurunan kesadaran, kadang mengalami
gangguan bicara yaitu sulit dimngerti kadang tidak bisa bicara dan pada
tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat dan denyut nadi bervariasi
b. B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas dan peningkatan
frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronki
pada klien dengan peningkatan produksi secret dan kemampuan batuk
yang menurun yang sering didapatkan pada klien strok dengan
penurunan tingkat kesadaran (koma). Pada klien dengan tingkat
kesadaran komposmentis, pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada
kelainan. Palpasi torak didapatkan taktil vremitus seimbang kanan dan
kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
c. B2 (Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien strok. Tekanan darah
biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi massif
(tekanan darah >200mmHg)
d. B3 (Brain)
Disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggungjawab untuk
menghasikan bicara). Atraksia (ketidakmampuan dalam melakukan
tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien
mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.
Lobus frontal : kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis
didpatkan Stroke menyebabkan berbagai deficit neurologis, bergantung
pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area
yang perfusinya tidak adekuat dan aliran darah kolateral (sekunder dan
aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.
Peningkatan B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih
lengkap dibandingkan pengkajian pada system lainnya
 Pengkajian tingkat kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling
mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan
pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respon terhadap lingkungan
adalah indicator yang paling sensitive untuk disfungsi system
persarafan. Beberapa system digunakan untuk membuat peringkat
perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien strok biasanya berkisar
pada tingkat latergi, stupor dan semikomatosa. Jika klien sudah
mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai
tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan
pemberian asuhan.
 Pengkajian fungsi serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual,
kemampuan bahasa, lobus frontal dan hemisfer.
 Ekspresi status mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara. ekspresi
wajah dan aktivitas motorik klien. Pada klien strok tahap lanjut
biasanya ststus mental klien mengalami perubahan
 Fungsi intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka
pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung
dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage
yang kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak
begitu nyata Kemampuan bahasa penurunan kemampuan bahasa
tergantung pada daerah lesi yang mempengaruhi fungsi serebral. Lesi
pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian porterior dari girus
temporallis superior (area wernicke) didapatkan disfasia reseptif,
yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan dan bahasa tertulis.
Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior (area
Broka) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti,
tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar.
Disatria (kesulitan berbicara, ditunjukkan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang jika kerusakan telah terjadi pada lobus frontal
kapasitas, memori atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi
mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang
perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa dan kurang
motivasi yang menyebabkan klien ini menghadapi masalah prustasi
dalam program rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi
danmungkin diperberat oleh respon alamiah klien terhadap penyakit
katastrofik ini. Masala psikologis lain juga umum terjadi dan
dimanifestasikan oleh emosi yang labil, permusuhan, prustasi,
dendam dan kurang kerjasama.
 Hemisfer
Strok hemisfer kanan didapatkan hemiparase sebelah kiri
tubuh, penilaian buruk dan mempunyai kerentanan terhadap sisi
kolateral sehingga kemungkinan terjatuh ke sisi berlawanan
tersebut. Pada strok hemisfer kiri, mengalami hemiparese kanan,
perilaku lambat dan sangat hati-hati, kelainan bidang pandang
sebelah kanan, disfagia global, afasia dan mudah frustasi.
 Pengkajian saraf cranial
Pemeriksaan ini meliputi pemerikasaan saraf cranial I – XII
o Saraf I → biasanya pada klien stroke tidak ada kalinan pada
fungsi penciuman
o Saraf II → disfungsi persepsi fisual karena gangguan jara
sensori primer diantara mata dan kortek fisual. Gangguan
hubungan fisual- spasial (mendapatkan hubungan dua atau
lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada klien denga
hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian
tanpa bantuan karena ketidakmampuan dalam menyocokkan
pakaian ke bagian tubuh
o Saraf III, IV dan VI → jika akibat stroke mengakibatkan
paralilsis, pada satu sisi otot -otot okularis didpatkan penurunan
kemampuan gerakan konjugat unilateral disisi yang sakit
o Saraf V → pada beberapa keadaan stroke menyebabkan
paralisis saraf trigeminus, penurunan kemampuan koordinasi
gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi
ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus
dan eksternus.
o Saraf VII → tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi
o Saraf IX dan X → kemampuan menelan kurang baik dan
kesulitan membuka mulut
o Saraf XI → tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius
o Saraf XII → lidah simetris, terdapat defiasi pada satu sisi dan
fasikulasi, serta indra pengecapan normal
 Pengkajian system motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas dan
mengakibatkan kehilangan kontrol volunteer terhadap gerakan
motorik, oleh karena UMM bersilangan, gangguan control motor
volunteer dapat menunjukkan kerusakan pada UMM di sisi yang
berlawanan dari otak.
o Inspeksi umum didpatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu
sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
o Fasikulasi didapatkan pada oot-otot ekstremitas
o Tonus otot didapatkan meningkat
o Kekuatan otot pada penilaian dengan menggunakan tingkat
kekuatan otot pada sisi sakit didapatkan tingkat nol
Keseimbangan dan koordinasi didapatkan mengalami
gangguan karena hemiparese dan hemiplegia.
 Pemeriksaan Refleks
Pemerikasaan reflek terdiri atas pemerikasaan reflek
profunda dan pemeriksaan reflek patologis
o Pemeriksaan reflek profunda : pengetukan pada tendon,
ligamnetum atau periosteum derajat reflek pada respon normal.
o Pemeriksaan reflek patologis : pada fase akut reflek fisiologis
sisi yang lumpuh akan menghilang setelah beberapa hari reflek
fisiologis akan muncul kembali didahului dengan reflek
patologis.
o Gerakan involunter tidak ditemukan adanya tremor, TIC dan
distonia. Pada keadaan tertentu klien biasanya mengalami
kejang umum terutama pada anak dengan stroke disertai
peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang berhubungan
sekunder apabila areal fokal kortika yang peka.
Pengkajian system sensori
Dapat terjadi hemihipestesi. Pada pasien terdapat
ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Disfungsi
persepesi fisual karena gangguan jara sensori primer diantara mata
dan kortek fisual. Gangguan hubungan fisual spasial (mendapatkan
hubungan dua atau lebih objek dengan area spasial) sering terlihat
pada klien hemiplagia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai
pakaian tanpa bantuan karene ketidakmampuan mencocokkan
pakaian ke bagian tubuh. Kehilangan sensoro stroke dapat berupa
kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan
kehilangn propriosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan
gerakan bagian tubuh serta kesulitan dalam menginterpretasikan
stimuli fisuan, taktil dan audiotorius).
d. B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung
kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang control
sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini
dilakukan katerisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia
urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
e. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah
disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga
menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltic usus. Adanya
inkontinensia alvi Yng berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis
luas
f. B6 (Bone)
Stroke merupakan penyakit yang mengakibatkan kehilangan
control volunteer terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor
volunteer pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan
pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi
motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.Hemiparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika
kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan
maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda
dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke
mengalami masalah mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/hemiplegi, serta mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.

2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


a. Nyeri akut b.d agen cidera biologi, penurunan suplai darah dan O2 ke
otak
b. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral b.d aliran darah ke otak
terhambat
c. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake
nutrisis kurang adekuat , kelemahan otot mengunyah dan menelan
d. Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot
e. Hambatan komunikasi verbal b.d disfasia/afasia,disatria, apraksia
f. Defisit perawatan diri (mandi) b.d kelemahan fisik
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mansjoer. ( 2000). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Jakarta: Medica


Aesculpalus, FKUI.

Baughman, Diane C. (2000). Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku Untuk


Brunner dan Suddart. Jakarta: EGC.

Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: buku saku. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Esther, Chang. 2010. Patofisiologi Aplikasi pada Praktek Keperawatan.Jakarta


: EGC.

Guyton, Arthur C., dkk. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.
Jakarta: EGC

Herdman, T. Heather. (2014). Diagnosis Keperawatan: Definisi dan


Klasifikasi 2014-2017. Jakarta: EGC

Joanne McCloskey,dkk.2004.Nursing Intervention Classification


(NIC).United States of America:Mosby.

Joanne, dkk. 2008. Nursing Interventions Classification (NIC), Fifth Edition.


Amerika: Mosby Moorhead, dkk. 2008. Nursing Outcomes Classification
(NOC), Fourth Edition. Amerika:Mosby

Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan. Kapita Selekta


Kedokteran edisi ketiga jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius, 2000.

Mardjono M & Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat,


2010.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan


Sistem Persarafan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika Nanda Diagnosis
Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2009-2011.2010. Jakarta:EGC

Price, S. A. dan Lorraine, M. W. (2006). Pathophysiology edisi 6.Jakarta:EGC

Price, Slyvia A., dan Lorraine M. Wilson. 1995. Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. dan Brenda G. Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan
Medical Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8.Volume 3. Jakarta: EGC.

Sue Moorhead,dkk. 2008. Nursing Outcome Classification (NOC). United


States of America:Mosby

Anda mungkin juga menyukai