Oleh
2018
LAPORAN PENDAHULUAN
3. Etiologi
Menurut Baughman, C Diane.dkk (2000) stroke biasanya di akibatkan dari salah satu
tempat kejadian, yaitu:
a. Trombosis (Bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher). Trombosis
serebri menunjukkan oklusi trombotik arteri karotis atau cabangnya, biasanya
karena arterosklerosis yang mendasari. Proses ini sering timbul selama tidur dan
bisa menyebabkan stroke mendadak dan lengkap. Defisit neurologi bisa timbul
progresif dalam beberapa jam atau intermiten dalam beberapa jam atau hari.
b. Embolisme serebral (Bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak dari
bagian otak atau dari bagian tubuh lain). Emboli serebri terjadi akibat oklusi
arteria karotis atau vetebralis atau cabangnya oleh trombus atau embolisasi materi
lain dari sumber proksimal, seperti bifurkasio arteri karotis atau jantung. Emboli
dari bifurkasio karotis biasanya akibat perdarahan ke dalam plak atau ulserasi di
atasnya di sertai trombus yang tumpang tindih atau pelepasan materi ateromatosa
dari plak sendiri. Embolisme serebri sering di mulai mendadak, tanpa tanda-tanda
disertai nyeri kepala berdenyut.
c. Hemorargik cerebral (Pecahnya pembuluh darah serebral dengan perlahan ke
dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak). Akibatnya adalah gangguan suplai
darah ke otak , menyebabkan kehilangan gerak, pikir, memori, bicara, atau
sensasi baik sementara atau permanen.
4. Patofisiologi
Stroke non hemoragik disebabkan oleh trombosis akibat plak aterosklerosis
yang memberi vaskularisasi pada otak atau oleh emboli dari pembuluh darah diluar
otak yang tersangkut di arteri otak. Saat terbentuknya plak fibrosis (ateroma) di lokasi
yang terbatas seperti di tempat percabangan arteri. Trombosit selanjutnya melekat
pada permukaan plak bersama dengan fibrin, perlekatan trombosit secara perlahan
akan memperbesar ukuran plak sehingga terbentuk trombus (Sudoyo, 2007).
Trombus dan emboli di dalam pembuluh darah akan terlepas dan terbawa
hingga terperangkap dalam pembuluh darah distal, lalu menyebabkan pengurangan
aliran darah yang menuju ke otak sehingga sel otak akan mengalami kekurangan
nurisi dan juga oksigen, sel otak yang mengalami kekurangan oksigen dan glukosa
akan menyebabkan asidosis lalu asidosis akan mengakibatkan natrium, klorida, dan
air masuk ke dalam sel otak dan kalium meninggalkan sel otak sehingga terjadi
edema setempat. Kemudian kalsium akan masuk dan memicu serangkaian radikal
bebas sehingga terjadi perusakan membran sel lalu mengkerut dan tubuh mengalami
defisit neurologis lalu mati (Esther, 2010).
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di
nukleus kaudatus, talamus, dan pons (Muttaqin, 2008).
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral:
Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu 4-6
menit. Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat
terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung (Muttaqin,
2008).
5. Klasifikasi Stroke
Ada dua klasifikasi utama stroke, yaitu stroke iskemik atau stroke non
hemoragik dan hemoragik (Corwin, 2009), hal ini didasarkan pada
penyebab dan temuan patofisiologis (Zomorodi dalam Lewis, Sharon L et
al, 2011).
1. Stroke hemoragik
Stroke hemoragik adalah terjadi apabila lesi vascular intra sereberum
mengalami rupture sehingga terjadi pendarahan ke dalam ruang sub
araknoid atau langsung ke jaringan otak.
pembuluh darah besar dari otak. Lokasi stroke, misalnya pada korteks
yang berasal dari satu atau lebih penetrasi trombotik pada pembuluh
dan atrial septal defect (Smeltzer, 2003). Emboli berasal dari jantung
dan beredar ke pembuluh darah otak, lokasi yang paling sering terkena
6. Manifestasi Klinis
Gejala stroke non-hemoragik yang timbul akibat gangguan
peredaran darah diotak bergantung pada berat ringannya gangguan
pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan peredaran darah terjadi,
kesadaran biasanya tidak mengalami penurunan, menurut penelitian Rusdi
Lamsudi pada tahun 1989-1991 stroke non hemoragik tidak terdapat
hubungan dengan terjadinya penurunan kesadaran, kesadaran seseorang
dapat di nilai dengan menggunakan skala koma Glasgow yaitu (Mansjoer,
2000; Sinaga, 2008):
Tabel 1. Skala koma Glasgow (Mansjoer, 2000).
Buka mata (E) Respon verbal (V) Respon motorik
(M)
1. Tidak ada respons 1. Tidak ada suara 1. Tidak ada gerakan
2. Respons dengan 2. Mengerang 2. Ekstensi abnormal
rangsangan nyeri
3. Buka mata dengan 3. Bicara kacau 3. Fleksi abnormal
perintah
4. Buka mata 4. Disorientasi tempat dan 4. Menghindari nyeri
spontan waktu
5. Orientasi baik dan sesuai 5. Melokalisir nyeri
6. Mengikuti perintah
Faktor resiko stroke dapat dikategorikan kedalam faktor resiko yang tidak
Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi meliputi usia, jenis kelamin,
Namun, stroke dapat terjadi juga pada semua usia (American Heart
Association, 2013).
b. Jenis kelamin. Sroke juga lebih umum terjadi pada laki-laki dari
lebih besar mengalami stroke daripada ras yang berkulit putih. Hal
2013)
7. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan pada stroke dapat dilakukan
dengan berbagai cara, yaitu :
Keadaan umum
a. Kesadaran: umumnya mengalami penurunan kesadaran
b. Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti,
kadang tidak bisa bicara.
c. Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi
bervariasi. b. Pemeriksaan integument
d. Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan jelek. Di samping itu
perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang
menonjol karena klien stroke harus bed rest 2-3 minggu
e. Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
Pemeriksaan kepala dan leher
a. Kepala : bentuk normocephalik
b. Muka : umumnya tidak simetris yaitu miring ke salah satu sisi
c. Leher : kaku kuduk jarang terjadi.
Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi,
wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur
akibat penurunan refleks batuk dan menelan.
Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama,
dan kadang terdapat kembung.
Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensi urine.
Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
Pemeriksaan neurologi:
a. Pemeriksaan nervus cranialis
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII
central.
b. Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu
sisi tubuh. Pemeriksaan sensorik Dapat terjadi hemihipestesi.
c. Pemeriksaan reflex
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan
menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan
muncul kembali didahului dengan refleks patologis (Doenges
E, Marilynn,2000).
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan pungsi lumbal : menunjukkan
adanya tekanan normal dan biasanya ada trombosis, emboli cerebral,
dan TIA. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah
menunukkan adanya hemoragic subarachnoid atau perdarahan
intrakranial. Kadar protein total meninggkat pada kasus trombosis
sehubungan dengan adanya proses inflamasi
b. Pemeriksaan radiology :
1) Angiografi cerebral : membantu menentukan penyebab srtoke
secara spesifik, seperti perdarahan atau obstruksi arteri, adanya
titik oklusi atau ruptur
2) CT Scan : Menunjukkan adanya edema hematoma, iskemia dan
adanya infark.
3) MRI : menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragic,
mal formasi arteriovena (MAV)
4) Ultrasonografi Dopler : mengidentifikasi penyakit arteriovena
(masalah sistem arteri karotis, arteriosklerotik)
5) EEG : mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak
dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik
6) Sinar-X tengkorak : menggambarkan perubahan kelenjar lempeng
pineal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, klasifikasi
karotis interna terdapat pada trombisis serebral, klasifikasi partial
dinding aneurisma pada perdarahan subarachnoid.
Guyton, Arthur C., dkk. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.
Jakarta: EGC
Price, Slyvia A., dan Lorraine M. Wilson. 1995. Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. dan Brenda G. Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan
Medical Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8.Volume 3. Jakarta: EGC.