Anda di halaman 1dari 25

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

FAKULTAS KEDOKTERAN

Otitis Media Supuratif Kronik

Pembimbing :
dr. Zulrafli, Sp.THT-KL

Disusun Oleh :
Caecilia Ayu Putri Wulandari - 112017149

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG


TENGGOROKAN
KEPALA DAN LEHER
RUMAH SAKIT BAYUKARTA KARAWANG
Periode 25 Juni sd 28 Juli 2018
STATUS PASIEN

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA


(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Arjuna Utara No.6 Kebun Jeruk – Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT THT
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF PENYAKIT THT
RUMAH SAKIT BAYUKARTA

Nama Mahasiswa : Caecilia Ayu Putri Wulandari (112017149 ) Tanda


Tangan

Dokter Pembimbing : dr. Zulrafli,Sp.THT-KL .............

I. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : An. AZ Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 6 tahun 3 bulan 12 hari Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar Pendidikan : SD
Alamat : Karawang Barat Status : Belum menikah

II. ANAMNESIS
Diambil dari : Alloanamnesis
Tanggal : 11 Juli 2018
Pukul : 16.00 WIB

2
Keluhan Utama: Nyeri pada telinga kiri sejak 4 hari yang lalu

Keluhan Tambahan: Telinga kiri berdengung dan pendengaran berkurang

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke poliklinik THT-KL RS Bayukarta bersama ibu nya dengan


keluhan telinga kiri terasa nyeri sejak 4 hari yang lalu. Nyeri dirasakan hilang
timbul dan disertai dengan adanya suara berdengung, penurunan pendengaran
pada telinga kiri dan pilek sejak 1 minggu yang lalu,disertai hidung tersumbat.
pnamun tidak ada sakit tenggorokan. Bersih-bersin, batuk dan demam juga
disangkal. Keluhan lainnya seperti adanya cairan yang keluar dari telinga, rasa
gatal, rasa penuh, suara serak, dan sakit kepala disangkal. Pasien menyangkal
adanya kebiasaan mengorek-ngorek telinga. Tidak ada keluhan pada telinga kanan.
Pasien belum pernah berobat sebelumnya.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Pasien belum pernah mengalami seperti ini sebelumnya. Riwayat pilek berulang sering
dirasakan oleh pasien. Riwayat trauma, sering berenang disangkal, dan alergi disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga: keluarga pasien tidak memiliki keluhan yang serupa.
Riwayat darah tinggi dan kencing manis disangkal.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis

PEMERIKSAAN FISIK
TELINGA
Kanan Kiri
Bentuk daun telinga Normal, tidak tampak bat ear Normal, tidak tampak bat ear.
Kelainan kongenital Tidak tampak mikrotia, tidak Tidak tampak mikrotia, tidak
tampak anotia tampak anotia

3
Radang, Tumor Tidak ada tofus, tidak ada Tidak ada tofus, tidak ada
benjolan, tidak ada tanda benjolan, tidak ada tanda radang.
radang.
Nyeri tekan tragus Tidak ada nyeri tekan tragus Tidak ada nyeri tekan tragus
Penarikan daun Tidak ada nyeri saat Tidak ada nyeri saat penarikan
telinga penarikan daun telinga. daun telinga.
Kelainan pre-, infra- Tidak ada fistula pre-, infra-, Tidak ada fistula pre-, infra-,
, retroaurikuler retroaurikuler, tidak ada retroaurikuler, tidak ada abses,
abses, tidak ada pembesaran tidak ada pembesaran KBG.
KBG.
Region mastoid Tidak ada bengkak, tidak ada Tidak ada bengkak, tidak ada
hiperemis/eritema, tidak ada hiperemis/eritema, tidak ada
benjolan, tidak ada nyeri, benjolan, tidak ada nyeri, tidak
tidak ada tanda radang. ada tanda radang.
Liang telinga Lapang, tidak ada furunkel, Lapang, tidak ada furunkel, tidak
tidak ada jaringan granulasi, ada jaringan granulasi, tidak
tidak terdapat serumen, tidak terdapat serumen, tidak ada
ada sekret, tidak ada benda sekret, tidak ada benda asing,
asing, tidak ada tanda radang tidak ada tanda radang

Membran tympani Intak, warna putih mutiara, Intak, warna hiperemis, reflek
reflek cahaya(+) arah jam 5 cahaya(+) arah jam 5

TES PENALA
Kanan Kiri
Rinne positif negatif
Weber Lateralisasi ke telinga kiri
Swabach Sesuai pemeriksa memanjang
Penala yang dipakai 512Hz 512Hz

Kesimpulan : Tuli konduktif pada telinga kiri

HIDUNG
Bentuk Normal, tidak tampak saddle nose (hidung pelana)

4
Tanda peradangan Mukosa hidung hiperemis, tidak ada nyeri, tidak
edema
Daerah sinus Frontalis dan Tidak ada nyeri tekan pada daerah frontal dan
Maksilaris maksila kanan kiri
Vestibulum Secret (+) putih bening, tidak terdapat furunkel,
tidak ada massa di vestibulum kanan/kiri
Cavum nasi Lapang pada kavum nasi kanan dan kiri
Konka inferior kanan/kiri Pada konka inferior kiri dan kanan tampak eutrofi,
Mukosa hiperemis (+)
Meatus nasi inferior kanan/kiri Lapang pada meatus nasi inferior kanan dan kiri,
tidak ada polip atau massa.
Konka medius kanan/kiri Pada konka medius kiri dan kanan tampak eutrofi,
Mukosa hiperemis (+)
Meatus nasi medius kanan/kiri Lapang pada meatus nasi medius kiri/kanan, tidak
ada polip atau massa
Septum nasi Tidak ada nyeri tekan, tidak ada krepitasi, tidak
ada edema, tidak ada perubahan warna, tidak
terdapat septum deviasi.

RHINOPHARYNX (dengan menggunakan nasal-endoskopi)


 Koana : Mukosa tidak hiperemis, ada sekret putih bening , tidak
ada.
massa/benjolan
 Septum nasi posterior : Tidak ada fraktur
 Muara tuba Eustachius : Normal, tidak ada sekret, tidak terdapat penyempitan
 Tuba Eustachius : Normal, tidak ada sekret, tidak terdapat penyempitan
 Torus tubarius : Normal, tidak terdapat tanda radang, tidak terdapat
massa/benjolan
 Post nasal drip : Tidak terdapat post nasal drip pada dinding faring
posterior

PEMERIKSAAN TRANSILUMINASI (tidak dilakukan karena tidak tersedia ruangan


gelap untuk pemeriksaan transiluminasi).

TENGGOROKAN

5
PHARYNX
 Dinding pharynx : Normal, tidak ada radang, tidak hiperemis, permukaan licin, tidak ada
massa benjolan, terlihat adanya lendir bening, tidak ada abses
retrofaring/parafaring, tidak ada jaringan granulasi
 Arcus : Normal, permukaan licin, tidak ada tanda radang
 Tonsil : Normal, T1-T1, tidak ada kripta, tidak ada detritus
 Uvula : Terlihat di tengah, tidak ada tanda radang, tidak ada hiperemis, tidak ada
pemanjangan, tidak ada edema
 Gigi : Tidak terdapat gigi berlubang

LARYNX
 Epiglotis : tidak ada tanda radang, tidak ada massa/benjolan
 Plica aryepiglotis : tidak ada tanda radang, tidak ada massa/benjolan
 Arytenoids : tidak ada tanda radang, tidak ada massa/benjolan
 Ventriculer band : tidak ada tanda radang, tidak ada massa/benjolan
 Pita suara : tidak ada tanda radang, tidak ada massa/benjolan, pergerakan
normal
 Rima glotidis : tidak ada tanda radang, tidak ada massa/benjolan
 Cincin trakea : (sulit terlihat)
 Sinus piriformis : tidak ada pembesaran, tidak ada massa/benjolan
 Kelenjar limfe submandibular : tidak ada pembesaran, tidak ada nyeri tekan
 Kelenjar limfe cervical : tidak ada pembesaran, tidak ada nyeri tekan

RESUME
Dari anamnesis didapat
Seorang pasien anak perempuan usia 6 tahun datang bersama ibu nya dengan keluhan
telinga kiri terasa nyeri sejak 4 hari yang lalu. Nyeri dirasakan hilang timbul dan
disertai dengan adanya suara berdengung, penurunan pendengaran pada telinga
kiri dan pilek sejak 1 minggu yang lalu, disertai hidung tersumbat. Pasien
memiliki riwayat pilek berulang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan hiperemis
membrane timpani telinga kiri, dan hidung mukosa tampak hiperemis, terdapat secret
putih bening pada vestibulum.
 Telinga kanan normal, tidak ada kelainan
 Tenggokan tidak ditemukan kelainan yang berarti

6
Diagnosa banding
 Otitis Eksterna
 Otitis media akut stadium oklusi
 Otitis media akut stadium perforasi

Working Diagnosis
1. Tuli Konduktif Ec Otitis Media Akut Stadium Hiperemis AS
2. Rinitis Simpleks
Dasar diagnosis:
Pada pasien didapati keluhan utama keluhan telinga kiri terasa nyeri sejak 4 hari yang lalu.
Nyeri dirasakan hilang timbul dan disertai dengan adanya suara berdengung, penurunan
pendengaran pada telinga kiri dan pilek sejak 1 minggu yang lalu, disertai hidung
tersumbat. Pasien memiliki riwayat pilek berulang. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan hiperemis membrane timpani telinga kiri, dan hidung mukosa tampak
hiperemis, terdapat secret putih bening.

Penatalaksanaan
 Cefixime 2 x 100mg/5ml 2x1
 Ibuprofen 100mg/5ml 4x1
 Oxymetazolin hcl nasal spray 0,05% 2x1
 Sterimar®) nasal spray 100ml 3 x 1

Anjuran
 Hindari mengorek-ngorek telinga
 Menjaga asupan gizi dan nutrisi yang baik
 Konsumsi obat secara teratur dan kontrol ke dokter bila keluhan masih tetap
dirasakan

PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

7
Tinjauan Pustaka
Latar Belakang
Otitis Media Akut (OMA) merupakan inflamasi akut telinga tengah yang
berlangsung kurang dari tiga minggu (Donaldson, 2015).Yang dimaksud dengan
telinga tengah adalah ruang di dalam telinga yang terletak antara membran
timpani dengan telinga dalam serta berhubungan dengan nasofaring melalui tuba
Eustachius.1
Dalam realita yang ada, OMA merupakan salah satu dari berbagai
penyakit yang umum terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk di negara-negara
dengan ekonomi rendah dan Indonesia, serta memiliki angka kejadian yang cukup
bervariasi pada tiap-tiap negara.2
Faktor usia merupakan salah satu faktor resiko yang cukup berkaitan
dengan terjadinya OMA. Kasus OMA secara umum banyak terjadi pada anak-
anak dibandingkan kalangan usia lainnya. Kondisi demikian terjadi karena faktor
anatomis, dimana pada fase perkembangan telinga tengah saat usia anak-anak,
tuba Eustachius memang memiliki posisi yang lebih horizontal dengan drainase
yang minimal dibandingkan dengan usia lebih dewasa. Hal inilah yang membuat
kecenderungan terjadinya OMA pada usia anak-anak lebih besar dan lebih ekstrim
dibandingkan usia dewasa.1
Berdasarkan realita yang ada, Donaldson menyatakan bahwa anak-anak
berusia 6-11 bulan lebih rentan terkena OMA, dimana frekuensinya akan
berkurang seiring dengan pertambahan usia, yaitu pada rentang usia 18-20 bulan.
Pada usia yang lebih tua, beberapa anak cenderung tetap mengalami OMA dengan
persentase kejadian yang cukup kecil dan terjadi paling sering pada usia empat
tahun dan awal usia lima tahun. Setelah gigi permanen muncul, insidensi OMA
menurun dengan signifikan, walaupun beberapa individu yang memang memiliki
kecenderungan tinggi mengalami otitis tetap sering mengalami episode
eksaserbasi akut hingga memasuki usia dewasa. Kadang-kadang, individu dewasa
yang tidak pernah memiliki riwayat penyakit telinga sebelumnya, namun
mengalami Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) yang disebabkan oleh adanya
infeksi virus juga mengalami OMA.3

8
Meskipun secara teoritis dinyatakan demikian, pendataan tentang kasus
OMA berdasarkan tingkat usia menunjukkan hasil yang bervariasi pada berbagai
negara. Kaneshiro menyatakan bahwa OMA merupakan penyakit yang umum
terjadi pada bayi, balita, dan anak-anak, sedangkan kasus OMA pada orang
dewasa juga pernah dilaporkan terjadi, namun dengan frekuensi yang tidak
setinggi pada anak-anak. Donaldson (2015) bahkan menunjukkan bahwa 70% dari
anak-anak mengalami≥ 1 kali serangan OMA sebelum usia 2 tahun. Di Kanada,
Dube, dkk (2011) melakukan studi di Quebec dan mendapatkan bahwa pada usia
3 tahun, 60-70% anak telah mengalami minimal 1 kali episode OMA.3
Mengingat tingginya angka kejadian bakteri yang resisten terhadap
antimikroba, maka diperlukan perhatian khusus.Hal ini dikarenakan penggunaan
antibiotik merupakan pilihan terapi awal pada OMA. Terapi pembedahan pada
OMA dapat dibagi ke dalam tiga prosedur, yakni: timpanosentesis, miringotomi,
dan miringotomi dengan pemasangan tuba ventilasi.3

Anatomi
Telinga dibagi atas telinga luar, telinga tengah dan dalam. Telinga tengah
berbentuk kubus dengan perbatasan:4
 Luar : membran timpani
 Depan : tuba eustachius
 Bawah : vena jugularis
 Belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
 Atas : tegmen timpani (meningen/ otak)
 Dalam : (dari atas ke bawah) kanalis semisirkularis horizontal,
kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round
window) dan promontorium.4

9
Gambar 1. (A) Telinga dan pembagiannya, (B) Permukaan lateral Pinna, (C) Kartilago aurikular

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars
flaksida (membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran
propia). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel
kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel
mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah, yaitu
lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan
secara radier di bagian luar dan sirkuler di bagian dalam. Pada pars flaksida
terdapat daerah yang disebut atik. Di tempat ini terdapat aditus ad antrum, yaitu
lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid.4

10
Gambar 2. Serat radier, sirkular, dan parabolik dari pars tensa

Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani


disebut sebagai umbo.Dari umbo bermula suatu refleks cahaya (cone of light) ke
arah bawah yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk
membran timpani kanan.Refleks cahaya ialah cahaya dari luar yang dipantulkan
oleh membran timpani.Di membran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkular
dan radier.Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya refleks cahaya yang
berupa kerucut itu.Secara klinis refleks cahaya ini dinilai, misalnya bila letak
refleks cahaya mendatar, berarti terdapat gangguan pada tuba eustachius.4

Gambar 2. Penampakan membran timpani kanan

11
Membran timpani dibagi ke dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah
dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo,
sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawah-
belakang, untuk menyatakan letak perforasi membran timpani.4
Bila melakukan miringotomi atau parasentesis, dibuat insisi di bagian
bawah belakang membran timpani.Di daerah ini tidak terdapat tulang
pendengaran.Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang
tersusun dari luar ke dalam, yaitu maleus, inkus, stapes.4

Gambar 3. Pembagian telinga tengah menjadi epi-, meso-, dan hipotimpanum

Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan.Prosesus


longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus, dan
inkus melekat pada stapes.Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan
dengan koklea. Hubungan antara tulang-tulang pendengaran merupakan
persendian.4

12
Gambar 4. Tulang pendengaran dan bagian-bagiannya

Definisi
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Banyak ahli
membuat pembagian dan klasifikasi otitis media.4 Otitis media akut merupakan
inflamasi pada telinga tengah dalam waktu 3 minggu pertama.3

Otitis Media

Otitis Media
Otitis Media Otitis Media
Kronik
Akut (OMA) Sub Akut
(OMK)

Risiko
Tipe aman,
rendah,
Tipe bahaya
Risiko tinggi

Gambar 5. Skema Pembagian Otitis Media

13
Epidemiologi
Otitis media akut sering terjadi pada anak, hal ini dikarenakan tuba
eustachius yang lebar dan pendek.5 Di Amerika Serikat, 70% anak telah
mengalami OMA setidaknya satu kali sebelum usia 2 tahun. Puncak kejadian
otitis media akut adalah pada anak berusia 3-18 bulan.3
Anak yang telah mengalami enam kali serangan otitis media atau lebih
disebut dengan istilah "cenderung otitis".Suatu penelitian oleh Howie
menunjukkan bahwa suatu episode infeksi S.pneumoniae dalam tahun pertama
kehidupan telah dihubungkan dengan berlanjutnya insidens episode otitis media
akut berulang.Keadaan ini lebih sering ditemukan pada anak laki-laki
dibandingkan anak wanita.Insidens kondisi alergi tidak meningkat pada anak-anak
ini.Delapan serotipe S.pneumoniae bertanggung jawab lebih atas lebih dari 75%
episode otitis media akut.5,6

Etiologi
Kuman penyebab utama OMA ialah bakteri piogenik, seperti
Streptococcus hemoliticus, Staphylococcus aureus, Pneumococcus.Selain itu,
kadang-kadang ditemukan juga Hemophylus influenza, Escherichia coli dan
Pseudomonas aurugenosa.4 Sejauh ini Streptococcus pneumoniae merupakan
organisme penyebab tersering pada semua kelompok umur.6 Hemophlus influenza
sering ditemukan pada anak yang berusia di bawah 5 tahun, meskipun juga
merupakan patogen pada orang dewasa.4
Berikut ini adalah faktor risiko yang mempengaruhi otitis media:3
 Prematuritas & Berat Lahir Rendah
 Usia muda
 Riwayat Keluarga
 Abnormalitas Kraniofasial
 Penyakit Neuromuskular
 Alergi
 Status sosioekonomi rendah
 Paparan tembakau & polutan
 Posisi tidur telentang

14
 Tidak mendapatkan ASI
Selain itu, juga terdapat beberapa faktor predisposisi dari terjadinya otitis
media akut.Apapun yang mengganggu fungsi normal dari tuba eustachius
merupakan predisposisi terjadinya infeksi telinga tengah. Hal-hal tersebut seperti:7
 Serangan ISPA berulang
 Infeksi tonsil dan adenoid
 Rinitis dan sinusitis kronik
 Alergi
 Tumor nasofaring, mengorek hidung
 Palatoschisis

Patofisiologi
Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring
dan faring.Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba
ke dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba Eustachius, enzim dan
antibodi.Otitis media akut terjadi karena faktor pertahanan tubuh ini tergangu.4
Sebagai pelengkap mekanisme pertahanan di permukaan, suatu anyaman kapiler
subepitel yang penting menyediakan pula faktor-faktor humoral, leukosit PMN
dan sel fagosit lainnya.6
Sumbatan tuba Eustachius merupakan faktor penyebab utama dari otitis
media.Karena fungsi tuba Eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman ke
dalam telinga tengah juga terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga
tengah dan terjadi peradangan.4
Dikatakan juga bahwa pencetus terjadinya OMA ialah infeksi saluran
napas atas.Pada anak, makin sering anak terserang infeksi saluran napas, makin
besar kemungkinan terjadinya OMA.Pada bayi, terjadinya OMA dipermudah oleh
karena tuba Eustachiusnya pendek, lebar dan letaknya agak horizontal.4
Terdapat beberapa rute infeksi sehingga terjadi otitis media akut, antara
lain:7
1. Melalui tuba eustachius.Merupakan rute paling sering. Infeksi berpindah
melalui lumen.

15
2. Melalui telinga luar. Trauma perforasi pada membran timpani akan
membuka jalan terjadinya infeksi telinga tengah
3. Peredaran darah. Merupakan rute yang sangat jarang
Seringkali infeksi awalnya disebabkan oleh virus, namun reaksi alergi dan
kondisi inflamasi lain yang melibatkan tuba eustachius turut berperan. Inflamasi
pada nasofaring meluas ke tepi medial dari tuba eustachius, menyebabkan stasis
dan inflamasi.Hal tersebut mengakibatkan penurunan tekanan di dalam telinga
tengah.Keadaan stasis mendukung terjadinya kolonisasi bakteri patogen di dalam
ruang telinga tengah.Respon yang terjadi berupa reaksi inflamasi akut seperti
vasodilatasi, eksudat, invasi leukosit, fagositosis, dan reaksi imunologis lokal di
dalam telinga tengah.3,7
Untuk menjadi patogen di daerah seperti telinga atau sinus, bakteri harus
melekat pada lapisan mukosa.Infeksi virus yang menyerang dan merusak
permukaan mukosa traktus respiratorius mengakibatkan bakteri dapat tumbuh
patogen di daerah nasofaring, tuba eustachius, dan ruang telinga tengah.3

Manifestasi Klinis
Gejala klinik OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur
pasien.Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di
dalam telinga, keluhan di samping suhu tubuh yang tinggi.Biasanya terdapat
riwayat batuk pilek sebelumnya.
Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri
terdapat pula gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang
dengar. Pada bayi dan anak kecil gejala khas OMA ialah suhu tubuh tinggi dapat
sampai 39,5 oC (pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba
anak menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang dan kadang-kadang anak
memegang telinganya yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka
sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh menurun dan anak tertidur tenang.4
Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas
5 stadium. Keadaan ini berdasarkan pada gambaran membran timpani yang
diamati melalui liang telinga luar
1. Stadium oklusi tuba Eustachius

16
Tanda oklusi tuba Eustachius ialah gambaran retraksi membran timpani
akibat terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah akibat absorpsi
udara. Kadang-kadang membran timpani tampak normal atau berwarna
keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi.
Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan
oleh virus atau alergi.4

Gambar 8. Stadium oklusi


2. Stadium hiperemis (stadium pre-supurasi)
Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di
membran timpani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis serta
edema. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang
serosa sehingga sukar terlihat.4

Gambar 9. Stadium hiperemis


3. Stadium supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel
superfisial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani,
menyebabkan membran timpani menonjol (bulging) ke arah liang telinga
luar. Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi, dan suhu
meningkat, serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan

17
pus di kavum timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemia,akibat
tekanan pada kapiler, serta timbul tromboflebitis pada vena-vena kecil dan
nekrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membran timpani
terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan, di
tempat ini akan terjadi ruptur. Bila tidak dilakukan insisi membran timpani
(miringotomi) pada stadium ini, maka kemungkinan besar membran
timpani akan ruptur dan nanah keluar ke liang telinga luar. Dengan
melakukan miringotomi, luka insisi akan menutup kembali, sedangkan
apabila terjadi ruptur (perforasi) tidak mudah menutup kembali.4,5

Gambar 10. Stadium supurasi


4. Stadium perforasi
Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotika atau
virulensi kuman yang tinggi, maka dapat terjadi ruptur membran timpani
dan pus keluar mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Anak
yang tadinya gelisah sekarang menjadi tenang, suhu badan turun dan anak
dapat tertidur nyenyak. Keadaan ini disebut otitis media akut stadium
perforasi.4

Gambar 11. Stadium perforasi

18
5. Stadium resolusi
Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani
perlahan-lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka
sekret akan berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik
atau virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa
pengobatan. OMA berubah menjadi OMSK bila perforasi menetap dengan
sekret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul. OMA dapat
menimbulkan gejala sisa (sequele) berupa otitis media serosa bila sekret
menetap di kavum timpani tanpa terjadinya perforasi.4,5

Penegakkan Diagnosis
Diagnosis OMA cukup ditegakkan secara klinik, yaitu meliputi anamnesis
dan pemeriksaan telinga (otoskop) yang didasarkan pada stadiumnya.8
Stadium Anamnesis Otoskopi
1. Kataral Diawali dengan ISPA dan - Membran timpani:
diikuti dengan gejala di Retrkasi, warna mulai
telinga: hiperemia
- Terasa penuh - Kadang-kadang tampak
- Grebeg-grebeg adanya air fluid level
- Gangguan pendengaran
2. Supurasi / Bombans - Otalgia hebat - Membran timpani:
- Gangguan pendengaran Bombans dan hiperemia
- Febris, batuk, pilek - Belum ada sekret di
- Pada bayi dan anak MAE
kadang disertai dengan:
gelisah, rewel, kejang,
gastroenteritis
- Belum terjadi otorea
3. Perforasi - Otorea, mukopurulen - Membran timpani:
- Otalgia dan febris Perforasi, sentral, kecil
mereda di kuadran antero-

19
- Gangguan pendengaran inferior
- Masih ada batuk dan - Sekret: mukopurulen
pilek kadang tampak pulsasi
- Warna membran
timpani hiperemia
4. Resolusi Gejala-gejala pada - Membran timpani:
stadium sebelumnya Sudah pulih menjadi
sudah banyak mereda normal kembali
Kadang masih ada gejala - Masih dijumpai lubang
sisa: perforasi
Tinitus dan gangguan - Tidak dijumpai sekret
pendengaran lagi

Penatalaksanaan
Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya.Pada stadium
oklusi pengobatan terutama bertujuan untuk membuka kembali tuba Eustachius,
sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang.Untuk ini diberikan obat tetes
hidung. HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologis (anak < 12 tahun) atau HCl
efedrin 1% dalam alrutan fisiologis untuk yang berumur di atas 12 tahun dan
orang dewasa. Selain itu sumber infeksi harus diobati.Antibiotika diberikan
apabila penyebab penyakit adalah kuman, bukan oleh virus atau alergi.4

Terapi pada stadium presupurasi ialah antibiotika, obat tetes hidung, dan
analgetika. Antibiotika yang dianjurkan ialah dari golongan penisilin atau
ampisilin.Terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar didapatkan
konsentrasi yang adekuat di dalam darah, sehingga tidak terjadi mastoiditis yang
terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan.
Pemberian antibiotika dianjurkan minimal selama 7 hari.Bila pasien alergi
terhadap penisilin, maka diberikan eritromisin. Pada anak, ampisilin diberikan
dengan dosis 50-100 mg/kgBB per hari, dibagi dalam 4 dosis, atau amoksisilin 40
mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis, atau eritromisin 40 mg/kgBB/hari.4

20
Gambar 12. Agen antibakterial untuk OMA

Pada stadium supurasi selain diberikan antibiotika, idealnya harus disertai


dengan miringotomi, bila membran timpani masih utuh.Dengan miringotomi
gejala-gejala klinis lebih cepat hilang dan ruptur dapat dihindari. Miringotomi
ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, agar terjadi drainase sekret
keluar dari telinga tengah ke liang telinga luar.4

Istilah miringotomi sering dikacaukan dengan parasentesis.


Timpanosentesis sebetulnya berarti pungsi pada membran timpani untuk
mendapatkan sekret guna pemeriksaan mikrobiologik (dengan semprit dan jarum
khusus).Miringotomi merupakan tindakan pembedahan kecil yang dilakukan
dengan syarat tindakan ini harus dilakukan secara a-vue (dilihat langsung), anak
harus tenang dan dapat dikuasai, (sehingga membran timpani dapat terlihat
dengan baik).Lokasi miringotomi ialah di kuadran posterior-inferior. Untuk
tindakan ini haruslah memakai lampu kepala yang mempunyai sinar cukup terang,
memakai corong telinga yang sesuai dengan besar liang telinga, dan pisau khusus
(miringotom) yang digunakan berukuran kecil dan steril.4

Komplikasi miringotomi yang kemungkinan terjadi ialah perdarahan


akibat trauma pada liang telinga luar, dislokasi tulang pendengaran, trauma pada
fenestra rotundum, trauma pada n.fasialis, trauma pada bulbus jugulare (bila ada
anomali letak). Mengingat komplikasi itu, maka dianjurkan untuk melakukan
miringotomi dengan nekrosis umum dan memakai mikroskop.Tindakan
miringotomi dengan memakai mikroskop, selain aman, dapat juga mengisap
sekret dari telinga tengah sebanyak-banyaknya.Hanya dengan cara ini biayanya

21
lebih mahal.4

Bila terapi sudah adekuat sebetulnya miringotomi tidak perlu dilakukan,


kecuali bila jelas tampak adanya nanah di telinga tengah.Sebagian ahli
berpendapat bahwa miringotomi tidak perlu dilakukan, apabila terapi yang
adekuat sudah dapat diberikan (antibiotika yang tepat & dosis cukup). Komplikasi
timpanosintesis kurang lebih sama dengan komlikasi miringotomi.4

Pada stadium perforasi sering terlihat sekret banyak keluar dan kadang
terlihat sekret keluar secara berdenyut (pulsasi). Pengobatan yang diberikan
adalah obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotika yang adekuat.
Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat menutup kembali dalam waktu 7-
10 hari.4

Pada stadium resolusi, maka membran timpani berangsur normal kembali,


sekret tidak ada lagi dan perforasi membran timpani menutup. Bila tidak terjadi
resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir di liang telinga luar melalui
perforasi di membran timpani. Keadaan ini dapat disebabkan karena berlanjutnya
edema mukosa telinga tengah.Pada keadaan demikian antibiotika dapat
dilanjutkan sampai 3 minggu.Bila 3 minggu setelah pengobatan sekret masih tetap
banyak, kemungkinan telah terjadi mastoiditis.4

Bila OMA berlanjut dengan keluarnya sekret dari telinga tengah lebih dari
3 minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut.Bila perforasi
menetap dan sekret tetap keluar lebih dari satu setengah bulan atau dua bulan,
maka keadaan ini disebut otitis media supuratif kronis (OMSK).4

22
Gambar 13. Pengobatan OMA

Komplikasi
Sebelum ada antibiotik, otitis media akut dapat menimbulkan
komplikasi yaitu abses subperiosteal sampai komplikasi yang berat yaitu
meningitis dan abses otak. Sekarang setelah ada antibiotic, semua jenis
komplikasi tersebut biasanya di dapatkan sebagai komplikasi dari OMSK.2

Prognosis
Kematian yang disebabkan oleh OMA sangat jarang di era modern ini.
Dengan terapi antibiotik yang efektif, tanda sistemik seperti demam dan letargis

23
akan menghilang bersamaan dengan hilangnya nyeri dalam waktu 48 jam. Dan
biasanya tuli pendengaran konduktif jugaakan membaik. Efusi telinga tengah dan
tuli pendengaran konduktif dapat menetap selama periode terapi, dengan
perkiraan 70% anak akan mengalami efusi telinga tengah dalam waktu 14 hari,
50% dalam satu bulan, 20% dalam 2 bulan, dan 10% setelah 3 bulan.3

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Tortora GJ. Principles of Anatomy and Physiology 13th ed. USA:

Biological Science Textbook. 2012.

2. Ramakrishnan K. Diagnosis and treatment of otitis media.Ann Fann

Physician 76(11): 1650-1658. 2007

3. Donaldson JD. Acute Otitis Media. Medscape reference. 2015

4. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi 6. Jakarta:

Balai Penerbit FKUI. 2007

5. Bull TR. Color Atlas of ENT Diagnosis 6th ed. London: Thieme. 2003
6. Boies, Adams, Higler. Boies Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. EGC. 1997
7. Dhingra PL, Dhingra S, Dhingra D. Disease of Ear Nose and Throat &

Head and Neck Surgery 6th ed. Haryana: Elsevier. 2014

8. Harmadji, S., Soepriyadi, & Wisnubroto. (2005). Pedoman Diagnosis dan


Terapi Bag/. In R. d. Soetomo, Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF
Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorokan Edisi ke-3 (pp. 10-13).
Surabaya: FK UNAIR.

25

Anda mungkin juga menyukai