Anda di halaman 1dari 10

EFEKTIFITAS PIJAT REFLEKSI KAKI TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH LANSIA

HIPERTENSI
DI PSTW BUDI LUHUR YOGYAKARTA

Rahmita Nuril Amalia1

Staff Dosen Akademi Keperawatan “YKY” Yogyakarta1


Email: rahmitanurilamalia@gmail.com, Hp: 081328805002

ABSTRAK

Hipertensi yang pada lansia penting untuk menjadi perhatian karena patofisiologi dan penatalaksanaannya.
Hipertensi yang tidak segera ditangani dapat menimbulkan pecahnya pembuluh darah di otak, gagal ginjal,
kebutaan dan gangguan kognitif. Penatalaksanaan hipertensi dapat berupa terapi farmakologis dan terapi
nonfarmakologis. Salah satu terapi non farmakologis yang dapat digunakan sebagai terapi pendamping terapi
farmakologis adalah pijat refleksi kaki untuk menurunkan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi efektifitas pijat refleksi kaki terhadap penurunan tekanan
darah lansia dengan hipertensi di PSTW Budi Luhur Yogyakarta.

Design penelitian adalah quasi experiment pre-post test one group. Teknik pengambilan sampel dengan simple
random sampling didapatkan 39 responden untuk kelompok intervensi. Pada kelompok intervensi, diberikan
terapi pijat refleksi kaki setiap 3 hari sekali selama 8 kali.Tekanan darah lansia diukur setiap sebelum dan 10
menit setelah dilakukan pijat refleksi kaki. Selanjutnya, data dianalisis dengan menggunakan Repeated
Measured Anova.

Hasil penelitian membuktikan bahwa penerapan pijat refleksi kaki efektif menurunkan tekanan darah lansia
dengan hipertensi p < 0,01. Terdapat pengaruh yang bermakna dari penerapan pijat refleksi kaki terhadap
penurunan tekanan darah lansia hipertensi.

Penerapan pijat refleksi kaki secara signifikan efektif menurunkan tekanan darah lansia dengan hipertensi. Pijat
refleksi kaki direkomendasikan sebagai pertimbangan intervensi keperawatan dalam merawat lansia dengan
masalah hipertensi sehingga pasien dapat mencegah komplikasi.

Kata kunci : pijat refleksi kaki, hipertensi, lansia.


PENDAHULUAN mengakses pelayanan kesehatan untuk mengatasi
Komposisi penduduk di dunia saat ini masalah kesehatan, kemungkinan besar
menunjukkan kecenderungan penduduk usia tua. penghasilannya kurang atau masa hidupnya lebih
Meningkatnya umur harapan hidup (UHH) dan singkat akibat kondisi kesehatan (Maurer & Smith,
meningkatnya jumlah lansia saat ini merupakan 2005).
salah satu dampak dari kemajuan teknologi Lansia sebagai kelompok beresiko (population
(Friedman, Bowden, & Jones. 2008). UHH at risk) dan kelompok rentan (vulnerable
penduduk dunia secara global pada tahun 2012 population) yang berjumlah banyak dan meningkat
adalah 68,1 tahun untuk pria dan 72,7 tahun untuk dari tahun ketahun tentu akan menimbulkan
wanita (World Health Organization [WHO], 2014). berbagai masalah. Penyakit pada sistem
Peningkatan UHH juga dialami Indonesia, ditandai kardiovaskuler merupakan salah satu penyebab
dengan UHH 64,5 tahun (tahun 2000), meningkat kematian pada lansia selain penyakit kanker
menjadi 69,43 tahun (tahun 2010), dan 69,65 tahun (Anderson & McFarlane, 2011). Secara global
(tahun 2011) (Kemkes, 2014; WHO, 2014). penyakit kardiovaskuler menyebabkan 17 juta
Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Daerah kematian pertahun. Dari jumlah tersebut 9,4 juta
Istimewa Yogyakarta (DIY) (2013), DIY diantaranya disebabkan oleh komplikasi hipertensi
merupakan salah satu kota yang memiliki UHH (WHO, 2013).
tertinggi di Indonesia, yaitu usia 68,3 (tahun 2005), Jumlah lansia yang mengalami hipertensi di
usia 69,1 (tahun 2007), 74,1 (tahun 2008), 73,27 Indonesia yaitu 83 per 100 anggota rumah tangga
(tahun 2011). Meningkatnya jumlah UHH juga (Tantriyani & Harmilah, 2012). Hipertensi yang
berdampak pada bertambahnya jumlah lansia di dialami lansia di Indonesia merupakan yang
dunia. tertinggi diantara penyakit lainnya yang melakukan
Lansia atau penduduk berusia diatas 60 tahun di rawat inap yaitu, sebanyak 19874 dan meninggal
dunia diprediksi akan mencapai angka lebih dari sebanyak 955, serta kasus baru tahun 2010 yang
satu miliar pada tahun 2020 (Ayranci & Ozdag, melakukan rawat jalan sebanyak 80615
2006). Jumlah lansia di Amerika juga akan (Kemenkes, 2011). Hasil Riskesdas tahun 2010
meningkat hingga 24% pada tahun 2050 menunjukkan kasus hipertensi di Provinsi DIY
(Friedman, Bowden, & Jones, 2008). Pertumbuhan mencapai 35% diatas rata-rata seluruh Indonesia
penduduk lansia di Indonesia mengalami yang mencapai 31,7%. (Dinkes DIY, 2013).
pertumbuhan terbesar di Asia sejak tahun 1990 Distribusi kasus hipertensi menurut umur di seluruh
hingga tahun 2050. Pada tahun 2000 jumlah Puskesmas yang terdapat di Kota Yogyakarta pada
presentase lansia adalah 7,18% dari seluruh tahun 2011 menunjukkan lansia (≥60 tahun)
populasi, meningkat pada tahun 2010 dengan menempati urutan tertinggi yaitu 44,69% dari total
presentase jumlah lansia sebanyak 7,56%, dan penduduk yang mengalami hipertensi (Dinkes DIY,
menjadi 7,58% pada tahun 2011 (Kemenkes, 2012).
2014). Hipertensi diakui sebagai penyakit yang
Peningkatan jumlah lansia di Indonesia perlu beresiko menyebabkan penyakit jantung, stroke,
mendapat perhatian mengingat agregat lansia penyakit jantung koroner, penyakit ginjal, dan
termasuk kelompok/ populasi beresiko (population demensia (National Institute for Health and Care
at risk) (Martono, 2011). Populasi beresiko Excellence [NICE], 2011). Hipertensi sering
merupakan kelompok yang mempunyai disebut sebagai silent killer, hal ini terjadi karena
karakteristik tertentu yang dapat menimbulkan penyakit tersebut tidak memiliki gejala yang khas
masalah kesehatan. Lansia sebagai populasi yang disadari oleh penderitanya (Ramadhan, 2010).
beresiko mempunyai karakteristik biologis dan Seseorang yang telah didiagnosa hipertensi maka
usia, sosial, ekonomi, gaya hidup, dan kejadian akan selamanya dalam kondisi hipertensi, jika
hidup (Stanhope & Knollmueller, 2010). Faktor faktor pencetusnya tidak dikendalikan (Smeltzer,
biologis yang terjadi seiring akibat proses menua Bare, Hinkle, & Cheever, 2010). Hipertensi yang
atau bertambahnya usia berdampak pada perubahan tidak segera ditangani juga dapat menyebabkan
fungsi organ diantaranya jantung terjadi penebalan pecahnya pembuluh darah di otak yang dapat
pada miokardial dan pembuluh darah terjadi menjadi penyebab stroke, dapat juga menyebabkan
kekakuan. gagal ginjal, kebutaan, dan gangguan kognitif
Peningkatan masalah kesehatan pada lansia (WHO, 2013).
terjadi karena lansia mempunyai tingkat Hipertensi pada lansia lebih penting untuk
probabilitas yang tinggi terhadap penyakit daripada ditangani karena patogenesis, perjalanan penyakit
kelompok lain, sehingga lansia termasuk juga dan penatalaksanaannya. Pada lansia aspek
dalam kelompok rentan (vulnerable population) diagnosis hipertensi tidak hanya pada hipertensi
(Stanhope & Knollmueller, 2010). Vulnerable dan komplikasinya, akan tetapi berbagai penyakit
population adalah kelompok yang mempunyai penyerta yang juga diderita oleh lansia tersebut
karakteristik lebih memungkinkan menimbulkan juga perlu mendapatkan perhatian karena
berkembangnya masalah kesehatan, lebih sulit berhubungan erat dengan penatalaksanaan secara
keseluruhan (Darmojo, 2009). Miller (2011) meningkatkan kekuatan pikiran dan tubuh,
menyebutkan gangguan kardiovaskuler yang terjadi menstabilkan emosi, meningkatkan kualitas tidur,
akibat perubahan menua antara lain hipertrofi restrukturisasi tulang, otot, dan organ,
ventrikel sinistra, sel pacemaker berkurang, dan menyembuhkan cedera baru dan lama,
pembuluh darah mengalami kekakuan, vena meningkatkan konsentrasi dan ingatan,
menjadi lebih tebal, kehilangan elastisitas, dan meningkatkan rasa percaya diri dan harmoni
lebih berdilatasi, gangguan barorefleks, perubahan (Jones, Thompson, Irvine, & Leslie, 2011).
mekanisme konduksi jantung, peningkatan tahanan Pada dasarnya reflexology adalah metode untuk
perifer diperkuat juga oleh adanya faktor resiko memperlancar kembali aliran darah. Adanya
yakni obesitas, merokok, diet tinggi lemak, dan pijatan-pijatan terhadap titik sentrarefleks
kurangnya aktivitas fisik. diharapkan terputusnya aliran darah, penyempitan,
Penanganan hipertensi dapat dilakukan secara penyumbatan pada pembuluh darah menjadi normal
farmakologis atau dengan obat anti hipertensi dan kembali. Pemijatan/penekanan pada titik-titik
non farmakologis yaitu dengan memodifikasi gaya sentrarefleks jantung dan hypertension point akan
hidup (Darmojo, 2009). Penanganan secara merangsang impuls syaraf bekerja pada sistem
farmakologis perlu memperhatikan efek samping syaraf autonomik cabang dari parasimpatik.
yang justru dapat memperberat kondisi kesehatan Pemijatan/penekanan dengan irama yang teratur
lansia (Darmojo, 2009). Penanganan secara pada kaki akan merefleksi pada organ-organ yang
nonfarmakologis menurut beberapa penelitian telah bersangkutan, menstimulasi syaraf tepi melalui
membuktikan bahwa pengobatan non farmakologi alur-alur persyarafan menuju sistem syaraf pusat
merupakan intervensi wajib yang harus dilakukan dan sistem syaraf belakang sehingga terjadi efek
pada setiap pengobatan hipertensi (Smeltzer, Bare, relaksasi dan tubuh dalam keadaan homeostasis.
Hinkle, & Cheever, 2010). Kowalski (2010) Keadaan homeostasis pada tubuh yang mengenai
mengungkapkan bahwa untuk menekan angka jantung dan pembuluh darah dapat mengembalikan
kejadian hipertensi dapat dilakukan melalui fungsi dan mampu mengembalikan tekanan darah
perubahan gaya hidup, seperti penurunan berat pada ambang normal (Jones, 2012).
badan, melakukan aktivitas fisik, penurunan Penelitian yang dilakukan oleh Mohammadpour,
konsumsi alkohol, pola makan kaya buah-buahan, Dehnoalian, Mojtabavi (2013) menunjukkan efek
sayuran, dan sereal. Penderita hipertensi yang patuh positif dari reflexology untuk mengurangi tekanan
terhadap terapi nonfarmakologi, ada kemungkinan darah pada pasien stroke secara signifikan setelah
untuk menurunkan dosis dan jumlah obat kelompok eksperimen menerima foot reflexology
antihipertensi secara bertahap (Yogiantoro, 2007). selama 30 menit. Hal ini sejalan dengan penelitian
Berdasarkan telaah literatur, terdapat berbagai Nugroho, Asrin, & Sarwono (2012) yang
terapi nonfarmakologis yang disarankan sebagai menunjukkan bahwa foot reflexology lebih efektif
terapi pendamping terapi medis disebut juga terapi menurunkan tekanan darah dibandingkan
alternatif dan terapi komplementer. National hipnoterapi. Park & Cho (2012) membuktikan
Center for Complementary and Alternative bahwa foot reflexology adalah intervensi
Medicine (NCCAM) menyebutkan terapi keperawatan yang efektif untuk menurunkan
komplementer adalah sekelompok perawatan tekanan sistolik dan trigliserida dan untuk
kesehatan, praktek, dan produk yang saat ini tidak meningkatkan kepuasan hidup tetapi tidak
dianggap sebagai bagian dari pengobatan menurunkan kolesterol darah.
konvensional (Synder & Lindquist, 2010). Oh, Penerapan foot reflexology dalam keperawatan
Kim, Kwon, & Park (2006), menyatakan bahwa dapat digunakan untuk membantu proses
Complementary and Alternative Medicine (CAM) pemulihan pada klien hipertensi, tidak hanya pada
diperlukan dalam intervensi keperawatan untuk klien yang menjalani perawatan di tempat
membantu meningkatkan status kesehatan pelayanan kesehatan seperti di Puskesmas atau
seseorang. rumah sakit, tetapi juga dapat dilakukan di rumah
Salah satu bentuk terapi CAM adalah massage maupun di panti. Panti Sosial Tresna Wredha
therapy. Di dalam massage therapy ini terdapat (PSTW) Budi Luhur Yogyakarta merupakan salah
perlakuan yang salah satunya perlakuan terhadap panti sosial terbesar di DIY yang menampung para
titik-titik sentra refleks di kaki dan hal ini disebut lansia untuk mendapatkan perawatan dalam
reflexology (Jones, 2012). Reflexology merupakan pemenuhan kebutuhan aktivitas sehari-hari baik
salah satu massage therapy yang dapat secara bio-psiko-sosial dan spiritual. PSTW
menyembuhkan hampir semua penyakit, serta Yogyakarta Unit Budi Luhur dihuni 88 lansia.
merupakan terapi yang aman dan tanpa efek Lansia yang memiliki masalah hipertensi di
samping. (Pamungkas, 2010). Reflexology PSTW Budi Luhur Yogyakarta telah ditangani
merupakan pemberian energi yang dimasukkan ke dengan upaya farmakologis dan nonfarmakologis.
dalam tubuh melalui pemijatan untuk Intervensi farmakologis yang telah dilakukan
memperlancar peredaran darah, melenturkan otot- adalah pemberian obat anti hipertensi, analgetik,
otot, meningkatkan daya tahan tubuh, relaksasi, dan vitamin-vitamin, sedangkan intervensi
nonfarmakologis yang telah dilakukan adalah ≤ 200 mg/dl 35 89,7
senam lansia, dan diit rendah garam. Berdasarkan ≥ 200 mg/dl 4 10,3
studi pendahuluan dengan wawancara kepada Diet
petugas panti dan beberapa lansia yang menderita Konsumsi garam
hipertensi, didapatkan bahwa lansia sering lupa Tidak suka mengkonsumsi 39 100
dalam mengkonsumsi obat anti hipertensi, lansia makanan asin
juga jarang mengikuti senam dengan alasan enggan Konsumsi kafein
meninggalkan kamar, serta lansia juga tidak ≤ 1 gelas per hari 39 100
menyukai diit rendah garam yang disediakan oleh
petugas panti karena rasanya yang hambar. Upaya Merokok
penanggulangan hipertensi dengan terapi Merokok 39 100
komplementer khusunya terapi pijat refleksi kaki Konsumsi obat anti
pada lansia di PSTW Budi Luhur Yogyakarta hipertensi 39 100
belum pernah dilakukan. Ya
Dengan demikian, menjadi penting bagi peneliti Jenis Obat Hipertensi 39 100
untuk melakukan penelitian mengenai pada lansia Captopril
dengan hipertensi di PSTW Budi Luhur Lama menderita 13 33,3
Yogyakarta. hipertensi 1 2,6
1 tahun 2 5,1
METODE PENELITIAN 2 tahun 2 5,1
Penelitian ini merupakan penelitian quasi 3 tahun 12 30,8
eksperimen. Penelitian ini dimulai dengan 4 tahun 0 0
melakukan pretest pengukuran tekanan darah, 5 tahun 6 15,4
kemudian memberikan intervensi pijat refleksi 6 tahun 3 7,7
kaki. Intervensi pijat refleksi kaki dilakukan 7 tahun 0 0
selama 30 menit, setiap 3 hari sekali selama 4 8 tahun
minggu. Pada kelompok intervensi peneliti 9 tahun
melakukan pretest sebelum dilakukan pijat refleksi
kaki dan melakukan postest setelah 10 menit Tabel 1.1 menunjukkan bahwa kelompok usia
intervensi selesai. Hal ini selalu dilakukan selama 8 partisipan terbanyak pada kelompok intervensi dan
kali intervensi. Selanjutnya tekanan darah lansia kelompok kontrol adalah berada pada usia 70-79
dianalisis perbedaannya antara sebelum dan setelah tahun. Gender terbanyak adalah perempuan.
dilakukan intervensi. Riwayat keturunan keluarga dengan hipertensi
terbanyak adalah memilki riwayat keturunan
HASIL PENELITIAN hipertensi. Status obesitas lansia berdasarkan IMT
Distribusi frekuensi berdasarkan karakteristik terbanyak adalah lansia dengan berat badan normal.
subjek penelitian (n=148) Status diabetes mellitus berdasarkan perhitungan
Tabel 1.1 Distribusi frekuensi berdasarkan gula darah sewaktu pada lansia, terbanyak adalah
karakteristik partisipan di PSTW Yogyakarta tahun memiliki kadar gula darah normal. Diet yang
2016 (n=39) dijalani lansia berhubungan dengan konsumsi
Karakteristik partisipan Kelompok garam terbanyak adalah lansia tidak suka
intervensi mengkonsumsi makanan asin. Diet yang dijalani
f % lansia berhubungan dengan konsumsi kopi
Usia terbanyak adalah mengkonsumsi kopi ≤ 1
50-69 tahun 15 38,5 gelas/hari. Kebiasaan merokok lansia terbanyak
70-79 tahun 18 46,2 adalah lansia tidak memiliki kebiasaan merokok.
80-90 tahun 6 15,4 Konsumsi obat anti hipertensi terbanyak adalah
Gender captopril yang diresepkan kepada seluruh lansia
Laki-laki 19 48,7 dengan masalah hipertensi. Lama menderita
Perempuan 20 51,3 hipertensi terbanyak adalah 1 tahun.
Riwayat keluarga dengan Tabel 1.2 Mean dan SD tekanan darah sistolik dan
hipertensi diastolik pada pengukuran ke-1sampai
Ada 29 74,4 dengan pengukuran ke-16 (n = 39)
Tidak 10 25,6 Waktu Sistolik Diastolik
IMT Pengukuran Mean SD Mean SD
Kurus 8 20,5 T0 178,46 15,81 98,21 8,54
Berat badan normal 24 61,5 T1 171,03 18,75 96,41 6,68
Berat badan berlebih 6 15,4 T2 171,03 17,28 96,15 12,48
Obesitas kelas 1 1 2,6 T3 164,36 17,74 89,74 12,24
Diabetes Mellitus T4 160,77 21,07 90,00 8,27
T5 155,90 18,31 85,38 11,20 Sum of Square
T6 156,92 20,41 85,90 6,77 Aquares
T7 152,31 17,23 84,10 5,94 Sistolik
T8 153,59 17,24 85,64 10,20 T0-T15 109926,7 5,6 19358,5 72,6 0,0
6 7 9 4 0
T9 148,21 14,84 82,82 8,87
Pretest: 61545,83 4,4 13975,3 77,7 0,0
T10 146,92 16,40 86,15 9,06 T0, T2, 0 4 2 0
T11 141,28 13,41 79,74 8,10 T4,T6,
T12 138,21 10,22 80,77 9,28 T8, T10,
T13 137,44 9,09 80,26 9,02 T12,
T14 135,38 7,55 79,49 8,87 T14
T15 134,62 7,55 77,95 7,67 Posttest: 45194,87 3,9 11405,9 65,4 0,0
T1, T3, 6 6 1 0
Berdasarkan tabel 1.2 dapat digambarkan T5, T 7,
T 9, T
bahwa terdapat penurunan tekanan darah sistolik
11, T13,
dan diastolik sejak pengukuran awal (T0) sampai T15
dengan pengukuran akhir (T15) pada setiap
pelaksanaan intervensi pijat refleksi pada kelompok Diastoli
intervensi. k 23828,04 5,6 4252,67 42,7 0,0
T0-T15 0 8 0
Tabel 1.3 Mean dan SD tekanan darah sistolik dan Pretest: 12184,29 4,2 2843,23 43,4 0,0
diastolik pretest sebelum intervensi pijat refleksi (n T0, T2, 8 6 0
= 39) T4,T6,
T8, T10,
Waktu Sistolik Diastolik T12,
Pengukuran Mean SD Mean SD T14
T0 178,46 15.81 98,21 8,54 Posttest: 10008,97 4,1 2411,20 38,4 0,0
T2 171,03 17,28 96,15 12,48 T1, T3, 5 5 0
T4 160,77 21,07 90 8,27 T5, T 7,
T6 156,92 20,41 85,9 6,77 T 9, T
T8 153,59 17,24 85,64 10,20 11, T13,
T10 146,92 16,40 86,15 9,06 T15
T12 138,21 10,22 80,77 9,28
T14 135,38 7,55 79,49 8,87 Berdasarkan hasil uji Repeated Measures
Annova diketahui bahwa tekanan darah sistolik
Berdasarkan tabel 1.3 diketahui bahwa (T0-T15) selama intervensi baik pretest maupun
tekanan darah sistolik dan diastolik pretest postest menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
mengalami penurunan pada setiap pelaksanaan nilai sistolik T0 – T15 dengan nilai F 72,64, p
intervensi pijat refleksi pada kelompok intervensi. <0,01. Tekanan darah sistolik pretest mengalami
perbedaan pada setiap intervensi pijat refleksi
Tabel 1.4 Mean dan SD tekanan darah sistolik dan dengan nilai F 77,72, p < 0,01. Tekanan darah
diastolik posttest setelah intervensi pijat refleksi sistolik posttest mengalami perbedaan pada setiap
kaki (n =39) intervensi pijat refleksi dengan nilai F 65,41, p <
0,01.
Waktu Sistolik Diastolik
Tekanan diastolik (T0-T15) selama intervensi
Pengukuran Mean SD Mean SD
baik pretest maupun postest menunjukkan bahwa
T1 171,03 18,75 96,41 6,68
terdapat perbedaan nilai diastolik T0 – T15 dengan
T3 164,36 17,74 89,74 12,24
nilai F 42,78, p <0,01. Tekanan darah diastolik
T5 155,9 18,31 85,38 11,20
pretest mengalami perbedaan pada setiap intervensi
T7 152,31 17,23 84,1 5,94
pijat refleksi dengan nilai F 43,46, p < 0,01.
T9 148,21 14,84 82,82 8,87
Tekanan darah sistolik posttest mengalami
T11 141,28 13,41 79,74 8,10
perbedaan pada setiap intervensi pijat refleksi
T13 137,44 9,09 80,26 9,02
dengan nilai F 38,45, p < 0,01.
T15 134,62 7,55 77,95 7,67
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini, karakteristik partisipan
Berdasarkan tabel 1.4 diketahui bahwa
berdasarkan usia lansia yang mengalami hipertensi
tekanan darah sistolik dan diastolik posttest terbanyak berada pada usia 70-79 tahun, hal ini
mengalami penurunan pada setiap pelaksanaan sesuai dengan penelitian Rahajeng (2009), yang
intervensi pijat refleksi kaki pada kelompok
menyebutkan bahwa sejalan dengan bertambahnya
intervensi.
usia dan usia kelompok ≥70 tahun lebih beresiko
Tabel 1.5 Perbedaan tekanan darah sistolik dan
11,53 kali dibandingkan usia 18-24 tahun.
diastolik pretest dan posttest harian (n = 39)
Berdasarkan jenis kelamin lansia yang mengalami
Variabel Type III Df Mean F P
hipertensi terbanyak adalah perempuan, hal ini 55%. Lama menderita hipertensi partisipan
sejalan dengan penelitian Wong, et al (2010), terbanyak adalah 1 tahun. Hal ini sesuai dengan
Eugene & Bourne (2013), dan Li, et al (2015), yang penelitian yang dilakukan oleh Akhter (2010), yang
menyebutkan bahwa perempuan terutama pada menyebutkan bahwa lama pasien menderita
daerah urban lebih beresiko sebanyak 52,6% hipertensi 1 tahun adalah sebesar 67,3%.
menderita hipertensi dibandingkan dengan laki-
laki. Uji statistik pada penelitian ini terlebih dahulu
Berdasarkan riwayat keturunan hipertensi pada dilakukan uji normalitas data. Menurut uji
keluarga, lansia yang mengalami hipertensi normalitas, sebaran data berdistribusidi tidak
terbanyak memiliki keturunan hipertensi pada normal, sehingga uji statistik yang digunakan
keluarga, hal ini sejalan dengan penelitian selanjutnya adalah Uji Wilcoxon untuk
Anggraini (2009) yang menyebutkan bahwa 70- menganalisis tekanan darah pretest dan posttest.
80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat Uji Repeated Measured Anova digunakan untuk
hipertensi dalam keluarga. Status obesitas lansia melihat perbedaan penurunan tekanan darah setiap
terbanyak adalah lansia yang memiliki IMT dilakukan intervensi (Dahlan, 2009).
normal, hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Rahajeng (2009), Wong et al Berdasarkan uji tersebut, menunjukkan bahwa
(2010), dan Eugene & Bourne (2013), yang terapi pijat refleksi yang dikombinasikan dengan
melaporkan bahwa IMT penderita hipertensi dalam obat antihipertensi memberikan pengaruh terhadap
rentang normal sebanyak 31%. penurunan tekanan darah lansia dengan masalah
Status diabetes mellitus berdasarkan hasil hipertensi. Hal ini ditunjukkan dalam tabel 4.2
pengukuran kadar gula darah sewaktu dengan adanya perbedaan rerata tekanan darah
menunjukkan bahwa lansia terbanyak memiliki sistolik sebelum dan setelah diberikan intervensi
kadar gula darah normal (< 200 mg/dl), hal ini pijat refleksi pada kelompok intervensi (p = 0,00)
sesuai dengan Rahajeng (2009) yang menyebutkan dan perbedaan rerata tekanan darah diastolik
bahwa 98% pasien hipertensi tidak memiliki sebelum dan setelah diberikan intervensi pijat
riwayat penyakit diabetes mellitus. Status diet refleksi pada kelompok intervensi (p = 0,00). Hal
lansia berdasarkan konsumsi garam menunjukkan ini sesuai dengan penelitian Mohammadpour,
bahwa seluruh lansia tidak suka mengkonsumsi Dehnoalian, & Mojtabavi (2013), yang melakukan
makanan asin, hal ini kurang sesuai dengan penelitian untuk melihat pengaruh pijat refleksi,
Rahajeng (2009) yang menyebutkan bahwa 65,6% sebagai teknik non farmakologis terhadap tekanan
penderita hipertensi mengkonsumsi garam darah sistolik dan diastolik pada pasien dengan
sebanyak < 6 gram/hari. Konsumsi kafein stroke. Penelitian ini dilakukan pada 68 pasien
menunjukkan bahwa seluruh lansia mengkonsumsi stroke, kemudian dipisahkan menjadi kelompok
kafein ≤ 1 gelas/hari, hal ini sesuai dengan eksperimen dan kelompok kontrol. Pasien pada
penelitian Eugene & Bourne (2013) yang kelompok eksperimen menerima pijat refleksi
menyebutkan bahwa lansia yang mengkonsumsi selama 30 menit. Data di catat melalui data
kopi ≤ 1 gelas/hari juga beresiko terkena hipertensi demografi dan tekanan darah. Data dianalisis
sebanyak 31%. menggunakan t-test dan ANNOVA.
Berdasarkan kebiasaan merokok diketahui
bahwa seluruh lansia tidak mempunyai kebiasaan Pada awal penelitian tidak ditemukan
merokok. Hal ini sesuai dengan penelitian yang perbedaan yang signifikan tekanan darah sistolik
dilakukan oleh Wong et al (2010) yang melaporkan dan diastolik partisipan. Tekanan darah berkurang
bahwa penderita hipertensi terbanyak tidak pernah secara signifikan setelah menerima pijat refleksi (p
merokok yaitu sebesar 95%. Hayes (2010) < 0,05). Tekanan darah sistolik rata-rata berkurang
menyatakan bahwa merokok merupakan salah satu pada 10 dan 30 menit setelah mendapat pijat
faktor resiko terjadinya hipertensi, namun pada refleksi dan tekanan darah diastolik juga berkurang
orang yang tidak merokok juga mempunyai pada setiap pengukuran setelah menerima pijat
peluang untuk menderita hipertensi akibat pola refleksi (p < 0,05). Penelitian Mohammadpour,
makan atau gaya hidupnya. Dehnoalian, & Mojtabavi (2013), menunjukkan
Berdasarkan konsumsi obat antihipertensi efek positif dari pijat refleksi untuk mengurangi
diketahui bahwa seluruh lansia mengkonsumsi obat tekanan darah pada pasien stroke.
anti hipertensi dengan jenis captopril. Hal ini sesuai
Nugroho, Asrin, & Sarwono (2012), juga
dengan penelitian Ikawati (2007), yang
melakukan penelitian untuk melihat perbedaan dan
menyebutkan bahwa sebagian besar lansia yang
efektifitas penggunaan pijat refleksi dan
didiagnosis hipertensi pada akhirnya akan
hipnoterapi dalam menurunkan tekanan darah
menjalani terapi menggunakan obat anti hipertensi.
pasien dengan metode kuasi eksperimen. Penelitian
Obat anti hipertensi yang sering diresepkan pada
ini menggunakan 60 orang sampel yang dibagi
hipertensi yang dialami oleh lansia adalah golongan
menjadi dua kelompok, 30 partisipan dilakukan
obat ACE Inhibitor dengan jenis captopril sebanyak
pijat refleksi dan 30 partisipan dilakukan
hipnoterapi. Selanjutnya data dianalisis dengan uji perubahan mekanisme barorefleks, sehingga
Mann Whitney U-test ditemukan Sig. pijat refleksi menyebabkan sistem elektrofisiologi yang terjadi
adalah 0,000, dan hipnoterapi menunjukkan Sig. dalam jantung menjadi berkurang (Miller, 2011).
0,001 dengan p < 0,05 yang berarti terdapat Berkurangnya sistem elektrofisiologi disebabkan
perbedaan yang signifikan antara pijat refleksi juga oleh peningkatan jumlah lemak dalam
dengan hipnoterapi. Dari hasil penelitian tersebut miokardium, kolagen, dan serabut elastis. Hal ini
ditemukan bahwa pijat refleksi lebih efektif dalam mengakibatkan terbatasnya lumen pembuluh darah
menurunkan tekanan darah dibandingkan dengan yang dapat menyebabkan endotelium tidak mampu
hipnoterapi. melakukan vasodilatasi dan meningkatkan tekanan
perifer, gangguan baroreseptor, serta aliran darah
Sedikit berbeda dengan penelitian Park & Cho ke organ berkurang, sehingga berdampak pada
(2012), hasil penelitian yang dilakukan oleh meningkatnya tekanan darah atau hipertensi.
peneliti menunjukkan penurunan tekanan darah
baik sistolik maupun diastolik. Park & Cho (2012) Upaya penatalaksanaan hipertensi pada lansia
melakukan penelitian untuk mengevaluasi efek meliputi upaya farmakologis dan non farmakologis.
pijat refleksi pada tekanan darah, kadar lipid serum, Upaya farmakologis untuk lansia dengan masalah
dan kepuasan hidup pada pasien hipertensi esensial. hipertensi perlu mempertimbangkan adanya
Desain penelitian yang digunakan adalah gangguan absorbsi dalam alat pencernaan, interaksi
nonequivalent control group pretest-posttest obat, efek samping obat, dan gangguan akumulasi
design. Sampel penelitian adalah 34 partisipan obat terutama obat-obat yang ekskresinya melalui
yang dibagi menjadi dua, 18 partisipan pada ginjal. Penderita hipertensi yang patuh terhadap
kelompok eksperimen dan 16 partisipan pada terapi non farmakologis, ada kemungkinan untuk
kelompok kontrol. Pada kelompok eksperimen, menurunkan dosis dan jumlah obat antihipertensi
pijat refleksi diberikan dua kali dalam seminggu secara bertahap (Yogiantoro, 2007). Pendekatan
selama 6 minggu dan pijat refleksi secara mandiri non farmakologis termasuk menurunkan berat
dilakukan dua kali seminggu selama 4 minggu. badan, pembatasan alkohol, natrium dan tembakau,
latihan fisik dan relaksasi merupakan intervensi
Hasilnya, terdapat penurunan signifikan pada wajib yang harus dilakukan dalam setiap terapi
tekanan darah sistolik tetapi tidak ada penurunan hipertensi (Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever,
yang signifikan pada tekanan diastolik pada 2010).
kelompok eksperimen dibandingkan dengan
kelompok kontrol. Tingkat kolesterol dalam Salah satu terapi nonfarmakologis yang
kelompok eksperimen tidak signifikan mengalami disarankan sebagai terapi pendamping terapi medis
penurunan setelah dilakukan pijat refleksi. Namun disebut juga terapi komplementer. Terapi
tingkat trigliserida pada kelompok eksperimen komplementer bertujuan untuk memperbaiki fungsi
menurun secara signifikan dibandingkan dengan dari sistem-sistem tubuh terutama sistem kekebalan
kelompok kontrol. Kepuasan hidup pada kelompok dan pertahanan tubuh, sehingga tubuh dapat
eksperimen secara signifikan membaik setelah menyembuhkan dirinya sendiri (self healing).
dilakukan pijat refleksi. Terapi komplementer ini dilakukan sebagai
pendukung terhadap pengobatan medis secara
Penelitian Park & Cho (2012), membuktikan terintegrasi sehingga mempengaruhi keharmonisan
bahwa pijat refleksi adalah intervensi keperawatan individu dari aspek biologis, psikologis dan
yang efektif untuk menurunkan tekanan sistolik, spiritual (Smith et al., 2004). Kondisi ini sesuai
dan trigliserida tetapi tidak untuk kolesterol darah dengan prinsip keperawatan dengan memandang
dan untuk meningkatkan kepuasan hidup. manusia sebagai makhluk yang holistik (bio, psiko,
sosial dan spiritual). Selain itu, terapi
Hipertensi pada populasi lansia didefinisikan komplementer meningkatkan kesempatan perawat
sebagai tekanan darah sistolik 140 mmHg dan dalam menunjukkan caring pada klien (Synder &
tekanan darah diastolik 90 mmHg (JNC VII, 2003). Lindquis, 2010). Oh, Kim, Kwon, & Park (2006),
Hipertensi yang terjadi pada lansia selain menyatakan bahwa Complementary and Alternative
merupakan akibat dari proses alamiah penuaan juga Medicine (CAM) diperlukan dalam intervensi
disebabkan oleh beberapa faktor resiko. Faktor keperawatan untuk membantu meningkatkan status
yang mempengaruhi prognosis hipertensi menurut kesehatan seseorang. Salah satu bentuk terapi CAM
JNC-VII (2003) dan Hayes (2010) terdiri dari usia, adalah massage therapy. Di dalam massage
jenis kelamin, riwayat keluarga, obesitas, diabetes therapy ini terdapat perlakuan yang salah satunya
mellitus, stress, diet, dan merokok. perlakuan terhadap titik-titik sentra refleks di kaki
dan hal ini disebut pijat refleksi (Jones, 2012).
Secara anatomis sistem kardiovaskuler lansia
mengalami perubahan diantaranya hipertofi Berdasarkan beberapa hasil penelitian, pijat
ventrikel sinistra, hipertrofi tunika media, refleksi merupakan salah satu terapi komplementer
penurunan elastisitas arteri, penebalan intima, dan yang dapat diaplikasikan dalam menurunkan
tekanan darah pasien hipertensi. Dengan teknik 79 tahun, gender terbanyak adalah perempuan,
pemijatan/penekanan, pijat refleksi dapat lansia dengan masalah hipertensi memilik
memberikan efek relaksasi pada bagian tubuh yang riwayat keturunan hipertensi, berat badan
berkaitan dengan area pemijatan. Relaksasi lansia terbanyak adalah normal, gula darah
merupakan tahap pertama dari normalisasi atau lansia terbanyak adalah normal, lansia
pemulihan, pengembangan tubuh pada suatu mengkonsumsi garam <6 gram/hari, lansia
keadaan yang seimbang (homeostasis), dimana mengkonsumsi kafein ≤ 1 gelas/hari, lansia
sirkulasi atau aliran darah dan cairan tubuh dapat tidak memiliki kebiasaan merokok, lansia
berlangsung tanpa hambatan dan dapat memasok mengkonsumsi obat anti hipertensi dengan
nutrisi dan oksigen ke sel-sel tubuh, sehingga organ jenis captopril, dan lama menderita hipertensi
tubuh yang terdiri dari sejumlah sel akan kembali terbanyak adalah 1 tahun.
pada keadaan dan fungsi yang normal (Jones, 2. Ada perbedaan tekanan darah sistolik sebelum
Thompson, Irvine, & Leslie, 2011). dan setelah terapi pijat refleksi
3. Ada perbedaan tekanan darah diastolik
Reflexology Association of Connecticut sebelum dan setelah terapi pijat refleksi
(2005) menjelaskan bahwa reflexology bekerja
melalui syaraf-syaraf tepi. Tekanan-tekanan yang
diberikan pada tangan atau kaki akan menstimulasi DAFTAR PUSTAKA
sistem syaraf tepi melalui alur-alur persyarafan
menuju sistem syaraf pusat dan sistem syaraf Akhter, A. (2010). Self Management Among
belakang, yang akan merangsang penurunan Patient with Hypertension in Bangladesh. A Thesis:
hormon adrenalin sehingga akan menyebabkan Price of Songkla University.
terjadinya vasodilatasi pada pembuluh dan
menimbulkan relaksasi serta ketenangan tubuh. Pijat Arthini, W.B., Sawitri, K.A., Nurhesti, O.Y.
refleksi menurut TCM Meridian Theory (Chi atau (2015). Pengaruh terapi warna hijau terhadap
Khi) dapat membantu membersihkan adanya sekat- tekanan darah sistolik pada lansia di panti sosial
sekat/blok/benda asing sepanjang saluran dalam tresna werdha wana seraya denpasar. Community
tubuh. Hal ini dapat membantu memaksimalkan cara of Publishing in Nursing.
kerja obat anti hipertensi golongan ACE (Angiotensin
Converting Enzyme) inhibitor yang bekerja untuk
Ayranci, U., & Ozdag, N. (2006). Health of elderly:
menghambat kerja enzim yang mengubah
imprtence of nursing and family medicine care. The
angiotensin. Angiotensin II merupakan suatu zat aktif
Internet Journal of Geriatrics and Gerontology, 1.
yang mengakibatkan vasokontriksi pembuluh darah,
sehingga jika angiotensin II dihambat maka
Corwin, Elizabeth. J. (2009). Patofisiologi: Buku
pembuluh darah akan mengalami vasodilatasi
Saku, alih bahasa Nike Budhi Subekti; editor edisi
sehingga tekanan dalam pembuluh darah tidak
bahasa Indonesia, Egi Komara Yudha edisi ke-3.
meningkat (Karch, 2011).
Jakarta: EGC
Berdasarkan Uji Repeated Measures Annova
dapat disimpulkan bahwa tekanan darah sistolik Darmojo, R. Boedhi. (2009). Geriatri (Ilmu
dan diastolik lansia dengan masalah hipertensi di Kesehatan Usia Lanjut) edisi ke-4. Jakarta: Balai
PSTW Yogyakarta Unit Budi Luhur yang Penerbit FKUI
mendapatkan intervensi pijat refleksi mengalami
penurunan sejak hari ke-1 intervensi sampai dengan Depkes RI. (2007). Pedoman Pengukuran dan
hari ke-8. Hal ini membuktikan bahwa efek Pemeriksaan. Jakarta: Badan Penelitian dan
penerapan terapi pijat refleksi dapat menurunkan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan
tekanan darah lansia dengan masalah hipertensi. RI

Dengan demikian terbukti bahwa penggunaan Depkes RI. (2013). Masalah Hipertensi di
terapi standar obat anti hipertensi akan lebih Indonesia.
maksimal dalam menurunkan tekanan darah lansia
dengan masalah hipertensi jika dikombinasikan Depkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta:
dengan terapi pijat refleksi. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementrian Kesehatan RI

SIMPULAN Dinas Kesehatan DIY. (2013). Profil Kesehatan


Berdasarkan hasil penelitian terhadap 39 Daerah Istimewa Yogyakarta.
partisipan dan uraian dalam pembahasan, dapat
diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: Ernst, E. (2009). Systemathic Review: Is
1. Karakteristik lansia dengan masalah hipertensi reflexology an effective intervention?A systematic
di Unit Budi Luhur sebagian besar berusia 70- review of randomised controlled trials.
Friedman, M. M., Bowden, V. R., & Jones, E. G. Three Population-Based Cross-Sectional Studies
(2008). Family Nursing Research, Theory, & from 2005-2011. Journal PLOS One. Hal 1-11.
Practice. New Jersey: Pearson Education, Inc.
Maurer, F. A., & Smith, C. M. (2005).
Grispun, D., Coote, T. (2005). Nursing best Community/Public Health Nursing Practice: Health
practice guideline nursing management of for Families and Populations. Philadelphia:
hypertension. Registered Nurses Assosiation of Elsevier Saunders.
Ontario
Martono, H. (2011). Lanjut Usia dan Dampak
Hadibroto, Yasmine. (2006). Seluk-Beluk Sistemik dalam Siklus Kehidupan. Jakarta: Komisi
Pengobatan Alternatif dan Komplementer. Jakarta : Nasional Lanjut Usia
PT Bhuana Ilmu Populer.
Mckenzie, J. F., Pinger, R. R., Kotecki, J. E.
Hayes, M. K. (2010). Influence of age and health (2007). Kesehatan Masyarakat: Suatu Pengantar,
behaviours on stroke risk; Lesson from edisi 4. Jakarta: EGC.
Longitudinal Studies. Journal Compilation The
American Geriatrics Society, 6, 12-19 Miller, C. A. (2011). Nursing Care Of Older
Adults: Theory and Practice. Philadelphia: J. B
Jones, J. (2012). The Acute (Immediate) Spesific Lippincott Company.
Haemodynamis Effects of Reflexology.
Departement of Nursing & Midwifery Stirling Mohammadpour, Ali., Dehnoalian, Atefeh.,
University, Center for Health Science Old Perth Mojtabavi, Javad. (2013). Effect of Foot
Road, Iverness, IV2 3JH. Reflexology on Blood Pressure in Patients with
Stroke [Farsi]. Diakses dari
Jones, J., Thompson, Patricia., Irvine, Katheleen., http://web.ebscohost.com pada tanggal 15
Leslie, Stephen. J. (2011). Is There a Specific Desember 2013.
Hemodynamic Effect in Reflexology? A
Systematic Review of Randomized Controlled Mubarak, W. Iqbal. (2007). Ilmu Keperawatan
Trials. Komunitas Konsep dan Aplikasi. Jakarta: Salemba
Medika
JNC VII. (2003). The Seventh Report of The Joint
National Committee on Prevention, Detection, Meyer, R. P., Ciolino, J. O’Brien, T. X. (2012).
Evaluation and Treatment of High Blood Pressure. Using a complementary herbal therapy in heart
JAMA failure. Intergrative Medicine 11 (2) 38-41.

Kementrian Kesehatan RI. (2014). Profil Kesehatan National Institute for Health and Care Excellence
Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Kementrian (2011) Clinical Guideline 127. Hypertension:
Kesehatan RI. clinical management of primary hypertension in
adults. Diakses dari
Kharisna, D., Dewi, W. N., Lestari, W. (2012). http://publications.nice.org.uk/hypertensioncg127
Efektifitas Konsumsi Jus Mentimun Terhadap
Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi. Nkosi, N. G. (2010). Knowledge related to
Jurnal Ners Indonesia, 2 (2). Hal 124-131. nutrition and hypertension management practice
adult in Ga-Rankuwa dat Clinics. Research article,
Kowalski, E. Robert. (2010). Terapi Hipertensi. 1, 33-39
Terjemahan: Rani S. Bandung: Qanita
Nugroho, I. A., Asrin., Sarwono. (2012). Efektifitas
Kozier, Erb, Berman, & Synder. (2010). pijat refleksi kaki dan hipnoterapi terhadap
Fundamentals of Nursing The Art and Science of penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi.
Nursing Care. Lippincott: Philadelphia. Diakses dari
http://www.ejournal.stikesmuhgombong.ac.id
Ikawati, Z., Djumiani, S., & Putu, I, D. (2008).
Kajian Keamanan Pemakaian Obat Anti-Hipertensi Nugroho, Wahyudi. (2008). Keperawatan Gerontik
di Poliklinik Usia Lanjut Instalasi Rawat Jalan RS & Geriatrik. Edisi ke 3. Jakarta: EGC
Dr Sardjito. Majalah Ilmu Kefarmasian. 5 (3). Hal
150-169 Oh, K., Kim, K. S., Kwon, S. H., & Park, J. W.
(2006). Research Trend of Complementary and
Li, Gang., Hu, Huanhuan., Dong, Zhong., Xie, Jin., Alternative Medicine. J Korean Acad Nurs. 2006
Zhou, Ying. (2015). Urban and Suburban Aug; 36 (5): 721-731. Korean
Differences in Hypertension Trends and Self-Care:
Onkonta, Nkechi Rose. (2012). Does Yoga Stanhope, Marcia., Knollmueller, R.N. (2010)
Therapy Reduce Blood Pressure in Patients With Praktik Keperawatan Kesehatan Komunitas, (ed.
Hypertension?: an integrative review. Journal 2), Jakarta: EGC
Holistic Nursing Practice. 2012 May-Jun; 26 (3):
137-41. Stanley, M., & Beare, P. G. (2006). Buku Ajar
Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC
Oxenford, R. (2013). Reflexology: A Concise
Guide to Foot and Hand Massage for Enhanced Stockslager, Jaime. (2008). Asuhan Keperawatan
Health and Wellbeing. Lorenz Books. Gerontik, Edisi 2. Jakarta: EGC

Pamungkas, Refalino. (2009). Jari Refleksi Pijat Synder, M., Lindquist, R. (2010). Complementary
Refleksi Dengan Jari. Yogyakarta: Lafal Indonesia and Alternative Therapies in Nursing (Sixth). New
York: Springer Publishing Company,
Pamungkas, R. (2010). Dahsyatnya Jari Refleksi.
Yogyakarta: Pinang Merah Temu Ilmiah Geriatri Semarang. (2008). Perawatan
Restoratif untuk Mencegah Gagal Pulih pada
Park HS., Cho GY. (2012). Effects of foot Lanjut Usia di Masyarakat. Semarang. Bagian Ilmu
reflexology on essential hypertension patients. Penyakit Dalam FK. UNDIP
Diakses dari http://web.ebscohost.com
Tomey, A.M., dan Alligood, M.R. (2006). Nursing
Potter, P.A. & Perry, A.G. (2009). Fundamental theorists and their work. (sixth ed). St Louis:
Keperawatan Edisi 7 Buku 1. Jakarta: Penerbit Mosby Elsevier.
Salemba Medika
Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun
Rahajeng, E & Tuminah, S. (2009). Prevalensi 2009 Tentang Kesehatan
Hipertensi dan Determinannya di Indonesia.
Jakarta: Pusat Penelitian Biomedis dan Farmasi Wallace Meredith. (2008). Essentials of
Badan Penelitian Kesehatan Departemen Kesehatan Gerontological Nursing. Springer Publishing
RI. Company, LLC

Ramadhan, A.J. (2010). Mencermati Berbagai WHO. (2014). World Health Statistics 2014: World
Gangguan pada Darah dan Pembuluh Darah. Health Organization
Yogyakarta: Diva Press.
WHO. (2013). A Global Brief on Hypertension:
Reflexology Association of Connecticut. (2005). Silent Killer Global Public Health Crisis
What Are The Benefits Of Reflexology. Diakses
dari http://www.reflexologyst.org/ractfaqs.html Wolff, Hanns Peter. (2008). Hipertensi. Jakarta:
PT. Bhuana Ilmu Populer, Gramedia
Rohaendi. (2008). Treatment of High Blood
Pressure. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum Wong, S. S., Dixon, L. B., Gilbride, J. A., Chin, W.
W., & Kwan, T. W. (2010). Diet, Physical Activity,
Sari, C. Y. (2015). Penggunaan Buah Mengkudu and Cardiovascular Disease Risk Factors Among
(Morinda Citrifolia. L) Untuk Menurunkan Older Chinese Americans Living in New York
Tekanan Darah. Jurnal Majority 4 (3) 34-40. City. J. Community Health. 36: 446-455.

Shen, C., Pang, S. M. C., Kwong, E. W. Y & Yang, X., Zhao, H., Wang, J. (2014). Chinese
Cheng, Z. Q. (2010). The effect of Chinese food massage (Tuina) for the treatment of essential
therapy on community dwelling Chinese hypertension: Asystematic review and meta
Hypertensive Patiens with Yin-deficiency. analysis. Journal Complementary Therapies in
Blackwell Publishing Ltd, Journal of Clinical Medicine 22, 541-548. Publisher by Elsevier Ltd.
Nursing 19, 1008-1020.
Yogiantoro, M. (2007). Hipertensi Esensial, dalam
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Sudoyo, A.R. (Eds), Ilmu Penyakit Dalam. (pp. 599
Cheever, K. H. (2010). Brunner & Suddarth’s – 603). Jakarta: Pusat Penerbit IPD FKUI
textbook of medical surgical nursing (12th ed).
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Smith, S. F., Duell, D. J., Martin, B. C. (2004).


Clinical nursing skills: Basic to advanced skills.
New Jersey: Pearson Prentice Hall.

Anda mungkin juga menyukai