Buku Acuan Modul Alergi Imunologi - Rinitis Alergi
Buku Acuan Modul Alergi Imunologi - Rinitis Alergi
2 -Rinitis Alergi
.
BUKU ACUAN
ALERGI IMUNOLOGI
MODUL III.2
RINITIS ALERGI
EDISI II
KOLEGIUM
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK
BEDAH KEPALA DAN LEHER
0
III.2 -Rinitis Alergi
.
2015
1
III.2 -Rinitis Alergi
.
DAFTAR ISI
2
III.2 -Rinitis Alergi
.
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
3
III.2 -Rinitis Alergi
.
B. KOMPETENSI
Keterampilan:
Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik diharapkan terampil dalam :
1. Mengenali gejala dan tanda rhinitis alergi
2. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik penderita rhinitis alergi dan
menginterpretasi hasilnya.
3. Mengenali adanya manifestasi penyakit alergi lain seperti asma bronkhial,
urtika, alergi obat, alergi makanan dari anamnesis/ pemeriksaan fisik.
4. Memutuskan pemeriksaan penunjang /laboratorium yang diperlukan dan
menginterpretasi hasil pemeriksaan
5. Menetapkan diagnosis dan mengklasifikasikan RA yang dihadapi
6. Memutuskan dan memberikan pengobatan RA yang sesuai dengan
guideline .
7. Mengevaluasi hasil pengobatan dan merencanakan tindakan selanjutnya
sesuai guideline
8. Memberikan penyuluhan / penjelasan tentang RA untuk mengurangi paparan
sehingga mencegah kekambuhan
4
III.2 -Rinitis Alergi
.
C. REFERENSI :
D. GAMBARAN UMUM
5
III.2 -Rinitis Alergi
.
E. MATERI BAKU
Rinitis Alergi
Pendahuluan
1. Definisi
Rinitis alergi adalah reaksi inflamasi dari muosa hidung yang diperantai oleh
IgE yang ditandai kongesti/obstruksi hidung, rinorea, gatal hidung dan atau gatal
mata dan atau bersin.
2. Klasifikasi
Berdasarkan konsensus ARIA-WHO 2008 (Allergic Rhinitis and Its impact on
Asthma- World Health Organization), rinitis alergi diklasifikasikan menurut
adanya gangguan kualitas hidup menjadi ringan, dan sedang-berat, sedangkan
berdasar waktu dibagi menjadi intermiten dan persisten.
6
III.2 -Rinitis Alergi
.
Intermiten Persisten
Gejala: Gejala:
< 4 hari per minggu 4 hari per minggu
Atau < 4 minggu Dan > 4 minggu
Ringan Sedang-Berat
Satu atau lebih gejala
Tidur normal Tidur terganggu
Aktifitas sehari-hari saat olahraga Aktifitas sehari-hari, saat olahraga
dan saat santai normal dan saat santai terganggu
Bekerja dan sekolah normal Saat bekerja dan sekolah terganggu
Tidak ada keluhan yang Ada keluhan yang mengganggu
mengganggu
Tabel 1. Klasifikasi rinitis alergi
3.1. Anamnesis
Anamnesis dimulai dengan riwayat penyakit secara umum dan dilanjutkan
dengan pertanyaan yang lebih spesifik meliputi gejala di hidung termasuk
keterangan mengenai tempat tinggal / kerja dan pekerjaan penderita.
Gejala-gejala rinitis alergi yang perlu ditanyakan adalah :
- Bersin (lebih dari 5 kali setiap kali serangan), rinore (ingus bening encer)
- Hidung tersumbat (menetap/ berganti-ganti), gatal di hidung, tenggorok,
langit-langit atau telinga.
- Kadang disertai : Mata gatal, berair atau kemerahan, hiposmia / anosmia,
posterior nasal drip atau batuk kronik
Frekuensi serangan, beratnya penyakit, lama sakit, intermiten atau
persisten.
Pengaruh terhadap kualitas hidup seperti adakah gangguan terhadap pekerjaan,
sekolah, tidur dan aktifitas sehari-hari.
Komorbid di organ lain sebelum atau bersamaan dengan rinitis alergi
Rinosinusitis, asma bronkhial, eosinofilik otitis media, hipertrofi tonsil
adenoid, dermatitis atopik, urtikaria, alergi makanan
7
III.2 -Rinitis Alergi
.
3. 2. Pemeriksaan Fisik
- Rinoskopi anterior menggunakan cahaya yang cukup dan spekulum
hidung
Perhatikan adanya edem dari konka inferior / media yang diliputi sekret
encer bening, mukosa pucat. Keadaan anatomi hidung lainnya seperti
septum nasi. Perhatikan pula kemungkinan adanya polip nasi.
- Nasoendoskopi (bila fasilitas tersedia)
Pemeriksaan ini dapat menilai patologi hidung dan sinus paranasalis yang
tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior. Dapat menggunakan
endoskopi tipe rigid atau flexible. Gambaran konka inferior livid/ pucat
dan dapat juga ditemukan konka yang hipertrofi.
- Terdapat tanda khas penderita rinitis alergi:
- Allergic shinner: warna kehitaman pada orbita dan palpebral
- Nasal crease/linea nasalis: Penebalan serta timbulnya skar pada hidung
- Allergic shalutte: biasanya terdapat pada anak, hal ini karena anak
mencoba mengurangi rasa gatal di hidung.
3. 3. Pemeriksaan Penunjang
Pertimbangkan keadaan / kondisi di seluruh R.S
Tes Kulit Tusuk (Prick test)
- Intradermal skin test / Skin End Point Titration Test (bila tersedia)
- IgE serum spesifik ( mahal )
- IgE serum total (kurang bermanfaat), nilai normal dewasa 100 – 150 IU/ml
- Pemeriksaan sitologis hidung, bila diperlukan untuk :
a. Menentukan antara alergi / non alergi dan rinitis akibat infeksi
b. Menindak lanjuti respons terhadap terapi
c. Melihat sel eosinofil, basofil dan sel mast
Pemeriksaan ini lebih sering dilakukan untuk keperluan penelitian.
8
III.2 -Rinitis Alergi
.
- Test provokasi hidung/ nasal challenge test (bila tersedia), dilakukan bila ada
keraguan dan kesulitan dalam mendiagnosis rinitis alergi, dimana riwayat
rinitis alergi positif, tetapi hasil tes alergi selalu negatif.
Pemeriksaan ini bermanfaat untuk hal-hal sebagai berikut :
- Untuk mendiagnosis rinitis okupasi
- Untuk mendiagnosis rinitis alergi lokal
- Untuk penelitian.
- Foto polos sinus paranasal : bila ada indikasi keterlibatan sinus paranasal
- CT Scan / MRI sinus paranasal : atas indikasi, dilakukan bila :
a. Untuk menentukan adakah komplikasi seperti rinosinusitis
b. Tidak ada respons terhadap terapi
c. Direncanakan tindakan operatif
1. Desinfeksi bagian volar lengan bawah yang akan dilakukan tes dengan
kapas alcohol 70%.
2. Gambar kotak-kotak dengan spidol yang jumlahnya sesuai dengan jumlah
ekstrak alergen yang akan di tes, dengan jarak 2 cm.
3. tambahkan kotak untuk kontrol negatif dan kontrol positif pada setiap tes.
4. Tiap kotak diberi nomor sesuai dengan penomoran jenis ekstrak alergen,
selanjutnya kotak tersebut ditetesi dengan ekstrak alergen masing-
masing.
5. Kemudian dilakukan cukit pada masing-masing kotak dengan
9
III.2 -Rinitis Alergi
.
Diferensial diagnosis
Penyakit yang perlu dibedakan dengan rinitis alergi adalah :
1. Rinitis vasomotor
2. Rinitis gustatorik
3. Rinitis Hormonal
4. Rinitis medikamentosa
5. Rinitis karena okupasi / pekerjaan
6. Rinitis akibat kelainan anatomi
7. NARES
8. Rinitis atropi
10
III.2 -Rinitis Alergi
.
12
III.2 -Rinitis Alergi
.
5. Eliminasi Alergen
4.1. Yang sangat berperan pada rinitis alergi di negara tropis seperti Indonesia
adalah
house dust mite (tungau debu rumah), pet dander dan alergen kecoa.
Cara menghindari :
Esensial :
- Membungkus kasur dan bantal dengan bahan khusus ( yang tidak tembus
mite), tetapi
mahal sehingga tidak dapat diterapkan pada semua kasus.
- Mencuci alas tidur, sarung bantal dan selimut seminggu sekali, bila mungkin
dengan air panas (> 55oC). Hasil yang sama mungkin dapat dicapai dengan
menjemur cucian dibawah sinar matahari langsung.
Optimal :
a. Menggunakan lantai rumah dengan bahan yang dapat dibersihkan seperti :
- dari keramik, bahan plastik, kayu
b. Sedikit mungkin menggunakan furniture dari kain/kain berbulu
c. Menggunakan penghisap debu integral dengan filter HEPA dan kantong
yang
bahannya tebal
d.Gunakan korden yang dapat dicuci
e. Mainan dari kain/berbulu yang dapat dicuci.
13
III.2 -Rinitis Alergi
.
5.2.Terapi Antihistamin
Antihistamin menghambat kerja reseptor H1 dan bekerja sebagai reverse
agonist. Golonga obat ini mempunyai efek anti inflamasi melalui modulasi
nuclear factor kapa B (NFkB) dan meredam ekspresi ICAM-1.
Dosis :
Anti Histamin Nama obat
Generasi 1 Dexchlorpheniramine
Chlorpheniramin maleat
Tripolidin
Generasi 2 Cetirizin
Loratadin
Feksofenadin
Levocetirizin
Desloratadin
Bepostatin Besilat
Rupatadin
14
III.2 -Rinitis Alergi
.
5.3.Dekongestan hidung
Efek samping :
Preparat glukokortikoid topikal dapat dipakai dalam waktu lama tanpa atrofi
mukosa. Efek yang dilaporkan : rasa kering, terbentuk krusta, epistaksis ringan,
15
III.2 -Rinitis Alergi
.
6.Imunoterapi
Imunoterapi spesifik (ITS) adalah suatu pemberian alergen spesifik yang
berulang teratur dengan dosis meningkat secara bertahap kepada pasien dengan
hipersensitifitas tipe 1, dengan tujuan memberikan perlindungan terhadap
timbulnya gejala alergi dan reaksi inflamasi akibat paparan alergen. ITS
mempunyai keuntungan jangka panjang dapat bertahan sampai 3 tahun setelah
selesai pemberian imunoterapi.
ITS dapat dilakukan dengan cara berdasarkan hasil tes kulit tusuk atau
berdasarkan skin endpoint titration test. Pemberian imunoterapi berdasarkan tes
kulit tusuk dikenal sebagai metode konvensional. Ditinjau dari jenis alergen ITS
dapat dilakukan alergen tunggal (rekomendasi AAAAI) dan menggunakan
alergen multipel. Pemilihan alergen untuk ITS dilakukan berdasarkan hasil tes
kulit atau tes alergi in vitro dengan mempertimbangkan alergen dominan dengan
hasil positif.
Pasien yang menjadi kandidat ITS adalah pasien rinitis alergi dengan tingkat
hipersensitifitas berdasarkan tes kulit tusuk +3 atau lebih dan dengan hasil
endpoint tertentu dari tes kulit intradermal. Pasien tersebut tidak ingin minum
obat antihistamin atau tidak nyaman dengan efek saming obat antihistamin atau
tidak menunjukan respon yang adekuat terhadap terapi medikamentosa dan
menghindari alergen. Indikasi tambahan dari imunoterapi ialah dermatitis atopik
dan pada alergi bisa ular yang mempunyai reaksi lokal yang besar.
Cara pemberian ITS suntikan ada beberapa cara yaitu konvensional, cara cepat
(rush), cara cluster (mirip rush) dan modifikasinya. Jadwal penyuntikan terdiri
dari 2 fase yaitu fase inisial (eskalasi) dimana dosis vaksin alergen diberikan
secara bertahap sampai mencapai dosis maksimal dengan interval waktu dua kali
seminggu, dan fase pemeliharaan yaitu dosis maksimal dilanjutkan sampai jangka
16
III.2 -Rinitis Alergi
.
waktu 6 bulan sekali sampai kurang lebih tiga tahun. Selain dengan pemberian
dosis yang meningkat secara bertahap, untuk mengurangi kemungkinan
terjadinya efek samping sistemik maka ITS tidak dianjurkan pada penderita yang
mempunyai resiko tinggi seperti umur lebih dari 50 tahun, fungsi paru <70% dan
riwayat asma berat serta mendapat terapi beta blocker.
Risiko reaksi sistemik pada imunoterapi sangat kecil namun bila terjadi syok
anafilaktik perlu penanganan yang segera supaya tidak terjadi reaksi yang lebih
buruk. Setelah imunoterapi, setidaknya pasien harus berada di klinik selama 30
menit untuk observasi bila terjadi reaksi sistemik, karena sebagian besar reaksi
sistemik tejadi dalam 30 menit setelah imunoterapi. Pada pasien yang mengalami
asma, imunoterapi tidak direkomendasikan imunoterapi kecuali telah stabil
penyakit asmanya. Pada pasien asma dapat meningkatkan resiko reaksi sistemik
yang dapat lebih fatal terjadi.
Saat ini imunoterapi subkutan dan imunoterapi sublingual menjadi pilihan rute
pemberian. Imunoterapi subkutan diberikan secara suntikan subkutan dengan
menggunakan suntikan, alergen yang digunakan berupa cairan ekstrak alergen
cair, sedangkan metode sublingual dilakukan dengan cara meletakan atau
menghisap tablet di bawah lidah. Metode subkutan cenderung memberikan
perbaikan klinis yang lebih baik. Namun metode sublingual mempunyai
keuntungan kepada pasien karena dapat dilakukan di rumah sesuai anjuran dosis
yang diberikan, sedangkan metode subkutan harus dilakukan di tempat klinik
atau rumah sakit.
17
III.2 -Rinitis Alergi
.
Mekanisme efek imunoterapi dan peran sel T regulator dalam reaksi alergi.
18
III.2 -Rinitis Alergi
.
19
III.2 -Rinitis Alergi
.
20