1 Imunologi Dasar
MODUL UTAMA
ALERGI IMUNOLOGI
MODUL III.1
IMUNOLOGI DASAR
EDISI II
0
III.1 Imunologi Dasar
KOLEGIUM
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK
BEDAH KEPALA DAN LEHER
2015
DAFTAR ISI
A. WAKTU---------------------------------------------------------------------------------2
B. PERSIAPAN SESI---------------------------------------------------------------------2
C. REFERENSI----------------------------------------------------------------------------2
D. KOMPETENSI-------------------------------------------------------------------------2
E. GAMBARAN UMUM----------------------------------------------------------------3
F. CONTOH KASUS DAN DISKUSI-------------------------------------------------3
G. TUJUAN PEMBELAJARAN--------------------------------------------------------3
H. METODE PEMBELAJARAN-------------------------------------------------------3
I. EVALUASI------------------------------------------------------------------------------5
J. INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI KOGNITIF------------------------5
K. MATERI PRESENTASI-------------------------------------------------------------7
L. MATERI BAKU----------------------------------------------------------------------10
1
III.1 Imunologi Dasar
A. WAKTU
B. PERSIAPAN SESI
Materi presentasi: Imunologi
o LCD 1: Sistem Imun Bawaan (Innate ) Dan Didapat ( Adaptive)
o LCD 2: Komposen Seluler dan Humoral
o LCD 3 : interaksi sistem imun bawaan (innate ) dan didapat
(adaptive) untuk membangkitkan respon imun
o LCD 4: Jenis-jenis dan Fungsi Imunoglobulin
o LCD 5: Fungsi dan Peran Sitokin, Interferon dan Kemokin dalam
Sistem Imun
C. REFERENSI
1. Chaaban MR, Naclerio RM. Immunology and Allergy. In: Johnson JT,
Rosen CA, eds. Bailey's Head and Neck Surgery Otolaryngology. Vol 1.
Pennsylvania: Lippincott Williams&Wilkins; 2014:379-96.
2. Abbas AK, Lichtman AH, Pillai S. Immediate Hypersensitivity. In:
Cellular And Molecular Immunology, International Edition, Sixth edition,
Saunder Elsivier, 2007
3. Abbas AK, Lichtman AHH, Pillai S. Basic Immunology: Functions and
Disorders of the Immune System.Edisi ke 4. Boston: Elsevier Health
Sciences; 2014.
D. KOMPETENSI
Keterampilan
Setelah mengikuti sesi ini peserta didik diharapkan terampil dalam :
1. Menjelaskan patogenesis penyakit dengan dasar gangguan pada respon
imun didapat
2
III.1 Imunologi Dasar
E. GAMBARAN UMUM
G. TUJUAN PEMBELAJARAN
H. METODE PEMBELAJARAN
Setelah mengkuti sesi ini peserta didik akan mempunyai kemampuan dasar
mengerti Imunologi Dasar secara mendalam, sebagai dasar untuk mengerti
3
III.1 Imunologi Dasar
4
III.1 Imunologi Dasar
I. EVALUASI
1. Pada awal pertemuan dilaksanakan pre-test dalam bentuk essay dan oral sesuai
dengan tingkat masa pendidikan yang bertujuan untuk menilai kinerja awal
yang dimiliki peserta didik dan untuk mengidentifikasi kekurangan yang ada.
2. Selanjutnya dilakukan “small group discussion” bersama dengan fasilitator
untuk membahas kekurangan yang teridentifikasi, membahas isi dan hal-hal
yang berkenaan dengan penuntun belajar.
a. Antibodi
b. Reseptor sel T
c. Serangan membran kompleks komplemen
d. Tol-seperti reseptor
e. HLA Kelas II
Jawaban : D
5
III.1 Imunologi Dasar
2. Bagian mana dari antibodi IgE bertanggung jawab untuk mengikat sel
mast dan basofil?
a. Light chain
b. Immunoglobulin fold
c. Reseptor Fc
d. Complementarity-determining region
e. Complement binding site
Jawaban : C
A. IgG.
B. IgM.
C. IgA.
D. IgD.
E. IgE.
Jawaban : A
A. IgE
B. Gamma interferon
C. Class I MHC antigens
D. Class II MHC antigens
E. Komplemen
Jawaban : D.
6
III.1 Imunologi Dasar
K. MATERI PRESENTASI
7
III.1 Imunologi Dasar
8
III.1 Imunologi Dasar
LCD 5: Fungsi dan Peran Sitokin, Interferon dan Kemokin dalam Sistem
Imun
9
III.1 Imunologi Dasar
L. MATERI BAKU
1. Unified airway
Konsep Unified Airway yang menyatakan bahwa proses inflamasi saluran
nafas atas dan bawah adalah satu atau dengan kata lain mempunyai proses
yang sama. Proses inflamasi lokal maupun sistemik dapat terlihat secara
umum pada saluran nafas. Hal ini memperjelas bahwa fungsi saluran
nafas merupakan satu kesatuan yang utuh.
Seorang spesialis T.H.T.K.L. harus dapat menyadari bahawa penyakit pada
saluran nafas atas dan bawah selalu terjadi bersamaan, akibatnya bila kita
mendiagnosis rinitis alergi atau rinitis non alergi, kemungkinan dapat
terjadi peningkatan asma.
10
III.1 Imunologi Dasar
tubuh. Dalam darah dan sekresi tubuh, enzim lisosom membunuh banyak
bakteri dengan mengubah dinding selnya. IgA jugs merupakan pertahanan
permukaan mukosa.
- Pertahanan Humoral
Sistem komplemen terdiri atas 26 protein yang berada dlam sirkulasi
darah. Bila protein ini menjadi aktif akan memberikan proteksi terhadap
infeksi dan berperan dalam respon inflamasi.
Pada kaskade komplemen terdapat 2 jalur yaitu klasik dan alternatif.
Pada jalur klasik, aktivasi dilakukan oleh formasi kompleks imun/antibodi
sedangkan pada mekanisme alternatif diaktifkan langsung oleh mikroba
atau produknya. Komplemen berperan sebagai opsonin yang dapat
meningkatkan fagositosis, sebagai faktor kemotaktik dan juga dapat
menimbulkan destruksi/ lisis bakteri atau parasit.
Interferon juga termasuk dalam pertahanan humoral, merupakan sitokin
glikoprotein yang diprosuksi oleh makrofag Natural Killer Cell (sel NK).
Sel tersebut akan mensekresi IFN-, TNF- dan GM-CSF) dan berbagai
kemokin
- Pertahanan Selular
Bila mikroorganisme berhasil menembus barier pertahanan tubuh, maka
berbagai sel dapat melakukan fagositosis, namun sel utama yang berperan
dalam pertahanan nonspesifik tersebut adalah sel mononuklear (monosit
dan makrofag) serta sel polimorfonuklear. Proses fagositosis yang terjadi
dini pada saat mikroorganisme masuk akan dapat mencegah terjadinya
infeksi. Saat bekerja sel fagosit ini dapat berinteraksi dengan komplemen
dan sistem imun spesifik lainnya.
Sel yang juga berhubungan dengan sistem imun bawaan termasuk
netrofil, monosit, sel mast, eosinofil, basofil dan sel dendritik. Semua sel
ini akan diaktivasi saat mikroba masuk ke tubuh melalui penggunaan
pattern recognition receptors (PRRs) dengan cara mensekresikan kedalam
pembuluh darah untuk melakukan opsonisasi bakteri, koagulasi dan
memberikan sinyal proinflamasi. Terdapat beberapa class PRRs: Toll-like
receptors (TLRs), RIG-I-Like receptors, Nod-like receptors dan C-type
lectin receptors. PRRs berhubungan dengan pathogen-associated
molecular paterns (PAMPs) dan berperan dalam memberi sinyal ke sistem
imun didapat untuk pengembangan respon imun yang lebih lama.
Fagosit/makrofag, sel NK dan sel mast berperan dalam sistem imun
nonspesifik selular.
Fagosit. Meskipun berbagai sel dalam tubuh dap at melakukan
fagositosis, sel utama yang berperan pada pertahanan nonspesifik adalah
sel mononuklear (monosit dan makrofag) serta sel polimorfonuklear
seperti neutrofil. Kedua golongan sel tersebut berasal dari sel hemopoietik
yang sama. Fagositosis dini yang efektif pada invasi kuman, akan dapat
11
III.1 Imunologi Dasar
lebih cepat dan dihancurkannya. Oleh karena itu sistem tersebut disebut
spesifik. Sistem imun spesifik dapat bekerja sendiri untuk menghancurkan
benda asing yang berbahaya bagi badan, tetapi pada umumnya terjalin kerja
sama yang baik antara antibodi, komplemen, fagosit dan antara sel T-makrofag.
Komplemen turut diaktifkan dan ikut berperan dalam menimbulkan inflamasi
yang terjadi pada respons imun.
Limfosit berasal dari stem cell di sumsum tulang yang akan menjadi matang
dalam bentuk sel B, sel T dan sel NK. Sel B akan bertanggung jawab terhadap
produksi antibodi, sedangkan sel T mempunyai fungsi sebagai anti viral, anti
fungal dan imunoregulator.
- Sel Limfosit T, umumnya berperan pada proses inflamasi, aktivasi
makrofag dalam fagositosis, aktivasi proliferasi sel B dalam produksi
antibodi. Peran lain, pengenalan dan penghancuran sel yang terkena virus.
Sel limfosit T terdiri dari :
a. Sel Th 0 (Naif)
b. Sel Th 1
c. Sel Th2
d. Sel T regulator (Th3)
e. CTL (Cytotoxic T lymphocyte)
- Sel Limfosit B, aktivasinya diawali dengan pengenalan secra spesifik oleh
reseptor dipermukaan. Awalnya sel B akan memproduksi imunoglobulin
(Ig)M, atau isotipe Ig lain seperti IgG yang akan menjadi sel memori.
Pematangan sel B akan melalui beberapa tahapan.
13
III.1 Imunologi Dasar
14
III.1 Imunologi Dasar
Pembagian Antigen
1. Pembagian antigen menurut epitop
a. Unideterminan, univalen. Hanya satu jenis determinan/epitop pada satu
molekul.
b. Unideterminan, multivalen. Hanya satu jenis determinan tetapi dua atau
lebih determinan tersebut ditemukan pada satu molekul.
c. Multideterminan, univalen. Banyak epitop yang bermacam-macam tetapi
hanya satu dari setiap macamnya (kebanyakan protein).
2. Multideterminan, multivalen. Banyak macam determinan dan banyak dan
setiap macam pada satu molekul (antigen dengan berat molekul yang tinggi
15
III.1 Imunologi Dasar
16
III.1 Imunologi Dasar
Contoh hapten ialah berbagai golongan antibiotik dan obat lainnya dengan
berat molekul kecil. Hapten biasanya dikenal oleh sel B, sedangkan molekul
pembawa oleh sel T. Molekul pembawa sering digabung dengan hapten
dalam usaha memperbaiki imunisasi. Hapten membentuk epitop pada
molekul pembawa yang dikenal sistem imun dan merangsang pembentukan
antibodi.
ANTIBODI
Antibodi atau imunoglobulin (Ig) adalah golongan protein yang dibentuk
sel plasma (proliferasi sel B) setelah terjadi kontak dengan antigen. Antibodi
ditemukan dalam serum dan jaringan dan mengikat antigen secara spesifik.
Bila serum protein dipisahkan secara elektroforetik, Ig ditemukan terbanyak
dalam fraksi globulin g meskipun ada beberapa yang ditemukan juga dalam
fraksi globulin a dan b.
Semua molekul Ig mempunyai 4 polipeptid dasar yang teridiri atas 2 rantai
berat (heavy chain) dan 2 rantai ringan (light chain) yang identik,
dihubungkan satu dengan lainnya oleh ikatan disulfida (Gambar 11).
Unit dasar antibodi yang terdiri atas 2 rantai berat dam 2 rantai ringan yang
identik, diikat menjadi satu oleh disulfida yang dapat dipisah-pisah dalam
berbagai fragmen.
A = rantai berat (berat molekul: 50.000-77.000)
B = rantai ringan (berat molekul: 25.000)
C = ikatan disulfida
Ada 2 jenis rantai ringan (kappa dan lambda) Yling" terdiri atas 230 asam
amino serta 5 jenis rantai berat tergantung pada kelima jenis imunoglobulin,
yaitu IgG, IgE, IgA dan IgD.
IgG
IgG merupakan komponen utama (terbanyak imunoglobulin serum,
dengan berat molekul 160.000. Kadarnya dalam serum yang sekitar 13 mg/ml
merupakan 75% dari semua Ig. IgG ditemukan juga dalam cairan lain
17
III.1 Imunologi Dasar
antaranya cairan saraf sentral (CSF) dan urin. IgG dapat menembus plasenta
dan masuk ke janin dan berperan pada imunitas bayi sampai umur 6-9 bulan.
IgG dapat mengaktifkan komplemen, meningkatkan pertahanan badan
melalui opsonisasi dan reaksi inflamasi IgG mempunyai sifat opsonin yang
efektif, oleh karena monosit dan makrofag memiliki reseptor untuk fraksi Fc
dari IgG yang dapat mempererat hubungan antara fagosit dengan sel sasaran.
Selanjutnya opsonisasi dibantu reseptor untuk komplemen pada permukaan
fagosit. IgG terdiri atas 4 subkelas yaitu IgGl, IgG2, IgG3 dan IgG4. IgG4
dapat diikat oleh sel mast dan basofil.
IgA
IgA ditemukan dalam jumlah sedikit dalam serum, tetapi kadarnya dalam
cairan sekresi saluran napas, saluran cema, saluran kemih, air mata, keringat,
ludah dan kolostrum lebih tinggi sebagai IgA sekretori (sIgA). Baik IgA
dalam serum maupun dalam sekresi dapat menetralisir toksin atau virus dan
atau mencegah kontak antara toksin/virus dengan alat sasaran. Sekretori IgA
diproduksi lebih dulu dari pada IgA dalam serum dan tidak menembus
plasenta. Sekretori IgA melindungi tubuh dari patogen oleh karena dapat
bereaksi dengan adhesi dan patogen potensial sehingga mencegah idherens
dan kolonisasi patogen tersebut dalam sel pejamu.
IgA juga bekerja sebagai opsonin, oleh karena neutrofil, monosit dan
makrofag memiliki reseptor untuk Far (Fca-R) sehingga dapat meningkatkan
efek bakteriolitik komplemen dan menetralisir toksin. IgA juga diduga
berperan pada imunitas cacing pita.
IgM
IgM (M berasal dari makroglobulin) mempunyai rumus bangun pentamer
dan merupakan Ig terbesar. Kebanyakan sel B mengandung IgM pada
permukaannya sebagai reseptor antigen. IgM dibentuk paling dahulu pada
respons imun primer tetapi tidak berlangsung lama, karena itu kadar IgM
yang tinggi merupakan tanda adanya infeksi dini.
Bayi yang baru dilahirkan hanya mempunyai IgM 10% dari kadar IgM
dewasa oleh karena IgM tidak menembus plasenta. Fetus umur 12 minggu
sudah dapat membentuk IgM bila sel B nya dirangsang oleh infeksi
intrauterin seperti sifilis kongenital, rubela, toksoplasmosis dan virus
sitomegalo. Kadar IgM anak mencapai kadar IgM dewasa pada usia satu
tahun. Kebanyakan antibodi alamiah seperti isoaglutinin, golongan darah AB,
antibodi heterofil adalah IgM. IgM dapat mencegah gerakan mikroorganisme
patogen, memudahkan fagositosis dan merupakan aglutinator kuat terhadap
butir antigen. IgM juga merupakan antibodi yang dapat mengikat komplemen
dengan kuat dan tidak menembus plasenta.
18
III.1 Imunologi Dasar
IgD
IgD ditemukan dengan kadar yang sangat rendah dalam darah (1% dan
total imunoglobulin dalam serum). IgD tidak mengikat komplemen,
mempunyai aktivitas antibodi terhadap antigen berbagai makanan dan
autoantigen seperti komponen nukleus. Selanjutnya IgD ditemukan bersama
IgM pada permukaan sel B sebagai reseptor antigen pada aktivasi sel B.
IgE
IgE ditemukan dalam serum dalam jumlah yang sangat sedikit. IgE mudah
diikat mastosit, basofil, eosinofil, makrofag dan trombosit yang pada
permukaannya memiliki reseptor untuk fraksi Fc dari IgE. IgE dibentuk juga
setempat oleh sel plasma dalam selaput lendir saluran napas dan cerna. Kadar
IgE serum yang tinggi ditemukan pada alergi, infeksi cacing, skistosomiasis,
penyakit hidatid, trikinosis. Kecuali pada alergi, IgE diduga juga berperan
pada imunitas parasit. IgE pada alergi dikenal sebagai antibodi reagin.
6. Sitokin sitokin
19
III.1 Imunologi Dasar
20