Anda di halaman 1dari 64

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem kekebalan tubuh sangat mendasar peranannya bagi kesehatan,
tentunya harus disertai dengan pola makan sehat, cukup berolahraga, dan
terhindar dari masuknya senyawa beracun ke dalam tubuh. Pola hidup
modern menuntut segala sesuatu dilakukan secara cepat dan instan. Hal ini
berdampak juga pada pola makan misalnya sarapan didalam kendaraan,
makan siang serba tergesah-gesah, dan malam karena kelelahan jadi tidak ada
nafsu makan. Belum lagi kualitas makanan yang dikonsumsi, polusi udara,
kurang berolahraga dan stres. Apabila terus berlanjut maka daya tahan tubuh
akan terus menurun, lesu, cepat lelah dan mudah terserang penyakit. Sehingga
saat ini banyak orang yang masih muda banyak yang mengidap penyakit
degeneratif. Kondisi stres dan pola hidup modern serta polusi, diet tidak
seimbang dan kelelahan menurunkan daya tahan tubuh sehingga menurunkan
kecukupan antibodi. Gejala menurunnya daya tahan tubuh seringkali
terabaikan sehingga timbul berbagai penyakit infeksi, penuaan dini pada usia
dini.
1.2 Rumusan Masalah
1. IMUNOLOGI
a. Apa pengertian imunologi ?
b. Apa fungsi imunologi ?
c. Apa pengertian antigen dan antibody ?
d. Apa pengertian sistem komplemen ?
e. Apa saja macam-macam imunologi ?
f. Apa pengertian system hipersensitifitas ?
2. HIV/AIDS
a. Apa pengertian HIV/AIDS ?
b. Apa etiologi HIV/AIDS ?
c. Bagaimana [atofisiologi HIV/AIDS ?
d. Bagaimana tanda dan gejala HIV/AIDS ?
e. Bagaimana cara penularan HIV/AIDS ?
f. Apa saja pemeriksaan penunjang HIV/AIDS ?
g. Apa saja komplikasi HIV/AIDS ?
h. Bagaimana pencegahan HIV/AIDS ?
i. Bagaimana penatalaksanaan HIV/AIDS ?

j. Bagaimana Aauhan Keperawatan HIV/AIDS ?


3. CANCER
a. Apa pengertian cancer ?
b. Apa etiologi cancer ?
c. Bagaiman patofisiologi cancer ?
d. Apa saja jenis-jenis cancer ?
e. Dimana saja lokasi cancer ?
f. Bagaimana tanda dan gejala cancer ?
g. Bagaimana penatalaksanaan cancer ?
h. Bagaimana Asuhan Keperawatan cancer ?
1.3 Tujuan
1. IMUNOLOGI
a. Untuk mengetahui pengertian imunologi.
b. Untuk mengetahui fungsi imunologi.
c. Untuk mengetahui pengertian antigen dan antibody.
d. Untuk mengetahui sistem komplemen.
e. Untuk mengetahui macam-macam imunologi.
f. Untuk mengetahui system hipersensitifitas.
2. HIV/AIDS
a. Untuk mengetahui pengertian HIV/AIDS.
b. Untuk mengetahui etiologi HIV/AIDS.
c. Untuk mengetahui patofisiologi HIV/AIDS
d. Untuk mengetahui tanda dan gejala HIV/AIDS
e. Untuk mengetahui cara penularan HIV/AIDS
f. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang HIV/AIDS
g. Untuk mengetahui komplikasi HIV/AIDS
h. Untuk mengetahui pencegahan HIV/AIDS
i. Untuk mengetahui penatalaksanaan HIV/AIDS
j. Untuk mengetahui Bagaimana Aauhan Keperawatan HIV/AIDS
3. CANCER
a. Untuk mengetahui pengertian cancer
b. Untuk mengetahui etiologi cancer
c. Untuk mengetahui patofisiologi cancer
d. Untuk mengetahui jenis-jenis cancer
e. Untuk mengetahui lokasi cancer
f. Untuk mengetahui tanda dan gejala cancer
g. Untuk mengetahui penatalaksanaan cancer
h. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan cancer

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. DEFINISI IMUNOLOGI
2.1.1. PENGERTIAN
Imunologi adalah ilmu yang luas, yang mencakup peneitian dasar
sampai dengan aplikasi klinis . imunologi mempelajari antigen, antibody
dan fungsi pertahanan tubuh penjamu yang diperantai oleh sel, terutma
yang berhubungan dengan imunitas terhadap penyakit, reaksi biologis
hipersensitif, lergi dan penolakan jarinfgan asing. Jika sistem kekebalan
dalam tubuh melemah, kemampuan melindungi tubuh juga berkurang,
sehingga menyebabkan patogen termasuk virus yang menyebabkan
demam dan flu dapat berkembang dalam tubuh. Sistem kekebalan juga
memberikan pengawasan terhadap sel tumor dan terhambatnya sistem ini
juga telah dilaporkan meningkatkan resiko terkena beberapa jenis kanker
2.1.2. FUNGSI IMUNOLOGI
a. Melindungi tubuh dari infeksi penyebab penyakit dengan
menghancurkan

dan

mennghilangkan

mikroorganisme

atau

substansi asing (bakteri, virus, parasit, jamur serta tumor) yang


masuk kedalam tubuh
b. menghilangkan jaringan atau sel yang mati atau rusak untuk
perbaikan jaringan, menggenali sel atau jaringan yang abnormal.
Sasaran utama yaitu bakteri, patogen dan virus. Leukosit
merupakan sel imun utama (disamping sel plasma, makrofag, dan
sel mast).
2.1.3. PENGERTIAN ANTIGEN DAN ANTIBODY
1) Antigen
Antigen ( imunogen ) adalah suatu bahan bila dimasukkan ke
dalam tubuh dapat membangkitkan respons imun baik respons
imun seluler maupun humoral. Karaktristik antigen yang sangat
menentukan imunogenitas respomn imun adalah sebagai berikut:
Asing ( berbeda dari sself) : pada umumnya, molekul yang
bersifat self tidak bersifat imunogenik; untuk menimbulkan
respon imun, molekul harus dikenal sebagai nonself .
Ukuran molekul : molekul dengan berat kurang dari 10.000
(misalnya asam amino) tidak bersifat imunogenik. Mereka
hanya bisa menjadi imunogenik hanya jika bergabung dengan
protein pembawa.
Komplekstisitas kiiawi

dan

stuktural

jumlahhtetetu

kompleksitas kmiawi diperlukan. Contohnya: homo polimer


lebih imunogenik dibanding heteropolimer .
Determinan antigeik ( epitop ) : unit terkecil dari suatu antigen
kompleks yang dapat diikat oleh antiboddi isebu antigen atau
epitop.
tatanan genetic penjamu : dua strain bintang yang dari spesies
yang sama dapat merespon secara berbeda terhadap antigren
yang sama karena perbedaan komposisi gen respon imun.
dosis, cara dan pemberian antigen : respon imun dapat
dioptimalkan dengan cara menentukan dosis antigen denga
cermat .
2) Antibodi
Antibodi adalah protein immunoglobulin yang disekresi
oleh sel B yang teraktifasi oleh antigen. Antibodi merupakan
4

senjata yang tersusun dari protein dan dibentuk untuk melawan


sel-sel asing yang masuk ke tubuh manusia. Antibodi
mengandung Imunoglobulin (Ig). Ig dibentuk oleh sel plasma
(proliferasi sel B) akibat kontak/dirangsang oleh antigen.
Macam Imunoglobulin: Ig G, Ig A, Ig M, Ig E dan IgD.
Antibodi mempunyai sifat yang sangat luar biasa, karena untuk
membuat

antibodi

spesifik

untuk

masing-masing

musuh

merupakan proses yang luar biasa, dan pantas dicermati. Proses


ini dapat terwujud hanya jika sel-sel B mengenal struktur
musuhnya dengan baik. Dan, di alam ini terdapat jutaan musuh
(antigen). Dia mengetahui polanya berdasarkan perasaan. Sulit
bagi seseorang untuk mengingat pola kunci, walau cuma satu,
Akan tetapi, satu sel B yang sedemikian kecil untuk dapat dilihat
oleh mata, menyimpan jutaan bit informasi dalam memorinya,
dan dengan sadar menggunakannya dalam kombinasi yang tepat.
2.1.4. SISTEM KOMPLEMEN
Sistem komplemen membantu antibodi atau sel fagositik
untuk

membersihkan

patogen

dalam

tubuh.

Komplemen

merupakan bagian dari sistem imun non-spesifik (innate immune


system), tetapi dapat juga berperan dalam sistem imun spesifik
yang setiap waktu dapat diaktifkan kompleks imun. Istilah
komplemen merujuk pada kemampuan protein tersebut untuk
mengkomlementasikan atau menggabungkan efek komponenkomponen yang lain dari system imun (misalnya antibody)
2.1.5. MACAM-MACAM IMUNOLOGI
a.
Imunitas Pasif
Imunitas pasif diperankan oleh antibodi atau limfosit yang
telah dibentuk sebelumnya didalam tubuh penjamu yang lain .
pemberian secara pasif antibodi (dalam antiserum) terhadap
bakteri menyebabkan antitoksin tersedia dengan cepat dalam
jumlah berlebih untuk menetralkan toksin. Keuntungan utama
imunitas pasif dengan antibodi yang telah dibentuk sebelumnya
(siap pakai) adalah tersedianya antibodi dalam jumlah banyak

secara cepat. Kerugiannya adalah jangka waktu antibody yang


pendek dan reaksi hipersensitivitas yang dapat terjadi jika
diiberikan antibodi (imunoglobulin) dari spesies lain.
b.

Imunitas Aktif
Imunitas aktif diinduksi setelah kontak dengan antigen.
Kontak ini dapat berupa Infeksi klinis atau sub klini, imunisasi
dengan agen infeksius yang masih hidup atau sudah mati atau
antigennya, paparan terhadap hasil mikroba atau transplantasi se
lasing. Pada semua keadaan ini, tubuh penjamu aktif membentuk
antibodi dan sel limfoid yang mampu merespon antigen.
Keuntungan imunitas aktif adalah imunitas bersifat jangka
panjang. Kerugiaanya adalah onset imunitas lambat dan
membutuhkan kontak dengan antigen lebih lama atau kontak
ulangan.

2.1.6. REAKSI HIPERSENSITIFITA


Pengertian
Alergi merupakan salah satu respon sistem imun yang
disebut reaksi hipersensitif. Pada individu yang rentan , reaksi
tersebutv secara khas terjadi setelah kontak yang kedua dengan
antigen spesifik. Kontak yang pertama kali merupakan kejadian
yang diperlukan untuk menginduksi sanitasi terhadap allergen
tersebut. Reaksi hipersensitif merupakan salah satu respon system
imun yang berbahaya karena dapat menimbulkan kerusakan
jaringan maupun penyakit yang serius.
Oleh Coobs dan Gell reaksi hipersensitif dikelompokkan menjadi
empat kelas.
Hipersensitivitas tipe 1( Anafilaksis )
Tipe ini disebut juga tipe cepat. Mekanisme umum dari tipe
ini meliputi langkah-langkah berikut: antigen menginduksi
pembentukan antibodi IgE, yang terikat kuat dengan reseptor pada
sel basofil dan sel mast melalui bagian Fc antibody tersebut.
Beberapa saat kemudian kontak yang kedua dengan antigen yang

sama mengakibatkan fiksasi antigen kee IgE yang terikat ke sel dan
pelepasan mediator yang aktif secara farmakologis dari sel tersebut
ddalam waktu bebrraopa menit. Mediator tipe ini adalah histamine
dan prostaglandin .
Hipersensitivitas tipe II
Tipe ini melibatkan pengikatan antibody (IgG atau IgM) ke
antigen permukaan sel atau molekul matriks ekstraseluler.
Antibody yang ditujukan ke antigen permukaan sel dapat
mengaktifkan komplemen untuk menghancurkan sel tersebut.
Obat-obat sepeerti penisilin , fenasetin san kinidin sapat melekat
pada protein permukaan sel darah merah dan mengawali
pembentukan antibody. Antibody autoimun ini ini kemudian dapat
bergabung

dengan

peermukaan

ssel

yang

mengakibatkan

hemolisis.
Hipersensitivitas tipe III
Reaksi tipe III disebut juga reaksi kompleks imun adalah
reaksi yang terjadi bila kompleks antigen-antibodi ditemukan
dalam jaringan atau sirkulasi/ dinding pembuluh darah dan
mengaktifkan komplemen. Antibodi yang bisa digunakan sejenis
IgM atau IgG sedangkan komplemen yang diaktifkan kemudian
melepas faktor kemotatik makrofag. Faktor kemotatik yang ini
akan menyebabkan pemasukan leukosit-leukosit PMN yang mulai
memfagositosis kompleks-kompleks imun. Reaksi ini juga
mengakibatkan pelepasan zat-zat ekstraselular yang berasal dari
granula-granula polimorf, yakni berupa enzim proteolitik, dan
enzim-enzim

pembentukan

kinin.

Antigen pada reaksi tipe III ini dapat berasal dari infeksi kuman
patogen yang persisten (malaria), bahan yang terhirup (spora jamur
yang menimbulkan alveolitis alergik ekstrinsik) atau dari jaringan
sendiri (penyakit autoimun). Infeksi dapat disertai dengan antigen
dalam jumlah berlebihan, tetapi tanpa adanya respons antibodi
yang efektif.

Hipersensitivitas tipe IV (hipersensitivitas lambat)


Hipersensitivitas tipe lambat merupakan fungsi dari limfosit
T terrsensitosasi secara spesifik, bukan merupakan fungsi antibody.
Respon imun ini lambat, yakni respon ini dimulai beberapa jam
atau beberapa hari setelah kontak dengan antigen berlangsung
selama berhari-hari.
2.2. HIV/AIDS
2.2.1. PENGERTIAN HIV/AIDS
Pengertian HIV
Human Imunodeficiency Virus (HIV) adalah sejenis retrovirus yang
termasuk dalam family lintavirus, retrovirus memiliki kemampuan
menggunakan RNA nya dan DNA penjamu untuk membentuk virus
DNA dan dikenali selama masa inkubasi yang panjang. Seperti
retrovirus lainnya HIV menginfeksi dalam proses yang panjang
(klinik laten), dan utamanya penyebab munculnya tanda dan gejala
AIDS. HIV menyebabkan beberapa kerusakan sistem imun dan
menghancurkannya. Hal ini terjadi dengan menggunakan DNA dari
CD4+ dan limfosit untuk mereplikasikan diri. Dalam proses itu,

virus tersebut menghancurkan CD4+ dan limfosit (Nursalam 2007).


HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat
menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel
darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih
tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah
marker atau penanda yang berada di permukaan sel limfosit.
Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia
menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang
seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh
manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4
berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada orang dengan sistem
kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV)
nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada
beberapa kasus bisa sampai nol) (KPA, 2007).
8

Human immunodeficiency virus (HIV) adalah penyebab acquired


immunodeficiency syndrome (AIDS). Virus ini terdiri dari dua grup,
yaitu HIV-1 dan HIV-2. Kedua tipe HIV ini bisa menyebabkan
AIDS, tetapi HIV-1 yang paling banyak ditemukan di seluruh
dunia, dan HIV-2 banyak ditemukan di Afrika Barat. Virus HIV
diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau retroviridae.
Genom virus ini adalah RNA, yang mereplikasi dengan
menggunakan enzim reverse transcriptase untuk menginfeksi sel

mamalia (Finch, Moss, Jeffries dan Anderson, 2007 ).


Virus HIV diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau
retroviridae. Virus ini secara material genetik adalah virus RNA
yang tergantung pada enzim reverse transcriptase untuk dapat
menginfeksi sel mamalia, termasuk manusia, dan menimbulkan
kelainan patologi secara lambat. Virus ini terdiri dari 2 grup, yaitu
HIV-1 dan HIV-2. Masing-masing grup mempunyai lagi berbagai
subtipe, dan masing-masing subtipe secara evolusi yang cepat
mengalami mutasi. Diantara kedua grup tersebut, yang paling
banyak menimbulkan kelainan dan lebih ganas di seluruh dunia

adalah grup HIV-1 (Zein, 2006).


HIV adalah jenis parasit obligat yaitu virus yang hanya dapat hidup
dalam sel atau media hidup. Seorang pengidap HIV lambat laun
akan jatuh ke dalam kondisi AIDS, apalagi tanpa pengobatan.
Umumnya keadaan AIDS ini ditandai dengan adanya berbagai
infeksi baik akibat virus, bakteri, parasit maupun jamur. Keadaan

infeksi ini yang dikenal dengan infeksi oportunistik (Zein, 2006).


Pengertian AIDS
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency
Syndrome, yang berarti kumpulan gejala atau sindroma akibat
menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi virus HIV.
Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk melindungi diri dari
serangan luar seperti kuman, virus, dan penyakit. AIDS
melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh ini, sehingga

akhirnya berdatanganlah berbagai jenis penyakit lain (Yatim,

2006).
AIDS adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler
pada seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat
menerangkan tejadinya defisiensi, tersebut seperti keganasan, obatobat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan

sebagainya (Laurentz, 2005).


AIDS adalah singkatan dari acquired immunodeficiency syndrome
dan menggambarkan berbagai gejala dan infeksi yang terkait
dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan
infeksi virus HIV (Brooks, 2009). Virus HIV ini akan menyerang
sel-sel sistem imun manusia, yaitu sel T dan sel CD4 yang berperan
dalam melawan infeksi dan penyakit dalam tubuh manusia. Virus
HIV akan menginvasi sel-sel ini, dan menggunakan mereka untuk
mereplikasi lalu menghancurkannya. Sehingga pada suatu tahap,
tubuh manusia tidak dapat lagi mengatasi infeksi akibat
berkurangnya sel CD4 dan rentan terhadap berbagai jenis penyakit
lain. Seseorang didiagnosa mengalami AIDS apabila sistem
pertahanan tubuh terlalu lemah untuk melawan infeksi, di mana
infeksi HIV pada tahap lanjut (AVERT, 2011).

2.2.2. ETIOLOGI HIV/AIDS


Human Immunodeficiency Virus (HIV) dianggap sebagai virus
penyebab AIDS. Virus ini termaksuk dalam retrovirus anggota
subfamili lentivirinae. Ciri khas morfologi yang unik dari HIV
adalah adanya nukleoid yang berbentuk silindris dalam virion
matur. Virus ini mengandung 3 gen yang dibutuhkan untuk
replikasi retrovirus yaitu gag, pol, env. Terdapat lebih dari 6 gen
tambahan pengatur ekspresi virus yang penting dalam patogenesis
penyakit. Satu protein replikasi fase awal yaitu protein Tat,
berfungsi dalam transaktivasi dimana produk gen virus terlibat
dalam aktivasi transkripsional dari gen virus lainnya. Transaktivasi
pada HIV sangat efisien untuk menentukan virulensi dari infeksi
HIV. Protein Rev dibutuhkan untuk ekspresi protein struktural
10

virus. Rev membantu keluarnya transkrip virus yang terlepas dari


nukleus. Protein Nef menginduksi produksi khemokin oleh
makrofag, yang dapat menginfeksi sel yang lain (Brooks, 2005).
2.2.3. PATOFISIOLOGI HIV/AIDS
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun )
adalah sel-sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV )
dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human
Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan
dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu
antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun,
maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain
dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang
juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha
mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.
Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan
melakukan pemograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi
untuk membuat double-stranded DNA. DNA ini akan disatukan kedalam
nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang
permanen. Enzim inilah yang membuat sel T4 helper tidak dapat
mengenali virus HIV sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV
didalam tubuh tidak dihancurkan oleh sel T4 helper. Kebalikannya, virus
HIV yang menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari sel T4 helper adalah
mengenali

antigen

yang

asing,

mengaktifkan

limfosit

yang

memproduksi antibodi, menstimulasi limfosit T sitotoksit, memproduksi


limfokin, dan mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit. Kalau
fungsi sel T4 helper terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak
menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan untuk menginvasi dan
menyebabkan penyakit yang serius.
Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler
makin lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan
makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang
terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak
memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama

11

waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml
darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun
setelah infeksi.
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes
zoster dan jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun
akibat timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi.
Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS
apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila
terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.

12

13

2.2.4. TANDA DAN GEJALA HIV/AIDS

Menurut Komunitas AIDS Indonesia (2010), gejala klinis terdiri dari 2


gejala yaitu gejala mayor (umum terjadi) dan gejala minor (tidak

umum terjadi):
1. Gejala mayor:
a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
d. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
e. Demensia/ HIV ensefalopati
2. Gejala minor:
a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
b. Dermatitis generalisata
c. Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster

berulang
d. Kandidias orofaringeal
e. Herpes simpleks kronis progresif
f. Limfadenopati generalisata
g. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
h. Retinitis virus Sitomegalo
Menurut Mayo Foundation for Medical Education and Research
(MFMER) (2008), gejala klinis dari HIV/AIDS dibagi atas beberapa
fase.
1. Fase awal
Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala
dan tanda-tanda infeksi. Tapi kadang-kadang ditemukan gejala
mirip flu seperti demam, sakit kepala, sakit tenggorokan, ruam dan
pembengkakan kelenjar getah bening. Walaupun tidak mempunyai
gejala infeksi, penderita HIV/AIDS dapat menularkan virus
kepada orang lain.
2. Fase lanjut
Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8 atau
9 tahun atau lebih. Tetapi seiring dengan perkembangan virus dan
penghancuran sel imun tubuh, penderita HIV/AIDS akan mulai
memperlihatkan gejala yang kronis seperti pembesaran kelenjar
getah bening (sering merupakan gejala yang khas), diare, berat
badan menurun, demam, batuk dan pernafasan pendek.
3. Fase akhir

14

Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun


atau lebih setelah terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul
dan infeksi tersebut akan berakhir pada penyakit yang disebut

AIDS. Gejala Minor


Menurut Anthony (Fauci dan Lane, 2008), gejala klinis HIV/AIDS
dapat dibagikan mengikut fasenya.
1. Fase akut
Sekitar 50-70% penderita HIV/AIDS mengalami fase ini
sekitar 3-6 minggu selepas infeksi primer. Gejala-gejala yang
biasanya timbul adalah demam, faringitis, limpadenopati, sakit
kepala, arthtalgia, letargi, malaise, anorexia, penurunan berat
badan, mual, muntah, diare, meningitis, ensefalitis, periferal
neuropati,

myelopathy,

mucocutaneous

ulceration,

dan

erythematous maculopapular rash.


Gejala-gejala ini muncul bersama dengan ledakan plasma
viremia. Tetapi demam, ruam kulit, faringitis dan mialgia jarang
terjadi jika seseorang itu diinfeksi melalui jarum suntik narkoba
daripada kontak seksual. Selepas beberapa minggu gejala-gajala
ini akan hilang akibat respon sistem imun terhadap virus HIV.
Sebanyak 70% dari penderita HIV akan mengalami limfadenopati
dalam fase ini yang akan sembuh sendiri.
2. Fase asimptomatik
Fase ini berlaku sekitar 10 tahun jika tidak diobati. Pada
fase ini virus HIV akan bereplikasi secara aktif dan progresif.
Tingkat pengembangan penyakit secara langsung berkorelasi
dengan tingkat RNA virus HIV. Pasien dengan tingkat RNA virus
HIV yang tinggi lebih cepat akan masuk ke fase simptomatik
daripada pasien dengan tingkat RNA virus HIV yang rendah.
3. Fase simptomatik
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun
atau lebih setelah terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul
dan infeksi tersebut akan berakhir pada penyakit yang disebut
AIDS.

15

2.2.5. CARA PENULARAN HIV/AID


HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang
berpotensial mengandung HIV adalah darah, cairan sperma, cairan

vagina dan air susu ibu (KPA, 2007).


Penularan HIV dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu : kontak
seksual, kontak dengan darah atau sekret yang infeksius, ibu ke anak
selama masa kehamilan, persalinan dan pemberian ASI (Air Susu
Ibu). (Zein, 2006)
1. Seksual
Penularan melalui hubungan heteroseksual adalah yang paling
dominan dari semua cara penularan. Penularan melalui
hubungan seksual dapat terjadi selama senggama laki-laki
dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-laki. Senggama
berarti kontak seksual dengan penetrasi vaginal, anal (anus), oral
(mulut) antara dua individu. Resiko tertinggi adalah penetrasi
vaginal atau anal yang tak terlindung dari individu yang
terinfeksi HIV.
2. Melalui transfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar
dengan virus HIV.
3. Melalui jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukkan
atau tertusuk ke dalam tubuh yang terkontaminasi dengan virus
HIV, seperti jarum tato atau pada pengguna narkotik suntik
secara bergantian. Bisa juga terjadi ketika melakukan prosedur
tindakan medik ataupun terjadi sebagai kecelakaan kerja (tidak
sengaja) bagi petugas kesehatan.
4. Melalui silet atau pisau, pencukur jenggot secara bergantian
hendaknya dihindarkan karena dapat menularkan virus HIV
kecuali benda-benda tersebut disterilkan sepenuhnya sebelum
digunakan.
5. Melalui transplantasi organ pengidap HIV
6. Penularan dari ibu ke anak
7. Kebanyakan infeksi HIV pada anak didapat dari ibunya saat ia
dikandung, dilahirkan dan sesudah lahir melalui ASI.
8. Penularan HIV melalui pekerjaan: Pekerja kesehatan dan
petugas laboratorium.

16

Terdapat resiko penularan melalui pekerjaaan yang kecil namun


defenitif, yaitu pekerja kesehatan, petugas laboratorium, dan orang
lain yang bekerja dengan spesimen/bahan terinfeksi HIV, terutama

bila menggunakan benda tajam (Fauci, 2000).


Tidak terdapat bukti yang meyakinkan bahwa air liur dapat
menularkan infeksi baik melalui ciuman maupun pajanan lain
misalnya sewaktu bekerja pada pekerja kesehatan. Selain itu air liur
terdapat inhibitor terhadap aktivitas HIV (Fauci, 2000). Menurut
WHO (1996), terdapat beberapa cara dimana HIV tidak dapat
ditularkan antara lain:
1. Kontak fisik
Orang yang berada dalam satu rumah dengan penderita
HIV/AIDS, bernapas dengan udara yang sama, bekerja
maupun berada dalam suatu ruangan dengan pasien tidak
akan tertular. Bersalaman, berpelukan maupun mencium pipi,
tangan dan kening penderita HIV/AIDS tidak akan

menyebabkan seseorang tertular.


Dari keringat, ludah, air mata, pakaian, telepon, kursi toilet
atau melalui hal-hal sehari-hari seperti berbagi makanan,

tidak akan menyebabkan seseorang tertular.


2. Memakai milik penderita
Menggunakan tempat duduk toilet, handuk, peralatan makan
maupun peralatan kerja penderita HIV/AIDS tidak akan
menular.
3. Digigit nyamuk maupun serangga dan binatang lainnya.
4. Mendonorkan darah bagi orang yang sehat tidak dapat tertular
HIV.
2.2.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jika seseorang terinfeksi, semakin cepat dia tahu lebih baik. Pasien
dapat tetap sehat lebih lama dengan pengobatan awal dan dapat
melindungi orang lain dengan mencegah transmisi. Tes-tes ini mendeteksi
keberadaan virus dan protein yang menghasilkan sistem kekebalan tubuh
untuk melawan virus. Protein ini yang dikenal sebagai antibodi, biasanya
tidak terdeteksi sampai sekitar 3-6 minggu setelah infeksi awal. Maka jika

17

melakukan tes 3 hingga 6 minggu selepas paparan akan memberi hasil tes
yang negatif (Swierzewski, 2010).
1. Test ELISA
Menurut University of California San Francisco (2011), ELISA
(enzyme-linked immunosorbent assay) adalah salah satu tes yang paling
umum dilakukan untuk menentukan apakah seseorang terinfeksi HIV.
ELISA sensitif pada infeksi HIV kronis, tetapi karena antibodi tidak
diproduksi segera setelah infeksi, maka hasil tes mungkin negatif selama
beberapa minggu setelah infeksi. Walaupun hasil tes negatif pada waktu
jendela, seseorang itu mempunyai risiko yang tinggi dalam menularkan
infeksi. Jika hasil tes positif, akan dilakukan tes Western blot sebagai
konfirmasi.
2. Tes Western blot
Tes Western blot adalah diagnosa definitif dalam mendiagnosa
HIV. Di mana protein virus ditampilkan oleh acrylamide gel
electrophoresis, dipindahkan ke kertas nitroselulosa, dan ia bereaksi
dengan serum pasien.
Jika terdapat antibodi, maka ia akan berikatan dengan protein virus
terutama dengan protein gp41 dan p24. Kemudian ditambahkan antibodi
yang berlabel secara enzimatis terhadap IgG manusia. Reaksi warna
mengungkapkan adanya antibodi HIV dalam serum pasien yang telah
terinfeksi (Shaw dan Mahoney, 2003) Tes OraQuick adalah tes lain yang
menggunakan sampel darah untuk mendiagnosis infeksi HIV. Hasil tes ini
dapat diperoleh dalam masa 20 menit. Hasil tes positif harus dikonfirmasi
dengan tes Western blot (MacCann, 2008).
Tes ELISA dan Western blot dapat mendeteksi antibodi terhadap
virus, manakala polymerase chain reaction (PCR) mendeteksi virus HIV.
Tes ini dapat mendeteksi HIV bahkan pada orang yang saat ini tidak
memproduksi antibodi terhadap virus. Secara khusus, PCR mendeteksi
proviral DNA. HIV terdiri dari bahan genetik yang dikenal RNA.
Proviral DNA adalah salinan DNA dari RNA virus. PCR digunakan untuk
konfirmasi kehadiran HIV ketika ELISA dan Western blot negatif; dalam
beberapa minggu pertama setelah infeksi, sebelum antibodi dapat

18

dideteksi; jika hasil Western blot tidak tentu dan pada bayi baru lahir
dimana antibodi ibunya merumitkan tes lain (Swierzewski, 2010).
2.2.7. KOMPLIKASI
Komplikasi primer :
MCMD (Minor Cognitive Motor Disorder
Neurobiologi (meningitis, mylopati, neuropati )
Infeksi (toxoplasmosis, ensefalitis, cytomegalovirus/CMV
Leikoencepalopati multifoksl progresif (neoplasma dan delirium)
2.2.8.

PENCEGAHAN
Menurut The National Womens Health Information Center (2009),

tiga cara untuk pencegahan HIV/AIDS secara seksual adalah abstinence


(A), artinya tidak melakukan hubungan seks, be faithful (B), artinya
dalam hubungan seksual setia pada satu pasang yang juga setia padanya,
penggunaan kondom (C) pada setiap melakukan hubungan seks. Ketiga
cara tersebut sering disingkat dengan ABC.
Terdapat cara-cara yang efektif untuk motivasikan masyarakat
dalam mengamalkan hubungan seks aman termasuk pemasaran sosial,
pendidikan dan konseling kelompok kecil. Pendidikan seks untuk remaja
dapat mengajarkan mereka tentang hubungan seksual yang aman, dan
seks aman. Pemakaian kondom yang konsisten dan betul dapat mencegah
transmisi HIV (UNAIDS, 2000).
Bagi pengguna narkoba harus mengambil langkah-langkah tertentu
untuk mengurangi risiko tertular HIV, yaitu beralih dari NAPZA yang
harus disuntikkan ke yang dapat diminum secara oral, jangan gunakan
atau secara bergantian menggunakan semprit, air atau alat untuk
menyiapkan NAPZA, selalu gunakan jarum suntik atau semprit baru yang
sekali pakai atau jarum yang secara tepat disterilkan sebelum digunakan
kembali, ketika mempersiapkan NAPZA, gunakan air yang steril atau air
bersih dan gunakan kapas pembersih beralkohol untuk bersihkan tempat
suntik sebelum disuntik (Watters dan Guydish, 1994).
Bagi seorang ibu yang terinfeksi HIV bisa menularkan virus
tersebut kepada bayinya ketika masih dalam kandungan, melahirkan atau
menyusui. Seorang ibu dapat mengambil pengobatan antiviral ketika

19

trimester III yang dapat menghambat transmisi virus dari ibu ke bayi.
Seterusnya ketika melahirkan, obat antiviral diberi kepada ibu dan anak
untuk mengurangkan risiko transmisi HIV yang bisa berlaku ketika proses
partus. Selain itu, seorang ibu dengan HIV akan direkomendasikan untuk
memberi susu formula karena virus ini dapat ditransmisi melalui ASI
( The Nemours Foundation, 1995).
Para pekerja kesehatan hendaknya mengikuti Kewaspadaan
Universal (Universal Precaution) yang meliputi, cara penanganan dan
pembuangan barang-barang tajam , mencuci tangan dengan sabun dan air
sebelum dan sesudah dilakukannya semua prosedur, menggunakan alat
pelindung seperti sarung tangan, celemek, jubah, masker dan kacamata
pelindung (goggles) saat harus bersentuhan langsung dengan darah dan
cairan tubuh lainnya, melakukan desinfeksi instrumen kerja dan peralatan
yang terkontaminasi dan penanganan seprei kotor/bernoda secara
tepat.Selain itu, darah dan cairan tubuh lain dari semua orang harus
dianggap telah terinfeksi dengan HIV, tanpa memandang apakah status
orang tersebut baru diduga atau sudah diketahui status HIV-nya (Komisi
Penanggulangan AIDS, 2010-2011).
2.2.9. PENATALAKSANAAN HIV AIDS
1.
Obatobatan Antiretroviral

(ARV)

bukanlah

suatu

pengobatan untuk HIV/AIDS tetapi cukup memperpanjang hidup


dari mereka yang mengidap HIV. Pada tempat yang kurang baik
pengaturannya permulaan dari pengobatan ARV biasanya secara
medis direkomendasikan ketika jumlah sel CD4 dari orangyang
mengidap HIV/AIDS adalah 200 atau lebih rendah. Untuk lebih
efektif, maka suatu kombinasi dari tiga atau lebih ARV dikonsumsi,
secara umum ini adalah mengenai terapi Antiretroviral yang sangat
aktif

(HAART).

Kombinasi

dari ARV berikut

ini

dapat

mengunakan:
a. Nucleoside Analogue Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI'),
mentargetkan pencegahan protein reverse transcriptase HIV

20

dalam mencegah perpindahan dari viral RNA menjadi viral


DNA (contohnya AZT, ddl, ddC & 3TC).
b. Nonnucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI's)
memperlambat reproduksi dari HIV dengan bercampur dengan
reverse transcriptase, suatu enzim viral yang penting. Enzim
tersebut sangat esensial untuk HIV dalam memasukan materi
turunan kedalam selsel. Obatobatan NNRTI termasuk:
Nevirapine, delavirdine (Rescripta), efavirenza (Sustiva).
c. Protease Inhibitors (PI) mengtargetkan protein protease HIV
dan menahannya sehingga suatu virus baru tidak dapat
2.

berkumpul pada sel tuan rumah dan dilepaskan.


Pencegahan perpindahan dari ibu ke anak (PMTCT):
seorang wanita yang mengidap HIV(+) dapatmenularkan HIV kepada
bayinya selama masa kehamilan, persalinan dan masa menyusui.
Dalam ketidakhadiran dari intervensi pencegahan, kemungkinan
bahwa bayi dari seorang wanita yang mengidap HIV(+) akan
terinfeksi kirakira 25%35%. Dua pilihan pengobatan tersedia untuk
mengurangi penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak. Obatobatan
tersebut adalah:
a. Ziduvidine (AZT) dapat diberikan sebagai suatu rangkaian
panjang dari 1428 minggu selama masa kehamilan. Studi
menunjukkan bahwa hal ini menurunkan angka penularan
mendekati 67%. Suatu rangkaian pendek dimulai pada
kehamilan terlambat sekitar 36 minggu menjadi 50%
penurunan. Suatu rangkaian pendek dimulai pada masa
persalinan sekitas 38%. Beberapa studi telah menyelidiki
pengunaan dari Ziduvidine (AZT) dalam kombinasi dengan
Lamivudine (3TC)
b. Nevirapine: diberikan dalam dosis tunggal kepada ibu dalam
masa persalinan dan satu dosis tunggal kepada bayi pada
sekitar 23 hari. Diperkirakan bahwa dosis tersebut dapat
menurunkan penularan HIV sekitar 47%. Nevirapine hanya
digunakan pada ibu dengan membawa satu tablet kerumah

21

ketika masa persalinan tiba, sementara bayi tersebut harus


3.

diberikan satu dosis dalam 3 hari.


Postexposure prophylaxis (PEP) adalah sebuah program
dari beberapa obat antiviral, yang dikonsumsi beberapa kali setiap
harinya, paling kurang 30 hari, untuk mencegah seseorang menjadi
terinfeksi dengan HIV sesudah terinfeksi, baik melalui serangan
seksual maupun terinfeksi occupational. Dihubungankan dengan
permulaan pengunaan dari PEP, maka suatu pengujian HIV harus
dijalani untuk menetapkan status orang yang bersangkutan. Informasi
dan bimbingan perlu diberikan untuk memungkinkan orang tersebut
mengerti obatobatan, keperluan untuk mentaati, kebutuhan untuk
mempraktekan hubungan seks yang aman dan memperbaharui
pengujian HIV.
Antiretrovirals direkomendasikan untuk PEP termasuk AZT dan 3TC
yang digunakan dalam kombinasi. CDC telah memperingatkan
mengenai pengunaan dari Nevirapine sebagai bagian dari PEP yang
berhutang pada bahaya akan kerusakan pada hati. Sesudah terkena
infeksi yang potensial ke HIV, pengobatan PEP perlu dimulai
sekurangnya selama 72 jam, sekalipun terdapat bukti untuk
mengusulkan bahwa lebih awal seseorang memulai pengobatan, maka
keuntungannya

pun

akan

menjadi

lebih

besar.

PEP

tidak

merekomendasikan proses terinfeksi secara biasa ke HIV/AIDS


sebagaimana hal ini tidak efektif 100%; hal tersebut dapat
memberikan efek samping yang hebat dan mendorong perilaku
seksual yang tidak aman.
4.
Vaksin terhadap HIV dapat diberikan pada individu yang
tidak terinfeksi untuk mencegah baik infeksi maupun penyakit.
Dipertimbangkan

pula

kemungkinan

pemberian

vaksin

HIV

terapeutik, dimana seseorang yang terinfeksi HIV akan diberi


pengobatan untuk mendorong respon imun anti HIV, menurunkan
jumlah sel-sel yang terinfeksi virus, atau menunda onset AIDS.
Namun perkembangan vaksin sulit karena HIV cepat bermutasi, tidak
diekspresi pada semua sel yang terinfeksi dan tidak tersingkirkan

22

secara sempurna oleh respon imun inang setelah infeksi primer


(Brooks, 2005).
5. Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi
opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tindakan pengendalian infeksi
yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi
penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien di lingkungan
perawatan kritis
2.9.1. ASKEP HIV/AIDS
1. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Dahulu :
Pasien memiliki riwayat melakukan hubungan seksual
dengan pasangan yang positif mengidap HIV/AIDS, pasangan
seksual multiple, aktivitas seksual yang tidak terlindung, seks
anal, homoseksual, penggunaan kondom yang tidak konsisten,
menggunakan

pil

pencegah

kehamilan

(meningkatkan

kerentanan terhadap virus pada wanita yang terpajan karena


peningkatan kekeringan/friabilitas vagina), pemakai obat-obatan
IV dengan jarum suntik yang bergantian, riwayat menjalani
transfusi darah berulang, dan mengidap penyakit defesiensi
imun.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang:
Pasien mengatakan mudah lelah, berkurangnya toleransi
terhadap aktivitas biasanya, sulit tidur, merasa tidak berdaya,
putus asa, tidak berguna, rasa bersalah, kehilangan kontrol diri,
depresi, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi, diare intermitten,
terus-menerus yang disertai/tanpa kram abdominal, tidak nafsu
makan, mual/muntah, rasa sakit/tidak nyaman pada bagian oral,
nyeri retrosternal saat menelan, pusing, sakit kepala, tidak
mampu

mengingat

sesuatu,

konsentrasi

menurun,

tidak

merasakan perubahan posisi/getaran, kekuatan otot menurun,


ketajaman penglihatan menurun, kesemutan pada ekstremitas,
nyeri, sakit, dan rasa terbakar pada kaki, nyeri dada pleuritis,

23

nafas pendek, sering batuk berulang, sering demam berulang,


berkeringat malam, takut mengungkapkan pada orang lain dan
takut ditolak lingkungan, merasa kesepian/isolasi, menurunnya
libido dan terlalu sakit untuk melakukan hubungan seksual.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga :
Riwayat HIV/AIDS pada keluarga, kehamilan keluarga dengan
HIV/AIDS, keluarga pengguna obat-obatan terlarang.
b. Pengkajian Fisik
1. Aktivitas dan istirahat :
Massa otot menurun, terjadi respon fisiologis terhadap aktivitas
seperti perubahan pada tekanan darah, frekuensi denyut jantung,
dan pernafasan.
2. Sirkulasi :
Takikardi, perubahan tekanan darah postural, penurunan volume
nadi perifer, pucat/sianosis, kapillary refill time meningkat.
3. Integritas ego :
Perilaku menarik diri, mengingkari, depresi, ekspresi takut,
perilaku marah, postur tubuh mengelak, menangis, kontak mata
kurang, gagal menepati janji atau banyak janji.
4. Eliminasi :
Diare intermitten, terus menerus dengan/tanpa nyeri tekan
abdomen, lesi/abses rektal/perianal, feses encer dan/tanpa
disertai mukus atau darah, diare pekat, perubahan jumlah, warna,
dan karakteristik urine.
5. Makanan/cairan :
Adanya bising usus hiperaktif; penurunan berat badan:
parawakan kurus, menurunnya lemak subkutan/massa otot;
turgor kulit buruk; lesi pada rongga mulut, adanya selaput putih
dan perubahan warna; kurangnya kebersihan gigi, adanya gigi
yang tanggal; edema.
6. Higiene :
Penampilan tidak rapi, kekurangan dalam aktivitas perawatan
diri.
7. Neurosensori :
Perubahan status mental dengan rentang antara kacau
mental sampai dimensia, lupa, konsentrasi buruk,
kesadaran menurun, apatis, retardasi psikomotor/respon
melambat.

24

Ide paranoid, ansietas berkembang bebas, harapan yang

tidak realistis.
Timbul refleks tidak normal, menurunnya kekuatan otot,

gaya berjalan ataksia.


Tremor pada motorik kasar/halus, menurunnya motorik

fokalis, hemiparase, kejang


Hemoragi retina dan eksudat (renitis CMV).
8. Nyeri/kenyamanan :
Pembengkakan sendi, nyeri tekan, penurunan rentang gerak,
perubahan gaya berjalan/pincang, gerak otot melindungi yang
sakit.
9. Pernapasan :
Takipnea, distress pernafasan, perubahan bunyi nafas/bunyi nafas
adventisius,

batuk

(mulai

sedang

sampai

parah)

produktif/nonproduktif, sputum kuning (pada pneumonia yang


menghasilkan sputum).
10. Keamanan :
Perubahan integritas kulit : terpotong, ruam, mis.
Ekzema,

eksantem,

psoriasis,

perubahan

warna,

ukuran/warna mola, mudah terjadi memar yang tidak

dapat dijelaskan sebabnya.


Rektum luka, luka-luka perianal atau abses.
Timbulnya nodul-nodul, pelebaran kelenjar limfe pada

dua/lebih area tubuh (leher, ketiak, paha)


Penurunan kekuatan umum, tekanan otot, perubahan pada

gaya berjalan.
11. Seksualitas :
Herpes, kutil atau rabas pada kulit genitalia
12. Interaksi sosial
Perubahan pada interaksi keluarga/orang terdekat, aktivitas yang
tak terorganisasi, perobahan penyusunan tujuan.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d obstruksi jalan nafas : spasme
jalan nafas, sekresi tertahan, banyaknya mukus
2. Pola napas tidak efektif b.d penurunan energi, kelelahan, nyeri,
kecemasan
3. Hipertermia b.d proses penyakit, peningkatan metabolisme, dehidrasi

25

4. Nyeri b.d agen injury biologis


5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d
ketidakmampuan

pemasukan

atau

mencerna

makanan

atau

mengabsorpsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis,


6.
7.
8.
9.

psikologis
Kurang Pengetahuan b.d kurangnya paparan atau informasi
Deficit volume cairan b.d kegagalan mekanisme pengaturan
Kerusakan integritas kulit b.d perubahan status metabolik
Resiko infeksi dengan factor resiko prosedur Infasif, malnutrisi,
imonusupresi, ketidakadekuatan imun buatan , tidak adekuat
pertahanan sekunder (penurunan Hb, Leukopenia, penekanan respon

inflamasi), tidak adekuat pertahanan tubuh primer


10. Kelelahan b.d anemia, status penyakit
11. Tidak efektifnya mekanisme koping keluarga b.d kemampuan dalam
mengaktualisasi diri
12. Defisit perawatan diri b.d kelemahan fisik
3. Rencana Keperawatan
1. Diagnosa 1 : Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif
Definisi : Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau
obstruksi

dari

saluran

pernafasan

untuk

mempertahankan

kebersihan jalan nafas.


Batasan Karakteristik :
Dispneu, Penurunan suara nafas
Orthopneu, Cyanosis
Kelainan suara nafas (rales, wheezing)
Kesulitan berbicara
Batuk, tidak efekotif / tidak ada
Mata melebar
Produksi sputum, Gelisah
Perubahan frekuensi dan irama nafas
Faktor-faktor yang berhubungan:
Obstruksi jalan nafas : spasme jalan nafas, sekresi tertahan,
banyaknya mukus,
NOC :
Respiratory status : Ventilation
Respiratory status : Airway patency
Aspiration Control
Kriteria Hasil :

26

Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang


bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan
sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed

lips)
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa
tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang

normal, tidak ada suara nafas abnormal)


Mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat
menghambat jalan nafas

NIC :
1. Airway suction
Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning.
Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning
Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan.
Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi

suksion nasotrakeal
Gunakan alat yang steril sitiap melakukan tindakan
Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah

kateter dikeluarkan dari nasotrakeal


Monitor status oksigen pasien
Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suksion
Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien

menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll.


2. Airway Management
Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila

perlu
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas

buatan
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Lakukan suction pada mayo
Berikan bronkodilator bila perlu
Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2

27

2. Diagnosa 2 : Pola Nafas tidak efektif


Definisi : Pertukaran udara inspirasi dan/atau ekspirasi tidak
adekuat
Batasan karakteristik :
Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi
Penurunan pertukaran udara per menit
Menggunakan otot pernafasan tambahan
Nasal flaring
Dyspnea
Orthopnea
Perubahan penyimpangan dada
Nafas pendek
Assumption of 3-point position
Pernafasan pursed-lip
Tahap ekspirasi berlangsung sangat lama
Peningkatan diameter anterior-posterior
Pernafasan rata-rata/minimal
o Bayi : < 25 atau > 60
o Usia 1-4 : < 20 atau > 30
o Usia 5-14 : < 14 atau > 25
o Usia > 14 : < 11 atau > 24
o Kedalaman pernafasan
o Dewasa volume tidalnya 500 ml saat istirahat
o Bayi volume tidalnya 6-8 ml/Kg
Timing rasio
Penurunan kapasitas vital
Faktor yang berhubungan :
Penurunan energi/kelelahan Posisi tubuh
Kelelahan otot pernafasan
Nyeri , Kecemasan
Kerusakan persepsi/kognitif
NOC :
Respiratory status : Ventilation
Respiratory status : Airway patency
Vital sign Status
Kriteria Hasil :

Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih,


tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum,
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips).

28

Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa


tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang

normal, tidak ada suara nafas abnormal).


Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi,
pernafasan).

NIC
1. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Berikan bronkodilator bila perlu
Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2
2. Terapi Oksigen
Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
Pertahankan jalan nafas yang paten
Atur peralatan oksigenasi
Monitor aliran oksigen
Pertahankan posisi pasien
Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
3. Vital sign Monitoring
Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
Catat adanya fluktuasi tekanan darah
Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah

aktivitas
Monitor kualitas dari nadi
Monitor frekuensi dan irama pernapasan, suara paru
Monitor pola pernapasan abnormal
Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
Monitor sianosis perifer
Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar,

bradikardi, peningkatan sistolik)


3. Diagnosa 3 : Hipertermia
Definisi : suhu tubuh naik diatas rentang normal
Batasan Karakteristik:
kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal
serangan atau konvulsi (kejang)
kulit kemerahan

29

pertambahan RR
takikardi
saat disentuh tangan terasa hangat
Faktor faktor yang berhubungan :
Penyakit
Peningkatan metabolisme
Dehidrasi
NOC : Thermoregulation
Kriteria Hasil :
Suhu tubuh dalam rentang normal
Nadi dan RR dalam rentang normal
Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa
nyaman
NIC :
1.

2.

Fever treatment
Monitor suhu sesering mungkin
Monitor IWL
Monitor warna dan suhu kulit
Monitor tekanan darah, nadi dan RR
Monitor penurunan tingkat kesadaran
Monitor WBC, Hb, dan Hct
Monitor intake dan output
Berikan anti piretik
Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
Selimuti pasien
Lakukan tapid sponge
Berikan cairan intravena
Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
Tingkatkan sirkulasi udara
Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya
menggigil
Temperature regulation
Monitor suhu minimal tiap 2 jam
Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
Monitor TD, nadi, dan RR
Monitor warna dan suhu kulit
Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan
tubuh

30

3.

Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat

panas
Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan

kemungkinan efek negatif dari kedinginan


Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan

penanganan emergency yang diperlukan


Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan yang

diperlukan
Berikan anti piretik jika perlu
Vital sign Monitoring
Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
Catat adanya fluktuasi tekanan darah
Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah

aktivitas
Monitor kualitas dari nadi
Monitor frekuensi dan irama pernapasan
Monitor suara paru
Monitor pola pernapasan abnormal
Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
Monitor sianosis perifer
Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang

melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)


Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
4. Diagnosa 4 : Nyeri
Definisi : Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman
emosional yang muncul secara aktual atau potensial kerusakan
jaringan atau menggambarkan adanya kerusakan (Asosiasi Studi
Nyeri Internasional): serangan mendadak atau pelan intensitasnya
dari ringan sampai berat yang dapat diantisipasi dengan akhir yang
dapat diprediksi dan dengan durasi kurang dari 6 bulan.
Batasan karakteristik :
Laporan secara verbal atau non verbal
Fakta dari observasi
Posisi antalgic untuk menghindari nyeri
Gerakan melindungi
Tingkah laku berhati-hati
Muka topeng

31

Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan

kacau, menyeringai)
Terfokus pada diri sendiri
Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan
proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan

lingkungan)
Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui orang

lain dan/atau aktivitas, aktivitas berulang-ulang)


Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan

darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil)


Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam

rentang dari lemah ke kaku)


Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, menangis,

waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah)


Perubahan dalam nafsu makan dan minum
Faktor yang berhubungan :
Agen injuri (biologi, fisik)
NOC :
Pain Level,
Pain control,
Comfort level
Kriteria Hasil :

Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu


menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi

nyeri, mencari bantuan)


Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan

manajemen nyeri
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan

tanda nyeri)
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Tanda vital dalam rentang normal

NIC :
1. Pain Management
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor

presipitasi
Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

32

Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui

pengalaman nyeri pasien


Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang

ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau


Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan

dukungan
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri

seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan


Kurangi faktor presipitasi nyeri
Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non

farmakologi dan inter personal)


Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
Ajarkan tentang teknik non farmakologi
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan

tindakan nyeri tidak berhasil


Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
2. Analgesic Administration
Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri

sebelum pemberian obat


Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari

analgesik ketika pemberian lebih dari satu


Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya

nyeri
Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis

optimal
Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri

secara teratur
Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik

pertama kali
Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek
samping)

33

5. Diagnosa 5 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan


tubuh
Definisi : Intake nutrisi tidak cukup untuk keperluan metabolisme
tubuh.
Batasan karakteristik :
Berat badan 20 % atau lebih di bawah ideal
Dilaporkan adanya intake makanan yang kurang dari RDA
(Recomended Daily Allowance)
Membran mukosa dan konjungtiva pucat
Kelemahan otot yang digunakan untuk menelan/mengunyah
Luka, inflamasi pada rongga mulut
Mudah merasa kenyang, sesaat setelah mengunyah makanan
Dilaporkan atau fakta adanya kekurangan makanan
Dilaporkan adanya perubahan sensasi rasa
Perasaan ketidakmampuan untuk mengunyah makanan
Miskonsepsi
Kehilangan BB dengan makanan cukup
Keengganan untuk makan
Kram pada abdomen
Tonus otot jelek
Nyeri abdominal dengan atau tanpa patologi
Kurang berminat terhadap makanan
Pembuluh darah kapiler mulai rapuh
Diare dan atau steatorrhea
Kehilangan rambut yang cukup banyak (rontok)
Suara usus hiperaktif
Kurangnya informasi, misinformasi
Faktor-faktor yang berhubungan :
Ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan atau
mengabsorpsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis,
psikologis atau ekonomi.
NOC :
Nutritional Status : food and Fluid Intake
Nutritional Status : nutrient Intake
Weight contro
Kriteria Hasil :

Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan


Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
Mampumengidentifikasi kebutuhan nutrisi
Tidak ada tanda tanda malnutrisi
Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan

34

Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti

NIC :

1. Nutrition Management
Kaji adanya alergi makanan
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori

dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.


Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
Berikan substansi gula
Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk

mencegah konstipasi
Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan

dengan ahli gizi)


Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan

harian.
Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang

dibutuhkan
2. Nutrition Monitoring
BB pasien dalam batas normal
Monitor adanya penurunan berat badan
Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
Monitor lingkungan selama makan
Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam

makan
Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
Monitor mual dan muntah
Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
Monitor makanan kesukaan
Monitor pertumbuhan dan perkembangan
Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan

konjungtiva
Monitor kalori dan intake nuntrisi
Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan

cavitas oral.
Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
6. Diagnosa 6 : Kurang Pengetahuan
35

Definisi :

Tidak adanya atau kurangnya informasi kognitif

sehubungan dengan topic spesifik.


Batasan karakteristik :
memverbalisasikan adanya masalah
ketidakakuratan mengikuti instruksi
perilaku tidak sesuai.
Faktor yang berhubungan :
keterbatasan kognitif
interpretasi terhadap informasi yang salah
kurangnya keinginan untuk mencari informasi
tidak mengetahui sumber-sumber informasi.
NOC :
Knowledge : disease process
Kowledge : health Behavio
Kriteria Hasil :

Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit,

kondisi, prognosis dan program pengobatan


Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang

dijelaskan secara benar


Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang
dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya

NIC :
1. Teaching : disease Process
Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien

tentang proses penyakit yang spesifik


Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini
berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara

yang tepat.
Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada

penyakit, dengan cara yang tepat


Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat
Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara

yang tepat
Hindari harapan yang kosong
Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien
dengan cara yang tepat

36

Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan


untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan

atau proses pengontrolan penyakit


Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan

second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan


Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan

cara yang tepat


Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal,

dengan cara yang tepat


Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk
melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara

yang tepat.
7. Diagnosa 7 : Defisit Volume Cairan
Definisi : Penurunan cairan intravaskuler, interstisial, dan/atau
intrasellular. Ini mengarah ke dehidrasi, kehilangan cairan dengan
pengeluaran sodium.
Batasan Karakteristik :
Kelemahan
Haus
Penurunan turgor kulit/lidah
Membran mukosa/kulit kering
Peningkatan denyut nadi, penurunan

tekanan

darah,

penurunan volume/tekanan nadi


Pengisian vena menurun
Perubahan status mental
Konsentrasi urine meningkat
Temperatur tubuh meningkat
Hematokrit meninggi
Kehilangan berat badan seketika (kecuali pada third spacing)
Faktor-faktor yang berhubungan:
Kehilangan volume cairan secara aktif
Kegagalan mekanisme pengaturan
NOC:
Fluid balance
Hydration
Nutritional Status : Food and Fluid Intake
Kriteria Hasil :

37

Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ

urine normal, HT normal


Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik,
membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan

NIC :
1. Fluid management
Timbang popok/pembalut jika diperlukan
Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi

adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan


Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi cairan (BUN ,

Hmt , osmolalitas urin )


Monitor vital sign
Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori

harian
Kolaborasi pemberian cairan IV
Monitor status nutrisi
Berikan cairan
Berikan diuretik sesuai interuksi
Berikan cairan IV pada suhu ruangan
Dorong masukan oral
Berikan penggantian nesogatrik sesuai output
Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
Tawarkan snack ( jus buah, buah segar )
Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul

meburuk
Atur kemungkinan tranfusi
Persiapan untuk tranfusi
8. Diagnosa 8 : Kerusakan intergritas kulit
Definisi : Perubahan pada epidermis dan dermis
Batasan karakteristik :
Gangguan pada bagian tubuh
Kerusakan lapisa kulit (dermis)
Gangguan permukaan kulit (epidermis)
Faktor yang berhubungan :
Eksternal :
Hipertermia atau hipotermia
Substansi kimia
Kelembaban udara

38

Faktor mekanik (misalnya : alat yang dapat menimbulkan

luka, tekanan, restraint)


Immobilitas fisik
Radiasi
Usia yang ekstrim
Kelembaban kulit
Obat-obatan

Internal :

Perubahan status metabolik


Tulang menonjol
Defisit imunologi
Faktor yang berhubungan dengan perkembangan
Perubahan sensasi
Perubahan status nutrisi (obesitas, kekurusan)
Perubahan status cairan
Perubahan pigmentasi
Perubahan sirkulasi
Perubahan turgor (elastisitas kulit)

NOC :
issue Integrity : Skin and Mucous Membranes
Kriteria Hasil :

Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi,

elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi)


Tidak ada luka/lesi pada kulit
Perfusi jaringan baik
Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit

dan mencegah terjadinya sedera berulang


Mampu melindungi kulit dan mempertahankan

kelembaban kulit dan perawatan alami


9. Diagnosa 9 : Resiko infeksi
Definisi : Peningkatan resiko masuknya organisme patogen
Faktor-faktor resiko :
Prosedur Infasif
Ketidakcukupan pengetahuan untuk menghindari paparan

patogen
Trauma
Kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan
Ruptur membran amnion
Agen farmasi (imunosupresan)
Malnutrisi

39

Peningkatan paparan lingkungan patogen


Imonusupresi
Ketidakadekuatan imum buatan
Tidak adekuat pertahanan sekunder

Leukopenia, penekanan respon inflamasi)


Tidak adekuat pertahanan tubuh primer (kulit tidak utuh,

(penurunan

Hb,

trauma jaringan, penurunan kerja silia, cairan tubuh statis,


perubahan sekresi pH, perubahan peristaltik)
Penyakit kronik

NOC :

Immune Status
Knowledge : Infection control
Risk control
Kriteria Hasil :

Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi


Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang

mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya,


Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya

infeksi
Jumlah leukosit dalam batas normal
Menunjukkan perilaku hidup sehat

NIC :
1. Infection Control (Kontrol infeksi)
Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
Pertahankan teknik isolasi
Batasi pengunjung bila perlu
Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat

berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien


Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan

kperawtan
Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai

dengan petunjuk umum


Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi

kandung kencing
Tingktkan intake nutrisi

40

Berikan terapi antibiotik bila perlu


2. Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
Monitor hitung granulosit, WBC
Monitor kerentanan terhadap infeksi
Batasi pengunjung
Saring pengunjung terhadap penyakit menular
Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko
Pertahankan teknik isolasi k/p
Berikan perawatan kuliat pada area epidema
Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
Dorong masukkan nutrisi yang cukup
Dorong masukan cairan
Dorong istirahat
Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
Ajarkan cara menghindari infeksi
Laporkan kecurigaan infeksi
Laporkan kultur positif
10. Diagnosa 10 : Inkontinensia Bowel
Definisi : perubahan kebiasaan dalam eliminasi bowel ditandai
dengan pengeluaran produk BAB yang tidak semestinya
Batasan karakteristik :
produk BAB lunak
fecal odor
ketidakmampuan menunda defekasi
ketidakmampuan menahan defekasi
kulit perianal kemerahan
urgency
Faktor yang berhubungan :
tekanan abdominal yang tinggi
diare kronis
kelemahan tonus otot
imobilisasi
ketidakmampuan mengosongkan bowel
kehilangan kontrol spinkter rectal
deficit selfcare dalam eliminasi
NOC:
Bowel elimination
Fluid Balance
Hydration

41

Electrolyte and Acid base Balance


Kriteria Hasil :
Feses berbentuk, BAB sehari sekali- tiga hari
Menjaga daerah sekitar rectal dari iritasi
Tidak mengalami diare
Menjelaskan penyebab diare dan rasional tendakan
Mempertahankan turgor kulit

NIC :

1. Diarhea Management
Evaluasi
efek

samping

pengobatan

terhadap

gastrointestinal
Ajarkan pasien untuk menggunakan obat antidiare
Instruksikan pasien/keluarga untukmencatat warna,

jumlah, frekuenai dan konsistensi dari feses


Evaluasi intake makanan yang masuk
Identifikasi factor penyebab dari diare
Monitor tanda dan gejala diare
Observasi turgor kulit secara rutin
Ukur diare/keluaran BAB
Hubungi dokter jika ada kenanikan bising usus
Instruksikan pasien untukmakan rendah serat, tinggi

protein dan tinggi kalori jika memungkinkan


Instruksikan untuk menghindari laksative
Ajarkan tehnik menurunkan stress
Monitor persiapan makanan yang aman
11. Diagnosa 11 : Kelelahan
Definisi : penurunan kapasitas fisik dan mental sesuai tingkat
kemampuan kerja
Batasan Karakteristik :
penurunan konsentrasi
penurunan libid
penurunan penampila
tidak tertarik terhadap lingkungan
ketidakmampuan mempertahankan tingkat aktivitas fisik

seperti biasanya
ketidakmampuan mempertahankan rutinitas
ketidakmampuan menyimpan energi bahkan setelah tidur
peningkatan keinginan beristirahat
letargi
penurunan energi
capai.

42

Faktor yang berhubungan :


Psikologi
Anemia
status penyakit
malnutrisi
kondisi fisik yang menurun.
NOC :
Endurance
Concentration
Energy conservation
Nutritional status : energy
Kriteria Hasil :
Memverbalisasikan peningkatan energi dan merasa lebih
baik
Menjelaskan penggunaan energi untuk mengatasi kelelahan

NIC :

1. Energy Management
Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan

aktivitas
Dorong anal untuk mengungkapkan perasaan terhadap

keterbatasan
Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
Monitor nutrisi dan sumber energi tangadekuat
Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi

secara berlebihan
Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas
Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
12. Diagnosa 12 : Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan
cemas tentang keadaan yang orang dicintai.
Definisi : pengelolaan dalam menyesuaikan diri yang efektif
anggota keluarga dengan petugas kesehatan, dalam meningkatkan
kesehatan dan pertumbuhan
Batasan karakteristik : menunjukkan keinginan untuk berhubungan
dengan orang lain yang mempunyai permasalahan yang sama,
anggota

keluarga

mampu

menjelaskan

dampak

dari

krisis

petumbuhan
Factor yang berhubungan : kemampuan dalam mengaktualisasi diri.
NOC :

43

Keluarga atau orang penting lain mempertahankan :


suport sistem dan adaptasi terhadap perubahan akan

kebutuhannya

dengan

kriteria

pasien

dan

keluarga

berinteraksi dengan cara yang konstruktif


NIC :
1. Coping Enhancement
Kaji koping keluarga terhadap sakit pasein dan perawatannya
Biarkan keluarga mengungkapkana perasaan secara verbal
Ajarkan kepada keluaraga tentang penyakit dan transmisinya.
13. Diagnosa 13 : Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik
Definisi : Gangguan kemampuan untuk melakukan ADL pada diri
Batasan karakteristik : ketidakmampuan untuk mandi,
ketidakmampuan untuk berpakaian, ketidakmampuan untuk makan,
ketidakmampuan untuk toileting
Faktor yang berhubungan :
Kelemahan
kerusakan kognitif atau perceptual
kerusakan neuromuskular/ otot-otot saraf
NOC :
Self care : Activity of Daily Living (ADLs)
Kriteria Hasil :

Klien terbebas dari bau badan


Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk

melakukan ADLs
Dapat melakukan ADLS dengan bantuan

NIC :
1. Self Care assistane : ADLs
Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang

mandiri.
Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk

kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan.


Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk

melakukan self-care.
Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang

normal sesuai kemampuan yang dimiliki.


Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri
bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.

44

Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian,


untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak

mampu untuk melakukannya.


Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan
aktivitas sehari-hari.

2.3. CANCER
2.3.1. PENGERTIAN CANCER
Kanker adalah penyakit yang menyerang proses dasar
kehidupan sel, mengubah genom sel (komplemen genetik total sel)
dan menyebabkan penyebaran liar dan pertumbuhan sel-sel.
Kanker adalah istilah umum untuk petumbuhan sel tidak
normal(yaitu, tumbuh sangat cepat, tidak terkontrol, dan tidak
berirama) yang dapat menyusup (invasive) dan terus menyebar
melalui jaringan ikat, darah, dan menyerang organ-organ penting
serta syaraf tulang belakang ke jaringan tubuh normal sehingga
mempengaruhi fungsi tubuh. Kanker bukan merupakan penyakit
menular.
Kanker merupakan penyakit atau kelainan pada tubuh sebagai
akibat dari sel sel tubuh yang tumbuh dan berkembang abnormal, di
luar batas dan sangat liar.
2.3.2. ETIOLOGI CANCER
Penyebab kanker biasanya tidak dapat diketahui secara pasti,
karena merupakan gabungan dari sekumpulan faktor, genetik dan
lingkungan. Namun ada beberapa faktor yang diduga meningkatkan resiko
kanker, sebagai berikut
1. Faktor Keturunan
Faktor genetik menyebabkan beberapa keluarga memiliki
resiko lebih tinggi menderita kanker tertentu dibandingkan
keluarga lainnya.
2. Faktor Lingkungan
Merokok meningkatkan resiko terjadinya kanker paru-paru,
mulut, laring (pita suara), dan kandung kemih.Faktor lingkungan
lainnya, yaitu Sinar Ultraviolet matahari serta radiasi ionisasi (yang
45

merupakan karsinogenik) digunakan dalam sinar rontgen dihasilkan


dari pembangkit listrik tenaga nuklir dan ledakan bom atom hingga
menjangkau jarak sangat jauh.
3. Faktor Makanan Berbahan Kimia
Makanan juga dapat menjadi faktor risiko penting lain
penyebab kanker, terutama kanker pada saluran pencernaan. Seperti
makanan junkfood, snack, dan makanan yang mengandung bahan
kimia.
4. Faktor Terserang Virus
Virus yang dicurigai dapat menyebabkan kanker antara lain :
a. Virus Papilloma
b. Virus Sitomegalo
c. Virus Hepatitis B
d. Virus Epstein Bar
e. Virus Retro pada manusia misalnya virus HIV menyebabkan
limfoma dan kanker darah lainnya.
5. Infeksi
Parasit Schistosoma (bilharzia) dapat menyebabkan kanker
kandung kemih karena terjadinya iritasi menahun pada kandung
kemih.
6. Faktor Perilaku
Perilaku yang dimaksud adalah merokok dan mengkonsumsi
makanan yang banyak mengandung lemak dan daging yang
diawetkan juga peminum minuman beralkohol. Selain itu, perilaku
seksual yaitu melakukan hubungan intim diusia dini dan sering
ganti pasangan.
7. Gangguan Keseimbangan Hormonal
Hormon estrogen berfungsi merangsang pertumbuhan sel yang
cenderung mendorong terjadinya kanker, sedangkan progesteron
melindungi terjadinya pertumbuhan sel yang berlebihan.Ada
kecenderungan bahwa kelebihan hormon estrogen dan kekurangan
progesteron menyebabkan meningkatnya risiko kanker payudara,
kanker leher rahim, kanker rahim dan kanker prostat dan buah
zakar pada pria.
8. Faktor Kejiwaan
Stres berat dapat menyebabkan ganggguan keseimbangan
seluler tubuh. Keadaan tegang terus menerus dapat mempengaruhi

46

sel, dimana sel jadi hiperaktif dan berubah sifat menjadi ganas
sehingga menyebabkan kanker.
9. Radikal Bebas
Radikal bebas adalah suatu atom, gugus atom, atau molekul
yang mempunyai electron bebas tidak berpasangan dilingkaran
luarnya. Sumber-sumber radikal bebas yaitu : 1) Radikal bebas
terbentuk sebagai produk sampingan dari proses metabolism; 2)
Radikal bebas masuk ke dalam tubuh dalam bentuk racun-racun
kimiawi dari makanan , minuman, udara yang terpolusi, dan sinar
ultraviolet dari matahari; 3) Radikal bebas diproduksi secara
berlebihan pada waktu kita makan berlebihan (berdampak pada
proses metabolisme) atau bila kita dalam keadaan stress berlebihan,
baik stress secara fsik, psikologis,maupun biologis.
2.3.3. PATOFISIOLOGI CANCER
Patofisiologi Penyakit Kanker adalah kelas penyakit beragam yang
sangat berbeda dalam hal penyebab dan biologisnya.Setiap organisme,
bahkan tumbuhan, bisa terkena kanker.Hampir semua kanker yang dikenal
muncul secara bertahap, saat kecacatan bertumpuk di dalam sel kanker dan
sel anak-anaknya (lihat bagian mekanisme untuk jenis cacat yang umum).
Setiap hal yang bereplikasi memiliki kemungkinan cacat (mutasi).
Kecuali jika pencegahan dan perbaikan kecatatan ditangani dengan baik,
kecacatan itu akan tetap ada, dan mungkin diwariskan ke sel anang/
(daughter cell). Biasanya, tubuh melakukan penjagaan terhadap kanker
dengan berbagai metoda, seperti apoptosis, molekul pembantu (beberapa
polimerase DNA), penuaan/(senescence), dan lain-lain. Namun, metoda
koreksi-kecatatan ini sering kali gagal, terutama di dalam lingkungan yang
membuat kecatatan lebih mungkin untuk muncul dan menyebar.Sebagai
contohnya, lingkungan tersebut mengandung bahan-bahan yang merusak,
disebut dengan bahan karsinogen, cedera berkala (fisik, panas, dan lainlain), atau lingkungan yang membuat sel tidak mungkin bertahan, seperti
hipoksia.Karena itu, kanker adalah penyakit progresif, dan berbagai
kecacatan progresif ini perlahan berakumulasi hingga sel mulai bertindak
berkebalikan dengan fungsi seharusnya di dalam organisme. Kecacatan

47

sel, sebagai penyebab kanker, biasanya bisa memperkuat dirinya sendiri


(self-amplifying), pada akhirnya akan berlipat ganda secara eksponensial.
Sebagai contohnya :
Mutasi dalam perlengkapan perbaikan-kecacatan bisa menyebabkan
sel dan sel anangnya mengakumulasikan kecacatan dengan lebih
cepat.
Mutasi dalam perlengkapan pembuat sinyal (endokrin) bisa
mengirimkan sinyal penyebab-kecacatan kepada sel di sekitarnya.
Mutasi bisa menyebabkan sel menjadi neoplastik, membuat sel
bermigrasi dan dan merusak sel yang lebih sehat.
Mutasi bisa menyebabkan sel menjadi kekal (immortal), lihat
telomeres, membuat sel rusak bisa membuat sel sehat rusak
selamanya.

1.

2.3.4. JENIS - JENIS CANCER


Karsinoma
Merupakan jenis kanker yang berasal dari sel yang
melapisi permukaan tubuh atau permukaan saluran tubuh,
misalnya jaringan epitel seperti sel kulit, testis, ovarium,
kelenjar mukus, sel melanin, payudara, leher rahim, kolon,
rektum, lambung, pankreas, dan esofagus.

2.

Limfoma
Merupakan kanker yang berasal dari jaringan yang
membentuk darah, misalnya jaringan limfe, lakteal, limfa,
berbagai kelenjar limfe, timus dan sumsum tulang.
Limfoma spesifik antara lain adalah penyakit hodgkin
(kanker kelenjar limfe dan limfa)

3.

Leukimia
Leukimia tidak membentuk massa tumor, tetapi
memnuhi pembuluh darah dan mengganggu fungsi sel
darah normal.

4.

Sarkoma

48

Merupakan kanker jaringan penunjang yang berada


di bawah permukaan tubuh seperti jaringan ikat, termasuk
sel sel yang ditemukan diotot dan tulang.
5.

Glioma
Merupakan kanker susunan saraf, misalnya sel sel

6.

glia (jaringan penunjang) disusunan saraf pusat


Karsinoma insitu
Ini adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan
sel epitel abnormal yang masih terbatas di daerah tertentu
sehingga masih dianggap lesi prainvasif (kalian/luka yang
belum menyebur).

2.3.5. LOKASI CANCER


1.

Kanker kolorektal
Tanda dan gejala kanker kolon pada lansia dapat meliputi
perdarahan rektal, darah merah atau hitam dalam feces,
perubahan kebiasaan BAB (konstipasi atau diare, feses yang
mengecil). Tumor dalam kolon kanan dapat menjadi besar dan
dapat menyebabkan nyeri tumpul yang samar samar dan rasa
tidak nyaman pada abdomen. Tumor dalam kolon kiri cenderung
lebih kecil dan lebih berinfiltrasi, dengan perdarahan dan
kemungkinan obstruksi usus.

2.

Kanker paru
Resiko kanker paru 10 kali lebih tinggi pada perokok dari
pada orang yang tidak merokok.Tingginya mortalitas akibat
kanker paru sebagian disebabkan karena diagnosis yang
terlambat, biologis tumor yang agresif, seringnya metastasis ke
otak dan organ organ vital yang lain, dan tidak efektifnya
pengobatan konvensional.Tidak seperti kanker payudara, deteksi
dini kanker paru tidak menjamin kesempatan yang baik untuk
penyembuhan.Gejala batuk yang menetap, batu dengan sputum
berdarah, atau kesulitan bernapas dapat mengindikasikan kanker

49

paru.Keletihan dan kehilangan berat badan secara tiba tiba


sering merupakan gejala dari penyakit yang lebih lanjut.
3.

Kanker payudara
Selain adanya massa, tanda tanda kanker yang lain adalah
retraksi kulit atau adanya lubang kecil pada kulit dan adanya
perubahan kontur payudara dari yang biasanya. Sekresi
serosanguinosa dari puting susu (jarang) pada wanita yang
berusia lebih dari 50 tahun sering dikaitkan dengan kanker
payudara. Pemeriksaan tambahan yang perlu dilakukan jika
ditemukan benjolan atau jika mamogram mecurigakan atau
kedua duanya dapat meliputi aspirasi cairan dari kista,
ultrasonografipada area tersebut, dan biopsi lesi.

4.

Kanker ginekologik
Kanker ovarium sebagai kanker ginekologi yang paling
sering meningkat dengan bertambahnya usia. Faktor resiko yang
berhubungan dengan kanker ini termasuk riwayat keluarga
dengan kanker ovarium dan infertilitas.Pembesaran pinggul dan
rasa tidak nyaman pada abdomen adalah gejala yang mungkin
terjadi pada kanker ovarium.

5.

Kanker prostat
Kanker prostat adalah penyebab kedua kanker pada pria
lansia dan merupakan penyebab ketiga kematian akibat kanker
pada pria yang berusia 65 tahun atau lebih. Gejala gejala tidak
terjadi sampai kanker telah menyerang daerah sekitarnya atau
telah menyebar dan pada umumnya termasuk kesulitan dalam
berkemih, hematuria, dan nyeri punggung atau tulang,

6.

Kanker kulit
Pemeriksaan kulit seseorang secara mandiri dapat berguna
untuk deteksi dini lesi kulit yang mencurigakan yang mungkin
merupakan kanker atau premalignan.Adanya perubahan pada
kulit dan tahi lalat harus dikaji. Kaker kulit yang paling serius
melanoma maligna, lebih mematikan pada lansia dan telah

50

meningkat secara dramatis pada orang yang berusia 65 tahun


dan lebih dalam waktu 20 tahun terakir ini.
7.

Kanker gastrointerstinal
Berbagai macam tumor GI adalah penyebab morbiditas dan
mortalitas yang penting pada populasi lansia.

a. Kanker lambung
Gejala- gejalanya biasanya terjadi setelah penyakit
berada pada tahap lanjut dan termasuk nyeri epigastrik,
penurunan berat badan , rasa penuh pada lambung setelah
makan

sejumlah

kecil

makanan

dan

hematemesis.

Intervensi pembedahan pada umumnya merupakan satu


satunya

kemungkinan

untuk

penyembuhan

kanker

lambung.

b. Kanker pancreas
Penggunaan tembakau dan pankreatitis kronis
adalah faktor resiko yang penting.Penapisan rutin tidak
dianjurkan

dan

gejala

gejala

mungkin

tidak

spesifik.Pembedahan mungkin dapat menyembuhkan,


tetapi kemoterapi dan radiasi lebih sering diguakan untuk
upaya paliatif.
c. Kanker esophagus
Kesulitan menelan dan nyeri epigastrik adalah
gejala potensial dari kanker esophagus. Kanker yang
berhubungan dengan tembakau ini lebih sering terjadi pada
mereka yang berusia 60-an dan 70-an. Intervensi
pembedahan

mungkin

dapat

menyembuhkan

tetapi

sebagian besar pasien mendapatkan kemoterapi atau terapi


radiasi untuk upaya paliatif.
d. Kanker kandung kemih

51

Hematuria, sering berkemih, dan kesulitan dalam


berkemih yang merupakan gejala umum infeksi kandung
kemih, juga dapat menjadi gejala gejala kanker kandung
kemih.Pasien

yang

bergejala

memerlukan

suatu

pemeriksaan termasuk pemeriksaan sistoskopi kandung


kemih, termasuk biopsy.Penggunaan temabakau juga
merupakan faktor resiko untuk kanker ini.
8. Kanker kepala dan leher
Kanker ini sering terjadi pada lansia terutama pada pria
lansia.Konsumsi alkohol dan penggunaan tembakau merupakan
faktor resiko yang penting.Pengkajian rongga mulut sangat
penting. Kesulitan menelan, suara serak, massa pada leher, atau
terjadinya lesi baru dalam daerah mulut harus dikaji lebih lanjut.
Pembedahan dan terapi radiasi mungkin menyembuhkan tetapi
dapat mengakibatkan morbiditas dan distsres psikologis yang
signifikan.
2.3.6. TANDA DAN GEJALA CANCER
Gejala umum kanker biasanya tergantung pada jenis, tempat dan
stadium kanker. Dari sini kemudian, gejala umum kanker adalah sebgai
berikut :
a. Pembengkakan pada organ tubuh yang terkena ( misal ada
benjolan di payudara, diperut.
b. Terjadi perubahan warna (misal perubahan warna tahi lalat)
c. Demam kronis
d. Terjadinya batuk kronis (terutama kanker paru) atau perubahan
suara (pada kanker leher).
e. Terjadinya perubahan pada sistem pencernaan/ kandung kemih
(misal perubahan pola BAB, BAB berdarah,dsb)
f. Penurunan nafsu makan dan berat badan.
g. Keluarnya cairan atau darah tidak normal (misal keluar cairan
abnormal dari puting payudara).
Sedangkan dilihat dari penyebabnya, komplikasi akibat kanker dibagi 3
yaitu :

52

a) Akibat langsung kanker (misalnya, sumbatan saluran cerna pada


kanker usus, patah tulah pada kanker tulang, dst)
b) Akibat tidak langsung (misalnya, demam, penuruna berat badan,
anemia, penurunan kekebalan tubuh, dsb)
c) Akibat pengobatan (misalnya, pembengkakan akiba sumbatan
kelenjar getah bening pada radiasi kanker payudara, gangguan
saraf tepi, penurunan kadar sel darah, kebotakan pada kemoterapi)
2.3.7. PENATALAKSANAAN CANCER
1. Kemoterapi
Penggunaan obat anti kanker yang bertujuan mematikan sel kanker
Indikasi dan prinsip :
a. Sebanyak mungkin mematikan sel kanker seminimal mungkin
mengganggu sel normal.
b. Dapat digunakan untuk : pengobatan, pengendalian, paliatif.
c. Jangan diberikan jika bahaya/komplikasinya lebih besar dari
manfaatnya.
d. Obat kemotherapi umumnya sangat toksik, teliti/cermat
evaluasi kondisi pasien
Kompilaksinya :
1) Efek samping :
nausea, vomiting
alopecia
rasa (pengecap) menurun
mucositis
2) Toksik :
hematologik : depresi sumsum tulang, anemia
ginjal, hepar.
2. Radiotherapy
a. Menggunakan X-ray atau radiopharmaceuticals (radionuclides).
b. Terapi radiaisi eksternal yaitu pengobatan noninvasive dan mungkin
lebih sering disarankan untuk lansia lemah yang tidak mampu
menjalani pembedahan. (Buku Ajar Keperawatan Gerontik,2006)
3. Pembedahan
Pembedahan dapat digunakan sebagai upaya kuratif atau
digunakan untuk meingkatkan kualitas hidup. Pembedahan kurang
menimbulkan debilitasi dari pada kemoterapi atau terapi radiasi untuk
pasien yang cukup sehat utnuk menjalani anastesi dan hanya merupakan
satu satunya terapi untuk banyak lansia dengan kanker. (Buku Ajar
Keperawatan Gerontik,2006)

53

4. Immunoterapi
Immunoterapi yang disebut juga terapi biologis merupakan jenis
pengobatan kanker yang relative baru. Sekalipun demikian diperkirakan
akan segera maju pesat dan menjadi andalan para dokter dalam upaya
penyembuhan kanker secara total.
Tidak beda dengan imunisasi pada umumnya, immunoterapi
bertujuan untuk meningkatkan kekebalan tubuh guna melawan sel sel
kanker. Ada tiga macam immunoterapi, yaitu aktif (vaksin kanker),
pasif, dan terapi adjuvant.
5. Terapi gen
Terapi gen dilakukan dengan beberapa cara yaitu :
a. Mengganti gen yang rusak atau hilang.
b. Menghentikan kerja gen yang bertanggung jawab terhadap
pembentukan sel kanker.
c. Menambahkan gen yang membuat sel kanker lebih mudah
dideteksi dan di hancurkan oleh system kekebalan tubuh,
kemoterapi, maupun radioterapi.
d. Menghentikan kerja gen yang memicu pembuatan pembuluh
darah baru di jaringan kanker sehingga sel sel kankernya
mati.
Pemeriksaan :
a. Pemindaian/scanning (misalnya pemindaian hati atau tulang)
b. Pewarnaan terhadap jaringan sehingga bila ada kanker jaringan
c.
d.
e.
f.

patologis dapat diketahui.


CT (Computed Tomography)
MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Mediastinoskopi
Biopsi sumsum tulang, yaitu pengambilan sample jaringan

tubuh.
g. Endoskopi, untuk melihat kanker di bagian dalam tubuh
manusia
2.3.8. ASUHAN KEPERAWATAN CANCER
A. PENGKAJIAN
1) Identitas
Kanker sering didiagnosis pada orang orang yang berusia 65
tahun atau lebih. Kejadian kanker sering di derita pada wanita di
bandingkan pria.
2) Keluhan utama

54

keluhan biasanya disesuaikan dengan jenis dan lokasi kanker


yang dialami oleh klien.
3) Riwayat penyakit sekarang
Gejala kanker yang dialami klien pada umumnya adalah sebagai
berikut : emam kronis, Terjadinya batuk kronis (terutama kanker
paru) atau perubahan suara (pada kanker leher).Terjadinya
perubahan pada sistem pencernaan/ kandung kemih, Penurunan
nafsu makan dan berat badan, Keluarnya cairan atau darah tidak
normal.
4) Riwayat penyakit dahulu
Untuk mengetahui apakah klien pernah menderita kanker
sebelumnya atau pernah melakukan program terapi / pengobatan
kanker
5) Riwayat penyakit keluarga
Untuk mengetahui apakah dalam keluarganyaada yang menderita
kanker seperti yang dialami klien saat ini. Karena bila ada
keluarga ada yang menderita kanker, resiko tinggi untuk
keturunannya.
6) Pemeriksaan fisik
a) sistem integument:
Perhatikan: nyeri, bengkak, flebitis, ulkus.
Inspeksi kemerahan & gatal, eritema
Perhatikan pigmentasi kulit
Kondisi gusi, gigi, mukosa & lidah
b) System gastrointerstinal
Kaji frekwensi, mulai, durasi,

berat

ringannya mual & muntah setelah pemberian

kemotherapi
Observasi perubahan keseimbangan cairan

& elektrolit
Kaji diare & konstipasi
Kaji anoreksia
Kaji : jaundice, nyeri abdomen kuadran atas

kanan
c) System hematopoetik
1.
Kaji Netropenia
Kaji tanda infeksi
Auskultasi paru
Perhatikan batuk produktif & nafas dispnoe

55

Kaji suhu
Kaji Trombositopenia : <>
Kaji Anemia
Warna kulit, capilarry refill
Dispnoe, lemah, palpitasi, vertigo
d) Sistem Respiratorik & Kardiovaskular
Kaji terhadap fibrosis paru yang ditandai
2.
3.

: Dispnoe, kering, batuk non produktif


terutama bleomisin
Kaji tanda CHF
Lakukan pemeriksaan EKG
e) Sistem Neuromuskular
Perhatikan adanya perubahan aktifitas
motorik
Perhatikan adanya parestesia
Evaluasi refleks
Kaji ataksia, lemah, menyeret kaki
Kaji gangguan pendengaran
Diskusikan ADL
f) Sistem Genitourinari
Kaji frekwensi BAK
Perhatikan bau, warna, kekeruhan urine
Kaji : hematuria, oliguria, anuria
Monitor BUN, kreatinin
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.
Nyeri (akut) berhubungan dengan proses penyakit
(penekanan/kerusakan jaringan syaraf, infiltrasi sistem
suplay syaraf, obstruksi jalur syaraf, inflamasi), efek
samping therapi kanker ditandai dengan klien mngatakan
nyeri, klien sulit tidur, tidak mampu memusatkan perhatian,
b.

ekspresi nyeri, kelemahan.


Gangguan nutrisi (kurang

dari

kebutuhan

tubuh)

berhubungan dengan hipermetabolik yang berhubungan


dengan

kanker,

konsekwensi

khemotherapi,

radiasi,

pembedahan (anoreksia, iritasi lambung, kurangnya rasa


kecap,

nausea),

emotional

distress,

fatigue,

ketidakmampuan mengontrol nyeri

56

c.

Resiko tinggi kurangnya volume cairan berhubungan


dengan output yang tidak normal (vomiting, diare),

d.

hipermetabolik, kurangnya intake


Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan tubuh sekunder dan sistem imun (efek

e.

kemotherapi/radiasi), malnutrisi, prosedur invasive


Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan efek radiasi dan kemotherapi, deficit imunologik,

f.

penurunan intake nutrisi dan anemia


Cemas / takut berhubungan dengan situasi krisis (kanker),
perubahan kesehatan, sosio ekonomi, peran dan fungsi,
bentuk interaksi, persiapan kematian, pemisahan dengan

keluarga
C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
a.
Diagnosa 1 : Nyeri (akut) berhubungan dengan proses
penyakit (penekanan/kerusakan jaringan syaraf, infiltrasi
sistem suplay syaraf, obstruksi jalur syaraf, inflamasi), efek
samping therapi kanker ditandai dengan klien mngatakan
nyeri, klien sulit tidur, tidak mampu memusatkan perhatian,
ekspresi nyeri, kelemahan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 224 jam
nyeri berkurang
Kriteria hasil :
Klien mampu mengontrol rasa nyeri melalui aktivitas.
Melaporkan nyeri yang dialaminya. Mengikuti program
pengobatan.

Mendemontrasikan

tehnik

relaksasi

dan

pengalihan rasa nyeri melalui aktivitas yang mungkin.


Intervensi :
1. Tentukan riwayat nyeri, lokasi, durasi dan intensitas
Memberikan

informasi

yang

diperlukan

untuk

merencanakan asuhan
2. Evaluasi therapi: pembedahan, radiasi, khemotherapi,
biotherapi, ajarkan klien dan keluarga tentang cara
menghadapinya.
Untuk mengetahui terapi yang dilakukan sesuai atau
tidak, atau malah menyebabkan komplikasi.

57

3. Berikan pengalihan seperti reposisi dan aktivitas


menyenangkan seperti mendengarkan musik atau
nonton TV.
Untuk meningkatkan kenyamanan dengan mengalihkan
perhatian klien dari rasa nyeri.
4. Menganjurkan tehnik penanganan

stress

(tehnik

relaksasi, visualisasi, bimbingan), gembira, dan berikan


sentuhan therapeutik.
Meningkatkan kontrol diri atas efek samping dengan
menurunkan stress dan ansietas.
5. Evaluasi nyeri, berikan pengobatan

bila

perlu.

Untuk mengetahui efektifitas penanganan nyeri, tingkat


nyeri

dan

sampai

sejauhmana

klien

mampu

menahannya serta untuk mengetahui kebutuhan klien


akan obat-obatan anti nyeri.
6. Diskusikan penanganan nyeri dengan dokter dan juga
7.
b.

dengan klien. Agar terapi yang diberikan tepat sasaran.


Berikan analgetik sesuai indikasi seperti morfin,

methadone, narkotik dll. Untuk mengatasi nyeri.


Diagnosa 2 : Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan
tubuh)

berhubungan

dengan

hipermetabolik

yang

berhubungan dengan kanker, konsekwensi khemotherapi,


radiasi, pembedahan (anoreksia, iritasi lambung, kurangnya
rasa

kecap,

nausea),

emotional

distress,

fatigue,

ketidakmampuan mengontrol nyeri


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 224 jam
kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil : Klien menunjukkan berat badan yang
stabil, hasil lab normal dan tidak ada tanda malnutrisi.
Menyatakan pengertiannya terhadap perlunya intake yang
adekuat. Berpartisipasi dalam penatalaksanaan diet yang
berhubungan dengan penyakitnya.
Intervensi :
1.
Monitor intake makanan setiap hari, apakah klien
makan sesuai dengan kebutuhannya.
Memberikan informasi tentang status gizi klien.

58

2.

Timbang dan ukur berat badan, ukuran triceps serta


amati penurunan berat badan.
Memberikan informasi tentang penambahan dan

3.

penurunan berat badan klien.


Kaji pucat, penyembuhan luka yang lambat dan

4.

pembesaran kelenjar parotis.


Menunjukkan keadaan gizi klien sangat buruk.
Anjurkan klien untuk mengkonsumsi makanan tinggi
kalori dengan intake cairan yang adekuat. Anjurkan

5.

pula makanan kecil untuk klien.


Kalori merupakan sumber energi.
Kontrol faktor lingkungan seperti bau busuk atau
bising. Hindarkan makanan yang terlalu manis,
berlemak dan pedas.
Mencegah mual muntah,

distensi

berlebihan,

dispepsia yang menyebabkan penurunan nafsu makan


serta mengurangi stimulus berbahaya yang dapat
6.

meningkatkan ansietas.
Ciptakan suasana makan

7.

misalnya makan bersama teman atau keluarga


Agar klien merasa seperti berada dirumah sendiri.
Anjurkan tehnik relaksasi, visualisasi, latihan
moderate sebelum makan.
Untuk
menimbulkan

8.

yang

menyenangkan

perasaan

makan/membangkitkan selera makan.


Anjurkan komunikasi terbuka tentang

ingin
problem

anoreksia yang dialami klien. Agar dapat diatasi


secara bersama-sama (dengan ahli gizi, perawat dan
9.

klien).
Amati studi laboratorium seperti total limposit, serum
transferin dan albumin
Untuk mengetahui/menegakkan terjadinya gangguan
nutrisi sebagi akibat perjalanan penyakit, pengobatan

10.

dan perawatan terhadap klien.


Berikan pengobatan sesuai indikasi Phenotiazine,
antidopaminergic, corticosteroids, vitamins khususnya
A,D,E dan B6, antacid.

59

Membantu menghilangkan gejala penyakit, efek


11.

samping dan meningkatkan status kesehatan klien.


Pasang pipa nasogastrik untuk memberikan makanan
secara

enteral,

imbangi

dengan

infus.

Mempermudah intake makanan dan minuman dengan


c.

hasil yang maksimal dan tepat sesuai kebutuhan.


Diagnosa 3: Resiko tinggi kurangnya volume cairan
berhubungan dengan output yang tidak normal (vomiting,
diare), hipermetabolik, kurangnya intake
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 124 jam
kebutuhan

cairan

terpenuhi.

Kriteria hasil: Klien menunjukkan keseimbangan cairan


dengan tanda vital normal,- membran mukosa normal,
turgor kulit bagus, capilarry ferill normal, urine output
normal.
Intervensi :
1.
Monitor intake dan output termasuk keluaran yang
tidak normal seperti emesis, diare, drainase luka.
Hitung keseimbangan selama 24 jam.
Pemasukan oral yang tidak adekuat
2.

3.

dapat

menyebabkan hipovolemia.
Timbang berat badan jika diperlukan.
Dengan memonitor berat badan dapat diketahui bila
ada ketidakseimbangan cairan.
Monitor vital signs. Evaluasi pulse peripheral,
capilarry refil.
Tanda-tanda hipovolemia segera diketahui dengan
adanya takikardi, hipotensi dan suhu tubuh yang

4.

meningkat berhubungan dengandehidrasi.


Kaji turgor kulit dan keadaan membran mukosa. Catat
keadaan kehausan pada klien.
Dengan mengetahui tanda-tanda dehidrasi dapat

5.

mencegah terjadinya hipovolemia.


Anjurkan intake cairan samapi 3000 ml per hari sesuai
kebutuhan individu.
Memenuhi kebutuhan cairan yang kurang.

60

6.

Observasi kemungkinan perdarahan seperti perlukaan


pada membran mukosa, luka bedah, adanya ekimosis
dan pethekie.
Segera diketahui adanya perubahan keseimbangan

7.

volume cairan.
Hindarkan trauma dan tekanan yang berlebihan pada
luka

8.

bedah.

Mencegah terjadinya perdarahan.


Kolaboratif berikan cairan IV bila diperlukan.

Memenuhi kebutuhan cairan yang kurang.


Berikan therapy antiemetik.
Mencegah/menghilangkan mual muntah.
Diagnosa 4 : Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan

9.
d.

tidak adekuatnya pertahanan tubuh sekunder dan sistem


imun (efek kemotherapi/radiasi), malnutrisi, prosedur
invasive
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
224 jam resiko infeksi berkurang
Kriteria hasil : Klien mampu mengidentifikasi dan
berpartisipasi dalam tindakan pecegahan infeksi. Tidak
menunjukkan tanda-tanda infeksi dan penyembuhan luka
berlangsung
1.

Intervensi :s
Cuci tangan

normal
sebelum

melakukan

tindakan.

Pengunjung juga dianjurkan melakukan hal yang

2.
3.
4.
5.

sama.
Mencegah terjadinya infeksi silang.
Jaga personal hygine klien dengan baik.
Menurunkan/mengurangi adanya organisme hidup.
Monitor temperatur.
Peningkatan suhu merupakan tanda terjadinya infeksi
Kaji semua sistem untuk melihat tanda-tanda infeksi.
Mencegah/mengurangi terjadinya resiko infeksi
Hindarkan/batasi prosedur invasif dan jaga aseptik
prosedur.

6.
7.

Mencegah terjadinya infeksi.


Monitor CBC, WBC, granulosit, platelets.
Segera dapat diketahui apabila terjadi infeksi
Berikan antibiotik bila diindikasikan

61

Adanya indikasi yang jelas sehingga antibiotik yang


diberikan dapat mengatasi organisme penyebab
infeksi.
e. Diagnosa 5 : Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
efek radiasi dan kemotherapi, deficit imunologik, penurunan intake nutrisi
dan anemia
Tujuan : sdetelah dilakukan tiindakan keperawatan selama
124 jam resiko kerusakan integritas kulit berkurang
Kriteria hasil : Klien dapat mengidentifikasi intervensi
yang berhubungan dengan kondisi spesifik. Berpartisipasi
dalam

pencegahan

komplikasi

dan

percepatan

penyembuhan.
Intervensi :
1. Kaji integritas kulit untuk melihat adanya efek
samping therapi kanker, amati penyembuhan luka.
Memberikan informasi untuk perencanaan asuhan dan
mengembangkan identifikasi awal terhadap perubahan
integritas kulit.
2. Anjurkan klien untuk tidak menggaruk bagian yang
gatal.
Menghindari perlukaan yang dapat menimbulkan
infeksi.
3. Ubah posisi klien secara teratur.
Menghindari penekanan yang terus menerus pada
suatu daerah tertentu.
4. Berikan advise pada klien untuk menghindari
pemakaian

cream

kulit,

minyak,

bedak

tanpa

rekomendasi dokter.
Mencegah trauma berlanjut pada kulit dan produk
f.

yang kontra indikatif


Diagnosa 6 : Cemas / takut berhubungan dengan situasi krisis (kanker),
perubahan kesehatan, sosio ekonomi, peran dan fungsi, bentuk interaksi,
persiapan kematian, pemisahan dengan keluarga
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
124 jam cemas yang dirasakan klien berkurang
Kriteria hasil : Klien dapat mengurangi rasa cemasnya.

62

Rileks dan dapat melihat dirinya secara obyektif.


Menunjukkan

koping

yang

efektif

serta

mampu

berpartisipasi dalam pengobatan.


Intervensi :
1. Tentukan pengalaman klien sebelumnya terhadap
penyakit yang dideritanya.
Data-data mengenai pengalaman klien sebelumnya
akan memberikan dasar untuk penyuluhan dan
menghindari adanya duplikasi
2. Berikan informasi tentang prognosis secara akurat.
Pemberian informasi dapat membantu klien dalam
memahami proses penyakitnya.
3. Beri kesempatan pada klien untuk mengekspresikan
rasa marah, takut, konfrontasi. Beri informasi
dengan emosi wajar dan ekspresi yang sesuai.
Dapat menurunkan kecemasan klien
4. Jelaskan pengobatan, tujuan dan efek samping.
Bantu klien mempersiapkan diri dalam pengobatan.
Membantu klien dalam memahami kebutuhan untuk
pengobatan dan efek sampingnya.
5. Catat koping yang tidak efektif seperti kurang
interaksi sosial, ketidak berdayaan dll.
Mengetahui dan menggali pola koping klien serta
mengatasinya/memberikan
meningkatkan

kekuatan

solusi

dalam

dalam

upaya

mengatasi

kecemasan.
6. Anjurkan untuk mengembangkan interaksi dengan
support system.
Agar klien memperoleh dukungan dari orang yang
terdekat/keluarga.
7. Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman.

63

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Imunologi adalah ilmu yang luas, yang mencakup peneitian dasar
sampai dengan aplikasi klinis . imunologi mempelajari antigen,
antibody dan fungsi pertahanan tubuh penjamu yang diperantai oleh
sel, terutma yang berhubungan dengan imunitas terhadap penyakit,
reaksi biologis hipersensitif, lergi dan penolakan jarinfgan asing.
Human Imunodeficiency Virus (HIV) adalah sejenis retrovirus yang
termasuk dalam family lintavirus, retrovirus memiliki kemampuan
menggunakan RNA nya dan DNA penjamu untuk membentuk virus
DNA dan dikenali selama masa inkubasi yang panjang. Seperti
retrovirus lainnya
AIDS adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler
pada seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat
menerangkan tejadinya defisiensi, tersebut seperti keganasan, obatobat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan
sebagainya
Kanker adalah istilah umum untuk petumbuhan sel tidak
normal(yaitu, tumbuh sangat cepat, tidak terkontrol, dan tidak
berirama) yang dapat menyusup (invasive) dan terus menyebar
melalui jaringan ikat, darah, dan menyerang organ-organ penting
serta syaraf tulang belakang ke jaringan tubuh normal sehingga
mempengaruhi fungsi tubuh. Kanker bukan merupakan penyakit
menular.
3.2 Saran

64

Anda mungkin juga menyukai