Anda di halaman 1dari 26

IMUNOLOGI DASAR

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Biologi


Reproduksi Dalam Praktik Kebidanan yang dibimbing oleh dr. Hesly
Junaedi, M.Biomed

Disusun oleh :

Kelompok 4
Cut Desya Saiayu 40722058
Dewi Fitriana Sari 40722063
Intan Puspita Dewi 40722070
Putri Oktaviani 40722082

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN FARMASI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat-Nya dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah singkat tepat pada waktunya.
Adapun judul dari makalah ini adalah “Imunologi Dasar”. Tim penulis berharap
makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca tentang
imunologi dasar.

Pada kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada


semua pihak yang telah memberikan kami semangat dan motivasi dalam
pembuatan tugas makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam menulis makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun diharapkan dapat
membuat makalah ini menjadi lebih baik serta bermanfaat bagi penulis dan
pembaca.

Jakarta, 17 Oktober 2022

Tim Penulis

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar 1
Daftar Isi 2
Daftar Gambar 3
Bab I Pendahuluan 4
1.1. Latar Belakang 4
1.2. Rumusan Masalah 4
1.3. Tujuan 5
1.4. Manfaat 5
Bab II Pembahasan 6
2.1. Definisi dan Konsep Dasar Imunologi 6
2.2. Sel, Jaringan dan Organ dalam Sistem Imun 6
A. Sel-sel dalam Sistem Imun 6
B. Jaringan dan Organ dalam Sistem Imun 12
2.3. Respon Imun 17
A. Respon Imun Bawaan (Innate Immune Responsse) 18
B. Respon Imun Didapat (Adaptive Immune Responsse) 20
2.4. Imunitas Humoral dan Seluler 20
Bab III Penutup 23
3.1. Kesimpulan 23
3.2. Saran 24
Daftar Pustaka 25

2
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Lokasi dan Jenis Sel-Sel dalam Sistem Imun


Gambar 2.2. Perbedaan Molekul pada Membran Limfosit B dan T (TH dan TC)
Gambar 2.3. Tahapan Aktivasi Limfosit B dan T
Gambar 2.4. Morfologi Monosit dan Makrofag
Gambar 2.5. Tahapan Gafositosis Bakteri oleh Makrofag
Gambar 2.6. Morfologi Granulosit
Gambar 2.7. Sel Dendritik berasal dari jalur myeloid dan lymfoid.
Gambar 2.8. Jaringan dan Organ yang berperan dalam Sistem Imun
Gambar 2.9. Diagram potongan melintang bagian organ timus
Gambar 2.10. Pembuluh Limfatik
Gambar 2.11. Struktur Nodus Limfe
Gambar 2.12. Struktur Limpa
Gambar 2.13. Mekanisme Respons Inflamasi
Gambar 2.14. Gambaran imunitas seluler dan humoral
Gambar 2.15. Struktur umum dari 5 kelas utama Immunoglobulin (Ig)

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Imunologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang imunitas atau
kekebalan akibat adanya rangsangan molekul asing dari luar maupun dari dalam
tubuh manusia. Manusia memiliki sistem pelacakan dan penjagaan terhadap benda
asing yang dikenal dengan sistem imun, dimana akan melindungi tubuh terhadap
penyebab penyakit, patogen seperti virus, bakteri, parasit, dan jamur. Sistem imun
dibutuhkan tubuh untuk mempertahankan keutuhannya terhadap bahaya yang
dapat ditimbulkan bahan dalam lingkungan hidup. Sistem imun dapat dibagi
menjadi sistem imun non-spesifik dan spesifik.
Sistem imun nonspesifik bekerja cepat dan siap mencegah mikroba masuk
ke dalam tubuh (Bratawidjaya, 2012). Sistem imun spesifik bekerja spesifik
karena respon terhadap setiap jenis mikroba berbeda dan harus mengenal dahulu
jenis mikroba yang akan ditangani. Oleh karena itu, sistem imun ini bekerja agak
lama untuk memberikan perlindungan (Bratawidjaya, 2012). Komponen dari
sistem imun non-spesifik terdiri dari sel-sel fagosit yaitu sel-sel polimorfonuklear
dan makrofag serta sel natural killer (NK). Salah satu upaya tubuh untuk
mempertahankan diri terhadap masuknya antigen bakteri, adalah menghancurkan
bakteri bersangkutan secara non-spesifik dengan proses fagositosis, tanpa
mempedulikan perbedaan yang ada di antara substansi-substansi asing. Dalam hal
ini leukosit yang termasuk fagosit memegang peran yang amat penting, khususnya
makrofag. Supaya terjadinya fagositosis, partikel bakteri harus melekat pada
permukaan fagosit. Agar fagosit tersebut bergerak menuju sasaran antigen,
makrofag akan bergerak ke arah antigen yang dimungkinkan berkat dilepaskannya
zat atau mediator yang disebut kemotaktik yang berasal dari bakteri. Selanjutnya
partikel bakteri masuk ke dalam sel dengan cara endositosis dan oleh proses
pembentukan fagosom ia terperangkap dalam kantong fagosom seolah-olah
ditelan untuk kemudian dihancurkan (Roitt, 2002).

1.2. Rumusan Masalah


A. Apa itu imunologi?
B. Apa saja sel, jaringan dan organ yang terdapat dalam sistem imun?
C. Bagaimana respon imun dapat bekerja dalam melawan mikroorganisme di
dalam tubuh?
D. Bagaimana perbedaan antara imunitas humoral dan seluler?

4
1.3. Tujuan
A. Menjelaskan definisi dan konsep dasar imunologi
B. Memaparkan bagian sel, jaringan dan organ yang terdapat dalam sistem
imun
C. Menjelaskan mengenai respon imun
D. Menjelaskan mengenai imunitas humoral dan seluler

1.4. Manfaat
Makalah ini bisa dimanfaatkan untuk menambah pengetahuan dan wawasan,
bahan pembelajaran, baik kepada penulis maupun kepada pembaca.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi dan Konsep Dasar Imunologi


Bahasan sebelumnya telah mengulas bahwa pada awalnya imunologi
didefinisikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tentang perlindungan terhadap
penyakit dan infeksi. Sistem ini terdiri dari organ khusus seperti sumsum tulang
dan kelenjar timus serta organ limfoid yang dirancang untuk menyaring dan
memberi respons terhadap patogen yang memasuki jaringan tubuh. Leukosit atau
sel darah putih dan sejumlah molekul lain saling bekerja sama untuk mengenali
patogen secara spesifik dan mengeliminasinya.
Secara fungsional, respons imun terbagi dalam 2 aktivitas yang
berhubungan erat, yaitu pengenalan terhadap patogen dan respons efektor.
Pengenalan terhadap patogen terjadi karena sel-sel dan molekul dalam sistem
imun memiliki kemampuan mengenali perbedaan kimia sederhana yang
membedakan antara satu patogen dengan patogen lain. Sistem ini juga secara
normal dapat membedakan antara molekul asing dengan sel tubuh (self-nonself).
Pada saat sel mengenali mikroorganisme asing, sistem imun kemudian akan
merekrut sejumlah sel dan molekul untuk merespons dengan sel efektor, yang
kemudian akan mengeliminir atau menetralisir organisme tersebut. Paparan
selanjutnya dari mikroorganisme yang sama akan menyebabkan terbentuknya sel
memori, yang ditandai cepatnya respons dan meningkatnya reaksi imun untuk
mengeliminasi patogen serta mencegah terjadinya penyakit.

2.2. Sel, Jaringan dan Organ dalam Sistem Imun


Sistem imun terdiri dari berbagai organ dan jaringan tubuh. Berdasarkan
fungsinya, organ-organ ini dapat diklasifikasikan menjadi organ limfoid primer
dan sekunder. Organ limfoid primer menyediakan lingkungan mikro untuk
perkembangan dan maturasi sel limfosit. Sementara organ limfoid sekunder
merupakan tempat antigen ditangkap dari jaringan atau pembuluh darah sehingga
limfosit matur di organ tersebut dapat berinteraksi dengan antigen tadi. Pembuluh
darah dan sistem limfatik menghubungkan organ-organ ini.
A. Sel-sel dalam Sistem Imun
Leukosit atau sel darah putih berperan penting dalam respons imun
dan dapat dijumpai dalam sirkulasi darah dan limfe serta pada organ
limfoid. Sel darah putih ini terdiri atas sel-sel dari jalur
limfoid/mononuklear dan granulosit. (gambar 2.1)

6
Gambar 2.1 Lokasi dan Jenis Sel-Sel dalam Sistem Imun
(Sumber: Introductory Immunologi, jeffret K. Actor, 2014,p.9)

1. Sel-sel Limfoid/Mononuklear
Sel limfosit dan monosit termasuk dalam sel mononuklear. Sel
limfosit menyusun 20-40% leukosit di dalam tubuh dan 99% limfosit
berada dalam pembuluh limfe. Terdapat sekitar 1011 limfosit (tergantung
pada ukuran tubuh dan usia: ~1010-1012 limfosit) di dalam tubuh
seseorang. Sel limfosit berada dalam sirkulasi darah dan limfe serta
mampu melakukan migrasi ke jaringan dan organ limfoid.
Berdasarkan fungsi dasarnya dan komponen pada membran selnya,
sel limfosit terbagi dalam 3 sub populasi, yaitu sel B, sel T, dan sel natural
killer (sel NK). Sel NK berukuran besar dan termasuk limfosit bergranula
yang tidak memiliki penanda (marker) pada permukaan selnya seperti pada
sel limfosit T dan B. Sel limfosit B dan T dalam fase tidak aktif (disebut
juga senaif, karena belum berinteraksi terhadap antigen tertentu) berukuran
kecil, bersifat motil, non fagositik, dan tidak dapat dibedakan secara
morfologi. Limfosit naif berdiameter sekitar 6 µm, dengan kromatin padat,
sedikit mitokondria, dan retikulum endoplasma serta apparatus golgi yang
belum berkembang baik. Masa hidupnya juga singkat. Adanya interaksi
limfosit naif dengan antigen (dibantu adanya sitokin), membuat limfosit
menjalani siklus sel sehingga terjadi pembesaran diameter menjadi 15 µm
(disebut limfoblas), dengan rasio sitoplasma : nukleus yang besar dan
memiliki organel yang kompleks dibandingkan limfosit naif. Limfoblas
berproliferasi dan kemudian berdiferensiasi menjadi sel efektor yang
berfungsi mengeliminasi patogen, atau menjadi sel memori.
Sel efektor memiliki masa hidup yang relatif singkat, umumnya
berkisar antara beberapa hari hingga beberapa minggu. Sel efektor dari
jalur sel limfosit B adalah sel plasma, yang merupakan sel penghasil
antibodi. Sementara sel efektor dari jalur sel limfosit T meliputi sel
T-helper yang mensekresikan sitokin (sel TH) dan sel limfosit T sitotoksik
(sel TC). Beberapa progeni dari limfoblas B dan T berdiferensiasi menjadi
sel memori, yang bertanggung jawab dalam imunitas jangka panjang
terhadap patogen. Sel memori ini terlihat seperti limfosit berukuran kecil,

7
namun dapat dibedakan dari sel limfosit naif dengan melihat ada atau
tidaknya molekul tertentu pada membran selnya.

a. Sel Limfosit B
Disebut sel limfosit B karena tempat pematangan sel
limfosit ini terjadi di bursa fabricius pada burung, atau pada
sumsum tulang belakang (bone marrow) pada mamalia,
termasuk manusia dan tikus. Sel B matur berbeda dari limfosit
lain karena adanya molekul immunoglobulin pada permukaan
membran selnya yang berfungsi sebagai reseptor antigen
(gambar 2.2). Terdapat sekitar 1.5x 105 molekul antibodi pada
setiap 1 membran sel B, yang memiliki tempat ikatan untuk
antigen. Interaksi antara antigen dan antibodi pada sel B matur
akan menyebabkan aktivasi dan diferensiasi klon sel B. Sel B
akan membelah berulang kali dan berdiferensiasi lebih dari 4-5
periode, menghasilkan sejumlah sel plasma dan sel memori.

Gambar 2.2 Perbedaan Molekul pada Membran Limfosit B dan T (TH


dan TC)
(Sumber: Kuby Immunology 8th Edition, 2019, p.10)

b. Sel Limfosit T
Disebut sel limfosit T karena tempat maturasi sel ini
berlangsung di kelenjar timus. Seperti sel B, sel limfosit T
memiliki reseptor antigen pada membrannya. Namun reseptor
antigen pada sel T tidak dapat mengenali antigen bebas.
Reseptor sel T (TCR, T-cell receptor) hanya mengenali antigen
yang terikat pada molekul yang dikode oleh gen dalam
kompleks histokompatibiliti utama (MHC, Major
Histocompatibility Complex). Sehingga ini menjadi dasar
perbedaan sistem imun humoral dan seluler, yaitu kemampuan
sel B untuk mengikat antigen larut yang bebas, sementara sel T
hanya bisa berikatan dengan antigen yang ditunjukkan oleh sel
tubuh lainnya, baik oleh sel APC (Antigen presenting cells),
sel yang terinfeksi virus, sel kanker atau graft.

8
Gambar 2.3 Tahapan Aktivasi Limfosit B dan T
(Sumber: Basic Immunology 5th Ed, Abdul k. Abbas etc.., 2016, p.13)

c. Sel NK (Natural Killer)


Sel NK pertama kali ditemukan pada tahun 1976. Sel
ini berukuran besar, merupakan limfosit bergranula yang
memiliki aktivitas sitotoksik melawan sel tumor. Sel NK
berperan penting dalam pertahanan tubuh melawan sel tumor
dan sel yang terinfeksi virus. Sel ini menyusun 5-10% limfosit
dalam darah perifer tubuh kita, tanpa molekul spesifik pada
membrannya dan reseptor yang membedakan jalur B atau T.
Meskipun sel NK tidak memiliki reseptor sel T atau
immunoglobulin pada membran plasmanya, sel ini mampu
mengenali sel target yang potensial dengan 2 cara berbeda.
Pada beberapa kasus, sel NK menggunakan reseptor sel
NK untuk mengidentifikasi abnormalitas, misalnya
berkurangnya molekul MHC I dan profil antigen yang tidak
lazim pada sel tumor dan sel yang terinfeksi virus. Cara
lainnya adalah sel NK mengenali sel target yang potensial
dengan adanya antibodi antivirus atau antitumor pada
permukaan sel target. Hal ini karena sel NK juga
mengekspresikan CD16, suatu reseptor membran yang
berikatan dengan antibodi dan dapat menghancurkan sel target
lewat suatu proses yang disebut dengan sitoksisitas yang
dimediasi oleh antibodi (ADCC, antibody-dependent
cell-mediated cytotoxicity).
d. Fagosit Mononuklear
Sistem ini terdiri dari sel monosit di dalam sirkulasi
darah dan makrofag di jaringan. Pada proses hematopoiesis di
sumsum tulang belakang, sel-sel progenitor granulosit-monosit
berdiferensiasi menjadi promonosit, yang kemudian
meninggalkan sumsum tulang dan masuk dalam sirkulasi darah
dalam bentuk monosit matur. Monosit kemudian masuk dalam
sirkulasi darah selama sekitar 8 jam sambil terus membesar;

9
kemudian ia bermigrasi ke jaringan dan berdiferensiasi
menjadi makrofag yang spesifik pada jaringan tertentu atau
menjadi sel dendritik.
Diferensiasi monosit menjadi makrofag jaringan
melibatkan sejumlah perubahan, diantaranya sel membesar
5-10 kali lipat, organel intrasel meningkat jumlah dan
kompleksitasnya, meningkatnya kemampuan fagositik,
menghasilkan enzim hidrolitik dalam jumlah besar dan mulai
mensekresikan sejumlah faktor yang larut dalam darah
(gambar 1.5). Makrofag menyebar di seluruh tubuh, beberapa
menetap di jaringan, sementara yang lain tetap bergerak/motil
dan mengembara. Makrofag yang bebas ini bergerak dengan
gerakan amuboid melalui jaringan tubuh. Nama makrofag yang
menetap dalam jaringan sesuai dengan lokasi jaringan tersebut,
misalnya makrofag alveolus di paru, histiosit di jaringan ikat,
sel Kupffer di hati.

Gambar 2.4 Morfologi Monosit dan Makrofag, dimana Makrofag


berukuran 5-10x lipat lebih besar dan memiliki lebih banyak organel
seperti lisosom, dibandingkan monosit
(Sumber: Kuby Immunology 8th Edition, 2019, p39)

Normalnya makrofag dalam kondisi istirahat, dan dapat


diaktifkan oleh berbagai stimuli, seperti adanya sitokin yang
dihasilkan oleh sel TH, adanya mediator inflamasi dan oleh
komponen dari dinding sel bakteri. Salah satu aktivator poten
makrofag adalah interferon-γ yang disekresikan oleh sel TH.
Kemampuan makrofag dalam menelan dan mencerna
antigen eksogen seperti mikroorganisme utuh dan partikel
tidak larut serta zat endogen seperti sel tubuh yang mati, debris
sel, dan faktor pembekuan, disebut fagositosis. (Gambar 2.5)

10
Gambar 2.5 Tahapan Gafositosis Bakteri oleh Makrofag
(Sumber: Kuby Immunologi 8th Edition, 2019, p.7)

2. Sel-sel Granulositik
Berdasarkan morfologi dan warna sitoplasma, sel granulosit
dibedakan atas neutrofil, eosinofil, dan basofil. Neutrofil memiliki nukleus
multilobus dan sitoplasma bergranula yang dapat diwarnai dengan zat
warna asam dan basa, sehingga sering disebut dengan sel leukosit
polimorfonuklear (PMN). Eosinofil memiliki 2 lobus dan sitoplasma
bergranula yang terlihat pada pewarnaan dengan eosin merah. Basofil
memiliki 1 lobus nukleus dan sitoplasma bergranula dengan pewarnaan
metilen blue. Neutrofil dan eosinofil bersifat fagositik, sementara basofil
tidak. Neutrofil menyusun 50-70% leukosit darah, jauh lebih banyak dari
eosinofil (1-3%) dan basofil (<1%).

Gambar 2.6 Morfologi Granulosit


(Sumber: Kuby Immunology 8th Edition, 2019, p.42)

a. Neutrofil
Neutrofil diproduksi melalui proses hematopoiesis di
sumsum tulang belakang. Sel ini dilepaskan ke darah perifer
dan bersirkulasi selama 7-10 jam sebelum bermigrasi ke
jaringan, dimana masa hidupnya hanya beberapa hari. Ketika
terjadi infeksi, sumsum tulang belakang menghasilkan lebih
banyak neutrofil yang kemudian menjadi sel imun pertama
yang tiba di lokasi inflamasi.

11
b. Eosinofil
Seperti neutrofil, eosinofil merupakan sel fagositik
motil yang dapat bermigrasi dari darah ke jaringan. Eosinofil
berperan dalam pertahanan tubuh melawan parasit karena
kandungan granul eosinofiliknya yang mampu merusak
membran parasit.
c. Basofil
Basofil merupakan sel granulosit nonfagositik yang
dapat melepaskan bahan aktif dari granul sitoplasmanya.
Bahan aktif ini berperan penting dalam respons alergi.
d. Sel Mast
Sel mast dapat dijumpai pada kulit, jaringan ikat di
berbagai organ, dan jaringan epitel mukosa saluran napas,
genitourinaria, dan saluran cerna. Seperti basofil, sel mast
memiliki banyak granula sitoplasma yang mengandung
histamin dan bahan aktif lainnya. Sel mast, bersama dengan
basofil juga berperan dalam respons alergi.
e. Sel Dendritik
Sel ini memiliki perpanjangan membran yang mirip
dengan dendrit sel saraf sehingga dinamakan sel dendritik. Ada
beberapa tipe sel dendritik, namun semua sel dendritik matur
memiliki fungsi utama yang sama sebagai sel yang
mempresentasikan antigen kepada sel TH (APC).

Gambar 2.7 Sel Dendritik berasal dari jalur myeloid dan lymfoid.
(Sumber: Kuby Immunology 8th Edition, 2019, p.8)

B. Jaringan dan Organ dalam Sistem Imun


Berdasarkan fungsinya, organ yang berperan dalam sistem imun
terbagi menjadi organ limfoid primer dan sekunder. Timus dan sumsum
tulang belakang termasuk dalam organ limfoid primer dimana proses
maturasi limfosit berlangsung. Sementara nodus limfe, limpa, dan jaringan
limfoid pada mukosa (MALT, Mucosal-associated lymphoid tissue) seperti
jaringan limfoid di usus (GALT, Gut-associated lymphoid tissue)

12
merupakan organ limfoid sekunder (perifer), yang menjadi tempat
menangkap antigen untuk melatih limfosit matur berespons terhadap
antigen tersebut. Saat limfosit matur dihasilkan pada organ limfoid primer,
sel-sel ini masuk dalam sirkulasi darah dan sistem limfatik yang
merupakan sekumpulan pembuluh yang mengumpulkan cairan dari kapiler
ke jaringan dan kemudian kembali ke darah. (gambar 2.8)

Gambar 2.8 Jaringan dan Organ yang berperan dalam Sistem Imun
(Sumber: Kuby Immunology 8th Edition, 2019, p.44)

1. Organ Limfoid Primer


Limfosit imatur yang dihasilkan dari proses hematopoiesis menjadi
matur dan berkembang menjadi limfosit yang spesifik untuk antigen
tertentu di dalam organ limfoid primer. Sel limfosit T dihasilkan dari timus
sementara sel B dari sumsum tulang belakang.
a. Timus
Timus merupakan tempat berkembang dan maturasi sel
limfosit T. Organ dengan 2 lobus ini terletak di atas jantung.
Setiap lobus dibungkus oleh kapsul dan terbagi menjadi
beberapa lobulus yang dipisahkan satu sama lainnya oleh
jaringan ikat trabekula. Setiap lobulus terbagi dalam 2
kompartemen: bagian luar atau korteks, merupakan bagian
yang mengandung banyak sel T imatur, dan bagian dalam atau
medulla, mengandung banyak timosit. Beberapa sel epitel
timus pada bagian korteks luar disebut sel nurse, memiliki
perpanjangan membran yang meliputi 50 timosit, membentuk
kompleks multiselular. (gambar 2.9).
Berat rata-rata timus pada bayi adalah 70 gram, dan
berkembang seiring bertambahnya usia, hingga mencapai
rata-rata berat 3 gram pada orang tua. Timus berfungsi untuk

13
menghasilkan dan memilih sel T yang akan melindungi tubuh
dari infeksi.

Gambar 2.9. Diagram potongan melintang bagian organ timus, yang


menunjukkan beberapa lobulus yang terpisah oleh jaringan ikat (trabekula).
Bagian korteks luar mengandung banyak timosit imatur (biru), sel nurse
(abu-abu), sementara medula mengandung timosit matur. Koruskulum
Hassal di medula memiliki banyak lapisan konsentrik dari sel-sel epitel.
(Sumber: Kuby Immunology 8th Edition, 2019, p.45)

b. Sumsum Tulang Belakang


Pada manusia sumsum tulang merupakan tempat asal
dan berkembangnya sel B. Sel B terbentuk dari progenitor
limfoid. Sel B imatur mengalami proliferasi dan diferensiasi di
dalam sumsum tulang belakang. Sel stroma di dalam sumsum
tulang belakang berinteraksi secara langsung dengan sel B dan
mensekresikan berbagai sitokin yang diperlukan untuk
perkembangan sel B. Proses seleksi di dalam sumsum tulang
berlangsung dengan mengeliminasi sel B yang memiliki
reseptor antibodi terhadap sel tubuh.

c. Sistem Limfatik
Ketika darah bersirkulasi di bawah tekanan, cairan
plasma merembes melalui dinding tipis kapiler ke dalam
jaringan sekitarnya. Sebagian besar cairan yang disebut cairan
interstisial ini, kembali ke darah melalui membran kapiler.
Cairan interstisial yang tinggal dalam jaringan disebut limfe
kemudian mengalir dari jaringan ikat ke dalam jaringan kapiler
limfatik kecil yang terbuka dan kemudian menyusun
serangkaian pembuluh besar yang disebut pembuluh limfatik.
Sistem limfatik menangkap cairan yang hilang dari darah dan
mengembalikannya ke darah.
Aliran pembuluh limfe terjadi saat pembuluh limfe
terdorong oleh gerakan dari otot-otot tubuh. Adanya katup satu

14
arah pada pembuluh limfe membuat aliran limfe berjalan
hanya satu arah. Saat antigen masuk ke dalam jaringan, sistem
limfatik akan membawa antigen tadi ke jaringan limfoid
seperti nodus limfe, yang kemudian menangkap antigen
tersebut. Aliran limfe dari jaringan ke pembuluh limfatik juga
membawa banyak limfosit yang kemudian berinteraksi dengan
antigen (gambar 2.10).

Gambar 2.10. Pembuluh Limfatik. Kapiler limfatik terbuka ke


jaringan untuk membawa cairan interstisial jaringan ke pembuluh limfe
yang lebih besar menuju nodus limfe regional. Limfe kemudian
meninggalkan nodus limfe melalui pembuluh limfatik eferen ke duktus
thoracicus atau duktus limfe kanan.
(Sumber: Kuby Immunology 8th Edition, 2019, p.46)

2. Organ Limfoid Sekunder


Nodus limfe dan limpa merupakan organ limfoid sekunder utama,
yang terdiri dari tidak hanya folikel limfoid, namun juga region lain yang
dikelilingi oleh kapsul jaringan ikat. Jaringan limfoid lain seperti jaringan
limfoid mukosa (MALT), meliputi bercak peyer (di usus halus), tonsil, dan
apendiks, juga termasuk folikel limfoid di dalam lamina propria usus dan
membran mukosa di sepanjang saluran napas atas, bronkus, dan saluran
genitalia.
a. Nodus Limfe
Merupakan struktur berbentuk seperti kacang merah
yang memiliki jaringan retikuler padat berisi limfosit,
makrofag, dan sel dendritik. Organ ini merupakan struktur
limfoid pertama yang menghadapi antigen dari jaringan.
Antigen akan dibawa dan ditangkap oleh jaringan seluler dari
sel fagositik dan sel dendritik (folikular dan interdigitasi).
Keseluruhan struktur kelenjar limfe ini mendukung lingkungan
mikro ideal bagi limfosit untuk menangkap dan merespons
antigen tersebut. Secara morfologi, kelenjar limfe terbagi atas
3 area, yaitu korteks, parakorteks, dan medulla.

15
Bagian paling luar korteks mengandung limfosit
(terutama sel B), makrofag, dan sel dendritik folikular di dalam
folikel primer. Lapisan parakorteks mengandung banyak
limfosit T dan sel dendritik interdigitasi yang mengekspresikan
molekul MHC kelas II. Sementara bagian paling dalam
medulla, terdiri dari sel-sel limfoid, yang sebagian besarnya
berupa sel plasma yang mensekresikan molekul antibodi
(gambar 2.11).

Gambar 2.11. Struktur Nodus Limfe, a) 3 lapisan nodus limfe, b)


Retikulum dan limfosit tersusun di beberapa regio nodus limfe. Makrofag
dan sel dendritik menangkap antigen di korteks dan parakorteks. Sel TH
dijumpai di parakorteks; sel B di bagian korteks dengan folikel dan pusat
germinal. Medula mengandung banyak sel plasma yang memproduksi
antibodi.
(Sumber: Kuby Immunology 8th Edition, 2019, p.48)

b. Limpa
Limpa berperan penting dalam merespons antigen di
dalam sirkulasi darah. Merupakan organ limfoid yang
berukuran besar dan berbentuk ovoid di sebelah atas rongga
abdomen kiri. limpa bekerja dengan menyaring darah dan
menangkap antigen yang dibawa darah, sehingga penting
dalam respons imun terhadap infeksi sistemik. Antigen dari
darah dan limfosit dibawa ke limpa melalui arteri splenik.
Limpa terbagi dalam 2 kompartemen, yaitu pulpa
merah (red pulp) dan pulpa putih (white pulp). Pulpa merah
merupakan jaringan sinusoid berisi makrofag, sejumlah
eritrosit, dan sedikit limfosit, yang menjadi tempat dimana
eritrosit tua yang rusak dihancurkan dan dikeluarkan. Beberapa
makrofag di dalam pulpa merah menelan eritrosit atau pigmen
besi dari pemecahan hemoglobin. Sementara pulpa putih
dikelilingi oleh arteri splenik, membentuk perselubungan
limfoid periarteriolar (PALS, periarteriolar lymphoid sheath)
yang berisi limfosit T.

16
Gambar 2.12. a) Struktur Limpa, berukuran sekitar 5 inchi pada
orang dewasa; b) Potongan melintang limpa. Pulpa merah berisi eritrosit di
sekeliling sinusoid. Pulpa putih membentuk PALS di sekitar arteriole yang
banyak mengandung sel T. Zona marginal di dekat PALS kaya akan sel B
yang mengandung folikel limfoid. (Sumber: Kuby Immunology 8th
Edition, 2019, p.49)

c. Jaringan Limfoid Mukosa (MALT, Mucosal-associated


Lymphoid Tissue)
Membran mukosa di sepanjang sistem pencernaan,
pernapasan dan urogenitalia yang berukuran sekitar 400 m2
merupakan tempat masuk utama bagi banyak patogen.
Permukaan membran ini dilindungi sekelompok jaringan
limfoid yang disebut MALT. Fungsi utama MALT dalam
pertahanan tubuh ditunjukkan dengan adanya sejumlah sel
plasma penghasil antibodi yang lebih banyak jumlahnya
dibandingkan limpa, nodus limfe dan sumsum tulang. Tonsil
terdapat di 3 lokasi, yaitu lingual di dasar lidah, palatina di sisi
belakang mulut dan faringeal (adenoid) di atap nasofaring.
Tonsil melawan antigen yang masuk melalui mulut dan
hidung. Adapun membran mukosa di saluran pencernaan,
pernapasan, dan urogenitalia memiliki kemampuan endositosis
terhadap antigen yang masuk dari lumen.

2.3. Respon Imun


Respon imun adalah suatu respon dari semua komponen sistem imun secara
bersama dan terkoordinasi untuk mengeliminasi antigen yang masuk ke dalam tubuh.
Respon imun diawali dengan adanya pengenalan molekul antigen oleh komponen sistem
imun melalui reseptor yang menstimulasi sistem saraf di dalam otak guna
membangkitkan dan melakukan reaksi vang tepat guna mengeliminasi antigen tersebut.
Respon imun tubuh tergantung dari kemampuan komponen sistem imun dalam
mengenali molekul antigen serta membangkitkan dan melakukan reaksi yang tepat dalam
mengeliminasi antigen. Respon imun sendiri dapat dibedakan menjadi respon imun
non-spesifik (innate immunity) dan respon imun spesifik (adaptive immunity).

17
A. Respon Imun Bawaan (Innate Immune Responsse)
Imunitas bawaan (innate atau non-spesific immunity) merupakan
mekanisme pertahanan pertama tubuh terhadap patogen. Komponen
Dasar-Dasar Imunologi dan Infeksi 17 imunitas bawaan sudah ada sejak
seseorang lahir dan terdiri dari barrier anatomi, fisiologis, fagositik dan
inflamasi.
● Barier fisik dapat berupa struktur anatomis seperti kulit atau
membran mukosa.
● Fungsi fisiologis seperti suhu, pH yang rendah, mediator kimia,
dan faktor larut lainnya seperti lisozim, interferon, dan komplemen
juga berperan dalam kekebalan bawaan.
○ Lisozim merupakan enzim hidrolitik yang dapat dijumpai
pada sekresi mukus dan air mata, yang bekerja dengan
memecah lapisan peptidoglikan dinding sel bakteri.
○ Interferon merupakan sekelompok protein yang dihasilkan
oleh sel yang terinfeksi virus.
○ Sistem komplemen adalah sekelompok protein serum yang
inaktif di dalam sirkulasi. Komplemen ini menjadi aktif
dengan adanya antibodi yang berikatan dengan antigen,
atau bila ada komponen komplemen yang berinteraksi
dengan bagian patogen.
● Aktivitas fagositik terhadap mikroba yaitu memakan atau
memasukkan partikel ekstra sel ke dalam sel imun. Yang dilakukan
oleh sel tertentu seperti monosit darah, neutrofil, dan makrofag
jaringan.
● Mekanisme inflamasi yang salah satunya ditandai dengan eksudasi
cairan plasma. Seorang dokter Romawi menjelaskan 4 tanda
kardinal terjadinya inflamasi berupa rubor (merah), tumor
(bengkak), kalor (panas), dan dolor (nyeri). Kemudian Galen,
dokter lainnya menambahkan tanda kelima yaitu functio laesa
(hilangnya fungsi).
○ Tanda kardinal ini menunjukkan 3 hal utama yang terjadi
pada respons inflamasi, yaitu:
1. Vasodilatasi, yaitu meningkatnya diameter
pembuluh darah kapiler pada area inflamasi. Hal ini
menyebabkan warna merah pada jaringan (eritema) dan
meningkatnya suhu jaringan.
2. Meningkatnya permeabilitas kapiler yang
menyebabkan masuknya cairan dan sel dari kapiler ke
jaringan. Akumulasi cairan (eksudat) ini mengandung kadar

18
protein yang tinggi dibandingkan kondisi normal sehingga
mengakibatkan pembengkakan jaringan (edema).
3. Masuknya sel fagosit dari kapiler ke jaringan
akibat permeabilitas kapiler yang meningkat. Keluarnya sel
fagosit dari pembuluh darah melalui beberapa tahap yang
diawali dengan melekatnya sel fagosit pada dinding endotel
pembuluh darah (marginasi), kemudian ekstravasasi dan
kemotaksis menuju area inflamasi. Saat sel fagosit
terakumulasi di lokasi tersebut dan mulai memfagositosis
bakteri, enzim litik yang dihasilkan dapat merusak sel sehat
di sekitarnya

Gambar 2.13. Mekanisme Respons Inflamasi


(Sumber: Kuby Immunology 8th Edition, 2019, p.8)

Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler


pada jaringan yang rusak menyebabkan enzim-enzim sistem
pembekuan darah masuk dalam jaringan kemudian
mengaktifkan rangkaian enzimatis yang menyebabkan
deposisi fibrin, yaitu komponen utama bekuan darah.
Jalinan benang-benang fibrin membuat pembatas di area
yang terkena dari bagian tubuh lainnya untuk mencegah
penyebaran infeksi. Setelah respons inflamasi mereda dan
sebagian besar debris dibersihkan oleh sel fagositik, maka
dimulailah perbaikan dan regenerasi jaringan baru.

Selain pertahanan pertama, innate immunity juga membutuhkan


peranan dari apa yang dinamakan sebagai pertahanan kedua, yang
diperankan oleh berbagai jenis protein dalam darah, mediator inflamasi,
sitokin, sel-sel polimorfonuklear (PMN), natural killer cells (NK),
dendritic cells (DC), makrofag, dan juga neutrofil.

19
B. Respon Imun Didapat (Adaptive Immune Responsse)
Imunitas didapat (adaptive atau spesific immunity) mampu
mengenali dan mengeliminasi mikroba spesifik atau molekul. Imunitas ini
memiliki karakteristik dalam hal spesifisitas antigen, memori, dan
kemampuan mengenali patogen (self-nonself).
Spesifisitas antigen dari sistem imun membuat sel imun mampu
mengenali perbedaan kecil di antara antigen. Antibodi dapat membedakan
2 molekul protein yang berbeda hanya pada 1 asam amino. Ketika sel
imun mengenali dan merespons antigen, maka sel memori terbentuk
sehingga ketika tubuh terpapar dengan antigen yang sama maka respons
imun akan muncul lebih cepat dan lebih poten.
Imunitas didapat tidak berdiri sendiri dari imunitas bawaan. Sel
fagositik berperan penting dalam respons imun nonspesifik dan membantu
menginisiasi respons imun didapat. Sebaliknya, sejumlah faktor yang
dihasilkan sistem imun spesifik bekerja meningkatkan kemampuan sel-sel
fagositik.
Respons imun didapat melibatkan 2 kelompok sel, yaitu limfosit
dan sel yang mempresentasikan antigen (APC, Antigen Presenting Cells).
● Limfosit merupakan salah satu jenis leukosit yang dihasilkan
melalui proses hematopoiesis di sumsum tulang belakang, berperan
dalam spesifisitas terhadap antigen, memori, dan pengenalan
self-nonself.
● Sel yang mempresentasikan antigen (APC) merupakan sel khusus
yang mengekspresikan molekul MHC kelas II pada permukaan
selnya dan mampu membawa sinyal kostimulator untuk aktivasi sel
TH. Yang termasuk dalam sel APC yaitu sel makrofag, sel
dendritik, dan sel limfosit B. Sel-sel ini awalnya akan memakan
antigen lewat proses fagositosis atau endositosis, kemudian
menunjukkan bagian antigen tersebut pada membran selnya dengan
berikatan pada molekul MHC kelas II.
2.4. Imunitas Humoral dan Seluler
Respons imun dapat terbagi menjadi respons imun humoral dan respons
imun seluler. Dapat dipahami bahwa imunitas humoral didapatkan ketika seorang
individu diberikan antibodi serum tertentu. Sementara imunitas seluler dapat
ditransfer dengan pemberian sel limfosit T dari individu lain yang sudah memiliki
kekebalan tertentu.
Sistem imun humoral ditandai dengan adanya interaksi sel B dengan
antigen, yang kemudian menyebabkan proliferasi dan diferensiasi menjadi sel
memori dan sel plasma yang menghasilkan antibodi. Antibodi berfungsi sebagai
efektor pada respons imun humoral melalui ikatan dengan antigen untuk
kemudian dinetralkan atau dieliminasi.

20
Adapun sel efektor TH dan CTL bertanggung jawab dalam imunitas
seluler. Sitokin yang dihasilkan oleh sel TH dapat mengaktifkan sel-sel fagositik,
memudahkannya memfagositosis dan membunuh mikroba dengan efektif.

Gambar 2.14. Gambaran imunitas seluler dan humoral


(Sumber: Kuby Immunology 8th Edition, 2019, p.12)

Antibodi atau imunoglobulin adalah golongan protein yang dibentuk sel


plasma (proliferasi sel B) setelah terjadi kontak dengan antigen pada imunitas
humoral. Ada lima jenis imunoglobulin, yaitu:
● IgG, Immunoglobulin G merupakan komponen utama (terbanyak)
dari total imunoglobulin serum. Kadarnya dalam serum sekitar 13
mg/ml dan mencakup 75 % dari semua jenis immunoglobulin.
Antibodi ini juga ditemukan dalam berbagai cairan di antaranya
cairan otak (CSF, cerebrospinal fluid) dan juga di dalam urin. IgG
dapat mengaktifkan komplemen meningkatkan pertahanan badan
melalui opsonisasi dan reaksi inflamasi (peradangan).
● IgA, Immunoglobulin A ditemukan dalam jumlah sedikit di dalam
serum, tetapi kadarnya dalam cairan sekresi saluran napas, saluran
cerna, saluran kemih, air mata, keringat, ludah, dan kolostrum lebih
tinggi sebagai IgA sekretori. Baik IgA dalam serum maupun yang
disekresikan dapat menetralisir toksin atau virus dan atau
mencegah kontak antara toksin/virus dengan target.
● IgM, Immunoglobulin M merupakan Ig terbesar. Kebanyakan sel B
mengandung IgM pada permukaannya sebagai reseptor antigen.
IgM dibentuk paling dahulu pada respons imun primer tetapi tidak
berlangsung lama, karena itu kadar IgM yang tinggi merupakan
tanda adanya infeksi dini.

21
● IgD, Immunoglobulin D ditemukan dengan kadar yang sangat
rendah dalam darah. IgD tidak mengikat komplemen, mempunyai
aktivitas antibodi terhadap antigen berbagai makanan dan
autoantigen seperti komponen nukleus. Selanjutnya IgD ditemukan
bersama IgM pada permukaan sel B sebagai reseptor antigen pada
aktivasi sel B.
● IgE, Immunoglobulin E ditemukan dalam serum dalam jumlah
yang sangat sedikit. Antibodi ini dengan mudah diikat oleh sel
mast, basofil, eosinofil, makrofag, dan trombosit yang pada
permukaannya memiliki reseptor untuk fraksi Fc dari IgE. IgE juga
dibentuk setempat oleh sel plasma dalam mukosa saluran napas
dan saluran cerna. Kadar IgE serum yang tinggi ditemukan pada
kondisi alergi dan infeksi cacing.

Gambar 2.15.. Struktur umum dari 5 kelas utama Immunoglobulin (Ig) yang
disekresikan
(Sumber: Kuby Immunology 8th Edition, 2019, p.91)

22
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
1. Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang
melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan
mengidentifikasi dan membunuh patogen.
2. Sel granulosit terdiri dari neutrofil, eosinofil, dan basofil. Neutrofil
merupakan sel yang paling cepat menuju lokasi inflamasi dan dapat
melakukan fagositosis. Sementara basofil dan eosinofil bukan sel
fagositik, namun sel ini menghasilkan substansi aktif dan berperan dalam
reaksi alergi.
3. Makrofag bertugas khusus dengan melakukan fagositosis dan degradasi
antigen. Fagositosis dibantu oleh adanya antibodi sebagai opsonin.
Makrofag juga mensekresikan berbagai faktor yang mengatur mulainya
respons imun adaptif lewat fungsinya sebagai sel APC dan memediasi
proses inflamasi.
4. Sel dendritik menangkap antigen, berperan sebagai APC bersama dengan
makrofag dan sel B.
5. Organ limfoid primer merupakan tempat pembentukan dan maturasi
limfosit. Organ ini juga berperan sebagai tempat seleksi dimana sel
limfosit yang bereaksi dengan antigen tubuh akan dieliminasi.
6. Sistem limfatik mengumpulkan cairan di jaringan dan mengembalikan
cairan ini ke sirkulasi melalui vena subklavia kiri, serta membawa antigen
ke nodus limfe.
7. Organ limfoid sekunder menangkap antigen dan merupakan tempat
aktivasi limfosit dengan adanya interaksi dengan antigen. Limfosit aktif
akan mengalami proliferasi dan diferensiasi menjadi sel efektor. Beberapa
organ limfoid sekunder yaitu nodus limfe, limpa, MALT seperti bercak
peyer di usus halus.
8. Mekanisme kekebalan bawaan tubuh terdiri dari barier fisik berupa
struktur anatomis kulit atau membran mukosa; fungsi fisiologis seperti
suhu, pH yang rendah, mediator kimia; aktivitas fagositik terhadap
mikroba dan mekanisme inflamasi.
9. Imunitas didapat bekerja dengan bantuan sel pada imunitas bawaan.
Respons imun didapat melibatkan 2 kelompok sel, yaitu limfosit (sel B
dan T) serta sel yang mempresentasikan antigen (APC, Antigen Presenting
Cells), yaitu makrofag, sel dendritik, dan sel limfosit B.
10. Ada 5 jenis immunoglobulin, yaitu IgG, IgA, IgM,IgD,IgE
11. Sistem kekebalan tubuh dapat mengalami penyimpangan pada seluruh
jaringan komunikasi baik berbentuk morfologis maupun gangguan
fungsional.

23
3.2. Saran
Materi imunologi tergolong materi dengan tingkat kesulitan yang tinggi dan
kompleks. Maka penyusun perlu membaca dan memahami materi dengan teliti sebelum
materi ini dapat dipahami oleh pembaca, dan perlu membaca literatur lain terkait materi
tersebut untuk mempermudah dalam memahaminya. Makalah ini jauh dari kata sempurna
dan banyak kekurangannya. Penyusun berharap kritik dan saran dari pembaca akan
mendorong terciptanya makalah yang lebih baik lagi.

24
DAFTAR PUSTAKA

Arlita, L. A. 2017. Imunologi Dasar. Daerah Istimewa Yogyakarta : Penerbit


Deepublish.
Bratawidjaya, K. G. 2012. Imunologi Dasar Edisi 10.Jakarta : Badan Fakultas
Ilmu Kedokteran Universitas Indonesia.
Hayati, Zainatul, dkk. 2021. Dasar-Dasar Imunologi dan Infeksi. Aceh:
Universitas Syiah Kuala.
Judy, Owen, dkk. 2019. Kuby Immunology. 9th edition. W.H. Freeman & Company
Roitt, I. M. 2002. Essential Imunology Edisi 8. Jakarta: Penerbit Widya Medika.
Syarifuddin. 2019. Imunologi Dasar : Prinsip Dasar Sistem Kekebalan Tubuh.
Cendekia Publisher.

25

Anda mungkin juga menyukai