Buku Modul Utama Modul Alergi Imunologi - Rinitis Alergi
Buku Modul Utama Modul Alergi Imunologi - Rinitis Alergi
2 -Rinitis Alergi
.
MODUL UTAMA
ALERGI IMUNOLOGI
MODUL III.2
RINITIS ALERGI
EDISI II
0
III.2 -Rinitis Alergi
.
KOLEGIUM
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK
BEDAH KEPALA DAN LEHER
2015
1
III.2 -Rinitis Alergi
.
DAFTAR ISI
A. WAKTU ...........................................................................................................2
B. PERSIAPAN SESI............................................................................................2
C. REFERENSI.....................................................................................................2
D. KOMPETENSI.................................................................................................3
E. GAMBARAN UMUM.....................................................................................3
F. CONTOH KASUS DAN DISKUSI..................................................................4
G. TUJUAN PEMBELAJARAN..........................................................................5
H. METODE PEMBELAJARAN.........................................................................6
I. EVALUASI .....................................................................................................10
J. INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI KOGNITIF..............................12
K. INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI PSIKOMOTOR.....................14
L. DAFTAR TILIK PENILAIAN KINERJA......................................................17
M. MATERI PRESENTASI................................................................................19
N. MATERI BAKU ............................................................................................24
O. KEPUSTAKAAN MATERI BAKU...............................................................38
2
III.2 -Rinitis Alergi
.
A. WAKTU
B. PERSIAPAN SESI
Materi presentasi:
LCD 1 : Definisi RA, klasifikasi RA
LCD 2 : Patogenesis reaksi alergi tipe I
LCD 3 : Patofisiologi reaksi alergi pada Rinitis Alergi
LCD 4 : Metoda diagnostik Rinitis Alergi
LCD 5. : Guideline Penatalaksanaan Rinitis Alergi dari ARIA WHO
C. REFERENSI :
D. KOMPETENSI
Keterampilan:
Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik diharapkan terampil dalam :
1. Mengenali gejala dan tanda rhinitis alergi
2. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik penderita rhinitis alergi dan
menginterpretasi hasilnya.
3. Mengenali adanya manifestasi penyakit alergi lain seperti asma bronkhial,
urtika, alergi obat, alergi makanan dari anamnesis/ pemeriksaan fisik.
4. Memutuskan pemeriksaan penunjang /laboratorium yang diperlukan dan
menginterpretasi hasil pemeriksaan
5. Menetapkan diagnosis dan mengklasifikasikan RA yang dihadapi
6. Memutuskan dan memberikan pengobatan RA yang sesuai dengan
guideline .
7. Mengevaluasi hasil pengobatan dan merencanakan tindakan selanjutnya
sesuai guideline
8. Memberikan penyuluhan / penjelasan tentang RA untuk mengurangi paparan
sehingga mencegah kekambuhan
9. Mampu memutuskan kapan seorang penderita RA perlu mendapat IT dan
dapat melakukannya jika terdapat fasilitas di tempat pelayanannya.
10. Mampu mengenali adanya komplikasi Rinitis alergi pada kasus yang datang
seperti sinusitis, OME dan polip nasi.
E. GAMBARAN UMUM
maka sebagian besar gejala RA dapat diatasi dengan pengobatan yang tepat
( aman dan terjangkau). Jika memungkinkan dapat diberikan terapi yang dapat
merubah perjalanan penyakit RA seperti pemberian imunoterapi alergen spesifik.
Jika terdapat kasus yang sudah dengan komplikasi seperti sinusitis dan polip
hidung atau asma bronkhial maka pengobatan RA bersamaan dengan
pengobatan komplikasinya, dapat mengurangi kemungkinan terulangnya terjadi
komplikasi tersebut.
F. CONTOH KASUS
Jawaban :
Rinitis alergi dapat mengenai semua umur dan jenis kelamin. Keluhan /
gejala klinik yang berupa hidung gatal, rinore dan obstruksi hidung mungkin
dapat dijumpai semua pada seorang penderita dengan derajat gangguan yang
bervariasi. Untuk mendapat riwayat manifestasi alergi keluarga dapat ditanya
dari orang tua, saudara kandung atau anak penderita.
Septum deviasi dapat ditemukan bersamaan dengan penyakit RA, tetapi
untuk melakukan koreksi operatif harus dipertimbangkan kontribusinya terhadap
gejala klinik / keluhan penderita karena keluhan dari RA penderita tidak akan
hilang setelah dilakukan operasi.
Selain pemeriksaan tersebut pemeriksaan naso endoskopi perlu dilakukan
jika setelah pengobatan RA tidak ada perbaikan yang nyata, untuk menilai derajat
obstruksi dari septum deviasinya atau kemungkinan kelainan anatomi lain.
5
III.2 -Rinitis Alergi
.
G. TUJUAN PEMBELAJARAN
H. METODE PEMBELAJARAN
7
III.2 -Rinitis Alergi
.
9
III.2 -Rinitis Alergi
.
Rangkuman
Rinitis alergi adalah penyakit yang banyak ditemukan, dapat mengenai
semua jenis kelamin dan umur. Meskipun tidak fatal, RA menurunkan kualitas
hidup serta produktifitas penderitanya dan dapat komplikasi. Pengobatan dapat
secara medika mentosa dan imunoterapi. Hal penting yang harus diberikan
kepada penderita selain pengobatan adalah edukasi.
I. EVALUASI
1. Pada awal pertemuan dilaksanakan pre-test dalam bentuk tertulis ( essay) dan
oral sesuai dengan tingkat masa pendidikan yang bertujuan untuk menilai
10
III.2 -Rinitis Alergi
.
pengetahuan awal yang dimiliki peserta didik dan peserta didik dapat
mempunyai gambaran apa yang harus diketahui dan dipelajari sehingga dapat
diidentifikasi kekurangan yang ada .
Materi pre tes terdiri dari :
- Anatomi & fisiologi hidung
- Reaksi hipersensitifitas ( klasifikasi dari Gel & Combs)
- Patogenesis dan klasifikasi RA
- Diagnosis klinik dan terapi RA
- Indikasi dan kontra indikasi, persiapan dan teknik tes kulit serta
interpretasinya
- Guideline penatalaksanaan RA dari WHO ARIA
- Konsep kualitas hidup
- Macam –macam farmakoterapi untuk RA
- Indikasi, dosis, teknik IT alergen spesifik pada RA
- Tanda , gejala dan cara mengatasi jika terjadi reaksi sistemik/ anafilaksis
pada tes kulit dan IT.
- Cara penyuluhan/ penjelasan kepada penderita untuk menghindari
allergen.
6. Pendidik/ fasilitator
Pengamatan langsung dengan menggunakan evaluation chek list form
( teralampir)
Penjelasan lisan dari peserta didik/ diskusi
Kriteria penilaian keseluruhan : Cakap, Tidak cakap, Lalai
7. Di akhir penilaian peserta didik diberi masukan dan bila diperlukan diberi
tugas yang dapat memperbaiki kinerja ( task-based medical education).
8. Pencapaian pembelajaran
Ujian akhir stase oleh unit kerja oleh masing-masing sentra pendidikan
Ujian akhir kognitif dilakukan di akhir tahap oleh masing-masing sentra
dilanjutkan
Ujian kognitif dilakukan dengan ujian tulis dan OSCA oleh Kolegium IK
THT –KL.
12
III.2 -Rinitis Alergi
.
Seorang anak wanita usia 8 tahun dikonsulkan dari dokter spesialis anak dengan
keluhan hidung beringus dan riwayat asma terkontrol. Keluhan hidung beringus
disertai sumbat hidung, bersin berulang, rasa menelan lendir di tenggorok, batuk
dahak , gatal hidung, kadang mimisan, mata berair dan gangguan penciuman.
Keluhan memberat sejak 5 tahun lalu, hampir setiap hari dalam seminggu dan
Keluhan muncul bila berdebu, makan kacang tanah, asap rokok, bau parvum.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan transnasal crease, allergic shiners, Dennie-
Morgan line, mukosa hidung warna pucat kebiruan dan hipertrofi konka inferior
bilateral, sekret hidung jernih. IgE serum 30 IU/mL, SPT = Der p +1, Der f +2,
Cocroach +1, Mix fungi +2. Riwayat pengobatan antihistamin sirup sejak 2 tahun
lalu. Riwayat ayah asma.
1. Pada kasus diatas SPT menunjukkan hasil negative, tes alergi apalagi
yang akan saudara lakukan untuk membuktikan adanya sensitivitas yang
diperantai oleh IgE:
A. Tes Intradermal *
B. Serum IgE spesifik
C. Multiple Quantitative Test
D. Apus sekret mukosa hidung
E. SPT ulang 2 minggu yang akan datang
3. Pada kasus di atas keluhan sumbat hidung, beringus, bersin, gatal hidung,
mimisan dapat disebabkan berbagai preformed mediators yang dilepaskan
oleh sel mastosit, antara lain:
A. Eotaxin
B. Leukotrienes C4
C. Prostaglandin D2
D. Chondroitin Sulfate *
E. Platelet Activating Factor
13
III.2 -Rinitis Alergi
.
4. Pada kasus di atas keluhan muncul akibat iritan spesifik dan nonspesifik,
hal ini menunjukkan adanya:
A. Fase selular
B. Fase lambat
C. Fase priming *
D. Fase humoral
E. Fase sensitasi
Jawaban :
1. A 2. B
14
III.2 -Rinitis Alergi
.
PENUNTUN BELAJAR
PROSEDUR TES ALERGI
Nilailah kinerja setiap langkah yang diamati menggunakan skala sebagai berikut.:
1 Perlu perbaikan: langkah tidak dikerjakan atau tidak sesuai dengan yang
seharusnya atau urutannya tidak sesuai (jika harus berurutan)
2 Mampu: langkah dikerjakan sesuai dengan yang seharusnya dan urutannya
(jika harus berurutan). Pelatih hanya membimbing untuk sedikit perbaikan
atau membantu untuk kondisi di luar normal
3 Mahir: langkah dikerjakan dengan benar, sesuai urutannya dan waktu kerja
yang sangat efisien
T/D Langkah tidak diamati (penilai menganggap langkah tertentu tidak perlu
diperagakan)
15
KEGIATAN KASUS
Nama
III.2 -Rinitis Alergi
. Diagnosis
Informed Choice & Informed Consent
Rencana Tindakan
Persiapan Sebelum Tindakan
KEGIATAN NILAI
I. PERSIAPAN TES KULIT TUSUK
1. Menyiapkan alat dan ekstrak alergen untuk tes alergi
2. Periksa obat emergensi untuk mengatasi jika terjadi reaksi
sistemik/ anafilaksi
3. Menyiapkan posisi pasien
4. Melakukan tindakan desinfeksi pada lokasi tes alergi
5. Menyiapkan formulir hasil dan inform consent
II. PROSEDUR TES KULIT TUSUK
1. Desinfeksi daerah volar lengan bawah , jika perlu cuci
dulu dengan sabun ( jika sebelumnya pasien mengenakan
body lotion)
2. Teteskan larutan kontrol positif ( histamin) dan kontrol
negatif ( phenol/ bufer fosfat, saline pada bagian
proksimal lengan bawah dengan jarak minimal 2 cm.
3. Daerah ulnar kontrol (+) histamin dan daerah radial
kontrol (-) larutan saline.
4. Tusuk dengan jarum disposibel ukuran 26 G atau lanset
darah atau alat tes kulit yang lain intra kutan/ dengan
tusukan superfisial tanpa mengeluarkan darah.
5. Tunggu kurang lebih 5-10 menit, dan baca hasilnya. Beri
17
III.2 -Rinitis Alergi
.
KEGIATAN NILAI
tanda dan ukur bentol pada histamin dan pada kontrol.
6. Jika terdapat bentol diameter minimal 3 mm pada
histamin dan negatif pada saline, lanjutkan dengan
teteskan jenis alergen yang tersedia dengan jarak tetesan
minimal 2 cm dan lakukan tusukan yang sama. Hasilnya
ditunggu paling lama 15 menit.
7. Ukur bentol yang terjadi pada masing-masing jenis alergen
dan bandingkan dengan besar bentol dari kontrol histamin.
Jika sama atau lebih besar dari kontrol histamin dinilai
positip.
8. Selama tes kulit perhatikan penampilan pasien dan
tanyakan jika terdapat keluhan, ngantuk, lemes atau terasa
mual karena keadaan tersebut dapat merupakan petanda
reaksi sistemik.
9. Jika terdapat gejala reaksi sistemik, segera pasien
dibaringkan tanpa bantal, ukur tensi dan nadi.
10. Meskipun belum selesai penilaian, bila ada ancaman reaksi
sistemik berupa shock segera berikan adrenalin sub kutan
dan tes alergi dihentikan dan dapat diulang lain kali dengan
persiapan pengobatan sebelumnya
18
III.2 -Rinitis Alergi
.
L. MATERI PRESENTASI
Rinitis alergi : kelainan hidung karena proses inflamasi mukosa hidung yang
dimediasi oleh hipersensitifitas tipe I, dengan gejala hidung gatal, bersin-bersin,
rinore dan hidung tersumbat yang bersifat reversibel secara spontan maupun
dengan pengobatan.
Klasifikasi RA :
Berdasarkan terdapatnya simptom :
1. RA Intermiten, 2. RA Persisten
kurang dari 4 hari/ minggu , lebih dari 4hari/ minggu
atau bila kurang dari 4 minggu sudah lebih dari 4 minggu
gangguan tidur
gangguan aktifitas sehari-hari/ malas/ olah raga
gangguan pekerjaan atau sekolah
simptom dirasakan mengganggu.
19
III.2 -Rinitis Alergi
.
Sel APC
(mukosa) alergen dipecah
peptida ( 7-14 aa.)
+ MHC klas II kel limfe + Lien
(+)
Th1 Th2
( IL-2 , IFN- ) IL-3, IL-4, IL-5, IL-9
IgE
Sirkulasi jaringan
sel basofil sel mast
20
III.2 -Rinitis Alergi
.
ANAMNESIS
Anamnesis dimulai dengan pertanyaan yang meliputi gejala di
hidung
Gejala rinitis alergi yang perlu ditanyakan adalah :
- Bersin-bersin (lebih dari 5 kali setiap kali serangan)
- Rinore (ingus bening encer)
- Hidung tersumbat ( menetap/ berganti-ganti)
- Gatal di hidung, tenggorok, langit-langit atau telinga
Selain itu perlu ditanyakan :
- Frekuensi serangan, beratnya penyakit, lama sakit, intermiten atau
persisten. .
- Manifestasi penyakit alergi lain sebelum atau bersamaan dengan
timbulnya rinitis
- Riwayat atopi di keluarga
- Faktor pemicu timbulnya gejala rinitis alergi
Pemeriksaan penunjang :
- Tes alergi
- Naso endoskopi
- Pemeriksaan IgE spesifik
Steroid topical
**
IMUNOTERAPI SPESIFIK * / ** / ***
Tak terkontrol ?
Tak terkontrol ?
Keterangan :
Obstuksi Rinore >>
* Rumah sakit Kabupaten
** RS Provinsi/ RS Pendidikan Sp THT
atau bila tersedia di aapotik
*** RS rujukan Nas/ RS pendidikan Sp THT
Operatif BAKU
M. MATERI antikholinergik
23
III.2 -Rinitis Alergi
.
Rinitis Alergi
Pendahuluan
1. Definisi
Rinitis alergi adalah reaksi inflamasi dari muosa hidung yang diperantai oleh
IgE yang ditandai kongesti/obstruksi hidung, rinorea, gatal hidung dan atau gatal
mata dan atau bersin.
2. Klasifikasi
Berdasarkan konsensus ARIA-WHO 2008 (Allergic Rhinitis and Its impact on
Asthma- World Health Organization), rinitis alergi diklasifikasikan menurut
adanya gangguan kualitas hidup menjadi ringan, dan sedang-berat, sedangkan
berdasar waktu dibagi menjadi intermiten dan persisten.
Intermiten Persisten
24
III.2 -Rinitis Alergi
.
Gejala: Gejala:
< 4 hari per minggu 4 hari per minggu
Atau < 4 minggu Dan > 4 minggu
Ringan Sedang-Berat
Satu atau lebih gejala
Tidur normal Tidur terganggu
Aktifitas sehari-hari saat olahraga Aktifitas sehari-hari, saat olahraga
dan saat santai normal dan saat santai terganggu
Bekerja dan sekolah normal Saat bekerja dan sekolah terganggu
Tidak ada keluhan yang Ada keluhan yang mengganggu
mengganggu
Tabel 1. Klasifikasi rinitis alergi
3.1. Anamnesis
Anamnesis dimulai dengan riwayat penyakit secara umum dan dilanjutkan
dengan pertanyaan yang lebih spesifik meliputi gejala di hidung termasuk
keterangan mengenai tempat tinggal / kerja dan pekerjaan penderita.
Gejala-gejala rinitis alergi yang perlu ditanyakan adalah :
- Bersin (lebih dari 5 kali setiap kali serangan), rinore (ingus bening encer)
- Hidung tersumbat (menetap/ berganti-ganti), gatal di hidung, tenggorok,
langit-langit atau telinga.
- Kadang disertai : Mata gatal, berair atau kemerahan, hiposmia / anosmia,
posterior nasal drip atau batuk kronik
Frekuensi serangan, beratnya penyakit, lama sakit, intermiten atau
persisten.
Pengaruh terhadap kualitas hidup seperti adakah gangguan terhadap pekerjaan,
sekolah, tidur dan aktifitas sehari-hari.
Komorbid di organ lain sebelum atau bersamaan dengan rinitis alergi
Rinosinusitis, asma bronkhial, eosinofilik otitis media, hipertrofi tonsil
adenoid, dermatitis atopik, urtikaria, alergi makanan
Apakah ada anggota keluarga (ayah, ibu, saudara sekandung) yang pernah
menderita salah satu penyakit alergi tersebut diatas (Riwayat atopik keluarga).
Faktor pemicu timbulnya gejala rinitis alergi
Lingkungan misalnya polutan, asap rokok, udara dingin, polutan, bau kimia
seperti parfum, bau deodoran dan olah raga. Selain itu terdapat juga
hipersensitifitas dan hiperesponsif.
Riwayat pengobatan dan hasilnya
Efektifitas obat yang dipergunakan sebelumnya dan macam pengobatan yang
sudah
diterima dan kepatuhan berobat
3. 2. Pemeriksaan Fisik
- Rinoskopi anterior menggunakan cahaya yang cukup dan spekulum
hidung
Perhatikan adanya edem dari konka inferior / media yang diliputi sekret
encer bening, mukosa pucat. Keadaan anatomi hidung lainnya seperti
septum nasi. Perhatikan pula kemungkinan adanya polip nasi.
- Nasoendoskopi (bila fasilitas tersedia)
Pemeriksaan ini dapat menilai patologi hidung dan sinus paranasalis yang
tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior. Dapat menggunakan
endoskopi tipe rigid atau flexible. Gambaran konka inferior livid/ pucat
dan dapat juga ditemukan konka yang hipertrofi.
- Terdapat tanda khas penderita rinitis alergi:
- Allergic shinner: warna kehitaman pada orbita dan palpebral
- Nasal crease/linea nasalis: Penebalan serta timbulnya skar pada hidung
- Allergic shalutte: biasanya terdapat pada anak, hal ini karena anak
mencoba mengurangi rasa gatal di hidung.
3. 3. Pemeriksaan Penunjang
Pertimbangkan keadaan / kondisi di seluruh R.S
Tes Kulit Tusuk (Prick test)
- Intradermal skin test / Skin End Point Titration Test (bila tersedia)
- IgE serum spesifik ( mahal )
- IgE serum total (kurang bermanfaat), nilai normal dewasa 100 – 150 IU/ml
- Pemeriksaan sitologis hidung, bila diperlukan untuk :
a. Menentukan antara alergi / non alergi dan rinitis akibat infeksi
b. Menindak lanjuti respons terhadap terapi
c. Melihat sel eosinofil, basofil dan sel mast
Pemeriksaan ini lebih sering dilakukan untuk keperluan penelitian.
- Test provokasi hidung/ nasal challenge test (bila tersedia), dilakukan bila ada
keraguan dan kesulitan dalam mendiagnosis rinitis alergi, dimana riwayat
rinitis alergi positif, tetapi hasil tes alergi selalu negatif.
26
III.2 -Rinitis Alergi
.
1. Desinfeksi bagian volar lengan bawah yang akan dilakukan tes dengan
kapas alcohol 70%.
2. Gambar kotak-kotak dengan spidol yang jumlahnya sesuai dengan jumlah
ekstrak alergen yang akan di tes, dengan jarak 2 cm.
3. tambahkan kotak untuk kontrol negatif dan kontrol positif pada setiap tes.
4. Tiap kotak diberi nomor sesuai dengan penomoran jenis ekstrak alergen,
selanjutnya kotak tersebut ditetesi dengan ekstrak alergen masing-
masing.
5. Kemudian dilakukan cukit pada masing-masing kotak dengan
menggunakan jarum steril no.26 dengan sudut kemiringan ± 45° pada
epidermis.
6. Lakukan pembacaan hasil setelah 15-20 menit dengan mengukur
27
III.2 -Rinitis Alergi
.
Diferensial diagnosis
Penyakit yang perlu dibedakan dengan rinitis alergi adalah :
1. Rinitis vasomotor
2. Rinitis gustatorik
3. Rinitis Hormonal
4. Rinitis medikamentosa
5. Rinitis karena okupasi / pekerjaan
6. Rinitis akibat kelainan anatomi
7. NARES
8. Rinitis atropi
28
III.2 -Rinitis Alergi
.
5. Eliminasi Alergen
4.1. Yang sangat berperan pada rinitis alergi di negara tropis seperti Indonesia
adalah
30
III.2 -Rinitis Alergi
.
house dust mite (tungau debu rumah), pet dander dan alergen kecoa.
Cara menghindari :
Esensial :
- Membungkus kasur dan bantal dengan bahan khusus ( yang tidak tembus
mite), tetapi
mahal sehingga tidak dapat diterapkan pada semua kasus.
- Mencuci alas tidur, sarung bantal dan selimut seminggu sekali, bila mungkin
dengan air panas (> 55oC). Hasil yang sama mungkin dapat dicapai dengan
menjemur cucian dibawah sinar matahari langsung.
Optimal :
a. Menggunakan lantai rumah dengan bahan yang dapat dibersihkan seperti :
- dari keramik, bahan plastik, kayu
b. Sedikit mungkin menggunakan furniture dari kain/kain berbulu
c. Menggunakan penghisap debu integral dengan filter HEPA dan kantong
yang
bahannya tebal
d.Gunakan korden yang dapat dicuci
e. Mainan dari kain/berbulu yang dapat dicuci.
5.2.Terapi Antihistamin
Antihistamin menghambat kerja reseptor H1 dan bekerja sebagai reverse
agonist. Golonga obat ini mempunyai efek anti inflamasi melalui modulasi
nuclear factor kapa B (NFkB) dan meredam ekspresi ICAM-1.
Dosis :
Anti Histamin Nama obat
Generasi 1 Dexchlorpheniramine
Chlorpheniramin maleat
Tripolidin
Generasi 2 Cetirizin
Loratadin
Feksofenadin
Levocetirizin
Desloratadin
Bepostatin Besilat
Rupatadin
5.3.Dekongestan hidung
tremor, insomnia, sakit kepala, membran mukosa kering, retens urin, eksaserbasi
glaukoma.
Dekongestan intranasal merupakan dekongestan topikal, mempunyai efek
yang sama dengan oral tetapi kemampuan lenih rendah. Termasuk dalam
golongan ini oksimetazolin. Obat ini tidak boleh diberikan lebih dari 10 hari
karena akan menimbulkan terjadi rinitis medika mentosa.
Efek samping :
Preparat glukokortikoid topikal dapat dipakai dalam waktu lama tanpa atrofi
mukosa. Efek yang dilaporkan : rasa kering, terbentuk krusta, epistaksis ringan,
33
III.2 -Rinitis Alergi
.
6.Imunoterapi
Imunoterapi spesifik (ITS) adalah suatu pemberian alergen spesifik yang
berulang teratur dengan dosis meningkat secara bertahap kepada pasien dengan
hipersensitifitas tipe 1, dengan tujuan memberikan perlindungan terhadap
timbulnya gejala alergi dan reaksi inflamasi akibat paparan alergen. ITS
mempunyai keuntungan jangka panjang dapat bertahan sampai 3 tahun setelah
selesai pemberian imunoterapi.
ITS dapat dilakukan dengan cara berdasarkan hasil tes kulit tusuk atau
berdasarkan skin endpoint titration test. Pemberian imunoterapi berdasarkan tes
kulit tusuk dikenal sebagai metode konvensional. Ditinjau dari jenis alergen ITS
dapat dilakukan alergen tunggal (rekomendasi AAAAI) dan menggunakan
alergen multipel. Pemilihan alergen untuk ITS dilakukan berdasarkan hasil tes
kulit atau tes alergi in vitro dengan mempertimbangkan alergen dominan dengan
hasil positif.
Pasien yang menjadi kandidat ITS adalah pasien rinitis alergi dengan tingkat
hipersensitifitas berdasarkan tes kulit tusuk +3 atau lebih dan dengan hasil
endpoint tertentu dari tes kulit intradermal. Pasien tersebut tidak ingin minum
obat antihistamin atau tidak nyaman dengan efek saming obat antihistamin atau
tidak menunjukan respon yang adekuat terhadap terapi medikamentosa dan
menghindari alergen. Indikasi tambahan dari imunoterapi ialah dermatitis atopik
dan pada alergi bisa ular yang mempunyai reaksi lokal yang besar.
Cara pemberian ITS suntikan ada beberapa cara yaitu konvensional, cara cepat
(rush), cara cluster (mirip rush) dan modifikasinya. Jadwal penyuntikan terdiri
dari 2 fase yaitu fase inisial (eskalasi) dimana dosis vaksin alergen diberikan
secara bertahap sampai mencapai dosis maksimal dengan interval waktu dua kali
seminggu, dan fase pemeliharaan yaitu dosis maksimal dilanjutkan sampai jangka
waktu 6 bulan sekali sampai kurang lebih tiga tahun. Selain dengan pemberian
dosis yang meningkat secara bertahap, untuk mengurangi kemungkinan
terjadinya efek samping sistemik maka ITS tidak dianjurkan pada penderita yang
mempunyai resiko tinggi seperti umur lebih dari 50 tahun, fungsi paru <70% dan
riwayat asma berat serta mendapat terapi beta blocker.
34
III.2 -Rinitis Alergi
.
Risiko reaksi sistemik pada imunoterapi sangat kecil namun bila terjadi syok
anafilaktik perlu penanganan yang segera supaya tidak terjadi reaksi yang lebih
buruk. Setelah imunoterapi, setidaknya pasien harus berada di klinik selama 30
menit untuk observasi bila terjadi reaksi sistemik, karena sebagian besar reaksi
sistemik tejadi dalam 30 menit setelah imunoterapi. Pada pasien yang mengalami
asma, imunoterapi tidak direkomendasikan imunoterapi kecuali telah stabil
penyakit asmanya. Pada pasien asma dapat meningkatkan resiko reaksi sistemik
yang dapat lebih fatal terjadi.
Saat ini imunoterapi subkutan dan imunoterapi sublingual menjadi pilihan rute
pemberian. Imunoterapi subkutan diberikan secara suntikan subkutan dengan
menggunakan suntikan, alergen yang digunakan berupa cairan ekstrak alergen
cair, sedangkan metode sublingual dilakukan dengan cara meletakan atau
menghisap tablet di bawah lidah. Metode subkutan cenderung memberikan
perbaikan klinis yang lebih baik. Namun metode sublingual mempunyai
keuntungan kepada pasien karena dapat dilakukan di rumah sesuai anjuran dosis
yang diberikan, sedangkan metode subkutan harus dilakukan di tempat klinik
atau rumah sakit.
Mekanisme efek imunoterapi dan peran sel T regulator dalam reaksi alergi.
35
III.2 -Rinitis Alergi
.
36
III.2 -Rinitis Alergi
.
37
III.2 -Rinitis Alergi
.
38