Anda di halaman 1dari 14

 Hematokrit donor: karena pengaruh volume plasma yang diambil selama

setiap satu siklus dari prosedur aliran intermiten.

Untuk prosedur aferesis tunggal, volume koleksi akhir tidak boleh melebihi
15% dari total volume darah. Selama prosedur aferesis, ECV tidak boleh melebihi
20% dari total volume darah. Beberapa prosedur dapat mengakibatkan ECV total
sebanyak 1 liter. Donor dengan berat badan di bawah 70 kg ini dapat lebih dari
20% dari total volume darah dan prosedur mungkin perlu disesuaikan sesuai
dengan batas toleransi keselamatan setiap donor secara individu. Volume
antikoagulan mempengaruhi volume plasma yang dikumpulkan, misalnya
antikoagulan dalam rasio 1:12 membentuk 14% dari volume akhir yang
dikumpulkan dari donor dengan hematokrit 45%.
Antikoagulan : Antikoagulan harus masih berada dalam masa berlaku,
dengan tidak ada kebocoran, dan bila ada kecurigaan, maka tidak bisa digunakan.
Nomor batch harus dicatat pada catatan sesi dan adanya cacat dilaporkan sesuai
dengan sistern mutu. Perhatian harus diberikan untuk donor yang berulang kali
menunjukkan tanda-tanda dan/atau gejala keracunan sitrat pada aferesis. Praktik
suplementasi profilaksis oral dengan kalsium harus dihindari.
Prosedur pengumpulan identik dengan donor darah total normal kecuali untuk
hal-hal berikut:
 Pelabelan: paket aferesis dan tabung sampel donor harus diberi label sesuai
dengan SOP.
 Pungsi vena: prosedur seperti melepaskan klem dan lain-lain harus mengikuti
protokol untuk jenis tertentu dari prosedur aferesis yang dilakukan.
 Antikoagulasi: terjadi secara otomatis dalam aferesis, tetapi diperlukan
pemantauan dari mesin aferesis.
 Aliran darah dan pemantauan: aliran darah terjadi secara otomatis dalam
aferesis, kecuali laju aliran yang memuaskan tidak terjaga.
 Instruksi diperlukan untuk operator aferesis dalam hal terjadi aliran yang
melambat. Perawatan khusus diperlukan ketika memantau laju arus balik
karena prosedur aferesis sebagian besar beroperasi dengan pemompaan
kembali eritrosit, sehingga hematoma dapat terjadi dengan cepat dan perlu
diambil tindakan yang tepat untuk mencegah hal ini terjadi.
 Pengambilan sampel: sampling aferesis dapat dilakukan pada awal donasi.
Metode yang digunakan harus menjamin teknik aseptik tanpa risiko
kontaminasi dan didefinisikan secara jelas dalam SOP.
 Inspeksi akhir donasi: komponen aferesis harus diperiksa secara rutin
terhadap adanya hemolisis, kontaminasi eritrosit yang tidak diinginkan, serta
penampilan abnormal lainnya atau adanya pembekuan.

Komponen Darah
Seluruh donor darah biasanya diproduksi menjadi komponen untuk
memfasilitasi perbedaan terapi pasien, misalnya eritrosit, protein plasma, atau
trombosit. Tujuan dari pembuatan komponen adalah untuk mempertahankan
keawetan dan fungsi, serta untuk mencegah perubahan atau kontaminasi yang
merugikan.
Eritrosif. Eritrosit dibuat dari darah keseluruhan (whole blood) dengan
sentrifugasi dan menghilangkan plasma. Larutan yang paling umum digunakan
sebagai antikoagulan adalah CPDA-1. Antikoagulan ini dilengkapi dengan
dekstrosa dan adenin untuk mengawetkan pada tingkat adenosin trifosfat pada
eritrosit. Eritrosit dengan CPDA-1 dapat disimpan sampai 35 hari pada suhu 1-
6°C. Eritrosit juga dapat ditambah larutan yang mengandung glukosa dan substrat
lainnya selama pembuatan. Larutan aditif tersebut memungkinkan periode
penyimpanan yang lebih lama (42 hari) dan memiliki nilai hematokrit (Ht) rendah.
Selama penyimpanan, eritrosit mengalami penuaan perubahan serupa yang terjadi
dalam tubuh (in vivo), sehingga sebagian sel darah merah yang ditransfusikan
dengan cepat akan dimusnahkan oleh limpa resipien. Kebocoran kalium
intraselular akan terjadi selama penyimpanan eritrosit. Konsentrasi kalium dalam
supernatan sel darah merah bisa mencapai 76 mmol/L, yang mungkin
mengkhawatirkan Namun, jumlah total kalium yang dikeluarkan sedap unit
eritrosit nilainya lebih kecil dibandingkan dengan kebutuhan fisiologis harian,
sehingga hiperkalemia setelah transfusi jarang terjadi. Eritrosit juga kehilangan 2-
3-difosfogliserat (2,3-diphosphoglycerate, [2,3-DPG]) intraselular selama
penyimpanan, mengakibatkan pergeseran kurva disosiasi Hb-oksigen ke kiri.
Dengan demikian, tidak lama setelah transfusi, eritrosit yang disimpan memiliki
afinitas oksigen yang relatif tinggi. Kadar normal 2,3-DPG akan dikembalikan
dalam waktu 24 jam setelah transfusi. Pergeseran dalam hubungannya dengan
disosiasi oksigen secara klinis jarang terjadi.
Plasma. Plasma dapat disimpan dalam keadaan cair pada 1-6°C, atau
dibekukan agar lebih awet. Dalam keadaan cair pada suhu lemari es, akan
kehilangan faktor pembekuan labil, terutama faktor VIII dan faktor V Plasma
beku segar (fresh frozen plasma, FFP) dipisahkan dari eritrosit dan disimpan pada
suhu -18°C dalam waktu 8 jam sejak koleksi. Plasma beku 24 jam setelah
flebotomi (FP24) dibuat mirip dengan FFP, namun tidak dibekukan sampai 24
jam setelah koleksi. Kandungan faktor koagulasi dari FP24 adalah setara dengan
FFP. Plasma beku dapat disimpan sampai 1 tahun pada suhu -18°C atau lebih
rendah. Sebelum transfusi, baik FFP maupun FP24 dicairkan pada suhu 37°C dan
harus ditransfusikan dalam waktu 24 jam. Plasma cair dapat disimpan pada suhu
lemari es sampai 5 hari, sementara itu kadar yang memadai faktor V dan VIII
dipertahankan.
Antihemophilic Factor. Cryoprecipitated Antihemophilic Factor adalah
bagian yang larut dalam plasma yang tersisa setelah FFP dicairkan pada suhu
lemari es, yang berisi sekitar 50% faktor VIII dan 20-40% fibrinogen dalam unit
plasma. Cryo juga mengandung faktor von Willebrand (vWF) dan faktor XIII.
Unit kriopresipitat setidaknya mengandung 80 IU faktor VIII. Satu unit
kriopresipitat mengandung sekitar 250 mg fibrinogen, namun pengujian untuk
kandungan fibrinogen tidak diperlukan. Cryoprecipitated antihemophilic factor
merupakan kemajuan besar dalam pengobatan hemofilia A sebelum
dikembangkan keamanan pemurnian konsentrat faktor pembekuan. Saat ini, cryo
digunakan terutama sebagai sumber nbnnogen.
Konsentrat Trombosit, Konsentrat trombosit (platelet concentrate, PC)
dibuat dari darah utuh dengan sentrifugasi plasma yang kaya trombosit.
Konsentrat trombosit harus mengandung setidaknya 5,5 x 1010 trombosit per unit.
Disimpan pada suhu kamar (20-24°C) karena trombosit yang disimpan di kulkas
pada suhu 1-6°C) telah sangat berkurang kelangsungan hidupnya pascatransfusi.
Peraturan PDA saat ini memungkinkan konsentrat trombosit untuk disimpan
hingga 5 hari dengan digoyang-goyang dengan lembut secara terus-menerus. Pada
akhir penyimpanan, pH konsentrat trombosit harus 6,0. Konsentrat trombosit
biasanya mengandung sejumlah kecil eritrosit, yang terlihat jelas dan dapat
menyebabkan aloimun terhadap antigen eritrosit. Konsentrat trombosit berisi 30-
50 mL plasma. Biasanya diperlukan lima atau lebih unit konsentrat trombosit
untuk mendapatkan dosis terapi pada pasien dewasa.
Konsentrat trombosit yang dikumpulkan menggunakan sistem terbuka harus
ditransfusikan dalam waktu 4 jam. Konsentrat trombosit dapat dikumpulkan, dan
berkurangnya leukosit pada saat pembuatan, menggunakan sistem yang
mempertahankan sterilitas. sering disebut sebagai trombosit prepooled. Karena
keutuhan wadah tidak terganggu selama proses, trombosit prepooled dapat
disimpan hingga 5 hari. Konsentrat trombosit yang dibuat secara aferesis
(trombosit, aferesis, atau platelet-donor tunggal) disimpan dan ditangani dengan
cara yang sama seperti konsentrat trombosit yang dibuat dari whole blood. Setiap
unit trombosit aferesis harus berisi minimal 3,0 x 1011 trombosit. Dimungkinkan
untuk membuat dua unit trombosit dalam sesi aferesis tunggal dari beberapa
donor. Satu unit aferesis trombosit biasanya akan cukup memberikan dosis terapi
untuk pasien dewasa.
Komponen Leukosit. Granulosit dapat dibuat dengan aferesis. Granulosit
dapat disimpan pada suhu kamar sampai 24 jam. Namun, selain singkat masa
penyimpanan in vitro, granulosit mungkin telah berkurang juga kemampuannya
untuk bermigrasi ke daerah peradangan. Sangat diharapkan transfusi dilakukan
sesegera mungkin setelah pengumpulan. Rangsangan donor dengan granulocyte
colony-stimulating factor (G-CSF) biasanya diperlukan untuk mendapatkan
jumlah granulosit yang memadai dengan dosis terapi untuk pasien. Satu unit
granulosit mengandung sejumlah eritrosit, sehingga ABO harus kompatibel
dengan penerima. Sel mononuklear yang didapatkan dengan aferesis dapat
menjadi sumber hematopoietik sel progenitor untuk transplantasi autolog atau
alogenik. Jumlah sel mononuklear yang beredar dapat ditingkatkan dengan
granulocyte-colony stimulating factor (G-CSF) atau granulocyte-macrophage
colony-stimulating factor (GM-CSF). Autolog sel mononuklear untuk
transplantasi pada pasien dengan limfoma atau keganasan lain biasanya dilakukan
ketika sumsum telah tulang pulih dengan kemoterapi, karena terjadi peningkatan
yang relatif tinggi dari sirkulasi sel induk pada saat itu. Sel mononuklear dapat
disimpan dalam keadaan beku setelah penambahan agen cryoprotective. Setelah
pencairan pada suhu 37°C, sel mononuklear haru£ ditransfusikan sesegera
mungkin.
Leukocyte-Reduced Blood Component. Leukosit yang ada dalam komponen
darah, eritrosit dan konsentrat trombosit, mungkin menyebabkan efek yang
merugikan. Efek yang tidak diinginkan tersebut termasuk reaksi demam transfusi
nonhemolitik. Untuk meminimalkan sebagian besar dampak merugikan tersebut,
banyak bank darah dan pelayanan transfusi menggunakan komponen darah yang
dihilangkan/dikurangi leukositnya untuk semua transfusi. Pengurangan leukosit
biasanya dilakukan pada saat pembuatan komponen (prestorage leukocyte
reduction) atau pada saat transfusi (pcststorage. leukocyte reduction), yang
merupakan metode yang efektif untuk menghilangkan leukosit. Prestorage
leukocyte reduction memiliki keuntungan mencegah akumulasi sitokin, yang
dapat menyebabkan reaksi merugikan. Selain itu, filtrasi pada saat pembuatan
memungkinkan untuk kontrol proses yang lebih baik. Perangkat aferesis tertentu
dapat diandalkan menghasilkan konsentrat trombosit yang mengandung kurang
dari 1 x 106 leukosit. Kegagalan pengurangan leukosit mungkin terjadi selama
penyaringan darah dari donor penderita sel sabit. Kegagalan filtrasi tersebut
karena polimerisasi Hb S dalam lingkungan yang bertekanan oksigen rendah dan
berosmolalitas tinggi.
Komponen Khusus. Eritrosit dapat disimpan dalam keadaan beku setelah
penambahan zat cryoprotektif, seperti gliserol. Eritrosit beku dapat disimpan
dalam freezer mekanik atau nitrogen cair hingga 10 tahun. Unit beku mencair
cepat pada suhu 37°C. Zat cryoprotektif harus dihilangkan dengan penurunan
osmolalitas. Kegagalan deglycerolize eritrosit beku dapat mengakibatkan
hemolisis. Setelah gliserol dihilangkan, eritrosit disimpan sampai 1 hari pada suhu
1-6°C jika diolah dengan metode terbuka, atau sampai 14 hari jika diolah dengan
metode tertutup. Penggunaan utama dari sel darah merah beku adalah untuk
mempertahankan unit antigen-negatif langka. Eritrosit dan konsentrat trombosit
dapat dicuci untuk menghilangkan protein plasma dan elektrolit. Pencucian dapat
dilakukan dengan metode manual atau otomatis. Kemungkinan hilangnya sel
selama proses pencucian sangat besar. Selain itu, pencucian trombosit dapat
menyebabkan penggumpalan serta penurunan aktivasi dengan viabilitas.
Penggunaan utama komponen yang dicuci adalah pencegahan reaksi alergi yang
parah. Mencuci bukanlah cara yang efektif untuk mengurangi leukosit.
Mengurangi Unsur Patogen. Meskipun kemajuan besar telah dicapai dalam
mengurangi risiko penularan penyakit akibat transfusi, beberapa risiko masih tetap
ada. Selain itu, ada kemungkinan bahwa penyakit menular baru mungkin muncul
sebagai ancaman terhadap keamanan darah. Oleh karena itu, saat ini sedang
dikembangkan strategi untuk menonaktifkan kontaminasi mikroorganisme.
Derivat darah seperti albumin, konsentrat faktor pembekuan, dan imunoglobulin,
biasanya dilakukan dengan berbagai metode, termasuk pemanasan dan larutan
detergen, yang sangat efektif terhadap virus, termasuk HIV, hepatitis B (HBV),
dan virus hepatitis C (HCV). Cara kerja larutan detergen yaitu dengan
mengganggu envelope lipid virus HIV, HBV, dan HCV. Namun, tidak efektif
terhadap virus yang mempunyai envelope nonlipid. Selain itu, juga
menghancurkan membran sel sehingga tidak dilakukan untuk komponen selular
darah. Plasma yang ditambahkan larutan detergen mengandung semua faktor
koagulasi dan efektif dalam pengobatan thrombotic thrombocytopenic purpura
(TIP).
Pemilihan Komponen Darah
Komponen Darah harus kompatibel secara serologis untuk penerima.
Kompatibilitas ABO menjadi pertimbangan utama. Eritrosit yang ditransfusikan
harus kompatibel dengan antibodi penerima, dan plasma yang ditransfusikan
harus kompatibel dengan sel eritosit penerima. Oleh karena itu, seluruh darah dari
golongan ABO harus identik dengan penerima. Eritosit mengandung sedikit
plasma dan harus kompatibel, tetapi belum tentu identik dengan golongan ABO
penerima.
Eritrosit. Pertimbangan utama dalam pemilihan sel darah merah adalah
kompatibilitas serologi untuk mencegah reaksi hemolitik karena transfusi.
Kelangsungan hidup eritrosit pascatransfusi berbanding terbalik dengan lama
penyimpanan. Untuk transfusi dengan volume yang besar, seperti pada pasien
anak-anak, dipilih unit Hb S-negatif (sel sabit-negatif). Unit Hb S-negatif juga
dipilih untuk penderita penyakit sel sabit karena adanya Hb S dalam eritrosit
donor dapat mempersulit pemantauan efektivitas terapi transfusi. Transfusi
eritrosit yang mengandung sel sabit berisiko terjadi aloimunisasi dan reaksi
hemolitik transfusi. Transfusi tukar pada neonatus dengan penyakit hemolytic
disease of newborn (HDN) adalah kasus yang khusus. Dalam hal ini, dibutuhkan
eritrosit dengan antigen negatif. Eritrosit harus kompatibel dengan antibodi ibu,
termasuk antibodi ABO.
Trombosit. Kompatibilitas ABO kurang penting pada transfusi trombosit
dibandingkan transfusi eritrosit. Antigen ABO bersifat lemah pada trombosit.
Inkompatibilitas ABO pada transfusi trombosit dapat mengakibatkan
kelangsungan hidup pascatransfusi rendah, meskipun hal ini biasanya tidak
signifikan secara klinis. Transfusi isohemaglutinin yang terkandung dalam plasma
trombosit aferesis dari donor dengan titer anti-A atau anti-B yang tinggi dapat
menyebabkan reaksi hemolitik akut. Oleh karena itu, jika trombosit ABO non-
identik harus ditransfusikan, maka pertimbangan utama biasanya ditujukan kepada
kompatibilitas plasma dengan penerima. Sedikitnya peningkatan setelah transfusi
trombosit tunggal tidak harus dianggap disebabkan oleh aloimunisasi.

Pengujian Pra-Transfusi
Langkah yang paling penting dalam pengujian pra-transfusi adalah
pengambilan dan identifikasi sampel darah penerima. Penyebab paling umum dari
reaksi transfusi hemolitik akut adalah kesalahan identifikasi sampel atau pasien.
Setiap layanan transfusi harus mengembangkan dan melaksanakan kebijakan dan
prosedur identifikasi pasien dan koleksi spesimen. Sampel pra-transfusi harus
diberi label pada saat proses koleksi darah dan dikonfirmasi dengan identitas
permanen pasien (biasanya gelang). Label harus berisi setidaknya dua
pengidentifikasi unik, seperti nama pasien dan nomor registrasi rumah sakit.
Tanggal pengambilan sampel dan identitas flebotomist juga harus
didokumentasikan. Dalam situasi darurat ketika identitas pasien belum diketahui,
pengenal unik harus diberikan. Identitas ini harus tetap digunakan pada pasien di
sepanjang perjalanan transfusi, bahkan jika pasien diidentifikasi lebih lanjut.
Kebijakan dan prosedur harus ada untuk manajemen pasien dengan nama rahasia
atau nama panggilan. Sampel untuk pengujian pra-transfusi harus dikumpulkan
tidak lebih dari 3 hari sebelum transfusi. Sampel pra-transfusi dapat dikumpulkan
selama kunjungan rawat jalan sebelumnya. Salah satu pilihannya adalah dengan
mewajibkan pasien tersebut untuk memakai gelang identifikasi, meskipun banyak
pasien tidak menginginkan. Alternatif lain adalah dengan menetapkan nomor unik
untuk spesimen pra-transfusi yang mencantumkan nomor ini untuk identifikasi
yang menunjukkan bahwa harus diberikan pasien pada hari operasi. Sampel pra-
transfusi harus dipertahankan sampai setidaknya 7 hari setelah setiap transfusi.
Pengujian pra-transfusi rutin terdiri dari ABO dan Rh (D), dan skrining untuk
antibodi eritrosit yang tidak terduga. Jika reaksi antibodi positif, maka tes
identifikasi antibodi harus dilakukan. Hasil saat pengujian harus dibandingkan
dengan catatan pengujian sebelumnya, jika tersedia. Antibodi eritrosit yang
signifikan secara klinis dapat tidak terdeteksi dari waktu ke waktu, tetapi dapat
menyebabkan reaksi hemolitik tertunda. Oleh karena itu, riwayat adanya antibodi
yang signifikan secara klinis harus diperhatikan dengan menyediakan hanya
eritrosit antigen-negatif untuk transfusi. Setiap perbedaan dalam pengujian saat ini
atau adanya perbedaan dengan catatan sebelumnya harus diselesaikan sebelum
pengujian pra-transfusi. Beberapa pasien menimbulkan tantangan tersendiri dalam
pengujian pra-transfusi. Bayi yang baru lahir biasanya memiliki isohemaglutinin
lemah atau bahkan tidak ada. Antibodi ABO mungkin tidak ada sampai umur 6
bulan. Antibodi sel darah merah yang tidak terduga dapat diperoleh secara pasif
dari transfusi konsentrat trombosit atau imunoglobulin. Beberapa pasien mungkin
kekurangan isohemaglutinin karena penyakit atau terapi imunosupresif. Dalam
situasi mendesak, ketika golongan darah belum dapat ditentukan, pemilihan
eritrosit golongan O dan plasma golongan AB biasanya aman. Langkah terakhir
dari pengujian kompatibilitas pra-trarisfusi adalah crossmatch (reaksi silang).
Tujuan dari reaksi silang adalah pemeriksaan terakhir kompatibilitas ABO.
Crossmatch Major dilakukan antara serum penerima atau plasma dengan eritrosit
donor, sedangkan Crossmatch Minor dilakukan antara eritrosit penerima dengan
plasma donor, yang biasanya tidak diperlukan. Ketika ada antibodi yang tidak
terduga pada eritrosit, maka crossmatch harus dilakukan dengan teknik
antiglobulin. Suatu alternatif untuk menjamin kompatibilitas ABO yang disebut
crossmatch komputer. Dengan sistem komputer yang divalidasi, dapat
memastikan darah yang dikeluarkan dilengkapi dengan informasi golongan ABO
yang kompatibel. Adanya autoantibodi sel darah merah menyajikan masalah
khusus. Dalam situasi yang mendesak, transfusi darurat dapat dilakukan sebelum
selesai pengujian kompatibilitas. Tujuan dari kondisi darurat adalah agar eritrosit
meningkatkan kapasitas membawa oksigen dan plasma untuk menambah faktor
koagulasi secara cepat kepada pasien dengan kasus perdarahan. Antibodi terhadap
antigen golongan darah lainnya biasanya tidak menyebabkan reaksi hemolitik
akut, dan oleh karena itu tidak diprioritaskan. Namun, ketika ada riwayat antibodi
sebelumnya, atau saat tes identifikasi antibodi yang sebagian telah selesai, jika
tersedia mungkin lebih baik untuk memilih eritrosit antigen-negatif. Dokumentasi
perintah medis untuk penggunaan darurat komponen darah harus dilakukan.

Komponen Darah untuk Terapi


Semua keputusan transfusi didasarkan atas penilaian klinis yang harus dibuat
dengan mempertimbangkari juga data laboratorium klinis. Tidak ada indikasi
yang mutlak, dan ada beberapa kontraindikasi untuk transfusi darah.
Transfusi Eritrosit. Eritrosit berfungsi membawa oksigen, dan transfusi
eritrosit mungkin digunakan untuk mengobati anemia akut atau kronis.
Kemampuan pasien untuk mentoleransi anemia tergantung pada derajat anemia,
mekanisme adaptif fisiologis, dan adanya penyakit jantung atau pemapasan.
Adaptasi fisiologis normal pada anemia meliputi peningkatan cardiac output,
redistribusi aliran darah, peningkatan ekstraksi oksigen, dan peningkatan 2,3-DPG
eritrosit, sehingga terjadi pergeseran kurva disosiasi ke kanan antara hemoglobin
dengan oksigen. Pedoman umum untuk transfusi eritrosit dirangkum dalam Tabel
11.1.
Gejala anemia, terlepas dari kadar Hb, pada pasien dengan volume darah
normal merupakan indikasi untuk transfusi. Gejala anemia termasuk kelelahan,
takikardia, takipnea, dispnea saat aktivitas, hipotensi postural, dan gangguan
kesadaran. Anemia mungkin akibat angina pada pasien dengan arteri penyakit
koroner. Umumnya, kehilangan darah akut lebih dari 15% volume darah menjadi
indikasi untuk transfusi eritrosit. Pada studi pascaoperasi, terjadi morbiditas pada
pasien yang menolak transfusi, dengan Hb praoperatif 6,0 g/dL, tanpa adanya
penyakit arteri koroner. Kematian meningkat dengan praoperasi dengan kadar Hb
di bawah 6 g/dL. Risiko ini diperbesar oleh adanya penyakit kardiovaskular
(angina, infark miokard, gagal jantung kongestif, atau penyakit pembuluh darah
perifer). Satu studi dari pasien yang menjalani operasi elektif menunjukkan tidak
ada kematian meskipun kadar Hb serendah 6 g/dL, bila kehilangan darah kurang
dari 500 mL.

Transfusi Trosnbosit
Indikasi dan Kontraindikasi Transfusi Trombosit
1. Profilaksis transfusi trombosit pada pasien dengan non-immune
thrombocytopenia karena penyakit sumsum tulang atau kemoterapi, atau
setelah transplantasi sel induk hematopoietik.
2. Transfusi trombosit pada pasien perdarahan dengan trombositopenia atau
kelainan fungsi trombosit.
3. Transfusi trombosit pada penyakit koagulasi intravaskular diseminata
(diseminated intravaskular coagulation, DIG).
4. Transfusi trombosit pada pasien non-immune thrombocytopenia jangka
panjang, yang tidak ada perbaikan.
5. Transfusi trombosit pada pasien idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP).
6. Transfusi trombosit pada pasien dengan kelainan fungsi trombosit didapat.
7. Transfusi trombosit pada pasien dengan gangguan trombosit bawaan.
8. Transfusi trombosit pada perdarahan masif.

1. Profilaksis transfusi trombosit pada pasien dengan non-immune


thrombocytopenia karena penyakit sumsum tulang atau kemoterapi, atau
setelah transplantasi sel induk haematopoietik.
Risiko perdarahan spontan meningkat secara signifikan ketika jumlah
trombosit kurang dari 5 x 109/L, tetapi tidak berbeda antara 5 x 109/L dan 50
x 109/L. Trombosit harus ditransfusi untuk menjaga jumlahnya di atas 109/L
kecuali pasien berulang terhadap transfusi trombosit. Pada jumlah di atas 10 x
109/L, transfusi trombosit tidak bermanfaat. Ketika jumlah trombosit hampir
10 x 109/L memberikan tingkat keamanan pragmatis, dan dengan mem-
pertimbangkan kemungkinan taksiran yang berlebihan jumlah trombosit.

2. Transfusi Trombosit Pada Pasien Perdarahan Dengan Trombositopenia


Atau Kelainan Fungsi Trombosit
Pasien trombositopenia dengan perdarahan yang signifikan (derajat 2/WHO,
atau lebih) memerlukan perawatan, terlepas dari tingkat trombositopenia.
Pengobatan dengan dosis tunggal trombosit pada suatu waktu, dapat diulang
sesuai dengan respons terapi. Penting untuk memeriksa jumlah trombosit
dalam selang waktu antara transfusi, untuk menilai apakah pengulangan
memberikan perbaikan. Setelah resolusi perdarahan, transfusi harus
dilanjutkan setidaknya setiap hari untuk menjaga jumlah trombosit di atas 20
x 109/L sampai pasien telah stabil, dan sebaiknya sampai trombositopenia
teratasi. Jika pasien terus mengalami perdarahan meskipun ada kenaikan
jumlah trombosit yang signifikan, transfusi terus dilanjutkan untuk
meningkatkan jumlah trombosit hingga kisaran 80-100 x 109/L. Pemeriksaan
dilakukan untuk kelainan koagulasi lainnya, dan dilakukan perbaikan yang
sesuai.
3. Transfusi Trombosit pada DIG
Pada pasien perdarahan akut dengan DIG, transfusi trombosit merupakan hal
yang wajar sebagai bagian dari program yang meliputi identifikasi dan
pengobatan proses penyakit pemicu, juga mengobati kekurangan faktor
koagulasi lainnya. Tidak ada bukti bahwa transfusi trombosit akan
memperburuk proses DIG, juga tidak ada bukti dari studi klinis yang
mendefinisikan strategi terbaik transfusi trombosit pada DIG. Target transfusi
mencapai jumlah trombosit lebih dari 50 x 109/L. Jumlah trombosit dan tes
skrining koagulasi harus sering diperiksa. Pada pasien yang tidak mengalami
perdarahan, atau pasien dengan DIG kronis, transfusi trombosit profilaksis
tidak diindikasikan untuk memperbaiki jumlah platelet.
4. Transfusi Trombosit Pada Pasien non-Immune Thrombocytopenia
Jangka Panjang, Yang Tidak Ada Perbaikan.
Secara umum, dalam praktik cenderung mengikuti pedoman pengobatan
untuk chemotherapy-induced thrombocytopenia. Pasien dengan
trombositopenia berat kronis tanpa gejala perdarahan tidak mendapat manfaat
dari penggunaan rutin secara intermiten, misalnya mingguan. Transfusi
trombosit profilaksis, dan kebutuhan terapi perlu ditentukan sesuai dengan
gejala. Tidak ada bukti pada saat ini dan tidak ada konsensus yang
dipublikasikan atau pedoman untuk mendukung praktik intermiten transfusi
trombosit profilaksis. Ini mungkin lebih berguna untuk mengurangi risiko
induksi atau berulang. Disarankan untuk meneliti kebutuhan setiap pasien
secara individual, tidak perlu menghindari paparan trombosit, dan
memperhatikan secara rinci langkah-langkah pendukung lainnya. Ada
beberapa bukti bahwa kadar hemoglobin di atas 11 g/dL akan meningkatkan
fungsi trombosit, karena itu mungkin tingkat hemoglobin pasien dijaga di atas
11,0 g/dL jika pasien mengalami perdarahan, meskipun perlu berhati-hati
untuk menghindari kelebihan besi.
5. Transfusi Trombosit Pada Pasien ITP
Transfusi trombosit umumnya tidak efektif pada pasien dengan ITP,
trombosit yang ditransfusikan dengan cepat dibuang dari peredaran darah
pasien, tidak berguna juga bila diberikan untuk profilaksis. Pada pasien
dengan perdarahan serius yang sedang diobati secara simukan dengan terapi
definitif (IV metilprednisolon atau steroid lainnya, dan IV IgG),
bagaimanapun transfusi trombosit mungkin menyelamatkan nyawa. Dalam
kasus ini, dosis yang diperlukan sangat besar.
6. Transfusi Trombosit Pada Pasien Dengan Kelainan Fungsi Trombosit
Didapat
Perdarahan dapat terjadi pada pasien yang menggunakan obat antitrombosit,
penggunaan profilaksis diberikan kepada pasien yang menggunakan aspirin/
clopidogrel atau obat yang serupa secara teratur. Pasien yang dijadwalkan
minum obat-obat antitrombosit harus dinilai setidaknya dua minggu sebelum
prosedur. Faktor risiko harus dievaluasi untuk terjadinya trombosis jika obat
anti-trombosit dihentikan, dan terhadap perdarahan jika obat antitrombosit
terus diminum. Jika memungkinkan, terapi ditunda selama satu sampai dua
minggu sebelum prosedur. Fasten mungkin lebih baik untuk melanjutkan
terapi antitrombosit pada periode perioperatif termasuk mereka yang
menjalani operas! jantung, atau mereka yang berisiko tinggi untuk mengalami
kelainan kardiovaskular. Jika obat antitrombosit dilanjutkan, trombosit harus
tersedia sebelum operasi dimulai, tetapi harus ditransfusikan hanya jika ada
bukti yang nyata adanya perdarahan . pembuluh kecil selama atau setelah
operasi. Transfusi trombosit diindikasikan untuk tujuan ini terlepas dari
jumlah trombosit yang beredar. Terapi ditentukan oleh respons klinis
terhadap transfusi sebelumnya.
7. Transfusi Trombosit Pada Pasien Dengan Gangguan Trombosit Bawaan
Transfusi trombosit diberikan kepada pasien yang mewarisi kelainan fungsi
trombosit hanya bila penting, tetapi dapat diindikasikan pada gangguan yang
parah di mana terapi lainnya telah gagal. Transfusi dapat menyebabkan
aloimunisasi terhadap tidak adanya glikoprotein atau terhadap antigen HLA,
yang dapat membahayakan transfusi dan mengancam nyawa. Oleh karena itu,
pasien dengan gangguan parah (misalnya thrombasthenia Glanzmann atau
Bernard Soulier Syndrome) harus menerima trombosit dengan HLA selektif.
Pada thrombasthenia Glanzmann, rekombinan faktor VIIA (rVIIa) diberikan
pada pasien yang tercatat mempunyai antibodi trombosit glikoprotein atau
antigen HLA atau di mana telah terbukti terjadi respons yang positif terhadap
transfusi trombosit; rVIIa juga mungkin efektif untuk Bernard Soulier
syndrome.
8. Transfusi Trombosit Pada Perdarahan Masif
Perdarahan massif atau kehilangan darah dalam jumlah besar, memerlukan
dukungan transfusi trombosit. Ini merupakan masalah yang banyak
diperdebatkan dan berada dalam penelitian klinis yang intensif, di mana
konsultan hematologi dan dukungan intensif diperlukan pada tahap awal, dan
rumah sakit perlu untuk menjaga protokolnya agar tetap up to date dan
dipraktikkan dengan baik.
Kontraindikasi dan Kewaspadaan, Transfusi trombosit tidakboleh diberikan
untuk pasien dengan:
1. Thrombotic thrombocytopenic purpura atau heparin-induced thrombo-
cytopenia, kecuali pasien mengalami perdarahan yang mengancam nyawa.
Hal ini berbahaya, karena dapat mempercepat trombosis yang berakibat fatal.
2. Trombositopenia autoimun tidak perlu dan tidak efektif, kecuali pada pasien
yang pernah mengalami perdarahan serius. Adanya perdarahan serius ini
mungkin memerlukan dosis tinggi (lebih dari 4 unit), infus bersama dengan
IV IgG, dan steroid dosis tinggi.
3. Kekurangan IgA dengan riwayat reaksi alergi atau anafilaksis terhadap
produk plasma yang mengandung darah. Pasien-pasien ini harus menerima
trombosit dari donor yang kekurangan IgA bilamana memungkinkan.

Tranfusi jangan dilakukan jika paket trombosit menunjukkan tanda-tanda


kerusakan atau kebocoran, atau jika terlihat gumpalan dalam kantung.

Anda mungkin juga menyukai