Anda di halaman 1dari 34

BLOK KEDOKTERAN KOMUNITAS

WRAP UP
SKENARIO 2
“KEJADIAN PENYAKIT DAN PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT”

Kelompok B-12
Ketua : Muhammad Izag Faldi (1102012177)
Sekretaris : Putri Prima Ramadhan (1102012218)
Anggota :Tenny Widya Sari (1102011277)
Muhammad Faruq Abdan Syakuron (1102012174)
Sheila Prilia Andini (1102012274)
Sulastri (1102012286)
Niswah Zakiyah Viviana (1102012198)
Nurfitri Azhri Miranti (1102012204)
Qeis Ramadhan (1102012220)

FAKULTAS KEDOKTERAN - UNIVERSITAS YARSI


2014-2015
Jl. Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510
Telp. 62 21 4244574 Fax 62 21 4244574
Skenario 2
Kejadian Penyakit dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat

Pada tahun 2011, diterapkan KLB (Kejadian Luar Biasa) Demam Berdarah Dengue di Kota Pekanbaru.
Pernyataan resmi ini disampaikan pejabat Wali Kota Pekanbaru setelah mendengar laporan Kepala Dinas
Kesehatan Kota Pekanbaru dalam rapat koordinasi. Pada bulan Februari 2010 terdapat sebanyak 202 kasus dan
bulan Februari 2011 mencapai 450 kasus. Hal ini menunjukkan peningkatan sebesar kurang lebih dua kali lipat dari
periode tahun sebelumnya. IR (Incidence Rate) DBD menurut WHO di Indonesia adalah sebesar <50 per 100.000
penduduk dengan CFR (Case Fatality Rate) 0,2. Kematian yang terjadi pada kasus DBD disebabkan masih
kurangnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap gejala DBD. Sering kali pasien dating ke puskesmas
dalam stadium lanjut, dimana terdapat pendarahan spontan dan syok. Pada stadium demam terdapat kebiasaan
masyarakat yang cenderung untuk mengobati diri sendiri dengan cara membaluri badan dengan bawang merah
yang dicampur minyak goring terlebih dahulu kemudian membeli obat penurun panas di warung atau took obat.
Masyarakat tidak mengerti kalau pada saat mulai demam harus segera dibawa ke Puskesmas.

Karena adanya KLB tersebut, Puskesmas melakukan penyelidikan epidemiologi (PE) ke lapangan untuk
mengetahui penyebab terjadinya KLB. Berdasarkan hasil penyelidikan epidemiologi, tersebut Puskesmas
melakukan tindakan yang diperlukan untuk menanggulangi KLB.

Banyaknya penderita DBD di Puskesmas membutuhkan obat-obatan dan cairan infus bagi pasien yang jumlahnya
sangat banyak, sementara persediaan di Puskesmas juga terbatas. Untuk mengatasi hal tersebut Puskemas
melakukan rujukan kesehatan masyarakat ke Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru.

Program penanggulangan DBD yang berjalan seharusnya bukan hanya dikerjakan oleh Puskesmas sendiri secara
lintas program, tapi juga dikerjakan secara lintas sektoral demi untuk meningkatkan mutu pelayanan. Pada saat
yang bersamaan, terjadi ledakan kasus Campak di Puskesmas setempat. Ternayta cakupan imunisasi Campak
dalam 3 tahun terakhir selalu berada pada kisaran < 50%.

Dalam pertemuan lintas sektoral, tokoh agama juga terlibat dalam ikut urun rembuk penyelesaian masalah
kesehatan di masyarakat. Tokoh agama menyampaikan, bahwa dalam pandangan Islam mencipatakan
kemaslahatan insani yang hakiki adalah merupakan salah satu tujuan syariat Islam dan hukum menjaga kesehatan
dan berobat adalah wajib.
KATA SULIT :

1. Kejadian Luar Biasa (KLB) : salah satu status yang diterapkan di Indonesiauntuk mengklasifikasikan
peristiwa merebaknya suatu wabahpenyakit.

2. IR : Frekuensi penyakit baru yang berjangkit dalam masyarakat di suatu tempat tertentu
pada waktu tertentu

3. CFR : Presentase angka kematian oleh sebab penyakit tertentu untuk menentukan sebab
kegawatan tersebut

4. Penyelidikan Epidemiologi : Suatu kegiatan penyelidikan yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran masalah
ksehatan secara me nyeluruh

5. Lintas Program : Kerja sama yang dilakukan antara beberapa program unruk mencapai tujuan yang
sama

6. Lintas Sektoral : Penggabungan dan penghubungan antara beberapa program di suatu instansi yang
berbeda

Pertanyaan :

1. Kapan suatu penyakit dikatakan KLB ?


2. Mengapa bisa terjadi KLB DBD di daerah tersebut ?
3. Apa tindak lanjut setelah suatu penyakit dikatakan KLB ?
4. Apa tujuan penyelidikan epidemiologi ?
5. Apa yang dilakukan puskesmas untuk menanggulangi KLB ?
6. Bagaimana cara melakukan penyelidikan epidemiologi ?
7. Bagaimana pencegahan KLB terhadsp kasus ini ?
8. Apa perbedaan KLB dan wabah ?
9. Apa tujuan IR & CFR serta rumusannya ?
10. Apa syarat untuk puskesmas merujuk ke dinas kesehatan ?
11. Siapa saja yang menangani KLB ?
12. Apa peran tokoh agama dalam penyelesaian masalah kesehatan ini ?
13. Bagaimana cara menentukan cakupan imuisasi ?
14. Sektor apa saja yang terlibat di lintas sektoral ?

Jawaban :

1. Timbulnya penyakit atau penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal, peningkatan
kwjadian penyakit atau kematian terus menerus dalam 3 kurun waktu, peningkatan kejadian penyakit atau
kematian 2 kali lipat di banding periode sebelumnya.
2. Karena daerah tersebut endemis DBD.
3. Melakukan penyelidikan epidemiologi.
4. Untuk mendapatkan gambaran masalah kesehatan secara menyeluruh.
5. Tergantung penyebabnya (missal : nyamuk dibasmi dengan fogging).
6. Tata cara penyelidikan epidemiologi :
a. Survei.
b. Pengumpulan data.
c. Pengolahan data untuk penanggulangan.
d. Pencegahan.
7. 4M, Fogging & Abatisasi.
8. KLB : Berhubungan dengan kesakitan & kematian.
Wabah : Berhubungan dengan penularan.
9. IR : (Jumlah kasus baru dalam periode tertentu / jumlah populasi beresiko di periode itu) X 100%
Untuk mengetahui seberapa besar masalah yang sedang dihadapi.
CFR : (Jumlah kematian penyakit tertentu / jumlah penderita penyakit tersebut) X 100%
Untuk mengetahui resiko jangka panjang dari penyakit tersebut.
10. Jika sudah tidak bisa ditangani oleh petugas medis di puskesmas &keterbatasan peralatan medis.
11. Puskesmas, Rumah Sakit, & Dinas kesehatan.
12. Membantu mengedukasi masyarakat dalam perspektif islam.
13. Dengan melihat sejumlah bayi di suatu daerah yang sudah mendapatkan imunisasi
14. Sector kesehatan, pemerintah, geofisika, keamanan, agama serta masyarakat.

Hipothesis :

Kurangnya sosialisasi dari pihak medis & kuatnya pengaruh aspek sosial dan kebudayaan membuat kurangnya
perhatian masyaraat akan penyebaran penyakit sehingga dapat menimbulkan penngkatam insidense rate & case
fatality rate yang kan berlanjut menuju kejadian luar biasa atau KLB. Untuk meneliti dan mencari tau sebabnya,
dilakukan penyelidikan epidemiologi oleh puskesmas dan dinas kesehatan melalui catatan angka kematian maupn
kesakitan di daerah tersebut, mulai dari survei, pengumpulan data, pengolahan data, serta pencegahan. Jika tidak
bisa ditangani, maka dilakukan rujukan ke tingkat yang lebih tinggi, tetapi jika berhasil, dilakukan pertimbangan
secara lintas sector maupun lintas sector untuk melakukan perbaikan dan pencegahan untuk KLB yang selanjutnya.
LI 1. Memahami & Menjelaskan KLB & Wabah Berdasarkan Angka Kesakitan & Kematian.

Definisi Kejadian Luar Biasa (KLB) :

Kep. Dirjen PPM&PLP No.451-I/PD.03.04/1991 Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan


KLB - Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kesakitan/kematian yang bermakna
secara epidemiologis dalam kurun waktu dan daerah tertentu.

UU : 4 Tahun 1984 - kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian
kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.

Klasifikasi :

Berdasarkan deskripsi

Deskripsi Kasus Berdasarkan Waktu.


Penggambaran kasus berdasarkan waktu pada periode wabah (lamanya KLB berlangsung), yang digambarkan
dalam suatu kurva epidemik.
Kurva epidemik adalah suatu grafik yang menggambarkan frekuensi kasus berdasarkan saat mulai sakit (onset of
illness) selama periode wabah. Kurva ini digambarkan dengan axs horizontal adalah saat mulainya sakit dan
sebagai axis vertikal adalah jumlah kasus.
Kurva epidemik dapat digunakan untuk tujuan :
a. Menentukan / memprakirakan sumber atau cara penularan penyakit dengan melihat tipe kurva epidemik
tersebut (common source atau propagated).
b. Mengidentifikasikan waktu paparan atau pencarian kasus awal (index case). Dengan cara menghitung
berdasarkan masa inkubasi rata-rata atau masa inkubasi maksimum dan minimum.

Deskripsi Kasus Berdasarkan Tempat


Tujuan menyusun distribusi kasus berdasarkan tempat adalah untuk mendapatkan petunjuk populasi yang rentan
kaitannya dengan tempat (tempat tinggal, tempat pekerjaan). Hasil analisis ini dapat digunakan untuk
mengidentifikasi sumber penularan. Agar tujuan tercapai, maka kasus dapat dikelompokan menurut daerah variabel
geografi (tempat tinggal, blok sensus), tempat pekerjaan, tempat (lingkungan) pembuangan limbah, tempat
rekreasi, sekolah, kesamaan hubungan (kesamaan distribusi air, makanan), kemungkinan kontak dari orang ke
orang atau melalui vektor (CDC, 1979; Friedman, 1980).

Deskripsi KLB Berdasarkan Orang


Teknik ini digunakan untuk membantu merumuskan hipotesis sumber penularan atau etiologi penyakit.Orang
dideskripsikan menurut variabel umur, jenis kelamin, ras, status kekebalan, status perkawinan, tingkah laku, atau
kebudayaan setempat. Pada tahap dini kadang hubungan kasus dengan variabel orang ini tampak jelas. Keadaan ini
memungkinkan memusatkan perhatian pada satu atau beberapa variabel di atas. Analisis kasus berdasarkan umur
harus selalu dikerjakan, karena dari age spscific rate dengan frekuensi dan beratnya penyakit. Analisis ini akan
berguna untuk membantu pengujian hipotesis mengenai penyebab penyakit atau sebagai kunci yang digunakan
untuk menentukan sumber penyakit

Klasifikasi KLB menurut Penyebab:

1. Toksin
a. Entero toxin, misal yang dihasilkan oleh Staphylococus aureus, Vibrio, Kholera,
Eschorichia, Shigella.
b. Exotoxin (bakteri), misal yang dihasilkan oleh Clostridium botulinum, Clostridium
perfringens.
c. Endotoxin.
2. Infeksi : Virus, Bacteri, Protozoa, Cacing.
3. Toksin Biologis : Racun jamur, Alfatoxin, Plankton, Racun ikan, Racun tumbuh-tumbuhan
4. Toksin Kimia
Zat kimia organik: logam berat (seperti air raksa, timah), logam-logam lain cyanida.
Zat kimia organik: nitrit, pestisida.
Gas-gas beracun: CO, CO2, HCN, dan sebagainya
Klasifikasi menurut Sumber KLB

1. Manusia, ex: jalan napas, tenggorokan, tangan, tinja, air seni, muntahan, seperti Salmonella,
Shigella, Staphylococus, Streptoccocus, Protozoa, Virus Hepatitis.
2. Kegiatan manusia, ex : Toxin biologis dan kimia (pembuangan tempe bongkrek, penyemprotan,
pencemaran lingkungan, penangkapan ikan dengan racun).
3. Binatang, ex : binatang piaraan, ikan, binatang mengerat, contoh : Leptospira, Salmonella, Vibrio,
Cacing dan parasit lainnya, keracunan ikan/plankton
4. Serangga (lalat, kecoa, dan sebagainya), ex : Salmonella, Staphylokok, Streptokok.
5. Udara, ex : Staphyloccoccus, Streptococcus, Virus, pencemaran udara.
6. Permukaan benda-benda/alat-alat, ex : Salmonella.
7. Air, ex : Vibrio Cholerae, Salmonella.
8. Makanan/minuman, misal : keracunan singkong, jamur, makanan dalam kaleng.
Kriteria :
KLB meliputi hal yang sangat luas seperti sampaikan pada bagian sebelumnya, maka untuk mempermudah
penetapan diagnosis KLB, pemerintah Indonesia melalui Keputusan Dirjen PPM & PLP No. 451-I/PD.03.04/1999
tentang Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB telah menetapkan criteria kerja KLB yaitu
:

1. Timbulnya suatu penyakit/menular yang sebelumnya tidak ada/tidak dikenal.


2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut jenis
penyakitnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun)
3. Peningkatan kejadian penyakit/kematian, 2 kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya (jam,
hari, minggu, bulan, tahun).
4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih bila dibandingkan
dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya.
5. Angka rata-rata per bulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih dibanding
dengan angka rata-rata per bulan dari tahun sebelumnya.
6. Case Fatality Rate dari suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu menunjukan kenaikan 50% atau
lebih, dibanding dengan CFR dari periode sebelumnya.
7. Propotional Rate (PR) penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih
dibanding periode yang sama dan kurun waktu/tahun sebelumnya.
8. Beberapa penyakit khusus : Kholera, “DHF/DSS”, (a)Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya
(pada daerah endemis). (b)Terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada periode 4 minggu
sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit yang bersangkutan.
9. Beberapa penyakit yg dialami 1 atau lebih penderita: Keracunan makanan, Keracunan pestisida.

Pencegahan :
 Pencegahan Primordial
Untuk Menghindari kemunculan dari adanya faktor resiko. Pencegahan primordial memerlukan peraturan
yang tegas dari yang berwenang untuk tidak melakukan hal-hal yang akan menjadikan faktor risiko bagi
timbulnya penyakit tertentu.
 Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)
Sasaran pencegahan tingkat pertama dapat ditujukan pada faktor penyebab, lingkungan serta pejamu.
Sasaran yang ditujukan pada faktor penyebab bertujuan untuk mengurangi atau menurunkan pengaruh
penyebab serendah mungkin dengan usaha antara lain: desinfeksi, pasteurisasi, sterilisasi, penyemprotan
insektisida dalam rangka menurunkan dan menghilangkan sumber penularan.
 Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)
Pencegahan tingkat kedua ini meliputi diagnosis dini dan pengobatan yang tepat agar dapat dicegah
meluasnya penyakit atau untuk mencegah timbulnya wabah, serta untuk mencegah proses penyakit lebih
lanjut serta mencegah terjadinya akibat samping atau komplikasi.
 Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)
Mencegah jangan sampai mengalami cacat atau kelainan permanen, mencegah bertambah parahnya suatu
penyakit atau mencegah kematian akibat penyakit tersebut. Pada tingkat ini juga dilakukan usaha
rehabilitasi

Penanggulangan :

Penaggulangan KLB Adalah kegiatan yg dilaksanakan utk menangani penderita, mencegah perluasan KLB,
mencegah timbulnya penderita atau kematian baru pada suatu KLB yg sedang terjadi.

Penanggulangan KLB dikenal dengan nama Sistem Kewaspadaan Dini (SKD-KLB), yang dapat diartikan
sebagai suatu upaya pencegahan dan penanggulangan KLB secara dini dengan melakukan kegiatan untuk
mengantisipasi KLB. Kegiatan yang dilakukan berupa pengamatan yang sistematis dan terus-menerus yang
mendukung sikap tanggap/waspada yang cepat dan tepat terhadap adanya suatu perubahan status kesehatan
masyarakat

Tujuan penanggulangan KLB :

 Mengenal dan mendeteksi sedini mungkin terjadinya klb


 Melalukan penyelidikan Epidemiologi KLB
 Memberikan petunjuk dalam mencari penyebab dan diagnose klb
 Memberikan petunjuk pengiriman dan penanggulangan klb
 Mengembangkan sistem pengamatan yang baik dan menyeluruh, dan menyusun perencanaan yang mantap
untuk penanggulangan KLB
 Pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita termasuk tindakan karantina.
 Pencegahan dan pengendalian.
 Pemusnahan penyebab penyakit.
 Penanganan jenazah akibat wabah.
 Penyuluhan kepada masyarakat.
 Upaya penanggulangan lainnya

Upaya Penanggulangan KLB :

 Penyelidikan epidemiologis
 Pemeriksaan, pengobatan, perawatan dan isolasi penderita termasuk tindakan karantina
 Pencegahan dan pengendalian
 Pemusnahan penyebab penyakit
 Penanganan jenazah akibat wabah
 Penyuluhan kepada masyarakat
Indikator Program penanggulangan KLB adalah :

 Terselenggaranya system kewaspadaan dini KLB di unit-unit pelayanan wilayan puskesmas,


kabupaten/kota, propinsi dan nasional.
 Deteksi dan respon dini KLB
 Tidak terjadi KLB besar.
Indikator Keberhasilan Penanggulangan KLB :

 Menurunnya frek KLB


 Menurunnya jumlah kasus pada setiap KLB
 Menurunnya jumlah kematian pada setiap KLB
 Memendeknya periode KLB
 Menyempitnya penyebarluasan wilayah KLB
Tim penanggulangan KLB
 Terdiri dari multi disiplin atau multi lintas sektor, bekerjasama dalam penanggulangan KLB.
 Salah satu anggota tim kesehatan adalah perawat (sebagai anggota masyarakat maupun sebagai petugas
disarana kesehatan).
 Perawat dapat terlibat langsung di Puskesmas atau Rumah sakit.
Penanggulangan pasien saat KLB :

 Jangka pendek
o Menemukan dan mengobati pasien
o Melakukan rujukan dengan cepat
o Malakukan kaporasi sumber air dan disinfeksi kotoran yang tercemar
o Memberi penyuluhan tentang hygiene dan sanitasi lingkungan
o Melakukan koordinasi lintas program dan lintas sektoral
 Jangka panjang
o Memperbaiki faktor lingkungan
o Mengubah kebiasaan tidak sehat menjadi sehat
 Pelatihan petugas
Upaya penaggulangan KLB DBD :

 Pengobatan/ perawatan penderita


 Penyelidikan epidemiologi
 Pemberantasan vector
 Penyuluhan kepada mayarakat
 Evaluasi/ penilaian penanggulangan KLB

Prosedur Penanggulangan KLB


1. Masa pra KLB
Informasi kemungkinan akan terjadinya KLB / wabah adalah dengan melaksanakan Sistem Kewaspadaan
Dini secara cermat, selain itu melakukakukan langkah-langkh lainnya :
a. Meningkatkan kewaspadaan dini di puskesmas baik SKD, tenaga dan logistik.
b. Membentuk dan melatih TIM Gerak Cepat puskesmas.
c. Mengintensifkan penyuluhan kesehatan pada masyarakat
d. Memperbaiki kerja laboratorium
e. Meningkatkan kerjasama dengan instansi lain

Tim Gerak Cepat (TGC)


Sekelompok tenaga kesehatan yang bertugas menyelesaikan pengamatan dan penanggulangan wabah di
lapangan sesuai dengan data penderita puskesmas atau data penyelidikan epideomologis. Tugas /kegiatan :
 Pengamatan : Pencarian penderita lain yang tidak datang berobat.
Pengambilan usap dubur terhadap orang yang dicurigai terutama anggota keluarga
Pengambilan contoh air sumur, sungai, air pabrik dll yang diduga tercemari dan sebagai sumber
penularan
 Pelacakan kasus untuk mencari asal usul penularan dan mengantisipasi penyebarannya
Pencegahan dehidrasi dengan pemberian oralit bagi setiap penderita yang ditemukan di lapangan.
 Penyuluhahn baik perorang maupun keluarga
 Membuat laporan tentang kejadian wabah dan cara penanggulangan secara lengkap.

2. Pembentukan Pusat Rehidrasi


Untuk menampung penderita diare yang memerlukan perawatan dan pengobatan.
Tugas pusat rehidrasi :
a. Merawat dan memberikan pengobatan penderita diare yang berkunjung.
b. Melakukan pencatatan nama , umur, alamat lengkap, masa inkubasi, gejala diagnosa dsb.
c. Memberikan data penderita ke Petugas TGC
d. Mengatur logistik
e. Mengambil usap dubur penderita sebelum diterapi.
f. Penyuluhan bagi penderita dan keluarga
g. Menjaga pusat rehidrasi tidak menjadi sumber penularan (lisolisasi).
h. Membuat laporan harian, mingguan penderita diare yang dirawat.(yang diinfus, tdk diinfus, rawat
jalan, obat yang digunakan dsb.

System rujukan Kesehatan Masyarakat

Definisi
o Rujukan adalah suatu pelimpahan tanggung jawab timbal balik atas kasus atau masalah kebidanan yang
timbul baik secara vertikal (dan satu unit ke unit yang lebih lengkap / rumah sakit) untuk horizontal
(dari satu bagian lain dalam satu unit).
o Rujukan adalah sesuatu yang digunakan pemberi informasi (pembicara) untuk menyokong atau
memperkuat pernyataan dengan tegas. Rujukan mungkin menggunakan faktual ataupun non faktual.
Rujukan faktual terdiri atas kesaksian, statistik contoh, dan obyek aktual. Rujukan dapat berwujud
dalam bentuk bukti. Nilai-nilai, dan/atau kredibilitas. Sumber materi rujukan adalah tempat materi
tersebut ditemukan.

UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menyebutkan :


 KEWAJIBAN DOKTER adalah merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian
atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan (Pasal
51)
 KETENTUAN PIDANA adalah kurungan paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp.
50.000.000, setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban tersebut (Pasal
79)

Sistem rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan yang melaksanakan pelimpahan tanggung
jawab timbal balik terhadap suatu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal (dari unit yang lebih
mampu menangani), atau secara horizontal (antara unit-unit setingkat kemampuannya)

Bentuk Pelayanan Kesehatan


Pada sistem rujukan masyarakat, yang dirujuk tidak hanya pasien saja tetapi masalah kesehatan lain,
teknologi, sarana, bahan laboratorium dll. Terdapat 3 bentuk pelayanan kesehatan di Indonesia :
1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health care)
Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan untuk masyarakat yang sakit ringan dan masyarakat yang sehat
untuk meningkatkan kesehatan mereka atau promosi kesehatan.
Pelayanan yang diperlukan untuk kelompok ini bersifat pelayanan kesehatan dasar (basic health service).
Bentuk Pelayanan ini di Indonesia adalah puskesmas, puskesmas pembantu, puskesmas keliling, dan
Balkesmas. Pelayanan tipe ini lebih mengutamakan pelayanan yang bersifat dasar, dilakukan bersama
masyarakat dan dimotori oleh :
 Dokter Umum (Tenaga Medis)
 Perawat Mantri (Tenaga Paramedis)
Primary health care pada pokoknya ditujukan kepada masyarakat yang sebagian besar bermukim di pedesaan,
serta masyarakat yang berpenghasilan rendah di perkotaan. Pelayanan kesehatan sifatnya berobat jalan
(Ambulatory Services)

2. Pelayanan Kesehatan tingkat kedua (secondary health service)


Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan oleh kelompok masyarakat yang memerlukan perawatan inap, yang
sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer. Bentuk pelayanan ini misalnya Rumah Sakit
tipe C, dan memerlukan tersedianya tenaga-tenaga spesialis. Pelayanan kesehatan sifatnya pelayanan jalan
atau pelayanan rawat (inpantient services). Pelayanan kesehatan dilakukan oleh :
 Dokter Spesialis
 Dokter Subspesialis terbatas

3. Pelayanan Kesehatan tingkat ketiga (tertiary health services)


Pelayanan kesehatan ini diperlukan oleh kelompok masyarakat atau pasien yang sudah tidak dapat ditangani
oleh pelayanan kesehatan sekunder. Pelayanan sudah kompleks dan memerlukan tenaga-tenaga super
spesialis, contoh di Indonesia seperti Rumah sakit tipe A dan B. Pelayanan kesehatan sifatnya dapat
merupakan pelayanan jalan atau pelayanan rawat inap (rehabilitasi). Pelayanan kesehatan dilakukan oleh :
 Dokter Subspesialis
 Dokter Subspesialis Luas

Jenis-jenis rujukan :
o Rujukan Medis(rujukan pasien, dan rujukan laboratorium)
o Berkaitan dengan upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan pasien, mencakup
rujukan konsultasi medis dan bahan-bahan pemeriksaan.
o Upaya penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan. berlaku untuk pelayanan kedokteran
(Medical Service). Sama halnya dengan rujukan kesehatan. Maka rujukan ini dibedakan dengan
tiga macam yaitu :
 Rujukan penderita : Konsultasi penderita untuk keperluan diagnosis, pengobatan,
tindakan operatif dan lain- lain yang disebut transfer of patien.
 Pengetahuan : Mendatangkan atau mengirimkan tenaga yang lebih kompeten atau ahli
untuk meningkatkan mutu pelayanan pengobatan setempat disebut transfer of
knowlwdge/ personel.
 Bahan- bahan pemeriksaan : Pengiriman bahan (spesimen) untuk pemeriksaan
laboratorium yang lebih lengkap disebut transfer of spesimen.
o Rujukan Kesehatan (rujukan iptek dan keterampilan yaitu pengalihan pengetahuan dan keterampilan)
o Rujukan ini berkaitan dengan upaya pencegahan penyakit (preventif) dan peningkatan kesehatan
(promosi). Rujukan ini mencakup rujukan teknologi, sarana dan operasional.
o pada dasarnya berlaku untuk pelayanan kesehatan masyarakat (public health service). Adapun
rujukan kesehatan ini dibedakan atas ti ga macam yakni rujukan tekhnologi, sarana, dan
operasional.

o Rujukan Manajemen(pengiriman informasi guna kepentingan monitoring semua kegiatan pelayanan


kesehatan diperlukan sistem informasi)

Tujuan rujukan

a. Dihasilkannya upaya pelayanan kesehatan klinik yang bersifat kuratif dan rehabilitatif
b. Dihasilkannya upaya kesehatan masyarakat yang bersifat preventif dan promotif.
i. Setiap penderita mendapat perawatan dan pertolongan yang sebaik-baiknya.
ii. Menjalin kerjasama dengan cara pengiriman penderita atau bahan laboratorium dari unit yang
kurang lengkap ke unit yang lengkap fasilitasnya.
iii. Menjalin pelimpahan pengetahuan dan keterampilan (Transfer knowledge and skill) melalui
pendidikan dan latihan antara pusat pendidikan dan daerah perifer.
Manfaat rujukan
1. Dari sudut pandang pemerintah sebagai penentu kebijakan (Police Maker) :
o Membantu penghematan dana, karena tidak perlu menyediakan berbagai macam peralatan kedokteran
pada setiap pelayanan kesehatan.
o Memperjelas system pelayanan kesehatan, krena terdapat hubungan kerja antara berbagai sarana
kesehatan yang tersedia.
o Memudahkan administrasi pada setiap aspek perencanaan.
2. Dari sudut masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan (Health Consumer) :
o Meringankan biaya pengobatan, karena dapat dihindari pemeriksaan yang sama secara berulang- ulang.
o Mempermudah masyarakat dalam mendapatkan pelayanan, karena telah diketahui dengan jelas fungsi
dan wewenang setiap sarana kesehatan.
3. Dari sudut kalangan kesehatan sebagai penyedia pelayanan kesehatan (Health Provider) :
o Memperjelas jenjang karier tenaga kesehatan dengan berbagai akibat positif lainnya seperti semangat
kerja, ketekunan, dan dedikasi.
o Membantu peningkatan ketrampilan dan pengetahuan yakni melalui kerjasama yang terjalin.
o Memudahkan atau meringankan beban tugas, karena setiap sarana kesehatan mempunyai tugas dan
kewajiban tertentu.

Bentuk rujukan Berdasarkan Tingkatannya

1. Pelayanan kesehatan tiongkat pertama (primer)  Diperlukan untuk masyarakat yang sakit ringan dan
masyarakat yang sehat untuk meningkatkan kesehatan mereka atau promosi kesehatan.
Contohnya : Puskesmas,Puskesmas keliling, klinik.
2. Pelayanan kesehatan tingkat kedua ( sekunder)  Diperlukan untuk kelompok masyarakat yang
memerlukan perawatan inap, yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer.
Contoh : Rumah Sakit tipe C dan Rumah Sakit tipe D. Pelayanan kesehatan diberikan oleh dokter spesialis
terbatas.
3. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga ( tersier)  Diperlukan untuk kelompok masyarakat atau pasien yang
sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan sekunder.
Contohnya: Rumah Sakit tipe A dan Rumah sakit tipe B. Pelayan kesehatan diberikan oleh dokter
subspesialis luas.

Jenjang Pelayanan Kesehatan


Berdasarkan tingkat pelayanan kesehatan maka jenjang pelayanan kesehatan dibedakan atas lima, yaitu:
1. Tingkat rumah tangga
Pelayanan kesehatan oleh individu atau oleh keluarga sendiri.
2. Tingkat masyarakat
Kegiatan swadaya masyarakat dalam menolong mereka sendiri, misalnya: posyandu, polindes, POD, saka
bakti husada, dan lain-lain.
3. Fasilitas pelayanan tingkat pertama
Upaya kesehatan tingkat pertama yang dilakukan puskesmas dan unit fungsional dibawahnya, praktek dokter
swasta, bidan swasta, dokter keluarga dan lain-lain.
4. Fasilitas pelayanan tingkat kedua
Upaya kesehatan tingkat kedua (rujukan spesial) oleh balai: balai pengobatan penyakit paru (BP4), balai
kesehatan mata masyarakat (BKMM), balai kesehatan kerja masyarakat (BKKM), balai kesehatan olah raga
masyarakat (BKOM), sentra pengembangan dan penerapan pengobatan tradisional (SP3T), rumah sakit
kabupaten atau kota, rumah sakit swasta, klinik swasta, dinas kesehatan kabupaten atau kota, dan lain-lain.
5. Fasilitas pelayanan tingkat ketiga
Upaya kesehatan tingkat ketiga (rujukan spesialis lanjutan atau konsultan) oleh rumah sakit provinsi atau
pusat atau pendidikan, dinas kesehatan provinsi dan departemen kesehatan.

Jalur rujukan terdiri dari dua jalur, yakni:


 Rujukan upaya kesehatan perorangan
1. Antara masyarakat dengan puskesmas
2. Antara puskesmas pembantu atau bidan di desa dengan puskesmas
3. Intern petugas puskesmas atau puskesmas rawat inap
4. Antar puskesmas atau puskesmas dengan rumah sakit atau fasilitas pelayanan lainnya.
 Rujukan upaya kesehatan masyarakat
1. Dari puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten atau kota
2. Dari puskesmas ke instansi lain yang lebih kompeten baik intrasektoral maupun lintas sektorali
3. Bila rujukan ditingkat kabupaten atau kota masih belum mampu mananggulangi, bisa diteruskan ke
provinsi atau pusat (Trihono, 2005).

Pengertian Wabah

1) Wabah merupakan kejadian terjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah
penderitanya meningkat secara nyata melebihi keadaaan lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat
menimbulkan malapetaka (UU NO 4 TAHUN 1984).
2) Wabah adalah penyakit menular yang terjangkit dengan cepat, menyerang sejumlah besar orang didaerah
luas (KBBI : 1989).
3) Wabah adalah peningkatan kejadian kesakitan atau kematian yang telah meluas secara cepat, baik jumlah
kasusnya maupun daerah terjangkit (Depkes RI, DirJen P2MPLP : 1981).
4) Wabah adalah terdapatnya penderita suatu penyakit tertentu pada penduduk suatu daerah, yang nyata jelas
melebihi jumlah biasa (Benenson : 1985)
5) Wabah adalah timbulnya kejadian dalam suatu masyarakat, dapat berupa penderita penyakit, perilaku yang
berhubungan dengan kesehatan, atau kejadian lain yang berhubungan dengan kesehatan yang jumlahnya
lebih banyak dari keadaan biasa. (Last : 1981)
Di Indonesia pernyataan adanya wabah hanya boleh ditetapkan oleh Menteri Kesehatan

Suatu wabah dapat terbatas pada lingkup kecil tertentu (disebut outbreak, yaitu serangan penyakit) lingkup
yang lebih luas (epidemi) atau bahkan lingkup global (pandemi). Kejadian atau peristiwa dalam masyarakat
atau wilayah dari suatu kasus penyakit tertentu yang secara nyata melebihi dari jumlah yang diperkirakan.
CONTOH WABAH :

1. Polio
Polio (juga disebut poliomyelitis) adalah penyakit menular yang telah menghancurkan populasi manusia
di belahan bumi Barat di paruh kedua abad ke-20. Walaupun polio telah menjangkiti manusia sejak
zaman kuno, wabah yang paling luas terjadi di paruh pertama 1900-an sebelum vaksinasi dibuat oleh
Jonas Salk, dan telah tersedia secara luas pada tahun 1955.

2. Cacar (variola vera)


Cacar adalah penyakit menular yang serius dan kadang-kadang fatal. Tidak ada obat khusus untuk
penyakit cacar. Yang ada hanya pencegahan melalui vaksinasi. Ada dua bentuk klinis dari cacar. Variola
mayor (besar) adalah bentuk parah dan paling umum, ditandai dengan ruam kulit yang luas dan demam
tinggi. Secara historis, variola besar memiliki tingkat kematian keseluruhan sekitar 30%, namun,
perdarahan yang terjadi bisa berakibat fatal. Variola minor. merupakan bentuk kurang umum dari cacar.
Jenis ini kurang parah, dengan angka kematian historis dari 1% atau kurang.

3. Kolera
Adalah suatu infeksi usus halus yang disebabkan oleh bakteri Vibrio cholerae. Gejala utamanya adalah
diare dan muntah. Penularan terutama melalui air minum atau mengkonsumsi makanan yang
terkontaminasi. Keparahan diare dan muntah dapat menyebabkan dehidrasi dan ketidakseimbangan
elektrolit.

Untuk Mengukur Masalah Kematian ( Angka Kematian / Mortalitas )


Dewasa ini di seluruh dunia mulai muncul kepedulian terhadap ukuran kesehatan masyarakat yang mencakup
penggunaan bidang epidemiologi dalam menelusuri penyakit dan mengkaji data populasi. Penelusuran terhadap
berbagai faktor yang mempengaruhi status kesehatan penduduk paling baik dilakukan dengan menggunakan
ukuran dan statistik yang distandardisasi, yang hasilnya kemudian juga disajikan dalam tampilan yang
distandardisasi.
Mortalitas merupakan istilah epidemiologi dan data statistik vital untuk Kematian. Dikalangan masyarakat kita, ada
3 hal umum yang menyebabkan kematian, yaitu :
a. Degenerasi organ vital & kondisi terkait.
b. Status penyakit.
c. Kematian akibat lingkungan atau masyarakat ( bunuh diri, kecelakaan, pembunuhan, bencana alam, dsb.)
Macam – macam / jenis angka kematian (Mortality Rate/Mortality Ratio) dalam Epidemiologi antara lain :

LI 2. Memahami & Menjelaskan Penyelidikan Epidemiologi


Definisi

 Penyelidikan atau survei yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran terhadap masalah kesehatan atau
penyakit secara lebih menyeluruh. Yang diselidiki dalam epidemiology investigation adalah mengenai
apakah tempat yang terkena KLB tersebut merupakan endemik atau epidemik penyakit, merupakan
penyakit infeksi atau penyakit kronis, dan kondisi kesehatan lainnya.
 Penyelidikan epidemiologi KLB yaitu semua kegiatan yang dilakukan untuk memastikan adanya penderita
penyakit yang dapat menimbulkan KLB, mengenai sifat-sifat penyebabnya dan faktorfaktor yang
mempengaruhi terjadinya dan penyebarluasannya
 Penyelidikan epidemiologi (PE) adalah rangkaian kegiatan untuk mengetahui suatu kejadian baik
sedang berlangsung maupun yang telah terjadi, sifatnya penelitian, melalui pengumpulan data
primer dan sekunder, pengolahan dan analisa data, membuat kesimpulan dan rekomendasi dalam
bentuk laporan.

Tujuan & Manfaat

1. Mendapatkan gambaran masalah yang sesungguhnya


2. Mendapat gambaran klinis tentang suatu penyakit
3. Mendapat gambaran mengenai kasus menurut variabel epidemiologi
4. Mendapat informasi tentang faktor resiko (lingkungan, vektor, perilaku, dll) dan etiologi

“Dengan mengetahui tujuan tersebut dapat mengambil tindakan untuk pencegahan maupun penanggulangan
penyakit.”

Langkah-langkah

1. Tahap survey pendahuluan :


a. Memastikan adanya KLB
b. Menegakan diagnosa
c. Buat hypotesa sementara ( penyebab, cara penularan, faktor yg mempengaruhi)

2. Tahap Pengumpulan Data :


a. Identifikasi kasus kedalam variabel epid (orang, tempat, waktu)
b. Uji hipotesis
c. Menentukan kelompok yg rentan

3. Tahap pengolahan data :


a. Lakukan pengolahan menurut variable epid, menurut ukuran epid, menurut nilai statstik.
b. Lakukan analisa data menurut variable epid, ukuran epid,dan nilai statistik. Bandingkan dg nilai yang
sudah ada
c. Buat intepretasi hasil analisa
d. Buat laporan hasil penanggulangan

4. Tentukan tindakan penanggulangan dan pencegahan :


* Tindakan penanggulangan :
- Pengobatan penderita
- Isolasi kasus
* Tindakan pencegahan :
- Surveilans yg ketat
- Perbaikan mutu lingkungan
- Perbaikan status kesehatan masyarakat
Indikasi

• Pencegahan & Penanggulangan


• Laporan masyarakat, politik, serta kepentingan legal aspek
• On the Job Traning
• Penelitian
Masalah Program Pemberantasan

Untuk Mengukur Masalah Kematian ( Angka Kematian / Mortalitas ) & Kesakitan


(Morbidity)
Dewasa ini di seluruh dunia mulai muncul kepedulian terhadap ukuran kesehatan masyarakat
yang mencakup penggunaan bidang epidemiologi dalam menelusuri penyakit dan mengkaji data
populasi. Penelusuran terhadap berbagai faktor yang mempengaruhi status kesehatan penduduk
paling baik dilakukan dengan menggunakan ukuran dan statistik yang distandardisasi, yang
hasilnya kemudian juga disajikan dalam tampilan yang distandardisasi.
Mortalitas merupakan istilah epidemiologi dan data statistik vital untuk Kematian. Dikalangan
masyarakat kita, ada 3 hal umum yang menyebabkan kematian, yaitu :
a. Degenerasi organ vital & kondisi terkait.
b. Status penyakit.
c. Kematian akibat lingkungan atau masyarakat ( bunuh diri, kecelakaan, pembunuhan,
bencana alam, dsb.)
Macam – macam / jenis angka kematian (Mortality Rate/Mortality Ratio) & angka kesakitan
(morbidity rate) dalam Epidemiologi antara lain :

PENGUKURAN ANGKA KESAKITAN/ MORBIDITAS


1. INCIDENCE RATE
Incidence rate adalah frekuensi penyakit baru yang berjangkit dalam masyarakat di suatu
tempat / wilayah / negara pada waktu tertentu

Incidence Rate (IR):

Jumlah penyakit baru


--------------------------------- k
Jumlah populasi berisiko

2. PREVALENCE RATE
Prevalence rate adalah frekuensi penyakit lama dan baru yang berjangkit dalam
masyarakat di suatu tempat/ wilayah/ negara pada waktu tertentu
- PR yang ditentukan pada waktu tertentu (misal pada Juli 2000) disebut Point Prevalence
Rate
- PR yang ditentukan pada periode tertentu (misal 1 Januari 2000 s/d 31 Desember 2000)
disebut Periode Prevalence Rate

Prevalence Rate (PR):


Jumlah penyakit lama + baru
--------------------------------------- k
Jumlah populasi berisiko

3. ATTACK RATE
Attack Rate adalah jumlah kasus baru penyakit dalam waktu wabah yang berjangkit dalam
masyarakat di suatu tempat/ wilayah/ negara pada waktu tertentu
Attack Rate (AR):
Jumlah penyakit baru
--------------------------------- k
Jumlah populasi berisiko
(dalam waktu wabah berlangsung)

PENGUKURAN MORTALITY RATE


1. CRUDE DEATH RATE
CDR adalah angka kematian kasar atau jumlah seluruh kematian selama satu tahun
dibagi jumlah penduduk pada pertengahan tahun

Rumus: CDR (Crude Death Rate)


Jumlah semua kematian
--------------------------------- k
Jumlah semua penduduk

2. SPECIFIC DEATH RATE


SDR adalah jumlah seluruh kematian akibat penyakit tertentu selama satu tahun dibagi
jumlah penduduk pada pertengahan tahun

Rumus: SDR (Specific Death Rate


Jumlah kematian penyakit x
----------------------------------- k
Jumlah semua penduduk

3. CASE FATALITY RATE


CFR adalah persentase angka kematian oleh sebab penyakit tertentu, untuk menentukan
kegawatan/ keganasan penyakit tersebut
CFR (Case Fatality Rate):
Jumlah kematian penyakit x
------------------------------------ x 100%
Jumlah kasus penyakit x

4. MATERNAL MORTALITY RATE


MMR = AKI = Angka kematian Ibu adalah jumlah kematian ibu oleh sebab kehamilan/
melahirkan/ nifas (sampai 42 hari post partum) per 100.000 kelahiran hidup

MMR (Maternal Mortality Rate):


Jumlah kematian Ibu
------------------------------ x 100.000
Jumlah kelahiran hidup

5. INFANT MORTALITY RATE


IMR = AKB = angka kematian bayi adalah jumlah kematian bayi (umur <1tahun) per
1000 kelahiran hidup

IMR (Infant Mortality Rate):


Jumlah kematian bayi
----------------------------- x 1000
Jumlah kelahiran hidup

6. NEONATAL MORTALITY RATE


NMR = AKN = Angka Kematian Neonatal adalah jumlah kematian bayi sampai umur <
4 minggu atau 28 hari per 1000 kelahiran hidup
NMR (Neonatal Mortality Rate):
Jumlah kematian neonatus
------------------------------------ x 1000
Jumlah kelahiran hidup

7. PERINATAL MORTALITY RATE

PMR = AKP = angka Kematian Perinatal adalah jumlah kematian janin umur 28 minggu
s/d 7 hari seudah lahir per 1000 kelahiran hidup

PMR (Perinatal Mortality Rate):


Jumlah kematian perinatal
---------------------------------- -x 1000
Jumlah kelahiran hidup

LI 3. Cakupan Mutu Layanan Kesehatan Serta Imunisasi


Pengertian Mutu

1) Mutu adalah tingkat kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang sedang diamati
(Winston Dictionary, 1956)
2) Mutu adalah sifat yang dimiliki oleh suatu program (Donabedian, 1980)
3) Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri dari suatu barang jasa, yang didalamnya
terkandung sekaligus pengertian rasa aman atau pemenuhan kebutuhan para pengguna
(Din ISO 8402, 1986)
4) Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan (Crosby, 1984)

Mutu Pelayanan Kesehatan

Mutu Pelayanan Kesehatan adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan
kesehatan, yang di satu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai
dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta di pihak lain tata cara
penyelenggaraannya sesuai dengan kode etikdan standar pelayanan profesi yang telah
ditetapkan.

Sistem mutu adalah program perencanaan, kegiatan, sumberdaya dan kejadian yang didorong
oleh manajemen, berlaku diseluruh organisme dan proses dalam memenuhi kebutuhan
pelanggan. Selain dari dimensi mutu, cakupan dari mutu juga harus diperhatikan. Yang mana
cakupan tersebut sebagai berikut:
1. Mengetahui kebutuhan dan keinginan pelanggan.
2. Menterjemahkan secara cepat dan dicirikan pada produk jasa yang kita berikan.
3. Merancang sistem agar produk jasa disampaikan secara tepat dan cepat.
4. Mempersiapkan personal yang akan memberikan pelayanan.
5. Memepersiapkan material untuk menghasilkan informasi pelayanan tersebut.
6. Mempersiapkan sistem untuk memperoleh informasi baik.
Mutu Pelayanan Kesehatan dapat dilihat dalam 5 dimensi mutu yaitu :

1. Responsiveness (Cepat Tanggap)


Pelayanan kesehatan yang responsif ditentukan oleh sikap staf yang didepan karena
berhubungan langsung dengan para pengguna jasa dan keluarganya.
2. Reliability Pelayanan kesehatan dengan tepat waktu dan akurat sesuai dengan yang
ditawarkan.
3. Assurance
Pengetahuan, kesopanan dan sifat petugas yang dipercaya oleh pelanggan. Dimensi ini
meliputi faktor keramahan, kompetensi, kredibilitas dan keamanan.
4. Empathy
Kriteria ini terkait dengan rasa kepedulian dan perhatian khusus staf kepada setiap
pengguna jasa, memahami kebutuhan mereka dan memberikan kemudahan untuk
dihubungi setiap saat jika para pengguna jasa ingin memperoleh bantuannya
5. Tangible
Mutu jasa pelayanan kesehatan juga dapat dirasakan secara langsung oleh para
penggunanya dengan menyediakan fasilitas fisik dan perlengkapan yang memadai.
Contohnya ruang penerimaan dan perawatan pasien yang bersih, nyaman, lengkap.

Cakupan pelayanan kesehatan

Sistem terbentuk dari elemen atau bagian yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi.
Apabila salah satu bagian atau sub sistem tidak berjalan dengan baik maka akan mempengaruhi
bagian yang lain. Secara garis besar, elemen-elemen dalam sistem itu adalah sebagai berikut :
1. Masukan (Input) adalah sub-sub elemen yang diperlukan sebagai masukan untuk
berfungsinya sistem.
2. Proses ialah suatu kegiatan yang berfungsi untuk mengubah masukan sehingga
menghasilkan sesuatu (keluaran) yang direncanakan.
3. Keluaran (out put) ialah hal yang dihasilkan oleh proses.
4. Dampak (impact) adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran setelah beberapa waktu
lamanya.
5. Umpan balik (feed back) ialah juga merupakan hasil dari proses yang sekaligus sebagai
masukan untuk sistem tersebut.
6. Lingkungan (environment) ialah dunia di luar sistem yang mempengaruhi sistem
tersebut.

Imunisasi

Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap
suatu antigen, sehingga bila kelak ia terkena antigen yang serupa, tidak terjadi penyakit
(Ranuh,2008,p.10).

Imunisasi merupakan suatu program yang dengan sengaja memasukkan antigen lemah
agar merangsang antibodi keluar sehingga tubuh dapat resisten terhadap penyakit tertentu.
Sistem imun tubuhmempunyai suatu sistem memori (daya ingat), ketika vaksin masuk
kedalam tubuh, maka akan dibentuk antibodi untuk melawan vaksin tersebut dan sistem
memori akan menyimpannya sebagai suatu pengalaman. Jika nantinya tubuh terpapar dua
atau tiga kali oleh antigen yang sama dengan vaksin maka antibodi akan tercipta lebih kuat
dari sebelumnya.

Jenis-jenis imunisasi

Imunisasi telah dipersiapkan sedemikian rupa agar tidak menimbulkan efek-efek yang
merugikan. Imunisasi ada 2 macam, yaitu:

a. Imunisasi aktif
Merupakan suatu pemberian bibit penyakit yang telah dilemahkan (vaksin) agar nantinya
sistem imun tubuh berespon spesifik dan memberikan suatu ingatan terhadap antigen ini,
sehingga ketika terpapar lagi tubuh dapat mengenali dan merespon.

b. Imunisasi pasif

Merupakan suatu proses peningkatan kekebalan tubuh dengan cara pemberian zat
immunoglobulin, yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat
berasal dari plasma manusia (kekebalan yang didapat bayi dari ibu melalui placenta) atau
binatang yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang sudah masuk dalam tubuh yang
terinfeksi .
Tujuan Program Imunisasi

Program imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian dari penyakit
yang dapat dicegah dengan imunisasi. Pada saat ini, penyakit-penyakit tersebut adalah
disentri, tetanus, batuk rejan (pertusis), campak (measles), polio dan tuberkulosa.

Tujuan Umum program imunisasi :


Menurunkan angka kesakitan dan kematian yang dapat dicegah dengan imunisasi. Pada saat
ini Indonesia berupaya menurunkan angka penyakit seperti disentri, tetanus, batuk rejan
(pertusis), campak, polio dan tuberculosis.

Tujuan Khusus :
 Tercapainya target Universal Child Immunization yaitu cakupan imunisasi lengkap
minimal 80% secara merata pada bayi di 100% desa/kelurahan pada tahun 2010.
 Tercapainya Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (insiden dibawah 1 per 1.000
kelahiran hidup dalam satu tahun) pada tahun 2005.
 Tercapainya pemutusan rantai penularan Poliomyelitis pada tahun 2004-2005, serta
sertifikasi bebas polio pada tahun 2008.
 Tercapainya Reduksi campak (RECAM) pada tahun 2005.

Sasaran :
 Bayi dibawah umur 1 tahun (0-11 bulan)
 Ibu hamil ( awal kehamilan -8 bulan)
 Wanita usia subur (calon mempelai wanita)
 Anak sekolah dasar kelas I dan VI

Cakupan Imunisasi

Definisi

Perbandingan antara jumlah anak usia 1-2 tahun yang telah mendapat imunisasi lengkap
dengan jumlah anak uisa 1-2 tahun, dan biasanya dinyatakan dalam persen.
Rumus

Kegunaan

Memberikan gambaran tentang tingkat pelayanan kesehatan terhadap anak usia 1-2 tahun.
Cakupan yang baik minimal 80 persen.

Jadwal Imunisasi

LI 4. Memahami & Menjelaskan Prilaku Kesehatan & Masyarakat

Masyarakat atau anggota masyarakat yang mendapat penyakit, dan tidak merasakan sakit
sudah tentu tidak akan bertindak apa-apa terhadap penyakitnya tersebut. Tetapi bila mereka
diserang penyakit dan juga merasakan sakit, maka baru akan timbul berbagai macam perilaku
dan usaha.
Respon Pola Pencarian Kesehatan (Treatment Seeking Behaviour) seseorang apabila sakit adalah
sebagai berikut :

 Pertama, tidak bertindak atau tidak melakukan kegiatan apa-apa. Alasannya antara
lain bahwa kondisi yang demikian tidak akan mengganggu kegiatan atau kerja
mereka sehari-hari. Mungkin mereka beranggapan bahwa tanpa bertindak apapun
gejala yang dideritanya akan lenyap dengan sendirinya. Tidak jarang pula masyarakat
memprioritaskan tugas-tugas lain yang dianggap lebih penting daripada mengobati
sakitnya. Hal ini merupakan suatu bukti bahwa kesehatan belum merupakan prioritas
di dalam hidup dan kehidupannya.
Alasan lain yang sering kita dengar adalah fasilitas kesehatan yang diperlukan sangat
jauh letaknya, para petugas kesehatan tidak simpatik, tidak responsif, dan sebagainya.
Dan akhirnya alasan takut dokter, takut pergi ke rumah sakit, takut biaya, dan
sebagainya.

 Kedua, tindakan mengobati sendiri, dengan alasan yang sama seperti telah diuraikan.
Alasan tambahan dari tindakan ini adalah karena orang atau masyarakat tersebut
sudah percaya kepada diri sendiri, dan sudah merasa bahwa berdasarkan pengalaman
yang lalu usaha pengobatan sendiri sudah dapat mendatangkan kesembuhan. Hal ini
mengakibatkan pencarian pengobatan keluar tidak diperlukan.

 Ketiga, mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional. Untuk


masyarakat pedesaan khususnya, pengobatan tradisional ini masih menduduki tempat
teratas dibanding dengan pengobatan-pengobatan yang lain.

Dukun yang melakukan pengobatan tradisional merupakan bagian dari masyarakat,


berada di tengah-tengah masyarakat, dekat dengan masyarakat, dan pengobatan yang
dihasilkan adalah kebudayaan masyarakat, lebih diterima oleh masyarakat daripada
dokter, bidan, farmasis, dan sebagainya yang masih asing bagi mereka, seperti juga
pengobatan yang dilakukan dan obat-obatnya pun merupakan kebudayaan mereka.

 Keempat, mencari pengobatan dengan membeli obat-obat ke warung-warung obat


dan sejenisnya, termasuk ke tukang-tukang jamu. Obat-obat yang mereka dapatkan
pada umumnya adalah obat-obat yang tidak memakai resep sehingga sukar untuk
dikontrol. Namun demikian, sampai sejauh ini pemakaian obat-obat bebas oleh
masyarakat belum mengakibatkan masalah yang serius. Khususnya mengenai jamu
sebagai sesuatu untuk pengobatan makin tampak peranannya dalam kesehatan
masyarakat. Untuk itu perlu diadakan penelitian yang lebih mendalam.

 Kelima, mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan modern yang diadakan


oleh pemerintah atau lembaga-lembaga kesehatan swasta, yang dikategorikan ke
dalam balai pengobatan, puskesmas, dan rumah sakit.

 Keenam, mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan modern yang diselenggarakan


oleh dokter praktik.
Dari uraian di atas tampak jelas bahwa persepsi masyarakat terhadap sehat-sakit adalah berbeda
dengan konsep kita tentang sehat-sakit itu. Demikian juga persepsi sehat-sakit antara kelompok-
kelompok masyarakat pun akan berbeda-beda pula.
Persepsi masyarakat terhadap sehat-sakit erat hubungannya dengan perilaku pencarian
pengobatan. Kedua pokok pikiran tersebut akan mempengaruhi atas dipakai atau tidak
dipakainya fasilitas kesehatan yang disediakan. Apabila persepsi sehat-sakit masyarakat belum
sama dengan konsep sehat-sakit kita, maka jelas masyarakat belum tentu atau tidak mau
menggunakan fasilitas yang diberikan. Bila persepsi sehat-sakit masyarakat sudah sama dengan
pengertian kita, maka kemungkinan besar fasilitas yang diberikan akan mereka pergunakan.

Teori perilaku green Lawrence green + teori lain

a. Teori Lawrence Green Promosi


kesehatan sebagai pendekatan kesehatan terhadap faktor perilaku kesehatan, maka
kegiatannya tidak terlepas dari faktor-faktor yang menentukan perilaku tersebut.
Dengan perkataan lain, kegiatan promosi kesehatan harus disesuaikan dengan
determinan (faktor yang mempengaruhi perilaku itu sendiri). Dan menurut
Lawrence Green perilaku ini ditentukan oleh 3 faktor utama, yakni:
 Faktor Pendorong (predisposing factors) Faktor-faktor yang
mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara
lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dan
sebagainya. Contohnya seorang ibu mau membawa anaknya ke Posyandu,
karena tahu bahwa di Posyandu akan dilakukan penimbangan anak untuk
mengetahui pertumbuhannya. Tanpa adanya pengetahuan-pengetahuan ini
ibu tersebut mungkin tidak akan membawa anaknya ke Posyandu
 Faktor pemungkin (enabling factors) Faktor-faktor yang memungkinkan
atau memfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang dimaksud dengan faktor
pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya
perilaku kesehatan, misalnya: Puskesmas, Posyandu, Rumah Sakit, tempat
pembuangan air, tempat pembuangan sampah, tempat olah raga, makanan
bergizi, uang dan sebagainya. Contohnya sebuah keluarga yang sudah tahu
masalah kesehatan, mengupayakan keluarganya untuk menggunakan air
bersih, buang air di WC, makan makanan yang bergizi, dan sebagainya.
Tetapi apakah keluarga tersebut tidak mampu untuk mengadakan fasilitas
itu semua, maka dengan terpaksa buang air besar di kali/kebun
menggunakan air kali untuk keperluan seharihari, dan sebagainya.
 Faktor penguat (reinforcing factors) Faktor yang mendorong atau
memperkuat terjadinya perilaku. Kadang-kadang meskipun orang tahu dan
mampu untuk berperilaku sehat, tetapi tidak melakukannya. Contohnya
seorang ibu hamil tahu manfaat periksa hamil dan di dekat rumahnya ada
Polindes, dekat dengan Bidan, tetapi ia tidak mau melakukan periksa
hamil karena ibu lurah dan ibu tokoh-tokoh lain tidak pernah periksa
hamil namun anaknya tetap sehat. Hal ini berarti bahwa untuk berperilaku
sehat memerlukan contoh dari para tokoh masyarakat.
Perilaku pencarian pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh tiga faktor besar yaitu faktor
predisposing, faktor enabling, dan faktor need.
1. Faktor predisposing adalah predisposisi seseorang untuk menggunakan pelayanan
yaitu faktor demografi,faktor struktur sosial, dan faktor keyakinan terhadap kesehatan
2. Faktor Enabling merupakan kemampuan seseorang untuk mencari pelayanan berupa
sumberdaya keluarga atau sumber daya masyarakat.
3. Faktor need adalah kebutuhan seseorang akan pelayanan
Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan di puskesmas perlu ditunjang
dengan adanya penelitian-peneliatian social budaya masyarakat, persepsi dan perilaku
masyarakat tersebut terhadap sehat-sakit. Bila diperoleh data bahwa masyarakat masih
mempunyai persepsi sehat-sakit yang berbeda dengan kita, maka kita dapat melakukan
pembetulan konsep sehat-sakit itu melalui pendidikan kesehatan masyarakat. Dengan demikian,
pelayanan yang kita berikan akan diterima oleh masyarakat.

LI 5. Memahami & Menjelaskan Aspek Sosial & Budaya Masyarakat Dalam Mengakses
Pelayanan Kesehatan di Pelayanan Kesehatan

Pengaruh sosial budaya terhadap kesehatan masyarakat Tantangan berat yang masih
dirasakan dalam pembangunan kesehatan di Indonesia adalahsebagai berikut.

1. Jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan yang cukup tinggi serta
penyebaran penduduk yang tidak merata di seluruh wilayah.
2. Tingkat pengetahuan masyarakat yang belum memadai terutama pada golongan
wanita.
3. Kebiasaan negatif yang berlaku di masyarakat, adat istiadat, dan perilaku yang
kurang menunjang dalam bidang kesehatan.
4. Kurangnya peran serta masyarakat dalam pembangunan bidang kesehatan.Aspek
sosial budaya yang berhubungan dengan kesehatanAspek soaial budaya yang
berhubungan dengan kesehatan anatara lain adalah faktorkemiskinan, masalah
kependudukan, masalah lingkungan hidup, pelacuran dan homoseksual.

Komunikasi

Komunikasi kesehatan disebut juga promosi kesehatab. Karena komunikasie


merupakan kegiatan untuk mgnondisikan fakktor-faktor predisposisi. Kurangnya
pengetahuan, dan sikap masyarakat terhadap kesehatan dan penyakit, adanya tradisi,
kepercayaan yang negative tentang penyakit, makanan, lingkungan, dan sebagainya,
mereka tidak berprilaku sesuai dengan nilai-nilai kesehatan. Untuk itu maka diperlukan
komunikasi, pemberian informasi-informasi tentang kesehatan. Untuk berkomunikasi
yang efektif para petugas kesehatan perlu dibekali ilmu komunikasi, termasuk media
komunikasinya.
Pola Pikir

Perilaku pencarian Pengobatan (Health Seeking Behavior) adalah pola atau


perilaku pencarian pelayanan kesehatan di masyarakat. Dua hal yang perannya kuat
dalam menentukan pengambilan keputusan tentang pengobatan.

 Pertama adalah persepsi mereka terhadap penyakit.


Orang yang mempesepsikan penyakitnya sebagai penyakit ringan cenderung
untuk memilih pengobatan sendiri (self medication) misalnya dengan mencari
obat di warung atau apotik, orang yang mengganggap penyakit mereka serius,
biasanya tiga hari sampai seminggu tidak sembuh cenderung untuk memilih
datang ke dokter atau layanan kesehatan, tetapi mereka yang menganggap
penyakitnya sangat serius atau kronis seperti diabetes, stroke dan hipertensi justru
memilih pengobatan alternatif baik itu tabib, pengobatan herbal, maupun dukun.
 Kedua adalah persepsi mereka tentang layanan kesehatan profesional.
Mereka yang mempersepsikan bahwa pengobatan profesional sulit untuk
dijangkau, mahal dan tidak efektif cenderung untuk lari ke pengobatan sendiri dan
pengobatan alternatif. Pada penderita penyakit kronis yang sifatnya degeneratif
seperti penyakit diabetes dan darah tinggi atau strok, tampaknya kebanyakan
mengangap bahwa penyembuhan melalui usaha medis adalah sia-sia.

Kebiasaan

Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan
dengan sakit dan penyakit, system pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Bentuk
dari perilaku tersebut ada dua yaitu pasif dan aktif. Perilaku pasif merupakan respon internal
dan hanya dapat dilihat oleh diri sendiri sedangkan perilaku aktif dapat dilihat oleh orang
lain. Masyarakat memiliki beberapa macam perilaku terhadap kesehatan. Perilaku tersebut
umumnya dibagi menjadi dua, yaitu perilaku sehat dan perilaku sakit :

 Perilaku sehat yaitu perilaku seseorang yang sehat dan meningkatkan kesehatannya
tersebut. Perilaku sehat mencakup perilaku-perilaku dalam mencegah atau menghindari
dari penyakit dan penyebab penyakit atau masalah, atau penyebab masalah (perilaku
preventif). Contoh dari perilaku sehat ini antara lain makan makanan dengan gizi
seimbang, olah raga secara teratur, dan menggosok gigi sebelum tidur.
 Perilaku sakit. Perilaku sakit adalah perilaku seseorang yang sakit atau telah terkena
masalah kesehatan untuk memperoleh penyembuhan atau pemecahan masalah
kesehatannya. Perilaku ini disebut perilaku pencarian pelayanan kesehatan (health
seeking behavior). Perilaku ini mencakup tindakan-tindakan yang diambil seseorang bila
terkena masalah kesehatan untuk memperoleh kesembuhan melalui sarana pelayanan
kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit.
Secara lebih detail, Becker (1979) membagi perilaku masyarakat yang berhubungan dengan
kesehatan menjadi tiga, yaitu:
1. Perilaku kesehatan
Hal yang berkaitan dengan tindakan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan
kesehatannya.
Contoh : memilih makanan yang sehat, tindakan-tindakan yang dapat mencegah
penyakit.
2. Perilaku sakit
Segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan seseorang individuyang merasa sakit,
untuk merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit.
Contoh : pengetahuan individu untuk memperoleh keuntungan.
3. Perilaku peran sakit
Segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit untuk
memperoleh kesehatan.

Terdapat dua paradigma dalam kesehatan yaitu paradigma sakit dan paradigma sehat :

 Paradigma sakit adalah paradigma yang beranggapan bahwa rumah sakit adalah
tempatnya orang sakit. Hanya di saat sakit, seseorang diantar masuk ke rumah sakit. Ini
adalah paradigma yang salah yang menitikberatkan kepada aspek kuratif dan rehabilitatif.
 Paradigma sehat Menitikberatkan pada aspek promotif dan preventif, berpandangan
bahwa tindakan pencegahan itu lebih baik dan lebih murah dibandingkan pengobatan.

Penanggulangan

Sangat penting untuk sosialisasi dengan bentuk yang lebih dapat dimengerti serta mencakup
semua kepercayaan dan aspek tiap masyarakat sehingga masyarakat dapat menerti dan
memahami maksud arti dari sosialisasi tersebut dan dapat menerapkan nya kedalam kehidupan
sehari hari mereka sehingga perilaku kesehatan mereka menjadi lebih baik.

Dampak

Derajat kesehatan masyarakat yang disebut sebagai psycho socio somatic health well being ,
merupakan resultante dari 4 faktor yaitu:
1. Environment atau lingkungan.
2. Behaviour atau perilaku, Antara yang pertama dan kedua dihubungkan dengan
ecological balance.
3. Heredity atau keturunan yang dipengaruhi oleh populasi, distribusi penduduk, dan
sebagainya.
4. Health care service berupa program kesehatan yang bersifat preventif, promotif,
kuratif, dan rehabilitatif.
Dari empat faktor tersebut di atas, lingkungan dan perilaku merupakan faktor yang paling besar
pengaruhnya (dominan) terhadap tinggi rendahnya derajat kesehatan masyarakat. Tingkah laku
sakit, peranan sakit dan peranan pasien sangat dipengaruhi oleh faktor -faktor seperti kelas
social, perbedaan suku bangsa dan budaya. Maka ancaman kesehatan yang sama (yang
ditentukan secara klinis), bergantung dari variable-variabel tersebut dapat menimbulkan reaksi
yang berbeda di kalangan pasien.

LI 6. Memahami & Menjelaskan Hukum Menjaga Kesehatan dan Berobat dalam


Pandangan Islam

Anjuran Menjaga Kesehatan

Sudah menjadi semacam kesepakatan, bahwa menjaga agar tetap sehat dan tidak terkena
penyakit adalah lebih baik daripada mengobati, untuk itu sejak dini diupayakan agar orang
tetap sehat. Menjaga kesehatan sewaktu sehat adalah lebih baik daripada meminum obat saat
sakit. Dalam kaidah ushuliyyat dinyatakan:

Dari Ibn ‘Abbas, ia berkata, aku pernah datang menghadap Rasulullah SAW, saya
bertanya: Ya Rasulullah ajarkan kepadaku sesuatu doa yang akan akan baca dalam doaku,
Nabi menjawab: Mintalah kepada Allah ampunan dan kesehatan, kemudian aku menghadap
lagipada kesempatan yang lain saya bertanya: Ya Rasulullah ajarkan kepadaku sesuatu doa
yang akan akan baca dalam doaku. Nabi menjawab: “Wahai Abbas, wahai paman
Rasulullah saw mintalah kesehatan kepada Allah, di dunia dan akhirat.” (HR Ahmad, al-
Tumudzi, dan al-Bazzar).

Berbagai upaya yang mesti dilakukan agar orang tetap sehat menurut para pakar
kesehatan, antara lain, dengan mengonsumsi gizi yang yang cukup, olahraga cukup, jiwa
tenang, serta menjauhkan diri dari berbagai pengaruh yang dapat menjadikannya terjangkit
penyakit. Hal-hal tersebut semuanya ada dalam ajaran Islam, bersumber dari hadits-hadits
shahih maupun ayat al-Quran.

Hukum menjaga kebersihan


Allah SWT berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 57 yang bermaksud: “Makanlah dari
makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu. Dan tidaklah mereka
menganiaya Kami, melainkan mereka menganiaya diri mereka sendiri”.
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal dan baik dan apa yang terdapat di
mukabumi; dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, kerana
sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”. (Surah Al-Baqarah, ayat
168) “Sesungguhnya mendapat kemenanganlah orang yang membersihkan dirinya “QS Al
A’la ayat : 14Dalam Islam, kebersihan adalah bersifat global atau luas. Artinya kebersihan itu
meliputi semua aspek dalam Islam. Barangsiapa benar-benar dapat mengamalkan kebersihan
yang global secara Islam ini maka oleh Allah mereka dijanjikan kemenangan baik di dunia
terlebih lagi di akhirat.

Anjuran Berobat

Dalam Islam, berobat termasuk tindakan yang dianjurkan. Dalam berbagai riwayat
menunjukkan bahwa Nabi pernah berobat untuk dirinya sendiri, serta pernah menyuruh
keluarga dan sahabatnya agar berobat ketika sakit. Diantara teknik pengobatan yang
dilakukan Nabi adalah menggunakan cara-cara tertentu sesuai dengan perkembangan zaman
saat itu.

Perintah berobat dalam Islam juga dapat dipahami dari informasi yang dipahami sebagai
salah satu bentuk perintah. Diantara cara berobat Nabi yang dianjurkannya sebagaimana
banyak disebutkan dalam hadits adalah dengan cara berbekam (al-Hijamah = cupping), yang
dulu dikerjakan secara bedah dengan besi panas. Dalam kedokteran, al-Hijamah dipahami
sebagai pengeluaran darah dengan menoreh pembuluh darah. Secara umum teknik
pengobatan di zaman Nabi ada 3, seperti disebutkan dalam hadits shahih yang artinya :

“Pengobatan ada 3 cara, meminum madu, berbekam, dan mencasnya dengan api, dan aku
melarang mencas dengan api.” (HR al-Bukhari, Ibn Majah, dan Ahmad)

Juga dinyatakan dalam hadits yang secara khusus menyuruh agar berobat, antara lain hadits
Nabi yang artinya :

“Dari Usamat bin Syarik, seorang laki-laki dari kaumnya berkata, datang seorang dusun kepada
Rasulullah saw dan bertanya : Ya Rasulallah, manusia yang bagaimana yang baik? Nabi
menjawab : ‘Yang terbaik akhlaknya diantara mereka’, kemudian dia bertanya lagi, Ya
Rasulallah apakah kami mesti berobat? Nabi menjawab : Berobatlah, sebab, Allah tidak
menurunkan penyakit kecuali juga menurunkan obatnya, diketahui oleh orang yang
mengetahuinya dan tidak diketahui oleh orang yang tidak mengetahuinya.” (HR Ahmad)

Hukum berobat dalam islam


1. Pendapat pertama mengatakan bahwa berobat hukumnya wajib, dengan alasan adanya
perintah Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berobat dan asal hukum perintah adalah
wajib, ini adalah salah satu pendapat madzhab Malikiyah, Madzhab Syafi’iyah, dan madzhab
Hanabilah.
2. Pendapat kedua mengatakan sunnah/ mustahab, sebab perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam untuk berobat dan dibawa kepada hukum sunnah karena ada hadits yang lain Rosululloh
shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan bersabar, dan ini adalah madzhab Syafi’iyah.
3. Pendapat ketiga mengatakan mubah/ boleh secara mutlak , karena terdapat keterangan dalil-
dalil yang sebagiannya menunjukkan perintah dan sebagian lagi boleh memilih, (ini adalah
madzhab Hanafiyah dan salah satu pendapat madzhab Malikiyah).
4. Pendapat kelima mengatakan makruh, alasannya para sahabat bersabar dengan sakitnya,
Imam Qurtubi rahimahullah mengatakan bahwa ini adalah pendapat Ibnu Mas’ud, Abu Darda
radhiyallahu ‘anhum, dan sebagian para Tabi’in.
5. Pendapat ke enam mengatakan lebih baik ditinggalkan bagi yang kuat tawakkalnya dan lebih
baik berobat bagi yang lemah tawakkalnya, perincian ini dari kalangan madzhab Syafi’iyah.
LI 7. Memahami & Menjelaskan Tujuan Syariat Islam & Konsep KLB dalam Islam

Penanggulangan KLB dalam syariat islam


Nabi tidak memerintahkan mereka untuk mengucilkan para pengidap penyakit lepra tersebut.
Tetap bergaul seperti biasa, namun waspada dan antisipatif. Hadis Nabi di atas adalah dalam
konteks tersebut, bukan dalam rangka mengukuhkan opini masyarakat kala itu bahwa suatu
penyakit mutlak bisa menular secara alamiah.Jika kita melihat hal ini dari konteks tauhid,
sesungguhnya tidak ada penyakit menular dari atau melalui apapun secara alamiah. Jelas-jelas
Nabi pernah menyatakan, “Tidak ada penyakit menular (‘adwa).” (HR Muslim dari Abu
Hurairah). Bahkan, dalam satu hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tirmizi dari sahabat Jabir bin
Abdullah, Nabi pernah menemani makan salah seorang sahabat penderita lepra bernama
Mu’aiqib bin Abi Fathimah, tanpa memiliki kekhawatiran yang berlebihan.
Daftar Pustaka

Anonim. Pedoman Penanggulangan KLB-DBD bagi keperawatan di RS dan Puskesmas


Hadinegoro, Sri Rezeki. 2011. Panduan Imunisasi Anak, ed.1. Ikatan Dokter Anak
Indonesia
Notoatmodjo, Soekidjo. 2011. Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta
Rajab, Wahyudin. 2008. Buku Ajar Epidemiologi Untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta :
EGC
Tamher dan Noorsiani. 2008. Flu Burung : Aspek Klinis dan Epidemiologis . Jakarta :
Salemba Medika
Trihono. 2010. Arrimes : Manajemen Puskesmas berbasis paradigma sehat. Jakarta :
Sagung Seto
Ahmad, Jurnal. 2013. Konsep Kesehatan dalam Islam.
Pedoman Pelaksanaan Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Provinsi Jawa Barat. 2011.

Anda mungkin juga menyukai