Anda di halaman 1dari 27

arnold gasista

Selasa, 03 Juni 2014


ASKEP HIV AIDS

HIV-AIDS

OLEH
Kelompok 4
Kelas : A
ARNOLD
MELIANTI PABETTING
SANDI RAMBA
CHOMOS SAMBOLANGI’

2014
KATA PENGANTAR

Dengan puji syukur kepada TUHAN yang maha kuasa atas berkat-nya yang di
berikan sehingga Makalah kami dengan judul ” HIV-AIDS “ dapat selesai dengan waktu
yang telah di tentukan Harapan peyusun, makalah ini bisa berguna dalam proses
pengajaran dalam semua aspek pendidikan khususnya dalam ilmu kesahatan.
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga Tim penyusun
mengharapkan dari semua teman-teman pembaca memberikan kritik dan sarannya untuk
meyempurnakan makalah ini
Tim penyusun mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing dan pembaca
atas partisipasinya dan tim penyusun berharap makalah ini dapat berguna bagi kita
semua.

Makale,8 Maret 2014

Penyusun

DAFTAR ISI
Kata pengantar ................................................................................................... i
Daftar isi ............................................................................................................. ii
Bab I Pendahuluan
A. Latar belakang ................................................................................................... 1
B. Rumusan masalah ............................................................................................. 3
C. Tujuan ................................................................................................................ 3
Bab II Tinjauan pustaka
1. Konsep dasar ..................................................................................................... 4
A. pengertin ........................................................................................................ 4
B. etiologi ............................................................................................................ 4
C. insiden ............................................................................................................ 4
D. fatofisiolgi ....................................................................................................... 5
E. manifestasi klinis ........................................................................................... 6
f. test diagnostik .................................................................................................. 11
g. penatalaksanaan ............................................................................................. 12
2. konsep asuhan keperawatan .................................................................. 17
A. pengkajian ........................................................................................... 17
B. diagnosa keperawatan ....................................................................... 18
C. rencana keperawatan ........................................................................ 19
Daftar pustaka .................................................................................................... 28

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) pertama kali dikenal pada tahun 1981 di
Amerika Serikat dan disebabkan oleh human immunodeficiency virus (HIV-1). AIDS adalah
suatu kumpulan gejala penyakit kerusakan system kekebalan tubuh; bukan penyakit bawaan
tetapi diddapat dari hasil penularan. penyakit ini merupakan persoalan kesehatan masyarakat
yang sangat penting di beberapa negara dan bahkan mempunyai implikasi yang bersifat
internasional dengan angka moralitas yang peresentasenya di atas 80 pada penderita 3 tahun
setelah timbulnya manifestasi klinik AIDS. Pada tahun 1985 Cherman dan Barre-Sinoussi
melaporkan bahwa penderita AIDS di seluruh dunia mencapai angka lebih dari 12.000 orang
dengan perincian, lebih dari 10.000 kasus di Amerika Serikat, 400 kasus di Francis dan sisanya
di negara Eropa lainnya, Amerika Latin dan Afrika. Pada pertengahan tahun 1988, sebanyak
lebih dari 60.000 kasus yang ditegakkan diagnosisnya sebagai AIDS di Amerika Serikat telah
dilaporkan pada Communicable Disease Centre (CDC) dan lebih dari setengahnya meninggal.
Kasus-kasus AIDS baru terus-menerus di monitor untuk ditetapkan secara pasti diagnosisnya.
Ramalan baru-baru ini dari United States Public Health Service menyatakan, bahwa pada akhir
tahun 1991, banyaknya kasus AIDS secara keseluruhan di Amerika Serikat doperkirakan akan
meningkat paling sedikit menjadi 270.000 dengan 179.000 kematian. Juga telah diperkirakan,
bahwa 74.000 kasus baru dapat di diagnosis dan 54.000 kematian yang berhubungan dengan
AIDS dapat terjadi selama tahun 1991 saja. Sebagai perbandingan dapat dikemukakan, kematian
pasukan Amerika selama masa perang di Vietnam berjumlah 47.000 korban.
Selain itu, berdasarkan data Departemen kesehatan (Depkes) pada periode Juli-September
2006 secara kumulatif tercatat pengidap HIV positif di tanah air telah mencapai 4.617 orang dan
AIDS 6.987 orang. Menderita HIV/AIDS di Indonesia dianggap aib, sehingga dapat
menyebabkan tekanan psikologis terutama pada penderitanya maupun pada keluarga dan
lingkungan disekeliling penderita.
Secara fisiologis HIV menyerang sisitem kekebalan tubuh penderitanya. Jika ditambah
dengan stress psikososial-spiritual yang berkepanjangan pada pasien terinfeksi HIV, maka akan
mempercepat terjadinya AIDS, bahkan meningkatkan angka kematian. Menurut Ross (1997),
jika stress mencapai tahap kelelahan (exhausted stage), maka dapat menimbulkan kegagalan
fungsi system imun yang memperparah keadaan pasien serta mempercepat terjadinya AIDS.
Modulasi respon imun penderita HIV/AIDS akan menurun secara signifikan, seperti aktivitas
APC (makrofag); Thl (CD4); IFN ; IL-2; Imunoglobulin A, G, E dan anti-HIV. Penurunan
tersebut akan berdampak terhadap penurunan jumlah CD4 hingga mencapai 180 sel/ l per tahun.
Pada umumnya, penanganan pasien HIV memerlukan tindakan yang hampir sama. Namun
berdasarkan fakta klinis saat pasien control ke rumah sakit menunjukkan adanya perbedaan
respon imunitas (CD4). Hal tersebut menunjukkan terdapat factor lain yang berpengaruh, dan
factor yang diduga sangat berpengaruh adalah stress.
Stress yang dialami pasien HIV menurut konsep psikoneuroimunologis, stimulusnya akan
melalui sel astrosit pada cortical dan amigdala pada system limbic berefek pada hipotalamus,
sedangkan hipofisis akan menghasilkan CRF (Corticotropin Releasing Factor). CRF memacu
pengeluaran ACTH (Adrenal corticotropic hormone) untuk memengaruhi kelenjar korteks
adrenal agar menghasilkan kortisol. Kortisol ini bersifat immunosuppressive terutama pada sel
zona fasikulata. Apabila stress yang dialami pasien sangat tinggi, maka kelenjar adrenal akan
menghasilkan kortisol dalam jumlah besar sehingga dapat menekan system imun (Apasou dan
Sitkorsky,1999), yamg meliputi aktivitas APC (makrofag); Th-1 (CD4); sel plasma; IFN ; IL-
2;IgM-IgG, dan Antibodi-HIV (Ader,2001).
Perawat merupakan factor yang berperan penting dalam pengelolaan stress, khususnya
dalam memfasilitasi dan mengarahkan koping pasien yang konstruktif agar pasien dapat
beradaptasi dengan sakitnya. Selain itu perawat juga berperan dalam pemberian dukungan social
berupa dukungan emosional, informasi, dan material (Batuman, 1990; Bear, 1996; Folkman Dan
Lazarus, 1988).
Salah satu metode yang digunakan dalam penerapan teknologi ini adalah model asuhan
keperawatan. Pendekatan yang digunakan adalah strategi koping dan dukungan social yang
bertujuan untuk mempercepat respon adaptif pada pasien terinfeksi HIV, meliputi modulasi
respon imun (Ader, 1991 ; Setyawan, 1996; Putra, 1990), respon psikologis, dan respon social
(Steward, 1997). Dengan demikian, penelitian bidang imunologi memilki empat variable yakni,
fisik, kimia, psikis, dan social, dapat membuka nuansa baru untuk bidang ilmu keperawatan
dalam mengembangkan model pendekatan asuhan keperawatan yang berdasarkan pada paradigm
psikoneuroimunologi terhadap pasien HIV (Nursalam, 2005).

B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini kita akan membahas tentang konsep dasar dan konsep asuhan
keperawatan.

C. Tujuan
Agar dapat memahami dan mengetahui tentang HIV-AIDS khususnya dalam konsep dasar
dan konsep askep.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. KONSEP MEDIS
A. Pengertian
AIDS (Acquired Immunodefeciency Sindrome) diartikan sebagai bentuk paling berat dari
keadaan sakit terus – menerus yang berkaitan dengan infeksi Human Immunodefeciency Virus
(HIV). Smeltzer and Bare.2002
AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari
infeksi oleh HIV yang sudah berlangsung lama (Virginia Maceda Land )
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa: AIDS adalah kumpulan gejala/
stadium akhir dari suatu kelainan Immunologic yang dikenal sebagai Spectrum Infeksi HIV.

B. Etiologi
Infeksi Human Immunodefeciency Virus (HIV).

C. Insiden
Populasi orang dewasa, remaja, anak, dan bayi beresiko terinfeksi HIV
Orang yang beresiko dapat tertular AIDS:
1. Pria Homoseksual (57%)
2. Pemakai Narkotik IV, tanpa riwayat Homoseksual (25%)
3. Penderita Hemofilia terutama mereka yang mendapat transpusi (0,8%)
4. Penerima darah da komponen darah, tidak termasuk penderita hemofilia (1,2%)
5. Anggota kelompok hubunga heteroseksual dengan resiko tinggi (10%)
6. Penderita tidak diketahui penyebabnya (6%)

D. Patofisiologi
HIV tergolong dalam kelompok virus yang dikenal sebagai retrovirus yang menunjukkan
bahwa virus tersebut membawa materi genetiknya dalam asam ribonukleat (RNA) dan bukan
dalam asam deoksiribonukleat (DNA). HIV dapat diisolasi dari darah, CSS, semen, air mata,
sekresi vagina atau serviks, urine, ASI dan air liur. Setelah HIV masuk kedalam tubuh, virus
menuju ke kelenjar limfe dan berada dalam sel dendritik selama beberapa hari. HIV menginfeksi
sel dengan mengikat permukaan sel sasaran yang memiliki reseptor membrane CD4. Siklus
replikasi HIV dibatasi dalam stadium ini sampai sel yang terinfeksi diaktifkan. Saat sel T4 yang
terinfeksi diaktifkan, replikasi serta pembentukan tunas HIV akan terjadi dan sel T4 akan
dihancurkan. HIV yang baru dibentuk kemudian dilepas kedalam plasma darah dan menginfeksi
sel- sel CD4 lainnya. Reflikasi virus berlangsung terus sepanjang perjalanan infeksi HIV, tempat
primernya adalah jaringan limfoid. Ketika sistem imun terstimulasi, replikasi virus terus terjadi
yang menyebabkan penuruna bertahap sejumlah CD4. Individu akan melakukan perlawanan
imun yang intensif. Dalam respon imun, limfosit T4 memainkan beberapa peranan yang penting
yaitu mengenali anti gen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang memproduksi limfokin dan
mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit. Jika fungsi limfosit T4 terganggu, MO yang
biasanya tidak menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan untuk menginfasi dan
menyebabkan sakit serius. Infeksi dan malignansi yang timbul akibat gangguan sistem imun
disebut infeksi oportunistik.

 Cara Penularan
1. Hubungan seksual dengan resiko penularan (0,1-1%) tiap hubungan seksual
2. Melalui darah yaitu:
 Tranfusi darah yang mengandung HIV, resiko penularan 90-98%
 Tertusuk jarum yang mengandung HIV, resiko penularan 0.03%
 Terpapar mukosa yang mengandung HIV, resiko penularan 0.0051%
3. Transmisi dari ibu ke anak
 Selama kehamilan
 Saat persalinan, resiko penularan 50%
 Melalui ASI, resiko penularan 14%

E. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis penyakit AIDS menyebar luar dan pada dasarnya dapat mengenai setiap
sistem organ. Penyakit yang berkaitan dengan infeksi HIV dan penyakit AIDS terjadi akibat
infeksi, malignansi dan atau efek langsung HIV pada jaringan tubuh.
Berikut yang sering ditemukan, yaitu:
1. Respiratorius
 Pneumonia Pneumocystis Cranii (PCP) disebabkan oleh micobakterium avium intraselulare
(MAI), sitomegalofirus (CMV) dan Legionella.
Tanda dan gejala:
- Demam
- Menggigil
- Batuk non produktif
- Napas pendek
- Disapnea
- Kadang- kadang nyeri dada
Bila tidak diatasi, PCP berlanjut menimbulkan kelainan paru kegagalan pernapasan.
Gejala lain yaitu:
- Hipoksemia berat
- Sianosis
- Takipnea
- Perubahan stasus mental
Kegagalan pernapasan dapat terjadi dalam waktu 2-3 hari setelah timbulnya gejala pendahuluan.
 M. Tuberkulosis yang berkaitan dengan HIV cenderung terjadi diantara para pemakai obat
bius IV dan kelompok lain dengan prevalensi infeksi Tuberculosis yang sebelumnya sudah
tinggi. Penyakit TB disertai dengan penyebaran ketempat- tempat ekstrapulmoner seperti SSP,
tulang, perikardium, lambung, peritonium, dan skrotum.

2. Gastrointestinal
Ditandai dengan anoreksia, mual, muntah, vomitus, kandidiasis oral serta esofagus dan diare
kronis.
 Kandidiasis oral sebagai infeksi jamur
 Wasting Sindrome
Manifestasi: Anoreksia, diare, malabsorbsi gastrointestinal dan kekurangan gizi

3. Kanker
Penderita AIDS memiliki insidensi penyakit kanker yang lebih tinggi daripada insiden yang
biasa terjadi.
1. Sarkoma Kaposi
 Kelainan malignitas yang melibatkan lapisan enditel pembuluh darah dan limfe.
 Suatu penyakit agresif dan beragam yang berkisar mulai dari lesi Kutaneus setempat hingga
kelainan yang menyebar dan mengenai lebih dari 1 sistem organ. Lesi kutaneus biasanya
berwarna merah muda kecoklatan hingga ungu gelap. Lesinya dapat datar atau menonjol dan
dikelilingi oleh ekomosis (bercak- bercak perdarahan) serta edema. Perkembangan lesi yang
cepat meliputi daerah- daerah kulit yang luas akan disertai dengan deformitas ekstensif. Lokasi
dan ukuran beberapa lesi dapat menimbulkan stasis aliran darah vena limfaedema serta rasa
nyeri. Lesi urseratif akan merusak integritas kulit dan meningkatkan ketidak nyamanan pasieen
serta kerentanan terhadap infeksi.
2. Limfoma sel-B
 Limpoma cenderung berkembang diluar kelenjar limfe dan sering dijumpai pada otak, sum- sum
tulang, traktus gastrointestinal.
 Ditandai dengan gejala demam, penurunan berat badan, keringat malam.
 Gejala dan tanda awal limpoma SSP primer mencakup nyeri kepala, berkurangnya ingatan
jangka pandek, kelumpahan saraf cranial, hemipareses dan perubahan kepribadian.
3. Keganasan- keganasan lain yang sering dijumpai sehubungan dengan AIDS
 Mieloma multiple
 Leukemia limposit akut sel B
 Limfoma limpoblastik
 Penyakit hodgkin
 Karsinoma anus
 Karsinoma sel skuamosa
 Karsinoma adenokarsinoma paru
 Adenokarsinoma kolon dan pankreas
 Kanker testis

4. Neurogenik
Komplikasi neurologik meliputi fungsi saraf sentral, perifer dan otonom. Gangguan fungsi
neurologik dapat terjadi akibat efek langsung HIV pada jaringan sistem saraf, infeksi
oportunitis.neoplasma primer atau metastatik, perubahan serebro spinal ensepalopati
metabolik/komplikasi sekunder karena terapi. Respon sistem imun terhadap infeksi HIV dalam
Sistem Saraf Pusat mencakup inflamasi, atropi demielinisasi, degenerasi dan nekrosis.
Penyakit yang sering dijumpai;
1. Ensepalopati HIV/kompleks demasis AIDS(ADC)
 Keadaan ini berupa sindrom klinis yang ditandai oleh penurunan progresif pada fungsi kognitif,
perilaku dan motorik.
 Manifestasi klinis;gangguan daya ingat, sakit kepala, kesulitan berkonsentrasi, komfusif
progresif, pelambatan sikomotorik, apatis dan ataksia, stadium lanjut mencakup gangguan
kognitif global, kelambatan dalam respon ferbal. Gangguan afektif seperti pandangan yang
kosong, psikosis, halusinasi, tremor, inkontinensia, serangan kejang, mutisme, dan kematian.
2. Meningitis Criptococcus oleh infeksi jamur Criptococcus neoformans.
Manifestasi klinis; demam, sakit kepala, malaise, kaku kuduk, mual, vomitus, perubahan status
mental dan kejang-kejang.
3. Leukoensepalopati Multivokal Progresifa
Manifestasi klinis;dimulai dengan compuse dan mengalami perkembangan cepat yang akhirnya
mencakup gejala kebutaan, fasia, paresis serta kematian.
4. Mielopati Vaskuler
5. Neuropati Perifer
5. Integumen
Adanya Infeksi Oportunis seperti;
1. Herpes Zoster dan Herpes Simpleks
2. Moluskum Kontagiosum
3. Dermatitis Seboroika dan Dermatitis Atopik
4. Folikulitis
Manifestasi klinis spesifik pada wanita yaitu;
1. Kandidiasis Vagina
2. Neoplasia Intraepitel Serviks (Kanker rahim)
3. Penyakit Inflamasi Pelvik
4. Abnormalitas Menstruasi
Perkembangan klinis
a. Fase Window Period (masa jendela) 1-4 minggu setelah pajanan
b. Infeksi Akut (Group I)
c. 1-3 bulan setelah infeksi
d. Gejala; Malaise, demam, diare, limfadenofati dan ruam makulopapular meningitis
dan pneumonitis
 Terdeteksi HIV dengan kadar tinggi didaerah perifer, kadar limfosit CO4+menurun.
e. Fase Asimptomatik (Group II) 1-15 tahun
 Antibiotik HIV positif
 Tidak ada indikator klinis
f. Fase Simptomatik (diatas 3 tahun)
 Group III
- Antibodi HIV Positif
- Limfadenopati generalisata persisten
 Group IV –A
- Antibodi HIV positif
- Penyakit konstitusional (demam/diare menetap;menurunnya berat lebih dari 10%dibanding berat
normal)
 Group IV –B
- Sama seperti group IV –A
- Penyakit neurologik (dimensia, neuropati, mielopati)
 Group IV-C
- Sama seperti group IV-B
- Hitung limposit CD4 kurang dari 200 sel /ul
- Infeksi oportunistik
 Group IV-D
- Sama seperti group IV-C
- Tuberkolosis paru, kanker serviks invasive, atau keganasan lain.
-
Catatan ; Seseorang dengan hit. Sel CD4+yang kurang dari 200 sel/ul, baik asimptomatik
maupun simptomatik diklasifikasikan sebagai pengidap AIDS.
F. Test diagnostik
PEMERIKSAAN HASIL PADA INFEKSI HIV
1. Tes Antibody HIV ELISA
 Westem Blot  Hasil tes yang positif dipastikan dengan
 Indirect Immunofluorescence Assay (IFA) westem blot.
 Radioimmunoprecipitation Assay (RIPA)  Positif
2. Pelacaka HIV Antigen P24  Hasil yang positif dipastikan westem blot
 Reaksi Rantai Polimerase 
(PCR: Positif, lebih spesifik dan sensitif dari
Polimerase Chain Reaction) pada westem blot
 
Kultur Sel Mononuklear Darah Perifer Positif untuk protein yang bebas
Untuk HIV -1  Deteksi RNA atau DNA virus HIV
 Kultur Sel Kuantitatif  Positif kalau 2x uji kadar (Assay) secara
 Kultur Plasma Kuantitatif berturut- turut mendeteksi enzim reverse
 Mikroglobulin B2 transcriptase atau antigen p24 dengan
 Neopterin Serum kadar meningkat
3. Status Imun  Mengukur muatan virus dalam sel
 #sel- sel CD4+  Mengukur muatan virus lewat virus bebas
 % sel- sel CD4 yang infeksius dalam plasma

 Rasio CD4: CD8  Protein meningkat bersama dengan

 Hitung sel darah putih berlanjutnya penyakit

 Kadar imunoglobulin  Kadar meningkat dengan berlanjutnya

 Tes fungsi sel CD4+ penyakit


 Menurun
 Menurun
 Rasio CD4: CD8 menurun
 Normal hingga menurun
 Meningkat
 Sel- sel T4 mengalami penurunan
kemampuan untuk bereaksi terhadap
antigen

G. Penatalaksanaan
Penatalaksaan infeksi HIV/ AIDS meliputi penatalaksanaa fisik, psikologis, dan sosial.
Penatalaksaan medik terdiri atas:
1. Pengobatan Suportif
 Nutrisi dan vitamin yang cukup
 Bekerja
 Pandangan hidup yang positif
 Hobby
 Dukunga psikologis
 Dukungan sosial
2. Pencegahan serta pengobatan infeksi oportunistik dan kanker
3. Pengobatan anti Retroviral
 Asimptomatik, CD4> 500 tapi RNA HIV (viraload) tinggi (>30.000 kopi/ ml)
 Asimptomatik, CD4> 350 (boleh ditunda bila CD4> 350 dan viraload rendah <10.000)
 Infeksi HIV denga gejala.
Tabel pencegahan infeksi oportunistik yang direkomendasikan
Infeksi oportunistik Indikasi Obat profilaksis
Tuberculosis  PPD> 5mm  INH 300mg/hari
 Penderita dengan riwayat  +50mg vit.B6/hari, atau
PPD positif tanpa INH 900mg 2x/ mggu
kemoproflaksis  +50mg vit.B6/hari
 Resiko kontak dengan sedikitnya selama 1 tahun
penderuta TB aktif

 Pernah PCP  TMP- SMX 1 DS/ hari


Pneumonia P. Cranii seumur hidup
 Belum pernah PCP dengan
 TMP- SMX 1 DS/ hari
CD4 <200
 Klaritromisin 2 x 500 mg
 Asitromisin 1200mg/ mggu
 FUO atau trush
 Vaksin pneumokokus 0,5ml
 CD4< 100+ IgG positif
IM
Toksoplasmosis  VZIG 625 U IM< 96 hari
 CD4< 50
m. Avium kompleks setelah paparan
 Semua pasien

Pneumonia, streptokokus, Terpapar varisella atau


varisella herpes zoster
Tabel pengobatan infeksi oportunistik dan kanker terkait HIV
Infeksi opotunistik / kanker Pengobatan
a. Tuberkulosis a. Sesuai dengan panduan pengobatan TB
b. Kandidiasis mulut b. Nistatin 500.000 U/ hari dikumur- kumur
 Flukonasol 100mg/ hari
 Esofhagus/ sistemik  Mikonasol 200mg intra vagina atau krim 2%
 Vagina seminggu
c. Amfoterisin B 1- 1,4mg/ kg BB/ hari atau intra
c. Aspergillosis konasal 2 x 200mg
d. Klaritromisin 2 x 500mg +2 dari:
d. M. Avium kompleks Etambutol 15mg/ kg B/ hari
Rifabutin 300mg/ hari
Siprofloksasin 2 x 500- 750 mg
e. TM- SMX 2 x Dsselama 21 hari dilanjutkan dengan
dosis pemeliharaan
e. Pneumonia P. Cranii
f. Pirimetamin 100- 200mg loading dose, dilanjutkan
f. Toksoplasma enfalitis 50- 100mg/ hari oral+ assam folat 10mg/ hari + sulfa
diazine 4-8 g/ hari selama 6 mggu, atau klindamisin
900- 1200mg tiap 6 jam ditambah pirimetamin dan
asam folat
g. Gansiklovir 2 x 100mg IV selama 14- 21 hari, atau
foscarnet 60mg IV tiap 8 jam 14- 21 hari
h. Gansiklovir implant untuk 6- 8 bulan
g. CMV
i. Asiklovir 5 x 800mg sedikitnya seminggu (sampai
lesi menyembuh)
j. Asiklovir 5 x 800mg sedikitnya 7 hari
k. Amfoterisin B 0,5-1mg.kg BB- total dosis 0,7-1 g
h. Retinitis CMV
atau 15mg/ kg BB
i. Herpes simpleks
l. Amfoterisin B 0,5-1mg/kg BB IV/ hari selama 1-2
j. Herpes zoster mggu, atau intra konazal 3 200mg 3hari dan
k. Kriptokokosis dilanjutkan 2 x 200mg
m. Ampoterisin B 0,5-1mg/kg BB IV/ hari selama> 8
mggu
l. Histoplasmosis
n. –
o. Siprofloksasin 2 x 500mg 2-4 mggu
p. Viblastin intra lesi (0,01-0,02mg/lesi)/ 2 mggu
m. Koksidioidomikosis
Kemoterapi (adriamisin, bleomisin, vinkristin/
n. Salmonella septicemia vinblastin)
o. Sarkoma kaposi local q. Kemoterapi + radiasi (pada limfoma di SSP)
p. Sistemik

q. Limfoma malignum

JENIS OBAT ANTI RETROVIRAL


Golongan Dosis Efek samping Monitoring
Zidovudin (AZT) 500mf/hari, 5 x Nyeri kepala, lemah, Darah lengkap/ 3
retrovir avirzid 100mg. Dosis intoleransi saluran bulan LFT/ 3-6 bulan
demensia HIV 1000- cerna, insomnia
1200mh/hari anema, penekanan
sum- sum tulang ,
hepatitis.
Didanosin videx 2 x 125mg Neuropati perifer, Amilase 1-2 bulan/
pankreatitis, 1x pemeriksaan
hiperirusemia. neurologik/ bulan
Stafudin (d4T) zerit 2 x 30mg Neuropati perifer, Pemeriksaan
pankreatitis, neurologik/ bulan
hepatitis.
Lamifudin (3TC) 2 x 150mg, dikurangi Sakit kepala, nausea,
pada gagal ginjal diare, nyeri abdomen,
insomia.
Saquinavir ivirase 3 x 200mg Intoleransi saluran
cerna, nyeri
abdomen, diare.
Ritonavir, norvir 2 x 600mg Intoleransi saluran
cerna, parestesia
sekitar mulut

Tindakan pencegahan
Cara pencegahan HIV/ AIDS: Meningkatkan ketahanan keluarga melalui pesan kunci:
A: “Abstinence”
B: “Be Faithfull”
C: “Condom”
D: “Drugs”
E: “Equitment”

 Abstinence : Tidak berhubungan sex (dengan sembarang orang)


 Be Faithfull : setia dengan 1 pasangan
 Condom : selalu pake kondom
 Drugs : tidak menggunakan obat terlarang/ Narkoba
 Equitment : peralatan ( medis- jarum suntik, dsb, pisau cukur, alat tatto, dsb)
2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Aktivitas/istirahat:
Gejala : mudah lemah, berkurangnya toleransi terhadap aktifitas, kelelahan yang progresif.
Tanda : kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi terhadap aktivitas
2. Sirkulasi
Gejala : Proses penyembuhan luka yang lambat, perdarahan lama bila cedera.
Tanda : takikardi, perubahan tekanan darah postural, volume nadi perifer menurun, pengisian kapiler
memanjang.
3. Integritas ego
Gejala : Faktor stress yang berhubungan dengan kehilangan : dukunga keluarga, hubungan dengan orang
lain, penghasilan dan gaya hidup tertentu, mengkhwatirkan penampiln : alopesia, lesi, cacat,
menurunnya BB, merasa tidak berdaya, putus asa, rasa bersalah, ehilangan kontrol diri, dan
depresi.
Tanda : Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri, marah, menangis, kontak mata kurang.
4. Eliminasi
Gejala : Diare, nyeri pinggul, rasa terbakar saat berkemih.
Tanda : Feses encer disertai mkus atau darah, nyeri tekan abdominal, lesi pada rektal, perubahan dalam
jumlah warna urin.
5. Makanan, cairan
Gejala : Tidakada nafsu makan, mual muntah.
Tanda : Penurunan BB yang cepat bising usus yang hiperaktif, turgor kulit jelek, lesimpada rongga mulut,
adanya selaput putih/ perubahan earna mukosa mulut, adanya gigi yang tanggal, edema.

6. Hygiene
Gejala : Tidak dapat menyelesaikan ADL.
Tanda : memperlihatkan penampilan yang tidak rapi
7. Neurosensorik
Gejala : Pusing, sakit kepala, perubahan status mental, kerusakan mental, kerusakan sensasi, kelemahan
otot, tremor, penurunan visus.
Tanda : Gaya berjalan ataksia
8. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri umum/ lokal, sakit, rasa terbakar pada kaki, sakit kepala, nyeri dada pleuritis.
Tanda : Pembengkakan pada sendi, nyeri kelenjar, nyeri tekan, penurunan ROM, pincang.
9. Pernapasan
Gejala : Terjadi ISPA, napas pendek yang progresif, batuk produktif/ non, sesak pada dada
Tanda : Takipnea, bunyi napas tambahan, sputum kuning
10. Keamana
Gejala : Riwayat jatuh, terbakar, pingsan, luka lambat proses penyembuhan.
Tanda : Perubahan integritas kulit, timbulnya nodul- nodul.
11. Seksualitas
Gejala : riwayat perilaku seksual resiko tinggi, penurunan libido, penggunaan kondom yang tidak konsisten,
lesipadagenetalia, keputihan.
12. Interaksi sosial
Gejala : Isolasi, kesepian, perubahan interaksi keluarga, aktivitas yang tidak terorganisir

B. Diagnosa keperawatan
a. Pola napas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru
b. Bersihan jalan tidak efektif b/d peningkatan sekresi sekret
c. Ganggun eliminasi fekal: diare b/d peningkatan peristaltik usus
d. Kekurangan volume cairan b/d diare berat
e. Nutrisi kurang dari kebutuha tubh b/d intake tidak adekuat
f. Kerusakan integritas kulit b/d lesi ulseratif
g. Nyeri b/d kerusakan jaringan
h. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik
i. Gangguan citra tubuh b/d perunabahan penampilan fisik
j. Kecemasan b/d perubahan stasus kesehatan

C. Rencana keperawatan
1. Pola napas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru
Tujuan : - Mempertahankan pola pernapasan efektif
- Tidak mengalami sesak napas/ sianosis
Intervensi
1. Auskultasi bunyi napas
R/ Memperkirakan adanya perkembangan komplikasi/ infeksi pernapasan
2. Tringgikan kepala tempat tidur, usahakan pasien untuk berbalik, batuk, menarik napas sesuai
kebutuhan
R/ Meningkatkan fungsi pernapasan yang optimal dan mengurangi aspirasi atau infeksi yang
ditimbulkan karena atelektasis
3. Kaji perubahan tingkat kesadaran
R/ Hipoksia dapat terjadi akibat adanya perubahan tingkat kesadaran mulai dari ancietas dan
kekacauan mental sampai kondisi tidak ada respon
4. Selidiki keluhan tentang nyeri dada
R/ Nyeri dada pleuritis dapat menggambarkan adanya pneumonia non spesifik atau efusi pleura
bekenaan dengan keganasan.
5. Berika obat- obat sesuai indikasi (bronkhodilator, ekspektoran, depresan batuk)
R/ mungkn diperlukan untuk meningkatkan /mempertahankan jalan napas atau untuk membantu
membersihkan sekresi

2. Bersihan jalan tidak efektif b/d peningkatan sekresi


Tujuan : - mempertahankan jalan nafas pasien
- menunjukan perilaku untuk mempertahankan bersihan jalan nafas
Itervensi:
1. Kaji fungsi pernafasan, contoh bunyi nafas, kecepatan, irama, kedalaman dan penggunaan otot
aksesori
R/ penurunan bunyi nafas dapat menunjukan atelektasis
2. Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/batuk efektif , catat karakter, jumlah sputum.
R/ pengeluaran sulit jika sekret sangat tebal (misalnya: efek infeksi atau tidak adekuat hidrasi)
3. Berikan pasien posisi semi atau fowler tinggi. Bantu pasien untuk batuk dan latihan nafas dalam
R/ posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan
4. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea,pengisapan sesuai keperluan.
R/ mencegah obstruksi /aspirasi. Pengisapan dapat di perlukan jika pasien tidak mampu
mengeluarkan sekret
5. Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali konraindikasi.
R/ pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan sekret, membuatnya mudah di
keluarkan.
6. Lembabkan udara /oksigen inspirasi
R/ Mencegah pengeringan mukosa, membantu pengenceran sekret.

3. Ganggun eliminasi fekal: Diare b/d peningkatan peristaltik usus


Tujuan :- melaporkan penurunan prekuensi defeasi, konsistensi kembali normal
- Mengidentifikasi/menghindari faktor pemberat
Intevensi:
1. Observasi dan catat prekuensi defeksi, karakteristik jumlah dan faktor pencetus
R/ membantu membedakan paenyakit individu dan mengkaji beratnya episode.
2. Tingkatkan tirah baring, berikan alat- alat disamping tempat tidur
R/ Istirahat menurunkan motilitas usus juga menurunkan laju metabolisme jika infeksi atau
perdarahan sebagai komplikasi
3. Buang feses dengan cepat. Berikan pengharum ruangan
R/ menurunkan bau tak sedap untuk menghindari rasa malu pasien
4. Identifikasi makanan dan cairan yang mencetuskan diare
R/ Menghindari iritan meningkatkan istirahat usus
5. Mulai lagi pemasukan cairan peroral secara bertahap
R/ memberikan istirahat kolon dengan menghilangkan atau menurunkan ransangan
makanan/cairan. Cairan mencegah kram dan diare berulang.

4. Kekurangan volume cairan b/d diare berat


Tujuan :mempertahankan hidrasi dibuktikan dengan membran mukosa lembab,
turgor kulit baik, tanda-tanda vital stabil, hluaran urin adekuat secara pribadi
Intervensi :
1. Pantau ttv, termasuk CVP bila terpasang, catat hipertensi, termasuk ri perubahan postural.
R/ indikator dari volume cairan sirkulasi
2. Catat peningkatan suhu dan durasi demam berikan kompres hangat sesuai indikasi
R/ meningkatkan kebutuhan metabolisme dan diaforesis yang berlebihan yang dihubungakan
dengan demam dalam meningkatkan kehlangn cairan tak kasat mata.
3. Kaji turgor kulit, membran mukosa dan rasa haus
R/ indikator tidak langsung dari status cairan.
4. Ukur haluaran urin dan berat jenis urin,
R/ penungkatan berat jenis urin / penuruan haluaran urin menunjukan perubahan perfusi ginjal /
volume sirkulasi
5. Berikan cairan elektrolit melalaui selang pemberi makan / IV
R/ bermanfaat dalam memperkirakan kebutuhan cairan .

5. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake tidak adekuat


Tujuan :
- Mempertahankan berat badan atau memperlihatkan peningkatan berat badan yang mengacuh
pada tujuan yang diinginkan.
- Mendemonstrasikan keseimbangan nitrogen bebas dari tanda-tanda malnutrisi dan menunjukan
perbaikan tingkat energi.
Intervensi :
1. Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah, merasakan, dan menelan.
R/ lesi mulut, tenggorokan dan esofagus dapat menyebabkan disfagia
2. Berikan perawatan mulut yang terus menerus
R/ mengurangi ketidak nyamanan yang berhubungan dengan mual / muntah, lesi oral,
pengeringan mukosa dan halitosis, mulut yang bersih akan meningkatkan nafsu makan.
3. Kaji obat-obatan terhadap efek samping nutrisi
R/ provilaktik dan obat-obat terapeutik mungkin memiliki efek samping nutrisi.
4. Berikan fase istirahat sebelum makan hindari prosedur yang melelahkan saat mendekati waktu
makan.
R/ mengurangi rasa lelah, meningkatkan ketersediaan energi untuk makan.
5. Konsultasi dengan tim pendukung ahli diet/gizi .
R/ menyediakan diet berdasarkan kerbutuhan individu dengan rute yang tepat.

6. Kerusakan integritas kulit b/d lsi ulselatif


Tujuan : menunjukan tingkah laku / teknik ntuk mencegah kerusakan kulit/ meningkatkan kesembuhan .
Intervensi :
1. Kaji kulit setiap hari
R/ : menentukan garis dasar dimana perubahan pada status dapat dibandingkan dan melakukan
intervesi yang tepat.
2. Pertahankan / intruksikan dalam higyene kulit
R/ : mempertahankan kebersihan karena kulit yang kering dapat menjari barier infeksi.
3. Secara teratur ubah posisi
R/ : mengurangi stres pada titik tekan., mengingkatkan aliran darah kejaringan dan
mengingkatkan proses kesembuahan.
4. Tutupi luka yang terbentuk dengan pembalut yang steril.
R/ : dapat mengurangi kontaminasi bakteri meningkatkan proses penyembuhan.
5. Dapatkan kultur dari lesi kulit terbuka.
R/: mengidentifikasi bakteri patogn dan pilihan perawatan yang sesuai.
6. Lindungi lesi atau ulkus dengan balutan basah atau salep antibiotik.
R/: melindungi laserasi dari kontaminasi dan meningkatkan penyembuhan.

7. Nyeri b/d kerusakan jaringan


Tujuan :
- Keluhan hilangnya/ terkontrolnya rasa sakit
- Menunjukkan posisi/ ekspresi wajah rileks, dapat tidur/ beristirahat adekuat
Intervensi :
1. Kaji keluhan nyeri
R/ mengidentifikasi kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda- tanda perkembangan komplikasi
2. Dorong pengungkapan perasaan
R/ dapat mengurangi ancietas dan rasa takut sehingga dapat mengurangi persepsi akan intensitas
rasa takut
3. Instruksikan pasien/ dorong untuk menggunakan visualisasi/ bimbing imaginasi, tekhnik napas
dalam
R/ Meningkatkan relaksasi dan perasaan sehat
4. Berikan analgetik/ antipiretik
R/ Memberikan penurunan nyeri, tidak nyaman dan mengurangi demam.

8. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik


Tujuan :
- Melaporkan peningkatan energi
- Berpartipasi dalam aktivitas yang diinginkan pasien
Intervensi :
1. Rencanakan perawatan untuk enyediakan fase istirahat. Atur aktivitas pada waktu pasien sangat
berenergi. Ikut sertakan pasien/ orang terdekat pada penyusunan rencana.
R/ periode istirahat yang sering sangat dibutuhkan dalam memperbaiki/ menghemat energi.
2. Tetapkan keberhasilan aktifitas yang realistis dengan pasien
R/ mengusahakan kontrol diri dan perasaan berhasil. Mencegah timbulnya perasaan prustasi
akibat kelelahan karena aktifitas berlebihan.
3. Bantu memahami kebutuhan pewrawatan pribadi, pertahankan tempat tidur dalam posisi rendah
dan tempat lalu lalang bebas dari perabotan, bantu dengan ambulasi.
R/ rasa lemas dapat membuat AKS hampir tidak mungkin bagi pasien untuk menyelesaikannya.
Melindungi pasien dari cedera selama aktifitas.
4. Dorong pasien untuk melakukan apaun yang mungkin. Meningkatkan tingkat aktifitas sesuai
petunjuk.
R/ Memungkinkan penghematan energi, peningkatan stamina dan mengijinkan pasien untuk
lebih aktif tanpa menyebabkan kepatenan dan rasa prustasi.
5. Pantau respon psikologis terhadap aktifitas
R/ toleransi bervariasi tergangtung pada status proses penyakit, status nutrisi, keseimbangan dan
jumlah/ tipe penyakit dimana pasien menjadi subjeknya.
6. Dorong masukan nutrisi
R/ pemasukan/ penggunaan nutrisi adekuat sangat penting bagi kebutuhan energi untuk aktivitas
9. Gangguan citra tubuh b/d perubahan penampilan fisik
Intervensi:
1. Pastikan apakah konseling dilakukan bila mungkin dan/atau ostomi perlu untuk didiskusikan
R/ memberikan informasi tentang tingkat pengetahuan pasien/ orang terdekat
2. Berikan kesempatan pada pasien untuk menerima ostomi melalui partisipi pada perawatan diri
R/ ketergantungan pada perawatan diri membantu untuk memperbaiki kepercayaan diri dan
penerimaan situasi
3. Rencanakan atau jadwalkan aktivitas perawatan dengan pasien
R/ meningkatkan rasa kontrol dan memberikan pesan kepada pasien bahwa ia dapat menangani
hal tersebut, meningkatkan harga diri.
4. Pertahankan pendekatan positif selama aktifitas perawatan, hindari ekspresi menghina atau
reaksi berubah mendadak. Jangan perlihatkan rasa marah secara pribadi
R/ bantu pasie/ orang terdekat untuk menerima perubahan tubuh dan merasakan baik tentang diri
sendiri.
5. Diskusikan kemungkinan kontak dengan pengunjung ostomi dan buat perjanjian untuk
kunjungan bila diperlukan.
R/ dapat memberikan sistem pendukung yang baik.

10. Kecemasan b/d perubahan stasus kesehatan


Tujuan:
- Menyatakan kesadaran tentang perasaan dan cara sehat untuk menghadapinya
- Menunjukkan kemampuan untuk mengatasi masalah
Intervensi :
1. Jamin pasien tentang kerahasiaan dalam batasan situasi tertentu
R/ memberikan penentraman hati lebih lanjut dan kesempatan bagi pasien untuk memecahkan
masalah pada situasi yang diantisipasi
2. Pertahakan hubungan yang sering dengan pasien. Berbicara dan berhubungan dengan pasien.
Batasi penggunaan baju pelindung dan masker.
R/ Menjamin bahwa pasien tidak akan sendiri atau diterlantarkan, menunjukkan rasa
menghargai, menerima orang tersebut, membantu meningkatkan rasa percaya.
3. Berikan informasi yang akurat dan konsisten mengenai prognosis. Hindari argumentasi
mengenai persepsi pasien terhadap situasi tersebut.
R/ Dapat mengurangi ancietas dan ketidak mampuan pasien untuk membuat keputusan/ pilihan
berdasarkan realita.
4. Waspada terhadap tanda- tanda penolakan/ depresi.
R/ Pasien mungkin akan menggunakan mekanisme bertahan dengan penolakan dan terus
berharap bahwa diagnosanya tidak akurat
5. Berikan lingkungan terbuka dimana pasien akan merasa aman untuk mendiskusikan perasaan
atau menahan diri untuk berbicara.
R/ membantu pasien untuk merasa diterima pada kondisi sekarang tanpa perasaan dihakimi dan
meningkatkan perasaan harga diri dan kontrol
6. Izinkan pasien untuk mengekspresikan rasa marah, takut, putus asa tanpa konfrontasi. Berikan
informasi bahwa perasaannya adalah normal dan perlu diekspresikan
R/ penerimaan perasaan akan membuat pasien dapat menerima situasi.
7. Jelaskan prosedur, berikan kesempatan untuk bertanya dan jawab dengan jujur. Tetap berada
bersama pasien selama prosedur dan konsultasi yang menimbulkan ancietas.
R/ informasi yang akurat akan membuat pasien dapat lebih efektif dalam menghadapi realita
situasi, sehingga dapat mengurangi ancietas dan rasa takut akan ketidaktahuan.
8. Rujuk pada konseling psikiatri
R/ mungki diperlukan bantuan lebih lanjut dalam berhadapan dengan diagnosa/ prognosis
terutama jika timbul pikiran untuk bunuh diri.

DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer,Arif dkk.2001.Kapita Selekta Kedokteran Jilid I,Edisi .Jakarta: Media Aesculapius
FKUI.
Price,sylva A. dan Wilson,Lorraine M.2006. Patofisiologi .Edisi 6 Vol.1.Jakarta:EGC.
Smeltzer,Suzanne C. dan Branda G. Bare.2002. Buku Ajar Keperwatan Medikal Bedah . Brunner
dan Suddarth .Edisi 8.Jakarta:EGC.
Sudoyo,Aru W. dkk. .Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,Jilid III.Edisi .Jakarta: Pusat
Penerbitan IPD FKUI.
askep-ebook.blogspot.com

Diposting oleh ARNOLD YUSUF di 15.45


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda


Langganan: Posting Komentar (Atom)

Mengenai Saya

ARNOLD YUSUF
Lihat profil lengkapku
Arsip Blog
 ► 2015 (1)

 ▼ 2014 (8)
o ▼ Juni (8)
 gizi dalam kespro-dian husada: Prinsip diit pada i...
 makalah malpraktik
 Askep penyakit katarak
 ASKEP MEDULLA SPINALIS
 golongan darah ABO
 ASKEP LENGKAP HIPERTIROIDISME
 ASKEP HIV AIDS
 makalah peyakit keratitis

Tema Perjalanan. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai