Seiring bertambahnya usia, setiap individu pasti akan mengalami penuaan. Preoses penuaan ditandai dengan perubahan fisiologis yang terjadi pada beberapa organ dan sistem (Efendi & Makhfudli, 2009). Keadaan demikian tampak pula pada sistem muskuloskeletal dan jaringan lain yang ada kaitannya dengan kemungkinan timbulnya beberapa golongan rematik yang sering menyertai usia lanjut, yang menimbulkan gangguan muskuloskeletal terutama adalah Rheumatoid Arthritis (Fitriani, 2013 dalam Uyun, 2014). Penyakit Rheumatoid Arthritis (RA) merupakan salah satu penyakit autoimun berupa inflamasi arthritis pada pasien dewasa (Singh et al., 2015). Rematik merupakan salah satu penyakit sendi yang ditakuti oleh masyarakat, namun juga banyak yang mengabaikan dan menganggap Rheumatoid Arthritis ini sebagai penyakit biasa dan tidak berbahaya padahal penyakit ini dapat menimbulkan kerugian berupa kecacatan karena rasa nyeri pada penderita Rheumatoid Arthritis pada bagian synovial sendi, sarung tendo, dan bursa akan mengalami penebalan akibat radang yang diikuti oleh erosi tulang dan destruksi tulang disekitar sendi (Syamsuhidajat, 2010). Organisasi kesehatan dunia (WHO) melaporkan angka kejadian rematik pada tahun 2008 mencapai 20% dari penduduk dunia yang telah terserang rematik, dimana 5-10% penduduk dunia tersebut berusia 5-20 tahun dan 20% berusia lebih dari 55 tahun, sedangkan tahun 2012 meningkat menjadi 25% dari penduduk dunia. Menurut hasil penelitian Riskesdas (2013) prevalensi penderita Rheumatoid Arthritis di Indonesia tahun 2013 adalah 24,7%. Di kota Palembang pravalensi Rheumatoid Arthritis berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Palembang pada Januari 2017 dalam lima tahun terakhir masuk ke dalam kategori 10 penyakit tertinggi di kota Palembang dan Rheumatoid Arthritis menduduki urutan ke-4 dari kategori tersebut. Pada tahun 2013 prevalensinya mencapai 8,3% (Riskesdas, 2013). Berdasarkan data yang didapatdari beberapa puskesmas pada tahun 2018 Masalah yang paling sering di alami oleh penderita Rheumatoid Arthritis adalah nyeri (Brunner & Suddarth, 2017). Hasil penelitian terakhir dari Zeng QY tahun 2008 9Purnomo, 2010), prevalensi nyeri Rheumatoid Arthritis di Indonesia mencapai 23,6% hingga 31,3%. Angka ini menunjukkan bahwa rasa nyeri akibat Rheumatoid Arthritis sudah cukup mengganggu aktivitas masyarakat Indonesia, terutama mereka yang memiliki aktivitas cukup padat. Serangan nyeri yang terus menerus dapat menimbulkan kelemahan sehingga mereka tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari, seperti memasak, mandi, dan lain-lain (Sahar, 2001). Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan dan fasilitator bagi dapat menjadi tempat mencari informasi dan solusi dalam merawat anggota keluarga denga Rheumatoid Arthritis ini sehingga keluarga mampu menjalankan tugas kesehatan keluarga yaitu mengenal masalah kesehatan keluarga, mengambil keputusan tindakan yang tepatbagi keluarga, merawat anggota keluarga yang sakit, memodifikasi lingkungan serta memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada sehingga upaya pencegahan ataupun perawatan berjalan dengan baik. Tetapi, banyak dari penderita dan anggota keluarga yang kurang memahami tentang penatalaksanaan nyeri yang dapat dilakukan untuk mengurangi nyeri. Disinilah peran perawat sebagai educator sangat dibutuhkan untuk mengajarkan kepada pasien dan keluarga penatalaksanaan nyeri untuk menurunkan intensitas nyeri salah satunya dengan olahraga ringan. 1.2 RUMUSAN MASALAH Bagaimana implementasi keperawatan keluarga dengan masalah nyeri akut pada penyakit Rheumatoid Arthritis di wilayah kerja Puskesmas Makrayu tahun 2018? 1.3 TUJUAN a. Tujuan Umum Mampu mengimplementasikan keperawatan keluarga pada keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan penyakit Rheumatoid Arthritis, di wilayah kerja Puskesmas Makrayu tahun 2018. b. Tujuan Khusus 1) Melatih senam rematik pada pasien Rheumatoid Arthritis di Puskesmas Makrayu Kota Palembang tahun 2018. 2) Memberikanpendidikan kesehatan tentang Rheumatoid Arthritis dengan masalah nyeri akut. 1.4 MANFAAT 1. Bagi Penulis Penulisan ini merupakan penerapan wadah ilmu pengetahuan yang telah didapat, memberikan pengalaman dalam bidang penelitian, dan menambah pengetahuan penulis, terutama mengenai asuhan keperawatan pada keluarga dengan klien Rheumatoid Arthritis. 2. Bagi Puskesmas Menjalin kerjasama dengan puhak puskesmas dalam upaya memberi asuhan keperawatan keluarga yang berkualitas pada klien rawat jalan dan diharapkan dapat mengembangkan program yang ada di puskesmas khususnya di bidang perawat serta sebagai informasi pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan Rheumatoid Arthritis. 3. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan Penulisan ini diharapkan dapat menjadi acuan, suber pemikiran dan pedoman bagi profesi keperawatan dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan pelayanan keperawatan, terutama dalam bidang keperawatan komunitas dan keluarga.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KONSEP PENYAKIT RHEUMATOID ARTHRITIS
2.1.1 Pengertian Artritis Reumatoid atau Rheumatoid Arthritis (RA) adalah penyakit autoimun sistemik (Syimmons, 2006). RA merupakan salah satu kelainan multisystem yang etiologinya belum diketahui secara pasti dan di karakteristikkan dengan destruksi sinovitis (Helmick, 2008). Penyakit ini merupakan peradangan sistemik yang paling umum ditandai dengan keterlibatan sendi yang simetris (Dipiro, 2008). Penyakit RA ini merupakan kelainan autoimun yang menyebabkan inflamasi sendi yang berlangsung kronik dan mengenai lebih dari lima sendi (poliartritis) (Pradana, 2012). 2.1.2 Etiologi Penyebab utama penyakit Rheumatoid Arthritis masih belum diketahui secara pasti. Namun factor predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen-antibodi), factor metabolik dan infeksi virus (Suratun, Heryati, Manurung & Raenah, 2008). Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab Rheumatoid Arthritis, yaitu: a. Infeksi Streptokkus hemolitikus dan Streptococcus non-hemolitikus b. Endokrin c. Autoimun d. Metabolik e. Faktor genetik serta pemicu lingkungan 2.1.3 Patofisiologi Pada Rheumatoid Arthritis (RA), reaksi autooimun terjadi dalam jaringan synovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, poliferasi membrane synovial dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan degenerative dengan menghilangnya elastisitas ototdengan kekuatan kontraksi otot (Brunner & Suddarth, 2002). 2.1.4 Manifestasi Klinis Rheumatoid Arthritis dapat ditemukan pada semua sendi dan sarung tendo, tetapi paling sering di tangan. Rheumatoid Arthritis juga dapat menyerang sendi siku, kaki, pergelangan kaki dan lutut. Sinovial sendi, sarung tendo, dan bursa menebal akibat radang yang diikuti oleh erosi tulang dan destruksi tulang disekitar sendi (Syamsuhidajat, 2010). Pasien- pasien dengan Rheumatoid Arthritis akan menunjukkan tanda dan gejala seperti: a. Nyeri persendian b. Bengkak c. Kekakuan pada sendi terutama setelah bangun tidur di pagi hari d. Terbatasnya pergerakan e. Sendi-sendi terasa panas f. Demam g. Anemia h. Berat badan menurun i. Kekuatan berkurang j. Tampak warna kemerahan di sekitar sendin k. Perubahan ukuran pada sendi dari ukuran normal Pada tahap yang lanjut akan ditemukan tanda dan gejala seperti: a. Gerakan menjadi terbatas b. Adanya nyeri tekan c. Deformitas bertambah pembengkakan d. Kelemahan e. Depresi Ditinjau dari stadium penyakitnya, ada tiga stadium pada Rheumatoid Arthritis yaitu (Nasution, 2011): a. Stadium Sinovitis Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai dengan munculnya hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat istirahat maupun saat bergerak, bengkak, dan kekakuan. b. Stadium Destruksi Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial, trejadi juga kerusakan pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon. Pada stadium ini terjadi perubahan bentuk pada tangan yaitu bentuk jari swan-neck. c. Stadium Deformitas Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali, deformitas dan gangguan fungsi secara menetap. Perubahan pada sendi diawali adanya sinovitis, berlanjut pada pembentukan pannus, ankilosis fibrosa, dan terakhir ankilosis tulang. 2.1.5 Pemeriksaan Penunjang a. Faktor Rheumatoid, fiksasi lateks, reaksi-reaksi aglutinasi b. Laju endap darah: umumnya meningkat pesat (80-100 mm/h) mungkin kembali normal sewaktu gejala-gejala meningkat c. Protein C-reaktif: positif selama masa eksaserbasi d. Sel darah putih: meningkat pada waktu timbul proses inflamasi e. Hemoglobin: umumnya menunjukkan anemia sedang f. Ig (Ig M dan Ig G): peningkatan besar menunjukkan proses autoimun sebagai penyebab Rheumatoid Arthritis g. Sinar X dari sendi yang sakit: menunjukkan pembengkakkan pada jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan (perubahan awal) berkembang menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio. Perubahan osteoartristik yang terjadi bersamaan h. Scan radionuklida: identifikasi peradangan sinovium i. Artroskopi langsung: visualisasi dari area yang menunjukkan irregularitas/ degenerasi tulang pada sendi j. Biopsy membrane sinovial: menunjukkan perubahan inflamasi dan perkembangan panas 2.1.6 Penatalaksanaan a. Medis Penatalaksanaan medik pada pasien Rheumatoid Arthritis diantaranya: 1) Terapi 2) Memberikan gizi yang tepat 3) Pemberian obat-obatan b. Keperawatan 1) Pendidikan kesehatan: meliputi pengertian,patofisiologi, penyebab, dan diagnosis penyakit ini 2) Istirahat: karena pada Rheumatoid Arthritisini disertai lelah yang hebat 3) Latihan: pada saat pasien tidak merasa lelah atau inflamasi berkurang, ini bertujuan untuk mempertahankan fungsi sendi. 2.1.7 jhefure
2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Asuhan keperawatan keluarga merupakan proses yang kompleks dengan menggunakan pendekatan sistematis untuk bekerjasama dengan keluarga dan individu sebagai anggota keluarga. Tahapan dari proses keperawatan keluarga yaitu pengkajian keluarga dan individu di dalam keluarga, perumusan diagnosis keperawatan, penyusunan perencanaan, pelaksanaan asuhan keperawatan, dan evaluasi (Muhlisin, 2012). 2.2.1 Pengkajian Pengkajian adalah suatu tahapan dimana seorang perawat mengambil informasi secara terus menerus terhadap anggota keluarga yang dibinanya. Sumber informasi dan tahapan pengkajian dapat menggunakan metode wawancara keluarga, observasi fasilitas rumah, pemeriksaan fisik, atau melalui data skunder seperti data puskesmas, bidan, hasil pemeriksaan laboratorium, dan lain sebagainya (Muwarni, 2007). Data yang dikaji adalah: a. Data umum pasien Pengkajian keperawatan keluarga meliputi: 1) Nama kepala keluarga (KK) 2) Alamat dan telepon 3) Pekerjaan kepala keluarga 4) Pendidikan kepala keluarga 5) Komposisi keluarga (genogram) 6) Tipe keluarga 7) Tipe bangsa 8) Agama 9) Status sosial ekonomi keluarga b. Riwayat dan tahap perkembangan pasien c. Pengkajian lingkungan 1) Karakteristik rumah Karakteristik rumah diidentifikasi dengan melihat luas rumah, tipe rumah, jumlah ruangan, jumlah jendela, pemanfaatan ruangan, peletakkan perabotan rumah tangga, jenis jamban, jarak septic tang dengan sumber air, sumber air minum yang digunakan, serta denah rumah. 2) Karakteristik tetangga dan komunitas setempat Menjelaskan mengenai karakteristik dari tetangga dan komunitas setempat, yang meliputi kebiasaan, lingkungan fisik, aturan atau kesepakatan penduduk setempat, budaya setempat yang mempengaruhi kesehatan. 3) Mobilitas geografis keluarga Mobilitas geografis keluarga ditentukan dengan kebiasaan keluarga berpindah tempat. 4) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat Menjelaskan mengenai waktu yang digunakan keluarga untuk berkumpul serta perkumpulan keluarga yang ada dan sejauh mana interaksi keluarga dengan masyarakat. d. Struktur keluarga 1) Pola komunikasi keluarga Menjelaskan mengenai cara berkomunikasi antar anggota keluarga. 2) Struktur kekuatan keluarga Kemampuan anggota keluarga mengendalikan dan mempengaruhi orang lain untuk merubah perilaku. 3) Struktur peran Menjelaskan peran dari masing-masing anggota keluarga baik secara formal maupun informal. 4) Nilai atau norma keluarga Menjelaskan mengenai nilai dan norma yang dianut oleh keluarga, yang berhubungan dengan kesehatan. e. Fungsi keluarga 1) Fungsi afektif Hal yang perlu dikaji yaitu gambaran diri anggota keluarga, perasaan memiliki dan dimiliki dalam keluarga, dukungan keluarga terhadap anggota keluarga lainnya, bagaimana kehangatan tercipta pada anggota keluarga, dan bagaiman keluarga mengembangkan sikap saling menghargai. 2) Fungsi sosialisasi Hal yang perlu dikaji bagaimana interaksi atau hubungan dalam keluarga, sejauh mana anggota keluarga belajar disiplin, norma, budaya, dan perilaku. 3) Fungsi perawatan kesehatan Keluarga mampu mengenal masalah kesehatan, mengambil keputusan untuk melakukan tindakan, melakukan perawatan terhadap anggota keluarga yang sakit, menciptakan lingkungan yang dapat meningkatkan kesehatan, dan keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan yang terdapat di lingkungan setempat (Muhlisin, 2012). 2.2.2 Perumusan Diagnosa Keperawatan Keluarga 2.2.3 Penyusunan 2.3 KONSEP KELUARGA