KTI
DisusununtukmemenuhisebagaisyaratmatakuliahTugasAkhir
Pada Program Studi D III KeperawatanPurwokerto
Oleh
ARDI SUGIHARTO
NIM : P1337420214106
KTI
Disusun untuk memenuhi sebagai syarat mata kuliah Tugas Akhir pada
Program Studi D III Keperawatan Purwokerto
ARDI SUGIHARTO
NIM. P1337420214106
i
LAPORAN KASUS
KTI
Disusun untuk memenuhi sebagai syarat mata kuliah Tugas Akhir pada
Program Studi D III Keperawatan Purwokerto
ARDI SUGIHARTO
NIM. P1337420214106
ii
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Laporan Kasus yang saya tulis ini adalah
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri bukan merupakan
pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai hasil
tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan pengolahan kasus ini
adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Ardi Suguharto
NIM. P1337420214106
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
iv
PENGESAHAN
Dewan Penguji
Dewan Penguji 1 Ketua Penguji ( )
Esti Dwi Widayati, M Kep
NIP. 19720229 199803 2 002
Mengetahui,
Ketua ProgramStudi D III Keperawatan Purwokerto
v
KATA PENGANTAR
vi
9. Ani Kuswati, S kep, Ns.,MH Selaku Penguji 2 Laporan Kasus
10. Teman-teman tingkat 3 C yang senantiasa memberikan motivasi dan
semangat dalam penulisan laporan akhir
11. Seluruh pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan laporan
tugas akhir yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari banyak sekali kekurangan dalam penyusunan laporan
kasus ini, maka dari itu masukan dan saran yang besifat membangun diharapkan
oleh penulis untuk menyempurnakan laporan akhir ini. penulis berharap laporan
kasus tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan dan khususnya untuk
Asuhan keperawatan Keluarga Dengan : Resiko Ketidakefektifan Hubungan
Berhubungan dengan Keterampilan Komunikasi Tidak Efektif pada Anak
Autisme.
Penulis,
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL.................................................................................i
HALAMAN JUDUL....................................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN......................................................... v
KATAPENGANTAR..................................................................................vi
DAFTAR ISI................................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................1
B. Tujuan................................................................................................3
C. Manfaat..............................................................................................3
A. Konsep Autisme
1. Pengertian.........................................................................................5
2. Jenis-Jenis Autisme..........................................................................5
3. Tipe-Tipe Autisme...........................................................................7
B. Konsep Komunikasi
1. Pengertian.........................................................................................9
viii
2. Komunikasi antar pribadi...............................................................10
1. Pengertian..........................................................................................13
1. Pengkajian........................................................................................16
2. Diagnosa Keperawatan......................................................................17
3. Intervensi..........................................................................................17
4. Implementasi....................................................................................19
5. Evaluasi............................................................................................19
A. Metoda Penulisan............................................................................20
B. Sampel..............................................................................................20
C. Lokasi..............................................................................................20
E. Analisis.............................................................................................21
ix
BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Pengkajian...................................................................................22
2. Perumusan Diagnosa Keperawatan.............................................24
3. Intervensi.....................................................................................25
4. Implementasi...............................................................................26
5. Evaluasi.......................................................................................27
B. Pembahasan
1. Pengkajian..................................................................................31
2. Perumusan Diagnosa Keperawatan............................................32
3. Intervensi....................................................................................33
4. Implementasi..............................................................................35
5. Evaluasi......................................................................................36
A. Simpulan...................................................................................40
B. Saran..........................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sugiarmin, (2007) mengatakan bahwa autisme adalah sekumpulan gejala klinis
yang dilatarbelakangi berbagai faktor yang sangat bervariasi, berkaitan satu sama
lain, dan unik karena tidak sama untuk masing-masing kasus. Sugiarmin lebih
lanjut bahwa seseorang anak baru dapat dikatakan termasuk autisme apabila ia
memiliki gangguan perkembangan dalam hal kualitas kemampuan interaksi sosial
dan emosional, komunikasi, dan kemampuan yang kurang dalam minat disertai
gerakan-gerakan berulang tanpa tujuan.
Komunikasi pada anak autisme berbeda dengan komunikasi pada anak normal.
Pada anak autisme, terdapat beberapa hambatan dalam penguasaan bahasa dan
bicara. Kesulitan dalam komunikasi ini dikarenakan pada anak autis mengalami
gangguan dalam berbahasa (verbal dan non verbal) dan pada kenyataanya
penggunaan bahasa sangat berperan penting pada proses komunikasi.
Berkomunikasi dengan anak autisme janganlah berharap si anak akan
memberikan feedback atas apa yang orang sampaikan. Sifat anak autisme yang
cenderung asyik dengan duniannya sendiri dan tidak mengindahkan orang lain
membuat anak seringkali tidak bisa menangkap apa yang orang lain sampaikan
sehingga proses komunikasi tidak bisa berjalan dengan baik karena anak tidak bisa
memberikan tanggapan atas pesan yang di sampaiakan.
Hidayat,(2012) menggatakan dalam kaitannya dengan komunikasi orang tua
dan anak, faktor-faktor yang berperan dalam hubungan antar pribadi adalah
bagaimana anak mempunyai persepsi terhadap orang tua dan kemampuan
menampilkan diri sebagai orang tua yang baik. Terdapat persepsi dan kemampuan
1
2
yang dimaksudkan adalah sebagai berikut : 1. Persepsi anak terhadap orang tua,2.
Kemampuan menjadi orang tua yang baik, 3. Prinsip hubungan antarpribadi.
Hubungan atau ilmu yang membahas tentang interaksi sosial disebut ilmu
sosiologi. Sosiologi membahas tentang tentang proses sosialisasi dimana individu
berperan dalam masyarakat. Suatu sosialisasi dapat berjalan lancar apabila ada
kemauan individu untuk menjadi lebih dekat atau lebih akrab dengan orang lain.
Sosialisasi merupakan proses penciptaan diri individu secara sosial sebagai upaya
untuk mempelajari kebudayaan, nilai, serta peran-peran yang diharapkan.
Keefektifan dalam hubungan antar pribadi ditentukan oleh kemampuan diri
sendiri untuk mengkomunikasikan secara jelas apa yang ingin disampaikan, dapat
menciptakan kesan yang diinginkan, atau dapat mempengaruhiorang lain.
Seseorang dapatmeningkatkan keefektifan dalam hubungan antarpribadidengan
cara berlatih dalam mengungkapkan maksud-maksud yang ingin disampaikan,
menerima umpan balik, dan memodifikasikan tingkah laku hingga seseorangdapat
mempersepsikan apa yang ingin dimaksudkan. (Karningtyas, wiendjiarti, prabowo.
,2009).
Namun, tidak demikian halnya dengan anak autisme. Anak autisme umumnya
sulit untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar karena anak autisme miliki
kesulitan dalam berkomunikasi dan biasanya orang sekitarpun tidak selalu paham
dengan apa yang anak autis inginkan dan maksudkan. Yang mengkaibatkan
ketidakefektifan hubungan dalam keluarga, lingkungan tempat tinggal, dan di
masyarakat.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis tertarik untuk
menyusun Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Keluarga
dengan Resiko Ketidakefektifan Hubungan berhubungan dengan Keterampilan
Komunikasi Tidak Efektif pada Anak Autisme”
3
B. Tujuan Penuliasan
1. Tujuan Umum
Menggambarkan asuhan keperawatan keluarga dengan Resiko
Ketidakefektifan Hubungan berhubungan dengan Keterampilan Komunikasi
Tidakefektif pada Anak Autime di kelurahan Berkoh Rt 5 Rw 3 Kecamatan
Purwokerto Selatan Kabupaten Banyumas
2. Tujuan Khusus
a. Mengambarkan karakteristik respondenyaitu pada kaluarga dengan anak
autisme yang mengalami masalah keperawatan Resiko ketidakefektifan
hubungan berhubungan dengan keterampilan komunikasi tidakefektif
b. Menggambarkan asuhan keperawatan dari yang meliputi pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi sampai dengan evaluasi.
c. Menganalisis dan membahas asuhan keperawatan keluarga Resiko
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Profesi Keperawatan
Hasil laporan kasus ini di harapkan dapat memberikan maanfaat praktis dalam
dunia keperawatan sebagai panduan pengelolaan asuhan keperawatan
2. Bagi Institutsi Pendidikan Keperawatan
Dijadikan sebagai salah satu sumber refrensi dan sumber pembelajaran dalam
institusi pendidikan kesehatan
3. Bagi Keluarga
Hasil laporan kasus ini dapat memberikan manfaat dalam peningkatan
pengetahuan tentang menjalin komunikasi yang optimal dan mengerti ciri-ciri
anak dengan gangguan Autisme.
4
4. Bagi Penulis
Laporan kasus ini memberikan pengalaman secara nyata dalam praktek asuhan
keperawatan keluarga resiko ketidakefektifan hubungan berhubungan dengan
keterampilan komunikasi tidakefektif
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KonsepAutisme
1. Pengertian Autisme
Autisme menurut istilah ilmiah kedokteran, psikiatri dan psikologi
termasuk gangguan pervasive (pervasive developmental disorders). Secara
khas gangguan yang termasuk dalam kategori ini ditandai dengan distorsi
perkembangan fungsi psikologis dasar majemuk yang meliputi
perkembangan ketrampilan social dan berbahasa, seperti perhatian, persepsi,
daya nilai terhadap realitas, dan gerakan-gerakan motorik. Autisme
merupakan salah satu bentuk gangguan tumbuh kembang, berupa
sekumpulan gejala akibat adanya kelainan syaraf-syaraf tertentu yang
menyebabkan fungsi otak tidak bekerja secara normal sehingga
mempengaruhi tumbuh kembang pada beberapa aspek, yaitu antara lain ;
komunikasi, kemampuan berinteraksi social, dan gerakan motorik baik
kasar maupun halus. Dan gejala-gejala autisme terlihat dari adanya
penyimpangan dari ciri-ciri tumbuh kembang anak secara normal yang
sebaya dengannya (Sunu, 2012).
2. Jenis-Jenis Autisme
Berikut adalah lima jenis autisme menurut Autisme Society of America:
1) Sindrom Asperger
Jenis gangguan ini ditandai dengan defisiensi interaksi sosial dan
kesulitan dalam menerima perubahan rutinitas sehari-hari.Pada sinrom
asperger, kemampuan bahasa tidak terlalu terganggu bila dibandingkan
dengan gangguan lain. Anak yang menderita jenis autisme ini kurang
sensitif terhadap rasa sakit, namun tidak dapat mengatasi paparan suara
keras dan sinar lampu yang tiba-tiba anak dengan sinrom asperger ini
5
6
B. Konsep Komunikasi
1. Pengertian
Kata komunikasi atau communication dalam bahasa inggris berasal dari
latin communis yang berarti “sama”. Istilah communis ini adalah istilah yang
paling sering disebut sebagai asal-usul komunikasi yang merupakan akar dari
kata-kata latin lainnya yang mirip (Robiah, 2010).
BKKBN, 2012 mengatakan Komunikasi adalah suatu proses pertukaran
dan penyampaian informasi, sikap, pikiranatau perasaan melalui bahasa,
pembicaraan, pendengaran, gerak tubuh atau ungkapan emosi. Komunikasi dapat
efektif apabila pesan diterima dan dimengerti sebagaimana dimaksud oleh
10
Pada tahap pertama (The Own Agenda Stage) anak biasanya merasa tidak
bergantung pada orang lain, ingin melakukan sesuatu sendiri. Anak kurang
berinteraksi dengan orang tua dan hampir tidak pernah berinteraksi dengan anak
lain. Anak juga melihat atau meraih benda yang dia mau. Anak tidak
berkomunikasi dengan orang lain dan bermain dengan cara yang tidak lazim.
Anak juga membuat suara untuk menenangkan diri, menangis atau menjerit
untuk menyatakan protes. Anak suka tersenyum dan tertawa sendiri. Anak pada
tahap ini hampir tidak mengerti kata-kata yang kita ucapkan.
Pada tahap kedua (The Requester Stage), anak mulai dapat berinteraksi
walaupun dengan singkat. Anak menggunakan suara atau mengulang bebeapa
kata untuk menenangkan diri atau memfokuskan diri. Anak meraih yang dia mau
atau menarik tangan orang lain bila menginginkan sesuatu. Anak meraih yang
dia mau atau menarik tangan orang lain bila menginginkan sesuatu. Apabila
anak diajak bermain yang melibatkan kontak fisik, anak bisa meminta anda
untuk meneruskan permainan fisik dengan melakukan kontak mata, msenyum,
gerak tubuh atau suara.Anak kadang-kadang mengerti perintah keluarga dan
tahap-tahap kegiatan rutin di keluarga.
Pada tahap ketiga (The Early Communicator Stage) anak dapat
berinteraksi dengan orang tua dan orang yang dikenal. Anak ingin mengulang
permainan dan bisa bermain dalam jangka waktu lama. Anak meminta anda
meneruskan permainan fisik yang disukai dengan menggunakan gerakan yang
sama, suara, dan kata setiap anda main. Kadang-kadang anak meminta atau
merespon dengan mengulang apa yang anda katakan (echolali).
Anak juga dapat meminta sesuatu dengan menggunakan gambar, gerak
tubuh, atau kata. Anak mulai dapat memprotes atau menolak sesuatu dengan
menggunakan gerak, suara, kata yang sama. Anak pada tahap ini dapat mengerti
kalimat sederhana atau kalimat yang sering digunakan, mengerti nama benda
atau nama orang yang sehari-hari ditemui, dapat mengatakan “hai” dan “dadah”,
dapat menjawab pertanyaan dengan mengatakan ya/tidak, dan dapat menjawab
pertanyaan ‘apa itu?”
12
Pada tahap yang paling tinggi yaitu “The Partner Stage”, anak dapat
berinteraksi lebih lama dengan orang lain dan dapat bermain dengan anak lain.
Anak juga sudah dapat menggunakan kata-kata atau metode lain dalam
berkomunikasi untuk meminta protes, setuju, menarik perhatian sesuatu,
bertanya dan menjawab sesuatu. Anak juga dapat mulai menggunakan katakata
atau metode lain untuk berbicara mengenai waktu lampau dan yang akan datang,
menyatakan keinginannya dan meminta sesuatu. Anak pada tahap ini sudah
dapat membuat kalimat sendiri dan melakukan percakapan pendek. Kadang-
kadang anak mengulanginya membetulkan apa yang dikatakannya ketika orang
lain tidak mengerti. Anak pada tahap ini sudah lebih banyak mengerti
perbendaharaan kata-kata.
Tetapi pada tahap Partner Stage ini, anak masih punya kesulitan dalam
berkomunikasi. Umpamanya anak berhenti bermain dengan anak lain bila tidak
mengetahui apa yang harus dilakukan, seperti dalam pemainan imajiner yang
mengandung banyak pembicaraan atau bermain pura-pura. Anak juga akan
menggunakan echolali (menirukan perkataan orang lain) bila dia tidak mengerti
perkataan orang lain atau bila dia tidak dapat membuat kalimat.
Anak pada tahap akhir ini masih mengalami kesulitan dalam mengikuti
percakapan. Cara mengatasi kesulitan ini adalah dengan merespon orang dengan
berinisiatif bercakap-cakap sendiri, berusaha bercakap-cakap dengan topik yang
disukai. Anak mungkin melakukan kesalahan tata bahasa terutama kata ganti,
sepeti kamu, saya, dia. Anak akan bingung bila percakapan terlalu rumit atau
orang tidak berkata langsung padanya.
Anak juga dapat mengalami kesulitan dengan aturan percakapan. Anak
tidak tahu bagaimana memulai dan mengakhiri percakapan, tidak mendengar
perkataan orang lain, tidak bisa fokus pada satu topik, tidak berusaha
mengklarifikasi perkataan yang tidak dimengerti orang dan memberi terlalu
sedikit detail atau terlalu banyak detail. Anak mungkin tidak paham isyarat
sosial yang diberikan orang lain melalui ekspresi wajah atau bahasa tubuh dan
tidak mengerti humor atau permainan kata-kata.
13
5. Ciri-ciri komunikasi yang tidak efektif, antara lain dapat dilihat dari beberapa
indikasi-indikasi berikut ini:
a. Tidak responsif
b. Tidak ada senyum sosial
c. Tidak berkomunikasi dengan mata
d. Kontak mata terbatas
e. Tampak asyik bila dibiarkan sendiri
f. Tidak melakukan permainan giliran
g. Menggunakan tangan orang dewasa sebagai alat
3. Hubungan dengan lingkungan
a. Bermain refetitif (diulang-ulang)
b. Marah atau tidak menghendaki perubahan-perubahan
c. Berkembangnya rutinitas yang kaku
d. Memperlihatkan ketertarikan yang sangat tak fleksibel
4. Respon terhadap indera/ sensoris
a. Kadang panik terhadap suara-suara tertentu
b. Sangat sensitif terhadap suara
c. Bermain-main dengan cahaya dan pantulan
d. Memainkan jari-jari di depan mata
e. Menarik diri ketika disentuh
f. Tertarik pada pola dan tekstur tertentu
g. Sangat interaktif atau hiperaktif
h. Seringkali memutar-mutar, membentur-bentur kepala,
menggingit pergelangan
i. Melompat-lompat atau mengepak-ngepakan tangan
j. Tahan atau berespon aneh terhadap nyeri
5. Kesenjangan perkembangan perilaku
a. Kemampuan mungkin sangat baik atau sangat terlambat
b.Mempelajari keterampilan diluar urutan normal, misalnya
membaca
tapi tak mengerti arti
c. Menggambar secara rinci tapi tidak dapat mengancing baju
16
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Harmoko (2012), diagnosa keperawatan keluarga dirumuskan
berdasarkan data yang didapatkan pada pengkajian. Komponen diagnosa
keperawatan meliputi problem atau masalah,dan sign atau tanda yang
selanjutnya dikenal dengan PES (Problem, Etiologi dan Sign).
Tipologi dari diagnose keperawatan adalah diagnosa aktual ditandai
dengan adanya gangguan kesehatan, diagnosa resiko yaitu terlihat adanya
tanda gejala namun belum terjadi gangguan kesehatan dan diagnosa
potensial atau keadaan keluarga dalam sejahtera (Harmoko, 2012).
Hasil anamnesia pada keluarga dengan salah satu anaknya mengidap
autisme dapat di peroleh data masalah ketidakefektifan hubungan yang
mengacu pada batasan karakteristik diagnosa tersebut oleh karena itu timbul
masalahmasalah ketidakefektifan hubungan pada pasien autisme.
3. Perencanaan
Intervensi keperawatan Resiko ketidakefektifan hubungan dengan anak
autisme Menurut NOC (Nursing Outcome Classification) dalam Moorhead,
Johnson, Maas dan Swanson (2015) adalah hubungan caregive- pasien yaitu
tindakan personal untuk mempertahankan atau meningkatkan komunikasi
efektif. Dan intervensi menurut NIC (Nursing Intervention Classification)
dalam Bulechek, Butcher, Dochterman dan Wagner (2015), dari diagnosa
ketidakefektifan hubungan dengan anak autisme sebagai berikut :
18
a. NIC : Terapi
keluarga Intervensi :
1) Tentukan komunikasi dalam keluarga
2) Identifikasi bagaimana keluarga menyelesaikan masalah
3) Identifikasi kekuatan atau sumber keluarga
4) Identifikasi peran yang biasa dalam keluarga
5) Bantu anggota keluarga berkomunikasi lebih efektif
b. NIC : Dukungan Keluarga
Intervensi :
1) Tentukan komunikasi dalam keluarga
2) Identifikasi bagaimana keluarga menyelesaikan masalah
3) Identifikasi kekuatan atau sumber keluarga
4) Identifikasi peran yang biasa dalam keluarga
5) Bantu anggota keluarga berkomunikasi lebih efektif
c. NIC : Peningkatan Kecakapan
Hidup Intervensi :
Bina hubungan baik dengan menggunakan empati, kehangatan,
spontanitas, pengaturan, kesabaran, dan ketekunan.
1) Pertimbangkan kebutuhan pembelajaraan keterampilan hidup pasien,
keluarga, kelompok, atau komunitas.
2) Pertimbangkan tingkat pendidikan.
d. NIC : Peningkatan
Peran Intervensi :
1) Bantu pasien untuk mengidentifikasi peran yang biasanya dalam
keluarga
2) Bantu pasien untuk mengindentifikasi periodetransisi peran pada
keseluruhan rentan kehidupan.
3) Bantu pasien untuk mengidentifikasi ketidak cakupan peran.
4) Bantu pasien untuk mengidentifikasi perilaku-perilaku yang di
perlukan untuk mengembangkan peran
19
A. Metode Penulisan
Metode yang digunakan penulis dalam penyusunan asuhan keperrawatan
keluarga Resiko Ketidakefektifan hubungan berhubungan dengan
ketrerampilan komunikasi tidak efektif pada anak autisme adalah
menggunakan metode deskriptif. Menurut Arwani, dkk, (2016) menjelaskan
bahwa metode deskriptif adalah metode yang menggambarkan hasil asuhan
keperawatan dengan memfokuskan pada salah satu masalah penting dalam
kasus disertai analisis sederhana.
B. Sampel
Sampel adalah suatu penelitian yang mengambil suatu objek yang diteliti,
yang dapat diambil sebagai objek yang dimiliki oleh populasi (Notoatmodjo,
2012 dalam Setiawan, 2016). Pengambilan sampel dalam laporan kasus ini
dilakukan dengan cara convensiensi sampling method (Non-Probeliti
sampling technicqui) dimana sampel dipilih karena kemudahan atau
keinginan penulis.
C. Lokasi
Lokasi pengambilan yang akan digunakan penulis dalam pembuatan
laporan kasus adalah di Rt 5 Rw 3 Kelurahan Berkoh Kecamatan Purwokerto
Selatan Kabupaten Banyumas. Waktu yang akan digunakan dalam
pengelolaan asuhan keperawatan pada bulan April 2017.
20
21
E. Analisa
Analisa data adalah bagian yang sangat penting untuk mencapai tujuan
pokok penulisan, yaitu menjawab pertanyaan-pertanyaan penulis tentang
suatu enomena (nursalam, 2009 dalam Setiawan, Arief, Eri.,2016).
Proses analisa data dalam penulisan laporan kasus ini hasil telaah dari
proses pengelolaan keperawatan keluarga reiko ketidakefektifan hubungan
berhubungan dengan keterampilan komunikasi tidak efektif pada anak
autisme yang meliputi pengkajian, perumusan masaha. Diagnosa, dan
evaluasi yang di buat dengan kalimat sederhana.
BAB IV
Dalam bab ini Penulis akan melaporkan hasil dan pembahasan mengenai
asuhan keperawatan keluarga Keluarga Tn.M dengan : Resiko
Ketidakefektifan Hubungan Berhubungan Dengan Keterampilan Komunikasi
Tidak Efektif Pada An. I dengan Autisme di RT 05 RW 03 Kelurahan
Berkoh, Kecamatan Purwokerto Selatan, Kabupaten Banyumas. Pengelolaan
keperawatan dilakukan dengan pendekatan proses keperawatan keluarga yaitu
tahap pengkajian, perumusan masalah, perumusan diagnosa keperawatan,
penentuan prioritas masalah, perencanaan keperawatan, pelaksanaan
keperawatan, dan evaluasi keperawatan yang dilakukan selama lima kali
kunjungan yaitu pada tanggal 29 April – 4 Mei 2017. Pada tanggal 29 April
2017 penulis melakukan ( BHSP ) membina hubungan saling percaya &
pengkajian terhadap keluarga Tn. M, dalam pengambilan data, penulis
menggunakan metode wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik. Pada
tanggal 01 Mei 2017 sampai 04 Mei 2017 penulis melakukan implementasi
sesuai tindakan keperawatan yang telah di rencanakan. Selanjutnya penulis
melakukan evaluasi terhadap apa yang telah penulis implementasikan kepada
keluarga Tn. M, evaluasi tindakan keperawatan di lakukan pada tanggal 04
Mei 2017.
A. Hasil
1. Pengkajian
22
23
Tn. M merupakan keluarga keluarga kecil yang terdiri dari empat anggota
keluarga. An. I adalah anak sulung dari dua bersodara berumur 5 Tahun 7
Bulan, bersekolah di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sudah dua tahun
belum ada kemajuan dalam komunikasi dan berinterkasi dengan temannya di
PAUD dan beralamat di RT 05 RW 03 Kelurahan Berkoh Kecamatan
Purwokerto Selatan Kabupaten Banyumas. Semua keluarga Tn. M beragama
Islam dan berasal dari suku Jawa, Bangsa Indonesia dan tidak ada tradisi dari
sukunya yang bertentangan dengan kesehatan. Secara umum ekonomi
keluarga tergolong kecukupan, pendapatan Tn. M Rp 2.000.000 per bulan.
Penghasilan yang ada cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan
untuk membiayai biaya pendidikan kedua anaknya yang masih menempuh
pendidikan paud dan membiyayai Pengobatan An. I.
3. Intervensi
4. Implementasi
Kunjungan ketiga pada tanggal 01 Mei 2017 pukul 11.00 WIB, penulis
membantu klien untuk mengidentifikasi sumber resiko ketidakefektifan
hubungan yang dialami dalam keluraga Tn. M; memotivasi An. I untuk
berlatih komunikasi dengan memperhatikan tahapan-tahapan komunikasi
27
pada anak autisme yang terdapat pada landasan teori menutur Yatim, 2007
yang menyatakan 4 tahapan komunikasi pada anak autisme yaitu “The Own
Agenda Stage”, “The Requester Stage”, “The Early Communicator Stage”
dan “The Partner Stage”.dan menganjurkan untuk menjalankan terapi lebih
lanjut di RS. Margono Soekarjo Purwokerto.
Kunjungan keempat pada tanggal 02 Mei 2017 pukul 11.00 WIB, penulis
memberikan pendidikan kesehatan tentang bagaimana mengenali tanda dan
gejala anak dengan autisme serta melatih An. I berlatih komunikasi dengan
memperhatikan tahapan-tahapan komunikasi pada anak autisme :
memberikan gambaran tempat-tempat pelayanan kesehatan yang bisa dipakai
dalam pemanfaatan fasilitas kesehatan.
Kunjungan kelima pada tanggal 03 Mei 2017 pukul 13.00 WIB, penulis
memberikan pendidikan kesehatan memotivasi keluarga untuk musyawarah
tentang pengambilan keputusan untuk memilih terapi yang tepat untuk An. I.
Kunjungan keenam pada tanggal 04 Mei 2017 pukul 11.00 WIB, penulis
menganjurkan untuk selalu mempertahankan suasana yang nyaman dalam
rumah, serta selalu memperhatikan keamanan dalam menata benda- benda
pecah belah atau benda tajam untuk kebutuhan keamanan klien; memberikan
motivasi kepada anggota keluarga Tn. M untuk selalu mengajak komunikasi
An. I dan menjaga kontak mata selama komunikasi berlangsung dengan An.
I.
Kunjungan ketujuh pada tanggal 05 Mei 2017 pukul 10.00 WIB, penulis
memotivasi keluarga Tn. M untuk memaksimalkan pemanfaatan fasilitas
kesehatan dengan melakukan terapi wicara lebih lanjut untuk An. I.
5. Evaluasi
Setelah melakukan implementasi sesuai intervensi yang ditentukan pada
keluarga Tn. M khususnya An. I, untuk menilai dan menentukan rencana
tindak lanjut perlu dilakukan tahap evaluasi. Evaluasi dilakukan berdasarkan
28
pada tujuan yang hendak dicapai sesuai dengan kriteria hasil yang telah
ditetapkan disetiap kunjungan dan akhir sebagai penilaian secara keseluruhan
terhadap pencapaian diagnosis.
Evaluasi formatif untuk kunjungan kedua pada tanggal 29 April 2017
pukul 10.30 WIB. Subyektif (S) : klien mengatakan senang dan bersyukur
dengan kedatangan penulis. Obyektif (O) : klien terlihat ramah dan bersikap
terbuka. Assesment (A) : masalah teratasi. Planning (P) : pertahankan
intervensi.
Planning (P) : lanjutkan intervensi berikan motivasi pada ayah klien untuk
tetap melatih komunikasi dengan memperhatikan tahapan-tahapan
komunikasi pada anak autisme di rumah dan menganjurkan untuk
memperoleh terapi wicara lebih lanjut pada An. I.
Evaluasi formatif untuk kunjungan kelima pada tanggal 03 Mei 2017
pukul 12.30 WIB. Subyektif (S): Ayah klien mengatakan sudah memahami
tentang persiapan, pelasksanaan melatih komunikasi dengan memperhatikan
tahapan-tahapan komunikasi anak autisme pada An. I namun masih susah
untuk diam saat kunjungan berlangsung dan tidak fokus pada sang pemberi
terapi (ayahnya). Obyektif (O) : klien tampak terlihat tidak fokus pada saat
pemberian terapi. Assesment (A) : masalah belum teratasi. Planning (P) :
lanjutkan intervensi beri motivasi kepada ayah kliun untuk selalu mengajak
berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang yang ada di rumah.
B. Pembahasan
1. Pengkajian
tetapi tidak perlu ditangani, atau masalah tidak dirasakan. Teori ini penulis
terapkan dalam penentuan prioritas masalah keperawatan pada diagnosa
diatas yang dilakukan berdasarkan analisa data yang didapat dari hasil
pengkajian kepada keluarga Tn. M. Pertama sifat masalah adalah aktual,
resiko ketidakefektifan hubungan. Kedua kemungkinan masalah untuk diubah
sebagian, keterampilan komunikasi tidak efektif pada An. I. Ketiga potensial
masalah untuk dapat dicegah tinggi yaitu dengan selalu mencari informasi
tentang penyebab autisme yang dialami oleh An. I. Keempat menonjolnya
masalah keterampilan komunikasi tidak efektif pada An. I : yang
menyebabkan resiko ketidak efektifan hubungan pada keluarga Tn. M, oleh
karena itu harus segera ditangani karena merupakan masalah yang berat
sehingga tidak akan berdampak pada komplikasi masalah yang lain.
3. Intervensi
Penyusunan intervensi keperawatan ini, penulis melihat data yang
terdapat dalam analisa data yang disesuaikan dengan Nursing Intervention
Classification (NIC) yaitu . Intervensi dirumuskan dengan mengacu pada NIC
serta melihat keadaan keluarga dengan mengkaji lima fungsi kesehatan
keluarga (Nur Arif dan Kusuma, 2015).
kecakupan dari jaringan yang ada, anjurkan pasien untuk berpartisipasi dalam
kegiatan sosial dan masyarakat.
4. Implementasi
Kunjungan kedua pada tanggal 29 April 2017 pukul 10.00 WIB, penulis
melakukan bina hubungan saling percaya dengan melakukan pendekatan
yang tenang dan meyakinkan; memotivasi Tn. M bahwa An. I kemungkinan
akan sembuh dari Autisme dengan menjalani terapi wicara yang rutin.
Kunjungan ketiga pada tanggal 01 Mei 2017 pukul 11.00 WIB, penulis
membantu klien untuk mengidentifikasi sumber resiko ketidakefektifan
hubungan yang dialami dalam keluraga Tn. M; memotivasi An. I untuk
berlatih komunikasi dengan terapi wicara dasar yang dapat di lakukan di
rumah dan menganjurkan untuk menjalankan terapi lebih lanjut di RS.
Margono Soekarjo Purwokerto..
Kunjungan keempat pada tanggal 02 Mei 2017 pukul 11.00 WIB, penulis
memberikan pendidikan kesehatan tentang bagaimana mengenali tanda dan
gejala anak dengan autisme serta melatih An. I berkomunikasi dengan terapi
36
kunjungan kelima pada tanggal 03 Mei 2017 pukul 13.00 WIB, penulis
memberikan pendidikan kesehatan tentang persiapan, pelaksanaan terapi
wicara; memotivasi keluarga untuk musyawarah tentang pengambilan
keputusan untuk memilih terapi yang tepat untuk An. I.
Kunjungan keenam pada tanggal 04 Mei 2017 pukul 11.00 WIB, penulis
menganjurkan untuk selalu mempertahankan suasana yang nyaman dalam
rumah, serta selalu memperhatikan keamanan dalam menata benda- benda
pecah belah atau benda tajam untuk kebutuhan keamanan klien; memberikan
motivasi kepada anggota keluarga Tn. M untuk selalu mengajak komunikasi
An. I dan menjaga kontak mata selama komunikasi berlangsung dengan An.
I.
Kunjungan ketujuh pada tanggal 05 Mei 2017 pukul 11.00 WIB, penulis
memotivasi keluarga Tn. M untuk memaksimalkan pemanfaatan fasilitas
kesehatan dengan melakukan terapi wicara lebih lanjut untuk An. I.
5. Evaluasi
oleh Asmadi (2008) bahwa dalam tahap evaluasi terbagi atas dua jenis
evaluasi yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.
melatih komunikasi An. I namun masih susah untuk diam saat terapi berjalan
dan tidak fokus pada sang pemberi terapi (ayahnya). Obyektif (O) : klien
tampak terlihat tidak fokus pada saat pemberian terapi. Assesment (A) :
masalah belum teratasi. Planning (P) : lanjutkan intervensi beri motivasi
kepada ayah kliun untuk selalu mengajak berkomunikasi dan berinteraksi
dengan orang yang ada di rumah.
A. Simpulan
2. Hasil dari analisa data yang diperoleh dari pengajian didapatkan diagnosa
keperawatan keluarga Tn.M dengan : Resiko Ketidakefektifan Hubungan
Berhubungan Dengan Keterampilan Komunikasi Tidak Efektif Pada An. I
Dengan Autisme.
40
41
B. Saran
A.Azis Alimul Hidayat & Musrifatul Uliyah. ( 2012 ). Buku Ajar Kebutuhan
Handojo. 2004. Autisme : Petunjuk Praktis & Pedoman Materi untuk Mengajar
Anak Normal, Autis dan Perilaku Lain. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer.
Yogyakarta
Morhead, Maas dan Swanson. 2016. Nursing intervensi Classifikation (NIC). Yogyakarta:
mocmedia.
Morhead, Maas dan Swanson. 2016. Nursing outcames classifikation (NOC). Yogyakarta:
mocmedia.
Sugiarmin, M. (2007). Hambatan perkembangan dan belajar anak autis. BPG Diknas Jabar
Yatim, F. 2007. Autisme : Suatu Gangguan Jiwa pada Anak-anak. Jakarta : Pustaka Populer
Obor.
http://listonforindonesia.blogspot.co.id/2013/05/penyebab-komunikasi-tidak efektif.html di
akses pada tanggal 27 April 2017
ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA Tn. M DENGAN : RESIKO
KETIDAKEFEKTIFAN HUBUNGAN BERHUBUNGAN DENGAN
KETERAMPILAM KOMUNIKASI TIDAK EFEKTIF PADA An. I yang
MENDERITA AUTISME
DISUSUN OLEH :
ARDI SUGIHARTO
P1337420214106
TINGKAT III C
2017
I PENGKAJIAN
A. Data Umum
1. Nama KK : Tn. M
2. Umur : 34 tahun
3. Jenis Kelamin : Laki-laki
4. Alamat : Beroh, RT/RW 05/03 Purwokerto
Selatan Kabupaten Banyumas
5. Pekerjaan KK : Buruh
6. Pendidikan KK : SMP
7. Komposisi keluarga
Status
No Nama J. Klm Hub.dg KK Umur Pend Pekerjaan
Imunisasi
1. Ny. N P Istri 34 th SMA IRT -
2. An. I L Anak ke-1 5 th, 7 PAUD Pelajar Lengkap
bulan
3 An. K P Anak ke-2 3 th, 3 PAUD Pelajar Lengkap
bulan
Genogram :
Keterangan :
: laki-laki
x : meninggal
: perempuan : klien
: garis pernikahan : tinggal serumah
C. Keadaan Lingkungan
1. Karakteristik rumah
Tipe bangunan rumah adalah semi permanen. Lantai terbuat dari
plester semen, pencahayaan dari sinar matahari cukup, ventilasi
untuk sirkulasi udara cukup baik. Luas rumah yang ditempati ±
8 x 10 m, terdiri dari 3 kamar tidur, 1 kamar mandi dan wc,
ruang tamu, sumur dalam rumah yang terletak di samping kamar
mandi, ruang keluarga, dapur dan gudang. Barang-barang yang
tidak terpakai sehari-hari ditempatkan pada gudang. Sumber air
minum yang digunakan berasal dari sumur yang dialirkan
melalui sanyo. WC yang dimiliki terdapat septic tank.
Denah rumah :
6
4
5
7
1 2 3
8 U
B T
Keterangan :
1 : kamar utama 6 : wc
4 : kamar tamu
5 : raung keluarga
D. Struktur Keluarga
1. Fungsi Afeksi
Tn. M mengatakan walaupun An. I mengalami keterlambatan
berbicara namun Tn. M melakukannya seperti anak normal dlam
mengasuh. Keluarga selalu mengajak berkomunikasi terhadp
An. I, agar An. I dapat sembuh dan berbicara seperti anak
seumuran lainnya.
2. Fungsi Sosial
Tn. M selalu mengajarkan dan takkenal lelah dalam An. I untuk
belajar berbicara karena Tn. M ingin An. I hidup dengan normal.
3. Tugas Perawatan Kesehatan
a. Mengenal Masalah Kesehatan
Keluarga tidak mampu mengenal penyebab
ketidakmampuan An. I keterlambatan berbicara, yang
terlihat pada saat pengkajian keluarga terpata-pata dalam
menjab, yang menyebabkan resiko ketidakefektifan
hubungan dalam keluarga Tn. M yang salah satu anggota
keluarga menderita Autisme. Dan kebingungan untuk
pemberian perawatan atau terapi yang tepat untuk
kesembuhan An. I.
b. Mengambil Keputusan
Tn. M merasa kebingungan untuk menjalan perawatan atau
terapi yang tepat untuk An. I yang menderita Autisme.
c. Merawat Anggota Keluarga
Keluarga belum mampu untuk melakukan perawatan atau
terapi yang tepat untuk kesembuhan An. I dengan Autisme.
Terlihat dalam kondisi An. I yang sulit untuk memahami
orang yang di sekitarnya.
d. Modifikasi Lingkungan
Keluarga belum mampu dalam menempatkan barang-
barang pecah belah atau benda tajam yang mampu
mebahayakan keamanan An. I dan adiknya yang masih
balita terlihat dalam penataan piring dan gelas yang mampu
di jangko oleh anak-anak.
e. Menggunakan Fasilitas/Pelayanan Kesehatan di Masyarakat
Keluarga belum memanfaatkan fasilitas kesehatn dengan
maksimal terlihat dalam keluarga belum melakukan
perawatan atau terapi An. I untuk mengatasi Autisme yang
di dertita oleh An. I.
G. Pemeriksaan Fisik
H. Harapan Keluarga
2 Kemungkinan 2 2 1/2 x 2 = 1
masalah dapat dirubah
Mudah 2
Sebagian 1
Tidak dapat 0
Total Skor 4
B. Hambatakn komunikasi verbal : kondisi psiko berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga mengenal masalah
2 Kemungkinan 2 2 1/2 x 2 = 1
masalah dapat dirubah
Mudah 2
Sebagian 1
Tidak dapat 0
IV PRIORITAS DIAGNOSA
DiSusun Oleh :
ARDI SUGIHARTO
P1337420214106
Penutup
5 Memberikan pertanyaan Menjawab
akhir sebagai evaluasi
Menyimpulkan Mendengarkan
bersama-sama hasil 10 menit
kegiatan penyuluhan
6 Menutup penyuluhan Menjawab salam
dan mengucapkan salam
V. Media dan Sumber
Media : Leaflet
VI. Evaluasi
Prosedur : Post test
Jenis tes : Pertanyaan secara lisan
Butir – butir pertanyaan :
1. Sebutkan bagai mana tata cara pemberian terapai atau urutannya
2. Sebutkan ada berapa cara dalam pemberian terapi wicara
“MATERI PENYULUHAN”
A. TUJUAN PELAYANAN
1. Menyelenggarakan pelayanan terapi wicara yang meliputi
ganggguan komunikasi (bahasa, wicara, suara, irama/kelancaran)
dan gangguan menelan yang bersifat promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitatif di fasilitas pelayanan kesehatan dan praktik
mandiri.
2. Mengelola manajemen pelayanan terapi wicara di
fasilitas pelayanan kesehatan dan praktik mandiri
3. Mengembangkan secara dinamis sesuai kebutuhan klien,
IPTEK dalam pelayanan terapi wicara di fasilitas pelayanan
kesehatan dan praktik mandiri.
4. Melakukan dan mengembangkan kerjasama dengan tenaga
kesehatan atau ahli lain, institusi pendidikan dan lintas sektoral
yang terkait dalam Pelayanan terapi wicara di fasilitas pelayanan
kesehatan dan praktik mandiri.
5. Mengembangkan pelayanan spesialisasi (peminatan) sesuai
dengan kebutuhan institusi pelayanan dan perkembangan
ilmu pengetahuan dan tehnologi.
B. BIDANG GARAP PELAYANAN TERAPI WICARA Bidang
garap pelayanan terapi wicara meliputi:
1. Bahasa Merupakan semua sistem komunikasi, bukan saja
wicara, akan tetapi juga pengungkapan dan pengertian dari tulisan,
tandatanda, gestural, dan musik.
Gangguan berbahasa :
a. Afasia Perkembangan adalah suatu kondisi
kelainan komunikasi dalam bentuk keterbatasan memahami
dan atau penggunaan simbol bunyi bahasa sejak masa
perkembangan bahasa yang disebabkan oleh gangguan
fungsi otak, dengan kemampuan mendengar, intelegensi
dan emosi dalam batas normal.
b. Afasia Dewasa adalah gangguan bahasa perolehan yang
disebabkan oleh cedera otak dan ditandai oleh gangguan
pemahaman serta gangguan pengutaraan bahasa.
c. Gangguan Pragmatik adalah ketidakmampuan
seseorang untuk menyesuaikan penggunaan bahasa dengan
situasi dan kondisi yang dihadapinya.
d. Demensia adalah gangguan intelek yang didapatkan
dan menetap meliputi tiga (3) dari lima (5) komponennya :
1) Language (bahasa)
2) Memory (ingatan / memori)
3) Visuospatial (orientasi persepsi)
4) Emotion or Personality (emosi dan kepribadian)
5) Cognition (abtraction and mathematic (kognitif) - 9 -
Demensia fase
Demensia fase lanjut : terganggu semua komponennya.
Demensia fase dini : terganggu 3 dari 5 komponennya.
Gangguan sentral fokal : terganggu satu
(1) komponennya.
Kusut pikir : gangguannya bersifat sementara. 2. Bicara
Merupakan sebuah sistem komunikasi yang dipakai untuk
mengungkap dan mengerti proses berfikir yang mempergunakan
simbol akustik; sistem komunikasi tersebut dihasilkan oleh getaran
atau vibrasi dari pita suara dalam laring (fonasi) yang disebabkan
oleh adanya aliran udara dari paru-paru (respirasi) dan terakhir
akan dimodifikasi/dibentuk oleh gerakan dari bibir, lidah dan
palatum (artikulasi), sehingga membutuhkan kombinasi yang
adekuat dari aksi sistem neuromuskuler untuk fonasi dan artikulasi.
a. Artikulasi dalam bicara, gerakan vocal tract untuk memproduksi
bunyi bicara, yang memerlukan ketepatan penempatan,
tempo/waktu, arah gerakan, kekuatan gerakan alat-alat ucap,
kecepatan merespon dari setiap perisriwa, kesemuannya ini
memerlukan keutuhan/integrasi sistem neural saraf.
Gangguan berbicara : 1) Disglosia adalah suatu bentuk kelainan
bicara yang diakibatkan karena adanya kelainan pada struktur organ
bicara khususnya organ artikulasi pada daerah maxilla - facial.
(celah bibir sampai dengan uvula, submokus clef, bentuk rahang
yang abnormal). 2) Dislalia adalah Ketidak mampuan beratikulasi
yang di sebabkan oleh kesalahan belajar atau ketidak normalan
pada organ-organ bicara luar dan tidak untuk kerusakan sistem
syaraf pusat (atau ferifer); itu juga dinamakan gangguan artikulasi
non- organik atau fungsional. 3) Dispraksia adalah
ketidakmampuan untuk merencanakan, melaksanakan ide dalam
aksi motorik yang berguna (programisasi gerakan otot-otot untuk
memproduksi berbagai fonem, kata-kata secara sadar). 4) Disartria
adalah Gangguan wicara yang disebabkan oleh disfungsi
neuromuskular.
Kerusakan saraf pusat dan sistem jalur saraf perifer menyebabkan
disfungsi otot, kelemahan otot, inkoordinasi antar otot-otot maupun
kelumpuhan otot. 5) Dislogia adalah gangguan wicara yang
disebabkan adanya mental retardation yang terjadi dalam masa
perkembangan yang disebabkan karena adanya kerusakan otak,
genetik, psikososial. 6) Disaudia adalah gangguan berartikulasi
yang disebabkan gangguan fungsi feedback auditory. Gangguan
berartikulasi merupakan gejala/sindrom, gangguan feedback
auditory sebagai penyebab. Feedback Auditory : proses mendengar
kembali bicara diri sendiri, sehingga kerenanya memungkinkan
berlangsungnya sistem kontrol terhadap regulasi bicara atau
berfungsinya sensor auditori yang memungkin terjadinya
pemantauan terhadap aktivitas bicara.
b. Suara, perwakilan dari hasil proses fonasi, akibat dari gerakan
pita suara yang ada di dalam laring dalam menghasilkan bunyi.
Kriteria suara yang normal ialah suara yang tidak menarik perhatian
bagi si pendengar dengan dasar persepsi umur, jenis kelamin,ukuran
tubuh dan kebudayaan (lingkungan). Suara normal mempunyai ciri :
1) Mempunyai kualitas yang menyenangkan 2) Mempunyai
perimbangan resonansi yang layak di oral dan nasal 3) Mempunyai
kenyaringan yang layak 4) Mempunyai tingkat nada yang
sesuai/cocok dengan perimbangan 5) Umur, ukuran tubuh, jenis
kelamin dan kebudayaan. 6) Mempunyai modulasi suara, meliputi
nada dan kenyaring. Gangguan suara : 1) Disfonia merupakan hasil
dari kesalahan struktur atau fungsi pada vokal tract, saat proses
respirasi, fonasi dan resonansi, sehingga salah satu atau lebih dari
aspek suara yaitu nada, kenyaringan, kualitas (resonansi) tidak
sesuai dengan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, latar belakang
sosial budaya (lingkungan) si pembicara. 2) Afonia adalah
kehilangan sumber suara dan atau mekanisme suara tidak dapat
bekerja sebagaimana semestinya, sehingga kehilangan suara yang
sempurna, sebagai suatu akibat dari histerikal (perubahan problem
emosi ke arah symptom fisik, psikosomatik, kelumpuhan, penyakit
atau salah penggunaan pita suara yang dapat terjadi secara tiba-
tiba).
c. Irama Kelancaran Kelancaran dalam melagukan suara, silabel
(suku kata), dan kata. - 12 - Gangguan irama/kelancaran a. Gagap
adalah ketidaklancaran pada saat bicara yang tidak sesuai dengan
usia si pembicara dan ketidaklancaran ini mempengaruhi irama, rata-
rata kata yang diproduksi ketika berbicara dan menimbulkan suatu
usaha yang kuat dari pembicara untuk dapat berbicara lancar. Ciri-
ciri utamanya mencakup salah satu atau lebih dari satu hal yang
berikut ini : 1) Penghentian yang dapat didengar atau hening. 2)
Pengulangan-pengulangan bunyi dan suku kata. 3) Perpanjangan-
perpanjangan bunyi. b. Klater adalah gangguan berbicara yang
ditandai dengan adanya ketidakjelasan dari apa yang ingin
dikatakan/bagaimana mengatakannya, ketidak lancaran dalam
berbicara, kecepatan berbicaranya sering berlebihan, membuat
ucapannya sulit untuk dimengerti, sering disertai dengan gejala lain
seperti kesalahan dalam fonologi, distorsi pada suku kata/silabel,
penghilangan sintak dan perhatian pendek; biasanya individu
tersebut menyadari akan kesulitannya. c. Latah adalah suatu reaksi
dari seseorang yang disebabkan oleh hipersensitifitas terhadap
rangsangan yang diterima secara mendadak, sehingga menimbulkan
keterkejutan yang tidak terkendali, menyebabkan seseorang bereaksi
secara verbal (ekolalia) dan motorik; ditandai oleh adanya
kecenderungan untuk mengulangulang kata atau frasa tanpa
disadari.
3. Menelan Merupakan suatu proses memindahkan cairan dan/atau
bolus (suatu unit mass makanan yang telah di kunyah) dari rongga
mulut bagian depan ke belakang, terjadi penutupan velofaringeal,
dihantarkan menuju ke faring, esofagus, daerah dada dan ke dalam
perut. - 13 - Gangguan menelan : Disfagia adalah kesulitan
memindahkan cairan dan atau bolus dari rongga mulut bagian
depan ke belakang menuju faring, esofagus, daerah dada dan ke
dalam perut yang dapat disebabkan oleh patologik, neurologik dan
psikologik.
REFRENSI
a. tidak ada kontak mata pada saat menyusu; 5. Berikan obat-obatan sesuai anjuran dokter.
b. tidak dapat mengoceh pada usia 12 bulan; 6. Jangan menunda penanganan/pengobatan karena akan
c. tidak ada isyarat badan, seperti menunjuk dan berpengaruh terhadap perkembangan anak selanjutnya.