Anda di halaman 1dari 90

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN MENELAN PADA NY.T


DENGAN STROKE NON HEMORAGIK DI RUANG SOEPARDJO
ROESTAM LANTAI 1 RSUD PROF. dr. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO

KTI

Disusun untuk memenuhi persyaratan kuliah Tugas Akhir

pada Program Studi D III Keperawatan Purwokerto

Putri Sadeffi

NIM. P1337420214049

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PURWOKERTO

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

2017
LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN MENELAN PADA NY.T


DENGAN STROKE NON HEMORAGIK DI RUANG SOEPARDJO
ROESTAM LANTAI 1 RSUD PROF. dr. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO

KTI

Disusun untuk memenuhi sebagai syarat mata kuliah Tugas Akhir pada

Program Studi DIII Keperawatan Purwokerto

Putri Sadeffi

NIM. P1337420214049

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

2017

ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Hasil laporan kasus oleh Putri Sadeffi NIM. P1337420214049 dengan


judul Asuhan Keperawatan Gangguan Menelan pada Ny. T dengan Stroke
Non Hemoragik di Ruang Soepardjo Roestam Lantai I RSUD. Prof. dr.
Margono Soekarjo Purwokerto ini telah diperiksa dan disetuji untuk diuji.

Purwokerto, l5Mei2AI7

Pembimbing

9*^^-
Handoyo, MN

NIP. 19710802 199803 I 002

lll
LEMBAR PENGESAHAN

Hasil laporan kasus oleh Putri Sadeffi NIM. P1337420214049 dengan


judul Asuhan Keperawatan Gangguan Menelan pada Ny. T dengan Stroke
Non Hemoragik di Ruang Soepardjo Rostam RSUD Prof. dr. Margono
Soekarjo ini telah dipertahankan di depan dewan penguji pada ta'rggal 17 Mei
2017.

Dewan Penguji

Ns. Supadi, M.Kep., Sp. MB

NIP. 19730116 199803 I 003

Widjijati, MN Anggota (..............)


NrP. 19730525 199803 2 003

Handoyo, MN Anggota ,b=*,H


NIP. 19710802 199803 1002

Mengetahui,

Ketua Program Studi

Purwokerto
@!ss

&d ., M.Kes.

50423 198803 2 002

1V
PERNYATAAN KEASLIAN PEIYULISAI\{

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Putri Sadeffi

NIM :P1337420214049

Menyatakan dengan sebenamya bahwa KTI yang saya tulis ini adalah benar-benar
merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan
atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai hasil tulisan atau pikiran" saya
sendiri.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan laporan pengelolaan kasus
ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atau perbuatan
tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Purwokerto, 15 Mei 2017

Yang Membuat Pernyataan,

u
Putri Sadeffi

v
PRAKATA

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang


telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis mampu
menyelesaikan laporan kasus tentang Asuhan Keperawatan Gangguan
Menelan pada Klien dengan Stroke Non Hemoragik sesuai dengan waktu yang
telah direncanakan.
Laporan kasus ini disusun dengan maksud untuk memenuhi sebagai syarat
mata kuliah tugas akhir pada Program Studi DIII Keperawatan Purwokerto
Poltekkes Kemenkes Semarang.
Tersusunnya laporan kasus ini tidak lepas dari bimbingan dan bantuan berbagai
pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
yang setulus-tulusnya kepada :
1. Sugiyanto, S.Pd. M.App.Sc. selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes
Semarang.
2. Putrono, S.Kep. Ns. M.Kes. selaku Ketua Jurusan Keperawatan Politeknik
Kesehatan Kemenkes Semarang.
3. dr. Haryadi Ibnu Junaedi, Sp. B selaku Direktur RSUD Prof. dr. Margono
Soekarjo yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian.
4. Walin, SST. M.Kes. selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan
Purwokerto Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang.
5. Petrus Nugroho D.S. S.Kep. MMR. selaku dosen pembimbing akademik yang
selalu membimbing dan memberi dukungan pada penulis.
6. Handoyo, MN. Selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan
memberi arahan pada penulis dalam penyusunan proposal laporan kasus ini.
7. Ns. Supadi, M.Kep., Sp. MB Selaku ketua penguji dalam penyusunan laporan
kasus.
8. Widjijati, MN Selaku penguji II dalam penyusunan laporan kasus.
9. Dosen dan staff Kependidikan Program Studi DIII Keperawatan Purwokerto
Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang yang telah memberikan ilmu dan
pengalaman bagi penulis.

vi
10. Hartoyo dan Murni selaku ayahanda dan ibunda tercinta serta Indah Uji S
S.Pd selaku kakak yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan, dan doa
yang tiada henti.
11. Ny. T beserta keluarga selaku responden yang telah memberikan waktunya
sehubungan dengan penyusunan laporan kasus ini.
12. Teman-teman seperjuangan tingkat III A, III B, III C yang telah memberikan
semangat dan sapaan hangat sebagai sahabat yang bersama-sama berjuang
meraih cita-cita.
13. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan, yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak kekurangan
dan jauh dari kesempurnaan, namun penulis berharap laporan kasus ini dapat
dijadikan bahan masukan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah (KTI) atau
laporan kasus berikutnya.

Purwokerto, Mei 2017

Penulis,

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ................................................................................ i


HALAMAN JUDUL . .................................................................................. ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING . .......................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN . ....................................................................... iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN . ................................................. v
PRAKATA . .................................................................................................. vi
DAFTAR ISI ................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xi
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang . ................................................................................. 1
B. Tujuan . .............................................................................................. 3
C. Manfaat . ............................................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Teori Stroke Non Hemoragik ............................................... 5
B. Konsep Teori Gangguan Menelan . ................................................... 9
C. Pengelolaan Gangguan Menelan pada Stroke Non Hemoragik . ....... 10
D. Asuhan Keperawatan Gangguan Menelan pada Stroke Non
Hemoragik
1. Pengkajian . .................................................................................. 11
2. Pemeriksaan Fisik ....................................................................... 11
3. Perumusan Masalah . ................................................................... 12
4. Rencana Keperawatan ................................................................. 12
5. Implementasi . .............................................................................. 14
6. Evaluasi . ...................................................................................... 14
BAB III METODA
A. Metoda Penulisan . ............................................................................. 15

viii
B. Sampel ............................................................................................... 15
C. Lokasi ................................................................................................ 15
D. Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 16
E. Hasil Analisis . ................................................................................... 16
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil .................................................................................................. 17
B. Pembahasan ....................................................................................... 24
BAB V SIMPULAN
A. Simpulan ........................................................................................... 33
B. Saran .................................................................................................. 34
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ix
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
2.1 Hasil dan Skala dalam Perencanaan Gangguan menelan pada Stroke Non
Hemoragik ..................................................................................................... 11
2.2 Hasil dan Skala dalam Evaluasi Gangguan menelan pada Stroke Non
Hemoragik ..................................................................................................... 13

x
DAFTAR LAMPIRAN

1. Prosedur Skrining Disfagia (Gangguan Menelan)

2. Panduan Membuat Klasifikasi Derajat Disfagia Berdasarkan Tanda dan

Gejala

3. Prosedur Pelaksanaan Latihan Mengunyah dan Menelan Terstruktur

4. Standar Operasional Prosedur Latihan Mengunyah dan Menelan Terstruktur

5. Standar Operasional Prosedur Pemberian Makan pada Pasien Gngguan

Menelan

6. Dokumentasi Proses Keperawatan

7. Surat Pengantar Pengambilan Kasus

8. Surat Keterangan Pengambilan Kasus

9. Lembar Bimbingan Penulisan KTI

10. Daftar Riwayat Hidup

xi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada era globalisasi saat ini, masyarakat dimanjakan dengan adanya
kemajuan di bidang sosial ekonomi dan gaya hidup sembarangan yang kurang
memperhatikan pola hidup sehat. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk
menerapkan pola gaya hidup sehat dapat meningkatkan kasus penyakit
pembuluh darah seperti stroke.
Stroke adalah gangguan fungsional otak akut fokal maupun global
akibat terhambatnya aliran darah ke otak karena perdarahan ataupun
sumbatan dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak yang tekena, yang dapat
sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, atau kematian (Wijaya & Putri,
2013). Muttaqin (2008) mengklasifikasikan stroke menjadi dua macam yaitu
stroke hemoragik dan stroke non hemoragik, stroke hemoragik merupakan
stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada area otak
tertentu serta kesadaran klien umumnya menurun. Sedangkan stroke non
hemoragic adalah stroke yang disebabkan karena adanya hambatan atau
sumbatan pada pembuluh darah otak tertentu hingga daerah otak tersebut
tidak mendapatkan pasokan energi dan oksigen, sehingga jaringan sel-sel otak
mati dan tidak berfungsi (Sofwan, 2010).
Tammase (2013) mengemukakan bahwa di Amerika Serikat Stroke
menduduki peringkat ke-3 sebagai penyebab kematian setelah penyakit
jantung dan kanker, setiap tahunnya sekitar 500.000 orang terserang stroke
dengan 400.000 orang terkena stroke iskemik dan 100.000 orang mengalami
stroke hemoragik. Insiden stroke di Amerika berdasarkan jenis kelamin, pria
lebih rentan mengalami stroke dengan 270 per 100.000 sedangkan pada
wanita 201 per 100.000.

1
2

Indonesia menempati peringkat ke-97 dunia untuk pasien stroke


terbanyak dengan jumlah angka kematian mencapai 138.268 orang atau
9,70% dari total kematian yang terjadi pada tahun 2011, kemudian terjadi
peningkatan prevalensi stroke di Indonesia menjadi 12,1 per 1.000 penduduk
pada tahun 2013 (WHO, 2013 dalam Riskesdas, 2013). Sedangkan
prevalensi penderita penyakit stroke di Provinsi Jawa Tengah sebanyak
171.035 orang, prevalensi stroke tertinggi dilaporkan dari Kabupaten Salatiga
dengan 17,3 permil. Serta di Kabupaten Banyumas sendiri prevalensi stroke
sebesar 9,0 permil dengan diagnosis dan gejala sebesar 17,3 permil
(Riskesdas, 2013).
Gejala-gejala yang menyertai stroke sangat bervariasi bergantung pada
area atau bagian otak yang terkena serangan, namun secara umum gejalanya
antara lain nyeri, gangguan berbicara (sukar atau tidak bisa bicara), kesulitan
mengunyah dan menelan , kelumpuhan atau kelemahan anggota gerak
sebagian atau seluruhnya, serta gangguan fungsi berkemih.
Berdasarkan Nurarif dan Kusuma (2015), permasalahan yang sering
dijumpai pada stroke non hemoragik adalah gangguan menelan. Gangguan
menelan merupakan kesulitan dalam menelan cairan dan atau makanan yang
disebabkan karen a adanya gangguan pada proses menelan. Wilkins (2007
dalam Ismansyah 2008) menyatakan hampir 70% dari semua pasien stroke
mengalami gangguan menelan, dilaporkan mengalami aspirasi yang berlanjut
menjadi pneumonia sebanyak 20%. Selain beresiko terjadinya aspirasi,
gangguan menelan pada pasien stroke juga dapat menimbulkan malnutrisi,
dehidrasi, infeksi saluran napas, serta kematian.
Permasalahan di pelayanan kesehatan dalam menangani gangguan
menelan ini masih terabaikan dan jarang menjadi perhatian saat pemberian
asuhan keperawatan, baik saat pengkajian, intervensi maupun evaluasi.
Penanganan keperawatan yang tepat sejak awal, khususnya intervensi
keperawatan berupa latihan menelan atau swallowing therapy akan mampu
mencegah komplikasi akibat gangguan menelan, sehingga lama rawat pasien
3

di rumah sakit berkurang dan biaya perawatan di rumah sakit juga menjadi
lebih efisien.
Berdasarkan hal tersebut di atas penulis tertarik untuk dapat
mengangkat masalah ini dalam pembuatan karya tulis ilmiah dengan judul
“Asuhan Keperawatan Gangguan Menelan pada Ny. T dengan Stroke
Non Hemoragik di Ruang Soepardjo Roestam Lantai 1 RSUD Prof. dr.
Margono Soekarjo”.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Penulis ingin menggambarkan asuhan keperawatan gangguan menelan
pada Ny. T dengan Stroke Non Hemoragik di Ruang Soepardjo Roestam
Lantai 1 RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo.
2. Tujuan Khusus
Berhubungan dengan tujuan umum tersebut, penulis merincikannya
dengan tujuan khusus sebagai berikut :
a. Menggambarkan pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan,
dan tindakan dilakukan untuk mengatasi gangguan menelan pada
pasien stroke non hemoragik di RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo.
b. Menganalisis / membahas hasil pengkajian, masalah keperawatan,
perencanaan, tindakan yang ditekankan pada prosedur-prosedur
keperawatan Standar Operasional Prosedur (SOP), dan evaluasi dari
tindakan yang dilakukan untuk mengatasi gangguan menelan pada
klien dengan stroke non hemoragik di RSUD Prof. dr. Margono
Soekarjo.
C. Manfaat Penulisan
Manfaat yang diharapkan dari karya tulis ini antara lain :
1. Bagi Penulis
Hasil karya tulis ilmiah ini diharapkan sebagai sarana pembelajaran dan
menambah pemahaman dalam asuhan keperawatan gangguan menelan
pada pasien stroke non hemoragik.
4

2. Bagi Pasien
Hasil karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
serta membantu pasien dalam penanganan masalah gangguan menelan.
3. Bagi Pelayanan Kesehatan
Hasil karya tulis ilmiah ini diharapkan sebagai bahan masukan dan
evaluasi dalam pengelolaan keperawatan gangguan menelan pada pasien
stroke non hemoragik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori Stroke Non Hemoragik


1. Pengertian
Stoke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat
emboli dan trombosis serebral. Biasanya terjadi setelah lama beristirahat,
baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan, namun
terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul
edema sekunder (Muttaqin, 2008).
Sofwan (2010) menyatakan stroke non hemoragik adalah stroke
yang disebabkan karena adanya hambatan atau sumbatan pada pembuluh
darah otak tertentu hingga daerah otak tersebut tidak mendapatkan
pasokan energi dan oksigen sehingga mengakibatkan jaringan sel-sel otak
mati dan tidak berfungsi.
2. Klasifikasi
Ariani (2012) menyatakan bahwa stroke non hemoragik dapat
diklasifikasikan menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya, yaitu :
a. TIA (Trans Iskemik Attack)
TIA adalah episode-episode serangan sesaat dari suatu disfungsi
serebral fokal akibat dari gangguan vaskular, dengan lama serangan 2-
15 menit sampai 24 jam.
b. Defisit Neurologis Iskemik Sepintas (Reversible Ischemic Neurology
Deficit-RIND)
Tanda dan gejala gangguan neurologis yang berlangsung lebih dari 24
jam, kemudian pulih kembali dalam waktu kurang dari tiga minggu.
c. In Evolutional atau Progressing Stroke
Gejala gangguan neurologis yang progresif dalam waktu 6 jam atau
lebih, yang menjadi lebih parah dari waktu ke waktu.

5
6

d. Stroke komplet (Completed Stroke/ Permanent Stroke)


Gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanent dan
tidak berkembang lagi.
3. Etiologi
Menurut Juanidi (2011) Stroke Non Hemoragik diakibatkan oleh :
a. Ateroma
Terbentuknya ateroma (endapan lemak) di arteri dapat mengakibatkan
berkurangnya aliran darah ke otak.
b. Emboli
Merupakan penyumbatan pembuluh darah yang berasal dari jantung,
dan kemudian terbawa arus darah sampai otak.
c. Infeksi
Stroke dapat terjadi bila suatu peradangan atau infeksi yang dapat
mengakibatkan menyempitnya pembuluh darah ke otak.
d. Obat-obatan
Kokain, amfetamin, epinefrin, adrenalin merupakan obat-obatan yang
dapat menyebabkan stroke dengan cara mempersempit diameter
pembuluh darah di otak.
e. Hipoksia
Penurunan tekanan darah secara tiba-tiba dapat menyebabkan
berkurangnya aliran darah ke otak.
4. Manifestasi Klinis
Ismansyah (2008) menyatakan tanda-tanda dan gejala pada stroke non
hemoragik yaitu:
a. Gangguan berbicara (sukar atau tidak bisa bicara)
b. Kesulitan mengunyah dan menelan
c. Kelumpuhan atau kelemahan anggota gerak sebagian atau seluruhnya
d. Perubahan kepribadian
e. Emosi labil
f. Penurunan fungsi kognisi
g. Gangguan fungsi berkemih
7

5. Patofisiologi
Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak
oleh trombus atau embolus. Pada umumnya trombus terjadi karena
berkembangnya aterosklerosis pada dinding pembuluh darah yang
berakibat arteri menjadi tersumbat, sehingga aliran darah ke area trombus
menjadi berkurang dan menyebabkan iskemia menjadi kompleks serta
akhirnya terjadi infark pada jaringan otak.
Embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri karotis
menyebabkan emboli, terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan
iskemia yang dapat berkembang cepat dan terjadi gangguan neurologi
fokal. Perdarahan otak dapat disebabkan oleh pecahnya dinding pembuluh
darah oleh emboli (Juanidi, 2011).
6. Komplikasi
Lingga (2013) menyatakan komplikasi pada stroke non hemoragik adalah
sebagai berikut:
a. Atrofi dan kaku sendi
Bagian tubuh yang mengalami kelumpuhan biasanya menjadi lebih
kecil apabila kurang digerakkan, kelumpuhan pada salah satu sisi
tubuh menyebabkan pasien malas menggerakkan tubuh yang sehat
sehingga persendian akhirnya kaku.
b. Darah beku
c. Dekubitus
Ketidakmampuan untuk menggerakkan tubuh menyebabkan pasien
stroke berbaring pada posisi yang tetap sama setiap hari, bagian tubuh
yang tidak bergeser akan mengalami tekanan hingga menyebabkan
memar sehingga peka terhadap infeksi.
d. Nyeri di bagian pundak
e. Pnemonia
Kesulitan menelan yang dialami pasien menyebabkan terjadinya
penumpukan cairan di dalam paru-paru.
f. Fatigue
8

g. Kematian
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik pada stroke non hemoragik menurut Muttaqin
(2008) yaitu :
a. CT Scan (Computer Tomografi Scan)
Pemindaian ini menunjukan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemik, dan
posisinya secara pasti.
b. Angiografi Serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik.
c. Magnatik Resonan Imaging (MRI)
MRI menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi
dan besar/luas terjadinya perdarahan otak.
d. Ultrasonografi Dopler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit anteriovena (masalah system
karotis).
e. Pemeriksaan foto thorax
f. Elektro Encephalografi (EEG)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik
dalam jaringan otak.
g. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pungsi lumbal
2) Pemeriksaan darah rutin
3) Pemeriksaan kimia darah
8. Penatalaksanaan
Sofwan (2010) menyatakan prinsip penatalaksanaan pada Stroke
Non Hemoragik adalah membatasi kematian sel-sel otak yang sudah
terjadi, dan memulihkan sel-sel otak yang sedang dalam proses iskemik.
Pasien diberikan obat-obatan trombolitik seperti tr-PA (re-combinant
tissue Plasminogen Activator), obat ini bekerja dengan menghancurkan
9

sumbatan atau bekuan darah yang terjadi di pembuluh darah otak.


Pengobatan menggunakan rt-PA hanya boleh dilakukan apabila stroke
terjadi kurang dari 3 jam, karena jika lebih dari 3 jam akan berisiko
terjadinya perdarahan.
Selain menggunakan obat-obatan trombolitik, terapi menggunakan
manitol bermanfaat mengurangi pembengkakan otak. Setelah stroke
penyakit yang mengikuti adalah hipertensi, penanganannya adalah
menurunkan tekanan darah secara bertahap sehingga tidak memperparah
keadaan penderita (Sofwan, 2010).

B. Konsep teori Gangguan Menelan


1. Pengertian
Gangguan menelan merupakan abnormal fungsi mekanisme
menelan yang dikaitkan dengan defisit struktur atau fungsi oral, faring,
atau esofagus (Nurarif & Kusuma, 2015).
Menurut Smeltser dan Barre (2005) dalam Ismansyah (2008)
Gangguan menelan adalah suatu gejala yang disebabkan oleh berbagai
faktor antara lain stroke, trauma lokal, kerusakan jaringan, dan obstruktif
saluran makanan dan cairan.
2. Tanda dan Gejala
Pandaleke, Sengkey, dan Angliadi (2012) menyatakan tanda dan gejala
pada gangguan menelan antara lain:
a. Air liur yang mengalir berlebihan
b. Batuk atau tersedak saat makan
c. Terkumpulnya makanan pada pipi, di bawah lidah, atau pada
palatum durum
d. Suara serak
e. Suara cegukan setelah makan atau minum
f. Sulit mengontrol gerakan lidah
g. Kelemahan otot wajah
h. Waktu mengunyah lebih lama
10

3. Patofisiologi
Stroke mengakibatkan sel neuron mengalami nekrosis atau
kematian jaringan, sehingga mengalami gangguan fungsi. Gangguan
fungsi yang terjadi bergantung pada besarnya lesi dan lokasi lesi, pada
stroke akut pasien dapat mengalami gangguan menelan yang diakibatkan
oleh edema otak, gangguan tingkat kesadaran atau diaschisis dan biasanya
bersifat reversibel. Apabila lesi terjadi di daerah batang otak,
kemungkinan pasien akan mengalami disfagia permanen (Ismansyah,
2008).
4. Komplikasi
Menurut Pandaleke, dkk (2012) komplikasi pada gangguan menelan
yaitu:
a. Aspirasi
b. Pneumonia
c. Malnutrisi
d. Dehidrasi
e. Obstruksi jalan napas, bila bolus berukuran cukup besar yang
memasuki jalan napas.
f. Kematian
C. Pengelolaan Gangguan Menelan pada Stroke Non Hemoragik
Prinsip pengelolaan gangguan menelan adalah menangani sedini
mungkin guna menghindari komplikasi yang lebih berat. Menurut Mulyatsih
(2009) pengelolaan keperawatan gangguan menelan pada Stroke Non
Hemoragik dilakukan dengan mengajarkan latihan menelan atau swallowing
therapy pada pasien.
D. Asuhan Keperawatan Gangguan menelan pada Stroke Non Hemoragik
1. Pengkajian
Meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat psikososial
dan pola fungsional gordon.
11

2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan fokus
pemeriksaan fisik pada B3 (brain) yang terarah dan dihubungkan dengan
keluhan-keluhan dari klien (Muttaqin, 2008).
a. B1 (Breathing)
b. B2 (Blood)
c. B3 (Brain)
Pada pasien dengan stroke dilakukan beberapa pemeriksaan yaitu:
1) pengkajian tingkat kesadaran (GCS)
2) pengkajian saraf kranial
dilakukan pemeriksaan pada saraf cranial ke:
a) Saraf V
Stroke menyebabkan paralisis saraf trigeminus, penurunan
kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, dan
kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan
eksternus.
b) Saraf VII
Wajah asimetris, otot wajah tertarik ke sisi yang sehat.
c) Saraf IX dan X
Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka
mulut.
d) Saraf XII
Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi,
serta indra pengecapan normal.
3) pengkajian sistem motorik
4) pengkajian reflek
5) pengkajian sistem sensorik.
d. B4 (Bladder)
e. B4 (Bowel)
12

3. Perumusan Masalah
Terdapat beberapa permasalahan yang mungkin muncul pada
pasien Stroke Non Hemoragik, salah satunya adalah Gangguan menelan
berhubungan dengan gangguan saraf kranial. Diagnosa tersebut ditandai
dengan tersedak pada saat makan, menolak untuk makan, dan muntah
(Herdman & Kamitsuru, 2015).
4. Intervensi Keperawatan
Rencana keperawatan gangguan menelan berhubungan dengan
gangguan saraf kranial berdasarkan kriteria hasil Nursing Outcomes
Classification (NOC) dan intervensi Nursing Intervention Classification
(NIC).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan klien dapat menunjukkan status
menelan.
NOC : Perbaikan Status Menelan : Pada fase esophagus, fase
orongeal, fase pharingial.
Tabel 2.1
Kriteria Hasil dan Skala dalam Perencanaan Gangguan Menelan
pada Stroke Non Hemoragik
Skala
No. Kriteria Hasil
Awal Tujuan
1. Tersedak - 4
2. Batuk - 4
3. Peningkatan usaha menelan - 4
4. Tidak nyaman dengan menelan - 4

Keterangan:
1. Berat
2. Cukup Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak Ada
13

NIC :
a. Kewaspadaan Aspirasi (Aspiration Precaution)
b. Terapi Menelan (Swallowing Therapy)
c. Bantuan Perawatan Diri: Pemberian Makan
Intervensi :
a. Kewaspadaan aspirasi
1) Makan dengan porsi sedikit
2) Hindari cairan atau penggunakan zat pengental
3) Posisikan tegak lurus
4) Potong makanan kecil-kecil
5) Hancurkan pil sebelum diberikan
b. Terapi menelan
1) Hindari penggunaan sedotan untuk minum
2) Bantu pasien duduk tegak (mendekati 90˚) untuk makan/
latihan makan
3) Bantu pasien untuk memposisikan fleksi menghadap ke depan
sebagai persiapan menelan (dagu dilipat)
4) Ajari pasien untuk mengucapkan kata “ahs” untuk
meningkatkan elevasi langit-langit halus, jika diperlukan
5) Sediakan permen tusuk/loli untuk dihisap pasien dengan tujuan
untuk meningkatkan kekuatan lidah, jika diperlukan
6) Bantu pasien menempatkan makanan ke mulut bagian belakang
dan di bagian yang tidak sakit
c. Bantuan Perawatan Diri: Pemberian Makanan
1) Monitor kemampuan pasien untuk menelan
2) Pastikan posisi pasien yang tepat untuk memfasilitasi
mengunyah dan menelan
3) Berikan alat-alat yang bisa memfasilitasi pasien untuk makan
sendiri: Sendok yang berdiameter kecil
14

5. Implementasi
Implementasi merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan
berdasarkan rencana keperawatan yang telah dibuat yang bertujuan untuk
mencapai kriteria hasil yang optimal.
6. Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan berdasarkan intervensi keperawatan pada
diagnosa gangguan menelan berhubungan dengan penurunan kekuatan
otot adalah sebagai berikut:
Tabel 2.2
Kriteria Hasil dan Skala dalam Evaluasi Gangguan Menelan pada
Stroke Non Hemoragik
Skala
No. Kriteria Hasil
Awal Tujuan Akhir
1. Tersedak - 4 -
2. Batuk - 4 -
3. Peningkatan usaha -
- 4
menelan
4. Tidak nyaman dengan -
- 4
menelan

Keterangan:
1. Berat
2. Cukup Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak Ada
BAB III
METODA PENULISAN

A. Metoda Penulisan
Metoda yang digunakan penulis dalam penyusunan laporan kasus
“Asuhan Keperawatan Gangguan Menelan pada Ny. T dengan Stroke Non
Hemoragik di Ruang Soepardjo Rustam RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo”,
penulis menggunakan metoda deskriptif yaitu menggambarkan hasil asuhan
keperawatan pada kasus Stroke Non Hemoragik dengan fokus pada masalah
gangguan menelan (Putra, 2012).
B. Sampel
Dalam pengambilan sampel, penulis menggunakan teknik convenience
sampling method ( non-probability sampling technique ), dimana subjeknya
adalah pasien yang menderita stroke non hemoragik dengan gangguan
menelan, subjek dipilih karena kemudahan atau keinginan peneliti (Nursalam,
2008). Sampel yang digunakan sejumlah satu pasien di ruang Cendana.
Kriteria pada kasus ini adalah :
1. Kriteria Inklusi
a. Pasien stroke non hemoragik dengan hemiplegia atau hemiparase dan
gangguan menelan (minimal 3 hari perawatan)
b. Keadaan umum pasien composmentis
c. Pasien bersedia untuk diteliti
d. Usia pasien 17 tahun keatas
2. Kriteria Eksklusi
a. Pasien Stroke non hemoragik yang mengalami penurunan kesadaran
b. Pasien Stroke non hemoragik yang terpasang ventilator
C. Lokasi
Lokasi yang dipilih penulis dalam penyusunan laporan kasus adalah di
Ruang Soepardjo Roestam Lantai 1 RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo.

15
16

D. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis adalah studi pustaka,
wawancara, observasi, implementasi, dokumentasi.
1. Studi Pustaka, penulis menggunakan literatur buku, jurnal dan internet
yang berhubungan dengan kasus gangguan menelan.
2. Wawancara, penulis melakukan pengkajian primer yang didapatkan dari
pasien itu sendiri berupa data subyektif. Data subyektif didapat dari
keluhan yang disampaikan oleh pasien, keluarga dan petugas kesehatan.
3. Observasi, penulis melakukan observasi secara langsung untuk
mendapatkan data obyektif pasien.
4. Dokumentasi, penulis melakukan dokumentasi untuk mencatat hasil
daripada implementasi yang telah dilaksanakan.
E. Analisis
Analisa data dimulai dari awal yaitu dari tinjauan pustaka tentang
gangguan menelan pada stroke non hemoragik. Kemudian dilanjutkan
melakukan pengkajian klien dengan wawancara, observasi, implementasi dan
dokumentasi dari pasien stroke non hemoragik. Setelah data-data terkumpul,
kemudian dianalisis dan disimpulkan dengan dasar teori dan hasil penelitian
yang sudah ada. Analisa data dibuat dengan kata-kata sederhana tetapi dapat
menggambarkan jawaban dalam masalah tersebut.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Laporan Kasus


Bab ini berisi mengenai laporan kasus pengelolaan keperawatan
gangguan menelan pada Ny. T dengan Stroke Non Hemoragik di ruang
Soepardjo Roestam Lantai 1 RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto
yang dilaksanakan pada tanggal 21-23 April 2017. Laporan kasus ini
dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang
mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Biodata Klien (Biographic Information)
Pengkajian dilakukan oleh penulis pada tanggal 21 April 2017
pukul 09.30 WIB di ruang Soepardjo Roestam Lantai 1 RSUD Prof. dr.
Margono Soekarjo Purwokerto, dengan sumber informasi klien bernama
Ny. T berusia 78 tahun yang beralamat di desa Cilangkep RT 02 RW 04
Gumelar. Pendidikan terakhir pasien adalah SD, tidak bekerja karena
sudah usia lanjut. Pasien beragama Islam, bersuku jawa, serta
berkebangsaan Indonesia dengan nomor catatan rekam medik 02-00-49-
87.
Penanggung jawab pasien adalah anaknya yang bernama Tn. K,
umur 46 tahun, beralamat di desa Cilangkep RT 02 RW 04 Gumelar.
Pendidikan terakhir penanggung jawab pasien adalah SMP dan bekerja
sebagai petani. Penanggung jawab pasien menganut agama Islam, bersuku
jawa serta kebangsaan Indonesia.
2. Pengkajian (Assesment)
a. Riwayat Keperawatan
Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 21 April 2017 keluhan
utama yang dirasakan pasien yaitu kelemahan anggota badan kiri,
sedangkan keluhan tambahan yang dirasakan Ny. T yaitu kesulitan
untuk bicara, waktu makan lebih lama, tidak dapat melakukan

33
18

aktivitas secara mandiri. Riwayat penyakit sekarang yaitu pasien


dibawa ke RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto pada
tanggal 20 April 2017 dengan keluhan yang dirasakan oleh Ny. T
yaitu kelemahan anggota badan kiri sejak pagi hari karena jatuh di
halaman rumah.
Pasien mempunyai riwayat penyakit hipertensi sejak 4 tahun
yang lalu, tetapi belum pernah dirawat di rumah sakit. Keluarga Ny. T
mempunyai penyakit keturunan, yaitu hipertensi, serta penyakit DM,
Asma disangkal oleh keluarga pasien.
b. Pengkajian Pola Fungsi
Pada pengkajian pola fungsional gordon meliputi pola persepsi
kesehatan : keluarga berpendapat bahwa kesehatan merupakan hal
yang penting, apabila anggota keluarga sakit memeriksakan ke
puskesmas atau membeli obat di apotek, dibuktikan dengan Ny. T
dirawat di Ruang Soeparjo Roestam RSUD Prof. dr. Margono
Soekardjo Purwokerto untuk mendapatkan perawatan. Pola nutrisi
metabolik : Ny. T mengalami gangguan menelan ditandai dengan
pasien makan makanan yang lembek, waktu makan pasien menjadi
lebih lama, tidak dapat menahan air liur, bibir pasien tidak simetris,
serta refleks menelan pasien kurang. Pola aktivitas dan latihan :
aktivitas Ny. T dibantu oleh orang lain dan alat karena pasien
mengalami kelemahan anggota gerak kiri, ditandai dengan semua
aktivitas dibantu oleh orang lain dan pasien bedrest. Pada pola tidur
dan istirahat : Ny. T mengalami gangguan pola tidur, ditandai dengan
tidur kurang lebih 5 jam sehari, pasien terlihat lemas dan pucat, serta
di sekitar kelopak mata terdapat lingkar hitam. Pola persepsi dan
kognitif : selama sakit Ny. T terdapat masalah dengan panca indera,
ditandai dengan Ny. T mengalami kesulitan berbicara. Pola eliminasi :
selama sakit BAK tidak mengalami masalah, tetapi belum BAB. Saat
ini pasien terpasang selang DC dan memakai pampers. Pola persepsi
dan konsep diri : keluarga dapat menerima kondisi yang dialami oleh
19

Ny. T dan percaya terhadap kesembuhannya, ditandai dengan


keluarga tampak tabah dan selalu berdoa untuk kesembuhan Ny. T.
Pola peran dan hubungan : hubungan Ny. T dengan keluarganya baik,
dibuktikan dengan Ny. T ditunggui oleh keluarganya secara
bergantian. Pola reproduksi dan seksual : Ny. T telah menikah dan
suaminya meninggal, Ny. T memiliki 4 orang anak. Pola koping dan
pertahanan diri : keluarga berpendapat bahwa jika ada masalah, Ny. T
menyelesaikan dengan anggota keluarganya dibuktikan dengan pasien
terlihat akrab dengan keluarganya dan pasien dirawat atas persetujuan
keluargamya. Pola keyakinan : keluarga pasien mengatakan Ny. T
beragama islam, dibuktikan dengan Ny. T berdoa dan tetap
menjalankan ibadah di tempat tidur.
c. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan umum meliputi keadaan umum Ny. T cukup,
kesadaran composmentis dengan GCS 15 : E4M6V5, pemeriksaan
tanda-tanda vital meliputi tekanan darah 160/90 mmHg, Suhu 36,8˚c,
Nadi 80x/menit, serta respirasi 22 x/menit. Selain itu dilakukan
pemeriksaan head to toe dengan hasil bentuk kepala mesochepal,
gerakan menoleh lambat, konjungtiva mata ananemis, sklera anikterik,
pupil isokor, reflek cahaya normal. Pada pemeriksaan hidung tidak
ada serumen berlebih dan tidak ada pembesaran polip, telinga tidak
terdapat serumen berlebih, bibir kering, mulut tidak simetris dan lidah
sedikit kotor. Pada pemeriksaan jantung, inspeksi terlihat
perkembangan dinding dada dan dada simetris, palpasi tidak terdapat
nyeri tekan, perkusi terdengar redup, auskultasi reguler dan tidak ada
suara tambahan. Pada pemeriksaan paru-paru didapatkan hasil
inspeksi pengembangan dada simetris, palpasi vocal fremitus kanan
dan kiri sama, perkusi terdengar suara sonor, serta auskultasi
vesikuler. Pemeriksaan abdomen inspeksi perut datar dan tidak ada
massa, perkusi timpani, palpasi tidak ada nyeri tekan dan benjolan,
auskultasi bising usus 12 x/menit. Pada pemeriksaan genetalia, pasien
20

berjenis kelamin perempuan dan terpasang dower cateter, integumen


terlihat tidak terdapat lesi, turgor kulit cukup, akral hangat. Pada
pemeriksaan ekstremitas didapatkan hasil tidak terjadi edema pada
semua ekstremitas, terpasang infus pada tangan kanan, serta
kelemahan ekstremitas kiri dengan kekuatan otot masing-masing
adalah 1 (terlihat kontraksi tetapi tidak ada gerakan pada sendi).
d. Pengkajian Fungsi Saraf Kranial
Pengkajian pada saraf kranial Ny. T yang difokuskan pada saraf
ke V, VII, IX, X, dan XII. Pada pemeriksaan Saraf V (Trigeminus)
saat pasien mengunyah makanan otot masseter kanan lebih kuat
dibandingkan otot masseter kiri, pada Saraf VII (Facialis) saat tertawa
pipi tertarik ke kanan, saat meringis pipi tertarik ke kanan, dan saat
menggembungkan pipi bagian kiri mengalami penurunan. Pada Saraf
IX (Glosopharyngeus) terdapat penurunan fungsi menelan dibuktikan
dengan makan berbentuk lembek dan makanan sulit tertelan karena
tertahan lama di mulut, pada Saraf X (Vagus) saat membuka mulut
terlihat uvula tidak di tengah tetapi tampak miring tertarik ke sisi
kanan, serta pada Saraf XII (Hypoglosus) saat lidah dijulurkan
berdeviasi ke sisi kiri.
e. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada tanggal 20 April 2017,
dengan hasil pada pemeriksaan darah lengkap didapatkan hasil
hemoglobin L 11.2 g/dl (normal 11.7-15.5), eritrosit L 3.7 10^6/Ul
(nilai normal 3.8-5.2). Pada hitung jenis didapatkan hasil eosinofil
L 0.1 % (normal 2-4), batang L 0.5 (normal 3-5), segmen H 81.4
% (normal 50-70), limfosit L 13.4 % (normal 25-40).
2) Pemeriksaan CT Scan
Pada pemeriksaan CT Scan yang dilakukan tanggal 20 April 2017
dengan kesan infark cerebri di capsula externa sinistra, atrophy
cerebri.
21

f. Terapi
Terapi yang diberikan kepada Ny. T pada tanggal 21-23 April 2017
antara lain : Intra Venous Fluid Drip (IVFD) Ringer Laktat (RL) 20
tpm, ranitidin 2 x 25 mg IV intraselang, Citicolin 2 x 500 mg IV
intraselang, Amlodipine 1 x 10 mg peroral, dan Aspilet 1 x 80 mg
peroral.
3. Perumusan Masalah (Formulate Problem)
Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan, penulis menemukan
beberapa masalah keperawatan namun difokuskan pada masalah
keperawatan gangguan menelan berhubungan dengan gangguan saraf
kranial. Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan data objektif pasien
yaitu bibir tidak simetris, tidak dapat mengunyah makanan, waktu makan
lebih lama dengan porsi sedikit, penurunan fungsi menelan ditandai
dengan diit makanan lembek, tidak dapat menjulurkan lidah, serta tidak
dapat membuka mulut dengan maksimal.
4. Perencanaan (Plan)
Masalah gangguan menelan berhubungan dengan gangguan saraf
kranial disusun sebuah rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi
masalah tersebut dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam diharapkan klien mampu menunjukan peningkatan
status menelan. NOC : perbaikan status menelan : pada fase esophagus,
fase orongeal, fase pharingeal. Indikator tidak tersedak pada waktu makan
dengan skala awal 2 dan tujuan 5, batuk saat makan dengan skala awal 2
dan tujuan 5, serta peningkatan usaha menelan dengan skala awal 2 dan
tujuan 5. Dimana skala indikator (1 : sangat berat, 2 : berat, 3 : sedang, 4 :
ringan, 5 : tidak ada) (Herdman & Kamitsuru, 2015).
Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk masalah gangguan
menelan sesuai dengan intervensi berdasar NIC : Kewaspadaan Aspirasi
(Aspiration Precaution) dan Terapi Menelan (Swallowing Therapy).
Intervensi pertama dengan NIC : Kewaspadaan Aspirasi (Aspiration
Precaution) terdiri dari : makan dengan porsi sedikit, hindari cairan atau
22

gunakan zat pengental, berikan perawatan mulut, dan potong makanan


kecil-kecil. Intervensi yang kedua yaitu NIC : Terapi menelan
(swallowing therapy) terdiri dari : hindari penggunaan sedotan untuk
minum, bantu pasien duduk tegak untuk makan atau latihan menelan
(dagu dilipat), serta bantu pasien menempatkan makanan ke mulut bagian
belakang dan di bagian yang tidak sakit.
5. Pelaksanaan
Tindakan yang telah dilakukan penulis sesuai dengan perencanaan
yang telah disusun pada tanggal 21 – 23 April 2017 yaitu melakukan
pengkajian sesuai dengan keluhan pasien dan melakukan pengukuran
tanda-tanda vital pasien, memonitor refleks menelan, membantu personal
hygiene khususnya perawatan mulut, melatih terapi menelan (swallowing
therapy) kepada pasien, memberikan makanan dengan porsi sedikit,
membantu makan dengan mengatur posisi kepala fleksi, membantu
minum tanpa menggunakan sedotan, berkolaborasi dengan medis dalam
pemberian Citicolin 2x500 gram, serta memotivasi pasien untuk istirahat.
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 22 April 2017
antara lain melakukan pengukuran tanda-tanda vital pasien, memonitor
refleks menelan, membantu personal hygiene khususnya perawatan mulut,
melatih terapi menelan (swallowing therapy) kepada pasien, memberikan
makanan dengan porsi sedikit, membantu makan dengan mengatur posisi
kepala fleksi, membantu minum tanpa menggunakan sedotan,
berkolaborasi dengan medis dalam pemberian Citicolin 2x500 gram, serta
memotivasi pasien untuk istirahat.
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 23 April 2017
yaitu melakukan pengukuran tanda-tanda vital pasien, memonitor refleks
menelan, membantu personal hygiene khususnya perawatan mulut,
melatih terapi menelan (swallowing therapy) kepada pasien, memberikan
makanan dengan porsi sedikit, membantu makan dengan mengatur posisi
kepala fleksi, membantu minum tanpa menggunakan sedotan,
23

berkolaborasi dengan medis dalam pemberian Citicolin 2x500 gram, serta


memotivasi pasien untuk istirahat.
6. Evaluasi (Evaluation)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana
keperawatan yang telah disusun, penulis melakukan evaluasi tindakan
keperawatan sesuai SOAP (subjektive, objektive, assesment, dan
planning).
Evaluasi hasil yang diperoleh hari pertama untuk diagnosa
keperawatan gangguan menelan yang dilakukan tindakan keperawatan
pada tanggal 21 April 2017 klien belum dapat menelan dengan baik,
dibuktikan dengan air liur mengalir pada posisi miring, makanan
mengumpul di rongga mulut dalam waktu yang cukup lama, dan
terkadang pasien tersedak pada saat makan. Sehingga dapat disimpulkan
masalah gangguan menelan belum teratasi, dibuktikan dengan skala
dalam indikator tidak menunjukkan peningkatan yaitu tersedak dengan
skala awal, skala tujuan 5, dan skala akhir 2. Batuk dengan skala awal 2,
skala tujuan 5, dan skala akhir 2. Peningkatan usaha menelan dengan
skala awal 2, skala tujuan 5, dan skala akhir 2. Rencana tindakan
berikutnya adalah ajarkan terapi menelan (swallowing therapy) 5 kali
dalam sehari, kolaborasi dalam pemberian citicolin 2 x 500 gram, bantu
pasien menempatkan makanan ke bagian mulut yang tidak sakit, potong
makanan kecil-kecil, makan dengan porsi sedikit, serta hindari
penggunaan sedotan untuk minum.
Evaluasi hasil yang diperoleh hari kedua untuk diagnosa
keperawatan gangguan menelan yang dilakukan tindakan keperawatan
pada tanggal 22 April 2017 klien belum dapat menelan dengan baik.
Dibuktikan dengan skala dalam indikator tidak menunjukkan peningkatan
yaitu tersedak dengan skala awal 2, skala tujuan 5, dan skala akhir 2.
Batuk dengan skala awal 2, skala tujuan 5, dan skala akhir 2. Peningkatan
usaha menelan dengan skala awal 2, skala tujuan 5, dan akhir 2. Sehingga
dapat disimpulkan masalah gangguan menelan belum teratasi, dan
24

rencana tindakan berikutnya adalah ajarkan terapi menelan (swallowing


therapy) 5 kali dalam sehari, kolaborasi dalam pemberian citicolin 2 x
500 gram, bantu pasien menempatkan makanan ke bagian mulut yang
tidak sakit, potong makanan kecil-kecil, makan dengan porsi sedikit, serta
hindari penggunaan sedotan untuk minum.
Evaluasi hasil yang diperoleh hari ketiga untuk diagnosa
keperawatan gangguan menelan yang dilakukan tindakan keperawatan
pada tanggal 23 April 2017 klien belum dapat menelan dengan baik,
tetapi terdapat perubahan pada status menelan. Dibuktikan dengan skala
dalam indikator tidak menunjukkan peningkatan yaitu tersedak dengan
skala awal 2, skala tujuan 5, dan skala akhir 3. Batuk dengan skala awal 2,
skala tujuan 5, dan skala akhir 3. Peningkatan usaha menelan dengan
skala awal 2, skala tujuan 5, dan akhir 2. Sehingga dapat disimpulkan
masalah gangguan menelan teratasi sebagian, dan rencana tindakan
berikutnya adalah ajarkan terapi menelan (swallowing therapy) 5 kali
dalam sehari, kolaborasi dalam pemberian citicolin 2 x 500 gram, serta
bantu pasien menempatkan makanan ke bagian mulut yang tidak sakit.
B. Pembahasan
Penulis akan membahas mengenai persamaan dan kesenjangan-
kesenjangan yang terjadi antara teori dengan kondisi pada saat pelaksanaan
asuhan keperawatan gangguan menelan pada Ny. T dengan Stroke Non
Hemoragik di ruang Soepardjo Roestam Lantai 1 RSUD Prof. dr. Margono
Soekarjo Purwokerto yang dilaksanakan selama 3 hari yaitu pada tanggal 21-
23 April 2017.
1. Pengkajian (Assessment)
Pada saat pengkajian didapatkan keluhan yang dirasakan pasien
yaitu kelemahan anggota gerak kiri, serta ditemukan keluhan tambahan
keluarga pasien mengatakan waktu makan lama, tidak dapat beraktivitas
mandiri, berbicara tidak jelas. Hal ini sesuai dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Ismansyah (2008) yang menyatakan keluhan yang
dirasakan pasien Stroke non hemoragik yaitu kelumpuhan atau kelemahan
25

anggota gerak, gangguan berbicara, kesulitan mengunyah dan menelan,


emosi labil, penurunan fungsi kognisi, dan gangguan fungsi berkemih.
Hasil pengamatan penulis, klien mengalami kesulitan dalam berbicara,
tidak dapat menahan air liur dalam posisi miring, wajah asimetris, serta
membutuhkan waktu lama pada saat makan.
Ismansyah (2008) berpendapat tanda dan gejala yang ditemukan
pada pasien stroke non hemoragik dengan gangguan menelan antara lain
kelemahan otot wajah, menurunnya gerakan lidah, menurunnya reflek
batuk, menurunnya reflek muntah, suara serak, disartria (gangguan
artikulasi kata), berkurangnya sensitifitas mulut atau wajah, batuk atau
tersedak ketika makan atau minum, tersisa makanan di mulut,
membutuhkan waktu lama saat makan, mengiler (drooling). Pendapat lain
yang dikemukakan oleh Mulyatsih (2009) hasil anamnesa pasien dengan
gangguan menelan pada pasien stroke non hemoragik menunjukkan
pasien atau keluarga menyatakan adanya riwayat pasien tersedak pada
saat makan atau minum, mengalami penurunan tingkat kesadaran atau
kesadaran baik tetapi wajah tidak simetris, mengiler, disartria, atau pasien
tidak mampu menopang kepala. Berdasarkan teori tersebut dapat
disimpulkan tidak ada kesenjangan pengkajian data umum klien antara
teori dan kenyataan yang terjadi pada Ny. T.
Selain itu pada pengkajian didapatkan pasien berjenis kelamin
perempuan, berumur 78 tahun, dan menderita Hipertensi sejak 4 tahun
yang lalu. Hal ini sejalan dengan pendapat Ismansyah (2008) yang
menyatakan bahwa stroke terjadi akibat faktor resiko, yaitu faktor resiko
dapat dirubah dan faktor resiko yang tidak dapat dirubah. Faktor resiko
yang tidak dapat dirubah antara lain hipertensi, kolesterol darah yang
tinggi, ateroklerosis, penyakit jantung, diabetes, jenis kelamin, penuaan,
dan aneurisma. Pendapat serupa yang dikemukakan oleh Rismanto (2006)
dalam Khairunnisa (2014) bahwa faktor resiko tinggi terjadinya stroke
antara lain usia, jenis kelamin, dan hipertensi. Pendapat lain dari
Mulyatsih (2009) bahwa terdapat dua faktor risiko stroke, yaitu faktor
26

yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor yang dapat dimodifikasi. Faktor
yang tidak dapat dimodifikasi mencakup usia, jenis kelamin, ras, kelainan
anatomis pada pembuluh darah, dan penyakit genetik seperti penyakit
jantung, diabetus mellitus atau hipertensi. Sedangkan faktor yang dapat
dimodifikasi meliputi tekanan darah tinggi, perokok, kadar gula darah
yang tinggi, obesitas, stress, dan depresi. Beberapa teori tersebut
menunjukkan kesesuaian dengan kenyataan yang terjadi pada pasien.
Pengkajian pada saraf kranial Ny. T yang difokuskan pada saraf ke
V, VII, IX, X, dan XII. Pada pemeriksaan Saraf V (Trigeminus) saat
pasien mengunyah makanan otot masseter kanan lebih kuat dibandingkan
otot masseter kiri, pada Saraf VII (Facialis) saat tertawa pipi tertarik ke
kanan, saat meringis pipi tertarik ke kanan, dan saat menggembungkan
pipi bagian kiri mengalami penurunan. Pada Saraf IX (Glosopharyngeus)
terdapat penurunan fungsi menelan dibuktikan dengan makan berbentuk
lembek dan makanan sulit tertelan karena tertahan lama di mulut, pada
Saraf X (Vagus) saat membuka mulut terlihat uvula tidak di tengah tetapi
tampak miring tertarik ke sisi kanan, serta pada Saraf XII (Hypoglosus)
saat lidah dijulurkan berdeviasi ke sisi kiri. Menurut Muttaqin (2008)
pemeriksaan fisik pasien dengan gangguan menelan pada penderita stroke
dilakukan secara per sistem (B1 – B6) dan fokus pada B3 (Brain)
didapatkan hasil pada saraf ke-V : stroke menyebabkan paralisis saraf
trigemus, penurunan koordinasi gerakan mengunyah. Pada saraf ke-VII :
wajah asimetris, otot wajah tertarik ke sisi yang sehat. Pada pemeriksaan
saraf ke-IX dan X ; kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut. Serta pada pemeriksaan saraf ke-XII : lidah simetris,
terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, dan indra pengecap normal.
Sehingga dapat disimpulkan tidak ada kesenjangan antara teori dan
kenyataan yang terjadi pada pasien.
Pemeriksaan lain yang dilakukan pada Ny. T meliputi keadaan
umum cukup, kesadaran composmentis dengan GCS 15 : E4M6V5,
pemeriksaan tanda tanda vital : tekanan darah 160/90 mmHg, respirasi 22
27

x/menit, nadi 80 x/menit, suhu 36,8˚c. Pada pengkajian motorik Ny. T


mengalami kelemahan ekstremitas atas dan bawah kiri dengan nilai
kekuatan otot 1. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Ginsberg (2008),
bahwa stroke akan meninggalkan gejala sisa yaitu kelumpuhan pada salah
satu sisi tubuh (hemiparesis atau hemiplegia). Sedangkan Muttaqin (2008)
berpendapat pemeriksaan fisik pada pasien stroke non hemoragik
didapatkan hasil keadaan umum composmentis atau dapat mengalami
penurunan kesadaran, tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi,
pernapasan pada klien dengan kesadaran composmentis tidak ada
kelainan. Pada inspeksi umum didapatkan hemiplegia (paralisis pada
salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan dan
hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh.
Pemeriksaan penunjang didapatkan dari tindakan CT-Scan dengan
hasil infark cerebri di capsula externa sinistra dan atrophy cerebri.
Pendapat dari Muttaqin (2008) pemeriksaan diagnostik pasien stroke non
hemoragik dengan fokus terhadap pemeriksaan CT-Scan menunjukan
adanya jaringan otak yang infark atau iskemik. Juanidi (2009)
berpendapat bahwa pasien dengan stroke non hemoragik hasil CT Scan
menunjukkan penyumbatan lumen pembuluh darah, thrombosis arteri atau
infark otak.
2. Perumusan Masalah (Formulate Problem)
Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan, terdapat prioritas
masalah keperawatan yang muncul pada Ny. T yaitu gangguan menelan
berhubungan dengan penurunan saraf kranial. Ditandai dengan data
subjektif keluarga pasien mengatakan pasien tidak dapat berbicara dengan
jelas, waktu makan pasien lama. Sedangkan data objektif yaitu pasien
makan makanan yang lembek, tersedak dan batuk pada waktu makan,
tidak dapat membuka mulut secara maksimal, lidah berdeviasi ke sisi kiri,
serta pasien tidak dapat menahan air liur pada posisi miring.
Menurut Nurarif dan Kusuma (2015) Gangguan menelan
merupakan abnormalitas fungsi mekanisme menelan yang dikaitkan
28

dengan defisit struktur atau fungsi oral, faring, atau esofagus. Berdasarkan
Herdman & Kamitsuru (2015) batasan karakteristik untuk diagnosa
gangguan menelan yaitu batuk atau tersedak saat makan, bibir tidak
simetris, ketidakmampuan membersihkan rongga mulut, pengeluaran air
liur, serta waktu makan lama dengan konsumsi yang tidak adekuat. Faktor
yang berhubungan terhadap gangguan menelan yaitu abnormalitas faring
ataupun orofaring, gangguan saraf kranial, riwayat makan dengan slang,
dan trauma.
Masalah keperawatan yang dialami pasien sesuai dengan NANDA
(2015) yaitu gangguan menelan berhubungan dengan gangguan saraf
kranial. Pada kasus ini Ny. T mengalami problem gangguan menelan
dengan etiologi yaitu gangguan saraf kranial.
3. Perencanaan (plan)
Masalah gangguan menelan berhubungan dengan gangguan saraf
kranial disusun sebuah rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi
masalah tersebut dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam diharapkan klien mampu menunjukan peningkatan
status menelan dengan kriteria hasil (NOC) : perbaikan status menelan :
pada fase esophagus, orongeal, pharingeal. Indikator dalam prncapaian
NOC antara lain tidak tersedak pada waktu makan dengan skala awal 2
dan tujuan 5, batuk saat makan dengan skala awal 2 dan tujuan 5, serta
peningkatan usaha menelan dengan skala awal 2 dan tujuan 5. Dimana
skala indikator (1 : sangat berat, 2 : berat, 3 : sedang, 4 : ringan, 5 : tidak
ada).
Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk masalah gangguan
menelan sesuai dengan intervensi berdasar NIC : Kewaspadaan Aspirasi
(Aspiration Precaution) dan Terapi Menelan (Swallowing Therapy).
Intervensi pertama dengan NIC : Kewaspadaan Aspirasi (Aspiration
Precaution) terdiri dari beberapa intervensi. Intervensi yang pertama yaitu
makan dengan porsi sedikit. Pemberian makan dengan porsi sedikit
karena kemampuan pasien dalam menelan tidak optimal, sehingga
29

makanan diberikan sesuai kemampuan pasien. Pandaleke, Sengkey, dan


Angliadi (2014) menyatakan pemberian makanan dalam jumlah terlalu
banyak akan menyebabkan terkumpulnya bolus di dalam laring dan
menyebabkan aspirasi.
Kedua, hindari cairan atau gunakan zat pengental, karena makanan
lunak atau cairan yang kental lebih mudah untuk dikendalikan di dalam
mulut sehingga dapat mengurangi risiko terjadinya aspirasi. Makanan
dengan konsistensi cair lebih sulit dikontrol karena dapat mengalir
langsung ke dalam faring sebelum terjadinya refleks menelan (Pandaleke,
Sengkey, & Angliadi ,2014). Ketiga, berikan perawatan mulut, Wijayanti
(2011) berpendapat pada pasien stroke dengan kelemahan atau
kelumpuhan, melakukan tindakan oral hygiene dengan larutan NaCl 0,9%
dapat mencegah infeksi melalui rongga mulut dan mempertahankan
asupan makanan. Keempat, potong makanan menjadi potongan-potongan
kecil. Apabila makanan tidak dicacah dengan lembut atau dipotong
menjadi bentuk kecil-kecil maka makanan tersebut tidak dapat tertelan
oleh pasien karena salah satu sisi eshopagus pada pasien dengan disfagia
(gangguan menelan) mengalami kelemahan (Suwita, 2015).
Intervensi yang kedua yaitu NIC : Terapi menelan (swallowing
therapy) terdiri dari beberapa poin. Poin yang pertama yaitu hindari
penggunaan sedotan untuk minum, Ismansyah (2008) berpendapat
menghindari penggunaan sedotan saat minum bertujuan untuk
menguatkan otot menelan serta menurunkan resiko tersedak. Kedua,
bantu pasien untuk duduk tegak (mendekati 90˚) untuk makan/latihan
makan (dagu dilipat), Mulyatsih (2009) berpendapat dengan posisi
tersebut mampu menurunkan risiko aspirasi sehingga esofageal lebih
membuka dan trakhea menutup. Ketiga, bantu pasien menempatkan
makanan ke mulut bagian belakang dan di bagian yang tidak sakit,
berguna untuk memberikan stimulasi sensori dalam upaya untuk menelan
sehingga meningkatkan asupan nutrisi (Ismansyah, 2008).
30

4. Pelaksanaan
Tindakan yang dilaksanakan dalam menangani masalah gangguan
menelan pada stroke non hemoragik yaitu menangani sedini mungkin
guna menghindari komplikasi yang lebih berat dengan menggunakan
terapi farmakologi dan terapi non farmakologi.
Tindakan farmakologi yang diberikan kepada Ny. T pada tanggal
21-23 April 2017 antara lain : Intra Venous Fluid Drip (IVFD) Ringer
Laktat (RL) 20 tpm, ranitidin 2 x 25 mg IV intraselang, Citicolin 2 x 500
mg IV intraselang, Amlodipine 1 x 10 mg peroral, dan Aspilet 1 x 80 mg
peroral. Menurut Khairunnisa (2014), pada pasien dengan stroke non
hemoragik pemberian ringer laktat dikarenakan pasien mengalami
gangguan homeostasis dan harus segera diberi infus untuk
mengembalikan keseimbangan air dan elektrolit pasien. Pemberian
vasodilator yaitu citicoline untuk mengatasi infark cerebral dan dapat
mempercepat rehabilitasi bagian tubuh yang mengalami hemiparase
maupun hemiplegia. Setiawan dan Nafrialdi (2007) berpendapat
mekanisme dari citicolin yaitu meningkatkan pembentukan choline dan
menghambat pengrusakan.
Tindakan terapi non farmakologi yaitu untuk kewaspadaan aspirasi
(aspiration precaution) antara lain memberikan makan dengan porsi
sedikit, memberikan makan yang berbentuk lembek seperti bubur.
Sedangkan untuk terapi menelan (swallowing therapy) intervensinya yaitu
membantu personal hygiene khususnya perawatan mulut dengan
menggunakan NaCl 0,9% , membantu minum tanpa menggunakan
sedotan, membantu makan dengan mengatur posisi kepala fleksi.
Ismansyah (2008) berpendapat mengenai penanganan pasien stroke
non hemoragik dengan gangguan menelan ditujukan untuk mencegah
aspirasi serta latihan mengunyah dan menelan. Intervensi keperawatan
untuk mencegah aspirasi antara lain kaji kemampuan menelan pasien,
bantu pasien mengontrol kepala untuk meningkatkan proses menelan
yang efektif, letakkan makanan pada bagian mulut yang sehat, beri makan
31

dengan perlahan dalam suasana tenang. Sedangkan menurut Mulyatsih


(2009) latihan mengunyah dan menelan dilakukan dengan metode
langsung dan tidak langsung yang bertujuan untuk meningkatkan
kekuatan otot-otot menelan. Metode langsung dirancang untuk merubah
fisiologi menelan, sedangkan metode tidak langsung dilakukan dengan
memodifikasi konsistensi makanan, merubah posisi kepala, serta merubah
metode pemberian makan.
Kesimpulan dari implementasi yang telah direncanakan dalam
intervensi keperawatan tidak terdapat kesenjangan antara teori dan
tindakan yang dilaksanakan secara langsung kepada pasien.
5. Evaluasi
Evaluasi hasil yang diperoleh hari ketiga untuk diagnosa
keperawatan gangguan menelan yang dilakukan tindakan keperawatan
pada tanggal 23 April 2017 klien belum dapat menelan dengan baik.
tetapi terdapat perubahan pada status menelan. Dibuktikan dengan skala
dalam indikator menunjukkan peningkatan yaitu tersedak dengan skala
awal 2, skala tujuan 5, dan skala akhir 3. Batuk dengan skala awal 2, skala
tujuan 5, dan skala akhir 3. Peningkatan usaha menelan dengan skala awal
2, skala tujuan 5, dan akhir 2. Sehingga dapat disimpulkan masalah
gangguan menelan teratasi sebagian, dan rencana tindakan berikutnya
adalah ajarkan terapi menelan (swallowing therapy) tiga kali dalam
sehari, kolaborasi dalam pemberian citicolin 2 x 500 gram, bantu pasien
menempatkan makanan ke mulut bagian yang tidak sakit, potong
makanan kecil-kecil, makan dengan porsi sedikit, serta hindari
penggunaan sedotan untuk minum.
Hal yang melatarbelakangi pasien tidak menunjukkan perubahan
atau kemajuan secara signifikan dalam status menelan yaitu waktu
pelaksanaan asuhan keperawatan dan usia pasien. Ismansyah (2008)
berpendapat latihan menelan (swallowing therapy) dilakukan secara
teratur lima kali sehari pada saat jam makan atau meal time selama 12
hari. Aktivitas latihan menelan bertujuan meningkatkan kekuatan otot-
32

otot menelan yang pada akhirnya akan meningkatkan fungsi menelan dan
mencegah masuknya makanan atau cairan ke saluran pernafasan sehingga
latihan menelan dilakukan sesering mungkin guna mencapai hasil yang
optimal (Mulyatsih, 2009). Sedangkan pada pelaksanaan tindakan
keperawatan dilakukan selama 3 hari dan terapi menelan dilakukan tiga
kali dalam sehari, hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan skala tujuan
yang telah ditentukan.
Faktor lain yang melatarbelakangi yaitu usia, sejalan dengan
pernyataan Mulyatsih (2009) bahwa kekuatan lidah dipengaruhi oleh usia
dan jenis kelamin, semakin bertambah usia seseorang maka semakin
menurun kekuatan lidah sehingga berpengaruh terhadap fungsi menelan
serta kekuatan lidah pada laki-laki normal lebih tinggi dibandingkan
kekuatan lidah perempuan. Pada kasus ini, pasien bernama Ny. T berjenis
kelamin perempuan dan berumur 78 tahun sehingga menjadi faktor
penyebab tidak maksimalnya perubahan fungsi menelan.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Selama memberikan asuhan keperawatan gangguan menelan pada Ny.
T dengan stroke non hemoragik di ruang Soepardjo Roestam Lantai 1 RSUD
Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto selama 3x24 jam pada tanggal 21-23
April 2017 dapat ditarik kesimpulan :
1. Pengkajian keperawatan pada Ny. T didapatkan hasil bahwa Ny. T
mengeluh kelemahan anggota badan kiri tiba-tiba, waktu makan lama,
tidak dapat beraktivitas mandiri, dan berbicara tidak jelas. Pengkajian
pada saraf kranial Ny. T yang difokuskan pada saraf ke V, VII, IX, X, dan
XII. Pada pemeriksaan Saraf V (Trigeminus) saat pasien mengunyah
makanan otot masseter kanan lebih kuat dibandingkan otot masseter kiri,
pada Saraf VII (Facialis) saat tertawa pipi tertarik ke kanan, saat meringis
pipi tertarik ke kanan, dan saat menggembungkan pipi bagian kiri
mengalami penurunan. Pada Saraf IX (Glosopharyngeus) terdapat
penurunan fungsi menelan dibuktikan dengan makan berbentuk lembek
dan makanan sulit tertelan karena tertahan lama di mulut, pada Saraf X
(Vagus) saat membuka mulut terlihat uvula tidak di tengah tetapi tampak
miring tertarik ke sisi kanan, serta pada Saraf XII (Hypoglosus) saat lidah
dijulurkan berdeviasi ke sisi kiri.
2. Ada beberapa masalah keperawatan yang muncul, namun hanya
difokuskan pada gangguan menelan berhubungan dengan gangguan saraf
kranial.
3. Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk masalah gangguan menelan
sesuai dengan intervensi berdasar NIC : Kewaspadaan Aspirasi
(Aspiration Precaution) dan Terapi Menelan (Swallowing Therapy).
Intervensi pertama dengan NIC : Kewaspadaan Aspirasi (Aspiration
Precaution) terdiri dari makan dengan porsi sedikit, hindari cairan atau

33
34

gunakan zat pengental, posisikan pasien tegak lurus, potong makanan


kecil-kecil, dan hancurkan pil sebelum diberikan. Intervensi yang kedua
yaitu NIC : Terapi menelan (swallowing therapy) terdiri dari hindari
penggunaan sedotan untuk minum bantu pasien duduk tegak untuk makan
atau latihan menelan, bantu pasien untuk memposisikan fleksi menghadap
ke depan sebagai persiapan menelan (dagu dilipat), ajari pasien untuk
mengucapkan kata “ahs” untuk meningkatkan elevasi langit-langit halus,
bantu pasien menempatkan makanan ke mulut bagian belakang dan di
bagian yang tidak sakit.
4. Tindakan keperawatan untuk masalah keperawatan gangguan menelan
berhubungan dengan gangguan saraf kranial dilakukan sesuai dengan
perencanaan yang telah ditentukan.
5. Evaluasi tindakan keperawatan pada Ny. T selama tiga hari diperoleh
hasil klien belum dapat menelan dengan baik, tetapi terdapat perubahan
pada status menelan. Evaluasi pencapaian berdasarkan kriteria hasil pada
masalah keperawatan gangguan menelan menunjukkan perubahan tetapi
tidak sesuai dengan kriteria dan skala yang sudah ditentukan sebelumnya.
Dibuktikan dengan skala dalam indikator tidak menunjukkan peningkatan
yaitu tersedak dengan skala awal 2, skala tujuan 5, dan skala akhir 3.
Batuk dengan skala awal 2, skala tujuan 5, dan skala akhir 3. Peningkatan
usaha menelan dengan skala awal 2, skala tujuan 5, dan akhir 2

B. Saran
Untuk pengembangan lebih lanjut maka penulis memberikan saran yang
bermanfaat dan membantu pelaksanaan asuhan keperawatan khususnya
gangguan menelan pada stroke non hemoragik, yaitu:
1. Bagi pihak keluarga, dapat menjadi tambahan pengetahuan kaitannya
terapi menelan yang dapat diterapkan untuk meningkatkan status menelan
pasien.
2. Bagi pihak Rumah Sakit, perlu mengadakan pelatihan bagi perawat dalam
mengidentifikasi dini dan penanganan pasien stroke yang mengalami
35

gangguan menelan khususnya untuk terapi menelan (swallowing therapy)


serta membuat protap latihan mengunyah dan menelan pada pasien stroke
dengan gangguan menelan yang mengacu pada standar operasional
prosedur (SOP).
3. Bagi Institusi Pendidikan, agar dapat memasukkan materi asuhan
keperawatan pada pasien stroke dengan gangguan menelan, khususnya
tentang latihan menelan kedalam materi ajar keperawatan medikal bedah.
DAFTAR PUSTAKA

Ariani, T. A. (2012). Sistem Neurobehaviour. Jakarta: Salemba Medika

Badan Pengembangan dan Penelitian Kemenkes RI. (2013). Laporan Riset

Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

Ginsberg, L. (2008). Lecture Notes Neurologi. Edisi 8. Jakarta: Erlangga

Herdman & Kamitsuru. (2015). Nursing Diagnoses: Definitions and

Classification. Terjemahan oleh Keliat, Windarwati, Pawirowiyono &

Subu. Jakarta: EGC

Ismansyah. (2008). Pengaruh Latihan Mengunyah dan Menelan Terstruktur

Terhadap Kemampuan Mengunyah dan Menelan. Tesis tidak

dipublikasikan. Fakultas Ilmu Kesehatan: Universitas Indo nesia

Juanidi, I. (2011). STROKE, Waspadai Ancamannya. Yogyakarta: C.V Andi

Offset

Khairunnisa & Fitriyani. (2014). Hemiparese Sinistra, Parese Nervus VII, IX, X,

XII e.c Stroke Non Hemoragic. Medula, 2 (3), 52 - 59

Lingga, L. (2013). All About Atroke; Hidup Sebelum dan Pasca Stroke. Jakarta:

PT Elex Media Komputindo

Mulyatsih, E. (2009). Pengaruh Latihan Menelan Terhadap Status Fungsi

Menelan pada Pasien Stroke dengan Disfagia. Tesis tidak dipublikasikan.

Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Indonesia


(http://www.lib,ui,ac,id,digital_2016-11_125183MG_Enny_Mulyatsih.pdf

, diakses 15 Desember 2016)

Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan

Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Nurarif, A. H & Kusuma, H. (2015). North American Nursing Diagnosis

Association (NANDA). Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan

Diagnosis Medis & NANDA Nic-Noc. Edisi Revisi (Jilid 3). Yogyakarta:

MediAction

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu

Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Pandaleke, J. C., Sengkey, L. S., Angliadi, E. (2014). Rehabilitasi Medik pada

Penderita Disfagia. Jurnal Biomedik, 6, 157-164

Putra, S. R. (2012). Panduan Riset Keperawatan dan Penulisan Ilmiah.

Yogyakarta: D-Medika

Setiawan & Nafrialdi. (2007). Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta:

Departemen Farmakologi dab Terapeutik FKUI

Sofwan. (2010). Stroke dan Rehabilitasi Pasca-Stroke. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu

Populer

Suwita, S. (2015). Tatalaksana Nutrisi pada Pasien Stroke dengan Berbagai

Faktor Risiko. Serial kasus tidak dipublikasikan. Fakultas Kedokteran:

Universitas Indonesia

Tammase, J. (2013). Stroke dan Pencegahannya. Makasar: Universitas Hasanudin


Wijaya, A. S & Putri, Y. M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah; Keperawatan

Dewasa Teori & Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika

Wijayanti, P. (2011). Kebersihan Rongga Mulut dan Gigi Pasien Stroke.


Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia
Lampiran 1
PROSEDUR SKRINING DISFAGIA (GANGGUAN MENELAN)
Massey Bedside Swallowing Screen (MBSS)

NO Observasi Hasil Observasi Hasil Obsevasi


1 Kesadaran pasien Sadar : lanjut ke nomor 2 Tidak sadar :
Hentikan skrining
2 Ada apasia atau Ya : kolaborasi dengan Tidak : lanjutkan
disarthria dokter/ahli terapi wicara, langkah ke tiga
lanjutkan langkah berikutnya
3 Dapat merapatkan Jika ditemukan 3/lebih, Lanjut ke nomor 4
gigi, merapatkan lanjutkan ke langkah nomor 4 dan konsul ke
bibir, wajah simetris, dokter/ahli terapi
letak lidah di tengah, wicara, latih otot
uvula di tengah mengunyah dan
menelan
terstruktur
4 Reflek muntah ada, Ya : Lanjut ke langkah nomor Tidak : Kolaborasi
batuk spontan, reflek 5 dengan dokter,
menelan baik latih otot
mengunyah dan
menelan
terstruktur
5 Tes menelan air putih Tidak tersedak : Lanjut ke Tersedak/batuk :
satu sendok teh langkah nomor 6 Hentikan memberi
minum, kolaborasi
dengan dokter/ahli
terapi wicara, latih
otot mengunyah
dan menelan
6 Minum air putih satu Tidak tersedak : Diet dapat Tersedak/batuk :
gelas bertahap mulai diberikan sesuai toleransi evaluasi posisi dan
50 cc atau 100 cc cara pemberian
Sumber : Massey dan Jedlicka (2002 dalam Ismansyah 2008)
Keterangan :
1. Bila nomor 3,4 dan 5 normal, makanan dapat diberikan sesuai toleransi
pasien
2. Bila momor 3,4 dan 5 tidak normal, maka pasien dikatakan mengalami
gangguan menelan
Lampiran 2
PANDUAN UNTUK MEMBUAT KLASIFIKASI DERAJAT DISFAGIA
BERDASARKAN TANDA DAN GEJALA

NO TANDA/GEJALA YA TDK KLASIFIKASI


1 Air liur meleleh / ngiler …. …… Bila ditemukan salah
2 Wajah tidak simetris …. …… satu atau lebih
3 Makanan mengumpul di rongga …. …… tanda/gejala tersebut
mulut dapat diklasifikasikan
4 Gerakan lidah …. …… sebagai Disfagia
terganggu/mengalami kelemahan Derajat I (Fase Oral)
5 Tidak bisa menutup bibir sehingga …. ……
makanan keluar/tumpah dari mulut
1 Regurgitasi dari hidung …. …… Bila ditemukan salah
2 Tidak mampu menelan …. …… satu atau lebih
3 Batuk ketika minum atau makan …. …… tanda/gejala tersebut
4 Suara serak terutama setelah …. …… dapat diklasifikasikan
minum atau makan sebagai Disfagia
5 Mengeluh makanan mengganjal di …. …… Derajat II (Fase
kerongkongan Faringeal)
1 Tersedak akibat refluk dari …. …… Bila ditemukan salah
esophageal satu atau lebih
2 Pneumonia berulang akibat aspirasi …. …… tanda/gejala tersebut
terselubung (silent aspiration) dapat diklasifikasikan
3 Mengeluh rasa tidak nyaman / …. …… sebagai Disfagia
tidak bisa merasakan adanya Derajat III (Fase
makanan di mulut Esopageal)
Sumber : Ismansyah (2008)
Lampiran 3

PROSEDUR PELAKSANAAN LATIHAN


MENGUNYAH DAN MENELAN TERSTRUKTUR

Petunjuk Pelaksanaan :
1. Duduklah di atas tempat tidur atau berbaring dengan posisi senyaman
mungkin
2. Bernafaslah dengan santai
3. Lakukan setiap gerakan masing-masing 8 hitungan
4. Latihan dilakukan selama ± 15 menit tiap kali latihan
5. Lakukan latihan sebanyak 5 kali dalam sehari selama 7 hari berturut-
turut
6. Lakukan gerakan-gerakan berikut ini dengan sungguh-sungguh

NO LATIIHAN
1 Buka mulut anda lebar-lebar sehingga
bibir anda membentuk huruf “O”,
kemudian rileks
2 Tersenyumlah kemudian menyeringai,
kemudian ucapkan kata : pa pa pa, mu mu
mu, mi mi mi
3 Julurkan lidah kemudian tahan sampai
hitungan ke delapan
4 Katupkan bibir anda rapat-rapat dan
gembungkan pipi dengan udara, tahan
udara dalam pipi sampai hitungan ke
delapan kemudian keluarkan
5 Buka mulut lebar-lebar lalu sentuh bibir
atas dan bawah dengan lidah
6 Ucapkan la la la la l, ta ta ta
7 Sentuh sudut mulut anda dengan lidah,
gerakkan lidah anda dengan cepat ke kiri
dan ke kanan
8 Tekanlah lidah anda ke gusi bagian atas,
kemudian gusi bagian bawah, kemudian
bersihkan gigi anda dengan lidah
9 Buka mulut lebar, tutup/istirahatkan,
lakukan berulang-ulang
10 Gerakkan dagu dari kanan ke kiri dan
sebaliknya
11 Tarik nafas dalam dan hembuskan
perlahan-lahan
12 Tarik nafas dalam lalu ucapkan ah ah ah
berulang-ulang sambil mengeluarkan
nafas
Sumber : Ismansyah (2008)
Lampiran 4
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
LATIHAN MENGUNYAH DAN MENELAN TERSTRUKTUR

NO TINDAKAN
A Tahap Orientasi
1. Memberikan salam terapeutik
a. Memberikan salam
b. Menjelaskan tujuan interaksi
c. Menjelaskan prosedur tindakan
d. Menanyakan kesiapan klien/ keluarga
2. Melakukan evaluasi dan validasi data
a. Menanyakan keadaan pasien hari ini
b. Memvalidasi/ evaluasi masalah pasien
B Tahap Kerja
1. Mengatur posisi pasien duduk 90˚
2. Berikan instruksi kepada pasien:
a. Buka mulut lebar-lebar hingga bibir membentuk hufur “O”,
kemudian rileks
b. Tersenyum kemudian menyeringai, lalu ucapkan kata : pa pa pa, mu
mu mu, mi mi mi
c. Julurkan lidah kemudian tahan sampai hitungan ke delapan
d. Katupkan bibir rapat-rapat dan gembungkan pipi dengan udara, tahan
udara dalam pipi sampai hitungan ke delapan
e. Buka mulut lebar-lebar lalu sentuh bibir aras dan bawah
menggunakan lidah
f. Ucapkan la la la la, ta ta ta ta
g. Sentuh sudut mulut dengan lidah, gerakkan lidah dengan cepat ke
kiri dan ke kanan
h. Tekan lidah ke gusi bagian atas, kemudian gusi bagian bawah, lalu
bersihkan gigi dengan lidah
i. Buka mulut lebar, tutup/istirahatkan. Lakukan berulang
j. Gerakkan dagu dari kanan ke kiri dan sebaliknya
k. Tarik nafas dalam dan hembuskan perlahan-lahan
l. Tarik nafas dalam lalu ucapkan ah ah ah berulang-ulang sambil
mengeluarkan nafas
C Tahap Terminasi
1. Evaluasi tindakan
2. Kontrak untuk pertemuan selanjutnya
3. Berpamitan
4. Mendokumentasikan

Sumber : Ismansyah (2008)


Lampiran 5
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEMBERIAN MAKANAN PADA PASIEN GANGGUAN MENELAN

NO TINDAKAN
A Tahap Orientasi
1. Memberikan salam terapeutik
a. Memberikan salam
b. Menjelaskan tujuan interaksi
c. Menjelaskan prosedur tindakan
d. Menanyakan kesiapan klien/ keluarga
2. Melakukan evaluasi dan validasi data
a. Menanyakan keadaan pasien hari ini
b. Memvalidasi/ evaluasi masalah pasien
B Tahap Kerja
1. Menjaga privacy
2. Mengatur posisi pasien duduk 90˚
3. Posisikan leher dan kepala agak ditekuk untuk persiapan makan
4. Tengokkan kepala ke arah sisi yang lemah, ketika menelan
5. Gunakan sendok kecil dan mekanan diletakkan pada sisi yang sehat
6. Pastikan makanan telah tertelan, sebelum memberikan suapan
berikutnya
7. Pertahankan pasien tetap duduk tegak setengah jam, setelah makan
8. Bersihkan mulut pasien setelah makan
9. Bila pasien batuk saat makan, hentikan menyuapi
C Tahap Terminasi
1. Evaluasi tindakan
2. Kontrak untuk pertemuan selanjutnya
3. Berpamitan
4. Mendokumentasikan

Sumber : Mulyatsih (2009)


Lampiran 6

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. T DENGAN STROKE NON


HEMORAGIK
DI RUANG SOEPARDJO ROESTAM Lantai 1
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

Disusun untuk memenuhi persyaratan Tugas Akhir

pada Program Studi D III Keperawatan Purwokerto

Oleh
Putri Sadeffi
NIM : P1337420214049

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PURWOKERTO


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2017
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. T DENGAN STROKE NON
HEMORAGIK
DI RUANG SOEPARDJO ROESTAM Lantai 1
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARDJO PURWOKERTO

A. PENGKAJIAN
Nama Pengkaji : Putri Sadeffi
Hari/tanggal : Jum’at/ 21 April 2017
Waktu : 09.30 WIB
Ruang : Soepardjo Rustam Lt. 1 RSUD PROF. DR.
MARGONO SOEKARDJO
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. T
Umur : 78 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan :-
Alamat : Cilangkep, rt 2/ 4 Gumelar
Diagnosa Medis : Stroke Non Hemoragik
No. RM : 02-00-49-87
2. Identitas Penanggungjawab
Nama : Tn. K
Umur : 46 tahun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Petani
Alamat : Cilangkep, rt 2/ 4 Gumelar
Agama : Islam
Hub dg pasien : Anak
3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Keluarga pasien mengatakan badan sebelah kiri pasien lemah dan
tidak bisa digerakkan sejak jatuh
b. Keluhan tambahan
Keluarga mengatakan pasien berbicara tidak jelas, tidak dapat
beraktivitas mandiri serta tersedak pada saat makan
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Prof. dr. Margono Soekardjo
Purwokerto pada hari Kamis, 20 April 2017 pukul 21.15 dengan
keluhan kelemahan anggota badan kiri sejak tadi pagi karena jatuh di
halaman rumah, pasien sadar. Pemeriksaan yang dilakukan di IGD
didapatkan data sebagai berikut:
TD : 160/90 mmHg, S : 36,8˚c, N : 80x/menit, RR : 22 x/menit, GCS
: E4M6V5, kesadaran : composmentis. Hasil CT Scan menunjukkan
terdapat infark cerebri di capsula externa sinistra. Kemudian Jum’at
21 April 2017 pukul 06.00 WIB pasien dipindahkan ke ruang
Soepardjo Roestam Lantai 1.
d. Riwayat penyakit dahulu
Pasien mengatakan mempunyai riwayat hipertensi sejak 4 tahun
yang lalu, tetapi tidak pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Pasien mengatakan keluarganya ada yang mempunyai riwayat
penyakit seperti pasien, yaitu hipertensi. Keluarga tidak mempunyai
penyakit keturuanan seperti DM. Keluaraga tidak mempunyai
riwayat penyakit menular seperti Hepatitis, HIV/AIDS.
4. Pola Fungsional Gordon
a. Pola persepsi kesehatan
DS : Keluarga pasien mengatakan kesehatan itu penting, jika
ada yang sakit membeli obat di apotik atau
memeriksakannya ke puskesmas
DO : Pasien dirawat di Ruang Soepardjo Roestam Lt.1 RSUD
Prof. dr. Margono Soekardjo Purwokerto
b. Pola Nutrisi Metabolik
DS : Keluarga pasien mengatakan waktu untuk makan pasien
menjadi lebih lama. Pasien hanya menghabiskan ¼ porsi
makanan dari rumah sakit, Sebelum sakit pasien makan 3
kali sehari, porsi habis. Dan minum air putih 6-8 gelas
perhari.
DO : Porsi makan yang disediakan rumah sakit habis ¼
Porsi, makanan lembek. Bibir pasien tidak simetris.
c. Pola Aktivitas dan Latihan
DS : Keluarga pasien mengatakan sebelum sakit aktivitasnya
dilakukan secara mandiri, selama sakit aktivitasnya
dibantu oleh keluarga karena badannya lemah
DO : Kesadaran composmentis, GCS : 15 E4M6V5, pasien
Bedrest, hemiparesis sinistra
ADL 0 1 2 3 4

Makan/minum 

Mandi 

Toileting 

Berpakaian 

Mobilisasi di bed 

Ambulasi 

Keterangan :
0 : Mandiri
1 : dibantu alat
2 : dibantu orang lain
3 : dibantu orang lain dan alat
4 : dibantu total
d. Pola tidur dan istirahat
DS : Keluarga pasien mengatakan pasien kurang bisa tidur
dengan nyenyak, sebentar-sebentar terbangun. Lama tidur
± 5jam per hari selama sakit. Sebelum sakit lama tidur ±
7jam per hari. Pola tidur hanya malam hari, tidak pernah
tidur siang.
DO : Pasien terlihat lemas dan pucat, terdapat lingkaran hitam
di sekitar kelopak mata
e. Pola persepsi dan kognitif
DS : Keluarga pasien mengatakan sebelum sakit panca indera
Ny. T berfungsi dengan baik, setelah sakit terdapat sedikit
gangguan yaitu Ny. T kesulitan untuk berbicara
DO : Pasien berbicara tidak jelas, wajah asimetris.
f. Pola eliminasi
DS : Keluarga pasien mengatakan sebelum masuk rumah sakit
pasien BAK 3-5 kali sehari, BAB 1 kali sehari. Setelah
sakit BAK melalui selang dan belum BAB
DO : Pasien memakai pampers dan terpasang DC. Volume
urine saat pengkajian ± 200 cc dengan warna kuning,
berbau khas
g. Pola persepsi dan konsep diri
DS : Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien menerima
kondisi yang dialami dan percaya akan kesembuhannya
DO : Pasien tampak tabah dan sabar menerima penyakitnya
h. Pola peran dan hubungan
DS : Keluarga pasien mengatakan pasien berperan sebagai ibu
dan nenek bagi anak-anak serta cucunya, hubungan
dengan keluarga dan masyarakat baik-baik saja
DO : Pasien ditunggui oleh keluarganya secara bergantian.
i. Pola reproduksi dan seksual
DS : Keluarga pasien mengatakan pasien sudah menikah dan
mempunyai 4 anak, suaminya telah meninggal 7 tahun
yang lalu karena mengalami komplikasi
DO : Pasien berjenis kelamin perempuan, sudah melahirkan 4
kali, anak pertama laki laki berumur 52 tahun, anak kedua
laki-laki berumur 46 tahun, anak ketiga perempuan
berumur 44 tahun dan anak keempat perempuan 42 tahun.
j. Pola koping dan pertahanan diri
DS : Keluarga pasien mengatakan jika ada masalah, pasien
menyelesaikan masalah bersama dengan anggota keluarga
DO : Pasien terlihat akrab dengan keluarganya
k. Pola keyakinan
DS : Keluarga pasien mengatakan pasien beragama Islam
DO : Pasien terlihat berdoa akan kesembuhaannya, dan tetap
menjalankan ibadah di tempat tidur
5. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan umum
1) Kesadaran umum : Sedang
2) Kesadaran : Composmentis
3) GCS : 15, E4M6V5
4) Tanda-tanda vital : TD : 160/90 mmHg
N : 80 x/menit
RR : 22 x/menit
S : 36,8˚C
b. Pemeriksaan head to toe
1) Kepala : Bentuk mesochepal, tidak ada lesi pada kulit
2) Mata : konjungtiva anemis (-/-), pupil ishokor,
penglihatan normal
3) Hidung : Tidak ada polip ataupun secret
4) Telinga : Normal, tidak ada secret
5) Mulut : Bibir kering, lidah agak kotor, tidak simetris
6) Leher : Tidak ada pembesaran tyroid, tidak ada lesi,
gerakan menoleh lambat dan tidak dapat mandiri
7) Dada :
a) Jantung
Inspekesi : Simetris, terlihat perkembangan dinding
dada
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi : Terdengar redup
Auskultasi : Reguler, tidak ada suara tambahan
b) Paru-paru
Inspeksi : Pengembangan dada simetris
Palpasi : Vocal fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : Terdengar suara sonor
Auskultasi : Vesikuler
8) Abdomen
Inspeksi : Perut datar, supel, tidak ada massa
Auskultasi : Bising usus normal, 12 x/menit
Palpasi : Nyeri tekan (-), tidak ada benjolan
Perkusi : Tympani
9) Genetalia
Pasien berjenis kelamin perempuan dan terpasang DC
10) Kulit
Turgor kulit sedang, warna kulit sawo matang, CRT < 3 detik,
tidak ada lesi, kulit hangat
11) Ekstremitas
- Atas
Tangan kan an terpasang infus RL 20 tpm, edema (-/-), lesi (-
/-), kulit hangat, tangan kiri mengalami kelemahan
- Bawah
Edema (-/-), tangan kiri mengalami kelemahan
- Kekuatan otot
4 1

4 1

Keterangan :
0 : Tidak terlihat kontaksi
1 : Terlihat kontraksi tetapi tidak ada gerakan pada
sendi
2 : Ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat
melawan gravitasi
3 : Dapat melawan gravitasi tetapi tidak dapat
menahan/melawan tahanan pemeriksa
4 : Dapat bergerak melawan tahanan pemeriksa tetapi
kekuatannya berkurang
5 : Dapat melawan tahanan pemeriksa dengan
kekuatan maksimal
c. Pengkajian fungsi saraf kranial
1) Saraf I (Olfaktoris) : tidak terjadi gangguan pada indra
penciuman
2) Saraf II (Opticus) : tidak terjadi gangguan penglihatan
3) Saraf III (Oculomotoris) : pupil isokhor, reaksi cahaya +/+,
gerakan bola mata +/+
4) Saraf IV (Trochlearis) : pergerakan bola mata ke atas dan ke
bawah -/-
5) Saraf V (Trigeminus) : saat pasien mengunyah makanan
otot masseter kanan lebih kuat dibandingkan otot masseter kiri
6) Saraf VI (Abducens) : pergerakan bola mata ke samping
+/+
7) Saraf VII (Facialis) : tertawa (tertarik ke kanan),
meringis (tertarik ke kanan), menggembungkan pipi (kiri
mengalami penurunan)
8) Saraf VII (Acusticus) : tidak ada gangguan fungsi
pendengaran
9) Saraf IX (Glosopharyngeus) : adanya penurunan fungsi menelan
dibuktikan dengan makan berbentuk lembek dan makanan sulit
tertelan karena tertahan lama di mulut
10) Saraf X (Vagus) : saat membuka mulut terlihat uvula
tidak di tengah tetapi tampak miring tertarik ke sisi kanan
11) Saraf XI (Assecoris) : penurunan fungsi otot leher
dibuktikan pasien sulit untuk menggerakkan lehernya
12) Saraf XII (Hypoglosus) : saat lidah dijulurkan berdeviasi ke
sisi kiri

B. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Darah Rutin tanggal 20 April 2017
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
Hemoglobin 11.2 L g/dL 11.7 – 15.5
Leukosit 8430 U/L 3600 – 11000
Hematokrit 35 % 35-47
Eritrosit 3.7 L 10^6/uL 3.8 – 5.2
Trombosit 217.000 /uL 150000-440000
MCV 93.8 fL 80 – 100
MCH 30.4 Pg/cell 26 – 34
MCHC 32.5 % 32 – 36
RDW 13.0 % 11.5 – 14.5
MPV 9.7 Fl 9.4 – 12.3
Hitung jenis
Basofil 0.1 % 0–1
Eosinofil 0.1 L % 2–4
Batang 0.5 L % 3–5
Segmen 81.4 H % 50 – 70
Limfosit 13.4 L % 25 – 40
Monosit 4.5 % 2–8
KIMIA KLINIK
Serum Darah 28.3 mg/dL 14.98 – 38.52
Kreatinin Darah 0.93 mg/dL 0.55 – 1.02
Glukosa Sewaktu 171 mg/dL ≤ 200

2. Pemeriksaan CT Scan dilakukan tanggal 20 April 2017


Kesan :
- Infark cerebri di capsula externa sinistra
- Atrophy cerebri
- Midline normal

C. TERAPI
1. Tanggal 21 April 2017
- IVFD RL 60 cc/jam
- Citicolin 2 x 500 gram intraselang
- Ranitidine 2 x 25 mg intraselang
- Aspilet 1 x 80 mg peroral
- Amlodipin 1 x 10 mg peroral
2. Tanggal 22 April 2017
- IVFD RL 60 cc/jam
- Citicolin 2 x 500 gram intraselang
- Ranitidine 2 x 25 mg intraselang
- Aspilet 1 x 80 mg peroral
- Amlodipin 1 x 10 mg peroral
3. Tanggal 23 April 2017
- IVFD RL 60 cc/jam
- Citicolin 2 x 500 gram intraselang
- Ranitidine 2 x 25 mg intraselang
- Aspilet 1 x 80 mg peroral
- Amlodipin 1 x 10 mg peroral
D. Analisa Data
No. Data Fokus Etiologi Problem
1. DS : Keluarga pasien Hemiparesis Hambatan
mengatakan pasien terjatuh di mobilitas fisik
halaman rumah dan badan sebelah
kiri mengalami kelemahan
DO :
- Kelemahan anggota badan
kiri (hemiparesis)
- Kekuatan otot

4 1

4 1

2. DS : Keluarga pasien Gangguan saraf Gangguan


mengatakan pasien ketika berbicara kranial menelan
tidak jelas, tersedak ketika makan
atau minum, dan membutuhkan
waktu lama saat makan
DO :
- Bibir pasien tidak simetris
- Pasien makan makanan yang
lembek
- Makanan tertahan lama di
mulut
- Pasien tidak dapat menahan
air liur ketika posisi miring

3. DS : Keluarga pasien Perubahan Hambatan


mengatakan pasien mengalami sistem saraf Komunikasi
kesulitan bicara dan suara tidak jelas pusat Verbal
DO :
- Pemeriksaan CT Scan
didapatkan hasil adanya
infark cerebri di capsula
externa sinistra dan atrophy
cerebri
- Wajah tidak simetris
- Afasia
4. DS : Keluarga pasien Kelemahan fisik Defisit Perawatan
mengatakan selama sakit pasien Diri
melakukan aktivitas di tempat tidur
dan dibantu oleh keluarga karena
mengalami kelemahan badan kiri
DO :
- Pasien bedrest
- Hemiparase anggota badan
kiri
5. DS :- Penyumbatan Resiko
DO : aliran darah Ketidakefektifan
- TD : 160/90 mmHg perfusi jaringan
- N : 80 x/menit serebral
- RR : 22 x/menit
- S : 36,8˚C
- Pemeriksaan CT Scan
didapatkan hasil adanya
infark cerebri di capsula
externa sinistra dan atrophy
cerebri

E. Diagnosa Keperawatan
1. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan Hemiparesis
2. Gangguan menelan berhubungan dengan gangguan saraf kranial
3. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem
saraf pusat
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik
5. Resiko Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
penyumbatan aliran darah
F. Rencana Keperawatan
1. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan Hemiparesis
NOC : Mobility level
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan pasien mampu mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan
fungsi bagian tubuh yang terkena, dengan kriteria hasil :
No Indikator Skala

Awal Tujuan
1 Gerakan otot 2 5
2 Gerakan sendi 2 5
3 Bergerak dengan mudah 2 5
Skala indikator ada 5 yaitu 1-5 (sangat terganggu, banyak terganggu,
cukup terganggu, sedikit terganggu, tidak terganggu).
NIC : exercise therapy : ambulation
- Ganti posisi setiap 2 jam sekali

- Observasi pergerakan dan tonus otot

- Bantu pasien melakukan rentan gerak pasif pada semua


eksrermitas

- Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi


kebutuhan ADLs

- Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara


mandiri sesuai kemampuan

2. Gangguan menelan berhubungan dengan gangguan saraf kranial


NOC : perbaikan status menelan : pada fase esophagus, fase
orongeal, fase pharingeal
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan klien dapat menunjukkan status menelan, dengan kriteria
hasil:
No Indikator Skala
Awal Tujuan
1 Tersedak 2 5
2 Batuk 2 5
3 Peningkatan usaha menelan 2 5
Skala indikator ada 5 yaitu 1-5 (sangat berat, berat, sedang, ringan, atau
tidak mengalami). (Wilkinson & Ahern, 2012)
NIC :
a. Kewaspadaan Aspirasi (Aspiration Precaution)
b. Terapi Menelan (Swallowing Therapy)
Intervensi :
a. Kewaspadaan aspirasi
- Makan dengan porsi sedikit
- Hindari cairan atau gunakan zat pengental
- Potong makanan menjadi potongan-potongan kecil
- Lakukan perawatan mulut
b. Terapi menelan
- Hindari penggunaan sedotan untuk minum
- Bantu pasien duduk tegak (mendekati 90˚) untuk makan/
latihan makan (dagu dilipat)
- Bantu pasien menempatkan makanan ke mulut bagian
belakang dan di bagian yang tidak sakit
3. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem
saraf pusat
NOC : communication
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan masalah keperawatan hambatan komunikasi verbal teratasi,
dengan kriteria hasil :
No Indikator Skala
Awal Tujuan
1 Menggunakan bahasa lisan 2 5
2 Mengenali pesan yang 2 5
diterima
3 Menggunakan bahasa non 2 5
verbal
Skala indikator ada 5 yaitu 1-5 (sangat terganggu, banyak terganggu,
cukup terganggu, sedikit terganggu, atau tidak terganggu).
NIC : Communication Enhancement : Speech Deficit
- Dorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan untuk
mengulangi permintaan
- Dengarkan dengan penuh perhatian
- Berikan pujian positif, jika diperlukan
- Anjurkan ekspresi diri dengan cara lain dalam menyampaikan
informasi (bahasa isyarat)
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik
NOC : Self care : Activity of Daily Living (ADLs)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam
diharapkan masalah keperawatan defisit perawatan diri teratasi dengan
kriteria hasil :
No Indikator Skala
Awal Tujuan
1 Klien terbebas dari bau 3 5
badan
2 ADLs terpenuhi dengan 3 5
bantuan perawat
3 Badan, mulut, rambut 3 5
bersih
Skala indikator ada 5 yaitu 1-5 (sangat berat, berat, sedang, ringan, atau
tidak mengalami).
NIC : Self Care assistane : ADLs
- Monitor kebutuhan klien untuk perawatan diri
- Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk
kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan
- Sediakan bantuan sampai klien mampu utuh untuk melakukan
self-care
- Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk
melakukannya
- Berikan aktivitas rutin sehari-hari sesuai kemampuan
- Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan
aktivitas sehari-hari
5. Risiko Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
penyumbatan aliran darah
NOC :
a. Tissue perfusion : Cerebral
b. Vital sign
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24jam
diharapkan ketidakefektifan perfusi jaringan serebral teratasi dengan
kriteria hasil :
No Indikator Skala
Awal Tujuan
1 Tekanan darah sistolik 3 5
2 Tekanan darah diastolik 3 5
Skala indikator ada 5 yaitu 1-5 (deviasi berat dari kisaran normal,
deviasi yang cukup besar dari kisaran normal, deviasi sedang dari
kisaran normal, deviasi ringan dari kisaran normal, atau tidak ada
deviasi dari kisaran normal).
NIC : pemantauan neurologis
- Monitor tanda-tanda vital
- Monitor kesadaran
- Monitor kesimetrisan dan reaksi pupil
- Tinggikan kepala 30˚ tergantung pada kondisi pasien dan order
medis
G. IMPLEMENTASI
No. Dx Hari/tanggal Implementasi Respon paraf
1 I, II, Jum’at, 21 April - Melakukan - Pasien mengalami
III, IV, 2017 pengkajian kelemahan
V 09.30 anggota gerak kiri,
wajah asimetris,
bicara pelo, tidak
dapat melakukan
aktivitas secara
- Mengobservasi mandiri
KU dan TTV
pasien - TD : 160/90
mmHg
N : 80 x/menit
RR : 22x/menit
S : 36,8˚C
GCS : E4M6V5
Keadaan : cukup
IV - Membantu - Pasien tampak
personal hygiene bersih dan
pasien terhindar dari bau
II - Memonitor refleks - Refleks menelan
menelan kurang
- Mengajarkan - Pasien melakukan
terapi menelan dengan cukup
(swallowing baik
therapy)
- Memberikan snack - Pasien minum
pagi (jus) pelan dan habis ½
III 10.15 - Mendorong pasien - Pasien mencoba
untuk berbicara
berkomunikasi
secara perlahan
I, II, 10.30 - Memonitor TTV - TD : 170/100
III, IV, dan KU mmHg
V N : 84 x/menit
RR : 19 x/menit
S : 36,6˚C
KU : cukup
GCS : E4M6V5
- Injeksi Citicolin - Terapi masuk
500 mg melalui
intraselang
V 10.40 - Melatih rentan - Pasien kooperatif
gerak pasif
I, II, 11.00 - Memonitor TTV - TD : 150/90
III, IV, dan KU mmHg
V N : 84 x/menit
RR : 18 x/menit
S : 36,6˚C
GCS : E4M6V5
KU : cukup
II 11.30 - Mengajarkan - Pasien kooperatif
terapi menelan dan melakukan
(swallowing dengan baik
therapy)
12.00 - Memberi diit - Diit masuk ¼
melalui oral porsi makanan
I - Mengukur - Kekuatan otot
kekuatan otot pasien
pasien
4

4 1

I, II, 14.00 - Menerima operan


III, IV, jaga
V
- Mengobservasi - TD : 130/80
KU dan TTV mm/Hg
pasien
N : 86 x/menit
Rr : 16 x/menit
S : 36,2˚c
GCS : E4M6V5
KU : cukup
IV 16.00 - Membantu - Pasien tampak
personal hygiene bersih dan
pasien terhindar dari bau
II 17.00 - Mengajarkan - Pasien mengikuti
terapi menelan dengan baik
(swallowing
therapy)
- Memberi diit - Makanan masuk
melalui oral ¼ porsi, makan
secara perlahan,
tersedak (+)
I 18.30 - Melakukan rentan - Pasien kooperatif
gerak pasif
II 19.00 - Melatih terapi - Pasien menirukan
menelan dengan baik
I, II, 19.30 - Mengobservasi - TD : 140/90
III, IV, KU dan TTV mmHg
V pasien N : 83 x/menit
RR : 19 x/menit
S : 36.6 ˚C
KU : cukup
Kesadaran: CM
GCS : E4M6V5
20.00 - Menerima operan
jaga dengan dinas
siang
- Mengobservasi - TD : 160/100
KU dan TTV mmHg
pasien N : 80 x/menit
RR : 22 x/menit
S : 36.9 ˚C
KU : cukup
Kesadaran: CM
GCS : E4M6V5
22.00 - Injeksi Citicolin - Terapi masuk
500 mg melalui
intraselang
2 Sabtu, 22 April - Mengobservasi - TD : 130/80
2017 KU dan TTV mmHg
01.00 pasien N : 84 x/menit
RR : 21 x/menit
S : 36.2 ˚C
KU : cukup
Kesadaran: CM
GCS : E4M6V5
03.00 - Mengobservasi - TD : 150/100
KU dan TTV mmHg
pasien N : 80 x/menit
RR : 19 x/menit
S : 36.6 ˚C
KU : cukup
Kesadaran: CM
GCS : E4M6V5
05.00 - Mengobservasi - TD : 130/80
KU dan TTV mmHg
pasien N : 79 x/menit
RR : 21 x/menit
S : 36.3 ˚C
KU : cukup
Kesadaran: CM
- GCS : E4M6V5
I, II, 07.30 - Operan jaga - TD : 150/80
III, IV, - Mengobservasi mmHg
V KU dan TTV N : 79 x/menit
pasien RR : 20x/menit
S : 36,1˚C
GCS : E4M6V5
Keadaan : cukup
IV 07.45 - Membantu - Pasien tampak
personal hygiene bersih dan
pasien terhindar dari bau
II 08.00 - Memonitor refleks - Refleks menelan
menelan kurang
- Mengajarkan - Pasien kooperatif
terapi menelan dan melakukan
(swallowing dengan cukup
therapy) baik
- Memberikan snack - Pasien minum
pagi (jus) pelan dan habis ½
III 08.15 - Mendorong pasien - Pasien mencoba
untuk berbicara
berkomunikasi
secara perlahan
I, II, 09.00 - Memonitor TTV - TD : 140/70
III, IV, dan KU mmHg
V N : 87 x/menit
RR : 23 x/menit
S : 36,9˚C
KU : cukup
GCS : E4M6V5
- Injeksi Citicolin - Terapi masuk
500 mg melalui
intraselang
V 10.00 - Melatih rentan - Pasien kooperatif
gerak pasif
II 10.30 - Melatih terapi - Pasien mengikuti
menelan dengan baik
I, II, 11.00 - Memonitor TTV - TD : 150/90
III, IV, dan KU mmHg
V N : 78 x/menit
RR : 19 x/menit
S : 36,7˚C
GCS : E4M6V5
KU : cukup
II 12.00 - Memberi diit - Diit masuk ¼
melalui oral porsi makanan
I - Mengukur - Kekuatan otot
kekuatan otot pasien
pasien

4 1

4 1

I, II, 14.00 - Menerima operan


III, IV, jaga
V
- Mengobservasi - TD : 130/80
KU dan TTV mm/Hg
pasien N : 81 x/menit
R : 18 x/menit
S : 36,5˚c
GCS : E4M6V5
KU : cukup
IV 16.00 - Membantu - Pasien tampak
personal hygiene bersih dan
pasien terhindar dari bau
II 17.00 - Mengajarkan - Pasien mengikuti
terapi menelan dengan baik
(swallowing
therapy)
- Memberi diit - Makanan masuk
melalui oral ¼ porsi, makan
secara perlahan
I 18.30 - Melakukan rentan - Pasien kooperatif
gerak pasif
II 19.00 - Melatih terapi - Pasien menirukan
menelan dengan baik
I, II, 19.30 - Mengobservasi - TD : 140/90
III, IV, KU dan TTV mmHg
V pasien N : 83 x/menit
RR : 19 x/menit
S : 36.6 ˚C
KU : cukup
Kesadaran: CM
GCS : E4M6V5
20.00 - Menerima operan
jaga dengan dinas
siang
- Mengobservasi - TD : 130/90
KU dan TTV mmHg
pasien N : 79 x/menit
RR : 24 x/menit
S : 36.4 ˚C
KU : cukup
Kesadaran: CM
GCS : E4M6V5
22.00 - Injeksi Citicolin - Terapi masuk
500 mg melalui
intraselang
3 Minggu , 22 - Mengobservasi - TD : 150/100
April 2017 KU dan TTV mmHg
01.00 pasien N : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36.5 ˚C
KU : cukup
Kesadaran: CM
GCS : E4M6V5
03.00 - Mengobservasi - TD : 150/90
KU dan TTV mmHg
pasien N : 78 x/menit
RR : 23 x/menit
S : 36.4 ˚C
KU : cukup
Kesadaran: CM
GCS : E4M6V5
05.00 - Mengobservasi - TD : 130/80
KU dan TTV mmHg
pasien N : 81 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36.7 ˚C
KU : cukup
Kesadaran: CM
- GCS : E4M6V5

I, II, 07.30 - Operan jaga


III, IV,
V
- Mengobservasi - TD : 150/80
KU dan TTV mmHg
pasien N : 79 x/menit
RR : 20x/menit
S : 36,1˚C
GCS : E4M6V5
Keadaan : cukup
IV 07.45 - Membantu - Pasien tampak
personal hygiene bersih dan
pasien terhindar dari bau
II 08.00 - Memonitor refleks - Refleks menelan
menelan kurang
- Mengajarkan - Pasien kooperatif
terapi menelan dan melakukan
(swallowing dengan cukup
therapy) baik
- Memberikan snack - Pasien minum
pagi (jus) pelan dan habis ½
I, II, 14.00 - Menerima operan
III, IV, jaga
V
- Mengobservasi - TD : 140/80
KU dan TTV mm/Hg
pasien
N : 80 x/menit
R : 19 x/menit
S : 36,5˚c
GCS : E4M6V5
KU : cukup
IV 16.00 - Membantu - Pasien tampak
personal hygiene bersih dan
pasien terhindar dari bau
II 17.00 - Mengajarkan - Pasien mengikuti
terapi menelan dengan baik
(swallowing
therapy)
- Memberi diit - Makanan masuk
melalui oral ¼ porsi, makan
secara perlahan
I 18.40 - Melakukan rentan - Pasien kooperatif
gerak pasif
II 19.15 - Melatih terapi - Pasien melakukan
menelan dengan baik
H. EVALUASI KEPERAWATAN
Tanggal/ Jam Dx Catatan Perkembangan Paraf
21 April 2017 I S : Keluarga pasien mengatakan pasien belum dapat
menggerakkan badan sebelah kiri
O : kelemahan anggota badan sebelah kiri, pasien
Bedrest
Kekuatan otot
4 1

4 1

A : Masalah hambatan mobilitas fisik belum teratasi


No Indikator Skala

Awal Tujuan Akhir


1 Gerakan otot 2 5 2
2 Gerakan 2 5 2
sendi
3 Bergerak 2 5 2
dengan
mudah

P : Lanjutkan Intervensi
- Ubah posisi minimal 2 jam
- Ajarkan rentan gerak aktif dan pasif pada semua
ekstremitas
II S : Keluarga pasien mengatakan pasien berbicara
tidak jelas, waktu makan pasien masih lama
O : Pasien makan makanan yang lembek karena
kesulitan menelan, pasien makan dengan pelan,
wajah pasien asimetris, tersedak saat makan,
refleks menelan kurang
A : Masalah gangguan menelan belum teratasi
No Indikator Skala

Awal Tujuan Akhir


1 Tersedak 2 5 2
2 Batuk 2 5 2
3 Peningkatan 2 5 2
usaha menelan

P : Lanjutkan Intervensi
- Ajarkan terapi menelan (swallowing therapy)
- Pantau kemampuan menelan
- Hindari cairan atau menggunakan zat pengental
- Potong makanan menjadi kecil-kecil
- Berikan perawatan mulut
III S : Keluarga pasien mengatakan pasien berbicara
tidak jelas
O : Afasia, wajah tidak simetris
A : Masalah hambatan komunikasi verbal belum
Teratasi
No Indikator Skala

Awal Tujuan Akhir


1 Menggunakan 2 5 2
bahasa lisan
2 Mengenali 2 5 2
pesan yang
diterima
3 Menggunakan 2 5 2
bahasa non
verbal

P : Lanjutkan Intervensi
- Dorong pasien untuk berkomunikasi secara
perlahan dan untuk mengulangi permintaan
- Anjurkan memakai bahasa isyarat
IV S : Keluarga pasien mengatakan aktivitas pasien
dibantu oleh keluarga
O : Pasien mengalami kelemahan anggota badan
kiri, tidak dapat melakukan aktivitas mandiri
A : Masalah defisit perawatan diri belum teratasi
No Indikator Skala

Awal Tujuan Akhir


1 Klien 3 5 3
terbebas dari
bau badan
2 ADLs 3 5 3
terpenuhi
dengan
bantuan
perawat
3 Badan, 3 5 3
mulut,
rambut bersih

P : Lanjutkan intervensi
- Sediakan bantuan sampai klien mampu utuh untuk
melakukan self-care
V S :-
O : KU cukup, TD : 150/90 mmHg, N : 84 x/menit,
RR : 18 x/menit, S : 36,6˚C, GCS : E4M6V5,
Vital sign belum stabil
A : Masalah perfusi jaringan serebral tidak efektif
belum teratasi
No Indikator Skala

Awal Tujuan Akhir


1 Tekanan 3 5 3
darah
sistolik
2 Tekanan 3 5 3
darah
diastolik

P : lanjutkan intervensi
- Monitor KU
- Monitor TTV
Sabtu, 22 April I S : Keluarga pasien mengatakan pasien dapat
2017 menggerakkan jari tangan kirinya
O : Pasien mengalami kelemahan anggota badan
kiri, bedrest, pasien dapat menggerakan jari
tangan kirinya

4 2

4 1

A : Masalah hambatan mobilitas fisik teratasi


sebagian
No Indikator Skala

Awal Tujuan Akhir


1 Gerakan otot 2 5 3
2 Gerakan 2 5 3
sendi
3 Bergerak 2 5 2
dengan
mudah
P : Lanjutkan intervensi
- Ubah posisi minimal 2 jam
- Ajarkan rentan gerak aktif dan pasif pada semua
ekstremitas
II S : Keluarga pasien mengatakan pasien berbicara
belum jelas, waktu pasien masih lama
O : Pasien makan makanan yang lembek (bubur)
karena kesulitan menelan, pasien makan dengan
pelan, porsi makan habis ¼
A : Masalah gangguan menelan belum teratasi

No Indikator Skala

Awal Tujuan Akhir


1 Tersedak 2 5 2
2 Batuk 2 5 2
3 Peningkatan 2 5 2
usaha menelan

P : Lanjutkan Intervensi
- Ajarkan terapi menelan (swallowing therapy)
- Pantau kemampuan menelan
- Hindari cairan atau menggunakan zat pengental
- Potong makanan menjadi kecil-kecil
- Berikan perawatan mulut
III S : Keluarga pasien mengatakan pasien berbicara
belum jelas
O : Afasia, wajah tidak simetris, pasien mampu
berkomunikasi verbal secara perlahan, pasien
dapat mengenali pesan yang diberikan oleh
orang lain
A : Masalah hambatan komunikasi verbal teratasi
sebagian
No Indikator Skala

Awal Tujuan Akhir


1 Menggunakan 2 5 3
bahasa lisan
2 Mengenali 2 5 3
pesan yang
diterima
3 Menggunakan 2 5 2
bahasa non
verbal
P : Lanjutkan Intervensi
- Dorong pasien untuk berkomunikasi secara
perlahan dan untuk mengulangi permintaan
- Anjurkan memakai bahasa isyarat
IV S : Keluarga pasien mengatakan aktivitas pasien
dibantu oleh keluarga
O : Pasien mengalami kelemahan anggota badan
kiri, tidak dapat melakukan aktivitas mandiri,
kebersihan diri dibantu oleh perawat, klien
tampak bersih, dan terbebas dari bau badan
A : Masalah defisit perawatan diri teratasi sebagian

No Indikator Skala

Awal Tujuan Akhir


1 Klien 3 5 4
terbebas dari
bau badan
2 ADLs 3 5 4
terpenuhi
dengan
bantuan
perawat
3 Badan, 3 5 4
mulut,
rambut bersih

P : Lanjutkan intervensi
- Sediakan bantuan sampai klien mampu utuh untuk
melakukan self-care
V S :-
O : KU cukup, TD : 130/80 mmHg, N : 81 x/menit,
RR : 18 x/menit, S : 36,5˚C, GCS : E4M6V5,
Vital sign belum stabil
A : Masalah perfusi jaringan serebral tidak efektif
belum teratasi

No Indikator Skala

Awal Tujuan Akhir


1 Tekanan 3 5 3
darah
sistolik
2 Tekanan 3 5 3
darah
diastolik
P : lanjutkan intervensi
- Monitor KU
- Monitor TTV
Minggu, 23 I S : Keluarga pasien mengatakan pasien dapat
April 2017 menggerakkan jari tangan dan mengangkatnya
O : Pasien mengalami kelemahan anggota badan
kiri, bedrest, pasien dapat menggerakan jari
tangan dan mengangkat tangan kirinya

4 2

4 1

A : Masalah hambatan mobilitas fisik teratasi


sebagian

No Indikator Skala

Awal Tujuan Akhir


1 Gerakan otot 2 5 3
2 Gerakan 2 5 3
sendi
3 Bergerak 2 5 2
dengan
mudah

P : Lanjutkan intervensi
- Ubah posisi minimal 2 jam
- Ajarkan rentan gerak aktif dan pasif pada semua
ekstremitas
II S : Keluarga pasien mengatakan pasien berbicara
tidak jelas, waktu makan pasien lama
O : Pasien makan makanan yang lembek (bubur)
karena kesulitan menelan, pasien makan dengan
pelan, durasi makan lebih singkat dari
sebelumnya, porsi habis ¼, batuk dan tersedak
saat makan berkurang
A : Masalah gangguan menelan teratasi sebagian
No Indikator Skala

Awal Tujuan Akhir


1 Tersedak 2 5 3
2 Batuk 2 5 3
3 Peningkatan 2 5 2
usaha menelan

P : Lanjutkan Intervensi
- Ajarkan terapi menelan (swallowing therapy)
- Pantau kemampuan menelan

III S : Keluarga mengatakan pasien berbicara belum


jelas, tetapi masih dapat berkomunikasi
O : Afasia, wajah tidak simetris, pasien dapat
berbicara secara perlahan, sesekali
menggunakan bahasa isyarat, serta dapat
mengenali pesan yang diberikan oleh orang lain
A : Masalah hambatan komunikasi verbal teratasi
sebagian

No Indikator Skala

Awal Tujuan Akhir


1 Menggunakan 2 5 3
bahasa lisan
2 Mengenali 2 5 4
pesan yang
diterima
3 Menggunakan 2 5 3
bahasa non
verbal

P : Lanjutkan Intervensi
- Dorong pasien untuk berkomunikasi secara
perlahan dan untuk mengulangi permintaan
- Anjurkan memakai bahasa isyarat
IV S : Keluarga pasien mengatakan aktivitas pasien
dibantu oleh orang lain
O : Pasien mengalami kelemahan anggota badan
kiri, tidak dapat melakukan aktivitas mandiri,
kebersihan diri dibantu oleh perawat, pasien
tampak bersih dan segar, terbebas dari bau
badan
A : Masalah defisit perawatan diri teratasi sebagian
No Indikator Skala

Awal Tujuan Akhir


1 Klien 3 5 4
terbebas dari
bau badan
2 ADLs 3 5 4
terpenuhi
dengan
bantuan
perawat
3 Badan, 3 5 4
mulut,
rambut bersih

P : Lanjutkan intervensi
- Sediakan bantuan sampai klien mampu utuh untuk
melakukan self-care
V S :-
O : KU cukup, TD : 140/80 mmHg, N : 80 x/menit,
RR : 19 x/menit, S : 36,5˚C, GCS : E4M6V5,
Vital sign belum stabil
A : Masalah perfusi jaringan serebral tidak efektif
belum teratasi
No Indikator Skala

Awal Tujuan Akhir


1 Tekanan 3 5 3
darah
sistolik
2 Tekanan 3 5 3
darah
diastolik

P : lanjutkan intervensi
- Monitor KU
- Monitor TTV

Anda mungkin juga menyukai