Anda di halaman 1dari 35

MODUL 12 LBM 1

Ayu Elita Sari

STEP 1

1. Karies :
- pemburukan pada gigi yang menyebabkan gigi berlubang (sgd 1)
- Karies dentis merupakan penyakit destruktif pada jringan keras gigi yang terjadi
akibat infeksi oleh Streptococcus mutans dan bakteri lainnya. (sgd 2, harrison, IPD)

STEP 6

1. Jelaskan anatomi dan fisiologi dari cavum oris?


Jawab :

CAVUM ORIS

Cavum oris (rongga mukit) merupakan gerbang masuk ke sistem gastrointestinal. Cavum
dibagi dalam cavum oris propium dan vestibulum oris.
1. Atap cavum oris propium dibentuk oleh palatum yang terdiri dari palatum durum dan
palatum molle.

2. Batas anterior dan lateral adalah permukaan lingual arcud dentalis rahang atas dan bawah.

3. Batas posterior cavum oris adalah palatum molle , arcus palatoglossus Dan dorsum linguae.
Cavum oris dipisahkan dan pharynx oleh isthmus faucium.

4. Dasar cavum oris propium dibentuk oleh m. digastrius venter anterior, m. mylohyoideus
dan m. geniohyoldeus.

Platinum durum
Palatum durum dibentuk oleh processus palatinus ossis maxilaris dan pars horisontalis lamina
horizontalis ossis palatini, yang dilapisi oleh tunica mucosa. Processus maxilaris membentuk
2/3 depan palatum durum, sementara pars horisontalis lamina horizontalis ossis palatini
membentuk 1/3 permukaan palatum durum. Di belakang gigi 1I1 rahang atas akan dijumpai
suatu tonjolan tepat di depan foramen incivum suatu tonjolan yang disebut papilla incisive.
Papilla ini merupakan tempat untuk menganestesi n. nasopalatinus. Ke arah laterocaudal dari
papilia inciciva akan dijumpai 6 atau lebih crista transversalis yang sejajar yang disebut rugae
palatina. Rugae ini membantu dalam mengunyah makanan . Dibelakang rugae akan dijumpai
raphe palati. Selain bangunan tersebut diatas di dalam palatum durum terdapat 3 foramen
yang membuka ke permukaan platinum durum yaitu:
1. Foramen incisivum yang membuka ke distal diantara gigi 1 1. Foramen ini merupakan
tempat keluarnya arteri adan n. nasopalatinus

2. Foramen palatinum majus yang membuka pada medial pada apek gigi 8 8. Foramen ini
merupakan tempat keluarnya arteri dan n. palatinus mayor.

3. Forammna palatina minora membuka ke posterior ke foramen palatinum majus Dan ke


medial ke tuber maxillae serta mengeluarkan aa. dan nn. palatini minores.

Palatum molle
Palatum molle merupakan suatu bangunan dibelakang palatum durum penyusun 1/3
palatuma, yang dapat bergetar. Bangunan ini tidak memiliki rangka tulang, dan berakhir di
posteior sebagai tepi bebas dengan proyeksi tonjolan yang disebut uvula. . Palatum molle
Universitas Gadjah Mada 3
dibentuk oleh aponeurosis palatinus, m. palatoglcssus dan m. uvulae, yang dilapisi oleh ca
mucosa. Aponeurosis palatinus ialah sebetulnya tendo m. tensor veli palatini yang melebar,
melekat pada margo dorsalis palatum durum. Dilinea media ia menjadi dua lembar.
Palatum molle ditopang dibagian posterior oleh dua buah arcus yakni, arcus
palatoglossus dan arcus palatopharyngeus. Arcus palatoglossus meluas dari palatum
molle ke bawah permukaan lateral lingua. Arcus ini terletak lebih anterior dari arcus
palatopharyngeus.Arcus palaopnaryngeus merupakan tepi belakang palatum molle
yang berjalan ke lateral untuk bergabung dengan dinding lateral pharynx.

Fungsi palatum molle adalah :


1. Menutup isthmus faucium
Proses ini terjadi secara otomatis selama gerakan menghisap, dimana proses ini berjalan
karena M. palatoglossus dan m. palatopharyngeus akan mendekatkan dorsum linguae dan
palatum molle untuk memisahkan cavum oris dan oropharynk yang terletak disebaliknya.

2. Menutup oropharynx dan nasopharynx


M. levator vell palatini, tensor veli palatini, dan uvulae berkontraksi untuk menaikan palatum
molle dan menutupnya. Proses ini terjadi pada waktu gerakan menelan, sehingga dapat
menghalangi terdorongnya makanan ke nasopharynk dan cavum nasi.

Vestibulurn oris
Vestibulum oris ialah ruangan yang dibatasi disebelah luar oleh bibir dan pipi, sementara
sebelah dalam oleh procesus alveoIaris dan arcus dentalis. Bila gigi - gigi lengkap, antara
vestibulum oris dan cavum oris propiun hanya ada hubungan distal (belakang) di dens molaris
ketiga. Pipi dan buccal dibentuk oleh m. buccinator.
Bibir atau labium dibentuk oleh m. orbicularis oris, m. triangularis, m. incicivus labli superioris,
m. quadratus labii inferioris, m. incisivus labli superioris, m. quadratus labii superioris,
m,caninus, m. zygomaticus dan m. risorius. Labium ada dua yaitu labium superior dan inferior,
keduanya membatasi rima oris. Pada labium superior dan interior di linea mediana terdapat
alur dari basal ke oral yang disebut phitirum. Masing - masing labium dihubungkan dengan
gingiva di linea mediana dengan lipatan tunica mucosa disebut frenulum labiorum otis. Bila
labium superior terdapat celah disebut Iabioschisis (sumbing). Bibir dan pipi disebelah dalam
dilapisi oleh tunica mucosa.
Linguae

Linguae terdiri otot


ekstrinsik dan intrinsik .
Otot intrisik adalah otot -
otot yang ada daIam lidah,
terdiri dari m. longitudinalis
superior, m. longitudinalis
inferior, m. Transversus dan
m. verticakli. M.
longitudinalis superior dan
inferior, masing - masing
adalah sepasang dan
berjalan memanjang
sepanjang lidah. Bila kedua pasang lidah berkerut maka lidah memendek dan rnenebal. Bila
kedua m. longitudinalis superior berkerut, lidah membelok ke atas. Sebaliknya bila kedua
lidah m. longitudinalis inferior berkerut maka lidah membelok ke bawah. Bila salah satu lidah
m. longitudinalis yang berkerut maka lidah membelok ke lateral.

M. transversus berjalan transversal diantara atas dan bawah mm. longitudinalis. Bila
berkerut, lidah menjadi sempit dan memanjang.
M. verticalis berjalan vertikal disebelah lateral dan diantara mm. Longitudinalis. Bila berkerut
lidah menjadi besar dan lebar.
Otot ekstrinsik adalah otot – otot yang menghubungkan lidah dengan tulang – tulang
disekitarnya dan dengan palatum molle, terdiri dari m. genioglossus, m. hyoglossus, m
styloglossus dan m. palatoglossus. M. genioglossus berorigo dispina mentalis dan insersinya
dilidah, dimana serabutnya menyebar ke arah occipital. Muskulus ini berfungsi menarik lidah
keluar M. hyoglossus berorigo di corpus ossis hyoidei dengan insersinya di lidah. Serabutnya
berjalan dari dorsokaudal ke ventrokranial. Muskulus ini berfungsi menarik lidah ke bawah
dan ke belakang. M. styloglossus origonya di processus styloideus sementara insersinya pada
tepi lidah serabut — serabutnya pergi ke arah frontal. Fungsi muskulus ini untuk menarik lidah
ke belakang dan ke atas. M. palatoglossus berfungsi untuk menarik lidah ke belakang.
Pada lidah dapat dibagi menjadi apex linguae, dorsum linguae, dan radix linguae. Dorsum
linguae dibagi menjadi sulcus terminalis yang berbentuk huruf V, terbuka ke frontal dalam
bagian anterior dan bagian posterior. Di puncak huruf V terdapat foramen cecum ialah sisa
ductus thyreoglossus. Arcus palatoglossus membagi lidah dalam pars pharyngea yang ada
pharynx, dan pars oralis yang ada di dalam cavum oris propium. Di linea mediana facies Iidah
terdapat frenulum linguae. Frenulum adalah lipatan selaput lendir yang menghubungkan
facies inferior linguae dengan dasar mulut. Disebelah lateral frenulum di bawah selaput lendir
kelihatan v. profunda linguae dan disebelah Iateralnya lagi terdapat plica fembriata. Plica
fembriata ialah lipatan selaput lendir yang tepinya berumbai — umbai tempat muara gl.
Lingualis inferior. Pada dorsum linguae terdapat tonjolan — tonjolan yang disebut papillae,
yang dapat dibedakan
- papilla simplex, yang dibedakan menjadi papilla conica berbentuk konus dan papilta
lenticularis yang berbentuk lensa

- papilla filliformis berbentuk benang

- papilla foliata berbentuk lembaran atau daun, terletak berderet — deret ditepi lidah dimuka
linea terminalis.

- papilla fungiformis berbentuk cendawan

- papilla vallata yang berbentuk tonjolan dikehlingi oleh sulkus dan diluarnya oleh krista.
Papifla ini terletak berderet — deret dimuka linea terminalis.
GLANDULA SALI VALES
Glandula salivales terdiri dari gl. parotis , gl. submandibularis , gl. lingualis , gI. palatina
gl. buccalis, gI. molaris dan gl. lablalis.
Glandula parotidea
Pars secretonia yang menghasilkan getah bersifat serous tersusun sebagai berikut
mempunyai rongga yang sempit, sel-sel epithelium berbentuk piramidal, sitoplasma bersifat
granular, ada canaliculi intracellular dan canaliculi intercellular.
Pars secretonia dikelilingi oleh sel-sel yang mempunyai lanjutan seperti tangan dengan jari-
jarinya sedang memegang sebuah bola. Sel-sel ini dapat mengkerut sehingga pars secretonia
dapat terpijat. Ia disebut sel-sel myoepithelial atau sel keranjang.
Pars secretonia yang menghasilkan getah bersifat mucus mempunyai sel-sel epithehum
dengan sifat sebagai berikut sitoplasma bersifat basophil, sitoplasma mengandung granula
kasar, sitoplasma menarik zat pulas untuk mucus.
Pada pars secretonia yang menghasilkan getah bersifat tercampur, pada ujung pars secretoria
yang menghasilkan getah yang bersifat mukus ada selapis sel-sel dengan sitoplasma bersifat
dophil. Pada potongan, lapisan ini kelihatan sebagai bulan sabit.
Glandula parotis terletak di fossa retromandibularis kaudal dan auricula. Ia meluas ke frontal
di lateral m. masseter. Ductus excretorius berjalan ke frontal di sebelah lateral m. masseter
saat di tepi frontal musculus tersebut membelok ke medial dan menembus m. buccinator. Ia
bermuara ke dalam vestibulum oris setinggi dens molaris kedua atas.
Gladula submandibularis
Terletak di dalam trigonum submandibulare, dibungkus oleh dua lembar fascia colli
superficialis. Ductus excretonius membuat suatu lipatan pada selaput lendir dasar mulut
disebut plica sublingualis.
Glandula sublingualis
Dikenal lebih dari satu gI. sublingualis yaitu glandulae sublinguales minores ( 50 buah) dan
glandula sublingualis major.
Glandula sublinguales minores, terletak lateral ductus submandibularis dan bermuara
masing-masing dengan ductus excretorius yang pender, pada plica sublingualis. Glandula
sublingualis major, terletak pada ujung tronta ductus submandibularis dan bermuara dengan
ductus sublingualis major pada caruncula sublingualis.
Glandula lingualis
Ada dua macam gl. lingualis yaitu glandula lingualis anterior dan glandulae linguales
posteriores.

Glandula lingualis anterior, terdapat cranial dan dataran kaudal apex linguae, bermuara pada
carunculae yang terletak medial plica fimbnata. Glandulae linguales posteriors, terletak
kaudal tunika mucosa sepanjang sulcus terminalis. Ada dua macam gl. linguales posteniorer
yaitu glandulae mucosae dan glandulae serosae. Mereka kebanyakan bermuara ke dalam
sulcus yang mengelilingi papillae vallatae.
Glandula palatina
Terletak didalam lamina propia dan tunica mucosa palatum.
Glandula buccalis
Terletak di dalam lamina propia dan tunica mucosa pipi, frontal muara ductus parotideus.
GlanduIa molaris
Terletak lateral m. buccinator, tepat oksipital muara ductus parotideus. Ductus excretorius
menembus m. buccinator dan bermuara di vestibulum onis.
Glandula labialis
Terletak dl dalam lamlna propla dan tunlca mucosa bibir.

GIGI DAN SUSUNAN MIKROSKOPISNYA


Pada manusia terdapat dua macam gigi
- gigi permanent/gigi tetap terdapat pada orang dewasa

- gigi decidui/gigi susu terdapat pada anak-anak

Gigi permanent jumlahnya 32, sedang gigi decidui jumlahnya 20


Setiap gigi yang ada dengan akar/radixnya tertanam di dalam alveolus.
Pada setiap separuh mandibula atau maxila dari mesial ke distal terdapat:
Pada gigi
decidui tidak terdapat gigi premolar satu dan premolar dua, hanya ada dua gigi molar,
yaitu molar satu dan molar dua.

FISIOLOGI MULUT
Dibagi menjadi mekanisme mengunyah dan menelan :
Mengunyah
adanya bolus didalam rongga mulut pd awalnyamenimbulkan penghambatan reflek gerakan
mengunyahpada otot, yang menyebabkan rahang bawah turun kebawah penurunan ini
menimbulkan reflek regang pada otot – otot rahang bawah yang menimbulkan kontraksi
rebound (respon berlawanan pada penghentian suaturangsangan) keadaan ini secara
otomatis mengangkatrahang bwh yang menimbulkan pengatupan gigi,tetapijuga menekan
bolus melawan dinding mulut,ygmenghambat otot rahang bwh sekali
lagi,menyebabkanrahang bwh turun dan kembali rebound pd saat yglain,dan ini berulang –
ulang terus

Liur yang diskresikan oleh kelenjar liur, terdiri atassekitar 99,5% air. Liur mengandung suatu
glikoprotein,musin, yang bekerja sebagai pelumas pada waktu mengunyah dan menelan
makanan. Menambah air pada makanan keringakan memberi media pada tempat melarutnya
molekul makanandan tempat hidrolase dapat memulai pencernaan. Gerakan mengunyah
(mastikasi) berfungsi memecah makanan sehinggaterjadi peningkatan kelarutan dan
peluasan daerahperluasan bagi kerja enzim. Liur juga merupakan saranauntuk
mengekskresikan obat-obat tertentu (misal: etanolserta morfin), ion-ion organik seperti k+,
ca2+, hco3-, tiosianat (scn), iodium, dan imunoglobin (iga). alfa-amylase liur mampu membuat
saripati dan glikogendihidrolisis menjadi maltosa dan oligosakarida laindengan menyerang
ikatan glikosidat- alfa.

Menelan
Dibagi menjadi 3tahap :
- tahap volunter
- tahap faringeal
- tahap esofageal
Tahap volunter : apabila makanan sudah siap utkditelan maka scra sadar makanan akan
ditekan /digulung kearah posterior ke dalam faring olehtekanan lidah ke atas dan ke belakang
terhadappalatum dan berlangsung scara otomatis.Tahap faringeal : sewaktu bolus memasuki
bagianposterior mlut dan faring, bolus merangsang daerah reseptor menelan dislrh pintu
faring.khususnya padatiang2 tonsil,dan impuls2 dari sini berjalankebatang otak untuk
mencetuskan serangkaian konstraksi otot faringeal scr otomatis sbb:a.

Palatum molle tertarik ke atas untukmenutupi nares posterior,untuk mencegah refluk


makanan ke rongga hidung
b. Lipatan palatopharyngeal pada kedua sisipharynx tertarik kearah medial untuk
salingmendekat satu sama lain.sehingga makanan ygtelah cukup dikunyah dapat lewat
denganmudah semntara menghalangi lewatnya benda yg besar.
c. Pita suara laring bertautan secara erat, danlaring ditarik keatas dan anterior olehotot2
leher. Dan ligamentum yg mencegahmencegah pergerakan epiglotis keatas.keduaefek ini
mencegah masuknya makanan ke dalmtrakea
d. Gerakan laring keatas juga menarik danmelebarkan pembukaan esofagus.pada saat
yangbersamaan sfingter faringesofagealberelaksasi,shg makanan dapat bergerak dgmudah
dan bebas dari faring posterior kedalam esofagus bagian atas.
e. Pada saat yg bersamaan dg terangkatnyalaring dan relaksasi sfingterfaringoesofageal,
seluruh otot dindingfaring berkontraksi yg mendorong makanan kedalam oesofagus

Tahap Esofageal,terdapat 2 gerakan peristaltika.

Peristaltik primer : mrpkan klnjutan darigelombang peristaltik yg dimulai difaringdan


mnyebar ke oesofagus slm thp faringealdr penelanan.b.
Peristaltik sekunder : jika peristaltikprimer gagal mendorong semua makanan yangmasuk
kedalam esofagus maka terjadigel.peristaltik sekunder yg dihasilkan dariperegangan esofagus
oleh makanan ygtertahan,dan terus berlanjut sampai semuamakanan dikosongkan ke dlm
lambung.

2. Apa hubungannya batuk pilek 2 minggu yang lalu dan terapi antibiotik dengan
sariawan yang sering kambuh?
3. Mengapa pada pasien terjadi perburukan gigi dan karies 51, 52, 61, 62, 71, 81 dan
halitosis ?
Jawab :
Karies dentis :
merupakan penyakit destruktif pada jringan keras gigi yang terjadi akibat infeksi oleh
Streptococcus mutans dan bakteri lainnya.
Buku IPD Harrison.
Halitosis :

Saliva (air liur) manusia terdiri atas air, elektrolit,mukus, antibakteri dan berbagai macam
enzim. Enzim yangterdapat dalam air liur membantu menghancurkan makanan menjadi
molekul sebagai bagian dari proses digesti. Tidakhanya berfungsi untuk membantu dalam
pengunyahan danpencernaan, saliva juga melindungi gigi dengan membantumencegah
karies, mengatur keasaman rongga mulut, danmencegah mikroorganisme berkembang tak
terkendali.
Produksi saliva diestimasi mendekati 1 liter setiap haridalam keadaan tidak distimulasi dan
kecepatan aliran salivaberfluktuasi sebanyak 50% sesuai dengan ritme harian.Saliva tersebut
disekresi oleh tiga kelenjar saliva mayoryang berada di sekitar mulut dan tenggorokan.
Kelenjar tersebut yaitu : (1) kelenjar parotid, (2) kelenjarsubmandibular, dan (3) kelanjar
sublingual. Di mulut kitajuga terdapat kelenjar saliva kecil (kelenjar saliva minor)yang tersebar
di bibir, bagian dalam pipi (mukosa bukal),langit-langit (palatum) yang jumlahnya mencapai
600 padakeadaan normal.
Jumlah sekresi dipengaruhi oleh saraf simpatis danparasimpatis dan hal-hal yang
merangsang kerja kedua saraftersebut. Bila dalam keadaan tidak distimulasi
secarakeseluruhan saliva yang dikeluarkan sebanyak 0,33sampai 0,65 mL/menit. Produksi
saliva ini dapat ditingkatkan mencapai 1,7 mL/menit dengan carastimulasi. Tiga jenis stimulasi
yang dapat diberikan untukmerangsang pengeluaran saliva adalah stimulasi ektraoral dengan
cara (1) stimulasi kimia dengan mencium(membau), (2) stimulasi psikis dengan melihat
danmemikirkan makanan atau produk makanan lain, (3) danstimulasi mekanik dengan
mengunyah benda yang tidak larutseperti parafin (permen karet) dan
stimulasigustatory seperti sukrosa, sodium chlorida dan citric acid. Produksi saliva yang
dirangsang dengan cara mengunyah akanberbeda tergantung dari banyaknya gerakan
mengunyah yangdilakukan.

Dari paparan sebelumnya dapat dideduksi bahwa air liur atau saliva memegang peranan
penting terhadap terjadinya baumulut. Kondisi yang disepakati sebagai penyebab
terjadinyabau mulut adalah berkurangnya air liur di dalam ronggamulut. Jika air liur dalam
rongga mulut berkurang, secaraotomatis proses pembersihan dalam mulut pun akan
berkurang.Dengan demikian, plak pada permukaan gigi pun akan terusberakumulasi dan
bakteri yang terdapat di dalamnya dapatmenyebabkan bau mulut yang tidak sedap.

Berkurangnya saliva ini dalam rongga mulut dapat memilikidua makna, yaitu; produksi saliva
oleh kelenjar liur memangberkurang sehingga aliran saliva ke dalam rongga mulutmenjadi
berkurang atau dapat juga terjadi kondisi dimanaproduksi saliva oleh kelenjar saliva tetap
normal, tetapialiran saliva ke dalam rongga mulut berkurang. Kondisiberkurangnya produksi
saliva oleh kelenjar saliva sehinggamenyebabkan berkurangnya aliran saliva ke dalam
ronggamulut biasanya disebabkan oleh faktor penyakit (aplasia,sialolitiasis, dan lain-lain),
terapi radiasi pada leherdan kepala, dan usia lanjut. Sedangkan kondisi berkurangnyaaliran
saliva ke dalam rongga mulut dapat disebabkan olehpenggunaan obat-obatan tertentu
(atropin, belladona,efidrin), pemakaian gigi tiruan lepasan, merokok, danpuasa.

4. Apa hubungan dari ASI tidak eksklusif, tidak suka makan sayuran, dan kebersihan
dengan penyakit di skenario?
Jawab :
- ASI :

5. Bagaimana patogenesis dari ulserasi pada skenario?


Jawab :
Ulserasi adalah keadaan jaringan lunak mulut yang kehilangan lapisan epitel yang
terjadi akibat trauma mekanis atau khemis seperti obat-obata atau bahan alergen.
Ulserasi dibedakan menjadi 2, yakni :
- Ulserasi akut reaktif yang menunjukan gejala inflamasi akut termasuk rasa sakit,
kemerahan dan pembengakakan. Area ulsersinya diselimuti oleh eksudat fibrin
putih kekuningan dan dikelilingi daerah kemerahan.
- Ulserasi kronik, terjadi sedikit aau tanpa rasa sakit, area ulserasi diselimuti
membran kuning dan dengan tepi sedikit menonjol yang menandakan adanya
hyperkeratosis.

Tahap penyembuhan ulserasi :


1. Tahap inflamasi : dimulai saat terjadi injury jaringan dan saat tidak adanya
faktor lain yang memperpanjang inflamasi yang erlangsung selama 3-5 hari.
Tediri dari fase vaskular dan selular.
2. Tahap fibroplastik : serabut –serabut fibrin yang berasal dari koagulasi darah
akan menutup luka dengan membentuk anyaman dimana fibroblas dapat
memulai meletakan substansi dasar dan tropokolagen.
3. Tahap remodelling : penyembuhan luka dimulai dengann penghancuran dan
penggantian serat kolagn dengan serat kolagen yang baru.

6. Bagaimana patofisiologi dari skenario?


Jawab :

Patofisiologi
Pada awal lesi terdapat infiltrasi limfosit yang diikuti oleh kerusakan epitel dan infiltrasi
neutrofil ke dalam jaringan. Sel mononuclear juga mengelilingi pembuluh darah
(perivaskular), tetapi vasculitis tidak terlihat. Namun, secara keseluruhan terlihat tidak
spesifik.

Perjalanan stomatitis aphtous dimulai dari masa prodromal selama 1-2 hari, berupa panas
atau nyeri setempat. Kemudian mukosa berubah menjadi makula berwarna merah, yang
dalam waktu singkat bagian tengahnya berubah menjadi jaringan nekrotik dengan epitelnya
hilang sehingga terjadi lekukan dangkal. Ulkus akan ditutupi oleh eksudat fibrin kekuningan
yang dapat bertahan selama 10-14 hari. Bila dasar ulkus berubah warna menjadi merah muda
tanpa eksudat fibrin, menandakan lesi sedang memasuki tahap penyembuhan

Tahap perkembangan SAR dibagi kepada 4 tahap yaitu:

1. Tahap premonitori, terjadi pada 24 jam pertama perkembangan lesi SAR. Pada waktu
prodromal, pasien akan merasakan sensasi mulut terbakar pada tempat dimana lesi
akan muncul. Secara mikroskopis sel-sel mononuklear akan menginfeksi epitelium,
dan edema akan mulai berkembang.
2. Tahap pre-ulserasi, terjadi pada 18-72 jam pertama perkembangan lesi SAR. Pada
tahap ini, makula dan papula akan berkembang dengan tepi eritematus. Intensitas
rasa nyeri akan meningkat sewaktu tahap pre-ulserasi ini.
3. Tahap ulseratif akan berlanjut selama beberapa hari hingga 2 minggu. Pada tahap ini
papula-papula akan berulserasi dan ulser itu akan diselaputi oleh lapisan
fibromembranous yang akan diikuti oleh intensitas nyeri yang berkurang.
4. Tahap penyembuhan, terjadi pada hari ke – 4 hingga 35. Ulser tersebut akan ditutupi
oleh epitelium. Penyembuhan luka terjadi dan sering tidak meninggalkan jaringan
parut dimana lesi SAR pernah muncul. Semua lesi SAR menyembuh dan lesi baru
berkembang.

fkui

Patofisiologi
The pathophysiology of aphthous ulcers remains incompletely understood. The primary
disorder appears to be the result of activation of the cell-mediated immune system. Early
lesions show a cluster of macrophages and lymphocytes (predominantly cytotoxic and
natural-killer T cells) at the preulcerative base, followed by formation of an ulcer with a
neutrophilic base and an erythematous lymphocytic ring.

Patients with recurrent aphthous ulcers (canker sores) have increased numbers of
cytotoxic CD8+ cells and decreased numbers of helper CD4+ cells in peripheral blood.[1]
Lesions have elevated levels of interferon gamma, tumor necrosis factor-alpha,
interleukin (IL)-2, IL-4, and IL-5;[2] they have a functional deficit of IL-10. Some lesions have
also had mast-cell activation and degranulation. In vitro cytotoxicity to oral keratinocyte
targets is greater in patients with active recurrent aphthous ulcers (canker sores) than in
control subjects or in patients with traumatic ulcers. As expected with this abnormal
immunologic activity, corticosteroids are effective therapy.

Aphthous ulcers may have abnormalities in cell communication and epithelial integrity.
Lesions have increased expression of an adhesion molecule termed vascular cell adhesion
molecule-1 (VCAM-1), E selectin, and keratinocyte intercellular adhesion molecule-1
(ICAM-1).[3] Connexins (markers for the presence of gap junctions) are present in the oral
mucosa of patients with recurrent aphthous ulcers (canker sores) in amounts similar to
those present in normal mucosal tissue. Experimental treatment with irsogladine
maleate, which reinforces gap junctional intercellular communication, is effective.
Helicobacter pylori may or may not be involved in aphthous ulcer formation.[4, 5]

Factors predisposing patients to recurrent aphthous ulcers (canker sores) may include
trauma, emotional stress,[6, 7] poor nutritional status, thiamine deficiency,[8] vitamin B12
deficiency, malabsorption, celiac disease, regional enteropathy, menstruation, food
hypersensitivity (eg, cow's milk),[9] allergic reaction, and exposure to toxins (eg, nitrates in
drinking water). Aphthous ulcers (canker sores) are more prevalent in nonsmokers and in
smokers who quit but are diminished with nicotine replacement therapy.

7. Sebutkan etiologi dari skenario?


Jawab :

Stomatitis may be caused by local infection, systemic disease, a physical or chemical irritant,
or an allergic reaction (see Table 2: Some Causes of Stomatitis ); many cases are idiopathic.
Because the normal flow of saliva protects the mucosa against many insults, xerostomia
(see Xerostomia) predisposes the mouth to stomatitis of any cause.

The most common specific causes overall include

 Recurrent aphthous stomatitis (RAS [see Recurrent Aphthous Stomatitis])—also


called recurrent aphthous ulcers (RAU)
 Viral infections, particularly herpes simplex and herpes zoster
 Other infectious agents (Candida albicans and bacteria)
 Trauma
 Tobacco or irritating foods or chemicals
 Chemotherapy and radiation therapy

Table 2

Some Causes of Stomatitis


Category Examples
Bacterial Actinomycosis*
infections
Acute necrotizing ulcerative gingivitis

Gonorrhea

Syphilis, primary or secondary

TB*
Fungal Blastomycosis*
infections
Candidal infections (most common)
Coccidioidomycosis*

Cryptococcosis*

Mucormycosis* (more common in diabetics)


Viral Herpes simplex infection, primary (mostly in young children)
infections
Herpes simplex infection, secondary (cold sores on the lips or palate)

Varicella zoster, primary (chickenpox)

Varicella zoster reactivation (shingles)

Others (eg, infection by coxsackievirus, cytomegalovirus, Epstein-Barr


virus, or HIV; condyloma acuminata; influenza; rubeola)
Systemic Behçet syndrome
disorders
Celiac disease

Cyclic neutropenia

Erythema multiforme

Inflammatory bowel disease

Iron deficiency

Kawasaki disease

Leukemia

Pemphigoid, pemphigus vulgaris

Platelet disorders

Stevens-Johnson syndrome
Thrombotic thrombocytopenic purpura

Vitamin B deficiency (pellagra)

Vitamin C deficiency (scurvy)


Drugs Antibiotics*

Anticonvulsants*

Barbiturates*

Chemotherapy drugs

Gold

Iodides*

NSAIDs*
Physical Dentures that fit poorly
irritation
Broken or jagged teeth

Habitual cheek or lip biting


Irritants and Acidic foods
allergies
Dental appliances containing nickel or palladium

Occupational exposure to dyes, acid fumes, heavy metals, or metal or


mineral dusts

Tobacco (nicotinic stomatitis, particularly pipe smoker's palate


[hyperkeratotic palate with red dots at the openings of minor salivary
glands])

Type IV hypersensitivity reaction (eg, to ingredients in toothpaste


such as Na lauryl sulfate, mouthwash, candy, gum, dyes, or lipstick)
Aspirin

, when applied topically


Other Burning mouth syndrome

Lichen planus

Recurrent aphthous stomatitis (most commonly, minor aphthae)

Head and neck radiation


August 2014 by David F. Murchison, DDS, MM.
http://www.merckmanuals.com/professional/dental_disorders/symptoms_of_denta
l_and_oral_disorders/stomatitis.html

8. Sebutkan faktor resiko dari skenario?


Jawab :

Faktor Predisposisi

Pasta Gigi dan Obat Kumur SLS

Penelitian menunjukkan bahwa produk yang mengandungi SLS yaitu agen berbusa paling
banyak ditemukan dalam formulasi pasta gigi dan obat kumur, yang dapat berhubungan
dengan peningkatan resiko terjadinya ulser, disebabkan karena efek dari SLS yang dapat
menyebabkan epitel pada jaringan oral menjadi kering dan lebih rentan terhadap iritasi.
Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa peserta yang menggunakan pasta gigi yang
bebas SLS mengalami sariawan yang lebih sedikit.

Trauma
Ulser dapat terbentuk pada daerah bekas terjadinya luka penetrasi akibat trauma. Pendapat
ini didukung oleh hasil pemeriksaan klinis, bahwa sekelompok ulser terjadi setelah adanya
trauma ringan pada mukosa mulut. Umumnya ulser terjadi karena tergigit saat berbicara,
kebiasaan buruk, atau saat mengunyah, akibat perawatan gigi, makanan atau minuman
terlalu panas, dan sikat gigi. Trauma bukan merupakan faktor yang berhubungan dengan
berkembangnya SAR pada semua penderita tetapi trauma dapat dipertimbangkan sebagai
faktor pendukung

Genetik

Faktor ini dianggap mempunyai peranan yang sangat besar pada pasien yang menderita SAR.
Bila kedua orangtua menderita SAR maka besar kemungkinan timbul SAR pada anak-anaknya.
Pasien dengan riwayat keluarga SAR akan menderita SAR sejak usia muda dan lebih berat
dibandingkan pasien tanpa riwayat keluarga SAR.

Gangguan Immunologi

Faktor gangguan sistem imun telah banyak dihubungkan sebagai salah satu faktor yang sangat
berperan sebagai faktor predisposisi SAR. Imunopatogenesis SAR dapat melibatkan semua
komponen sistem imun baik seluler maupun humoral. Pada sistem imun seluler yaitu Sel T
dan sitokin, sedangkan pada sistem imun humoral yaitu IgA, IgM dan IgG

Defisiensi Nutrisi

Wray (1975) meneliti pada 330 pasien SAR dengan hasil 47 pasien menderita defisiensi nutrisi
yaitu terdiri dari 57% defisiensi zat besi, 15% defisiensi asam folat, 13% defisiensi vitamin B12,
21% mengalami defisiensi kombinasi terutama asam folat dan zat besi dan 2% defisiensi
ketiganya. Penderita SAR dengan defisiensi zat besi, vitamin B12 dan asam folat diberikan
terapi subtitusi vitamin tersebut hasilnya 90% dari pasien tersebut mengalami perbaikan.

Faktor nutrisi lain yang berpengaruh pada timbulnya SAR adalah vitamin B1, B2 dan B6. Dari 60
pasien SAR yang diteliti, ditemukan 28,2% mengalami penurunan kadar vitamin-vitamin
tersebut. Penurunan vitamin B1 terdapat 8,3%, B2 6,7%, B6 10% dan 33% kombinasi ketiganya.
Terapi dengan pemberian vitamin tersebut selama 3 bulan memberikan hasil yang cukup baik,
yaitu ulserasi sembuh dan rekuren berkurang.

Dilaporkan adanya defisiensi Zink pada penderita SAR, pasien tersebut diterapi dengan 50 mg
Zink Sulfat peroral tiga kali sehari selama tiga bulan.Lesi SAR yang persisten sembuh dan tidak
pernah kambuh dalam waktu satu tahun. Beberapa peneliti lain juga mengatakan adanya
kemungkinan defisiensi Zink pada pasien SAR karena pemberian preparat Zink pada pasien
SAR menunjukkan adanya perbaikan, walaupun kadar serum Zink pada pasien SAR pada
umumnya normal.

Stress

Stres merupakan respon tubuh dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan
yang terjadi terus menerus yang berpengaruh terhadap fisik dan emosi. Stres dinyatakan
merupakan salah satu faktor yang berperan secara tidak langsung terhadap ulser stomatitis
rekuren ini.

Hormonal

Pada wanita, sering terjadinya SAR di masa pra menstruasi bahkan banyak yang
mengalaminya berulang kali. Keadaan ini diduga berhubungan dengan faktor hormonal.
Hormon yang dianggap berperan penting adalah estrogen dan progesteron.

Dua hari sebelum menstruasi akan terjadi penurunan estrogen dan progesteron secara
mendadak. Penurunan estrogen mengakibatkan terjadinya penurunan aliran darah sehingga
suplai darah utama ke perifer menurun dan terjadinya gangguan keseimbangan sel-sel
termasuk rongga mulut, memperlambat proses keratinisasi sehingga menimbulkan reaksi
yang berlebihan terhadap jaringan mulut dan rentan terhadap iritasi lokal sehingga mudah
terjadi SAR. Progesteron dianggap berperan dalam mengatur pergantian epitel mukosa mulut

Infeksi Bakteri

Graykowski dan kawan-kawan pada tahun 1966 pertama kali menemukan adanya hubungan
antara bakteri Streptokokus bentuk L dengan lesi SAR dengan penelitian lebih lanjut
ditetapkan bahwa Streptokokus sanguis sebagai penyebab SAR. Donatsky dan Dablesteen
mendukung pernyataan tersebut dengan melaporkan adanya kenaikan titer antibodi
terhadap Streptokokus sanguis 2A pada pasien SAR dibandingkan dengan kontrol.

Alergi dan Sensitifitas

Alergi adalah suatu respon imun spesifik yang tidak diinginkan (hipersensitifitas) terhadap
alergen tertentu. Alergi merupakan suatu reaksi antigen dan antibodi. Antigen ini dinamakan
alergen, merupakan substansi protein yang dapat bereaksi dengan antibodi, tetapi tidak
dapat membentuk antibodinya sendiri.

SAR dapat terjadi karena sensitifitas jaringan mulut terhadap beberapa bahan pokok yang ada
dalam pasta gigi, obat kumur, lipstik atau permen karet dan bahan gigi palsu atau bahan
tambalan serta bahan makanan. Setelah berkontak dengan beberapa bahan yang sensitif,
mukosa akan meradang dan edematous. Gejala ini disertai rasa panas, kadang-kadang timbul
gatal-gatal, dapat juga berbentuk vesikel kecil, tetapi sifatnya sementara dan akan pecah
membentuk daerah erosi kecil dan ulser yang kemudian berkembang menjadi SAR.

Obat-obatan

Penggunaan obat nonsteroidal anti-inflamatori (NSAID), beta blockers, agen kemoterapi dan
nicorandil telah dinyatakan berkemungkinan menempatkan seseorang pada resiko yang lebih
besar untuk terjadinya SAR.

Penyakit Sistemik

Beberapa kondisi medis yang berbeda dapat dikaitkan dengan kehadiran SAR. Bagi pasien
yang sering mengalami kesulitan terus-menerus dengan SAR harus dipertimbangkan adanya
penyakit sistemik yang diderita dan perlu dilakukan evaluasi serta pengujian oleh dokter.
Beberapa kondisi medis yang dikaitkan dengan keberadaan ulser di rongga mulut adalah
penyakit Behcet’s, penyakit disfungsi neutrofil, penyakit gastrointestinal, HIV-AIDS, dan
sindroma Sweet’s.

Merokok
Adanya hubungan terbalik antara perkembangan SAR dengan merokok. Pasien yang
menderita SAR biasanya adalah bukan perokok, dan terdapat prevalensi dan keparahan yang
lebih rendah dari SAR diantara perokok berat berlawanan dengan yang bukan perokok.
Beberapa pasien melaporkan mengalami SAR setelah berhenti merokok.

9. Bagaimana penegakan diagnosis dari skenario?


Jawab :
History

 During the review of systems, infants and small children should be assessed for
decreased feeding, weight, and urine output. Associated symptoms, such as those
below, suggest other diagnoses and are not associated with recurrent aphthous ulcers
(canker sores).
o Fever
o Malaise
o Myalgias
o Arthralgias
o Headache
o Cough
o Nausea
o Vomiting
o Abdominal pain
o Diarrhea
o Sore throat
o Swollen or painful lymphadenopathy
o Rash
o Genital or conjunctival lesions
 Inquire about previous ulcers. The natural history of individual lesions is important
because it is the benchmark against which treatment benefits are measured.
o Age at onset should be noted because major recurrent aphthous ulcers (canker
sores) begin after puberty, and herpetiform ulcers are uncommon in children.
o The duration, location, and size of previous lesions should be noted, as well as
the therapy received.
o Having patients keep an ulcer diary for 1-3 months may be useful.
 Ask the patient about medication use, chemotherapy, radiation therapy, vitamin
supplementation, and recent dietary changes.
 Assess for a family history of the following:
o Aphthous ulcers (canker sores)
o Inflammatory bowel disease
o Gluten-sensitive enteropathy
o Behçet disease
o Systemic lupus erythematosus
 Review the patient's medical history. Consider Behçet disease; human
immunodeficiency virus (HIV) infection or acquired immunodeficiency syndrome
(AIDS); cancer; Crohn disease; immunocompromised state; cyclic neutropenia; mouth
and genital ulcers with inflamed cartilage (MAGIC syndrome); and systemic lupus
erythematosus.

Physical

Aphthous ulcers (canker sores) occur on areas of the mouth in which the mucosa is
nonkeratinized and loosely attached, particularly the buccal mucosa, the labial mucosa, the
floor of the mouth, the ventral surface of the tongue, and the soft palate. Ulcers may appear
as single or multiple lesions, and they are easily distinguished from primary or secondary viral
infections, bacterial infections (eg, necrotizing ulcerative gingivitis), dermatologic conditions
(lichen planus, cicatricial pemphigoid, pemphigus), and traumatic injuries (contusions,
lacerations, burns) by the healthy appearance of adjacent tissues and the lack of
distinguishing systemic features.

 Minor ulcers are seldom larger than 5 mm but can be as large as 1 cm. They may be
single or multiple. The ulcers are round-to-oval, they are covered by a gray or
yellowish and fibrinous surface, and they are surrounded by an erythematous border.
 Major recurrent aphthous ulcers (canker sores) can be 1-3 cm in diameter. They are
deeper than minor ulcers and often have a raised, irregular, erythematous border.
Patients with a history of major recurrent aphthous ulcers (canker sores) often have
residual scarring in the oral mucosa from previous lesions.
 Herpetiform aphthous ulcers appear as small (seldom >3 mm in diameter), tightly
clustered lesions. They typically number 2-10 but may number as many as 100. They
are not related to herpes simplex infections and do not present as or develop into
vesicular lesions. The ulcers appear identical to minor aphthous ulcers with the
exception of their small size, proximity to other lesions, and increased numbers.
Confusion may arise if the lesions coalesce into a large lesion resembling major
aphthous stomatitis.
 The rest of the mouth should appear normal. However, halitosis and necrotic,
exudative, or bleeding gums may be present with the following: (1) necrotizing
ulcerative gingivostomatitis; (2) erythematous tonsils with periodic fever, aphthous
pharyngitis, and adenopathy (PFAPA) syndrome;[10, 11] and (3) vesicular-ulcerative
palatal lesions with coxsackieviral infection.
 Vital signs should be normal. Secondary bacterial infection, PFAPA syndrome, primary
viral infection, or rheumatologic disorder may cause fever.
 Clinical evidence of dehydration may include decreased weight, tachycardia,
hypotension, cool extremities, delayed capillary refill, depressed fontanelle, dry
mucus membranes, decreased skin turgor, or decreased axillary moisture. Plotting the
weight and height may reveal a trend toward the low percentiles for age; this finding
suggests nutritional deficiency or malabsorption syndrome.
 Skin findings should be normal, but rash may be present with Behçet syndrome,
erythema multiforme, hand-foot-and-mouth disease, herpes simplex infection, lichen
planus, MAGIC syndrome, pemphigus, pemphigoid, Sweet syndrome, syphilis,
systemic lupus erythematosus, varicella (chickenpox), or varicella zoster.
 The joints should be normal, but joints may be tender with effusion, erythema, or
decreased range of motion in Reiter syndrome, systemic lupus erythematosus, or
MAGIC syndrome.
 The eyes should be normal, but examination may reveal conjunctival lesions in
patients with Behçet syndrome or cicatricial pemphigoid. Uveitis or iritis may be
present with Reiter syndrome or Behçet syndrome.
 Cervical adenopathy should be minimal. Tender or markedly enlarged lymph nodes
suggest PFAPA syndrome.

Laboratory

The diagnosis of aphthous ulcers (canker sores) is usually based on the history and clinical
presentation. No laboratory procedures are available for definitive diagnosis.

In patients with severe recurrent aphthous ulcers (RAUs), or canker sores, the
clinical picture should guide laboratory testing. CBC count, a chemistry panel, and
nutritional workup may be necessary.

Patients with suspected malabsorption or a nutritional deficiency should undergo


immediate screening. Consider screening in patients presenting with a history of
recurrent aphthous ulcers (canker sores) lasting 6 months or longer.

CBC counts are usually in the reference range in patients with recurrent aphthous ulcers
(canker sores). Findings of neutropenia suggest Sweet syndrome or cyclic neutropenia;
findings of leukocytosis suggest periodic fever, aphthous pharyngitis, and adenopathy
(PFAPA) syndrome.

Serum iron levels may be low with recurrent aphthous ulcers (canker sores).

If a patient is dehydrated and catabolic, urinalysis may reveal an elevated specific gravity
and ketone levels. In small children, serum chemistry testing may be performed to exclude
hypoglycemia and metabolic acidosis (low serum bicarbonate levels and elevated anion
gap [see the Anion Gap calculator]).

 Histopathologic examination of biopsy specimens does not reveal unique findings and
is rarely indicated, except to exclude other diagnoses, such as pemphigus, cicatricial
pemphigoid, carcinoma, and Behçet disease.
 Persistent ulceration in a patient with human immunodeficiency virus (HIV) should be
biopsied to exclude carcinoma.[20]

Medscape pediatric aphotose stomatitis.


10. Apa diagnosis dan DD dari skenario?
Jawab :

Perbandingan Minor apthous Major apthous Herpetiform apthous


Ukuran < 0.5 cm  0.5 cm < 0.5 cm

Bentuk Oval Ragged oval, crateriform Oval


(berkawah)
Jumlah 1-5 1-10 10-100
Lokasi Nonkeratinized mucosa Nonkeratinized mucosa Any intraoral site
Perawatan Kortikosteroid topical, Topical/sistemik/intralesional Kortikosteroid
tetracycline mouthrinse, Topical kortikosteroid, immunosupressif topical/sistemik,
salicylate tetracycline mouthrinse
Painful & (+) (+) (+)
rekuren
Keterangan  Paling sering terjadi.  Merupakan
tambahan  Biasanya single dan kumpulan rekuren
dilingkupi membrane dari ulcer2 kecil.
fibrin kuning dan  Dapat melibatkan
dikelilingi lingkaran paltan dan
merah. gingival selain
 Bila meng-affected mukosa bergerak.
permukaan  Sangat sakit dan
lateral/ventral lidah, pain healing terjadi
bergantung pada besar dalam 1-2
lesi nya. minggu.
 Berlangsung 7-10 hari  Tidak seperti pada
dan sembuh tanpa herpes, apthous
formasi scar. herpetic tidak
 Pada pasien dengan didahului oleh
apthous membandel, vesikel dan tidak
diagnosis Crohn’s ada sel yang
disease harus di terinfeksi
curigai→ penyakit
granulomatous yang
menyernag GI tract dari
mulut-anus (manifestasi
oral: fisur mukosa dan
kecil, multiple, nodul
hiperplastik pada
mukosa bukal tampak
seperti batu bulat)
o Menyebar
sebagai
satu kesatuan.
o Bentuk apthous
stomatitis paling
parah.
o Bertahan lebih
lama dari minor
aphtous.
o Karena
kedalaman
inflamasi major
apthous, ukcer
tampak seperti
kawah dan
sembuh dengan
formasi scar.
o Butuh waktu
sekitar 6 minggu
untuk sembuh
dan segera
setelah satu ulcer
hilang, muncul
ulcer lain.
o Pada pasien
dengan pain dan
ketidaknyamanan
tinggi, kesehatan
sistemik dapat
menyertai karena
kesulitan makan
dan stress
psikologis.

Ulcer apthous Infeksi herpes


Etiologi Disfungsi imun HSV 1
Triggers Stress, trauma, diet, hormone, penurunan Stress, trauma, sinar UV, penurunan imunitas
imunitas
Tampakan Gejala prodromal sedikit, nonspecific Simtom prodromal, perubahan cytopathic
microscopy, tidak ada vesikel, single, oval viral, vesikel mendahului ulcer, multiple,
ulcer confluent ulcers
Lokasi Nonkeratinized mucosa Keratinized mucosa
Treatment Kortikosteroid, tetrasiklin Antiviral

The 3 categories of recurrent aphthous ulcers (canker sores) are as follows:

 Minor aphthous ulcers (80-85% of recurrent aphthous ulcers [canker sores]) are 1-10
mm in diameter and heal spontaneously in 7-10 days.
 Major aphthous ulcers (also called Sutton disease) constitute 10-15% of recurrent
aphthous ulcers (canker sores). These lesions are greater than 10 mm in diameter,
take 10-30 days or more to heal, and may leave scars.
 Herpetiform ulcers (5-10% of recurrent aphthous ulcers [canker sores]) are multiple,
clustered, 1-mm to 3-mm lesions that may coalesce into plaques. These usually heal
in 7-10 days.

Medscape. Aphotes stomatitis treatment and management

DD :

 Arthritis, Conjunctivitis, Urethritis Syndrome


 Crohn Disease
 Herpes Simplex Virus Infection
 Herpesvirus 6 Infection
 Human Immunodeficiency Virus Infection
 Sprue
 Syphilis
 Systemic Lupus Erythematosus
 T-Cell Disorders
 Varicella
 Zoster

Medscape. A[htse stomatitos pediatric.

11. Apa komplikasi dari skenario?


12. Bagaimana penatalaksanaan dan pencegahan dari skenario?
Jawab :

Therapy for recurrent aphthous ulcers must be directed by the extent of the condition, as
determined by the patient and the clinician. Patients often report great pain when clinical
examination reveals only a minor ulcer of 1-2 mm in diameter. In addition, the frequency and
the extent of involvement should direct therapy.

Topical regimens may include the following:

 Anti-inflammatory (eg, corticosteroids) and immunomodulatory agents (eg, retinoids,


cyclosporin) are used initially. These may include topical gels, creams, pastes,
ointments, sprays, and rinses.
 Adjuvant rinses reduce bacterial load, which is thought to reduce inflammation and
shorten healing. These may include chlorhexidine gluconate, dilute hydrogen
peroxide, and topical lidocaine or benzocaine.
 An oral bioadherent (Gelclair) is a mucoadhesive that provides a protective coating to
reduce pain.

Systemic agents may include the following:

 Colchicine (0.6 mg 3 tid) can be used.


 Prednisone (20-80 mg/d) is another possibility.
 Azathioprine use (50 mg/d) has been reported.
 Montelukast sodium (10 mg/d) has been reported as potentially effective with fewer
adverse effects than steroids.[44]
 Clofazimine has shown efficacy in some trials in reducing the frequency of lesions and
symptoms in patients who continue to experience lesions.[45]
 Thalidomide is the only treatment the US Food and Drug Administration (FDA) has
approved for the treatment of major aphthae in individuals with HIV infection.

Medscape. Aphtose stomatitis treatment and management.

 High-potency corticosteroids applied locally 2-4 times daily may be successful in


promoting healing and shortening the course of recurrent aphthous ulcers (canker
sores), especially if applied early in the development of the lesions.[21, 22] Topical
preparations such as mouthwash[23] or gels are preferred because they limit the
amount of medication delivered and thus reduce systemic adverse effects.
Remember that corticosteroids increase the risk of candidiasis and other secondary
infections.
o Corticosteroid gels adhere better than creams or ointments, but any of these
may be mixed with adhesive bases such as an emollient paste (eg, Orabase)
for prolonged contact. The effects of these preparations are limited when
lesions are numerous or difficult to reach with the cotton applicator.
o Isolated severe ulcers may be treated with a one-time local injection of
steroid (eg, triamcinolone) in the submucosal tissue after application of a
topical anesthetic.
o When lesions are severe or numerous, local steroid delivery can be achieved
with liquid or spray-based (eg, beclomethasone spray) preparations. The
liquid is swished around the oral cavity for 2 minutes, then expectorated. This
is repeated 2-4 times a day, with one application always occurring at
bedtime, until lesions subside.
o A short course of pulsed oral prednisone should only be considered for
persistent or severe cases.[24] Patients who arrive at this point in the
treatment algorithm may require further screening to exclude additional
diagnoses. If the patient's condition does not respond to a short burst of
corticosteroids, oral prednisone should be continued until the lesions subside
and then tapered.
 Amlexanox paste 5% (available as an oral adhesive tablet in some countries) has
been shown to diminish pain as well as hasten resolution of ulcers.[25, 26, 27, 28] In
patients with recurrent aphthous ulcers (canker sores) who have a good
understanding and recognition of their disease, early application at the onset of
burning or pricking mucosal sensation 1-2 days before the ulcer appears may
significantly reduce the effects of the disease.[29]
 Metalloproteinase inhibitors include tetracycline, doxycycline and minocycline.
These agents, such as doxycycline in a hydrogel or minocycline 0.2% oral rinse
solution,[30] demonstrate significant improvement in ulcer healing as well as pain
reduction, all at low doses without likelihood of systemic effects or alteration in oral
flora.[31, 32, 30] This class of agents should not be used in women who are pregnant or
in children.

Symptomatic therapy includes anesthetic and occlusive agents. These agents are commonly
used when the ulcers are small and few, to minimize pain and improve oral intake, although
some have been found to hasten ulcer healing.

 Benzocaine is the most commonly used anesthetic agent, applied for temporary
relief with cotton-tipped applicator on an as needed basis (usually before meals).
Numerous preparations of between 6.4% and 20% benzocaine are available for use
over-the-counter, including Anbesol, Hurricaine Liquid and Gel, Kank-A, Orabase B,
Oralief, Senso-gard, Tanac, and Zilactin B. Benzocaine has not been studied in clinical
trials or shown to improve healing. Excess use can lead to neurotoxicity.
 Lidocaine 2% gel (by prescription only) can also be used, but can also cause toxicity
in children.
 The antihistamine diphenhydramine used as a swish-and-spit mouth rinse, or applied
locally, may provide some pain relief. Diphenhydramine syrup is commonly mixed in
a 50:50 dilution with magnesium containing antacid.
 Local injectable anesthetics (lidocaine, bupivacaine) are discouraged because
duration of pain relief is brief.
 Sucralfate suspension (off-label use) may diminish pain without change in ulcer
healing.[33]
 Paste preparations, such as Orabase alone or in combination with 20% benzocaine
(Orabase-B) can be temporarily effective for pain relief.
 Bioadhesive "super-glues", such as 2-octyl cyanoacrylate or isobutyl cyanoacrylate
(Iso-Dent) have been studied in children,[34] and significantly improves ulcer pain,
without measurable difference in ulcer healing.[35, 36] Orabase Sooth-N-Seal is a
cyanoacrylate product available over-the-counter.
 A mucoadhesive patch which releases citrus oil and magnesium salt (Canker Cover)
has been effective in reducing pain and decreasing healing time without adverse
effects.[37, 38] Additional studies are needed to confirm the initial results and to
directly correlate the indications and uses.
 Debacterol Canker Sore Pain Relief (available by prescription only in the United
States) or HybenX (over-the-counter in Europe) as a single application to the ulcer,
significantly diminishes pain.[39] This agent works by disruption (desiccation,
denaturation, and coagulation) of the microbial biofilm matrix.[40]
 Over-the-counter glycyrrhiza (licorice) bioadhesive hydrogel patch (CankerMelts GX
patches) enhances ulcer healing in addition to reducing pain.[41, 42, 43]
 An oral bioadherent containing polyvinylpyrrolidone and sodium hyaluronate gel
(Gelclair) is used primarily for relief of oral mucositis associated with cancer
chemotherapy or irradiation and is also indicated for pain control in severe,
refractory, recurrent aphthous ulcers (canker sores).[44] Available by prescription
only, Gelclair is mixed with 15 mL of water, stirred, rinsed around the mouth,
gargled, and expectorated. At least 30-60 minutes must elapse after use before
eating.
Immunomodulators, including colchicine,[45, 24] dapsone,[46] clofazimine,[47] cyclosporine,
interferon, tumor necrosis factor antagonists (infliximab, etanercept, adalimumab,
penoxifylline),[46] T-cell modulator modifiers (efalizumab, alefacept), antimetabolites
(methotrexate), alkylating agents (cyclophosphamide) and thalidomide[48] are used in
severe, refractory cases, such as in patients with human immunodeficiency virus (HIV) or
acquired immunodeficiency syndrome (AIDS)[49, 50] or Behçet syndrome.[51, 52] However, the
indications and uses of such therapy are beyond the scope of this article, and adverse
effects can be both problematic and clinically significant. The patient must be closely
observed; therefore, use of this therapy stretches beyond the scope of practice of most
primary care providers.

El-Haddad et al conducted a study to clinically determine the efficacy of honey as a topical


treatment of recurrent minor aphthous ulceration in a Saudi cohort.[53] There were 94
subjects, with 180 minor recurrent aphthous ulcerations. The ulcers were distributed as 67,
57, and 56 ulcers for honey, topical corticosteroid, and Orabase treatment, respectively.
There was a statistically significant difference between the honey group and the other two
groups in terms of reduction of ulcer size, days of pain, and degree of erythema. No side
effects were reported in any group. The authors concluded that honey was effective and
safe in reducing minor aphthous ulcer pain, size, and erythema.[53]

Medscape pediatric aphtose stomatitis.

Anda mungkin juga menyukai