Disusun Oleh :
MUHAMMADIYAH KLATEN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tumbuhan merupakan keragaman hayati yang selalu ada di sekitar
kita, baik itu yang tumbuh secara liar maupun yang sengaja
dibudidayakan. Sejak zaman dahulu, tumbuhan sudah digunakan sebagai
tanaman obat, walaupun penggunaannya disebarkan secara turun-temurun
(Yuniarti, 2008).
Sistem imun terdiri atas imunitas nonspesifik dan spesifik. Kedua
sistem imun bekerja sama dalam mempertahankan keseimbangan badan.
Penyembuhan infeksi akan lebih cepat bila fungsi sistem imun tubuh
ditingkatkan. Berbagai bahan tanaman dapat memacu fungsi berbagai
komponen sistem imun nonspesifik (fagosit, sel NK) dan sistem imun
spesifik (proliferasi sel T, sel B yang memproduksi antibodi) serta
produksi sitokin sehingga dapat digunakan dalam klinik sebagai ajuvan
untuk meningkatkan penyembuhan berbagai penyakit infeksi
(Baratawidjaya, 2006).
Salah satu dari bahan tanaman yang dapat memacu fungsi berbagai
komponen sistem imun ialah tumbuhan sambung nyawa. Tumbuhan
sambung nyawa (Gynura procumbens) termasuk dalam familia
Asteraceae, kandungan kimianya antara lain steroid/triterpenoid,
glikosida, flavonoid, saponin, tanin, dan minyak atsiri. Kandungan
flavonoid, terpenoid dan polifenol merupakan senyawa yang membantu
peran daun sambung nyawa dalam menumpas kanker. Kandungan steroid
dalam daun tersebut berperan sebagai komponen yang dapat mencegah
peradangan sel. Studi preklinis menunjukan bahwa ekstrak Gynura
procumbens (Lour) Merr dapat meningkatkan pengeluaran sel imunitas
tubuh yang terinfeksi oleh Salmonella typhimurium (Utami, 2013).
Tanaman ini tumbuh dan berkembang dengan baik pada daerah
ketinggian 100-1000 m diatas permukaan laut, suhu udara berkisar 20-
30ºC, intensitas cahaya sekitar 40-50%, dan curah hujan 1.500-2.500
mm/tahun. Daun yang digunakan adalah daun tua yang belum menguning.
Daun sambung nyawa memiliki fungsi pengobatan antara lain sebagai
antipiretik, hipotensif, hipoglikemik, mencegah dan meluruhkan batu
ginjal dan batu kandung kemih, antihiperlipidemia, antibakteri, sitostatik,
serta mencegah dan memperbaiki kerusakan sel-sel jaringan ginjal
(Winarto, 2003).
B. Rumusan Masalah
1. Apa kandungan dan manfaat dari daun sambung nyawa ?
2. Bagaimana cara pengolahan daun sambung nyawa sebagai tanaman
obat ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui manfaat tanaman sambung nyawa yang dapat
digunakan sebagai tanaman obat dan dapat mengaplikasikannya pada
kehidupan sehari-hari.
D. Manfaat
Bagi Penulis :
1. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang manfaat daun
sambung nyawa dan cara pengolahannya sebagai obat herbal.
Bagi Pembaca :
1. Dapat mengetahui kandungan dan manfaat dari daun sambung nyawa.
2. Dapat memanfaatkan daun sambung nyawa sebagai obat herbal atau
tradisional.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Morfologi dan Taksonomi Sambung Nyawa
Sambung nyawa merupakan tanaman perdu tegak jika masih muda,
dan merambat jika sudah cukup tua, berperawakan herba berdaging.
Batang segiempat beruas-ruas berwarna hijau dengan bercak ungu.
Daunnya berupa daun tunggal berbentuk elips memanjang, tersebar, tepi
daun bertoreh, berambut halus, panjang tangkai 0,5-3,5 cm, helaian daun
3,5-12,5 cm dengan bagian atas berwarna hijau muda mengkilat, tulang
daun menyirip, dan menonjol pada permukaan daun bagian bawah, dan
lebar daunnya 1,5-5 cm. Susunan bunga majemuk cawan berwarna orange-
kuning, mahkota bertipe tabung berwarna hijau atau jingga, benang sari
berbentuk jarum berwarna kuning dengan kepala sari berlekatan menjadi
satu, dan brachtea involucralis berbentuk garis berujung runcing atau
tumpul (Backer dan van den Brink, 1965).
Sambung nyawa diduga berasal dari Myanmar dan tersebar sampai
Tiongkok serta Asia Tenggara (Jawa, Kalimantan, dan Filipina) (Sudarto,
1990). Di Jawa banyak ditemukan pada ketinggian 1-1200 m dpl, terutama
tumbuh dengan baik pada ketinggian 500 m dpl, banyak tumbuh di
selokan, semak belukar, hutan terang, dan padang rumput. Tanaman
sambung nyawa umumnya dapat dipanen setelah umur 4 bulan, kemudian
dilakukan peremajaan hingga dapat dipanen selama 4 tahun (Backer dan
van den Brink, 1965).
Kedudukan taksonomi sambung nyawa menurut Backer dan van
den Brink (1965) :
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Asterales
Suku : Asteraceae
Marga : Gynura
Jenis : Gynura procumbens (Lour.) Merr.
B. Kandungan Kimia Sambung Nyawa
Penelitian Akowuah dkk. (2002), menunjukkan bahwa daun
sambung nyawa mengandung flavonoid, saponin, tanin, dan terpenoid.
Suganda dkk. (1988), mengemukakan bahwa daun sambung nyawa
mengandung senyawa flavonoid, tanin, saponin, steroid, triterpenoid, asam
klorogenat, asam kafeat, asam vanilat, asam para kumarat, dan asam p-
hidroksi benzoat. Menurut Jenie dkk. 2014), sambung nyawa mengandung
sterol, glikosida sterol, quercetin, kaempferol -3- Oneohesperidosida,
kaempferol -3- glukosida, quercetin -3- rhamnosyl (1-6) galaktosida, dan
quercetin-3-rhamnosyl (1-6) glukosida. Menurut Wahyuningsih (2004),
senyawa yang terkandung dalam sambung nyawa mempunyai aktivitas C6-
C3-C6. Menurut Marston dan ammonia. Flavonoid di alam merupakan
senyawa yang larut dalam air dan dapat diekstraksi dengan menggunakan
etanol 70%. Flavonoid umumnya dalam memerangkap radikal bebas, yang
dapat digunakan sebagai antioksidan. Menurut Rahman dan Asad (2013),
kandungan antioksidan dari daun sambung nyawa dapat diketahui dengan
ekstraksi menggunakan n-hexane, dichloromethane, methanol, dan ethyl
acetate.
1. Flavonoid
Menurut Harborne (1987), flavonoid merupakan senyawa fenol yang
dapat berubah bila ditambahkan senyawa yang bersifat basa atau
ammonia. Flavonoid di alam merupakan senyawa yang larut dalam air
dan dapat diekstraksi dengan menggunakan etanol 70%. Flavonoid
umumnya terdapat dalam tumbuhan terikat pada gula sebagai glikosida
dan aglikon flavonoid. Ikatan senyawa flavonoid dengan gula
menyebabkan banyaknya bentuk kombinasi yang dapat terjadi di
dalam tumbuhan, sehingga flavonoid pada tumbuhan jarang ditemukan
dalam keadaan tunggal, flavonoid sering terdapat campuran yang
terdiri dari flavonoid yang berbeda kelas.
2. Saponin
Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol dan telah
terdeteksi dalam lebih dari 90 suku tumbuhan. Saponin merupakan
senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun, serta dapat
dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan
menghemolisis sel darah (Harborne, 1987).
3. Tanin
Tanin adalah senyawa polifenol yang memiliki berat molekul
cukup tinggi (lebih dari 1000) dan dapat membentuk kompleks dengan
protein. Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam
angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu. Dalam tumbuhan,
tanin terpisah dari protein dan enzim sitoplasma, bila jaringan
tumbuhan rusak, maka dapat terjadi reaksi penyamakan. Tanin
memiliki efek beragam pada system biologis karena dapat berperan
sebagai pengendap protein, pengkhelat logam dan antioksidan biologis
(Harborne, 1987).
4. Triterpenoid
Triterpenoid merupakan senyawa yang tidak memiliki warna
berbentuk kristal, memiliki titik leleh yang tinggi dan merupakan
senyawa optik aktif, yang sukar dicirikan karena tidak memiliki
kereaktifan kimia. Triterpenoid memiliki kerangka karbon yang
berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan
dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualena. Triterpenoid dapat
diklasifikasikan menjadi empat golongan besar yaitu, triterpena,
steroid, saponin, dan glikosida jantung atau kardenolida (Harborne,
1987).