Anda di halaman 1dari 88

1.

Infeksi Nifas

1.1Bendungan Payudara

1.1.1. Definisi

Bendungan Payudara (ASI) adalah terjadinya pembengkakan pada payudara

karena peningkatan aliran vena dan limfe sehingga menyebabkan bendungan ASI dan

rasa nyeri disertai kenaikan suhu badan. (Prawirohardjo, 2005:700).

Pada hari-hari pertama, payudara sering terasa penuh dan nyeri disebabkan

bertambahnya aliran darah ke payudara bersamaan dengan ASI mulai di produksi di

dalam jumlah banyak (Ambarwati,2008).

Bila ibu menyusui bayinya :

o Susukan sesering mungkin

o Kedua payudara disusukan

o Kompres hangat payudara sebelum disusukan

o Bantu dengan memijat payudara untuk pemulaan menyusui

o Sangga payudara

o Kompres dingin pada payudara di antara permulaan waktu menyusui

o Bila demem tinggi berikan PCT 500 mg per Oral setiap 4 jam

o Lakukan evaluasi setelah 3 hari untuk mengetahui hasilnya.

Bila ibu tidak menyusui :

o Sangga payudara

o Kompres dingin payudara untuk mengurangi pembengkakan dan rasa sakit

o Bila di perlukan berikan PCT 500 mg per Oral setiap 4 jam


o Jagan di pijat atau memakai kompres hangat payudara

o Pompa dan kosongkan payudara

1.1.2 Etiologi

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan bendungan ASI, yaitu:

1. Pengosongan mamae yang tidak sempurna (Dalam masa laktasi, terjadi

peningkatan produksi ASI pada Ibu yang produksi ASI-nya berlebihan. apabila

bayi sudah kenyang dan selesai menyusu, & payudara tidak dikosongkan, maka

masih terdapat sisa ASI di dalam payudara. Sisa ASI tersebut jika tidak

dikeluarkan dapat menimbulkan bendungan ASI).

2. Faktor hisapan bayi yang tidak aktif (Pada masa laktasi, bila Ibu tidak

menyusukan bayinya sesering mungkin atau jika bayi tidak aktif mengisap,

maka akan menimbulkan bendungan ASI).

3. Faktor posisi menyusui bayi yang tidak benar (Teknik yang salah dalam

menyusui dapat mengakibatkan puting susu menjadi lecet dan menimbulkan

rasa nyeri pada saat bayi menyusu. Akibatnya Ibu tidak mau menyusui bayinya

dan terjadi bendungan ASI).

4. Puting susu terbenam (Puting susu yang terbenam akan menyulitkan bayi

dalam menyusu. Karena bayi tidak dapat menghisap puting dan areola, bayi

tidak mau menyusu dan akibatnya terjadi bendungan ASI).

5. Puting susu terlalu panjang (Puting susu yang panjang menimbulkan

kesulitan pada saat bayi menyusu karena bayi tidak dapat menghisap areola dan

merangsang sinus laktiferus untuk mengeluarkan ASI. Akibatnya ASI tertahan

dan menimbulkan bendungan ASI).


1.1.3 Patofisiologi

Sesudah bayi lahir dan plasenta keluar, kadar estrogen dan progesteron

turun dalam 2-3 hari. Dengan ini faktor dari hipotalamus yang menghalangi

prolaktin waktu hamil, dan sangat di pengaruhi oleh estrogen tidak dikeluarkan

lagi, dan terjadi sekresi prolaktin oleh hipofisis. Hormon ini menyebabkan

alveolus-alveolus kelenjar mammae terisi dengan air susu, tetapi untuk

mengeluarkan dibutuhkan refleks yang menyebabkan kontraksi sel-sel mioepitel

yang mengelilingi alveolus dan duktus kecil kelenjar-kelenjar tersebut. Refleks ini

timbul bila bayi menyusui. Apabila bayi tidak menyusu dengan baik, atau jika tidak

dikosongkan dengan sempurna, maka terjadi bendungan air susu. Gejala yang biasa

terjadi pada bendungan ASI antara lain payudara penuh terasa panas, berat dan

keras, terlihat mengkilat meski tidak kemerahan. ASI biasanya mengalir tidak

lancar, namun ada pula payudara yang terbendung membesar, membengkak dan

sangat nyeri, puting susu teregang menjadi rata. ASI tidak mengalir dengan mudah

dan bayi sulit mengenyut untuk menghisap ASI. Ibu kadang-kadang menjadi

demam, tapi biasanya akan hilang dalam 24 jam (wiknjosastro,2005)

1.1.4 Penatalaksanaan

Upaya pencegahan untuk bendungan ASI adalah :

1. Menyusui dini, susui bayi sesegera mungkin (setelah 30 menit) setelah

dilahirkan

2. Susui bayi tanpa jadwal atau ondemand

3. Keluarkan ASI dengan tangan atau pompa, bila produksi melebihi

kebutuhan bayi
4. Perawatan payudara pasca persalinan

Upaya pengobatan untuk bendungan ASI adalah :

1. Kompres hangat payudara agar menjadi lebih lembek

2. Keluarkan sedikit ASI sehingga puting lebih mudah ditangkap dan dihisap

oleh bayi.

3. Sesudah bayi kenyang keluarkan sisa ASI

4. Untuk mengurangi rasa sakit pada payudara, berikan kompres dingin

5. Untuk mengurangi statis di vena dan pembuluh getah bening lakukan

pengurutan (masase) payudara yang dimulai dari putin kearah korpus

(Sastrawinata, 2004).

Sebaiknya selama hamil atau dua bulan terakhir dilakukan masase atau

perawatan puting susu dan areola mamae untuk mencegah terjadinya puting

susu kering dan mudah mencegah terjadinya payudara bengkak.


1.2 Mastitis

1.2.1 Definisi

Infeksi Payudara (Mastitis) adalah suatu infeksi pada jaringan payudara.

Biasanya terjadi karena adanya bakteri jenis staphylococcus aureus. Bakteri biasanya

masuk melalui puting susu yang pecah-pecah atau terluka.Pada infeksi yang berat

atau tidak diobati, dapat terbentuk abses payudara (penimbunan nanah di dalam

payudara). Mastitis adalah reaksi sistematik seperti demam, terjadi 1-3 minggu

setelah melahirkan sebagai komplikasi sumbatan saluran air susu (Masjoer, 2001).

Mastitis adalah peradangan payudara yang dapat disertai atau tidak disertai

infeksi.Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga mastitis

laktasional atau mastitis puerperalis.Kadang-kadang keadaan ini dapat menjadi fatal

bila tidak diberikan tindakan yang adekuat.Abses payudara, pengumpulan nanah lokal

di dalam payudara, merupakan komplikasi berat dari mastitis. Keadaan inilah yang

menyebabkan beban penyakit bertambah berat (Sally I, Severin V.X, 2003 dalam

Anonim, 2013).

Mastitis diklasifikasikan menjadi4 jenis, yaitu: mastitis puerparalis epidemic,

mastitis aninfeksosa, mastitis subklinis dan mastitis infeksiosa. Dimana keempat jenis

tersebut muncul dalam kondisi yang berbeda-beda. Diantaranya adalah sebagai berikut

(Bertha, 2002 dalam Djamudin, 2009):

1. Mastitis Puerparalis Epidemik


Mastitis puerparalis epidemic ini biasanya timbul apabila pertama kali bayi dan

ibunya terpajan pada organisme yang tidak dikenal atau verulen. Masalah ini paling

sering terjadi di rumah sakit, yaitu dari infeksi silang atau bekesinambungan strain

resisten.

2. Mastitis Noninfesiosa

Mastitis moninfeksiosa terjadi apabila ASI tidak keluar dari sebagian atau

seluruh payudara, produksi ASI melambat dan aliran terhenti.Namun proses ini

membutuhkan waktu beberapa hari dan tidak akan selesai dalam 2–3 minggu. Untuk

sementara waktu, akumulasi ASI dapat menyebabkan respons peradangan.

3. Mastitis Subklinis

Mastitis subklinis telah diuraikan sebagai sebuah kondisi yang dapat disertai

dengan pengeluaran ASI yang tidak adekuat, sehingga produksi ASI sangat

berkurang yaitu kira-kira hanya sampai di bawah 400 ml/hari (<400 ml/hari).

4. Mastitis Infeksiosa

Mastitis infeksiosa terjadi apabila siasis ASI tidak sembuh dan proteksi oleh

faktor imun dalam ASI dan oleh respon–respon inflamasi. Secara normal, ASI segar

bukan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.

1.2.2 Etiologi

Infeksi payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang banyak ditemukan

pada kulit yang normal yaitu Staphylococcus aureus. Bakteri ini seringkali berasal dari

mulut bayi yang masuk ke dalam saluran air susu melalui sobekan atau retakan di kulit

pada puting susu.Mastitis biasanya terjadi pada wanita yang menyusui dan paling
sering terjadi dalam waktu 1-3 bulan setelah melahirkan.Sekitar 1-3% wanita menyusui

mengalami mastitis pada beberapa minggu pertama setelah melahirkan.

Soetjiningsih (1997) menyebutkan bahwa peradangan pada payudara (Mastitis)

di sebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:

a. Payudara bengkak yang tidak disusu secara adekuat, akhirnya tejadi mastitis.

b. Puting lecet akan memudahkan masuknya kuman dan terjadi payudara bengkak.

c. Penyangga payudara yang terlalu ketat, mengakibatkan segmental engorgement

sehingga jika tidak disusu secara adekuat bisa erjadi mastitis.

d. Ibu yang memiliki diet jelek, kurang istirahat, anemia akan mempermudah terkena

infeksi.

Pada wanita pasca menopause, infeksi payudara berhubungan dengan

peradangan menahun dari saluran air susu yang terletak di bawah puting susu.

Perubahan hormonal di dalam tubuh wanita menyebabkan penyumbatan saluran air

susu oleh sel-sel kulit yang mati. Saluran yang tersumbat ini menyebabkan payudara

lebih mudah mengalami infeksi.Dua penyebab utama mastitis adalah stasis ASI dan

infeksi.Stasis ASI biasanya merupakan penyebab primer yang dapat disertai atau

berkembang menuju infeksi.Guther pada tahun 1958 menyimpulkan dari pengamatan

klinis bahwa mastitis diakibatkan oleh stagnasi ASI di dalam payudara, dan bahwa

pengeluaran ASI yang efisien dapat mencegah keadaan tersebut.Ia menyatakan bahwa

bila terjadi infeksi, bukan primer, tetapi diakibatkan oleh stagnasi sebagai media

pertumbuhan bakteri.
Thomsen,dkk pada tahun 1984 menghasilkan bukti tambahan tentang

pentingnya stasis ASI. Mereka menghitung leukosit dan bakteri dalam ASI dari

payudara dengan tanda klinis mastitis dan mengajukan klasifikasi berikut, yaitu:

a. Stasis ASI

Statis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan efisien dari payudara. Hal

ini terjadi jika payudara terbendung segera setelah melahirkan, atau setiap saat jika

bayi tidak mengisap ASI, kenyutan bayi yang buruk pada payudara, pengisapan

yang tidak efektif, pembatasan frekuensi/durasi menyusui, sumbatan pada saluran

ASI, suplai ASI yang sangat berlebihan dan menyusui untuk kembar dua/lebih.

Statis ASI dapat membaik hanya dengan terus menyusui, tentunya dengan teknik

yang benar.

b. Inflamasi non infeksiosa (atau mastitis noninfeksiosa)

Mastitis jenis ini biasanya ditandai dengan gejala sebagai berikut:Adanya bercak

panas/nyeri tekan yang akut, bercak kecil keras yang nyeri tekan, dan tidak terjadi

demam dan ibu masih merasa baik-baik saja.Mastitis non infeksiosa membutuhkan

tindakan pemerasan ASI setelah menyusui.

c. Mastitis infeksiosa

Mastitis jenis ini biasanya ditandai dengan gejala sebagai berikut: lemah, nyeri

kepala seperti gejala flu, demam suhu > 38,5 derajat celcius, ada luka pada

puting payudara, kulit payudara tampak menjadi kemerahan atau mengkilat, terasa

keras dan tegang, payudara membengkak, mengeras, dan teraba hangat, dan terjadi

peningkatan kadar natrium sehingga bayi tidak mau menyusu karena ASI yang

terasa asin. Mastitis infeksiosa hanya dapat diobati dengan pemerasan ASI dan
antibiotik sistemik. Tanpa pengeluaran ASI yang efektif, mastitis non infeksiosa

sering berkembang menjadi mastitis infeksiosa, dan mastitis infeksiosa menjadi

pembentukan abses.

1.2.3 Tanda dan Gejala

Tanda dan Gejala dari mastitis ini biasanya berupa:

a. Payudara yang terbendung membesar, membengkak, keras dan kadang terasa nyeri.

b. Payudara dapat terlihat merah, mengkilat dan puting teregang menjadi rata.

c. ASI tidak mengalir dengan mudah, dan bayi sulit mengenyut untuk menghisap ASI

sampai pembengkakan berkurang.

d. Ibu akan tampak seperti sedang mengalami flu, dengan gejala demam, rasa dingin

dan tubuh terasa pegal dan sakit.

e. Terjadi pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang sama dengan

payudara yang terkena.

Gejala yang muncul juga hampir sama dengan payudara yang membengkak

karena sumbatan saluran ASI antara lain :

a. Payudara terasa nyeri

b. Teraba keras

c. Tampak kemerahan

d. Permukaan kulit dari payudara yang terkena infeksi juga tampak seperti pecah–

pecah, dan badan terasa demam seperti hendak flu, bila terkena sumbatan tanpa

infeksi, biasanya di badan tidak terasa nyeri dan tidak demam. Pada payudara juga

tidak teraba bagian keras dan nyeri serta merah.


Namun terkadang dua hal tersebut sulit untuk dibedakan, gampangnya bila

didapat sumbatan pada saluran ASI, namun tidak terasa nyeri pada payudara, dan

permukaan kulit tidak pecah – pecah maka hal itu bukan mastitis. Bila terasa sakit pada

payudara namun tidak disertai adanya bagian payudara yang mengeras, maka hal

tersebut bukan mastitis (Pitaloka, 2001 dalam Anonim, 2013).

1.2.4 Patofisiologi

Secara garis besar, mastitis atau peradangan pada payudara dapat terjadi karena

proses infeksi ataupun noninfeksi. Namun semuanya bermuara pada proses infeksi.

Mastitis akibat proses noninfeksi berawal dari proses laktasi yang normal. Namun

karena sebab-sebab tertentu maka dapat menyebabkan terjadinya gangguan

pengeluaran ASI atau yang biasa disebut sebagai stasis ASI.Hal ini membuat ASI

terperangkap di dalam ductus dan tidak dapat keluar dengan lancar.Akibatnya mammae

menjadi tegang.Sehingga sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar dan

tertekan.permeabilitas jaringan ikat meningkat, beberapa komponen(terutama protein

dan kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan jaringan

sekitar sel memicu respon imun. Terjadi inflmasi hingga sehingga mempermudah

terjadinya infeksi.Kondisi ini membuat lubang duktus laktiferus menjadi port de entry

bakteri, terutama bakteri Staphylococcus aureus dan Strepcococcus sp.

Hampir sama dengan kejadian pada mastitis noninfeksi, mastitis yang terjadi

akibat proses infeksi terjadi secara langsung, yaitu saat timbul

fisura/robekan/perlukaan pada puting yang terbentuk saat awal laktasi akan

menjadikanport de entry/tempat masuknya bakteri. Proses selanjutnya adalah infeksi

pada jaringan mammae.


1.2.5 Penatalaksanaan

Setelah diagnosa mastitis dipastikan, hal yang harus segera dilakukan adalah

pemberian susu kepada bayi dari mamae yang sakit dihentikan dan diberi antibiotik.

Dengan tindakan ini terjadinya abses seringkali dapat dicegah, karena biasanya infeksi

disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Penicilin dalam dosis cukup tinggi dapat

diberikan sebagai terapi antibiotik.Sebelum pemberian penicilin dapat diadakan

pembiakan/kultur air susu, supaya penyebab mastitis benar-benar diketahui.

Apabilaada abses maka nanah dikeluarkan,kemudian dipasang pipa ke tengah abses

agar nanah dapat keluar terus. Untuk mencegah kerusakan pada duktus laktiferus,

sayatan dibuat sejajar dengan jalannya duktus-duktus tersebut.

Prinsip-prinsip utama penanganan mastitis adalah:

1. Konseling suportif

Mastitis merupakan pengalaman yang paling banyakwanita merasa sakit dan

membuat frustasi.Selain dalam penanganan yang efektif dan pengendalian nyeri,

wanita membutuhkan dukungan emosional. Ibu harus diyakinkan kembali tentang

nilai menyusui, yang aman untuk diteruskan, bahwa ASI dari payudara yang terkena

tidak akan membahayakan bayinya dan bahwa payudaranya akan pulih, baik bentuk

maupun fungsinya. Klien membutuhkan bimbingan yang jelas tentang semua

tindakan yang dibutuhkan untuk penanganan, dan bagaimana meneruskan

menyusui/memeras ASI dari payudara yang sakit. Klien akan membutuhkan tindak

lanjut untuk mendapat dukungan terus menerus dan bimbingan sampai kondisinya

benar-benar pulih.

2. Pengeluaran ASI dengan efektif


Hal ini merupakan bagian terapi terpenting, antara lain:

a. Bantu ibu memperbaiki kenyutan bayi pada payudaranya

b. Dorong untuk sering menyusui, sesering dan selama bayi menghendaki, tanpa

pembatasan

c. Bila perlu peras ASI dengan tangan/pompa/botol panas, sampai menyusui dapat

dimulai lagi

3. Terapi antibiotik

Terapi antibiotik diindikasikan pada:

a. Hitung sel dan koloni bakteri dan biakan yang ada serta menunjukkan infeksi

b. Gejala berat sejak awal

c. Terlihat puting pecah-pecah

d. Gejala tidak membaik setelah 12-24 jam setelah pengeluaran ASI diperbaiki

maka Laktamase harus ditambahkan agar efektif terhadap Staphylococcus

aureus. Untuk organisme gram negatif, sefaleksin/amoksisillin mungkin paling

tepat. Jika mungkin, ASI dari payudara yang sakit sebaiknya dikultur dan

sensivitas bakteri antibiotik ditentukan.


Antibiotik Dosis

Eritromisin 250-500 mg setiap 6 jam

Flukloksasilin 250 mg setiap 6 jam

Dikloksasilin 125-250 mg setiap 6 jam per oral

Amoksasilin (sic) 250-500 mg setiap 8 jam

Sefaleksin 250-500 setiap 6 jam

e. Pada kasus infeksi mastitis, penanganannya antara lain:

1. Berikan antibiotik Kloksasilin 500 mg per oral 4 kali sehari setiap 6 jam

selama 10 hari atau eritromisin 250 mg per oral 3 kali sehari selama 10 hari.

2. Bantulah ibu agar tetap menyusui

3. Bebat/sangga payudara

4. Kompres hangat sebelum menyusui untuk mengurangi bengkak dan

nyeriyaitu dengan memberikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam dan

lakukan evaluasi secara rutin.

Pengobatan yang tepat dengan pemberian antibiotik, mintalah pada dokter

antibiotik yang baik dan aman untuk ibu yang menyusui, selain itu bila badan terasa

panas, ibu dapat minum obat turun panas, kemudian untuk bagian payudara yang

terasa keras dan nyeri, dapat dikompres dengan menggunakan air hangat untuk

mengurangi rasa nyeri.

Bila tidak tahan nyeri, dapat meminum obat penghilang rasa sakit, istirahat

yang cukup amat perlu untuk mengembalikan kondisi tubuh menjadi sehat kembali.

Disamping itu, makan dan minum yang bergizi, minum banyak air putih juga akan
membantu menurunkan demam, biasanya rasa demam dan nyeri itu akan hilang

dalam dua atau tiga hari dan ibu akan mampu beraktivitas seperti semula

4. Terapi simtomatik

Nyeri sebaiknya diterapi dengan analgesik. Ibuprofen dipertimbangkan

sebagai obat yang paling efektif dan dapat membantu mengurangi inflamasi dan

nyeri. Parasetamol merupakan alternatif yang paling tepat. Istirahat sangat penting,

karena tirah baring dengan bayinya dapat meningkatkan frekuensi menyusui,

sehingga dapat memperbaiki pengeluaran susu. Tindakan lain yang dianjurkan

adalah penggunaan kompres hangat pada payudara yang akan menghilangkan nyeri

dan membantu aliran ASI, dan yakinkan bahwa ibu cukup minum cairan. Dilakukan

pengompresan hangat pada payudara selama 15-20 menit, 4 kali/hari. Diberikan

antibiotik dan untuk mencegah pembengkakan, sebaiknya dilakukan pemijatan dan

pemompaan air susu pada payudara yang terkena.

a. Mastitis (Payudara tegang / indurasi dan kemerahan)

 Berikan klosasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari. Bila diberikan sebelum

terbentuk abses biasanya keluhannya akan berkurang.

 Sangga payudara.

 Kompres dingin.

 Bila diperlukan berikan Parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.

 Ibu harus didorong menyusui bayinya walau ada PUS.

 Ikuti perkembangan 3 hari setelah pemberian pengobatan.


1.3 Metritis

1.3.1 Pengertian Metritis

Metritis/miometritis adalah radang miometrium atau infeksi uterus setelah

persalinan dan merupakan penyebab kematian ibu, keterlambatan terapi akan

menyebabkan abses, peritonitis, syok, thrombosis vena, emboli paru, infeksi panggul

kronik, sumbatan tuba dan infertilitas.

1.3.2 Klasifikasi Metritis

1. Metritis Akut

Metritis akut biasanya terdapat pada abortus septic atau infeksi post partum.

Penyakit ini tidak berdiri sendiri, akan tetapi merupakan bagian dari infeksi yang

lebih luas. Pada wanita dengan endometrium yang meradang (endometritis) dapat

menimbulkan metritis akut. Pada penyakit ini miometrium menunjukkan reaksi

radang berupa pembengkakan daan infiltrasi sel-sel radang. Perluasan dapat terjadi

lewat jalan limfe atau lewat trombofeblitis dan kadang-kadang dapat terjadi abses.

2. Metritis Kronik

Metritis kronik adalah diagnosis yang dahulu banyak dibuat atas dasar

menometrogia dengan uterus lebih besar dari biasa, sakit pinggang dan leukorea.

Akan tetapi pembesaran uterus pada seorang multipara umumnya disebabkan oleh

pertambahan jaringan ikat akibat kelamin. Bila pengobatan terlambat atau kurang

adekuat dapat menjadi :

a. Abses pelvik
b. Peritonitis

c. Syok septic

d. Dispareunia

e. Trombosis vena yang dalam

f. Emboli pulmona

g. Infeksi pelvik yang menahun

h. Penyumbatan tuba dan infertilitas

1.3.3 Penyebab Metritis

1. Infeksi abortus dan partus

2. Penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim

3. Infeksi post curettage

Miometritis dapat juga terjadi karena kelanjutan dari kelahiran yang tidak

normal, seperti abortus, retensi sekundenarum, kelahiran premature, kelahiran kembar,

kelahiran yang sukar (distosia), perlukaan yang disebabkan oleh alat-alat yang

dipergunakan untuk pertolongan pada kelahiran yang sukar.

1.3.4 Tanda dan Gejala Metritis

1. Demam menggigil

2. Nyeri perut bawah

3. Lokea berbau dan bernanah

4. Uterus nyeri tekan

5. Perdarahan per vaginam

6. Syok

1.3.5 Komplikasi Metritis


Dapat terjadi penyebaran ke jaringan sekitarnya seperti :

1. Parametritis (infeksi sekitar rahim)

2. Salpingitis (infeksi saluran otot)

3. Ooforitis (infeksi indung telur)

4. Pembentukan nanah sehingga terjadi abses pada tuba atau indung telur.

1.3.6 Deteksi Dini Metritis

1. Menyembuhkan penyakit metabolisme.

2. Memenuhi kebutuhan magnesium.

3. Memperbaiki kebutuhan nutrisi.

4. Menjaga kebersihan alat yang digunakan dalam pertolongan kelahiran.

1.3.7 Asuhan Kebidanan Pasien dengan Metritis

1. Menjelaskan tentang kemungkinan penyakit yang dideritanya.

2. Memberikan dukungan emosional kepada pasien agar pasien tenang dan dapat

menerima dengan ikhlas segala sesuatu yang terjadi pada dirinya.

3. Memberikan tablet penambah darah untuk memperbaiki kadar hemoglobinnya.

4. Meminta persetujuan pasien dan keluarga untuk dilakukan rujukan.

5. Mendampingi ibu saat dilakukan rujukan.

6. Memberikan uterotonika.

7. Membiarkan ibu istirahat dengan posisi fowler.

1.3.8 Penatalaksanaan Metritis

1. Segera transfuse, jika ada perdarahan.


2. Berikan antibiotika kombinasi sampai ibu bebas damam selama 48 jam.

a. Ampisillin 2 gram IV setiap 6 jam, ditambah gentamisin 5 mg/kgBB IV tiap

24 jam, ditambah metronidazol 500 mg IV tiap 8 jam.

b. Jika demam masih ada 72 jam setelah terapi, kaji ulang diagnostic.

3. Jika diduga ada sisa plasenta, lakukan eksplorasi digital dan keluarkan bekuan

serta sisa kotiledon.

4. Jika tidak ada kemajuan dengan terapi konservatif, dan ada peritonitis (demam,

nyeri lepas, dan nyeri abdomen), lakukan laparatomi dan drain abdomen.

5. Jika uterus terinfeksi dan nekrotik, lakukan histerektomi subtotal.

1.4 Sepsis Puerperalis

1.4.1 Pengertian Sepsis Puerperalis

Sepsis adalah adanya mikroorganisme patogen atau toxic lain didalam darah

atau jaringan tubuh. Dalam hal ini sepsis adalah suatu peradangan yang terjadi

sistemik atau biasa disebut Systemic Inflamation Respon Syndrom ( SIRS).

Sepsis puerperalis adalah infeksi pada traktus genitalia yang dapat terjadi

setiap saat antara awitan pecah ketuban (ruptur membran) atau persalinan dan 42 hari

setelah persalinan atau abortus.

1.4.2 Tanda-Tanda dan Gejala Sepsis Puerperalis

Ibu biasanya mengalami:


1. Nyeri pelvik

2. Lochea yang abnormal

3. Suhu >380C atau <360

4. Denyut jantung >90 x permenit

5. leukosit >12.000/mm2

6. Nyeri tekan uterus

7. Pada laserasi/luka episiotomi terasa nyeri, bengkak, mengeluarkan cairan

nanah

8. Lochea yang berbau menyengat atau busuk

9. Keterlambatan dalam kecepatan penurunan ukuran uterus (sub involusi

uterus)

1.4.3 Etiologi

Bakteri Penyebab Sepsis Puerperalis, diantaranya :

1. Streptococcus Hemoliticus Aerobicus. Streptococcus ini merupakan sebab

infeksi yang berat khususnya golongan A. Infeksi ini biasanya eksogen ( dari

penderita lain, alat atau kain yang tidak steril, infeksi tenggorokan orang lain)

2. Stapylococcus Aureus, kuman ini biasanya menyebabkan infeksi terbatas wala

upun kadang -kadang dapat menyebabkan infeksi umum. Stafilococcus

banyak ditemukan di Rumah Sakit dan dalam tenggorokan orang yang terlihat

sehat.
3. E.Coli, kuman ini umumnya berasal dari kandung kencing dan rektum

dan dapat menyebabkan infeksi terbatas dalam perineum, uvula, dan

endometrium. Kuman ini merupakan sebab penting dari infeksi traktus

urinarius.

4. Clostridium Welchii, infeksi dengan kuman ini yang bersifat anaerobik jarang

ditemukan, akan tetapi sangat berbahaya, infeksi lebih sering terjadi pada

abortus kriminalis.

Infeksi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gabungan antara beberapa

macam bakteri. Bakteri tersebut bisa endogen atau eksogen.

a. Bakteri Endogen

Bakteri ini secara normal hidup di vagina dan rektum tanpa menimbulkan

bahaya(misal, beberapa jenis stretopkokus dan stafilokokus, E. Coli, Clostridium wel

chii). Bahkan jika teknik steril sudah digunakan untuk persalinan, infeksi masih dapat

terjadi akibat bakteri endogen. Bakteri endogen juga dapat membahayakan dan

menyebabkan infeksi jika :

1. Bakteri ini masuk ke dalam uterus melalui jari pemeriksa atau melalui

instrument pemeriksaan pelvic

2. Bakteri terdapat dalam jaringan yang memar, robek/ laserasi, atau jaringan

yang mati (misalnya setelah persalinan traumatik atau setelah persalinan

macet)

3. Bakteri masuk sampai ke dalam uterus jika terjadi pecah ketuban yang lama.
b. Bakteri Eksogen

Bakteri ini masuk ke dalam vagina dari luar (streptokokus, Clostridium tetani,

dsb). Bakteri eksogen dapat masuk ke dalam vagina:

1. melalui tangan yang tidak bersih dan instrumen yang tidak steril

2. melalui substansi/benda asing yang masuk ke dalam vagina (misal,

ramuan/ jamu, minyak, kain

3. melalui aktivitas seksual

1.4.4 Terjadinya Sepsis Puerperalis

Sepsis puerperalis dapat terjadi di masa intrapartum atau postpartum. Sebelum

kelahiran, membran amniotik dan membran korionik dapat terinfeksi jika ketuban

pecah (ruptur membran) terjadi berjam-jam sebelum persalinan dimulai. Bakteri

kemudian mempunyai cukup waktu untuk berjalan dari vagina ke dalam uterus dan

menginfeksi membran, plasenta, bayi, dan ibu. Korioamnionitis merupakan suatu

masalah yang sangat serius dan dapat membahayakan hidup ibu dan bayinya.

Setelah persalinan, sepsis puerperalis mungkin terlokalisasi di perineum,

vagina, serviks, atau uterus. Infeksi pada uterus dapat menyebar dengan cepat sehingga

menyebabkan infeksi pada tuba fallopi atau ovarium, parametritis, peritonitis, dan

menyebar ke pembuluh limfe, yang kemudian akan menyebabkan septikemia jika

masuk ke aliran darah. Ini kemudian semakin diperumit dengan adanya syok septik dan

koagulasi intravaskular diseminata (disseminated intravaskular coagulation (DIC)

yang dapat menimbulkan masalah perdarahan. Sepsis puerperalis dengan cepat dapat

berakibat fatal.
Ibu di masa postpartum (masa nifas) memang rentan terhadap infeksi karena

adanya faktor – faktor berikut :

1. Sisi perlekatan plasenta merupakan tempat yang besar, hangat, gelap, dan

basah. Ini memungkinkan bakteri untuk tumbuh dengan sangat cepat. Tempat

seperti ini merupakan suatu media yang ideal untuk pembiakan bakteri. Di

laboratorium, kondisi-kondisi yang hangat, gelap dan basah sengaja dibuat

untuk membantu bakteri tumbuh dan berbiak

2. Sisi plasenta memiliki persediaan darah yang kaya, dengan pembuluh-

pembuluh darah besar yang langsung menuju sirkulasi vena utama. Hal ini

memungkinkan bakteri di sisi plasenta untuk bergerak dengan sangat cepat ke

dalam aliran darah. Ini disebut septikemia. Septikemia dapat menyebabkan

kematian dengan sangat cepat

3. Sisi plasenta tidak jauh dari bagian luar tubuh ibu. Hanya panjang vagina (9-10

cm) yang memisahkan jalan masuk ke uterus dan lingkungan luar. Ini berarti

bahwa bakteri yang biasanya hidup di rektum (seperti E Coli) dapat dengan

mudah pindah ke dalam vagina dan kemudian menuju uterus. Di sini bakteri

menjadi berbahaya atau “patogenik” karena menyebabkan infeksi pada sisi

plasenta.

4. Selama pelahiran, area serviks ibu, vagina, atau area perineumnya mungkin

robek atau di episiotomi. Area jaringan yang terluka ini rentan terhadap infeksi,

terutama jika teknik steril pada pelahiran tidak digunakan. Infeksi biasanya
terlokalisasi, tetapi pada kasus-kasus berat infeksi ini dapat menyebar ke

jaringan di bawahnya.

1.4.5 Faktor Resiko Pada Sepsis Puerperalis

Ada beberapa ibu yang lebih mudah terkena sepsis puerperalis, misalnya ibu

yang mengalami anemia atau kekurangan gizi atau ibu yang mengalami persalinan

lama.

1.4.6 Penatalaksanaan Sepsis Puerperalis

Prioritas di dalam penatalaksanaan sepsis puerperalais, antara lain:

1. Kaji kondisi pasien

2. Resusitasi ibu,jika perlu

3. Isolasi ibu sesegera mungkin jika ada dugaan infeksi

4. Ambil spesimen untuk memeriksa organisme penyebab dan pastikan dianosis,dan

5. Mulai berikan terapi antibiotik berspektrum luas.

1.4.7 Penatalaksanaan Sepsis Puerperalis

1. Isolasi dan Batasan pada Perawatan Ibu

Tujuan dari kegiatan ini adalah mencegah penyebaran infeksi pada ibu lain dan

bayi mereka. Prinsip-prinsip keperawatan dasar adalah penting bidan harus :


1. Merawat ibu di suatu ruang terpisah atau jika hal ini tidak mungkin, di pojok

bangsal, terpisah dengan pasien lain.

2. Menggunakan gown dan sarung tangan pada saat mengunjungi ibu dan gown

serta sarung tangan khusus ini hanya di pakai ketika berhadapan dengan ibu

3. Menyimpan satu set peralatan, alat makan, peralatan dapur lainnya hanya

digunakan untuk ibu dan memastikan bahwa peralatan ini tidak digunakan oleh

orang lain.

4. Mencuci tangan sampai bersih sebelum dan setelah mengurusi ibu.

2. Pemberian Dosis Tinggi Antibiotik Berspektrum Luas

Kegiatan ini biasanya diresepkan oleh dokter. Jika di tempat tersebut tidak

tersedia dokter, petugas kebidanan harus mengetahui cara meresepkan dan

memberikan obat-obatan yang tepat. Jika secara hukum tidak memungkinkan peraturan

tersebut harus dikaji kembali.

Ibu akan meninggal akibat sepsis puerperalis jika terapi antibiotik yang

tepat tidak diberikan sedini mungkin. Tujuan pemberian antibiotik adalah memulai

pengobatan dengan segera dan menghentikan penyebaran infeksi lebih lanjut.

o Pilihan antibiotik

Jika ibu tidak sangat sakit (misalnya tidak demam atau hanya demam

ringan, denyut tidak sangat tinggi, status kesadaran normal).

Program pengobatan yang berguna adalah :


1. Amoxilin 1 gram stat pe oral di ikuti dengan 500 mg setiap 8 jam selama tujuh

hari + metronidazole 400 atau 500 mg setiap 8 jam selama tujuh hari, atau

2. Amoxilin 1 gram stat peroral di ikuti deggan 500 mg setiap 8 jam selama tujuh

hari + tetrasiklin 1 gram statper oral di ikuti dengan 500 mg setiap 6 jam selama

tujuh hari.

Jika ibu sangat sakit (misalnya demam sangat tinggi, denyut cepat, konfusi).

Sering kali lebih dari satu jenis bakteri yang menyerang. Suatu kombinasi antibiotik

harus diberikan untuk memberi cakupan seluas mungkin.

Metronidazole dan kloramfenikol sangat efektif untuk melawan klamidia dan

bakteri lain yang resisten terhadap antibiotic lain. Metronidazole harus diberika jika

ibu telah menjalani sekseio sesaria atau jika anda mencurigai adanya infeksi klamedia.

Program pengobatan yang membantu :

 Benzilpenisilin 5 juta IU IV stat di ikuti dengan 2 juta IU setiap 6 jam + gentamisin

100 mg stat IM di ikuti 80 mg setiap 8 jam + metronidazole 400 mg atau 500 mg

per ora setiap 8 jam, atau

 Ampisilin 1 gram IV stat di ikuti dengan 500 mg IM setiap 6 jam + metronidazole

400 atau 500 mg per oral setiap 8 jam, atau

 Benzilpenisilin 5 juta IU IV stat di ikuti dengan 2 juta IU setiap 6 jam + gentamisin

100 mg stat IM di ikuti dengan 80 mg setiap 8 jam, atau

 Benzilpensilin 5 juta IU IV stat di ikuti dengan 2 juta IU setiap 6 jam +

kloramfenikol 500 mg setiap 6 jam.

3. Pemberian cairan yang banyak


Tujuan pemberian cairan ini adalah memperbaiki atau mencegah dehidrasi dan

membantu menurunkan demam.

Pada kasus-kasus berat, penting untuk memberikan cairan intravena terlebih

dahulu. Jika ibu sadar dan tidak ada indikasi yang menunjukan perlunya pemberian

anastesi umum pada beberapa jam selanjutnya, ia juga harus diberikan cairan oral. Pada

kasus kasus ringan tambahkan asupan cairan oral.

4. Pengeluaran fragmen plasenta yang tertahan

Fragmen plasenta yang tertahan dapat menjadi penyebab terjadinya sepsis

puerperalis curigai keadaan ini jika uterus lunak dan membesar,dan jika lokea

berlebihan dan mengandung bekuan darah.ibu harus segera dirujuk ke fasilitas yang

mempunyai peralatan dan petugas perawatan kesehatan terlatih untuk melakukan

kuretase.

5. Pemberian asuhan keperawatan yang terlatih

Berikut ini adalah hal-hal yang penting :

 Menganjurkan ibu untuk beristirahat di tempat tidur

 Memantau tanda-tanda vital

 Mengukur asupan dan pengeluaran

 Menjaga agar catatan tetap akurat

 Mencegah penyebaran infeksi dan infeksi silang

 Masalah praktek yang mungkin muncul, meliputi :

 Fasilitas tidak memungkinkan untuk melakukan isolasi yang layak


 Kurangnya staf menyebabkan tidak mungkin untuk mengalokasikan seorang

bidan atau perawat untuk memberikan perawatan

2.1 Asfiksia Neonatorum

2.1.1 Definisi

Asfiksia Neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas

secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga dapat menurunkan O2 dan

mungkin meningkatkan C02 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih

lanjut.(¹ ² )

Atas dasar pengalaman klinis, Asfikia Neonaiorum dapat dibagi dalam :

a. "Vigorous baby'' skor apgar 7-10, dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak

memerkikan istimewa.

b. "Mild-moderate asphyxia" (asfiksia sedang) skor apgar 4-6 pada pemeriksaan

fisis akan terlihat frekuensi jantung lebih dari lOOx/menit, tonus otot kurang

baik atau baik, sianosis, refick iritabilitas tidak ada

c. Asfiksia berat: skor apgar 0-3. Pada pemeriksaan fisis ditemukan' frekuensi

jantung kurang dari l00x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-

kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada

Asfiksia berat dengan henti jantung yaitu keadaan :

1. Bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelu lahir

lengkap.

2. Bunyi jantung bayi menghilang post partum.


2.1.2 Etiologi

Asfiksia janin atau neonatus akan terjadi jika terdapat gangguan perlukaran gas

atau pengangkutang O2 dari ibu kejanin. Gangguan ini dapat timbul pada masa

kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Hampir sehagian hes;ir asfiksia bayi

baru lahir meriip;ik;in kcltiniutan asfiksia janin, karena itu penilaian janin selama

kehamilan dan persalinan. memegang peran penting untuk keselamatan bayi atau

kelangsungan hidup yang sempurna tanpa gejala sisa.

Pengolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi terdiri dari:

1. Faktor Ibu

a. Hipoksia ibu Terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian

obat analgetika atau anestesia dalam. Hal ini akan

menimbulkan hipoksia janin.

b. Gangguan aliran darah uterus Mengurangnya aliran darah

pada uterus akan menyebabkan berkurangnya pengaliran

oksigen ke plasenta dan kejanin. Hal ini sering ditemukan pada

 Ganguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni

atau tetani uterus akibat penyakit atau obat.

 Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan.

 Hipertensi pada penyakit akiomsia dan lain-lain.

2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi

plasenta. .Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak

pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta dan lain-

lain.

3. Faktor fetus

Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah

dalam pcmbuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas

antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada

keadaan : tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher kompresi tali

pusat antar janin dan jalan lahir dan lain-lain.

4. Faktor Neonatus

Depresi pusat pernapasan pada bayi baun lahir dapat terjadi karena

1. Pemakaian obat anestesia/analgetika yang berlebihan pada ibu

secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan

janin.

2. Trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarah

intrakranial. Kelainan konginental pada bayi, misalnya hernia

diafrakmatika atresia/stenosis saluran pernafasan, hipoplasia

paru dan lain-lain.

2.1.3 Patofisiologi
Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada masa

kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkankan asfiksia

ringan yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia transien), proses ini dianggap sangat

perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar lerjadi “Primarg gasping”

yang kemudian akan berlanjut dengan pernafasan.

Bila terdapat gangguaan pertukaran gas/pengangkutan O2 selama kehamilan

persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fugsi

sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan

fungsi ini dapat reversibel/tidak tergantung kepada berat dan lamanya asfiksia. Asfiksia

yang terjadi dimulai dengan suatu periode apnu (Primany apnea) disertai dengan

penurunan frekuensi jantung selanjutnya bayi akan memperlihatkan usaha bernafas

(gasping) yang kemudian diikuti oleh pernafasan teratur. Pada penderita asfiksia berat,

usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnu kedua

(Secondary apnea). Pada tingkat ini ditemukan bradikardi dan penurunan tekanan

darah.

Disamping adanya perubahan klinis, akan terjadi pula G3 metabolisme dan

pemeriksaan keseimbangan asam basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama dan

pertukaran gas mungkin hanya menimbulkan asidoris respiratorik, bila G3 berlanjut

dalam tubuh bayi akan terjadi metabolisme anaerobik yang berupa glikolisis glikogen

tubuh , sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkuang.asam

organik terjadi akibat metabolisme ini akan menyebabkan tumbuhnya asidosis

metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler yang


disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya hilangnya sumber glikogen dalam

jantung akan mempengaruhi fungsi jantung terjadinya asidosis metabolik akan

mengakibatkan menurunnya sel jaringan termasuk otot jantung sehinga menimbulkan

kelemahan jantung dan pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan

menyebabkan akan tingginya resistensinya pembuluh darah paru sehingga sirkulasi

darah ke paru dan kesistem tubuh lain akan mengalami gangguan. Asidosis dan

gangguan kardiovaskuler yang terjadi dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel otak.

Kerusakan sel otak yang terjadi menimbuikan kematian atau gejala sisa pada kehidupan

bayi selanjutnya.

2.1.4 Penatalaksanaan klinis

1. Tindakan Umum

 Bersihkan jalan nafas : kepala bayi dileakkan lebih rendah agar

lendir mudah mengalir, bila perlu digunakan larinyoskop untuk

membantu penghisapan lendir dari saluran nafas ayang lebih

dalam.

 Rangsang reflek pernafasan : dilakukan setelah 20 detik bayi

tidak memperlihatkan bernafas dengan cara memukul kedua

telapak kaki menekan tanda achiles.

 Mempertahankan suhu tubuh.

2. Tindakan khusus

 Asfiksia berat
Berikan O2 dengan tekanan positif dan intermiten melalui pipa

endotrakeal. dapat dilakukan dengan tiupan udara yang telah

diperkaya dengan O2. Tekanan O2 yang diberikan tidak 30 cm

H 20. Bila pernafasan spontan tidak timbul lakukan message

jantung dengan ibu jari yang menekan pertengahan sternum 80

–100 x/menit.

 Asfiksia sedang/ringan

Pasang relkiek pernafasan (hisap lendir, rangsang nyeri) selama

30-60 detik. Bila gagal lakukan pernafasan kodok (Frog

breathing) 1-2 menit yaitu : kepala bayi ektensi maksimal beri

Oz 1-2 1/mnt melalui kateter dalam hidung, buka tutup mulut

dan hidung serta gerakkan dagu ke atas-bawah secara teratur

20x/menit

 Penghisapan cairan lambung untuk mencegah regurgitasi

2.2 BBLR

2.2.1 Pengertian BBLR

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500

gram tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang

dalam 1 jam setelah lahir. Pembagian menurut berat badan ini sangat mudah tetapi
tidak memuaskan. Lama kelamaan ternyata bahwa morbiditas dan mortalitas neonatus

tidak hanya bergantung pada berat badannya, tetapi juga pada maturitas bayi. Bayi

berat lahir rendah (BBLR) berdasarkan batasan berat badan dapat dibagi 3, yaitu :

1. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir antara 1500

gram sampai dengan 2500 gram.

2. Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR) adalah bayi dengan berat lahir

antara 1000 gram sampai kurang dari 1500 gram.

3. Bayi Berat Lahir Amat Sangat Rendah (BBLASR) adalah bayi dengan berat

lahir kurang dari 1000 gram.

Bayi berat lahir rendah (BBLR) berdasarkan maturitas yaitu:

1. Prematuritas Murni

Masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan

berat badan untuk masa gestasinya itu atau biasa disebut neonatus kurang

bulan-sesuai untuk masa kehamilan (NKB-SMK)

2. Dismaturitas

Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa

gestasi. Berarti bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterine dan

merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilannya (KMK)

Untuk merawat bayi baru lahir digunakanlah Kurva lubchenco. Kurva

Lubchenco adalah kurva pertumbuhan yang disajikan dalam bentuk tabel.


Definisi tentang bayi premature adalah setiap bayi baru lahir dengan berat

lahir < 2500 g. Definisi ini direkomendasikan oleh American Academy of

Pediatrics dan World Health Assembly. Dokter ahli pediatrics dihadapkan

pada masalah hubungan antara usia kehamilan dan pertumbuhan janin.

Dengan Kurva Lubchenco diharapkan dapat menunjukkan hubungan

pertumbuhan janin dan usia kehamilan. Dari kurva Lubchenco dimungkinkan

definisi yang lebih tepat lahir prematur dan adopsi luas dari istilah kecil untuk

usia kehamilan, besar untuk usia kehamilan, kelambatan pertumbuhan

intrauterin dan janin dysmaturity. Hal ini juga membentuk dasar untuk

memeriksa bayi dengan berat badan lahir lebih besar dari nilai persentil lebih

90% atau berat badan lahir kurang dari persentil 10%, sehingga dapat

diprediksi masalah medis.

Setiap bayi baru lahir (prematur, matur, postmatur) mungkin saja mempunyai

berat yang tidak sesuai dengan masa gestasinya. Istilah lain yang

dipergunakan untuk menunjukkan KMK adalah IUGR (intrauterine growth

retardation = retardasi pertumbuhan intrauterin).

Untuk menentukan apakah bayi itu lahir prematur SMK (Sesuai Masa

Kehamilan), matur normal, KMK atau BMK (Besar untuk Masa Kehamilan)

dapat dengan membandingkan berat badan bayi dalam gram dengan usia

kehamilan dalam minggu yang kemudian diplot di kurva pertumbuhan dan

perkembangan intrauterin dari Battaglia dan Lubchenco (1967). Dari kurva ini

didapat :
1. Pertumbuhan janin normal / berat bayi matur normal dan bayi prematur

(SMK) terletak di antara persentil ke-10 dan persentil ke-90

2. Bayi KMK beratnya di bawah persentil ke-10

3. Bayi BMK beratnya di atas persentil ke-90

2.2.2 Etiologi BBLR

1. Faktor Ibu

a. Toksemia gravidarum (pre-eklampsia dan eklampsia)

Pre-eklampsia/Eklampsia dapat mengakibatkan keterlambatan

pertumbuhan janin dalam kandungan atau IUGR dan kelahiran mati. Hal

ini disebabkan karena Pre-eklampsia / Eklampsia pada ibu akan

menyebabkan perkapuran di daerah placenta, sedangkan bayi memperoleh

makanan dan oksigen dari placenta, dengan adanya perkapuran di daerah

placenta, suplai makanan dan oksigen yang masuk ke janin berkurang.

b. Riwayat kelahiran premature sebelumnya, perdarahan antepartum dan

malnutrisi, anemia sel sabit.

c. Kelainan bentuk uterus (misal : uterus bikurnis, inkompeten serviks).

d. Tumor (misal : mioma uteri, eistoma).

e. Ibu yang menderita penyakit antara lain :

1) Akut dengan gejala panas tinggi (misal : tifus abdominalis dan

malaria).

2) Kronis (misal: TBC, penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal

(glomerulonefritis akut).

f. Trauma pada masa kehamilan antara lain jatuh


g. Kebiasaan ibu (ketergantungan obat narkotik, rokok dan alkohol)

h. Usia ibu pada waktu hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.

i. Paritas ibu

Jumlah anak lebih dari 4 dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan janin

sehingga melahirkan bayi dengan berat lahir rendah dan perdarahan saat

persalinan karena keadaan rahim biasanya sudah lemah.

2. Faktor Janin

a. Kehamilan ganda.

Berat badan kedua janin pada kehamilan kembar tidak sama, dapat berbeda

antara 50 sampai 1.000 gram, karena pembagian darah pada placenta untuk

kedua janin tidak sama. Regangan pada uterus yang berlebihan kehamilan

ganda salah satu faktor yang menyebabkan kelahiran BBLR. Pada

kehamilan ganda distensi uterus berlebihan, sehingga melewati batas

toleransi dan sering terjadi partus prematus. Kebutuhan ibu akan zat-zat

makanan pada kehamilan ganda bertambah yang dapat menyebabkan

anemia dan penyakit defisiensi lain, sehingga sering lahir bayi yang kecil.

Kematian perinatal anak kembar lebih tinggi daripada anak dengan

kehamilan tunggal dan prematuritas merupakan penyebab utama.

b. Hidramnion.

Hidramnion yang kadang-kadang disebut polihidramnion merupakan

keadaan cairan amnion yang berlebihan. Hidromnion dapat menimbulkan

persalinan sebelum kehamilan 28 minggu, sehingga dapat menyebabkan

kelahiran prematur dan dapat meningkatkan kejadian BBLR


c. Ketuban pecah dini.

Ketuban dinyatakan pecah sebelum waktunya bila terjadi sebelum proses

persalinan berlangsung. Ketuban Pecah Dini (KPD) disebabkan oleh

karena berkurangnya kekuatan membran yang diakibatkan oleh adanya

infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks. Pada persalinan normal

selaput ketuban biasanya pecah atau di pecahkan setelah pembukaan

lengkap, apabila ketuban pecah dini, merupakan masalah yang penting

dalam obstetri yang berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan

terjadinya infeksi ibu .

d. Cacat bawaan, kelainan kromosom.

Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi

yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Bayi yang dilahirkan

dengan kelainan kongenital, umumnya akan dilahirkan sebagai Bayi Berat

Lahir Rendah (BBLR) atau bayi kecil untuk masa kehamilannya. Bayi

Berat Lahir Rendah dengan kelainan kongenital yang mempunyai berat

kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya .

e. Infeksi (misal : rubella, sifilis, toksoplasmosis).

f. Insufensi plasenta.

Plasenta secara anatomi dan fisiologi tidak mampu memberi nutrisi dan

oksigen kepada janin

g. Inkompatibilitas darah ibu dari janin (faktor rhesus, golongan darah A,

B, dan O)
3. Faktor Plasenta

a. Plasenta privea.

b. Solusi plasenta.

4. Faktor lingkungan

Radiasi atau zat-zat beracun.

5. Keadaan sosial ekonomi yang rendah

Keadaan ini sangat berperan terhadap timbulnya prematuritas. Kejadian

tertinggi terdapat pada golongan sosial ekonomi yang rendah. Hal ini

disebabkan oleh keadaan gizi yang kurang baik dan pengawasan antenatal

yang kurang.

Demikian pula kejadian prematuritas pada bayi yang lahir dari perkawinan

yang tidak sah ternyata lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi yang lahir

dari perkawinan yang sah.

6. Kebiasaan : pekerjaan yang melelahkan dan merokok

7. Tingkat Pendidikan

2.2.3 Patofisiologi BBLR

1. Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang belum

cukup bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas. Artinya

bayi lahir cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB)

lahirnya lebih kecil ketimbang masa kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500

gram. Biasanya hal ini terjadi karena adanya gangguan pertumbuhan bayi

sewaktu dalam kandungan yang disebabkan oleh penyakit ibu seperti adanya
kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan keadaan-keadaan lain yang

menyebabkan suplai makanan ke bayi jadi berkurang.

2. Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin tidak

mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan berat

normal. Dengan kondisi kesehatan yang baik, system reproduksi normal, tidak

menderita sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat

hamil, ibu akan melahirkan bayi lebih besar dan lebih sehat daripada ibu dengan

kondisi kehamilan yang sebaliknya. Ibu dengan kondisi kurang gizi kronis pada

masa hamil sering melahirkan bayi BBLR, vitalitas yang rendah dan kematian

yang tinggi, terlebih lagi bila ibu menderita anemia.

3. Anemia dapat didefinisikan sebagai kondisi dengan kadar Hb berada di bawah

normal. Anemia defisiensi besi merupakan salah satu gangguan yang paling

sering terjadi selama kehamilan. Ibu hamil umumnya mengalami deplesi besi

sehingga hanya memberi sedikit besi kepada janin yang dibutuhkan untuk

metabolisme besi yang normal. Selanjutnya mereka akan menjadi anemia pada

saat kadar hemoglobin ibu turun sampai di bawah 11 gr/dl selama trimester III.

Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada

pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak. Anemia gizi dapat

mengakibatkan kematian janin didalam kandungan, abortus, cacat bawaan,

BBLR, anemia pada bayi yang dilahirkan, hal ini menyebabkan morbiditas dan

mortalitas ibu dan kematian perinatal secara bermakna lebih tinggi. Pada ibu

hamil yang menderita anemia berat dapat meningkatkan resiko morbiditas


maupun mortalitas ibu dan bayi, kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan

prematur juga lebih besar.

2.2.4 Tanda dan Gejala BBLR

Tanda dan gejala bayi Prematur :

1. Kulit tipis dan mengkilap

2. Tulang rawan elinga sangat lunak, karena belum terbentuk dengan

sempurna

3. Lanugo (rambut halus/lembut) masih banyak ditemukan terutama pada

punggung

4. Jaringan payudara belum terlihat, puting masih berupa titik

5. Pada bayi perempuan labia mayora belum menutupi labia minora

sedangkan pada bayi laki-laki skrotum belum banyak lipatan, testis kadang

belum turun

6. Rajah telapak kaki kurang dari 1/3 bagian belum terbentuk

7. Kadang disertai dengan pernapasan tidak teratur

8. Aktifitas dan tangisnya lemah

9. Refleks menghisap dan menelan tidak efektif/lemah

Tanda dan gejala bayi dismaturitas :

1. Gerakan cukup aktif, tangis cukup kuat

2. Kulit keriput, lemak bawah kulit tipis

3. Bila kurang bulan jaringan payudara kecil, puting kecil. Bila cukup bulan

payudara dan puting sesuai masa kehamilan


4. Bayi perempuan bila cukup bulan labia mayora menutupi labia minora

sedangkan bayi laki-laki testis mungkin telah turun

5. Rajah telapak kaki lebih dari 1/3 bagian

6. Menghisap cukup kuat

2.2.5 Komplikasi BBLR

Komplikasi langsung yang dapat terjadi pada bayi berat lahir rendah yaitu:

1. Hipotermi

Hipotermia adalah penurunan suhu tubuh di bawah 360C.Suhu normal bayi,

baru lahir berkisar 36,50C – 37,50C (suhu Axilla).

Mekanisme kehilangan panas pada bayi baru lahir :

a. Radiasi: dari objek ke panas bayi

Contoh : timbangan bayi dingin tanpa alas

b. Evaporasi : karena penguapan cairan yang melekat pada kulit. Contoh :

air ketuban pada tubuh bayi, baru lahir, tidak cepat dikeringkan.

c. Konduksi : panas tubuh diambil oleh suatu permukaan yang melekat

ditubuh.

Contoh : pakaian bayi yang basah tidak cepat diganti.

d. Konveksi : penguapan dari tubuh ke udara.

Contoh : angin dari tubuh bayi baru lahir

2. Hipoglikemia

Kadar gula darah bayi secara bermakna dibawah rata-rata bayi seusia dan berat

badan yang sama. Sebagai batasannya pada bayi aterm (cukup bulan) dengan

berat badan 2500 gram atau lebih, kadar glukosa plasma darah lebih rendah
dari 30 mg/dl dalam 72 jam pertama dan 40 mg/dl pada hari berikutnya,

sedangkan pada berat badan lahir rendah dibawah 25 mg/dl.

Glukosa merupakan sumber energi utama selama kehidupan janin, walaupun

asam amino dan laktat ikut berperan pada kehamilan lanjut. Kecepatan glukosa

yang diambil janin tergantung dari kadar gula darah ibu, kadar gula darah janin

sekitar dua pertiga dari kadar gula darah ibu. Karena terputusnya hubungan

plasenta dan janin, maka terhenti pula pemberian glukosa. Bayi aterm dapat

mempertahankan kadar gula darah sekitar 50-60 mg/dl selama 72 jam pertama,

sedangkan bayi berat lahir rendah (BBLR) dalam kadar 40 mg/dl.

Dikatakan juga hipoglikemi apabila kadar gula darah kurang dari 30 mg/dl

pada semua neonatus tanpa menilai masa gestasi atau ada tidaknya gejala

hipoglikemi. Biasanya terdapat pada bayi makrosomia. Umumnya hipoglikemi

terjadi pada neonatus berumur 1-2 jam. Hal ini disebabkan oleh karena bayi

tidak lagi mendapatkan glukosa dari ibu, sedangkan insulin plasma masih

tinggi dengan kadar glukosa darah yang menurun. Hipoglikemi jarang terjadi

pada ibu yang dipantau glukosa darahnya dengan baik.

3. Gangguan cairan dan elektrolit

Gangguan cairan dan elektrolit pada BBLR mengakibatkan dehidrasi.

4. Hiperbilirubinemia

Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah

mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern

ikterus jika tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan

dengan keadaan yang patologis


5. Sindroma gawat napas

Sindroma gawat napas juga disebut penyakit membran hialin yaitu terjadi

akibat pematangan paru yang kurang sempurna akibat kekurangan surfaktan

terjadi pada bayi kurang bulan.

6. Paten duktus arteriosus

Patent Duktus Arteriosus adalah kegagalan menutupnya ductus arteriosus

(arteri yang menghubungkan aorta dan arteri pulmonal) pada minggu pertama

kehidupan, yang menyebabkan mengalirnya darah dari aorta tang bertekanan

tinggi ke arteri pulmonal yang bertekanan rendah.

7. Infeksi

Karena antibodi pada BBLR belum berkembang memungkinkan bakteri, virus

atau jamur mudah menginfeksi bayi tersebut

8. Perdarahan Intraventrikuler

Yaitu terdapatnya darah hanya dalam sistem ventrikuler, tanpa adanya ruptur

ataulaserasi dinding ventrikel. Disebutkan pula bahwa PIVH merupakan

perdarahan intraserebral nontraumatik yang terbatas pada sistem ventrikel

9. Apnea of prematurity

Penghentian bernapas dengan seorang prematur bayi yang berlangsung selama

lebih dari 15 detik dan / atau ini disertai dengan hipoksia atau bradycardia.

10. Anemia

Anemia sering terjadi pada bayi prematur, ditandai oleh penurunan nilai

hematokrit, retikulosit dan kadar eritropoetin endogen rendah.


Masalah jangka panjang yang mungkin timbul pada bayi dengan berat lahir

rendah (BBLR) antara lain :

1. Gangguan perkembangan

Kadang bayi prematur rentan mengalami kelainan pada otak ayng

mengakibatkan kesulitan belajar, gangguan pendengaran, dan penglihatan

2. Gangguan pertumbuhan

Gangguan pertumbuhan dapat ditangani dengan anak dapat distimulasi,

antara lain dengan mengajak bicara serta melatih berdiri, juga memberikan

perhatian yang lebih besar. Lakukan latihan ini secara intensif. Selain itu,

dapat diberikan makanan yang banyak mengandung zat besi, seperti

bayam, kangkung, juga multivitamin dan mineral, terutama yang

mengandung zat besi, mengingat cadangan zat besi untuk anak yang lahir

dengan berat 1 kg hanya sedikit. Zat besi penting bagi perkembangan anak.

3. Gangguan penglihatan(Retinopati)

Penyebab kebutaan bayi lahir prematur adalah retinopathy of prematurity

( RoP ), yaitu kelainan pada mata yang disebabkan oleh adanya gangguan

perkembangan selaput saraf yang melapisi dinding dalam bola mata atau

retina.

Perkembangan aktif bola mata itu sendiri dimulai sejak janin memasuki

usia 4 minggu hingga minggu ke 40. Pada saat akhir masa kehamilan (

fullterm) perkembangan mata bayi ukurannya mencapai setengah mata

orang dewasa dan terus berkembang sampai 2 tahun.


Tidak semua bayi prematur lahir lahir dengan RoP. Kalaupun ada

gejalanya kebanyakan RoP tersebut membaik tanpa pengobatan pada

stadium yang awal. Akan tetapi, pada bayi prematur dengan RoP yang

berkembang ke stadium yang lanjut diperlukan penanganan secepatnya.

Kelainan itu umumnya terjadi pada kedua mata, tetapi perkembangan

stadiumnya tidak sama. Bisa jadi salah satu matanya jadi lebih buruk.

Faktor resiko RoP terjadi bila berat lahir bayi kurang dari 1.500 gram

dengan umur kelahiran kurang dari 32 minggu ( 8 bulan ) atau dikenal

dengan nama bayi lahir prematur.

Bayi prematur dengan pertumbuhan bola mata yang tidak sempurna dapat

mengakibatkan RoP sampai stadium 5 dapat dipastikan bayi menjadi buta,

karena itu pada bayi kelahiran prematur, penanganan medis harus

dilakukan secara tepat.

4. Gangguan pendengaran

Karena saat pembentukan organ dalam kandungan belum sempurna.

5. Penyakit paru kronis

Karena saat pembentukan organ dalam kandungan belum sempurna.

6. Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit

Karena pembentukan organ yang belum sempurna bayi prematur rentan

terkena penyakit.

7. Kenaikan frekuensi kelamin bawaan


Kelainan kelamin misalnya pada bayi laki-laki testis belum turun pada

skrotum sedang pada bayi perempuan labia mayora belum menutupi labia

minora atau bahkan pada bayi belum terbentuk organ genital.

2.2.6 Penanganan BBLR

1. BBLR yang menangis termasuk ke dalam kriteria Bayi Lahir tanpa asfiksia.

Bayi tersebut dalam keadaan bernapas baik dan warna air ketuban jernih. Untuk

BBLR yang lahir menangis atau bernapas spontan ini dilakukan Asuhan BBLR

tanpa asfiksia sebagai berikut:

a. Bersihkan lendir secukupnya kalau perlu

b. Keringkan dengan kain yang kering dan hangat

c. Segera berikan pada ibu untuk kontak kulit ibu dengan kulit bayi

d. Segera memberi ASI dini dengan membelai

e. Memandikan bayi dilakukan setelah 24 jam, atau lebih dari 24 jam jika

bayi hipotermi < 36,5 C, suhu lingkungan dingin, ada penyulit yang lain.

f. Profilaksis suntikan Vitamin K1 1 mg dosis tunggal, IM pada paha kiri

anterolateral

g. Salep mata antibiotik

h. Perawatan tali pusat: kering, bersih, tidak dibubuhi apapun dan terbuka

i. Bila berat lahir ≥ 2000 gram dan tanpa masalah atau penyulit, dapat

diberikan Vaksinasi Hepatitis B pertama pada paha kanan

2. BBLR yang tidak bernapas spontan dimasukkan ke dalam kategori Lahir

dengan asfiksia dan harus segera dilakukan Langkah Awal Resusitasi

dantahapan resusitasi berikutnya bila diperlukan.


 Resusitasi:

a. Diputuskan berdasarkan penilaian keadaan Bayi Baru Lahir, yaitubila:

1) Air Ketuban bercampur mekonium ( letak kepala/gawat janin)

2) Bayi tidak menangis, atau tidak bernapas spontan, ataubernapas megap-

megap

Catatan: Untuk memulai tindakan resusitasi BBLR asfiksia tidak perlu

menunggu hasil penilaian skor APGAR

b. Menggunakan acuan berikut:

1) Buku Modul atau Kaset Video Manajemen Asfiksia Bayi BaruLahir

untuk bidan

2) Asuhan Bayi Baru Lahir Dengan Asfiksia pada Buku APN

c. Langkah awal resusitasi

1) Jaga bayi dalam keadaan hangat

2) Atur posisi kepala bayi sedikit tengadah (posisi menghidu)

3) Isap lendir di mulut, kemudian hidung

4) Keringkan sambil dilakukan rangsang taktil

5) Reposisi kepala

6) Nilai keadaan bayi dengan melihat parameter : usaha napas Bila setelah

dilakuan penilaian, bayi tidak menangis atau tidak bernapas spontan dan

teratur

a) Lakukan Ventilasi sesuai dengan tatalaksana manajemen Asfiksia

Bayi Baru Lahir


b) Bila setelah ventilasi selama 2 menit, tidak berhasil, siapkan rujukan

c) Bila bayi tidak bisa dirujuk dan tidak bisa bernapas hentikan ventilasi

setelah 10 menit denyut jantung tidak ada/tidak terdengar, kemudian

siapkan konseling dukungan emosional dan pencatatan bayi meninggal

2.2.7 Peran Bidan

1. Asuhan pada BBLR sehat

a. Perawatan metode kanguru bagi bblr

b. Pemberian ASI pada bayi berat lahir rendah (bblr)

c. Pencegahan infeksi

d. Perawatan bblr pada minggu-minggu pertama

e. Pemberian imunisasi pada bblr

f. Mendeteksi tanda bahaya pada bayi baru lahir untuk persiapan

prarujukan

2. Asuhan pada BBLR sakit

a. Asuhan hipotermi

b. Asuhan infeksi

c. Asuhan ikterus neonatorum

d. Asuhan bblr dengan gangguan minum dan masalah pemberian ASI

e. Asuhan kejang

f. Asuhan spasme

g. Asuhan gangguan saluran cerna

h. Asuhan diare

i. Asuhan kelainan bawaan


3. Asuhan pra rujukan BBLR

4. Asuhan pasca perawatan BBLR

5. Pemantauan Tumbuh Kembang BBLR

2.3 Hipotermi

2.3.1 Defenisi

Hipotermia pada bayi adalah kondisi dimana bayi mengalami atau berisiko

mengalami penurunan suhu terus-menerus di bawah 35,5oC. Gejala awal hipotermia

adalah suhu tubuh di bawah 36,5oC atau kedua kaki dan teraba dingin.

Jika suhu tubuh bayi adalah 36-36,4oC, bayi tersebut mengalami cold stress

(hipotermia ringan). Jika suhu tubuh bayi adalah 32-35,9oC, berarti bayi tersebut

mengalami hipotermia sedang. Sementara itu, jika suhu tubuh bayi berada dibawah

32oC, berarti bayi tersebut mengalami hipotermia berat.

Anamnesis Pemeriksaan Klasifikasi

 Bayi terpapar suhu  Suhu tubuh 32oC- Hipotermia sedang

lingkungan yang 35,9oC

rendah  Gangguan napas

 Waktu timbulnya  Denyut jantung

kurang dari 2hari kurang dari 100

kali/permenit
 Malas minum

 Letargik

 Bayi terpapar suhu  Suhu tubuh < 32oC Hipotermia berat

lingkungan yang  Tanda lain hipotermia

rendah sedang

 Waktu timbulnya  Kulit teraba keras

kurang dari 2hari  Napas pelan dan

dalam

 Tidak terpapar  Suhu tubuh Suhu tubuh tidak stabil

dengan dingin atau berfluktuasi antara (lihat dugaan sepsis)

panas yang 36oC-39oC meskipun

berlebihan berada di suhu

lingkungan yang

stabil

 Fluktuasi terjadi

sesudah periode suhu

stabil

2.3.2 Etiologi

Perinatal adalah bayi yang baru mengalami proses kelahiran dan harus

menyesuaikan diri dari kehidupan intera uterin ke kehidupan ekstra uterin selama 28

hari. Empat aspek transisi bayi baru lahir dimasa perinatal yang cepat berlangsung

adalah sistem pernapasan, sirkulasi, dan kemampuan menghasilkan sumber glukosa.


Penyebab terjadinya hipotermi ada BBL (bayi baru lahir) di masa perinatal:

a. Jaringan lemak subkutan tipis

b. Perbandingan luas permukaan tubuh dengan berat badan besar

c. Bayi baru lahir tidak mempunyai respon shivering (menggigil) pada reaksi

kedinginan

d. Asfiksia yang hebat

e. Resusitasi yang ekstensif

f. Lambat sewaktu mengeringkan

g. Distress pernapasan

h. Sepsis

i. Pada bayi prematur atau bayi kecil memiliki cadangan glukosa yang sedikit

Neonatus mudah sekali terkena hipotermi yang disebabkan:

a. Pusat pengaturan suhu tubuh pada bayi belum berfungsi dengan sempurna

b. Permukaan tubuh bayi relatif lebih luas

c. Tubuh bayi terlalu kecil untuk memproduksi dan menyimpan panas

d. Bayi belum mampu mengatur posisi tubuh dan pakaiannya agar dia tidak

kedinginan

e. Keadaan yang menimbulkan kehilangan panas yang berlebihan, seperti

lingkungan dingin, basah, atau bayi yang telanjang, cold linen, selama

perjalanan, dan beberapa keadaan seperti mandi, pengambilan sempel darah,

pemberian infus, serta pembedahan. Juga peningkatan aliran udara dan

penguapan.
f. Ketidaksanggupan menahan panas, seperti pada permukaan yang relatif luas,

kurang lemak, ketidaksanggupan mengurangi permukaan tubuh, yaitu dengan

memfleksikan tubuh dan tonus otot yang lemah yang mengakibatkan

hilangnya panas yang lebih besar pada BBLR.

g. Kurangnya metabolisme untuk menghasilkan panas, seperti defisiensi brown

fat, misalnya bayi preterm, kecil masa kelahiran, kerusakan sistem syaraf

pusat sehubungan dengan anoksia, hemoragi intra kranial, hipoksia,

hipoglikemia.

Hipotermi dapat terjadi setiap saat apabila suhu disekeliling bayi rendah dan

upaya mempertahankan suhu tubuh tidak di terapkan secara tepat, terutama pada masa

stabilisasi yaitu: 6-12 jam pertama setelah lahir.

Untuk memfungsikan otak memerlukan glukosa dalam jumlah tertentu. Pada

BBL jumlah glukosa akan turun dalam waktu yang cepat. BBL yang tidak dapat

mencerna glukosa dari glikogen dalam hal ini terjadi bila bayi mempunyai persediaan

glikogen cukup yang disimpan dalam hati. Koreksi penurunan kadar gula darah dapat

dilakukan dengan 3 cara:

- Melalui penggunaan ASI

- Melalui penggunaan cadangan glikogen

- Melalui pembuatan glukosa dari sumber lain terutama lemak

2.3.3 Mekanisme Hilangnya Panas pada Bayi Baru Lahir


BBL dapat mengalami hipotermi melalui beberapa mekanisme, yang berkaitan

dengan kemampuan tubuh untuk menjaga kesimbangan antara produksi panas dan

kehilangan panas yaitu:

a. Penurunan Produksi Panas

Hal ini dapat disebabkan kegagalan dalam sistem endokrin dan terjadi

penurunan basal metabolisme tubuh, sehingga timbul proses produksi panas,

misalnya pada keadaan disfungsi kelenjar tiroid, adrenal ataupun pituitari.

b. Peningkatan Panas yang Hilang

Terjadi bila panas tubuh berpindah ke lingkungan sekitar, dan tubuh

kehilangan panas. Adapun mekanisme tubuh kehilangan panas dapat terjadi

secara:

1) Konduksi

Perpindahan panas yang terjadi sebagai akibat perbedaan suhu antara

kedua objek atau perpindahan panas dari satu objek ke objek lain melalui

kontak langsung. Kehilangan panas terjadi saat kontak langsung antara

kulit BBL dengan permukaan yang lebih dingin. Sumber kehilanan panas

terjadi pada BBL yang berada pada permukaan/alas yang dingin, seperti

pada waktu proses penimbangan, tangan penolong yang dingin saat

memegang BBL, dan penggunaan stetoskop yang dingin saat memeriksa

BBL.
2) Konveksi

Transfer panas terjadi secara sederhana dari selisih suhu antara

permukaan kulit bayi dan aliran udara yang dingin di permukaan tubuh

bayi. Sumber kehilangan panas disini dapat berupa: inkubator dengan

jendela yang terbuka, atau pada waktu proses transportasi BBL ke rumah

sakit.

3) Radiasi

Perpindahan suhu dari suatu objek yang dingin, misalnya dari bayi

dengan suhu yang hangat dikekelingi lingkungan yang lebih dingin.

sumber kehilangan panas dapat berupa suhu lingkungan yang dingin atau

suhu inkubator yang dingin.

4) Evaporasi
Panas terbuang akibat penguapan melalui permukaan kulit dan traktus

repiratoris. Sumber kehilangan panas dapat berupa BBL yang basah

setelah lahir, atau pada waktu dimandikan.

c. Kegagalan Termoregulasi

Kegagalan termoregulasi secara umum disebabkan kegagalan hipotalamus

dalam menjalankan fungsinya dikarenakan berbagai penyebab. Keadaan

hipoksia intrauterin/saat persalinan/postpartum, defek neurologi dan paparan

obat prenatal (analgesik/ anestesi) dapat menekan respons neurologik bayi

dalam mempertahankan suhu tubuhnya. Bayi sepsis akan mengalami masalah

dalam pengaturan suhu dapat menjadi hipotermi hipertermi.

2.3.4 Tanda dan Gejala


Gejala awal hipotermia adalah kaki terasa dingin ketika disentuh. Jika terus-

menerus mengarah pada hipotermia, bayi menjadi kurang aktif, sulit menyusu, tampak

ngantuk dan lesu, dan memiliki tangisan yang lemah.

Tanda-tanda awal hipotermia sedang/stress dingin:

 Kaki teraba dingin

 Kemampuan menghisap lemah

 Aktivitas berkurang- latergi

 Tangisan lemah

 Kulit berwarna tidak merata (cutis marmorata)

Tanda-tanda hipotermia berat/ cedera dingin:

 Sama dengan hipotermia sedang

 Bibir dan kuku kebiruan

 Pernapasan lambat dan tidak teratur

 Denyut jantung lambat

 Selanjutnya mungkin timbul hipoglikemia dan asidosis metabolik

Tanda-tanda stadium lanjut hipotermia:

 Muka, ujung kaki, dan ujung tangan berwarna merah terang, sedangkan

bagian tubuh lainnya pucat

 Kulit mengeras merah dan timbul edema terutama pada punggung, kaki,

tangan (sklerema)

2.3.5 Diagnosis
Diagnosis hipotermi dapat ditegakkan dengan pengukuran suhu tubuh baik

suhu tubuh atau kulit bayi. Pengukuran suhu ini sangat bermanfaat sebagai salah satu

petunjuk penting untuk deteksi awal adanya suatu penyakit, dan pengukurannya dapat

dilakukan melalui aksila, rektal, atau kulit. Melalui aksila merupakan prosedur

pengukuran suhu tubuh bayi yang dianjurkan, oleh karena mudah, sederhana dan aman.

Tetapi pengukuran melalui rektal sangat dianjurkan untuk dilakukan pertama kali pada

semua BBL, oleh karena sekaligus sebagai tes skrining untuk kemungkinan adanya

anus imperforatus. Pengukuran suhu rektal tidak dilakukan sebagai prosedur

pemeriksaan yang rutin kecuali pada bayi-bayi sakit.

2.3.6 Penanganan Hipotermi secara Umum untuk Bayi Baru Lahir

Ada prinsip dasar untuk mempertahankan suhu tubuh bayi baru lahir:

a. Mengeringkan bayi segera setelah lahir

Bayi lahir dengan tubuh basah oleh cairan ketuban. Aliran udara melalui

jendela/pintu yang terbuka akan mempercepat terjadinya penguapan dan bayi

lebih cepat kehilangan panas tubuh. Akibatnya dapat timbul serangan dingin

(cold stress) yang merupakan gejala awal hipotermia. Bayi kedinginan

biasanya tidak memperlihatkan gejala menggigil oleh karena kontrol suhunya

masih belum sempurna. Hal ini menyebabkan gejala hipotermia seringkali

tidak terdeteksi oleh ibu atau keluarga bayi atau penolong persalinan.

Untuk mencegah terjadinya serangan dingin setiap bayi lahir harus segera

dikeringkan dengan handuk yang kering dan bersih ( sebaiknya handuk

tersebut dihangatkan terlebih dahulu). Mengeringkan tubuh bayi harus


dilakukan dengan cepat, dimulai dari kepala kemudian seluruh tubuh bayi.

Handuk yang basah harus diganti dengan handuk lain yang kering dan hangat.

b. Setelah tubuh bayi kering segera dibungkus dengan selimut, diberi tepi atau

tutup kepala, kaos tangan dan kaki. Selanjutnya bayi diletakkan telungkup di

atas dada ibu untuk mendapatkan kehangatan dari dekapan ibu.

c. Memberi ASI sedini mungkin segera setelah melahirkan agar dapat

merangsang rooting refleks dan bayi mendapat kalori.

d. Mempertahankan bayi tetap hangat selama dalam perjalanan pada waktu

merujuk.

e. Memberikan penghangatan pada bayi baru lahir secara mandiri.

f. Melatih semua orang yang terlibat dalam pertolongan persalinan.

g. Menunda memandikan bayi baru lahir sampai suhu tubuh bayi stabil.

Kesempatan untuk bertahan hidup pada BBL ditandai dengan keberhasilan

usahanya dalam mencegah hilangnya panas dari tubuh. Untuk itu, BBL haruslah

dirawat dalam lingkungan suhu netral. Bayi yang mengalami hipotermia biasanya

mudah sekali meninggal. Tindakan yang harus dilakukan adalah segera

menghangatkan bayi di dalam incubator atau melalui penyinaran lampu. Cara lain yang

sangat sederhana dan mudah dilakukan oleh setiap ibu adalah menghangatkan bayi

melalui panas tubuh ibu. Bayi diletakkan telungkup di dada ibu agar terjadi kontak kulit

langsung ibu dan bayi. Untuk menjaga agar bayi tetap hangat, tubuh ibu dan bayi harus

berada di dalam satu pakaian (merupakan teknologi tepat guna baru) disebut sebagai

metode kanguru. Sebaiknya ibu menggunakan pakaian longgar berkancing depan. Bila
tubuh bayi masih dingin, gunakan selimut atau kain bangat yang disetrika terlebih

dahulu, yang digunakan untuk menutupi tubuh bayi dan ibu. Lakukanlah berulang kali

sampai tubuh bayi hangat. Biasanya bayi hipotermia menderita hipoglikemia, sehingga

bayi harus diberi ASI sedikit-sedikit sesering mungkin. Bila bayi tidak menghisap,

diberi infus glukosa 10% sebanyak 60-80 ml/kg per hari.

2.3.7 Management Hipotermia

Prinsip penatalaksanaan bayi dengan hipotermia adalah mengembalikan suhu

tubuh bayi menjadi di atas 36,5oC. Pemberian makanan (ASI) kepada bayi perlu terus

dilakukan untuk menyediakan kalori dan cairan. Pemberian ASI harus dilakukan

sesegera mungkin. Jika bayi terlalu lemah untuk menyusui, ASI dapat diberikan dengan

sendok atau cangkir. Berikan infus glukosa 60-80 mL/kg BB/hari.

Berat Badan Suhu ruangan

1500-2000 grm 28-30oC

>2000 grm 26-28oC

Suhu ruangan yang baik

2.3.8 Penatalaksanaan di rumah sakit


Di rumah sakit, diagnosis hipotermia dapat dikonfirmasi melalui pengukuran

suhu tubuh dengan termometer. Pada kasus hipotermia ringan, bayi dapat dihangatkan

melalui kontak kulit dengan kulit dalam suhu kamar (setidaknya 25oC) dengan metode

kanguru. Jika tubuh bayi masih tetap dingin, pakaian ibu ditambah sehingga tebal, atau

ditambah lagi dengan selimut dan kain hangat yang sudah disetrika.

Pada kasus hipotermia sedang, tubuh dapat dibuat menjadi lebih hangat dengan

menggunakan:

- Sinar penghangat, misalnya sinar lampu

- Inkubator

Berat bayi Suhu Inkubator (oC) menurut umur

(Gram) 35oC 34oC 33oC 32oC

<1500 1-10 hari 11 hari - 3 3-5 minggu >5 minggu

minggu

1500-2000 11 hari – 3 11 hari – 4 >4 minggu

minggu minggu

2100-2500 1-10 hari 3 hari – 3 >3 minngu

minngu

>2500 1-2 hari 1-2 hari >2 hari

Suhu Inkubator yang Direkomendasi Menurut Berat dan Umur Bayi

*Bila jenis inkubatornya berdinding tunggal, naikkan suhu inkubator 1oC setiap

perbedaan suhu 7oC antara suhu ruang dan inkubator.

- Matras berisi air hangat


 Hipotermia Sedang

- Ganti pakaian yang dingin dan basah dengan pakaian yang hangat,

memakai topi dan selimut dengan selimut hangat

- Bila ada ibu/pengganti ibu, anjurkan menghangatkan bayi dengan

melakukan kontak kulit dengan kulit (perawatan bayi lekat)

- Bila ibu tidak ada:

o Hangatkan kembali bayi dengan menggunakan alat pemancar

panas. Gunakan inkubator dan ruangan hangat bila perlu

o Periksa suhu alat penghangat dan suhu ruangan, beri ASI perah

dengan menggunakan salah satu alternatif cara pemberian

minum dan sesuaikan pengatur suhu

o Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi lebih

sering diubah

- Anjurkan ibu untuk menyusui lebih sering. Bila bayi tidak dapat

menyusu, berikan ASI perah menggunakan salah satu alternatif cara

pemberian minum

- Mintalah ibu untuk mengamati tanda bahaya (misal, gangguan napas,

kejang) dan segera mencari pertolongan bila terjadi hal tersebut

- Periksa kadar glukosa darah, bila < 45 mg/dL (2.6 mmol/L), tangani

hipoglikemia
- Nilai tanda bahaya, periksa suhu tubuh bayi setiap jam, bila suhu naik

minimal 0,5oC/jam, berarti usaha menghangatkan berhasil, lanjutkan

memeriksa suhu setiap 2 jam

- Bila suhu tidak naik atau naik terlalu pelan, kurang 0,5oC/jam, cari

tanda sepsi

- Setelah suhu tubuh normal:

o Lakukan perawatan lanjutan

o Pantau bayi selama 12 jam berikutnya, periksa suhu setiap 3 jam.

Bila suhu tetap dalam batas normal dan bayi dapat minum

dengan baik serta tidak ada masalah lain yang memerlukan

perawatan, bayi dapat dipulangkan. Nasihati ibu cara

menghangatkan bayi di rumah.

Dalam kasus hipotermia berat, penelitian menunjukkan bahwa

penghangatan kembali dengan cepat selama beberapa jam lebih baik daripada

penghangatan lambat, selama beberapa hari. Penghangatan kembali dengan

cepat bisa dilakukan dengan menggunakan matras yang suhunya dapat diatur

pada 37-38oC atau pada inkubator dengan udara yang dihangatkan.

 Hipotermia Berat

- Segera hangatkan bayi di bawah pemancar panas yang telah

dinyalakan sebelumnya, bila mungkin. Gunakan inkubator atau

ruangan hangat, bila perlu.


- Ganti baju yang dingin dan basah bila perlu. Beri pakaian yang

hangat, pakai topi dan selimut dengan selimut hangat

- Hindari paparan panas yang berlebihan dan usahakan agar posisi bayi

sering diubah

- Bila bayi dengan gangguan napas (frekuensi napas lebih 60 atau

kurang 40 kali/menit, tarikan dinding dada, merintih saat saat

ekspirasi)

- Pasang jalur IV dan beri cairan IV sesuai dengan dosis rumatan, dan

selang infus tetap terpasang di bawah pemancar panas, untuk

menghangatkan cairan

- Periksa kadar glukosa darah, bila kadar glukosa darah kurang 45

mg/dL (2,6 mmol/L), tangani hipoglikemia.

- Nilai tanda bahaya setiap jam dan nilai juga kemampuan minum

setiap 4 jam sampai suhu tubuh kembali dalam batas normal.

- Ambil sempel darah dan beri antibiotika sesuai yang disebutkan

dalam penanganan kemungkinan besar sepsis.

- Anjurkan ibu menyusui segera setelah bayi siap:

o Bila bayi tidak dapat menyusu, beri ASI perah dengan

menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum

o Bila bayi tidak dapat menyusu sama sekali, pasang pipa lambung

dan beri ASI perah begitu suhu bayi mencapai 35oC


- Periksa suhu tubuh bayi setiap jam. Bila suhu naik paling tidak

0,5oC/jam, berarti upaya menghangatkan berhasil, kemudian

lanjutkan dengan memeriksa suhu bayi setiap 2 jam.

- Periksa juga suhu alat yang dipakai untuk menghangatkan dan suhu

ruangan setiap jam

- Setelah suhu bayi normal:

o Lakukan perawatan lanjutan untuk bayi

o Pantau bayi selama 12 jam kemudian, dan ukur suhunya setiap 3

jam.

- Pantau bayi selama 24 jam setelah penghentian antibiotika. Bila suhu

bayi tetap dalam batas normal dan bayi minum dengan baik dan tidak

ada masalah lain yang memerlukan perawatan di Rumah Sakit, bayi

dapat dipulangkan dan nasehati ibu bagaimana cara menjaga agar

bayi tetap hangat selama di rumah

Cara menghangatkan dan mempertahankan tubuh bayi

Cara Petunjuk penggunaan

Kontak kulit - Untuk semua bayi

- Tempelkan kulit atau permukaan kulit bayi

langsung pada permukaan kulit ibu, misal

dengan merangkul, menempelkan pada

payudara atau meneteki


- Untuk menghangatkan bayi dalam waktu

singkat, atau menghangatkan bayi hipotermia

(32-36,4oC) apabila cara lain tidak mungkin

dilakukan

Kangaroo mother care - Untuk menstabilkan bayi dengan BB < 2500

(KMC) gram, terutama direkomendasi untuk

perawatan berkelanjutan bayi dengan BB <

1800 gram

- Tidak untuk bayi yang sakit berat (sepsis,

gangguan napas berat)

- Tidak untuk ibu yang menderita penyakit bert

yang tidak dapat merawat bayinya

- Pada ibu yang sedang sakit, dapat dilakukan

oleh keluarga (pengganti ibu)

Pemancar panas - Untuk bayi sakit atau bayi dengan BB 1500 g

atau lebih

- Untuk pemeriksaan awal bayi, selama

dilakukan tindakan, atau menghangatkan

kembali bayi hipotermia

Lampu penghangat - Bila tidak tersedia pemancar panas, dapat

digunakanlampu pijar maksimal 60 watt

dengan jarak 60 cm

Inkubator - Penghangatan berkelanjutan bayi dengan BB <

1500 g yang tidak dapat dilakukan KMC


- Untuk bayi sakit berat (sepsis, gangguan napas

berat)

Boks penghangat - Bila tidak tersedia inkubator, dapat digunakan

boks penghangat dengan menggunakan lampu

pijar maksimal 60 wattsebagai sumber panas

Penghangat ruangan - Untuk merawat bayi dengan BB < 2500 g yang

tidak memerlukantindakan diagnostik atau

prosedur pengobatan

- Tidak untuk bayi sakit berat (sepsis, gangguan

napas berat) dan BB < 1500 g

2.3.9 Penanganan di Rumah

- Di rumah, kontak kulit dengan kulit merupakan metode terbaik untuk

menghangatkan bayi kembali.


- Ruangan sebaiknya hangat, bayi diselimuti dengan selimut hangat dan

menggunakan penutup kepala

- Sebaiknya ibu tetap mencoba memberi ASI secara normal.

- Bayi menjadi letargik dan mengalami kesulitan dalam mengisap

merupakan tanda bahaya dan harus segera ditangani

- Ketika dibawa ke rumah sakit, bayi harus bersentuhan kulit dengan kulit

dengan ibu

Pemantauan tanda klinis pada bayi dengan hipotermia sangat dibutuhkan

karena komplikasi sering terjadi, misalnya asidosis metabolik, syok, dan

gangguan respirasi. Komplikasi ini sering menyebabkan kematian.

2.4 Hipoglikemi

2.4.1 Definisi

Hipoglikemia ialah suatu penurunan abnormal kadar gula darah atau kondisi

ketidaknormalan kadar glukosa serum yang rendah. Keadaan ini dapat didefinisikan

sebagai kadar glukosa di bawah 40 mg/dL setelah kelahiran berlaku untuk seluruh

bayi baru lahir atau pembacaan strip reagen oxidasi glukosa di bawah 45 mg/dL yang

dikonfirmasi dengan uji glukose darah.

Kondisi Hipoglikemi ini lebih berbahaya daripada Hiperglikemi (kebalikan

dari Hipo, kadar gula darahnya diatas normal). Saat Hipoglikemi oksigen yang

sampai ke otak bisa sangat kurang. Kekurangan oksigen di otak, fatalnya, bisa
menyebabkan “Koma”. Selain itu keadaan minim oksigen ini kalau sering terjadi bisa

menimbulkan menurunnya daya ingat bahkan menjadi “Idiot”.

Hipoglikemia bisa disebabkan oleh: Pelepasan insulin yang berlebihan oleh

pankreas; Dosis insulin atau obat lainnya yang terlalu tinggi, yang diberikan kepada

penderita diabetes untuk menurunkan kadar gula darahnya; kelainan pada kelenjar

hipofisa atau kelenjar adrenal.

Hipoglikemia adalah masalah serius pada bayi baru lahir, karena dapat

menimbulkan kejang yang berakibat terjadinya hipoksia otak. Bila tidak dikelola

dengan baik akan menimbulkan kerusakan pada susunan saraf pusat bahkan sampai

kematian.

Dalam keadaan normal, tubuh mempertaankan kadar gula darah antara 70-110

mg/dL. Pada diabetes, kadar gula darah terlalu tinggi; pada hipoglikemia, kadar gula

darah terlalu rendah. Kadar gula darah yang terlalu rendah memnyebabkan berbagai

sistem organ tubuh mengalami kelainan fungsi.

Otak merupakan organ yang sangat peka terhadap kadar gula darah yang

rendah karena glukosa merupakan sumber energi otak yang utama. Otak memberikan

respon terhadap kadar gula darah yang rendah dan melalui sistem saraf, merangsang

kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hal ini akan merangsang hati

untuk melepaskan gula agar kadarnya dalam darah tetap terjaga. Jika kadarnya

menurun, maka akan terjadi gangguan fungsi otak.


Kelompok Umur Glokuse <mg/dl Darah Plasma/serum

Bayi/anak <40 mg/100 ml <45 mg/100 ml

Neonatus

* BBLR/KMK <20 mg/100 ml <25 mg/100 ml

* BCB

0 - 3 hr <30 mg/100 ml <35 mg/100 ml

3 hr <40 mg/100 ml <45 mg/100 ml

2.4.2 Etiologi

Hipoglikemia biasa terjadi jika seorang bayi pada saat dilahirkan memiliki

cadangan glukosa yang rendah (yang disimpan dalam bentuk glikogen).

Penyebab lainnya adalah Prematuritas, Post-maturitas, dan Kelainan fungsi

plasenta (ari-ari) selama berada didalam kandungan.


Hipoglikemia juga bisa terjadi pada bayi yang memiliki kadar insulin yang

tinggi. Bayi yang ibunya menderita diabetes seringkali memiliki kadar insulin yang

tinggi karena ibunya memiliki kadar gula darah yang tinggi, sejumlah besar darah

gula ini melewati plasenta dan sampai ke janin selama masa kehamilan. Akibatnya,

janin menghasilkan sejumlah besar insulin. Peningkatan kadar insulin juga ditemukan

pada bayi yang menderita penyakit hemolitik berat.

Kadar Insulin yan tinggi menyebabkan kadar gula darah menurun dengan

cepat pada jam-jam pertama kehidupan bayi setelah dilahirkan , dimana aliran gula

dari plasenta secara tiba-tiba terhenti.

Hipoglikemia dapat disebabkan oleh berbagai kelainan mekanisme kontrol

pada metabolisme glukose, antara lain : inborn erors of metabolism, perubahan

keseimbangan endokrin dan pengaruh obat-obatan maupun toksin.

Berikut ini adalah penyebab hipoglikemia pada anak:

 Hiperinsulinism

 Defisiensi enzim hati

 Defisiensi endokri

 Hipoglikemia ketosis

 Obat dan toksin

 Lain-lain

2.4.3 Patofisiologi
 Hipoglikemi sering terjadi pada BBLR, karena cadangan glukosa

rendah.

 Pada ibu DM terjadi transfer glukosa yang berlebihan pada janin

sehingga respon insulin juga meningkat pada janin. Saat lahir di mana

jalur plasenta terputus maka transfer glukosa berhenti sedangkan

respon insulin masih tinggi (transient hiperinsulinism) sehingga terjadi

hipoglikemi.

 Hipoglikemi adalah masalah serius pada bayi baru lahir, karena dapat

menimbulkan kejang yang berakibat terjadinya hipoksi otak. Bila tidak

dikelola dengan baik akan menimbulkan kerusakan pada susunan saraf

pusat bahkan sampai kematian.

 Kejadian hipoglikemi lebih sering didapat pada bayi dari ibu dengan

diabetes melitus.

 Glukosa merupakan sumber kalori yang penting untuk ketahanan

hidup selama proses persalinan dan hari-hari pertama pasca lahir.

 Setiap stress yang terjadi mengurangi cadangan glukosa yang ada

karena meningkatkan penggunaan cadangan glukosa, misalnya pada

asfiksia, hipotermi, hipertermi, gangguan pernapasan.

2.4.4 Diagnosa

Anamnesis :

 Riwayat bayi menderita asfiksia, hipotermi, hipertermi, gangguan

pernapasan
 Riwayat bayi premature

 Riwayat bayi Besar untuk Masa Kehamilan (BMK)

 Riwayat bayi Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK)

 Riwayat bayi dengan ibu Diabetes Mellitus

 Riwayat bayi dengan Penyakit Jantung Bawaan

 Bayi yang beresiko terkena hipoglikemia

o Bayi dari ibu diabetes (IDM)

o Bayi yang besar untuk masa kehamilan (LGA)

o Bayi yang kecil untuk masa kehamilan (SGA)

o Bayi prematur dan lewat bulan

o Bayi sakit atau stress (RDS, hipotermia)

o Bayi puasa

o Bayi dengan polisitemia

o Bayi dengan eritroblastosis

o Obat-obat yang dikonsumsi ibu, misalnya sterorid, beta-

simpatomimetik dan beta blocker.

2.4.5 Diagnosa Banding

insufisiensi adrenal, kelainan jantung, gagal ginjal, penyakit SSP, sepsis,

asfiksia, abnormalitas metabolik (hipokalsemia, hiponatremia, hipernatremia,

hipomagnesemia, defisiensi piridoksin).

2.4.6 Gejala Klinis


Gejala hipoglikemia jarang terjadi sebelum kadar gula darah mencapai

50mg/dL.

Gejala nya antara lain:

 Jitteriness

 Sianosis

 Kejang atau tremor

 Letargi dan menyusui yang buruk

 Apnea

 Tangisan yang lemah atau bernada tinggi

 Hipotermia

 RDS

2.4.7 Penatalaksanaan bagi Bayi

a. Monitor

Pada bayi yang beresiko (BBLR, BMK, bayi dengan ibu DM) perlu

dimonitor dalam 3 hari pertama :

 Periksa kadar glukosa saat bayi datang/umur 3 jam

 Ulangi tiap 6 jam selama 24 jam atau sampai pemeriksaan glukosa

normal dalam 2 kali pemeriksaan

Kadar glukosa ≤ 45 mg/dl atau gejala positif tangani hipoglikemia


 Pemeriksaan kadar glukosa baik, pulangkan setelah 3 hari penanganan

hipoglikemia selesai

b. Penanganan hipoglikemia dengan gejala :

 Bolus glukosa 10% 2 ml/kg pelan-pelan dengan kecepatan 1 ml/menit

 Pasang jalur iv D10 sesuai kebutuhan (kebutuhan infus glukosa 6-8

mg/kg/menit).

Contoh : BB 3 kg, kebutuhan glukosa 3 kg x 6 mg/kg/mnt = 18 mg/mnt

= 25920 mg/hari. Bila dipakai D 10% artinya 10 g/100cc, bila perlu

25920 mg/hari atau 25,9 g/hari berarti perlu 25,9 g/ 10 g x 100 cc= 259

cc D 10% /hari.

 Periksa glukosa darah pada : 1 jam setelah bolus dan tiap 3 jam

 Bila kadar glukosa masih < 25 mg/dl, dengan atau tanpa gejala, ulangi

seperti diatas

 Bila kadar 25-45 mg/dl, tanpa gejala klinis :

o Infus D10 diteruskan

o Periksa kadar glukosa tiap 3 jam

o ASI diberikan bila bayi dapat minum

 Bila kadar glukosa ≥ 45 mg/dl dalam 2 kali pemeriksaan

o Ikuti petunjuk bila kadar glukosa sudah normal

o ASI diberikan bila bayi dapat minum dan jumlah infus

diturunkan pelan-pelan

o Jangan menghentikan infus secara tiba-tiba


c. Kadar glukosa darah < 45 mg/dl tanpa gejala :

 ASI teruskan

 Pantau, bila ada gejala manajemen seperti diatas

 Periksa kadar glukosa tiap 3 jam atau sebelum minum, bila :

o Kadar < 25 mg/dl, dengan atau tanpa gejala tangani hipoglikemi

o Kadar 25-45 mg/dl naikkan frekwensi minum

o Kadar ≥ 45 mg/dl manajemen sebagai kadar glukosa normal

d. Kadar glukosa normal

 IV teruskan

 Periksa kadar glukosa tiap 12 jam

 Bila kadar glukosa turun, atasi seperti diatas

 Bila bayi sudah tidak mendapat IV, periksa kadar glukosa tiap 12 jam,

bila 2 kali pemeriksaan dalam batas normal, pengukuran dihentikan.

e. Persisten hipoglikemia (hipoglikemia lebih dari 7 hari)

 konsultasi endokrin

 terapi : kortikosteroid hidrokortison 5 mg/kg/hari 2 x/hari iv atau

prednison 2 mg/kg/hari per oral, mencari kausa hipoglikemia lebih

dalam.
 bila masih hipoglikemia dapat ditambahkan obat lain : somatostatin,

glukagon, diazoxide, human growth hormon, pembedahan. (jarang

dilakukan)

2.5 Kejang Pada BBL

2.5.1 Definisi

Kejang pada BBL secara klinis adalah perubahan proksimal dari fungsi

neurologik (misalnya perilaku, sensorik, motorik, dan fungsi autonom sistem syaraf

yang terjadi pada bayi berumur sampai dengan 28 hari. (Kosim, Soleh:2008)

Kejang dapat timbul sebagai gerakan involunter klonik atau tonik pada satu atau

lebih anggota gerak. (Lissauer,Tom:2006)

Kejang adalah suatu kondisi dimana otot tubuh berkontraksi dan berelaksasi

secara cepat dan berulang, oleh karena abnormalitas sementara dari aktivitas elektrik

di otak, yaitu terjadi loncatan – loncatan listrik karena bersinggungannya ion (+) dan

ion (-) di dalam sel otak.

Kejang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan

tungkai. Kejang yang terjadi pada bayi baru lahir adalah kejang yang terjadi pada bayi

baru lahir sampai dengan usia 28 hari. Kejang pada BBL merupakan keadaan darurat

karena kejang merupakan suatu tanda adanya penyakit sistem saraf pusat (SSP),

kelainan metabolik atau penyakit lain. Kejang pada bayi baru lahir sering tidak dikenali

karena berbeda dengan kejang pada anak dan dewasa. Hal ini disebabkan karena

ketidakmatangan organisasi korteks pada bayi baru lahir.


Kejang umum tonik – klonik jarang pada bayi baru lahir. Pada prinsipnya,

setiap gerakan yang tidak biasa apabila berlangsung berulang-ulang dan periodik,harus

dipikirkan manifestasi kejang. Kejang yang berulang menyebabkan berkurangnya

oksigenisasi, ventilasi dan nutrisi otak.

Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang

menimbulkan demam dapat menimbulkan kejang demam. Penyakit yang paling sering

menimbulkan kejang demam antara lain: infeksi saluran pernapasan atas, otitis media

akut, pnemonia, gastroenteritis akut, exantema subitum, bronchitis, dan infeksi saluran

kemih.

2.5.2 Klasifikasi Kejang

Bentuk tugas dari tiap-tiap orang dapat berbeda, tergantung jenis penyakit yang

mendasari dan berat ringan penyakitnya.

2.5.2.1 Berdasarkan lokasi kejang

Kejang motorik dapat berupa kejang fokal atau umum. Kejang fokal dicirikan

oleh gejala motorik atau sensorik dan termasuk gerakan yang kuat dari kepala dan mata

ke salah satu sisi, pergerakan klonik unilateral yang diawali dari muka atau ekstremitas,

atau gangguan sensorik seperti parestesi (kesemutan) atau nyeri lokal pada suatu area.

Sedangkan pada kejang umum, bisa menyuluruh pada organ tubuh, dapat berlangsung
bertahap maupun bersamaan. Terkadang kejang ini tak dapat dideteksi atau tersamar,

yaitu mmiliki ciri – ciri:

1. Hampir tidak terlihat

2. Menggambarkan perubahan tingkah laku

3. Bentuk kejang :

a. Otot muka, mulut, lidah menunjukan gerakan menyeringai

b. Gerakan terkejut-kejut pada mulut dan pipi secara tiba-tiba menghisap,

mengunyah, menelan, menguap

c. Gerakan bola mata ; deviasi bola mata secara horisontal, kelopak mata

berkedip-kedip, gerakan cepat dari bola mata

d. Gerakan pada ekstremitas : pergerakan seperti berenang, mangayuh pada

anggota gerak atas dan bawah

e. Pernafasan apnea, BBLR hiperpnea

f. Untuk memastikan : pemeriksaan EEG

2.5.2.2 Berdasarkan Serangan Pada Otot

1. Kejang klonik, terdapat kontraksi otot secara ritmik. Ciri – ciri yang dapat

diperhatikan adalah:

 Berlangsung selama 1-3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai

gangguan kesadar

 Dapat disebabkan trauma fokal


 BBL dengan kejang klonik fokal perlu pemeriksaan USG, pemeriksaan

kepala untuk mengetahui adanya perdarahan otak, kemungkinan infark

serebri

 Kejang klonik multifokal sering terjadi pada BBL, terutama bayi cukup

bulan dengan BB>2500 gram

 Bentuk kejang : gerakan klonik pada satu atau lebih anggota gerak yang

berpindah-pindah atau terpisah secara teratur, misal kejang klonik

lengan kiri diikuti kejang klonik tungkai bawah kanan

2. Kejang tonik, dicirikan oleh peningkatan tonus arau kekakuan. Dapat terjadi

pada:

 Terdapat pada BBLR, masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan pada

bayi dengan komplikasi perinatal berat

 Bentuk kejang : berupa pergerakan tonik satu ekstremitas, pergerakan

tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai, menyerupai sikap

deserebasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk

dekortikasi

3. Kejang tonik – klonik, merupakan kumpulan gejala kejang tonik dan klonik.

4. Kejang mioklonik, ditandai dengan kontraksi otot seperti adanya kejutan.

Gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang berulang

dan terjadinya cepat, gerakan menyerupai refleks moro.

5. Kejang atonik, dicirikan oleh kelumpuhan atau kurangnya gerakan selama

kejang.

2.5.3 Masalah yang Ditimbulkan


1. Kejang pada BBL sering berhubungan dengan penyakit yang berat dan

memerlukan penanganan yang lebih spesifik

2. Kejang pada BBL sering memerlukan intervensi khusus seperti pemberian

bantuan nutrisi dan respirasi yang berhubungan dengan penyakit yang

bersangkutan.

3. Harus berhat-hati karena pada keadaan tertentu, kejang pada BBL dapat

mengakibatkan kelainan pada otak.

4. Kejang yang terjadi terus menerus menyebabkan hipoksia serebral progresif,

perubahan aliran darah otak, edema cerebral dan asidosis laktat. Perubahan

tersebut tampak pada pemeriksaan USG Dopler dan spektroskopi resonansi

magnetik.

2.5.4 Etiologi kejang pada BBL

Beberapa penyebab kejang pada bayi baru lahir, diantaranya :

1. Komplikasi perinatal dapat berupa : hipoksi-iskemik ensefalopati; biasanya

kejang timbul pada 24 jam pertama kelahiran, perdarahan intrakranial, dan

trauma susunan saraf pusat yang dapat terjadi pada persalinan presentasi

bokong, ekstrasi cunam atau ekstrasi vakum berat

2. Kejang bayi dengan asfiksia disertai kelainan metabolisme seperti:

hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesemia, hiponatremia, dan

hipernatremia. Hiperbilirubinemia, ketergantungan piridoksin, dan kelainan

metabolisme asam amino. Kejang dengan penyebab ini dapat terjadi 24-48 jam

pertama.
3. Kejang yang terjadi pada hari ke-7 hingga hari ke-10, dapat disebabkan adanya

infesi dari bakteri dan virus seperti TORCH dan Tetanus Neonatorum.

2.5.5 Patofisiologi kejang pada BBL

Dalam Buku Ajar Neonatologi, mekanisme dasar terjadinya kejang akibat

loncatan muatan listrik yang berlebihan dan sinkron pada otak atau depolarisasi otak

yang mengakibatkan gerakan yang berulang. Terjadinya depolarisasi pada syaraf

akibat masuknya natrium dan repolarisasi terjadi karena keluarnya kalium melalui

membrane sel. Untuk mempertahankan potensial membrane memerlukan energi yang

berasal dari ATP dan tergantung pada mekanisme pompa yaitu keluarnya Natrium dan

masuknya Kalium.

Dalam keadaan norma, membran sel neuron dapat dilalui oleh ion K, ion Na,

dan elektrolit seperti Cl. Konsentrasi K+ dalam sel neuron lebih tinggi daripada di luar

sel, sedangkan konsentrasi Na+ di dalam sel lebih rendah daripada di luar sel. Karena

perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan

potensial membran.

Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1 derajat celcius akan menyebabkan

metabolisme basal meningkat 10 – 15% dan kebutuhan oksigen meningkat 20%. Jadi

pada kenaikan suhu tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran dan

dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun natrium melalui

membran, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini

sedemikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel

lainnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter sehingga terjadi kejang.
2.5.6 Manifestasi klinik kejang pada BBL

1. Tremor/gemetar

2. Hiperaktif

3. Kejang-kejang

4. Tiba-tiba menangis melengking

5. Tonus otot hilang diserati atau tidak dengan hilangnya kesadaran

6. Pergerakan tidak terkendali

7. Nistagmus atau mata mengedip ngedip paroksismal

2.5.7 Diagnosis

Penilaian untk membuat diagnosis antara lain dilakukan dengan urutan sebagai

berikut :

1. Anamnesis yang teliti tentang keluarga, riwayat kehamilan, riwayat persalinan dan

kelahiran.

a. Riwayat kehamilan

· Bayi kecil untuk masa kehamilan

· Bayi kurang bulan

· Ibu tidak disuntik TT

· Ibu menderita DM
b. Riwayat persalinan

· Persalinan dengan tindakan

· Persalinan presipitatus

· Gawat janin

c. Riwayat kelahiran

· Trauma lahir

· Lahir asfiksia

· Pemotongan tali pusat dengan alat tidak steril

2. Pemeriksaan kelainan fisik bayi baru lahir

a. Kesadaran (normal, apatis, somnolen, sopor, koma)

b. Suhu tubuh (normal, hipertermia, hipotermia)

c. Tanda-tanda infeksi lainnya

3. Penilaian kejang

a. Bentuk kejang: gerakan bola mata abnormal, nystagmus, kedipan mata

proksimal, gerakan mengunyah, gerakan otot-otot muka, timbulnya apnea yang

episode, adanya kelemahan umum yang periodik, tremor, jitterness, gerakan

klonik sebagian ekstremitas, dan tubuh yang kaku.

b. Lama kejang.
c. Apakah pernah terjadi sebelumnya.

4. Pemeriksaan laboratorium

1. Pemeriksaan darah dapat berupa: gula darah, elektrolit darah (terutama

kalsium dan magnesium), darah tepi, punksi lumbal, punksi subdural, kultur

darah, dan titer TORCH

2. EKG dan EEC

3. Foto rotgen dan USG kepala

2.5.8 Diagnosis banding

1. Anoksia susunan saraf pusat didapatkan gejala kejang yang disertai kebiruan

pada tubuh bayi dan gagal napas.

2. Perdarahan otak bila diperoleh kejang dengan riwayat trauma lahir pada kepala

bayi.

3. Cacat bawaan bila pada pemeriksaan didaptkan kejang dengan kelainan

mikrosefali.

4. Sepsis yaitu kejang yang disertai pemeriksaan fisik perut buncit dan

hepatosplenomegali.

5. Tetanus toksoid bila kejang disertai mulut mecucu.

2.5.9 Penatalaksanaan kejang pada BBL

a. Menjaga jalan nafas tetap bebas

Penting sekali mengusahakan jalan napas yang bebas agar oksigenasi terjamin.

Tindakan yang dapat segera dilakukan adalah membuka semua pakaian yang ketat.
Kepala sebaiknya dimiringkan untuk menghindari aspirasi isi lambung. Bisa juga

dengan memberikan benda yang dapat digigit guna mencegah tergigitnya lidah atau

tertutupnya jalan napas.

b. Mengatasi kejang secepat mungkin

Untuk pertolongan pertama, bila suhu penderita meninggi, dapat dilakukan

kompres dengan air kran atau alkohol atau dapat juga diberi obat penurun panas

(antipiretik). Obat anti kejang seperti diazepam dalam sediaan perectal dapat diberikan

sesuai dengan dosis. Dosis tergantung dari BB, BB <10kg diberikan 5mg dan BB

>10kg rata-rata pemakaiannya 0,4 - 0,6mg/KgBB.

c. Mengobati penyebab kejang

Setelah penyebab kejang diketahui, dapat diberikan obat-obatan untuk

mengatasi penyebabnya. Misalnya kejang dikarenakan infeksi traktus respiratori

bagian atas, pemberian antibiotik yang tepat dapat mngobati infeksi tersebut.

2.5.10 Penanganan kejang pada BBL

a. Bayi diletakan dalam tempat hangat, pastikan bayi tidak kedinginan, suhu

dipertahankan 36,5-37ᴼC
b. Jalan nafas dibersihkan dengan tindakan penghisapan lendir diseputar mulut,

hisung dan nasofaring

c. Pada bayi apnea, pertolongan agar bayi bernafas lagi dengan alat Bag to

Mouth Face Mask oksigen 2 liter/menit

d. Infus

e. Obat antispasmodik/anti kejang : diazepam 0,5 mg/kg/supp/im setiap 2

menit sampai kejang teratasi dan luminal 30 mg im/iv

f. Nilai kondisi bayi tiap 15 menit

g. Bila kejang teratasi berikan cairan infus dextrose 10% dengan tetesan

60ml/kgBB/hr

h. Cari faktor penyebab

· Apakah mungkin bayi dilahirkan dari ibu DM

· Apakah mungkin bayi prematur

· Apakah mungkin bayi mengalami asfiksia

· Apakah mungkin ibu bayi emnghisap narkotika

· Kejang sudah teratasi, diambil bahan untuk pemeriksaan laboratorium untuk

mencari faktor penyebab, misalnya : darah tepi, elektrolit darah, gula darah,

kimia darah, kultur darah, pemeriksaan TORCH

· Kecurigaan kearah sepsis (pemeriksaan pungsi lumbal)


· Kejang berulang, diazepam dapat diberikan sampai 2 kali

Ø Masih kejang : dilantin 1,5 mg/kgBB sebagai bolus iv diteruskan dalam dosis

20 mg iv setiap 12 jam

Ø Belum teratasi : phenytoin 15 mg/kgBB iv dilanjutkan 2 mg/kg tiap 12 jam

Ø Hipokalsemia (hasil lab kalsium darah <8mg%) : diberi kalsium glukonas

10% 2 ml/kg dalam waktu 5-10 menit . apabila belum juga teratasi diberi

pyridoxin 25-50 mg

Ø Hipoglikemia (hasil lab dextrosit/gula darah < 40 mg%) : diberi infus

dextrose 10%

Anda mungkin juga menyukai