Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 latar belakang


Tinea pedis merupakan infeksi jamur superfisial pada kaki yang disebabkan
oleh dermatofit. Tinea pedis paling sering disebabkan oleh Trichphyton rubrum dan
T.interdigitale. Diperkirakan bahwa 10 sampai 15% dari populasi dunia memiliki
tinea pedis. Prevalensinya lebih tinggi pada orang dewasa dibandingkan pada anak-
anak. Insiden terbanyak terjadi pada rentang usia antara 16 dan 45 tahun. Tinea pedis
lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Manusia dapat
terinfeksi jamur ini melalui kontak langsung dengan orang yang terinfeksi, hewan,
fomites, atau tanah.1
Transmisi tinea pedis difasilitasi oleh suhu hangat, lingkungan lembab dan
dapat juga akibat mengenakan sepatu oklusif. Tiga bentuk klinis dari tinea pedis
yaitu: interdigital, moccasin, dan vesiculobullous. Diagnosis dapat di tegakkan,
terutama jika ditemukan lesi yang khas. Jika perlu, diagnosis dapat pastikan dengan
pemeriksaan kalium hidroksida basah-mount, yaitu pemeriksaan kerokan kulit
perbatasan aktif lesi. pengobatan sistemik untuk tinea pedis diindikasikan jika lesi
luas, kronis, berulang atau resisten terhadap pengobatan anti jamur topikal atau jika
pasien immunocompromised.1

1.2 Tujuan Penulisan


Berikut tujuan dari penulisan referat ini adalah :
1. Untuk mengetahui cara mendiagnosis dari Tinea Pedis
2. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Tinea Pedis

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Tinea pedis atau ringworm of the foot adalah infeksi dermatofita pada kaki,
terutama pada sela jari dan telapak kaki. Tinea pedis merupakan infeksi jamur yang
paling sering terjadi. Penyebabnya yang paling sering adalah richophyton rubrum
yang memberikan kelainan menahun. Paling banyakditemukan diantara jari ke-4 dan
ke-5, dan seringkali meluas ke bawah jari dansela jari-jari lain.2

Gambar 1. Gambaran tinea pedis akibat pemakaian sepatu5

2.2 Etiologi
Tinea pedis paling sering disebabkan oleh Trichophyton rubrum dan
T.interdigitale (sebelumnya dikenal sebagai T. mentagrophytes), diikuti oleh
Epidermophyton floccosum. Selain itu T.tonsurans dan Microsporum spp juga dapat
menyebabka tinea pedis.2

2.3 Gejala Klinis


Tinea pedis terdiri dari beberapa macam tipe klinis, dan yang paling sering
ditemukan adalah:2,3

2
1. Bentuk interdigitalis yang merupakan kelainan berupa maserasi, skuamasi
serta erosi di celah-celah jari terutama jari ke-4 dan 5. Kulit terlihat putih,
dapat berbentuk fisura dan sering tercium bau yang tidak enak. Lesi dapat
meluas ke bawah jari dan telapak kaki.
2. Bentuk hiperkeratosis menahun yaitu terjadi penebalan kulit disertai sisik
terutama pada tumit, telapak kaki, tepi kaki dan punggung kaki. Lesi dapat
berupa bercak dengan skuama putih agak mengkilat, melekat, dan relative
tidak meradang. Lesi umumnya setempat, akan tetapi dapat bergabung
sehingga mengenai seluruh telapak kaki, sering simetris dan disebut moccasin
foot.
3. Bentuk vesikular subakut yaitu kelainan timbul pada daerah sekitar jari
kemudian meluas ke punggung kaki atau telapak kaki, disertai rasa gatal yang
hebat. Bila vesikel pecah akan meninggalkan skuama melingkar yang disebut
koloret. Bila terjadi infeksi akan memperberat keadaan sehingga terjadi
erysipelas.

Gambar 2. Gambaran efloresensi sekunder dari tinea pedis2

2.4 Faktor Predisposisi


Tinea pedis yang mempunyai nama lain Athlete's foot, ring worm of the foot atau
kutu air, (padahal bukan betul-betul kutu, melainkan kapang jamur yang menyukai
bagian kulit yang sering dibiarkan basah dan lembab). Beberapa faktor lain penyebab

3
Tinea pedis adalah pemakaian sepatu tertutup untuk waktu yang lama, bertambahnya
kelembaban karena keringat, pecahnya kulit karena mekanis, dan paparan terhadap
jamur di gedung olah raga atau kolam renang.6
Selain itu pemakaian kaus kaki dengan bahan yang tidak dapat menyerap
keringat dapat menambah kelembaban di sekitar kaki yang cenderung mendukung
jamur dapat tumbuh subur. Kondisi sosial ekonomi serta kurangnya kebersihan
pribadi juga memegang peranan penting pada infeksi jamur (insiden penyakit jamur
pada sosial ekonomi lebih rendah lebih sering terjadi daripada sosial ekonomi yang
lebih baik, hal ini terkait dengan status gizi yang mempengaruhi daya tahan tubuh
seseorang terhadap penyakit). Kebersihan pribadi (mencuci kaki setiap hari, menjaga
kaki selalu kering) yang kurang diperhatikan turut mendukung tumbuhnya jamur.6

2.5 Penegakan Diagnosis


Diagnosis tinea pada umumnya dapat ditegakkan berdasarkan gejala-gejala
klinis yang khas dan pemeriksaan sediaan langsung dengan KOH 10-20% dan biakan.
Berikut pemeriksaan untuk mendiagnosis tinea pedis :
1. Pemeriksaan dengan KOH 10-20%
Untuk mendiagnosis perlu adanya gejala berupa skuama dari bagian tepi lesi
yang diambil dengan menggunakan skalpel. Skuama tersebut ditaruh pada slide yang
ditetesi oleh larutan kalium hidroksida. Diagnosis dibuat dengan memeriksa skuama
yang terinfeksi tersebut secara mikroskopis dan mengisolasi mikroorganisme
penyebab dalam media kultur.2

2. Kultur
Kultur pada lesi yang dicurigai tinea pedis dilakukan pada Sabouraud’s
dextrose agar (SDA). pH asam 5,6 untuk media ini menghambat pertumbuhan spesies
bakteri dan dapat dibuat lebih selektif dengan penambahan suplemen kloramfenikol.
Kultur ini dapat diambil 24 minggu setelah selesai. Tes ini digunakan untuk isolasi
selektif dan merupakan pilihan diagnostik lain yang bergantung pada warna indikasi

4
yang berubah dari orange ke merah untuk menandakan adanya dermatofit. Hasil
kultur ini terbukti hanya sekitar 60% keakuratannya.5

3. Periodic Acid Schiff Stain/PAS Reaction Test


Periodic acid schiff atau PAS reaction test lebih disukai untuk diagnosis
infeksi tinea pedis. Tes ini merupakan teknik yang digunakan secara luas untuk
mendeteksi protein terikat karbohidrat (glikoprotein), tes ini dilakukan dengan
mengekspos jaringan berbagai substrat untuk serangkaian reaksireduksi oksidasi.
PAS juga telah ditemukan untuk menjadi tes diagnostik yang paling dapat diandalkan
untuk tinea pedis, dengan 98,8% khasiatnya dan efektif dalam biaya.5

2.6 Diagnosis Banding Tinea pedis

Tinea pedis perlu dibedakan dengan penyakit lain di kaki, ada beberapa
diagnosis banding yang perlu diketahui, antara lain:2,4
1. Dermatitis kontak alergi
Dermatitis kontak alergik dapat menyebabkan gatal disertai eritema, vesikel,
skuamasi terutama pada jari-jari, punggung, dan kaki. Disebabkan oleh kontak
dengan bahan yang dapat menimbulkan reaksi alergi.
2. Dermatitis atopik
Dermatitis atopik dapat menyebabkan skuamasi kering yang disertai gatal di bagian
punggung kaki. Atau yang lebih dikenal sebagai eksim, timbul pada penderita dengan
riwayat atopi (urtikaria, rinitis alergika, dan asma).
3. Psoriasis pustulosa
Merupakan penyakit yang diturunkan (cacat herediter yang menyebabkan over
produksi keratin), bersifat kronik yang dapat terjadi pada setiap usia. Penyakit
inflamasi noninfeksius yang kronik pada kulit di mana produksi sel-sel epidermis
terjadi dengan kecepatan ± enam hingga sembilan kali lebih besar daripada kecepatan
yang normal. Berupa plak bersisik putih yang terdapat pada daerah lutut, siku, dan
kulit kepala. Juga dapat dijumpai di jari-jari tangan dan jari-jari kaki memperlihatkan
plak-plak yang licin dan merah dengan permukaan yang mengalami maserasi.

5
4. Skabies pada kaki
Disebabkan oleh kutu atau tungau skabies yang masuk ke dalam kulit manusia,
menimbulkan perasan gatal. Dapat menghinggapi badan, sela jari tangan, sela paha
dan lipatan siku.

2.7 Pencegahan
Tinea pedis adalah salah satu yang paling umum dari semua penyakit kaki.
Dengan dasar pendidikan pasien yang baik, dengan instruksi sederhana seperti
pentingnya kebersihan kaki, dapat membantu mencegah dan meminimalkan
perkembangan tinea pedis.7 pendidikan yang baik terdiri dari instruksi kebersihan
yang layak, menekankan pentingnya pengeringan kaki, berlatih perawatan kuku yang
baik, dan mengenakan properti sepatu pas dengan kaus kaki kering yang bersih.7,10
Hal ini penting untuk mempromosikan langkah-langkah pencegahan, sehingga
menghindari kemungkinan infeksi melalui kontak interpersonal serta menggunakan
ruang olahraga umum.10 Penggunaan bubuk kaki antijamur kontroversial tetapi
mungkin membantu untuk orang yang rentan terhadap tinea pedis yang sering
terekspos ke daerah-daerah dimana jamur tumbuh.8

2.8 Penatalaksanaan Tinea Pedis


Sebelum memulai pengobatan untuk tinea pedis, penting untuk menegakkan
diagnosis penyakit sehingga modalitas terapi tertentu dapat diadopsi dan dipantau
selama pengobatan tersebut.5
Terapi antijamur topikal umumnya bisa digunakan pada infeksi tinea pedis.
Obat fungisida sering disukai daripada obat fungistatik untuk pengobatan pada
infeksi tinea pedis karena jalurnya sederhana sebagai salah satu aplikasi pengobatan
sehari-hari dalam satu minggu dengan tingkat kesembuhan yang tinggi.5

6
Tabel : terapi topikal pada pengobatan tinea pedis5
Agen Formulasi Fungisida atau Frekuensi dalam
fungistatik aplikasi
Allylamine 1% krim, gel Fungisida Sekali atau dua kali
Naftifine sehari
Terbinafine
Benzylamine 1% krim Fungisida Sekali atau dua kali
Butenafine sehari
Imidazole 1% krim fungistatik Sekali atau dua kali
Ekonazole sehari
Ketokonazole
Mikonazole 2% krim fungistatik Sekali atau dua kali
Sertaconazole sehari
Miscellaneous 1% krim fungistatik Dua kali sehari
Siklopirox
Tolnaftate

Pada kasus yang parah, obat antijamur oral lebih disukai untuk pengobatan
infeksi tinea pedis. Agen baru triazole, flukonazole, itrakonazole dan allylamine
memiliki aktivitas spektrum luas terhadap tinea pedis.5
Tinea pedis superfisialis atau terlokalisir biasanya merespon terapi antijamur
yang topikal dua kali sehari selama 2 sampai 4 minggu. Umumnya agen antijamur
topikal yang digunakan yaitu siclopirox, ekonazol, klotrimazol, ketokonazol,
butenafine, naftifine dan terbinafine. Pada perbandingan terapi campuran yang
melibatkan perawatan antijamur topikal, tidak ada perbedaan yang signifikan antara
penggunaan antijamur tersebut. Terbinafine mungkin menjadi strategi terbaik untuk
mempertahankan kesembuhan pada tinea pedis. Nistatin tidak efektif untuk
pengobatan tinea pedis. Agen antijamur topikal ditoleransi dengan baik dan jarang
terjadi efek samping, kecuali misalnya langka pada dermatitis kontak. Kekambuhan
sebagian besar akibat dari kurang kepatuhan dalam penggunaan antijamur topikal.

7
Dalam hal ini, antijamur topikal seperti terbinafine, sertaconazole, dan ekonazole
dapat digunakan sekali sehari untuk meningkatkan kesembuhan. Karena jamur
berkembang sangat baik di lingkungan yang lembab, hangat, pasien harus disarankan
untuk memakai bersih, kaos kaki dan sepatu yang berserat alami dan mengeringkan
kaki setelah mandi. Antijamur bubuk mungkin bisa ditaburkan kedalam sepatu yang
dipakai sehari-hari. Sepatu juga dapat disterilkan dengan ultraviolet-C (UVC) yang
berbasis.2
Pengobatan sistemik diindikasikan jika terdapat lesi yang luas, kronis,
berulang, resisten, atau tidak berefek pada pengobatan antijamur topikal, pasien yang
imunokompromise. Agen antijamur oral yang digunakan untuk pengobatan tinea
pedis termasuk itrakonazol, flukonazol, ketokonazol, terbinafine dan butenafine.
Terbinafine ditemukan lebih efektif daripada griseofulvin yang jarang digunakan
sekarang. Terapi kombinasi dengan antijamur topikal dan oral dapat meningkatkan
angka kesembuhan.2

2.7 prognosis
Prognosis baik dengan pengobatan yang tepat. Jika pengobatan tidak tepat
akan terjadi lesi yang permanen dan kemajuan kesembuhan yang tidak baik.2

8
BAB III
KESIMPULAN

Tinea pedis yang biasa disebut kaki atlet, disebabkan oleh jamur yang
terutama tumbuh dilingkungan yang lembab hangat dan penyebab infeksi ini biasanya
melibatkan kaki dan jari kaki. Tinea pedis mempengaruhi sejumlah besar orang, dan
prevalensinya terus meningkat. Pengobatan andalan termasuk krim antijamur,
solusio, semprot, bubuk dan pada kasus yang berat dapat diberikan obat antijamur
oral. Menjaga kebersihan kaki yang baik, mengenali potensi reservoir infeksi, dan
kewaspadaan dalam menjaga kaki tetap kering, termasuk pengelolaan kaki keringat
dan pilihan bijaksana terhadap kaos kaki dan sepatu, dan langkah-langkah lainnya
mungkin terbukti bermanfaat dalam pengobatan dan pencegahan.5

9
DAFTAR PUSTAKA

1. Ely John W, Rosenfeld S, Stone MS. Diagnosis and Management of Tinea


Infections. University of Iowa Carver College of Medicine. Vol 90, 10. 2014
2. Leung Alexander KC, Barankin B. Tinea Pedis. University of Calgary. Vol 2.
Issue 1.109. 2015
3. Jansen, David A,et al. Tinea Pedis. Medscape. 2012. Diakses dari :
http://emedicine.medscape.com/article/1298013-overview#aw2aab6b3
4. Djuanda, A. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi Ke 6. Fakultas
Kedokteran Fkui, Jakarta. 2011.
5. Kumar Vikas, Tilak Ragini, et al. Tinea Pedis- an Update. Department of
Microbiology, Banaras Hindu University, Varanasi-221005, India. 2011
6. Noble SL, Forbes RC et al. Diagnosis and management of common Tinea
infection. American Family Physi-cian 2011; 58: 177-8. PMid:9672436
7. Hainer B L., Dermatophyte infection. American Fam-ily Physician 2009;
67:101-8. PMid:12537173
8. Goldsmith, LA. Dermatology in General Medicine eight edition. Fitzpatrick’s.
2011. Volume 2
9. Subakir. Mikologi kedokteran. FK Undip, Semarang, 2005: 1, 5, 11.
10. Carlo CJ, Mac Williams Bowe P. Tinea pedis (athlete’s foot) .2007. Available
at: http://www.bhchp.org.

10

Anda mungkin juga menyukai