PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
balita yang lebih mandiri, autonom, dan dapat berinteraksi dengan lingkunganya,
serta dapat mengekspresikan emosinya. Di samping itu anak usia tersebut juga
yang terbentuk ini turut mempengaruhi pola makan anak. Pada masa ini anak
mengalami proses perubahan pola makan dimana anak pada umumnya mengalami
kesulitan untuk makan. Pada masa ini anak sudah menunjukkan proses
perkembangan dan anak sudah mempersiapkan diri untuk memasuki sekolah dan
(Hidayat, 2012).
Anak prasekolah adalah anak yang berusia 3 sampai 5 tahun. Pada usia
mengekspresikan emosinya. Luapan emosi yang biasa terjadi pada anak berusia 3-
5 tahun berupa temper tantrum, yaitu mudah marah, menangis, atau menjerit saat
anak tidak merasa nyaman. Anak usia tersebut juga cenderung senang
1
2
bereksplorasi dengan hal-hal baru. Sifat perkembangan yang khas terbentuk ini
turut mempengaruhi pola makan anak. Hal tersebut menyebabkan anak terkadang
sehingga menjadi kenyang dan menolak makan saat jam makan utama. Anak juga
sering rewel dan memilih bermain saat orang tua menyuapi makanan. Gangguan
pola makan yang terjadi jika tidak segera diatasi dapat berkembang menjadi
Perilaku sulit makan adalah perilaku anak yang menolak untuk makan,
hanya makan makanan tertentu saja, dan menghabiskan porsi makan dengan
lambat bahkan sering tidak menghabiskan porsi makan setiap jam makan.
sekali tidak mau memasukkan makanan ke dalam mulut, makan berlama-lama dan
pilih-pilih makanan, makan sambil nonton televisi atau main, dan baru mau makan
kalau diajak jalan-jalan, tentu dapat terbawa hingga dewasa (Rohmasari, 2013).
Kesulitan makan pada anak balita merupakan masalah yang sering dialami
orang tua atau pengasuh anak. Apabila sulit makan pada anak tidak segera diatasi,
maka mengganggu tumbuh kembang anak. Orang tua seringkali mengambil jalan
pintas untuk mengatasi asupan gizi yang kurang karena anak sulit makan, dengan
tidak selalu tepat. Keluhan yang sering muncul adalah anak tidak mau makan,
menolak makan, proses makan yang terlalu lama, hanya mau minum saja, kalau
diberi makan muntah, mengeluh sakit perut, bahkan ada yang disuruh makan
Di Provinsi DIY tahun 2015 diketahui terdapat 8,04% anak mengalami gizi
buruk dan kurang, diantaranya karena masalah sulit makan. Prevalensi gizi buruk
dan kurang ini menurun dibandingkan dengan tahun 2013 tetapi sedikit lebih tinggi
dari tahun 2014. Prevalensi selama tiga tahun terakhir masih berkisar pada angka
prevalensi gizi buruk dan kurang di DIY belum tercapai secara maksimal. Menurut
data Status Gizi Balita Kabupaten Sleman tahun 2015 (Dinkes) terdapat 7,532%
kekurangan gizi yang terdiri dari 0,403% balita dengan gizi buruk dan 7,129%
memiki risiko 2 kali lebih besar untuk menjadi underweight pada usia 4,5 tahun
dibandingkan anak yang tidak pernah menjadi picky eater. Underweight akan
Gizi masih menjadi permasalahan dunia yang belum teratasi hingga saat
ini. Hampir seluruh kelompok umur mengalami masalah pemenuhan gizi. Usia
4
bayi dan balita menjadi fokus perhatian karena pada periode ini terjadi
selanjutnya. Pada usia ini, lebih dari separuh kematian disebabkan oleh masalah
gizi. Data WHO menggambarkan 35% anak meninggal akibat kekurangan gizi.
Salah satu faktor yang menyebabkan gizi kurang adalah sulit makan. Sulit makan
adalah masalah yang sering dijumpai pada balita. Sulit makan adalah suatu kondisi
yang ditandai dengan memainkan makanan, tidak tertarik pada makanan dan
dalam Sumarni (2015), didapatkan hasil prevalensi gizi kurang yang disebabkan
oleh berbagai faktor salah satunya akibat pemenuhan nutrisi yang tidak adekuat
tugas perkembangan keluarga dengan anak usia dibawah lima tahun adalah
optimalisasi pertumbuhan anak dapat dilihat dari pemberian makan pada anak. Jika
keluarga mampu melaksanakan tugas tersebut, maka kebutuhan nutrisi anak akan
keterlibatan anak dalam persiapan dan memilih makanan yang akan dikonsumsi
makan yang dilakukan keluarga dapat mengakibatkan kesulitan makan pada anak
(Muharyani, 2015).
yang kurang tepat yang sering dilakukan orang tua antara lain dengan menjanjikan
yang baik. Tindakan lainnya yaitu memberikan makanan tertentu untuk meredakan
emosi anak. Kontrol yang kurang terhadap makanan yang dikonsumsi anak serta
tidak memberikan contoh pada anak dalam konsumsi makanan sehat dapat
mengakibatkan perilaku makan yang tidak baik bagi anak (Muharyani, 2015).
Perilaku sulit makan yang berat dan berlangsung lama berdampak negatif
pada keadaan kesehatan anak, keadaan tumbuh kembang dan aktifitas sehari-
harinya. Dampak jangka pendek untuk anak berperilaku sulit makan adalah anak
kognitif dan penurunan integrasi sensori. Oleh karena itu, bila perilaku sulit makan
dibiarkan begitu saja maka diprediksikan generasi penerus bangsa akan hilang
karena keadaan gizi masyarakat merupakan salah satu unsur utama dalam
beberapa faktor, antara lain kebiasaan makan, psikologis, dan organik. Kelainan
kebiasaan makan teman sebaya atau orang-orang sekitar, menyukai dan menolak
jenis makanan yang sama pada waktu yang berbeda, atau suka memakan makanan
yang tidak sesuai dengan usianya. Faktor psikologis sebenarnya masih ada
hubungannya dengan pola asuh karena psikologis anak sangat ditentukan dari cara
psikologis. Dan faktor organik biasanya terjadi sulit makan pada anak akibat suatu
penyakit infeksi atau kelainan pada organ-organ tertentu seperti gigi dan mulut,
infeksi saluran cerna. Beberapa hal lain yang dapat menyebabkan anak menjadi
picky eating antara lain variasi makan yang terbatas, perilaku makan anggota
keluarga yang lain, ASI Eksklusif, pengetahuan orang tua, dan cara ibu
kemandirian anak, serta perilaku sulit makan pada anak. Sikap ibu dapat
membentuk karakter anak menjadi sulit makan adalah cara menyiapkan makanan,
7
ringan, memaksa anak untuk makan, terlambat memberikan makanan padat, dan
,Rosalina 2014).
Kejadian picky eater dapat berawal dari pola makan ibu yang kurang baik
sehingga semakin bervariasi makanan ibu, maka anak akan semakin mudah
yang buruk juga akan mendapati anaknya lebih suka mengkonsumsi makanan
serupa. Cara ibu dalam memberikan makan juga memiliki pengaruh pada perilaku
makan anak. Tekanan yang diberikan ibu atau pengasuh dalam memberikan makan
dapat menyebabkan anak menjadi picky eater. Pola pemberian makan pada awal
Pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif sampai 6 bulan, dapat mengurangi
sebelum 6 bulan, akan meningkatkan risiko anak menjadi picky eater sebesar 2,5
kali. Idealnya variasi makanan padat hendaknya dikenalkan pada rentang usia 6-9
bulan karena anak akan menjadi lebih pemilih apabila makanan dikenalkan saat
Pengetahuan gizi ibu yang dimiliki oleh seorang ibu juga dapat
mempengaruhi perilaku makan anak, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Nurleni (2017) menyatakan bahwa pengetahuan gizi yang dimiliki orang tua dapat
8
berdambpak positif pada perilaku makan anak. Selain itu, pengetahuan dan sikap
orang tua mengenai gizi berhubungan positif dengan kualitas diet anak. Ibu yang
memiliki pengetahuan gizi paling baik menunjukkan kualitas diet paling baik pada
kelompok anak usia pra sekolah. Carruth, el. Al (2004) dalam Saraswati (2012)
menemukan bahwa picky eater atau perilaku sulit makan lebih banyak pada anak
perempuan (23% - 54%) dibandingkan anak laki-laki (17% - 47%) pada rentan
menganggap anaknya memiliki problem kesulitan makan di usia 2 tahun dan 18%
orang tuanya memiliki nafsu makan rendah, sedangkan 12% lainnya mengalami
Picky eating adalah salah satu masalah kesulitan makan yang umum
dialami oleh 8% sampai 50 % anak- anak.. Sebuah penelitian oleh The Gateshead
Millenium Baby Study pada tahun 2006 dalam Wulandari (2015) di Inggris
dengan prevalensi tertinggi anak hanya mau makan makanan tertentu. Studi di
25-40% pada saat fase akhir pertumbuha. Survei lain di Amerika Serikat
Picky eater merupakan masalah yang serius. Tergantung dari metode yang
digunakan, prevalensi picky eater bervariasi antara 5,6 sampai dengan lebih dari
50%. Penelitian di Amerika menunjukkan bahwa prevalensi sulit makan pada anak
prasekolah terkait picky eater antara lain kurangnya variasi pangan (58,1%),
penolakan pada sayur, buah, daging, dan ikan (55,8%), dan kesukaan pada metode
konsisten meningkat sejalan dengan peningkatan usia dari 4-24 bulan, yaitu
berkisar antara 17-47% pada laki-laki dan 23-54% pada perempuan. Hasil
usia 3 tahun (27,6%) apabila dibandingkan dengan usia 1,5 maupun 6 tahun.
Prevalensi picky eating pada anak yang terjadi di Indonesia sekitar 20-30%
terjadi pada anak sekitar 20%, dari anak picky eater 44,5% mengalami malnutrisi
ringan sampai sedang, dan 79,2% dari subjek penelitian telah mengalami picky
(50,4%) dan perilaku tidak sulit makan sebanyak 60 anak (49,6%) dari populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh orang tua dan anak prasekolah di TK Al-
bahwa anak yang mengalami perilaku sulit makan di TK Desa Palelon sebanyak
22 anak (62,9%) dan yang tidak mengalami perilaku sulit makan sebanyak 13 anak
(37,1%). Diketahui bahwa anak yang mendapat pola asuh yang kurang baik dari
ibunya memiliki perilaku sulit makan sebanyak 20 anak (57,1%) dan anak yang
mendapat pola asuh yang baik dari ibunya memiliki perilaku sulit makan sebanyak
2 anak (5,7%). Hasil uji statistik dengan menggunakan chi square didapatkan
bahwa terdapat hubungan pola asuh ibu dengan perilaku sulit makan di TK Desa
sampai sedang dan 79,2 % dari subjek penelitian telah mengalami kesulitan makan
mengalami kesulitan makan adalah usia 1 sampai 5 tahun (58%), dengan jenis
kelamin terbanyak laki - laki (54%). (43%) subjek memiliki status gizi kurang.
sulit diajak makan dan hanya ingin makan makanan ringan atau makan makanan
dengan lauk tertentu yang disukai dan jika anaknya tidak mau makan orang tuan
akan menyuapi dengan bujukan dan anak mau makan apabila sambil bermain atau
menonton TV. Sedangkan 6 dari 15 orang tua yang diwawancarai anaknya tidak
dalam makanan dan tidak perlu dibujuk dalam makan. Dari 9 anak yang
mengalami sulit makan didaptkan sebanyak 33,3 % (3 orang anak) anak yang
sangat kurus, 33,3% (3 orang anak) anak yang kurus dan 33,3% (3 orang anak)
penelitian yang lebih lanjut mengenai “Gambaran Pengetahuan Ibu, Pola Asuh,
dan Status Gizi pada Anak Sulit Makan Usia 3-5 Tahun” (Studi di Wilayah
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah gambaran pengetahuan ibu pada anak sulit makan usia 3-5 tahun
2019?
2. Bagaimanakah gambaran pola asuh pada anak sulit makan usia 3-5 tahun di
3. Bagaimanakah gambaran status gizi pada anak sulit makan usia 3-5 tahun di
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
pengetahuan ibu, pola asuh dan status gizi pada anak sulit makan usia 3-5 tahun
2019.
2. Tujuan Khusus
a. Mendiskripsikan pengetahuan ibu pada anak sulit makan usia 3-5 tahun di
2019?
b. Mendiskripsikan pola asuh pada anak sulit makan usia 3-5 tahun di Wilayah
c. Mendiskripsikan status gizi pada anak sulit makan usia 3-5 tahun di Wilayah
D. Manfaat Penelitian
orangtua mengenai pola asuh dan status gizi pada anak sulit makan, serta
diharapkan orangtua dapat memahami dan menerapkan pola asuh yang benar
13
dan kebiasaan makan pada anak yang sulit makan agar berat badan tetap stabil.
2. Bagi Puskesmas
E. Keaslian Penelitian
Anak Prasekolah Di
14
penelitian.
- Desain
penelitian
Cross
Sectional.
menggambarkan - Objek
Observasional penelitian
Deskriptif
15
- Instument yang
digunakan
kuesioner
menggambarkan Eksporatif
digunakan
kuesioner