Anda di halaman 1dari 10

Ayat 9

‫أللعمم ْيِلعأمتهمكمم ْنلعبلعأم ْاَلعهذيِلن ْهمعمن ْقلعمبلهمكعمم ْقل عموُهم ْنعمعوُدح ْلولعععاَدد ْلوثلممععوُلد ْلواَلعهذيِلن ْهمعمن ْبلعمععهدههمم ْلل‬

َ‫ت ْفَلعلرددواَ ْأليِمهديِلعمهمم ْهفَيِ ْألفَمعلوُاَهه ه مم ْلولقاَلموُاَ ْإهنلععا‬


‫يِعمع لممهم ْإهلل ْاَل لمه ْجاَءتمعمهم ْرسلممهم ْهباَملبعيَيعلناَ ه‬
‫ل ل م مم م ل‬ ‫ل م م‬
‫ك ْهملماَ ْتلمدمعوُنلعلناَ ْإهلميَهه ْممهريِ د‬
ْ ‫ب‬ ‫لكلفمرلناَ ْبهلماَ ْأممرهسملتممم ْبههه ْلوإهلناَ ْلهفيِ ْلش ك‬

“Apakah belum sampai kepadamu berita orang-orang sebelum kamu (yaitu) kaum Nuh, ‘Ad,
Tsamud dan orang-orang setelah mereka. Tidak ada yang mengetahui mereka selain Allah.
Rasul-rasul telah datang kepada mereka membawa bukti-bukti (yang nyata) namun mereka
menutupkan tangannya ke mulutnya (karena kebencian), dan berkata, “Sesungguhnya kami
mengingkari apa yang kamu disuruh menyampaikannya (kepada kami), dan kami benar-
benar dalam keraguan yang menggelisahkan terhadap apa yang kamu serukan kepada
kami.”

‫ ْبهلماَ ْأممرهسملتممم ْبههه‬: Menyampaikannya menurut persangkaan dan klaim kalian

‫ ْممهريِ د‬
‫ب‬ : Yang menjatuhkan ke dalam kegalauan, kekacauan dan kegelisahan12

Pada ayat-ayat sebelumnya, Allah mengungkapkan kisah pengutusan Nabi Musa


beserta dakwah yang disampaikan kepad umatnya agar senantiasa bersyukur kepada Allah
atas segala rahmatNya serta peringatan kepada kaumnya ketika ditemukan tanda-tanda
keingkaran pada diri mereka. Pada ayat ini kemudian diceritakan tentang percakapan para
rasul dengan umatnya.3 Ayat sebelumnya yaitu ayat ke 8 menjadi landasan perbandingan bagi
kaum yang didatangi oleh Nabi Muhammad, hal ini bertujuan agar umat Nabi Muhammad
jangan sampai mengambil teladan buruk dari Bani Israil yang mana mereka tidak sabar akan
cobaan dan nikmat yang diberikan oleh Allah.4

1 Wahbah al-Zuhaili. 2011. Tafsir al-Munir. Terjemah oleh: Abdul Hayyie al-Kattani dkk. Jakarta: Gema Insani.
Jilid:7, Hal:209
2 Wahbah al-Zuhaili. 1998. Tafsir al-Munir. Damaskus: Dar al-Fikr. Jilid:13, Hal:215
3 Departemen Agama RI. 2006 . Al-Quran dan Tafsirnya. Jakarta: Departemen Agama RI. Jilid:5, Hal:131
4 Hamka. 1983 . Tafsir Al-Azhar. Jakarta: Panjimas. Jilid: 7, Hal:123

1
Allah memberi peringatan kepada hambanya dengan mengingatkan kembali tentang
apa yang terjadi terhadap umat-umat terdahulu yang diazab oleh Allah karena mendustakan
para rasul ketika datang kepada mereka. Yang mana kisah-kisah tentang umat terdahulu ini
banyak yang telah hilang dari pengetahuan masyarakat saat itu.

Di sini, disebut tiga kaum yang dikenal sangat kuat jasmaninya serta memiliki
kemampuan melebihi umat setelahnya. Ayat ini seakan menyatakann, “Jangan duga kalian
tidak dapat disentuh musibah yang akan membinasakan kalian! Belumkah sampai kepada
kalian wahai Bani Israil atau wahai kaum musyrikin Mekkah, berita tentang kebinasaan
orang-orang sebelum kalian yaitu kaum Nuh yang dibinasakan dengan topan dan banjir besar,
kaum Hud yaitu Ad yang dibinasakan dengan angin ribut yang sangat dingin, dan kaum
Shalih yaitu Tsamud yang dibinasakan dengan gempa yang menggelegar dan demikian juga
dengan berita kehancuran orang-orang sesudah mereka seperti penduduk Madyan kaum
Syuaib, kaum Tubba, dan lain-lain. Tidak ada yang mengetahui mereka secara terperinci
karena jumlahnya yang sangat banyaknya kecuali Allah”5

Setiap Rasul yang tidak diutus oleh Allah kecuali telah diberikan bukti-bukti nyata
yang membuktikan kebenaran risalahnya, namun ketika bukti-bukti tersebut ditunjukkan
respon mereka justru seakan-akan seperti orang yang sedang menutupkan tangan ke
mulutnya, ada yang menafsirkan bahwa maksudnya mereka tidak mau mengucapkan kata-
kata yang menunjukkan keimanan. Mereka tidak mau tunduk, bahkan menyombongkan diri
terhadapnya. 6 Juga dikatakan bahwa ini berarti mereka mengulurkan tangan mereka ke mulut
mereka, seolah-olah mengatakan diam atau kami akan membungkan engkau, dan berkata
kepada para rasul, Sesungguhnya kami menolak Kitab Suci dan ketauhidan yang kamu diutus
dengannya, dan sesungguhnya kami ragu-ragu dalam keraguan yang nyata mengenai apa
yang kamu sebut Kitab Suci dan ketauhidan.78

Al-Maraghi berpendapat bahwa ketika para Rasul mendatangkan bukti-bukti nyata


berupa mukjizat kepada mereka, mereka menggigit jari karena marah bercampur benci
terhadap apa yang dibawa oleh para Rasul, di samping karena rasa muak mendengar apa yang
diserukan oleh para Rasul. Karena para Rasul dianggap telah mencemooh berhala-berhala
5 Quraish Shihab. 2009. Tafsir al-Misbah. Jakarta:Lentera Hati. Jilid:6, Hal:335
6 Abu Yahya Marwan bin Musa. Tafsir Hidayatul Ihsan . www.tafsir.web.id . Jilid:2 Hal:291
7 Muhammad al-Firuzabadi. 2007 . Tanwir al-Miqbas min Tafsir Ibn Abbas . Translated by: Mokrane Guezzou .
Amman: Royak Aal al-Bayt Institute for Islamic Thought . Hal: 266
8 Muhammad al-Firuzabadi . Tanwir al-Miqbas min Tafsir Ibn Abbas . Libia: Dar al-Kutub Ilmiyah . Hal: 211

2
mereka. Hal ini telah dilakukan oleh bangsa Arab terhadap Nabi Muhammad sebagaimana
firman Allah:

‫عضوُاَ ْعليَكم ْاَلناَمل ْمن ْاَلغيَظ‬

“Mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kalian.”(QS. Al-
Baqarah:119)

Al-Maraghi juga mengutip dari Abu Ubaidah dan Al-Akhfasy bahwa ayat ini
merupakan perumpamaan. Yang artinya bahwa mereka tidak beriman dan tidak memenuhi
seruan para Rasul. Karena untuk orang diam yang tidak mau menjawab, orang-orang Arab
mengatakan “Qad radda yadahu fi fihi”, artinya “Dia telah menggigit ujung jarinya”.910

Ayat ini untuk meyakinkan Nabi Muhammad dan para pengikut beliau bahwasanya
seruan Tauhid selalu mendapat pertentangan dari segala zaman. Sehingga pertentangan yang
dihadapi oleh Nabi Muhammad adalah perulangan dari zaman-zaman yang telah lampau.
Mereka tidak ingin keyakinan mereka yang telah dianut secara turun-temurun diusik oleh
ajaran yang dibawa oleh para rasul. Sehingga mereka menyatakan bahwa mereka masih ragu,
tidak yakin akan ajaran itu. Dan tidak mau mengakui bahwa kekuasaan itu hanya kepada
Allah semata. 11

Dari ayat diatas dapat diambil beberapa penjelasan sebagai berikut:

1. Manusia hendaknya mengambil contoh dari umat-umat terdahulu yang mendustakan


para Rasul. Akibat yang harus mereka tanggung adalah kehancuran dan kebinasaan.

2. Sikap dan respon orang kafir terhadap orang kafir memiliki tiga tingkatan:

a. Mereka bersikap diam dan membungkam para Nabi agar tidak mengakui
bahwa diri mereka adalah Nabi.

b. Mereka secara terbuka menyatakan bahwa mereka mengingkarinya.

9 Ahmad Mustafa al-Maraghi. 1984. Tafsir al-Maraghi. Terjemah oleh: K. Anshori Umar Sitanggal dkk.
Semarang: Toha Putra. Jilid: 13, Hal: 246
10 Ahmad Mustafa al-Maraghi. 1946. Tafsir al-Maraghi. Mesir: Mustafa al-Babi al-Halabi. Jilid: 13, Hal: 133
11 Hamka. 1983 . Tafsir Al-Azhar. Terjemah oleh: K. Anshori Umar Sitanggal. Jakarta: Panjimas. Jilid: 7, Hal:125

3
c. Mereka meragukan dan menyangsikan keabsahan kenabian.1213

Ayat 10

‫ض ْيِلعمدمعوُمكمم ْلهيَلعغمهفعلر ْلمكعمم ْهمعمن‬ ‫سعماَواَ ه‬


‫ت ْلواَمللمر ه‬ ‫ت ْرسلمهم ْألهفَيِ ْاَل لهه ْلش ك ه‬
‫ك ْفَلعاَطهر ْاَل ل ل ل‬ ‫لقاَل م م م م م‬
‫ش عرر ْهمثِمعلمنلععاَ ْتمهريِ عمدولن ْألمن‬
‫س عممىًّ ْقلععاَلموُاَ ْإهمن ْألنمعتم عمم ْإهلل ْبل ل‬ ‫ه‬ ‫ه‬
‫ذمنعمعوُبمكمم ْلويِمع علؤيخلرمكمم ْإلععىًّ ْأللج عدل ْمم ل‬
ْ ‫سمللطاَدن ْممهبيَدن‬ ‫ه‬
‫صددولناَ ْلعلماَ ْلكاَلن ْيِلعمعبممد ْآلباَمؤلناَ ْفَلأممتوُلناَ ْب م‬
‫تل م‬
“Rasul-rasul mereka berkata, “Apakah ada keraguan terhadap Allah, Pencipta langit dan
bumi? Dia menyeru kamu (untuk beriman) agar Dia mengampuni sebagian dosa-dosamu
dan menangguhkan kamu sampai waktu yang ditentukan?” Mereka berkata,: “Kamu
hanyalah manusia seperti kami juga. Kamu ingin menghalangi (menyembah) apa yang dari
dahulu disembah oleh nenek moyang kami, karena itu datangkanlah kepada kami bukti yang
nyata.”

‫سماَواَ ه‬ ‫ه‬
‫ت ْلواَمللمر ه‬
‫ض‬ ‫لفَاَطهر ْاَل ل ل ل‬ : ْ Yang mengadakan langit dan bumi dengan aturan yang

menakjubkan.

‫مسمللطاَدن‬ :ْ Hujjah dan keterangan 1415

Setelah mendapatkan sekian banyak pertentangan dari umatnya, para Rasul tidak
mundur dari kewajiban yang mereka pikul, kemudian mereka bertanya, “Apakah ada
12 Wahbah al-Zuhaili. 2011. Tafsir al-Munir. Terjemah oleh: Abdul Hayyie al-Kattani dkk. Jakarta: Gema Insani.
Jilid:7, Hal:214
13 Wahbah al-Zuhaili. 1998. Tafsir al-Munir. Damaskus: Dar al-Fikr. Jilid:13, Hal:220
14 Ahmad Mustafa al-Maraghi. 1984. Tafsir al-Maraghi. Terjemah oleh: K. Anshori Umar Sitanggal dkk.
Semarang: Toha Putra. Jilid: 13, Hal: 245
15 Ahmad Mustafa al-Maraghi. 1946. Tafsir al-Maraghi. Mesir: Mustafa al-Babi al-Halabi. Jilid: 13, Hal: 132

4
keraguan terhadap keesaan Allah yang suci sedang ia pula yang menciptakan langit dan
bumi? Allah memanggil hambanya untuk bertobat dan mengakui ketauhidan, agar dengan itu
kalian diampuni dari dosa-dosa yang dilakukan dan menangguhkan kalian sampai jangka
waktu yang telah ditentukan yaitu kematian?”. Seruan ini kemudian dijawab sinis oleh
mereka dengan mengatakan, “Kamu hanyalah manusia seperti kami juga yang akan
menghalangi kami untuk menyembah berhala-berhala yang telah disembah oleh nenek
moyang kami. 1617

Fitrah manusia telah menjadi saksi dan menetapkan wujud Allah, maka bagaimana
mungkin bisa ada keraguan terhadap wujud Allah? Pengakuan terhadap hal tersebut
merupakan suatu keharusan bagi setiap orang yang memiliki akal baik sebagaimana
ditegaskan di dalam hadis:

‫ساَنههه‬ ‫ِ ْألو ْيِعنل ي هه‬،‫ِ ْفَللأبعوُاَهم ْيِعهيوُلداَنههه‬،‫مكدل ْموُملوُدد ْيِوُلمد ْلعللىًّ ْاَلهفطمرهة‬
‫ِ ْألمو ْيِملميج ل‬،‫صلراَنه‬ ‫م م‬ ‫ل لل مل‬ ‫لم م‬

“Setiap anak dilahirkan dengan membawa fitrah (tauhid). Maka kedua orangtuanyalah yang
membuatnya beragama Yahusi, Nasrani, atau Majusi.”

Untuk lebih menguatkan akan kesadaran kepada Tauhid para Rasul juga mengarahkan
kaumnya untuk memperhatikan tanda-tanda kebesaran Allah berupa langit dan bumi, kata
fathir terambil dari kata fathara yang berarti membelah. Maksudnya adalah penciptaan langit
dan bumi dalam bentuk yang sangat serasi, Allah seakan membelah kegelapan dan
memunculkan dari dalam ketiadaan itu langit dan bumi dalam bentuk yang sangat hebat dan
serasi.18

Setelah mengajak untuk merenungkan akan kekuasaan dan kebesaran Allah dengan
sedemikian rupa, para Rasul menyampaikan bahwa Allah menyeru mereka untuk beriman
kepadaNya dengan cara mengutus para Rasul, agar kemudian para Rasul menuntun mereka
untuk keluar dari kesesatan menyembah berhala kepada tauhid dan pengampunan sebagian
dosa antara mereka dengan Allah.

16 Muhammad al-Firuzabadi. 2007 . Tanwir al-Miqbas min Tafsir Ibn Abbas . Translated by: Mokrane Guezzou .
Amman: Royak Aal al-Bayt Institute for Islamic Thought . Hal: 211
17 Muhammad al-Firuzabadi . Tanwir al-Miqbas min Tafsir Ibn Abbas . Libia: Dar al-Kutub Ilmiyah . Hal: 212
18 Quraish Shihab. 2009. Tafsir al-Misbah. Jakarta:Lentera Hati. Jilid:6, Hal:338

5
Pemberian ampunan pada ayat ini diungkapkan dengan lafaz min, ini menunjukkan
bahwa Allah berbicara kepada tentang keimanan semata dalam artian berkaitan dengan
permberian ampunan bagi orang kafir, seperti firman Allah:

‫يِلاَقلعموُلملناَ ْألهجيَبموُاَ ْلداَهعيِ ْاَل لهه ْلوآهمنموُاَ ْبههه ْيِلعغمهفمر ْلمكمم ْهممن ْذممنوُبهمكمم ْلويِمهجرمكمم ْهممن ْلعلذاَ د‬
‫ب ْألهليَدم‬ ‫م‬ ‫ل‬

“Bertakwalah kepada-Nya dan taatlah kepadaku, niscaya Allah akan mengampuni sebagian
dosa-dosa kalian.”(QS. Al-Ahqaf:31)

Sedangkan yang mengungkapkan pemberian ampunan bagi orang mu’min tidak


terdapat lafaz min, seperti firman Allah:

‫( ْيِلعغمهفمر ْلمكمم ْذممنوُبلمكمم‬-)ْ ‫خيَعرر ْلمكمم ْإهمن ْمكمنتممم ْتلعمع لمموُلن‬ ‫ه‬
‫لذلمكمم ْ ل م‬

“Hai kaum kami, terimalah (seruan) orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah
kepadaNya, niscaya Allah mengampuni sebagian dosa-dosa kalian.”(QS. Al-Saff: 11-12) 1920

Karena dalam konteks orang mu’min, keimanan sudah terpenuhi. Sehingga ampunan
yang ada tertuju untuk perbuatan-perbuatan maksiat.

Kemudian Allah juga menangguhkan mereka sampai pada masa yang telah
ditentukan. Artinya mereka diberikan kesempatan yang luas untuk memperbaiki langkah
yang salah itu dan agar kembali kepada jalan yang benar.21

Setelah mendapatkan seruan dari para Rasul, mereka membantah dan memberikan
argumen yang terdiri dari tiga perkara:2223

Pertama, para Rasul yang diutus juga merupakan manusia biasa sebagaimana yang
lain. Merek memandang bahwa tiada kekhususan dan kelebihan pada diri para Rasul.

19 Ahmad Mustafa al-Maraghi. 1984. Tafsir al-Maraghi. Terjemah oleh: K. Anshori Umar Sitanggal dkk.
Semarang: Toha Putra. Jilid: 13, Hal: 249
20 Ahmad Mustafa al-Maraghi. 1946. Tafsir al-Maraghi. Mesir: Mustafa al-Babi al-Halabi. Jilid: 13, Hal: 134
21 Hamka. 1983 . Tafsir Al-Azhar. Terjemah oleh: K. Anshori Umar Sitanggal. Jakarta: Panjimas. Jilid: 7, Hal:126
22 Ahmad Mustafa al-Maraghi. 1984. Tafsir al-Maraghi. Terjemah oleh: K. Anshori Umar Sitanggal dkk.
Semarang: Toha Putra. Jilid: 13, Hal: 250
23 Ahmad Mustafa al-Maraghi. 1946. Tafsir al-Maraghi. Mesir: Mustafa al-Babi al-Halabi. Jilid: 13, Hal: 134

6
Menurut mereka, jika para Rasul tersebut tentu akan berbeda dengan mereka dalam keperluan
makan, minum dan sebagainya jika memang benar-benar utusan Allah.

Kedua, mereka menganggap bahwa para Rasul hanya ingin menghalang-halangi


mereka untuk menyembah sesembahan yang sudah ada sejak zaman nenek moyang mereka.
Sedangkan hujjah yang diberikan oleh para Rasul dianggap lemah oleh mereka, sehingga
bukan hal yang logis jika harus meninggalkan sesuatu yang belum jelas kekeliruannya
(menurut mereka).

Ketiga, permintaan memikirkan langit dan bumi tidak masuk akal bagi mereka karena
hal tersebut tidak dapat mereka lakukan. Sedang mereka merasa bukti-bukti yang dibawa
oleh para Rasul sebagai sesuatu yang luar biasa. Sehingga mereka meminta para Rasul untuk
membuktikan kenabiannya dengan mendatangkan sesuatu yang berada di luar kemampuan
mereka.

Kata Sulthan memiliki mekna kekuatan yang dapat memaksa orang lain untuk
berbuat, suka ataupun tidak. Selain itu, Sulthan juga bisa bermakna argumen yang dapat
memuaskan logika seseorang, sehingga ia melaksanakannya berdasarkan rasa cinta.

Hal ini menandakan bahwa Agama tidak pernah menyebarkan ajarannya dengan cara
paksa, melainkan berdasarkan cinta, sehingga penganutnya akan melaksanakan agama
dengan sepenuh hati, Allah berfirman:

ْ ِ‫ل ْإكراَه ْفَيِ ْاَلديِن ْقد ْتبيَن ْاَلرشد ْمن ْاَلغي‬

“Tidak ada paksaaan untuk (memasuki) agama (Islam), Sesungguhnya telah jelas jalan yang
sesat”(QS. Al-Baqarah: 256)

Seseorang jika telah memasukin usia dewasa, metode dengan cara memaksa sudah
tidak cocok lagi baginya, sebab jika dipaksakan maka ia akan melakukannya dengan tidak
sempurna. Tetapi jika seseorang telah menganut agama Islam. Maka suka ataupun tidak
segala konsekuensinya harus dilaksanakan. Oleh karena itu, agar memudahkan dalam
melaksanakan ajaran agama, hendaknya sebelum menganut agama Islam seseorang berfikir

7
dahulu secara matang agar segala ajarannya nanti dilakukan dengan cinta, bukan dengan
paksaan.2425

Ayat 11

‫شععاَمء ْهمعمن‬
‫شرر ْهمثِمعلممكمم ْلولهكلن ْاَل لله ْيِلممدن ْلعللىًّ ْلمعمن ْيِل ل‬
‫ت ْلمهمم ْمرمسلممهمم ْإهمن ْنلمحمن ْإهلل ْبل ل‬
‫ ْلقاَل م‬

‫سع عمللطاَدن ْإهلل ْبهع عهإمذهن ْاَل لع عهه ْلولع ل ععىًّ ْاَل لع عهه ْفَلعملليَتلعلوُلكع عهل‬ ‫ه ه‬ ‫ه هه‬
‫عبل ععاَده ْلولم ععاَ ْلك ععاَلن ْلنل ععاَ ْألمن ْنعل عأمتيَلمكمم ْب م‬
ْ ‫اَلممممؤهممنوُلن‬

“Rasul-rasul mereka berkata kepada mereka, “Kami hanyalah manusia seperti kamu, tetapi Allah
memberi karunia (kenabian) kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. Tidak
pantas bagi kami mendatangkan suatu bukti kepada kamu melainkan dengan izin Allah. Dan hanya
kepada Allah saja hendaknya orang yang beriman bertawakkal.”

َ‫ ْلولماَ ْلكاَلن ْللنا‬ : dan tidak semestinya2627

Pada ayat sebelumnya telah diceritakan kesalahfahaman orang-orang kafir beserta


cemoohan mereka terhadap kenabian. Pada ayat ini Allah menceritakan jawaban yang
diberikan oleh para Rasul terhadap kesalahpahaman kaum kafir tersebut.

Yang pertama para Rasul mengatakan kepada kaum kafir bahwa mereka memang
manusia biasa, tetapi Allah memberikan rahmat kepada siapa saja yang dikehendaki olehNya
dengan menganugrahkan kenabian dan keislaman. Adapun bukti-bukti dan hujjah-hujjah

24 Mutawalli al-Sya’rawi. 2007. Tafsir Sya’rawi. Penerjemah: Tim Safir al-Azhar. Medan: Duta Azhar. Jilid:7,
Hal:302.
25 Mutawalli al-Sya’rawi. 1997. Tafsir Sya’rawi. Kairo: Akhbar el-Yom Press. Jilid:12, Hal:7456
26 Wahbah al-Zuhaili. 2011. Tafsir al-Munir. Terjemah oleh: Abdul Hayyie al-Kattani dkk. Jakarta: Gema Insani.
Jilid:7, Hal:210
27 Wahbah al-Zuhaili. 1998. Tafsir al-Munir. Damaskus: Dar al-Fikr. Jilid:13, Hal:215

8
yang dibawa tidak lain semata-mata karena izin dan perintah dari Allah. Dan sebagai orang
beriman hendaklah bertawakkal Allah semata atas semua perbuatan yang telah dilakukan. 2829

Meskipun para Rasul yang diutus oleh Allah sama dengan kaumnya dari sisi psikis.
Akan tetapi, keserupaan tersebut tidak menjadi penghalang adanya kekhususan, karena dari
segi sifat, potensi, dan kecenderungan manusia bisa berbeda-beda. Allah memberikan karunia
kepada siapa saja hambanya yang dikehendaki untuk diberikan karunia dan kelebihan, dan
para Rasul termasuk orang-orang yang diberikan olehNya berupa wahyu yang merupakan
tuntunan untuk disampaikan kepada kaum Kafir. 30 Termasuk pula di dalamnya kemampuan
untuk membedakan antara yang haqq dan yang batil, antara kebenaran dan kebohongan,
sehingga akan tampak jelas perbedaan antara para leluhur yang menyembah berhala dengan
agama yang benar.

Kemudian pernyataan mereka kepada para Rasul, “Kami tidak puas dengan mukjizat
yang telah kalian datangkan kepada kami. Tetapi, kami menginginkan mukjizat-mukjizat
lainnya yang lebih kuat dan tidak terbantahkan.” Maka jawabannya adalah, semua hal-hal
yang mereka anggap luar biasa tersebut merupakan tambahan dan sepenuhnya terserah Allah.
Jika diperlihatkan maka itu adalah karunia jika tidak maka itu adalah hakNya. Dan tidak ada
jalan lain bagi para Rasul selain bersabar atas segala gangguan, senantiasa berpegang teguh
dan percaya sepenuhnya kepada Allah. Karena bertawakal kepada Allah dan bersandar penuh
kepadaNya adalah kunci terwujudnya pertolongan dan kemenangan.3132

Kesimpulan33
1. Hanya Allah yang mengetahui semua keadaan dan peristiwa yang dialami oleh umat
terdahulu, hal ini menandakan Ilmu Allah sangat luas.
2. Sebagian besar manusia menolak seruan para Rasul yang diutus kepada mereka, dan
mereka ragu akan yang disampaikan.

28 Muhammad al-Firuzabadi. 2007 . Tanwir al-Miqbas min Tafsir Ibn Abbas . Translated by: Mokrane Guezzou .
Amman: Royak Aal al-Bayt Institute for Islamic Thought . Hal: 266
29 Muhammad al-Firuzabadi . Tanwir al-Miqbas min Tafsir Ibn Abbas . Libia: Dar al-Kutub Ilmiyah . Hal: 212
30 Quraish Shihab. 2009. Tafsir al-Misbah. Jakarta:Lentera Hati. Jilid:6, Hal:341

31 Wahbah al-Zuhaili. 2011. Tafsir al-Munir. Terjemah oleh: Abdul Hayyie al-Kattani dkk. Jakarta: Gema Insani.
Jilid:7, Hal:215
32 Wahbah al-Zuhaili. 1998. Tafsir al-Munir. Damaskus: Dar al-Fikr. Jilid:13, Hal:221
33 Departemen Agama RI. 2006. Al-Qur’an dan Tafsirnya. Jakarta: Departemen Agama RI. Jilid: 5, Hal:133

9
3. Kaum kafir menolak beriman dengan alasan bahwa mereka tidak melihat kelebihan
yang dimiliki oleh para Rasul. Akan tetapi, mereka justru taklid kepada nenek moyang
mereka.
4. Rasul adalah manusia biasa seperti umat mereka, tetapi mereka mempunyai kelebihan
yang tidak dimiliki orang lain yaitu kenabian dan kerasulan. Mukjizat yang ada pada
mereka hanya digunakan tidak lain dengan seizin Allah.
5. Tawakal dan berserah diri kepada Allah adalah ciri khas orang-orang beriman karena
Allah telah memberikan petunjuk pada jalan yang benar. Dengan ketawakkalan, orang
beriman akan menjadi umat yang sabar dan ulet serta berani dalam menghadapi segala
ancaman yang ada.

Daftar Pustaka
-Al-Firuzabadi, Muhammad. 2007 . Tanwir al-Miqbas min Tafsir Ibn Abbas . Translated by:
Mokrane Guezzou . Amman: Royak Aal al-Bayt Institute for Islamic Thought .
-Al-Maraghi, Ahmad Mustafa. 1984. Tafsir al-Maraghi. Terjemah oleh: K. Anshori Umar
Sitanggal dkk. Semarang: Toha Putra.
-Al-Sya’rawi, Mutawalli. 2007. Tafsir Sya’rawi. Penerjemah: Tim Safir al-Azhar. Medan:
Duta Azhar.
-Al-Zuhaili, Wahbah. 2011. Tafsir al-Munir. Terjemah oleh: Abdul Hayyie al-Kattani dkk.
Jakarta: Gema Insani.
-Departemen Agama RI. 2006 . Al-Quran dan Tafsirnya. Jakarta: Departemen Agama RI.
-Hamka. 1983 . Tafsir Al-Azhar. Jakarta: Panjimas.
-Marwan bin Musa, Abu Yahya. Tafsir Hidayatul Ihsan . www.tafsir.web.id .
-Shihab, Quraish. 2009. Tafsir al-Misbah. Jakarta:Lentera Hati.

10

Anda mungkin juga menyukai