Anda di halaman 1dari 2

Bisnis Apotek Kimia Farma di Tengah Era

Disruptif
by Dimaz Hendra - December 18, 2017

Era disruptif menciptakan pergeseran dalam segala hal. Perubahan budaya akibat inovasi yang
semakin maju tak bisa dihindari. Namun bagi Direktur Utama PT Apotek Kimia Farma, Imam
Fathorrahman, adanya disrupsi digital belum pasti berdampak pada bisnis perusahaan yang ia
pimpin, Kimia Farma Apotek (KFA).
“Saya tidak tahu apakah disrupsi digital berpengaruh tapi yang jelas pertumbuhan bisnis KFA
memang tidak sebagus tahun lalu. Namun untuk industrinya, pertumbuhan KFA akhir tahun
dapat mencapai 11%, di atas rata-rata industri bisnis apotek yang hanya menyentuh 2-3%,”
ujarnya.
Menurutnya, KFA dapat bertahan dengan pertumbuhan tetap double digit karena di gerainya
melayani beberapa kebutuhan kesehatan, tidak hanya sekadar menjual obat-obatan.
KFA juga memberikan layanan klinik kesehatan dengan dokter sebagai konsultan.
Pertambahan peserta BPJS Kesehatan juga dirasakan pertumbuhannya bagi klinik KFA.
Menurut Imam, penjualan melalui resep dokter mengalami penurunan karena berpindah ke
BPJS Kesehatan. “
Kami menyediakan klinik kesehatan, peserta BPJS dapat langsung menebus obatnya di gerai
KFA,” tambahnya. Fenomena BPJS Kesehatan ini di sisi lain menjadi faktor tumbangnya
eberapa apotek karena pasien kini mendapatkan obat langsung dari klinik dimana dia berobat,
bukan dari auto-pocket (pasien yang berobat di klinik lain bisa menebus obat di apotek dimana
saja).
Pertumbuhan KFA juga terbantu dari belanja obat-obatan OTC yang dapat dijual bebas, food
suplemen, personal care, consumer goods, kosmetik dan alat kesehatan. “Tapi
yang growth paling bagus saat ini adalah kosmetik dapat mencapai 70-80%. Sepertinya orang
tidak peduli, krisis tetap butuh dandan,” canda Imam.
Hanya saja saat ini KFA belum banyak produk beauty care atau make-up karena fokus
sebelumnya memang lebih ke kesehatan. Melihat perkembangan pasar, tahun depan KFA akan
lebih memperbanyak produk beauty care dan make-up seperti pesaingnya Century, Watson,
dan lainnya.
Rencana ini mulai dijajaki oleh KFA secara perlahan. Mulai melirik bisnis beauty
caredilakukan tahun depan karena memang pasar sedang banyak ke produk-produk tersebut.
“Saya melihat Wardah sedang tinggi pertumbuhannya, diatas 86%. Ada sekitar lima merek
kosmetik yang nantinya akan tersedia di KFA,” katanya. Mau tidak mau kategori kosmetik
harus ditingkatkan dalam bisnis KFA, terlebih melihat penjualan obat OTC pertumbuhannya
menurun. KFA juga melakukan kerja sama dengan Go-Med untuk masuk ke era disruptif
teknologi ini.
Tahun depan bersama Telkom Group melalui sinergi BUMN, KFA sedang mengembangkan
sendiri untuk digitalisasi KFA. Membangun data based pasien diakui memang cukup mahal.
Cara dengan bergabung dengan platform lain yang dilakukan KFA untuk mendapat big
data dari pihak lain. “Targetnya triwulan pertama 2018 akan ada aplikasi KFA. Jaringan KFA
yang mencapai 1.000 gerai merupakan kekuatan, inilah yang harusnya bisa meningkatkan
layanan di online,” ungkapnya.
Keyakinan Iman bahwa praktik dokter dan apoteker tidak bisa tergantikkan dalam format serba
online seperti saat ini. Penjualan obat-obatan terutama yang berat dengan keahlian apoteker
dan dokter tidak bisa sembarangan dijual secara online. Di sisi lain, menurutnya, permintaan
pembelian obat secara online tidak bisa dengan jelas apakah pembelinya yang sebenarnya. Oleh
karena itu, Kemetrian Kesehatan berencana menyiapkan regulasi untuk penjualan obat melalui
apotek online.
Keberhasilan KFA meraih ICSA 2017 lalu berkat pelayanan yang diberikan senantiasa dijaga
melalui Department Quality Inssurance. Departemen ini memastikan KFA tidak
mendapatkan rejection dari konsumen, disertai dengan contact center, dan feed backdari setiap
konsumen yang membeli obat di KFA.
“Pembelajaran setiap kasus atau feed back di gerai KFA menjadi informasi untuk gerai lain
agar dapat menangani kasus yang sama,” ujarnya. Konsumen yang semakin cerdas menuntut
KFA untuk melakukan pengembangan dan perbaikan pelayanannya di masa datang. “Kami
juga mencari masukan dari eksternal, agar kami bisa melakukanimprovement ke depan,”
tambahnya.
Tahun depan akan ada aplikasi yang juga omni channel seperti di gerai KFA. Perusahaan
mendorong agar lebih dekat dengan konsumen. Memikirkan apa yang belum terpikir oleh
masyarakat agar bisa menyiapkan masa depan lebih baik. Empat parameter penilaian ICSA
telah diterapkan KFA dalam menjalankan bisnisnya untuk menjaga kepuasan pelayanan
konsumen, harga, kualitas produk dan ekspektasi di masa depan. Dalam hal pelayanan, KFA
selalu meningkatkan standar pelayanan yang diinginkan konsumen.
Omset KFA tahun 2017 sekitar Rp3,4 trilin dengan petumbuhan 10-11% dibanding periode
yang sama di tahun 2016. “Tranformasi teknologi memang menjadi keharusa untuk
mengantisipasi perubahan bisnis yang lebih ke digital. Karena digital itu menurut studi bisa
meningkatkan pertumbuhan revenue 3-5 kali. Digital bisa real time dan merespon dengan cepat
kebutuhan konsumen,” jelas Imam.
Seluruh gerai KFA dikelola PT Kimia Farma Apotek, dirinya beruntung imbas digital tidak
separah di ritel lainnya. Peran pelayanan dengan melibatkan dokter dan apoteker dari KFA
menjadi nilai lebih kekuatanya.

Reportase: Herning Banirestu


www.swa.co.id

Anda mungkin juga menyukai