Anda di halaman 1dari 61

LAPORAN PRAKTIKUM

MIKROBIOLOGI TANAH

Acara: 1
POPULASI BAKTERI TANAH

Nama

: Luqman

NIM

: H14109050

Kelompok

:3

Asisten

: Wiwin dan Rino Saputra

\
Jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Tanjungpura
Pontianak
2012
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mikroorganisme perombak bahan organik pada tanah ini umumnya terdiri
dari jamur dan bakteri. Pada kondisi aerobmikroorganisme perombak bahan organik
yang merajai adalah jenis jamur, sedangkan pada kondisi anaerob tergolong jenis
bakteri. Mikroorganisme perombak bahan organic dalam tanah yang bersifat aerob
antara lain terdiri atas Trichoderma, Fomes, Armillaria, Achramobacter, Nocardia,
dan Streptomycetes, sedangkan perombak yang bersifat aerob antar lain terdiri
atas Clostridium, Methanobakter, dan Methanokokus. Bakteri dalam tanah sebagian
besar bersifat heterotrof, yang memanfaatkan sumber energi organic yang sudah
jadi seperti gula, tepung pati, selulosa, dan protein. Hanya sebagian kecil bakteri
tanah bersifat autotrof yang memanfaatkan energi dari sumber anorganik,
termasuk dalam hal ini bakteri besi (Ferrobacillus) dan belerang (Thiobacillus) yang
banyak ditemukan dalam tanah sulfat masam. Kedua bakteri ini tidak langsung
terlibat dalam perombakan bahan organik (Tarigan, 2008).
Aktivitas mikroba dapat dipelajari dengan mengamati konsumsi O 2 maupun
evolusi CO2. Laju perombakan pada kondisi tergenang jauh lebih rendah sepuluh kali
dibandingkan dengan kondisi tidak tergenang. Pada keadaan tergenang konsumsi
O2lebih tinggi dan hasil produksi atau evolusi CO 2 lebih rendah dibandingkan
keadaan tidak tergenang. Oksigen pada keadaan tergenang dan juga terjadinya
timbunan produk antara (intermediate product) seperti asam-asm organic yang
mengakibatkan hambatan dalam kegiatan mikroba perombak. Lahan asam
memungkinkan akan mempengaruhi populasi bakteri dimana dalam penelitiannya
yang diberi kapur dan tidak terdapat perbedaan jumlah populasi antara kedua
perlakuan tersebut, populasi bakteri dan aktinomicetes akan menurun pada
perlakuan tanpa kapur (Suriawiria, 2005).
1.2 Tujuan
Tujuan dilakukan praktikum ini adalah untuk mengetahui cara pengisolasian
bakteri dari tanah kebun dan untuk mengetahui cara menghitung koloni bakteri dari
tanah kebun.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Isolasi Bakteri


Isolasi adalah cara untuk memisahkan atau memindahkan mikroba tertentu dari
lingkungannya, sehingga diperoleh suatu kultur murni. Kultur murni adalah kultur
yang sel-sel mikrobanya berasal dari pembelahan satu sel tunggal (Black, 1999).
Kultur murni diperlukan karena semua metode septis mikrobiologis yang digunakan
untuk menelaah dan mengidentifikasi mikroorganisme, termasuk penelaahan ciriciri cultural, morfologis, fisiologis, maupun serologis memerlukan suatu populasi
yang terdiri dari satu macam mikroorganisme saja (Suhardi, dkk, 2008).
Biakan murni bakteri adalah biakan yang terdiri dari satu spesies bakteri yang
ditumbuhkan dalam medium buatan. Medium buatan tersebut berfungsi sebagai
medium pertumbuhan. Pada medium ini, bakteri dapat tumbuh dan berkembang
biak. Bahan dasar yang digunakan untuk medium pertumbuhan ini adalah agaragar. Untuk bakteri heterotrof, medium dilengkapi dengan air dan molekul
makanan misalnya gula, sumber nitrogen, dan mineral (Purwoko, 2009).
Pembiakan mikroorganisme dalam laboratorium memerlukan medium yang berisi
zat hara serta lingkungan pertumbuhan yang sesuai dengan mikroorganisme. Zat
hara digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan, sintesis sel, keperluan

energy dalam metabolism dan pergerakan. Lazimnya, medium biakan berisi air,
sumber energy, zat hara sebagai sumber C, nitrogen, sulfur, fosfat, oksigen,
hydrogen serta unsur-unsur tracelement (Meryandini, 2009).
Metode agar-cawan merupakan metode yang paling sering dipakai. Metode ini telah
lama digunakan dalam penetapan mikroorganisme yang terdapat di dalam tanah
yang terbawa erosi, air selokan, hasil pertanian, dan makanan. Prinsip penetapan
jumlah mikroorganisme dalam bahan tersebut adalah sama. Perbedaannya, adalah
dalam pengambilan dan penanganan contoh, pemilihan media, dan lama inkubasi
serta kondisi inkubasi. Suatu hal yang harus diperhatikan adalah bahwa bahan agar
harus mengandung seminimum mungkin senyawa yang mempunyai energy segera
tersedia seperti gula dan protein (Majid, 2007).
2.2 Karakteristik Bakteri Tanah
Bakteri tanah dapat dikelompokkan dalam beberapa karakteristik, antara
lain sebagai berikut:
2.2.1

Pengelompokkan Berdasarkan Sumber Makanan


Berdasarkan sumber makanannya, bakteri tanah dibagi menjadi (Kusmiati,

2003):
a)
Bakteri autotrof atau bakteri lithotrofik, yaitu bakteri yang dapat
menghasilkan makanan sendiri, contohnya bakteri nitrifikasi, bakteri denitrifikasi,
bakteri pengoksidasi belerang, bakteri pereduksi sulfat.
Bakteri ini dibedakan lagi menjadi bakteri photoautotroph dan bakteri
kemoautotrof. Bakteri photoautotroph adalah bakteri yang dapat menghasilkan
makanan sendiri dengan sumber energy berasal dari sinar matahari. Sedangkan
bakteri kemoautotrof adalah bakteri yang dapat menghasilkan makanan sendiri
dengan sumberenergi berasal dari oksidasi bahan organik.
b)
Bakteri heterotrof atau bakteri organotropik, yaitu bakteri yang mendapatkan
makanan dari bahan organic atau sisa-sisa dari makhluk hidup lain, baik fauna
maupun flora, dan baik makro maupun mikro. Bakteri ini dikelompokkan menjadi
bakteri photoautotroph dan bakteri kemoautotrof. Bakteri photoautotroph adalah
bakteri yang mendapatkan makanan dari bahan organic atau sisa-sisa makhluk
hidup lain dengan sumber energy berasal dari sinar matahari. Bakteri kemoautotrof
adalah bakteri yang mendspatkan makanan dari bahan organic dengan sumber
energy yang digunakan berasal dari hasil oksidasi bahan organic.
2.2.2

Pengelompokkan Bakteri Berdasarkan Kebutuhan Oksigen

Pengelompokkan bakteri berdasarkan kebutuhan oksigen ini dibagi lagi menjadi 3,


yaitu bakteri aerob, bakteri anaerob dan bakteri mikroaerofilik. Bakteri aerob adalah
bakteri yang selama hidupnya sangat membutuhkan oksigen. Bakteri anaerob

adalah bakteri yang selama hidupnya tidak membutuhkan oksigen, bahkan bila
terdapat oksigen bakteri ini dapat mati. Sedangkan bakteri mikroaerofilik adalah
bakteri yang selama hidupnya hanya membutuhkan oksigen dalam jumlah yang
sedikit (Irianto, 2006).
2.2.3 Pengelompokkan Bakteri Berdasarkan Peranannya dalam Penyediaan hara
bagi Tanaman
Bakteri kelompok ini dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu bakteri pemfiksasi nitrogen,
bakteri pelarut sulfat, dab bakteri pereduksi sulfat. Bakteri pemfiksasi nitrogen
dikelompokkan lagi menjadi 3 berdasarkan hubungannya dengan tanaman, yaitu
bakteri simbiosis, bakteri asosiasi, dan bakteri yang hidup bebas di tanah (Hanafiah,
dkk, 2003).

BAB III
METODE KERJA

3.1 Waktu Dan Tempat Praktikum


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 1 April 2012. Praktikum ini
dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Tanjungpura, Pontianak, Kalimantan Barat.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1

Alat

Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah alumunium foil,


autoklaf, cawan petri, colony counter, enkas, Erlenmeyer, gelas beaker, hotplate,
incubator, kain kasa, kapas, kertas label, kertas merang, klinpack, pipet tetes,
plastic wayang, rak tabung, tabung reaksi, timbangan digital.
3.2.2

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah akuades, antibiotic,


media NA (nutrient agar), tanah kebun.
3.3 Cara Kerja
Tanah kebun yang telah diambil, kemudian ditimbang sebanyak 1 gr. Tabung reaksi
diisi air sebanyak 9 ml, kemudian disterilkan dengan autoklaf bersama dengan
cawan petri. Tabung reaksi yang telah steril diberi label 1 0,1 0,01 0,001
0,0001. Label tersebut adalah urutan pengenceran cairan sampel. Sampel tanah
yang telah ditimbang, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi 1. Tabung
reaksi 1 dikocok-kocok agar homogen. Setelah itu, cairan dari tabung reaksi 1
dimasukkan ke dalam tabung reaksi 0,1. Cairan dari tabung reaksi 0,1 dimasukkan
ke dalam tabung reaksi 0,01, demikian seterusnya hingga yabung reaksi 0,0001.
Pengenceran yang digunakan untuk pembiakan bakteri pada cawan petri adalah
0,01 0,001 0,0001. Cairan dari masing-masing tabung reaksi tersebut
dimasukkan sebanyak 1 ml ke dalam cawan petri. Setelah itu, antibiotic sebanyak
beberapa tetes dimasukkan juga ke dalam cawan petri. Media NA yang telah
disiapkan, kemudian ditambahkan ke dalam masing-masing cawan petri, diputarputar mengikuti angka 8 beberapa kali. Cawan petri didiamkan beberapa menit
agar media di dalamnya mengeras. Setelah itu, cawan petri direkatkan dengan klin
pack, dan dibungkus dengan kertas merang. Media tersebut diinkubasi selama 2 x
24 jam. Setelah 2 x 24 jam, jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada media dihitung
dengan menggunakan colony counter.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil
Hasil akan ditampilkan dalam bentuk tabel berikut ini:
Tabel 1.
Pengamatan Jumlah Koloni Bakteri yang Tumbuh pada Berbagai Sampel Tanah
Kel
Sampel Tanah Kebun

10

-3

10

-4

10

-5

Jagung

128

133

318

Cabe

80

76

95

Jagung

432

339

132

Terong

19

66

Keladi

78

Belimbing

131

70
75

95
102

4.2 Pembahasan
Tanah merupakan habitat dari mahluk hidup baik yang berada diatas tanah
maupun di dalam tanah. Didalam tanah bakteri dan fungi memegang peran penting
dalam merombak bahan organik atau sersah-sersah daun. Berdasarkan hasil
praktikum didapatkan bahwa bakteri pada tanaman terong paling sedikit dan
bakteri pada tanaman jagung yang paling banyak. Hal ini menunjukkan bahwa
tanaman jagung memiliki simbiosis paling banyak dengan bakteri dibandingkan
jenis tanamanan lainnya.
Jumlah bakteri paling banyak ditemukan pada pengenceran 10 -3 dikarenakan
jumlah bakteri masih banyak dan mulai berkurang pada tingkat pengenceran yang
lebih tinggi. Manfaat pengenceran adalah mendapatkan biakan murni bakteri yang
lebih kecil sehingga mempermudah dalam pengamatan. Seri pengenceran dibuat
berbeda agar dapat dijadikan parameter perbandingan pengamatan. Berdasarkan
pengamatan ada hasil pengamatan yang jumlah bekteri lebih banyak pada
pengenceran 10-5dibandingkan seri pengenceran yang lebih kecil. Hal ini
disebabkan karena kurang sterilnya alat yang digunakan sehingga jumlah bakteri
pada seri sebelumnya juga ikut berkembang pad seri yang lebih tinggi.

Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae).


Keluarga ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar 2.000 spesies yang terdiri dari
tumbuhna herba, semak, dan tumbuhan kerdil lainnya. Dari banyaknya spesies
tersebut, hamper dapat dikatakan sebagian besar merupakan tumbuhan negri
tropis. Namun, secara ekonomis yang dapat atau sudah dimanfaatkan baru
beberapa spesies saja. Diantaranya yang sangat dekat dengan kehidupan kita
sehari-hari adalah kentang (Solanum tuberosum)_, tomat (Lycopersicum
esculantum), dan tembakau (Nicotiana tabacum) (Black, 1999).
Tanaman cabai (capsicum sp) Sendiri diperkirakan ada sekitar 20 spesies
yang sebagian besarnya tumbuh ditempat asalnya, Amerika. Diantaranya yang
sudah akrab dengan kehidupan manusia baru bebrapa spesies saja, yaitu cabai
besar (C. annum), cabai kecil (C. Frustess cens), C. baccatum, C. pubescens, dan C.
Chinense (Tarigan, 2008).
Tumbuhan semak dikenal juga tanaman dwi musim (biennial) atau semusim
(annual) dengan batang yang agak berkayu. Tipe dwimusim dikenal di kalangan
pertanian sebagai tipe musim dingin (winter type) sementara yang semusim
dikenal sebagai tipe musim panas (summer type) atau musim semi (spring
type). Hasil persilangan kedua tipe tersebut menghasilkan tipe separuh musim
dingin (semi-winter type) yang sesuai dengan daerah subtropika (Suriawiria, 2005).
Menurut Suhardi, dkk (2008), terdapat bermacam macam tanaman semak.
gendola (Basella rubra Linn ), ginje (Thevetia peruviana), gempur batu (Borreria
hispida Schum), garut (Marantha arundinacea L.), ganyong (Canna edulis) , ganda
rusa (Justica gendarrusa L). Banyak tanaman liar yang bermanfaat sebagai tanaman
obat lingkungan sekitar seperti nting-Anting Acalypha indica, Tapak Liman
Elephantopus scaber, patikan kebo euphorbia hirta, Bandotan Ageratum
conyzoides.
Tumbuhan liar ada yang beracun, ada yang bisa dimakan, dan ada yang
disarankan untuk dimakan. Untuk mengetahui apakah suatu jenis tumbuhan di
hutan aman atau tidak untuk dimakan ada beberapa faktor yang bisa dijadikan
pegangan. Tumbuhan yang daun, bunga, buah, atau umbinya bisa dimakan oleh
satwa liar adalah tumbuhan yang tidak beracun. Sementara itu, tumbuhan yang
berbau tak sedap dan bisa membuat pusing, serta tidak disentuh oleh binatang liar,
sebaiknya jangan disentuh. Contohnya, tumbuhan bergetah yang membuat kulit
gatal (Purwoko, 2009).
Biomasa fungi dan bakteri sangat penting bagi tanah. Karena dapat
menyimpan nutrisi yang dibutuhkan tumbuhan di bagian atas tanah. Tanpa
organisme ini, kandungan nutrisi akan larut dalam air tanah dan tidak di simpan
untuk kebutuhan tumbuhan. Tanah yang hanya mengandung fungi akan bersifat
asam sebagai hasil metabolisme fungi. Aktivitas bakteri biasanya mencapai puncak

pada musim semi dan penghujan. Pada musim kemarau aktivitasnya sangat
menurun (Majid, 2007).
Pada umumnya bakteri memerlukan kelembapan yang cukup tinggi, kirakira 85%. Pengurangan kadar air dari protoplasma menyebabkan kegiatan
metabolisme terhenti, misalnya pada proses pembekuan dan pengeringan. Jika
keadaan lingkungan tidak menguntungkan seperti suhu tinggi, kekeringan atau zatzat kimia tertentu, beberapa spesies dari Bacillus yang aerob dan beberapa spesies
dari Clostridium yang anaerob dapat mempertahankan diri dengan spora. Spora
tersebut dibentuk dalam sel yang disebut endospora. Endospora dibentuk oleh
penggumpalan protoplasma yang sedikit sekali mengandung air. Oleh karena itu
endospora lebih tahan terhadap keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan
dibandingkan dengan bakteri aktif. Apabila keadaan lingkungan membaik kembali,
endospora dapat tumbuh menjadi satu sel bakteri biasa. Letak endospora di tengahtengah sel bakteri atau pada salah satu ujungnya (Kusmiati, 2003).
Mikroorganisme endofit adalah mikrorganisme yang mempunyai siklus hidup
berada dalam jaringan tanaman dan dapat membentuk koloni tanpa menimbulkan
kerusakan pada tanaman tersebut. Mikroorganisme ini dapat diekstrak dari bagian
dalam tanaman atau diisolasi dari permukaan jaringan tanaman. Selain itu
mikroorganisme ini dapat digunakan sebagai biological control bagi tanaman
patogen atau untuk memacu pertumbuhan tanaman (Irianto, 2006).
Beberapa mikroba endofit yang telah berhasil diisolasi dari bagian dalam
beberapa tanaman pangan, misalnya jagung dapat meningkatkan produksi hormon
pertumbuhan. Setiap tanaman tingkat tinggi mengandung beberapa
mikroorganisme endofit yang mampu menghasilkan senyawa biologi atau metabolit
sekunder yang diduga sebagai akibat koevolusi atau transfer genetik (genetic
recombination) dari tanaman inangnya ke dalam mikroorganisme endofit.
Mikroba endofit yang dapat menghasilkan beberapa hormon pertumbuhan
contohnya, bakteri Rhizobium yang terseleksi mampu menstimulasi pertumbuhan
dan terbukti mampu memproduksi fitohormon yaitu sitokinin dan
auksin. Azotobacterdan Azospirillum ditumbuhkan untuk memacu pertumbuhan
tanaman karena kemampuannya dalam memfiksasi nitrogen, ternyata dua mikroba
ini juga dapat menghasilkan hormon pertumbuhan seperti auksin, giberelin, dan
sitokinin. Setiap hormon yang dihasilkan sangat mempengaruhi kehidupan tanaman
(Hanafiah, dkk, 2003).
Azospirillum sp. merupakan bakteri tanah penampat nitrogen nonsimbiotik.
Bakteri ini hidup bebas di dalam tanah, yang berada disekitar atau dekat dengan
perakaran. Dari hasil penelitian Azospirillum sp. memiliki banyak manfaat dalam
tanah dan tanaman, sehingga sering digunakan sebagai biofertilizer. Bakteri ini
digunakan sebagai biofertilizer karena mampu menambat nitrogen 40-80% dari
total nitrogen dalam rotan dan 30% nitrogen dalam tanaman jagung. Selain

itu Azospirillum sp. dapat menghasilkan beberapa hormon pertumbuhan hingga


285,51 mg/liter dari total medium kultur, sehingga dapat meningkatkan efisiensi
pemupukan. Selain itu, Azospirillum sp. juga mempunyai kemampuan merombak
bahan oganik di dalam tanah. Bahan organik yang dimaksud adalah bahan organik
yang berasal dari kelompok karbohidrat seperti selulosa, amilosa, dan bahan
organik yang mengandung sejumlah lemak dan protein (Black, 1999).
Azospirillum sp. sebagai penghasil fitohormon sangat berguna bagi
tumbuhan karena dengan adanya fitohormon tersebut maka tanaman akan tumbuh
dengan cepat. Fitohormon adalah hormon tumbuhan yang berupa senyawa organik
yang dibuat pada suatu bagian tanaman dan kemudian diangkut ke bagian lain,
yang dengan konsentrasi rendah menyebabkan suatu dampak fisiologis. Peran
suatu hormon adalah merangsang pertumbuhan, pembelahan sel, pemanjangan
sel, dan ada yang menghambat pertumbuhan. Fitohormon yang dihasilkan bakteri
ini adalah auksin, sitokinin, giberelin dan etilen. Hormon-hormon ini berperan
penting dalam pertumbuhan tanaman dan masing-masing memiliki fungsi yang
berbeda-beda pada pertumbuhan suatu tanaman (Suhardi, dkk, 2008).

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari percobaan ini adalah:
-

Tanaman jagung paling banyak melakukan simbiosis dengan bakteri tanah.

Tanaman terong paling sedikit melakukan simbiosis dengan bakteri tanah.

Jumlah bakteri rata-rata paling banyak ditemukan pada pengenceran 10 -3.

5.2 Saran
Sebaiknya menggunakan tanah tanaman herbal juga.

DAFTAR PUSTAKA
Black J G. 1999. Microbiology : Principles and Explorations. New Jersey : Prentince
Hall.
Hanafiah, Kemas Ali. Dkk. 2003. Ekologi Dan Mikrobiologi Tanah.Jakarta:
Rajawali Perss.
Irianto, Koes. 2006.Mikrobiologi.Bandung: Yrama Widya.
Kusmiati, Priadi Dodi. 2003. Kriopreservasi bakteri amilolitik Escherichia coli dengan
krioprotektan Berbeda. BioSMART 2003; 5: 21-24.
Majid, Abdul.2007. Dasar-Dasar Ilmu Tanah.
Meryandini Anja et al. 2009. Isolasi bakteri dan karakterisasi enzimnya. Makara
Sains 2009; 13: 33-38.
Purwoko T. 2009. Fisiologi Mikroba. Jakarta : Bumi Aksara.
Suhardi, Koesnandar, Indriani, Arnaldo. 2008. Biosafety : Pedoman Keselamatan
Kerja di Laboratorium Mikrobiologi dan Rumah Sakit. Jakarta : PT. Multazam Mitra
Prima.
Suriawiria U. 2005. Mikrobiologi Dasar. Jakarta : Papas Sinar Sinanti.
Tarigan, Jeneng. 1988. Pengantar Mikrobiologi. Jakarta: Depdiknas

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Sejarah ilmu mikrobiologi adalah pada saat pertama kalinya diungkapkan
penemuan animalcules yang ditemukannya mikroskop oleh Antony
Van Leeuwenhoek (1632-1723) yaitu adalah sebuah alat yang memiliki
kemampuan melihat benda-benda atau mekhluk hidup yang berukuran
sangat kecil dan tidak bias dilihat oleh mata telanjang, dengan melakukan
pengamatan tentang struktur mikroskopis biji, jaringan tumbuhan dan
invertebrata kecil. Penemuan yang terbesarnya adalah saat Leeuwenhoek
mengungkapkan bahwa diketahui adanyai dunia mikroba yang disebut
animalcules atau hewan kecil (protozoa, algae, khamir, bakteri).
Mikrobiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang mikroba meliputi
bakteri, khamir, jamur benang, ganggang biru, protozoa, virus,
mikoplasma, pleuropneumonia(PPO), yang menyerupai pleuropneumonia
(pleuropneumonia Like Organism = PPLO).Mikrobiologi yang diketahui
banyak orang memiliki dua arti yaitu sebagai ilmu dasar dan ilmu
aplikasi. Sebagai ilmu dasar yaitu sebagai alat penelitian, mempelajari
proses hidup (sel mikroba memiliki kesamaan karakter biokimia dengan
multisel). Sebagai ilmu aplikasi yaitu berperanan pada bidang kedokteran,
pertanian dan industri.
Mikroba / mikroorganisme / jasad renik adalah jasad hidup yang
ukurannya sangat kecil, hanya dapat dilihat dengan alat pembesar atau
mikroskop yaitu ukuran mikroba adalah 1 mikron atau 0,001 mm. Dalam
pembelajaran mikrobiologi pertanian kita mempelajari mengenai mikroba,
pengenalan bentuk dan jenis-jenisnyadan lain-lain dan juga yang paling
terpenting yaitu perananya dalam bidang pertanian baik yang
menguntungkan dan merugikan. Dari sanalah kita dapat mengetahui jenis
mikroba apa yang bermanfaat dan dapat kita berdayakan untuk
pemanfaatan dibidang pertanian dewasa ini.
Flora mikroba di lingkungan mana saja pada umumnya terdapat dalam
populasi campuran. Boleh di katakana amat jarang mikroba di jumpai
sebagai suatu spesies tunggal di alam. Semua metode mikrobiologi yang
di gunakan untuk menelaah dan mengidentifikasi mikroorganisme,
termasuk penelaah ciri ciri kultural, morfologis, fisiologis, maupun
serologis, memerlukan suatu populasi yang terdiri dari satu macam
mikroorganisme saja. Dan untuk pengenalan alat dan sterilisasi
merupakan hal mendasar yang harus kita ketahui dan kuasai karena

penting dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan mikrobiologi


selanjutnya.Sterilisasi adalah membebaskan bahan dari semua
mikroba.Sedangkan sterilisasi komersil (commercial sterilization) adalah
bertujuan untuk membunuh bakteri yang merugikan dan tidak diinginkan
(bakteri patogen).Sterilisasi adalah istilah mutlak yang artinya mematikan
semua bentuk kehidupan pada suatu daerah.Sehingga dalam sterilisasi
nanti alat-alat tidak terkontaminasi dengan pihak luar.

1.2.Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah agar kita semua dapat mengetahui
danmenjelaskan tentang ruang lingkup mikrobiologi termasuk didalamnya
apa-apa saja yang dipelajari dalam praktikum ini. Mahasiswa juga
diharapkan untuk dapat menjelaskan sejarah dan peranan
mikroorganisme dalam kehidupansehari-hari dan yang paling utamanya
dalam bidang pertanian. Praktikan juga diajarkan agar nantinya dapat
menjelaskan pengelompokkan terhadap mikroorganisme yang telah kita
ketahui.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bakteri
Bakteri merupakan sel prokariotik dan mempunyai berbagai
bentuk yang sebagian m.mm dan panjang 5mbesar berbentuk batang
dengan lebar kurang dari 1 DNA diselubungi oleh satu membran inti,
terdapat organela mitokondria dan protoplas. Daerah inti berupa anyaman
benang halus yang langsung berbatasan dengan sitoplasma berisi
ribosom.Bakteri berkembang biak dengan membelah diri (Repley,2005).
Bakteri adalah organisme bersel tunggal terkecil, beberapa di antaranya
hanya memiliki diameter 0,4 mm. Sel berisi massa sitoplasma dan

beberapa bahan inti (dia tidak memilki inti sel yang jelas). Sel dibungkus
oleh dinding sel dan pada beberapa jenis bakteri dinding sel ini dikelilingi
oleh lapisan lendir atau kapsula. Kapsula terdiri atas campuran
polipeptida dan polisakarida (Repley,2005).
Berdasarkan bentuk morfologisnya, maka bakteri tiu dapat dibagi
atas ti golongan,yaitu golongan basil, golongan kokus, dan golongan
spiral. Basil (bacillus) berbentuk serupa dengan tongkat pendek, silindris.
Sebagian besar dari bakteri itu merupakan basil. Basil dapat bergandenggandengan panjang, bergandengan dua-dua, atau terlepas satu sama lain.
Yang bergandeng-gandengan panjang disebut streptobasil, yang dua-dua
disebut diplobasil. Ujung-ujung basil yang terlepas satu sama lain itu
tumpul, sedang ujung-ujung yang masih bergandengan itu tajam. Kokus
(coccus) adalah bakteri yang bentuknya serupa bola-bola kecil. Golongan
ini tidak sebanyak golongan basil. Kokus ada yang bergandeng-gandengan
panjang serupa tali leher, ini disebiut streptokokus, ada yang
bergandengan dua-dua, ini disebut tetrakokus, kokus yang mengelompok
merupakan suatu untaian disebut stafilokokus, sedang kokus yang
mengelompok serupa kokus disebut sarcina. Spiril (dari spirilum) ialah
bakteri yang bengkok atau berbengkok-bengkok serupa spiral. Bakteri
yang berbentuk spiral itu tidak banyak. Golongan ini merupakan
golongan yang paling kecil, jika dibandingkan dengan golongan kokus
maupun golongan basil. (Waluyo,2005).
Suatu bahan makanan apabila dibiarkan pada keadaan yang
memungkinkan pertumbuhan bakteri, susu mentah misalnya dengan mutu
kesehatan yanag baik akan memungkinkan memberikan rasa asam yang
khas. Perubahan ini disebabkan oleh Streptococcus lactis dan spesiesspesies Lactobacillus tertentu. Perubahan utama yang terjadi adalah
fermentasi laktosa menjadi asam laktat. Bakteri dalam susu digolongkan
berdasarkan suhu pertumbuhan dan ketahanannya terhadap panas.
Pertimbangan ini amat praktis karena suhu rendah digunakan untuk
mencegah atau menghambat pertumbuhan mikrobia yang merusak susu
dan suhu tinggi (pasteurisasi) untuk mengurngi populasi mikrobia,
memusnahkan pathogen dan secara umum memperbaiki mutu susu.
Berdasarkan pada persyaratan suhu, tipe bakteri yang diujmpai dalam
susu ialah psikofilik, mesofilik, termofilik, dan thermodurik karena
beberapa bakteri psikofilik tertentu tumbuh pada suhu sedikit di atas
suhu beku dan beberapa bakteri thermofilik tumbuh di atas suhu 65 oC
(Waluyo,2005).

Bakteri Endofit

Bakteri endofit adalah mikroba yang hidup di dalam jaringan membentuk


koloni dalam jaringan tanaman tanpa membahayakan inangnya. Setiap
tanaman tingkat tinggi dapat mengandung beberapa bakteri endofit yang
mampu menghasilkan senyawa biologi atau metabolit sekunder yang
diduga sebagai akibat koevolusi atau transfergenetik dari tanaman
inangnya ke mikroba endofit (Tan & Zhou, 2001 dalam Radji, 2004).Tipe
asosiasi biologis antara mikroba endofit dengan tanaman inang bervariasi
dari netral, komensalisme sampai simbiosis.Pada situasi ini tanaman
merupakan sumber makanan bagi mikroba endofit dalam melengkapi
siklus hidupnya (Volk and Wheeler,1993).

Bakteri endofit dapat diisolasi dari permukaan jaringan tanaman yang


steril atau diekstraksi dari jaringan tanaman bagian dalam.Secara khusus,
bakteri masuk ke jaringan melalui jaringan yang berkecambah, akar,
stomata, maupun jaringan yang rusak (Zinniel et al., 2002).Bakteri endofit
maupun rizobakteri lainnya merupakan bagian dari mikroflora alamiah
dari tanaman yang sehat di lapangan. Bakteri ini dapat dikatakan sebagai
kontributor penting bagi kesehatan tanaman (Kloepper et al., 1999 dalam
Aini & Abadi, 2004). Menurut Hallman et al., (1999) dalam Aini & Abadi
(2004), telah diketahui pula bahwa bakteri endofit berperan dalam
kesehatan tanaman dalam hal: (1) antagonisme langsung atau
penguasaan relung atas patogen, (2) menginduksi ketahanan sistemik dan
(3) meningkatkan toleransi tanaman terhadap tekanan lingkungan. Karena
sifat-sifat tersebut bakteri endofit telah terbukti dapat dimanfaatkan
sebagai pengendali hayati penyakit tanaman bahkan dapat mengurangi
serangan hama tanaman (Volk and Wheeler,1993).

Bakteri Penambat Nitrogen

Kebutuhan bakteri terhadap unsur N dapat di pengaruhi oleh sumber N


yang terdapat dalam berbagai senyawa organik maupun dari N udara.
Peranan nitrogen secara biologis oleh sejumlah spesies bakteri endofit
diazotrof memiliki keunggulan di bandingkan rhizosfer, karena
keberadaanya di dalam jaringan interseluler tanaman yang tidak mudah
hilang, sementara hara nitrogen yang berada di alam sangat bersifat labil,
mudah tercuci air dan erosi, dan mudah nguap ke udara.Selain itu
sejumlah bakteri endofit juga mampu menghasilkan asam indol asetat
(AIA) yang merupakan fitohormon golongan auksin yang berperan dalam
memperpanjang sel dan organ (Suriawirnia,1995).
Beragam jenis bakteri bertanggung jawab pada penambatan N hayati,
mulai dari Sianobakter dan bakteri fotosintetik pada air tergenang dan

permukaan tanah sampai pada bakteri heterotrofik dalam tanah dan zona
akar (Suriawirnia,1995).
Bakteri mampu melakukan penambatan nitrogen udara maupun simbiosis.
Secara umum, fiksasi nitrogen biologis sebagai bagian dari input nitrogen
untuk mendukung pertumbuhan tanaman telah menurun akibat
intensifikasi pemupukan anorganik (Hindersah dan Simarmata,
2004).Unsur nitrogen termasuk unsur utama dan merupakan faktor
pembatas dalam pertumbuhan, sehingga merupakan kunci keberhasilan
pertumbuhan tanaman (Suriawirnia,2005).
Bakteri penambat N di daerah perakaran dan bagian jaringan tanaman
padi, yaitu Pseudomonas spp., Enterobacteriaceae, Bacillus, Azotobacter,
Azospirillum danHerbaspirillum telah terbukti secara nyata menambat N.
Bakteri penambat N pada rizosfer tanaman gramineae,
seperti Azotobacterpaspali dan Beijirinckia spp. merupakan kelompok
bakteri aerobik yang mengkolonisasi permukaan
akar .Azotobacter merupakan bakteri penambatan yang mampu
menghasilkan substansi zat pemacu tumbuh giberelin, sitokinin dan asam
indol asetat, sehingga pemanfaatannya dapat memacu pertumbuhan akar
(Suriawirnia,2005).
Populasi Azotobacter dalam tanah dipengaruhi oleh pemupukan dan jenis
tanaman. Kelompok prokariot fotosintetik terbesar dan menyebar secara
luas yaitu Sianobacter (Albecrt, 1998) kemampuannya menambat
N2 mempunyai implikasi untuk meningkatkan kesuburan ekosistem
tanah.Pertumbuhan Sianobaktermeningkatkan pertumbuhan agregat
sehingga mempengaruhi filtrasi, aerasi dan suhu tanah. Keberadaan
Sianobakterterhadap kebutuhan N tanaman ditentukan oleh besarnya
biomasa, masa antar dua musim tanaman, laju penambatan N, dan
besarnya N tanah yang tersedia bagi tanaman.Potensi N yang
disumbangkan oleh bakteri penambat nitrogen yang hidup bebas tidak
terlalu tinggi, karena nitrogen yang berhasil ditambat berada diluar
jaringan tanaman, sehingga sebagian hilang sebelum di serap oleh
tanaman (Suriawirnia,2005).

Biofertilizer

Biofertilizer didefinisikan sebagai produk yang mengandung mikroba


hidup atau sel mikroba yang tersembunyi yang mengaktifkan proses
biologis untuk membuat pupuk atau membentuk unsur yang tidak tersedia
menjadi tersedia bagi tanaman. Aktifitas mikroba ini mempengaruhi
ekosistem tanah dan menghasilkan zat tambahan buat tanaman.
Kemampuan tanah untuk menyediakan unsur hara bagi tanaman

merupakan masalah yang sering dialami pertanaman kelapa sawit,


termasuk pada pertanaman yang belum di hasilkan. Keterbatasan seperti
ini akan menjadi faktor pembatas terhadap ketersediaan unsur hara yang
dapat di manfaatkan oleh tanaman seperti nitrogen. Keterbatasan oleh
tanaman dapat menyebabkan sistem pemupukan yang dilakukan tidak
efektif (Lay,1992).
Bagaimanapun, spesies dan kuantitas unsur hara tanaman bervariasi
tergantung pada sumber daya dan bahan-bahan mentah yang digunakan
untuk memproduksi pupuk. Mikroba tersebut dan sumber nutrien
diperoleh dari bahan baku yang digunakan untuk meningkatkan kesehatan
dan unsur hara tanah. Ada macam-macam jenis biofertilizer yang tersedia
tergantung bahan baku yang digunakan, bentuk-bentuk pemanfaatan dan
sumber mikroba (Lay,1992).
Dalam lingkup terminologi ini, biofertilizer meliputi perumusan mikroba
pengikat nitrogen, mikroba pelarut fosfat dan mikroba selulolitik
(Lay,1992).

2.2 Jamur

Secara morfologis jamur dapat ditentukan dengan melihat bentuk


srukturnya menggunakan mikroskop, dengan demikian identifikasi dan
klsifikasi dapat ditentukan, secara fisual jamur dilihat seperti kapas atau
benang berwarna, atau tidak berwarna, yang disebabkan karena adanya
miselia dan spora. Miselia terbentuk dengan adanya hifa, baik yang
bersepta atau yang tidak bersepta. Jamur terbagi menjadi beberapa
familia antara lain Moniliaceae (Aspergillus, Phenicillium, Trichothecium,
Geotrichum, Monilia, Sporatrichum, Botrytis, Cephalosporium,
Trichoderma, Schopulariopsis), Dematiaceae (Cladosporium,
Helminthosporium, Alternaria, Stemphylium) dan Tuberculariaceaea
(Fusarium) (Kusnadi,2003).
Sifat kultural dari jamur dapat dilihat dengan kenampakan
pertumbuhannya pada makanan. Pada permukaan bahan makanan tampak
kering, membentuk massa serbuk, kadang-kadang halus dan lunak atau
kelihatan basah dan berair. Warna miselia hijau biru, biru kehijauan,
kuning, orange, merah muda, coklat, abu-abu, dan hitam (Kusnasi,2003).
Adapun jamur yang penting dalam pembicaraan mikrobiologi adalah klas
Phicomycetes, klas Ascomycetes dan klas Deuteromycetes. Perbedaan
yang penting dari klas Phicomycetes dan klas Ascomycetes adalah bahwa
miselium Phicomycetes itu serupa tabung panjang yang tidak terbagibagi, sedang miselium Ascomycetes serupa tabung panjang yang
bersekat-sekat. Miselium dapat bercabang-cabang, satu helai cabang
disebut hifa. (Kusnadi,2003).
Klasifikasi cendawan terutama didasarkan pada ciri-ciri spora seksual dan
tubuh buah yang ada selama tahap-tahap seksual. Cendawan mampu
memanfaatkan berbagai macam bahan untuk gizinya, sekalipun demikian
mereka itu heterotrof. Berbeda dengan bakteri, mereka tidak dapat
menggunakan senyawa karbon anorganik, seperti misalnya
karbondioksida. Karbon berasal dari sumber organik, misalnya glukosa.
Beberapa spesies dapat menggunakan nitrogen, itulah sebabnya mengapa
medium biakan untuk cendawan biasanya berisiskan pepton, suatu produk
protein yang terhidrolisis (Kusnadi,2003).
Septa atau dinding pemisah .jamur tak bersepta adalah jamur yamg tidak
memiliki dinding inti pemisah atau septa. Hifanya merupakan tabung
memanjang berisi inti yang banyak dan terdispersi ke seluruh sitoplasma,
oleh karenanya diberi nama multiseluler. Jamur bersepta, jamur ini
memiliki septa yang membagi hifa menjadi sel yang terpisah, masingmasing berisi sel inti (Hadioetomo,1993).
Jamur Rhizopus oryzae merupakan jamur yang sering digunakan dalam
pembuatan tempe. Jamur Rhizopus oryzae aman dikonsumsi karena tidak

menghasilkan toksin dan mampu menghasilkan asam laktat.


Jamur Rhizopus oryzaemempunyai kemampuan mengurai lemak kompleks
menjadi trigliserida dan asam amino. Selain itu jamur Rhizopus
oryzae mampu menghasilkan protease. JamurRhizopos ini biasanya
tumbuh pada tempe atau oncom sebagai parasit, bentuknya berwarna
putih, tidak mempunyai sekat-sekat, jika tua akan berubah warna menjadi
coklat kekuning-kuningan (Hadioetomo,1993).

Jamur (fungi) banyak kita temukan di lingkungan sekitar kita. Jamur


tumbuh subur terutama di musim hujan karena jamur menyukai habitat
yang lembab. Akan tetapi, jamur juga dapat ditemukan hampir di semua
tempat di mana ada materi organik. Jika lingkungan di sekitarnya
mengering, jamur akan menjalani tahapan istirahat atau meghasilkan
spora. Cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang jamur disebut
mikologi. Kebanyakkan jamur termasuk dalam kelompok kapang. Tubuh
vegetatif kapang berbentuk filamen panjang bercabang yang seperti
benang, yang disebut hifa. Hifa akan memanjang dan menyerap makanan
dari permukaan substrat (tempat hidup jamur). Hifa-hifa membentuk
jaring-jaring benang kusut, disebut miselium. (Hadioetomo,1993).

Deskripsi Jamur

Istilah jamur berasal dari bahasa Yunani, yaitu fungus (mushroom) yang
berarti tumbuh dengan subur. Istilah ini selanjutnya ditujukan kepada
jamur yang memiliki tubuh buah serta tumbuh atau muncul di atas tanah
atau pepohonan (Hadioetomo,1993).

Organisme yang disebut jamur bersifat heterotrof, dinding sel spora


mengandung kitin, tidak berplastid, tidak berfotosintesis, tidak bersifat
fagotrof, umumnya memiliki hifa yang berdinding yang dapat berinti
banyak (multinukleat), atau berinti tunggal (mononukleat), dan
memperoleh nutrien dengan cara absorpsi (Kusnadi,2003).

Jamur mempunyai dua karakter yang sangat mirip dengan tumbuhan yaitu
dinding sel yang sedikit keras dan organ reproduksi yang disebut spora.
Dinding sel jamur terdiri atas selulosa dan kitin sebagai komponen yang
dominan. Kitin adalah polimer dari gugus amino yang lebih memiliki
karakteristik seperti tubuh serangga daripada tubuh tumbuhan. Spora
jamur terutama spora yang diproduksi secara seksual berbeda dari spora

tumbuhan tinggi secara penampakan (bentuk) dan metode produksinya


(Kusnadi,2003).

Banyak jamur yang sudah dikenal peranannya, yaitu jamur yang tumbuh
di roti, buah, keju, ragi dalam pembuatan bir, dan yang merusak tekstil
yang lembab, serta beberapa jenis cendawan yang dibudidayakan.
Beberapa jenis memproduksi antibiotik yang digunakan dalam terapi
melawan berbagai infeksi bakteri (Hadioetomo,1993).

Diantara semua organisme, jamur adalah organisme yang paling banyak


menghasilkan enzim yang bersifat degradatif yang menyerang secara
langsung seluruh material oganik. Adanya enzim yang bersifat degradatif
ini menjadikan jamur bagian yang sangat penting dalam mendaur ulang
sampah-sampah alam, dan sebagai dekomposer dalam siklus biogeokimia
(Hadioetomo,1993).

Semua unsur kimia di alam akan beredar melalui jalur tertentu dari
lingkungan ke organisme atau makhluk hidup dan kembali lagi ke
lingkungan. Semua bahan kimia dapat beredar berulang-ulang melewati
ekosistem secara tak terbatas. Jika suatu organisme itu mati, maka bahan
organik yang terdapat pada tubuh organisme tersebut akan dirombak
menjadi komponen abiotik dan dikembalikan lagi ke dalam lingkungan.
Peredaran bahan abiotik dari lingkungan melalui komponen biotik dan
kembali lagi ke lingkungan dikenal sebagai siklus biogeokimia
(Kusnadi,2003).

Tubuh buah suatu jenis jamur dapat berbeda dengan jenis jamur lainnya
yang ditunjukkan dengan adanya perbedaan tudung (pileus), tangkai
(stipe), dan lamella (gills) serta cawan (volva). Adanya perbedaan ukuran,
warna, serta bentuk dari pileus dan stipe merupakan ciri penting dalam
melakukan identifikasi suatu jenis jamur (Kusnadi,2003).

Menurut Kusnadi (2003), beberapa karakteristik umum dari jamur yaitu:


jamur merupakan organisme yang tidak memiliki klorofil sehingga cara
hidupnya sebagai parasit atau saprofit. Tubuh terdiri dari benang yang
bercabang-cabang disebut hifa, kumpulan hifa disebut miselium,
berkembang biak secara aseksual dan seksual.

Secara alamiah jamur dapat berkembang biak dengan dua cara, yaitu
secara aseksual dan seksual. Reproduksi secara aseksual dapat terjadi
dengan beberapa cara yaitu dengan fragmentasi miselium, pembelahan
(fission) dari sel-sel somatik menjadi sel-sel anakan. Tunas (budding) dari
sel-sel somatik atau spora, tiap tunas membentuk individu baru,
pembentukan spora aseksual, tiap spora akan berkecambah membentuk
hifa yang selanjutnya berkembang menjadi miselium (Kusnadi,2003).

Reproduksi secara seksual melibatkan peleburan dua inti sel yang


kompatibel. Proses reproduksi secara seksual terdiri dari tiga fase yaitu
plasmogami, kariogami dan meiosis. Plasmogami merupakan proses
penyatuan antara dua protoplasma yang segera diikuti oleh proses
kariogami (persatuan antara dua inti). Fase meiosis menempati fase
terakhir sebelum terbentuk spora. Pada fase tersebut dihasilkan masingmasing sel dengan kromosom yang bersifat haploid (Kusnadi,2003).

Klasifikasi Jamur

Mc-Kane (1996) mengatakan setiap jamur tercakup di dalam salah satu


dari kategori taksonomi, dibedakan atas dasar tipe spora, morfologi hifa
dan siklus seksualnya. Kelompok-kelompok ini adalah : Oomycetes,
Zygomycetes, Ascomycetes, Basidiomycetes dan Deuteromycetes.
Terkecuali untuk deuteromycetes, semua jamur menghasilkan spora
seksual yang spesifik. (Kusnadi,2003).

Pendahuluan
Produktivitas pertanian saat ini sebagian besar didukung oleh
penggunaan bahan kimia yang intensif. Sayangnya, penggunaan bahan
kimia ini tidak dilakukan dengan bijaksana. Pestisida digunakan tanpa
aturan dan pupuk anorganik digunakan secara berlebihan. Akibatnya,
lingkungan menjadi rusak. Banyak ekosistem di sekitar daerah pertanian
telah menjadi mati akibat terjadinya ketidakseimbangan pada rantai
makanan. Pada suatu titik, bila tidak ada perubahan paradigma, maka
produk pertanian akan bermasalah, kuantitas dan mutunya akan terus
semakin menurun
Dewasa ini pupuk anorganik menjadi andalan utama dalam
mempertahankan dan meningkatkan produktivitas pertanian. Namun,
penggunaannya sudah sangat berlebihan dari yang sebenarnya diperlukan
oleh tanaman. Dari seluruh jenis pupuk anorganik yang digunakan sebagai
input pada pertanian, maka pupuk nitrogen (N) merupakan yang paling
banyak dan intensif digunakan petani. Oleh karenanya, pupuk N anorganik
inilah yang paling banyak disalahgunakan.
Menurut Cummings dan Orr (2010) kendatipun aplikasi pupuk N anorganik
telah memberikan keuntungan yang nyata pada produksi pangan dan
ketahanan pangan dunia dalam jangka pendek, namun ada keprihatinan
yang meluas terhadap keberlanjutan penggunaan teknologi ini untuk
jangka panjang agar dapat terus memberi makan seluruh populasi dunia
yang terus meningkat. Penggunaan pupuk N anorganik secara terus
menerus akan menyebabkan perusakan tanah pertanian, antara lain
sebagai akibat dari hilangnya bahan organik, pemadatan tanah,
peningkatan salinitas, dan pencucian nitrat anorganik.
Untuk mengurangi ketergantungan pada pupuk nitrogen anorganik,
diperlukan terobosan baru di bidang pertanian. Ada beberapa pendekatan
yang bisa dilakukan antara lain irigasi mikro, pertanian organik, ekopertanian, dan pemanfaatan bakteri akar pemacu pertumbuhan tanaman
(BPPT). Dari pilihan yang tersedia saat ini, maka pemanfaatan BPPT
merupakan opsi yang menjanjikan. Selain secara ekonomi sangat
menguntungkan, BPPT juga sangat ramah lingkungan sehingga
diharapkan peningkatan produktivitas hasil pertanian dapat terus
berkesinambungan selamanya.
Menurut Aeron et al. (2011) ada beberapa jenis mikroba yang berpotensi
untuk dimanfaatkan. Bakteri tersebut antara lain Actinoplanes,
Agrobacterium, Alcaligens, Amorphosporangium, Arthrobacter,
Azospirillum, Azotobacter, Bacillus, Burkholderia, Cellulomonas,
Enterobacter, Erwinia, Flavobacterium, Gluconacetobacter,

Microbacterium, Micromonospora, Pseudomonas, Rhizobia, Serratia,


Streptomyces, Xanthomonas. Bakteri ini hidup baik di daerah rhizosfer,
sehingga mereka diberi nama rhizobakteri. Namun, artikel ini
memfokuskan pada bakteriAzospirillum.
Azospirillum
Azospirillum adalah bakteri yang hidup di daerah perakaran tanaman.
Bakteri ini berkembang biak terutama pada daerah perpanjangan akar dan
pangkal bulu akar. Sumber energi yang mereka sukai adalah asam organik
seperti malat, suksinat, laktat, dan piruvat (Hanafiah et al., 2009).
Azospirillum termasuk bakteri yang hampir dilupakan orang. Sejarahnya,
menurut Holguin et al. (1999), Azospirillum pertama sekali diisolasi dari
tanah berpasir yang miskin unsur nitrogen di Belanda. Akan tetapi,
manfaat dari penemuan ini tidak disadari selama lebih dari 50 tahun
sampai Dbereiner and Day pada tahun 1976 melaporkan bahwa rumput
yang berasosiasi denganAzospirillum tidak menunjukkan gejala
kekurangan nitrogen dibandingkan dengan rumput sekitarnya yang
tanpa Azospirillum. Sejak saat itu, diketahuilah bahwa anggota genus
bakteri ini mampu menambat nitrogen atmosfer dan memacu
pertumbuhan tanaman.
Pernah suatu ketika, orang berpikir bahwa telah ditemukan bakteri
penambat N pada tanam sereal yang serupa dengan bakteri pada kacangkacangan. Hal ini karena inokulasi dengan Azospirillumspp. dapat
meningkatkan hasil sereal di lapangan hingga 30%, bahkan dengan
kenaikan yang lebih besar di bawah kondisi rumah kaca. Namun, hasil ini
tidak selalu konsisten dan bila diulang sulit mendapatkan hasil yang sama.
Faktor yang bertanggung jawab atas penyimpangan hasil ini belum
teridentifikasi, terutama karena atribut hubungan antara tanamanAzospirillum belum dipahami dengan baik.
Tidak seperti Rhizobium, inokulasi tanaman dengan Azospirillum tidak
menimbulkan nodulasi pada akar tanaman. Oleh karena itu, bagaimana
mekanisme bakteri ini membantu pertumbuhan tanaman tidak sama
dengan Rhizobium yang kita kenal. Di antara modus yang diusulkan antara
lain: sekresi fitohormon, fiksasi nitrogen, produksi molekul isyarat,
produksi nitrit, dan peningkatan penyerapan mineral oleh tanaman.
Karena tidak ada bukti yang cukup untuk mendukung gagasan dari salah
satu mekanisme tersebut, maka satu hipotesis aditif telah diusulkan oleh
Basan dan Levanony tahun 1990. Gagasan aditif ini mengusulkan bahwa
efek menguntungkan dari inokulasi Azospirillum terhadap pertumbuhan
tanaman adalah hasil dari semua mekanisme yang disebutkan di atas
secara bersamaan atau berurutan (Holguin et al. 1999)

Genus Azospirillum
Menurut Reis et al. (2011), Azospirillum adalah bakteri gram negatif,
termasuk dalam phylum alphaproteobacteria. Bakteri ini hidup pada
lingkungan dan tanaman yang beraneka ragam, tidak hanya tanaman
agronomi yang penting, seperti sereal, tebu, rumput, tetapi juga pada
tanaman lain seperti kopi, buah-buahan dan bungabungaan. Azospirillum adalah bakteri aerobik kemoorganotrop nonfermentatif, vibroid dan memproduksi fitohormon, terutama auksin.
Mereka menggunakan beberapa sumber karbon terutama gula dan alkohol
gula.
Sampai saat ini, setidaknya telah ditemukan 15 spesies Azospirillum.
Nama spesies Azospirillumyang telah ditemukan beserta sumber
karbonnya dapat dilihat pada Tabel 1. Namun demikian, dari sisi fisiologi
dan genetik, ada dua spesies yang paling banyak dipelajari, yaitu A.
brasilense dan A. lipoferum. Di dalam tanah, keduanya terdapat dalam
jumlah yang banyak, khususnya di daerah tropis, yang berasosiasi dengan
tanaman rumput, jagung, padi, sorgum, tebu, dan beberapa tanaman
lainnya. Namun demikian, selain berasosiasi dengan tanaman, kedua
bakteri ini juga berasosiasi dengan kondisi lingkungan lainnya, di bawah
suhu tinggi dan kontaminasi.
Spesies ketiga adalah A. amazonense, yang diisolasi dan dideskripsi pada
tahun 1983 dari tanaman rumput yang ditanam di daerah Amazon. Spesies
ini juga berasosiasi dengan tanaman padi, jagung, dan sorgum serta
tanaman rumput lainnya yang tumbuh di bagian Selatan Tengah Brasil.
Spesies yang keempat adalah A. halopraeferans. Spesies ini diisolasi dari
rumput kallar (Leptochloa fusca), yang tumbuh di daerah salin di Pakistan
dan kelihatannya spesifik pada tanaman tersebut, karena upaya untuk
mengisolasi A. halopraeferans dari tanaman lain yang tumbuh di Brasil
tidak berhasil. Berikut, spesies baru berhasil diisolasi dari tanaman padi di
Irak. Spesies ini diberi nama A. irakense. Walaupun spesies ini belum ada
dilaporkan diisolasi dari tanaman lain dan dari negara lain, tetapi spesies
ini benar Azospirillum spesies baru. Berikutnya, pada tahun 1997,
ditemukan spesies lain dari Conglomeromonas
largomobilis subsp. largomobilisyang mirip dengan spesies A.
lipoferum dan A. brasilense, tetapi secara nyata cukup berbeda. Spesies
ini diberi nama A. largimobile.
Kelompok baru dari spesies Azospirillum terus ditemukan di seluruh dunia.
Pada tahun 2001, di Brasil ditemukan spesies baru oleh ilmuwan Brasil
Johanna Dobereiner. Untuk menghargai beliau, spesies ini diberi nama A.
dobereinerae. Spesies lainnya diisolasi dari tanah pertanaman padi di

China pada tahun 1982 dan diberi nama A. oryzae. Kemudian, spesies lain
ditemukan dari akar dan batang tanaman Melinis minutiflora Beauv,
sehingga diberi nama A. melinis. Pada tahun 2007, dengan menggunakan
media semisolid pada pH 7,2 7,4, ditemukan dua spesies baru lagi di
Kanada, yang diberi nama A. canadense dan A. zeae.
Satu spesies baru berhasil diisolasi dari tanah yang terkontaminasi
minyak oleh peneliti Taiwan yang menggunakan nutrisi agar. Spesies
tersebut diberi nama A. rugosum. Pada tahun 2009, dua spesies baru
berhasil ditemukan lagi, yaitu A. palatum dan A. picis. A. palatum diisolasi
dari tanah di China dan A. picis di Taiwan. Terakhir, spesies baru A.
thiophilum diisolasi dari Rusia. Walaupun spesies ini memiliki hubungan
yang erat dengan spesies Azospirillum lainnya, tetapi spesies ini mampu
tumbuh sebagai miksotropik pada kondisi yang mikroaerobik.
Tabel 1. Spesies Azospirillum dan pola penggunaan sumber karbonnya
(Reis et al. 2011)
Simbol: + (positif), (negatif), v (variabel atau tidak konsisten), nd (not
determined)
Isolasi Azospirillum spp.
Menurut Eckert et al. (2001) isolasi Azospirillum spp. dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut. Akar tanaman tertentu dan
tanah rhizosfer diambil dari lapangan di mana tanaman tersebut telah
tumbuh lama di sana. Akar-akar tanaman dicuci dengan air steril dan
kemudian digerus dalam larutan sukrosa 4% dengan menggunakan mortar
dan pastel. Wadah kecil (sekitar 10 ml) yang mengandung 5 ml medium
NFb semi-solid bebas nitrogen diinokulasi dengan larutan berseri dari
gerusan akar atau suspensi tanah rhizosfer.
Komposisi medium NFb adalah sebagai berikut (L -1): malat (5,0 g), K2HPO4
(0,5 g), MgSO4.7H2O (0,2 g), NaCl (0,1 g), CaCl2.2H2) (0,02 g),
bromothymol blue 0,5% dalam KOH 0,2 M (2 mL), larutan vitamin filter
steril (1 mL), larutan hara mikro filter steril (2 mL), 1,64 % larutan FeEDTA
(4 mL), KOH (4,5 g). Keasaman (pH) disesuaikan menjadi 6,5 dan 1,8 gL 1
agar ditambahkan.
Larutan vitamin (dalam 100 mL) mengandung biotin (10 mg) dan
pyridoxol-HCl (20 mg) dilarutkan pada 100 C dalam water bath. Larutan
hara mikro terdiri dari bahan-bahan sebagai berikut (L -1):CuSO4.5H2O (40
mg), ZnSO4.7H2O (0,12 g), H2BO3 (1,4 g), Na2MO4.2H2O (1,0 g),
MnSO4.H2O (1,175 g.

Setelah inkubasi 3 5 hari pada suhu 30 C, satu lup kultur ditransfer ke


dalam medium semi-solid segar. Pemurnian lebih lanjut dilakukan pada
NFb (diberi suplemen 50 mg ekstrak ragi per liter) dan medium DYGS
setengah konsentrasi pada media agar. Kultur ini dipelihara pada medium
DYGS setengah konsentrasi yang mengandung bahan-bahan sebagai
berikut (L-1): glukosa (1,0 g), malat (1,0 g), ekstrak ragi (2,0 g), pepton
(1,5 g), MgSO4.7H2O (0,5 g), L-asam glutamat (1,5 g) dan pH disesuaikan
menjadi 6,0.
Perilaku Azospirillum
Pertama sekali, bakteri ini mengolonisasi rhizosfer. Pelekatan pada sistem
akar dimediasi oleh flagella dan setelah beberapa lama diikuti oleh
penyatuan yang tidak dapat balik. Gambar 1 memperlihatkan model
kolonisasi yang diusulkan oleh Steenhoudt and Vanderleyden. Flagella
lateral tidak esensial pada fase penyerapan proses kolonisasi. Akan tetapi,
bagaimanakah prilaku populasi bakteri pada sistem akar tanam ? masih
tanda tanya. Apakah quorum sensing (QS) terlibat dalam proses? QS
pernah terlihat mengatur pergerakan pada bermacam bakteri,
khususnyaSerratia (Reis et al., 2011)
Pelekatan yang kuat dari Azospirillum pada akar tanaman merupakan
faktor penting bagi asosiasi jangka panjang dengan akar tanaman. Ini
dikarenakan tiga hal. Pertama, jika bakteri tidak melekat pada sel
epidermis akar, maka senyawa-senyawa yang diekskresi oleh bakteri akan
berdifusi ke daerah rhizosfer dan nutrisinya dikonsumsi oleh
mikroorganisme lainnya sebelum mencapai tanaman. Ketika bakteri
melekat pada akar, maka sebagian dari senyawa-senyawa tersebut akan
berdifusi ke dalam ruang interseluler korteks akar. Kedua, tanpa
pelekatan yang kuat, air dapat mengangkut bakteri sehingga menjauh
dari daerah rhizosplan dan hidup sekarat di lingkungan tanah yang miskin
unsur hara. Azospirillum pada umumnya hidup menderita pada
kebanyakan tanah tanpa tanaman inang. Ketiga, daerah asosiasi pada
akar tanpa Azospirillummelekat kuat menjadi rentan dari koloni lain yang
agresif yang mungkin merugikan (Bashan dan Holguin, 1997).
Belakangan diketaui bahwa sel-sel Azospirillum tidak terpencar oleh air
perkolasi, tetapi terjerap ke dalam partikel tanah. Pada tanah jenuh air
tanpa tanaman, Azospirillum tetap berada pada daerah inokulasi dan tidak
bergerak. Oleh karenanya, masuk akal untuk berasumsi bahwa ada
mekanisme penyebaran bakteri lain yang efisien, misalnya kemotaksis
(Bashan dan Holguin, 1997).
Gambar 1. Azospirillum melekat pada akar tanaman (Bashan dan Holguin,
1997).

Pada kondisi tercekam, bakteri ini mampu membentuk cyst dan floc
(agregat makro). Kedua bentuk tersebut meningkatkan daya hidup
bakteri. Fenomena ini dapat terjadi akibat umur, kondisi kultur, metal
beracun, atau cekaman air. Bentuk cyst Azospirillum brasilensis, yang
awalnya dianggap dorman, dijumpai secara fisiologis aktif. Cyst ini mampu
mengikat nitrogen tanpa kehadiran sumber karbon luar. Pada kultur yang
terus menerus dan kondisi anaerobik, sel cyst Azospirillumbrasilense SP-7
dan Sp-245 memperlihatkan aktivitas enzim nitrat reduktase (Cassan,
2011).
Mekanisme Azospirillum dalam Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman
Mekanisme pertama yang diusulkan terhadap pemacuan pertumbuhan
tanaman oleh Azospirillumhampir sepenuhnya terkait dengan status
nitrogen dalam tanaman, melalui fiksasi biologi atau aktivitas enzim
reduktase nitrat. Akan tetapi, mekanisme ini kenyataannya kurang berarti
dari sisi agronomi dari yang pernah diharapkan. Dengan demikian,
mekanisme lain telah dipelajari dan diusulkan untuk genus mikroba ini,
antara lain produksi siderophore, pelarutan fosfat, biokontrol fitopatogen,
dan proteksi tanaman terhadap cekaman, seperti salinitas tanah, atau
senyawa beracun.
Bashan dan Hulguin (1997) mengusulkan hipotesis aditif terhadap
mekanisme Azospirillum dalam memacu pertumbuhan tanaman. Mereka
menyatakan bahwa kemungkinan lebih dari satu mekanisme yang terlibat
pada waktu yang sama. Sebagai contoh, fiksasi N2 berkontribusi kurang
dari 5% dari pengaruh Azospirillum pada tanaman. Ini tidak dapat
menjelaskan secara penuh peningkatan hasil tanaman. Ketika
dikombinasikan dengan pengaruh mekanisme lainnya, kontribusi yang
kecil ini dapat menjadi kontribusi yang berarti. Dengan demikian, aktivitas
gabungan dari semua mekanisme yang terlibat bertanggung jawab bagi
pengaruh yang besar dari inokulasi Azospirillum pada pertumbuhan
tanaman.
Reis et al. (2011) menyatakan bahwa Azospirillum spp mempengaruhi
pertumbuhan tanaman melalui banyak mekanisme. Ini termasuk fiksasi N 2,
produksi fitohormon (seperti auksin, sitokinin, dan giberelin), peningkatan
penyerapan hara, peningkatan ketahanan cekaman, produksi vitamin,
siderophore dan biokontrol, serta pelarutan P.
Namun demikian, salah satu mekanisme yang paling penting adalah
kemampuan Azospirillummenghasilkan fitohormon dan ZPT lainnya. Salah
satu mekanisme utama yang diusulkan untuk menjelaskan hipotesis
aditif adalah terkait dengan kemampuan Azospirillum sp. menghasilkan
senyawa-senyawa seperti fitohormon. Telah dikenal bahwa sekitar 80%

bakteri yang diisolasi darirhizosfer tanaman mampu memproduksi


senyawa IAA. Kemudian, diusulkan bahwa Azospirillumsp. dapat memacu
pertumbuhan tanaman melalui ekskresi fitohormon. Saat ini, kita tahu
bahwa bakteri ini mampu menghasilkan senyawa-senyawa kimia seperti
auksin, sitokinin, giberelin, etilen, dan ZPT lainnya seperti ABA, poliamin
(spermidin, spermin, dan cadaverin) dan nitrat oksida (Cassan et al.,
2011).
Fiksasi nitrogen adalah mekanisme pertama yang diusulkan untuk
menjelaskan peningkatan pertumbuhan tanaman setelah diinokulasi
dengan Azospirillum. Ini terutama karena ada peningkatan sejumlah
senyawa nitrogen dan aktivitas enzim nitrogenase pada tanaman yang
diinokulasi dengan Azospirillum. Akan tetapi, beberapa tahun kemudian,
penelitian menunjukkan bahwa kontribusi fiksasi N2
oleh Azospirillum terhadap tanaman sedikit sekali, berkisar antara 5
sampai 18% dari total peningkatan tanaman. Secara umum, kontribusinya
kurang dari 5%.Azospirillum mutan-Nif juga mampu meningkatkan
pertumbuhan tanaman sama dengan tipe liarnya. Penemuan ini hampir
saja membuat orang meninggalkan aspek fiksasi N2 ini dariAzospirillum,
kecuali hanya untuk kajian genetik murni. Akhir-akhir ini, interes terhadap
kajianAzospirillum pada aspek fiksasi N2 mulai meningkat. Ditemukan
bahwa A. brasilense Sp-7 tidak menyintesis enzim nitrogenase pada suhu
42C dan juga enzim ini tidak stabil pada suhu tersebut. Akan tetapi, pada
A. brasilense Sp-9, aktivitas enzim nitrogenase stabil dan menunjukkan
aktivitas asetilen reduksi tertinggi pada suhu 42C. Aktivitas enzim
nitrogenase Azospirillum ditemukan meningkat ketika ditumbuhkan dalam
kultur campuran dengan bakteri lainnya, kendatipun mereka berasal dari
habitat yang sangat berbeda. Contoh kasus adalah campuran A. brasilense
Cd dengan bakteri Staphylococcus sp. yang meningkatkan fiksasi N2 dari
A. brasilense. Pengaruhnya lebih kuat ketika supernatan Staphylococcus
ditambahkan pada kultur A. brasilense. Pada kajian lain, fiksasi N2 dari A.
brasilense Sp-245 diperkuat oleh penambahan aglutinin kecambah
gandum.
Bashan dan Holguin (1997) menyatakan bahwa Azospirillum bisa jadi
mempengaruhi tanaman dengan cara memberikan signal kepada tanaman
inang. Adanya kenyataan bahwa Azospirillummempengaruhi metabolisme
sel tanaman dari luar sel mengindikasikan bahwa bakteri ini mampu
mengekskresi dan memancarkan signal yang melewati dinding sel
tanaman dan ditangkap oleh membran tanaman. Interaksi ini menginisiasi
rantai peristiwa yang menghasilkan perubahan metabolisme pada
tanaman yang diinokulasi. Karena membran tanaman sangat sensitif
terhadap perubahan, maka responsnya dapat menjadi petunjuk akan
adanya kegiatan Azospirillum pada tingkat seluler.

Selain itu, meningkatnya penyerapan hara mineral pada tanaman sebagai


akibat dari inokulasiAzospirillum juga merupakan penjelasan yang populer
bagi pengaruh inokulasi pada tahun 1980an. Kendatipun, beberapa kajian
ada yang menunjukkan akumulasi nitrogen dan hara mineral lainnya pada
tanaman yang diinokulasi, tetapi sebagian penelitian menunjukkan bahwa
peningkatan pertumbuhan tanaman tidak mesti karena peningkatan
penyerapan hara. Pada saat ini, jalan penjelasan ini agak kurang
berkembang.
Azospirillum dapat juga berperan sebagai agen biokontrol terhadap
patogen tanaman dalam tanah. Ada beberapa bukti yang
mendukungnya. Azospirillum lipoferum M menghasilkan catechol
siderophores pada kondisi kekurangan besi, yang menunjukkan aktivitas
antimikroba terhadap beberapa isolat bakteri dan jamur. Contoh lain, dua
puluh isolat Azospirillum ditemukan menghasilkan bakteriosin yang
menghambat pertumbuhan beberapa bakteri. Namun demikian, ada juga
penelitian yang melaporkan bahwa beberapa strain Azospirillum tidak
menghasilkan senyawa anti patogen.
Koinokulasi dengan mikroorganisme lain
Azospirillum dapat bersinergi dengan mikroorganisme lain. Koinokulasi
didasarkan pada campuran inokulan berupa kombinasi beberapa
mikroorganisme yang berinteraksi secara sinergi, atau
ketika Azospirillum berfungsi sebagai bakteri pembantu untuk
memperkuat penampilan mikroorganisme berguna lainnya.
Azospirillum dapat berasosiasi dengan bakteri perombak gula atau
polisakarida. Kokultur dapat dianggap sebagai suatu asosiasi metabolik di
mana bakteri perombak gula menghasilkan produk rombakan atau
fermentasi yang dapat digunakan oleh Azospirillum. Pada kokultur Bacillus
danAzospirillum, rombakan pektin oleh Bacillus dan fiksasi N2
oleh Azospirillum menjadi meningkat. Kokultur A.
brasilense dengan Enterobacter cloaceae atau A.
brasilense dengan Arthrobacter giacomelloi menghasilkan fiksasi N2 yang
lebih efisien dibanding bila mereka sendiri-sendiri. Ketika Azospirillum sp
DN64 dikoinokulasi dengan campuran jamur selulotik, aktivitas
nitrogenasenya meningkat 22 kali lipat
Dual inokulasi tanaman legum
dengan Azospirillum dan Rhizobium ditemukan meningkatkan beberapa
peubah pertumbuhan tanaman dibanding dengan inokulasi
tunggal. Azospirillumdianggap sebagai pembantu Rhizobium dengan cara
menstimulasi nodulasi, fungsi nodulasi, dan kemungkinan metabolisme
tanaman. Fitohormon yang dihasilkan oleh Azospirillum memacu

diferensiasi sel epidermis pada rambut akar yang kemudian meningkatkan


jumlah tempat-tempat yang berpotensi bagi infeksi Rhizobium. Hasilnya,
lebih banyak nodul terbentuk. Pada percobaan lapangan, inokulasi kultur
campuran Azospirillum dengan Rhizobium secara nyata meningkatkan
jumlah total nodul, berat kering nodul, dan jerami, serta memberikan
peningkatan hasil biji. Interaksi ini lebih jauh diperkuat oleh adanya bahan
organik pada media tumbuh tanaman ((Cassan, 2011).
Interaksi Azospirillum dengan Bahan Organik
Menurut Bashan (1999), bahan organik memberikan pengaruh yang
beragam terhadapAzospirillum, bisa positif, tapi juga bisa negatif.
Percobaan di laboratorium menunjukkan bahwa amandemen tanah dengan
bahan organik meningkatkan jerapan dan daya hidup Azospirillumspp.
Akan tetapi, ada juga bukti di lapangan bahwa pengaruh bahan organik
terhadapAzospirillum spp. di dalam tanah kontradiktif dengan hasil
penemuan di laboratorium.
Di India, pemberian bahan organik pada tanah kebun hanya mendukung
populasi A. brasilensesecara terbatas. Pada penelitian lain, pemberian
bahan organik pada tanah dan arang awalnya saja meningkatkan
populasi A. brasilense spp., tetapi populasinya kemudian menurun ke
taraf yang setara dengan tanpa bahan organis. Di Amerika Serikat, daya
hidup A. brasilense dalam bahan pembawa peat dan pasir dimonitor
dengan seksama. Hasilnya, awalnya populasi menurun, kemudian
populasinya tetap stabil selama 60 hari. Bahan pembawa dengan
kandungan peattertinggi (1-3%) memiliki populasi A. brasilense tertinggi.
Di India, penambahan jerami padi pada tanah sawah
meningkatkan Azospirillum spp. Bashan dan Vazquez (2000) menemukan
bahwa, sementara CaCO3 dan pasir berpengaruh negatif, bahan organik
memiliki pengaruh positif terhadap daya hidup Azospirillum spp.
Namun demikian secara umum, bahan organik memberikan pengaruh yang
baik bagi daya hidup dan persistensi Azospirillum dalam tanah. Teori
terhadap pengaruh negatif bahan organik bisa jadi bahwa pada bahan
organik konsentrasi tinggi, total jumlah bakteri dalam tanah telah
mencapai 107 108 spk per g sehingga bakteri lain berkompetisi
dengan Azospirillum yang diinokulasi dalam tanah. Penjelasan lain, bahan
organik mungkin telah memberikan hara yang cukup banyak pada
tanaman sehingga pengaruh inokulasi bakteri menjadi tertutupi.
Aplikasi Azospirillum di Bidang Pertanian
Aplikasi Azosprillum dibidang pertanian masih sangat terbatas. Di banyak
Negara aplikasiAzospirillum masih dalam skala kecil . Namun demikian, di
beberapa negara di Amerika Latin,Azospirillum telah mulai digunakan

secara komersial dan dalam skala yang luas. Berikut Bashan dan Holguin
(1997) dan Reis et al. (2011) menjelaskan perkembangan
aplikasi Azospirillum di beberapa belahan dunia,
Inokulum Azospirillum generasi pertama dalam skala kecil diintroduksi
secara perlahan kepada pasar pertanian. Faktor utama yang menghalangi
introduksi Azospirillum dalam skala besar adalah hasil yang tidak
konsisten dan tidak dapat diprediksi. Kelemahan ini telah diketahui sejak
awal dari aplikasi Azospirillum dan menyurutkan minat dari pengguna
komersial. Dua puluh tahun evaluasi dari data percobaan lapangan
menunjukkan bahwa 60 70 % dari seluruh percobaan berhasil dengan
peningkatan hasil yang nyata, berkisar antara 5 sampai 30%. Faktor
keberhasilan utama adalah aplikasi sel hidup secara hati-hati dan
perawatan percobaan dengan benar. Sel-sel bakteri haruslah diambil dari
fase eksponen, bukan dari inokulum pada fase stasioner. Walaupun,
inokulasi lapangan belum menjadi area utama dari
penelitian Azospirillumsaat ini, beberapa percobaan lapangan dan rumah
kaca akhir-akhir ini, khususnya pada sereal, sekali lagi menunjukkan
potensial yang menjanjikan (Bashan dan Holguin, 1997).
Menurut Reis et al. (2011) pemanfaatan bakteri sebagai produk inokulum
merupakan tujuan yang ideal, berdasarkan penampilan
inokulan Rhizobium, khususnya di Brasil, di mana 100 persen produksi
menggunakan bakteri dan bukan pupuk untuk mendapatkan 100 persen N
yang dibutuhkan bagi hara tanaman. Setelah percobaan yang begitu lama,
mengisolasi dan mendeskripsi Azospirillum, akhirnya beberapa upaya juga
dilakukan untuk mendapatkan produk komersial yang menggunakan
bakteri ini.
Teknologi ini juga didasarkan pada produk Rhizobium yang diaplikasikan
pada penyelubung benih dalam campuran dengan peat atau menggunakan
bermacam formulasi larutan yang berbeda. Pada mulanya, hanya A.
brasilense dipilih sebagai inokulan. Di Amerika Serikat, satu produk yang
disebut Azo-GreenTM, yang diproduksi oleh perusahaan yang bernama
Genesis Turfs Forages, direkomendasikan diberikan pada benih untuk
meningkatkan perkecambahan, sistem akar, tahan kekeringan, dan
kesehatan tanaman. Di Italia, Jerman, dan Belgia, produk lain yang
mengandung campuran A. brasilense (strain Cd) dan A. lipoferum (strain
Br17) diformulasikan dalam campuran vermikulit atau formula larutan.
Nama komersialnya adalah Zea-NitTM dan diproduksi oleh Heligenetics
dan mereka merekomendasikan pengurangan 30 40 % pupuk N bagi
tanaman. Di Prancis, AzoGreenTM lain digunakan pada jagung dengan
kenaikan hasil 100%.

Di Meksiko, satu produk yang bernama Fertilizer for Maize


dikembangkan oleh Universitas Puebla dan diaplikasikan pada 5000 ha
lahan pada tahun 1993. Lebih baru lagi, pada tahun 2008, produk inokulan
lain yang berbasis Azospirillum dikembangkan untuk tanaman kopi di
Meksiko dan aplikasinya menunjukkan adanya penurunan waktu siklus
penologi tanaman. Uruguay juga mempunyai produk yang diberi nama
GraminanteTM yang dikomersialkan dalam bentuk tepung yang dicampur
dengan kalsium karbonat.
Terkait dengan spesies dan strain bakteri yang digunakan, yang berbeda
di tiap Negara, pertanyaannya mengapa spesies tersebut merupakan yang
terbaik?. Hasil evaluasi ternyata bahwa kedua spesies dan strain yang
digunakan menunjukkan hasil yang negatif pada produksi siderophore dan
pelarut fosfat. Hasil positif ada produksi fitohormon IAA, sitokinin (zeatin),
GA3, etilen, putrescine, spermidin, spermin, dan cadaverin. Kenyataan ini
memiliki implikasi teknologi yang penting terhadap formulasi inokulan,
karena strain yang berbeda menghasilkan konsentrasi zat pertumbuhan
tanaman (ZPT) yang berbeda.
Selain itu, penting juga untuk mempertahankan kualitas inokulan agar
memberikan kolonisasi atau invasi akar yang efisien. Penting untuk
menyesuaikan densitas sel (minimum 109 per gram) hidup, bebas
kontaminan, dan secara agronomi terbukti strain yang diberikan mampu
memberikan hasil tanpa atau dengan dosis rendah pupuk nitrogen atau
meningkatkan hasil bersama pupuk nitrogen.
Pada tahun 2009, satu perusahaan di Brasil menjual produk
berbahan Azospirillum untuk diaplikasikan pada jagung dan padi. Di
Argentina, ada beberapa perusahaan yang menghasilkan dan menjual
inokulan berbahan A. brasilense yang diaplikasikan dalam bentuk solid
(tepung) atau formula cair pada tanaman komersial yang berbeda (seperti
padi, jagung, gandum, bunga matahari, sorgum, dsb.). Sekarang ini,
dengan realitas untuk menghasilkan lebih banyak pangan dengan biaya
yang lebih sedikit, dan tanpa polusi lingkungan, maka pemupukan dengan
pupuk hayati merupakan alternatif bagi pertanian yang berkelanjutan.
Walaupun keuntungan dari inokulasi dengan Azospirillum sp. telah
dijelaskan panjang lebar, upaya untuk mengisolasi strain baru dan
mengevaluasi karakteristik terhadap pemacu pertumbuhan tanaman
dalam lingkungan yang alami haruslah terus dilakukan untuk mendukung
penggunaannya di bidang pertanian sebagai inokulan atau pupuk hayati.
DAFTAR PUSTAKA
Aeron, A., S. Kumar, P. Pandey, and D.K. Maheshwari. 2011. Emerging Role
of Plant Growth Promoting Rhizobacteria in Agrobiology. Pp 1 36. In

Bacteria in Agrobiology: Crop Ecosystems. D.K. Maheshwari (ed.), DOI


10.1007/978-3-642-18357-7_1, Springer-Verlag Berlin Heidelberg.
Bashan, Y. 1999. Interactions of Azospirillum spp. in soils: a review. Biol
Fertil Soils (1999) 29: 246256 Q Springer-Verlag.
Bashan, Y. and G. Holguin. 1997. Azospirillum-plant relationships:
environmental and physiological advances (1990-1996). Can. J. Microbiol.
Vol. 43, 1997 : 103 121. NRC Canada
Bashan, Y. and P. Vazquez. 2000. Effect of calcium carbonate, sand, and
organic matter levels on mortality of five species of Azospirillum in natural
and artificial bulk soils. Biol Fertil Soils 30:450459 Q Springer-Verlag.
Cassan, F., D. Perrig, V. Sgroy, and V. Luna. 2011. Basic and Technological
Aspects of Phytohormone Production by Microorganisms: Azospirillum sp.
as a Model of Plant Growth Promoting Rhizobacteria. In Bacteria in
Agrobiology: Plant Nutrient Management. D.K. Maheshwari (ed.). DOI
10.1007/978-3-642-21061-7_7, Springer-Verlag Berlin Heidelberg.
Cummings, S. P. and C. Orr. 2010. The Role of Plant Growth Promoting
Rhizobacteria in Sustainable and Low-Input Graminaceous Crop
Production. In Plant Growth and Health Promoting Bacteria. D.K.
Maheshwari (ed.). Microbiology Monographs 18, DOI 10.1007/978-3-64213612-2_13, Springer-Verlag Berlin Heidelberg.
Eckert, B., O. B. Weber, G. Kirchhof, A. Halbritter, M. Stoffels, and A.
Hartmann. 2001.Azospirillum doebereinerae sp. nov., a nitrogen-fixing
bacterium associated with the C4-grassMiscanthus. International Journal
of Systematic and Evolutionary Microbiology 51, 1726. Great Britain.
Hanafiah, A. S., T. Sabrina, dan H. Guchi. 2009. Biologi dan Ekologi Tanah.
Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Uviversitas Sumatera
Utara. 409 hlm.
Holguin, G., C. L. Patten, and B. R. Glick. 1999. Genetics and molecular
biology of Azospirillum. Biol Fertil Soils 29: 1023 Q Springer-Verlag.
Reis, V. M., K.R. d. S. Teixeira, and R. O. Pedraza. 2011. What Is Expected
from the GenusAzospirillum as a Plant Growth-Promoting Bacteria? In
Bacteria in Agrobiology: Plant Growth Responses. D.K. Maheshwari (ed.).
DOI 10.1007/978-3-642-20332-9_6, Springer-Verlag Berlin Heidelberg.

2.3 Virus
Ilmu tentang Virus disebut Virologi. Virus (bahasa latin) = racun. Hampir
semua virus dapat menimbulkan penyakit pada organisme lain. Saat ini
virus adalah mahluk yang berukuran paling kecil. Virus hanya dapat dilihat
dengan mikroskop elektron dan lolos dari saringan bakteri (bakteri filter).
(Carter,2007)
D. Iwanowsky (1892) dan M. Beyerinck (1899) adalah ilmuwan yang
menemukan virus, sewaktu keduanya meneliti penyakit mozaik daun
tembakau. Kemudian W.M. Stanley (1935) seorang ilmuwan Amerika
berhasil mengkristalkan virus penyebab penyakit mozaik daun tembakau
(virus TVM). (Carter,2007).
Tubuhnya masih belum dapat disebut sebagai sel, hanya tersusun dari
selubung protein di bagian luar dan asam nukleat (ARN & ADN) di bagian
dalamnya. Berdasarkan asam nukleat yang terdapat pada virus, kita
mengenal virus ADN dan virus ARN. Virus hanya dapat berkembang biak
(bereplikasi) pada medium yang hidup (embrio, jaringan hewan, jaringan
tumbuhan). Bahan-bahan yang diperlukan untuk membentuk bagian tubuh
virus baru, berasal dari sitoplasma sel yang diinfeksi. (Carter,2007).
Cara pencegahan penyakit karena virus dilakukan dengan tindakan
vaksinasi. Vaksin pertama yang ditemukan oleh manusia adalah vaksin
cacar, ditemukan oleh Edward Jenner (1789), sedangkan vaksinasi oral
ditemukan oleh Jonas Salk (1952) dalam menanggulangi penyebab polio.
Manusia secara alamiah dapat membuat zat anti virus di dalam tubuhnya,
yang disebut Interferon, meskipun demikian manusia masih dapat sakit
karena infeksi virus, karena kecepatan replikasi virus tidak dapat
diimbangi oleh kecepatan sintesis interferon. (Nermut,1987).
Istilah virus biasanya merujuk pada partikel-partikel yang menginfeksi selsel eukariota (organisme multisel dan banyak jenis organisme sel
tunggal), sementara istilah bakteriofage atau fagedigunakan untuk jenis

yang menyerang jenis-jenis sel prokariota (bakteri dan organisme lain


yang tidak berinti sel). (Carter,2007)
Virus sering diperdebatkan statusnya sebagai makhluk hidup karena ia
tidak dapat menjalankan fungsi biologisnya secara bebas jika tidak berada
dalam sel inang. Karena karakteristik khasnya ini virus selalu terasosiasi
dengan penyakit tertentu, baik pada manusia (misalnya
virus influenzadan HIV), hewan (misalnya virus flu burung), atau tanaman
(misalnya virus mosaik tembakau/TMV). (Carter,2007).
Virus adalah organisme subselular yang karena ukurannya sangat kecil,
hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop elektron. Ukurannya
lebih kecil daripada bakteri sehingga virus tidak dapat disaring dengan
penyaring bakteri. Virus terkecil berdiameter hanya 20 nm (lebih kecil
daripada ribosom), sedangkan virus terbesar sekalipun sukar dilihat
dengan mikroskop cahaya. (Cheville,1994).
Genom virus dapat berupa DNA ataupun RNA.[10] Genom virus dapat terdiri
dari DNA untai ganda, DNA untai tunggal, RNA untai ganda, atau RNA
untai tunggal.[10] Selain itu, asam nukleat genom virus dapat berbentuk
linear tunggal atau sirkuler.[10] Jumlah gen virus bervariasi dari empat
untuk yang terkecil sampai dengan beberapa ratus untuk yang terbesar. [10]
[9]
Bahan genetik kebanyakan virus hewan dan manusia berupa DNA, dan
pada virus tumbuhan kebanyakan adalah RNA yang beruntai tunggal.
(Cheville,1994).
Untuk virus berbentuk heliks, protein kapsid (biasanya disebut protein
nukleokapsid) terikat langsung dengan genom virus.[11] Misalnya, pada
virus campak, setiap protein nukleokapsid terhubung dengan enam basa
RNA membentuk heliks sepanjang sekitar 1,3 mikrometer. [11] Komposisi
kompleks protein dan asam nukleat ini disebut nukleokapsid. [11] Pada
virus campak, nukleokapsid ini diselubungi oleh lapisan lipid yang
didapatkan dari sel inang, dan glikoprotein yang disandikan oleh virus
melekat pada selubung lipid tersebut.[11] Bagian-bagian ini berfungsi
dalam pengikatan pada dan pemasukan ke sel inang pada awal
infeksi. (Nermut,1987).
Kapsid virus sferik menyelubungi genom virus secara keseluruhan dan
tidak terlalu berikatan dengan asam nukleat seperti virus heliks.
[12]
Struktur ini bisa bervariasi dari ukuran 20 nanometer hingga 400
nanometer dan terdiri atas protein virus yang tersusun dalam bentuk
simetri ikosahedral.[12] Jumlah protein yang dibutuhkan untuk membentuk
kapsid virus sferik ditentukan dengan koefisien T, yaitu sekitar 60t
protein.[12] Sebagai contoh, virus hepatitis B memiliki angka T=4, butuh
240 protein untuk membentuk kapsid.[12] Seperti virus bentuk heliks,

kapsid sebagian jenis virus sferik dapat diselubungi lapisan lipid, namun
biasanya protein kapsid sendiri langsung terlibat dalam penginfeksian
sel. (Nermut,1987).
Beberapa jenis virus memiliki unsur tambahan yang membantunya
menginfeksi inang.Virus pada hewan memiliki selubung virus, yaitu
membran menyelubungi kapsid.[13] Selubung ini
mengandung fosfolipid dan protein dari sel inang, tetapi juga
mengandung protein dan glikoprotein yang berasal dari virus.[13] Selain
protein selubung dan protein kapsid, virus juga membawa beberapa
molekul enzim di dalam kapsidnya. Ada pula beberapa
jenis bakteriofag yang memiliki ekor protein yang melekat pada "kepala"
kapsid. Serabut-serabut ekor tersebut digunakan oleh fag untuk
menempel pada suatu bakteri.[14] Partikel lengkap virus disebut virion.
Virion berfungsi sebagai alat transportasi gen, sedangkan komponen
selubung dan kapsid bertanggung jawab dalam mekanisme penginfeksian
sel inang. (Nermut,1987).

2.4 Nematode
Nematoda berasal dari bahasa Yunani, Nema artinya
benang. Nematoda adalah cacing yang bentuknya panjang, silindrik, tidak
bersegmen dan tubuhnya bilateral simetrik, panjang cacing ini mulai dari
2 mm sampai 1 m. Nematoda yang ditemukan pada manusia terdapat
dalam organ usus, jaringan dan sistem peredaran darah, keberadaan
cacing ini menimbulkan manifestasi klinik yang berbeda-beda tergantung
pada spesiesnya dan organ yang dihinggapi. Menurut tempat
hidupnya Nematoda pada manusia digolongkan menjadi dua
yaitu Nematoda Usus dan NematodaJaringan/Darah. Spesies Nematoda
Usus banyak, tetapi yang ditularkan melalui tanah ada tiga yaitu: Ascaris

lumbricoides, Trichuris trichiura dan cacing tambang (Onggowaluyo,


2001).

Cara penularan (transmisi) Nematoda dapat terjadi secara langsung dan


tidak langsung. Mekanisme penularan berkaitan erat dengan hygiene dan
sanitasi lingkungan yang buruk. Penularan dapat terjadi dengan: menelan
telur infektif (telur berisi embrio), larva (filariorm) menembus kulit,
memakan larva dalam kista, dan perantaraan hewan vektor. Dewasa ini
cara penularan Nematoda yang paling banyak adalah melalui aspek Soil
Trasmitted Helminth yaitu penularan melalui media tanah (Onggowaluyo,
2001).

Penyebab Cacingan

Di Indonesia masih banyak anggota masyarakat yang terjangkit penyakit


cacingan, hal ini disebabkan karena kebersihan personal yang sangat
kurang, serta sanitasi lingkungan yang masih buruk. Pengalaman
membuktikan bahwa masyarakat yang sedang berkembang sangat sulit
untuk mengembangkan sanitasi lingkungan yang baik terutama di dalam
masyarakat yang mempunyai keadaan sosial-ekonomi rendah, dengan
keadaan seperti: rumah-rumah berhimpitan di daerah kumuh (slum area)
di kota-kota besar yang mempunyai sanitasi lingkungan buruk, khususnya
tempat anak-anak balita tumbuh. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
(Ayu, 2002). di mana ditemukan 83,8% prevalensi infeksi cacing pada
pemulung anak.`Di daerah pedesaan anak berdefekasi dekat rumah dan
orang dewasa berdefekasi di pinggir kali, di ladang dan perkebunan
tempat bekerja. (Ayu,2002).
Menurut Harian Sriwijaya Post (10 Januari 2003) penduduk Palembang
yang berdomisili di daerah pinggiran kali terancam terinfeksi cacingan, di
mana di tepian kali tersebut masih banyak terdapat jamban .helikopter.
yaitu jamban yang terbuat dari kayu, bertiang dan terletak di tepi kali,
posisi jamban ini menjorok ke sungai di mana kotoran yang dibuang
melalui jamban ini akan hanyut dan ketika air surut otomatis tinja
tertinggal dan merupakan sumber penularan cacingan. Penggunaan tinja
yang mengandung telur untuk pupuk di kebun sayuran juga merupakan
sumber penularan telur cacing. Hasil penelitian Tjitra (2005) terdapat
telur cacing Ascaris lumbricoides (6,16%) dan telur cacing tambang (36%)
pada jenis sayuran terutama kol dan selada, dan juga terdapat
telur Nematoda usus 36,8% pada air dan lumpur yang digunakan untuk
menyiram dan menanam sayuran di Bandung. Pengolahan tanah
pertanian/perkebunan dan pertambangan yang memakai tangan dan kaki

telanjang atau tidak ada pelindung juga merupakan sumber penularan.


Data hasil penelitian (Onggowaluyo,2001) mengemukakan bahwa 80%
infeksi kecacingan terjadi karena kontak dengan tanah melalui kuku yang
kotor, makan menggunakan tangan dan sering lupa mencuci tangan
sebelum makan yang semuanya merupakan potensi tertelannya telur
cacing (yang akan menetas di dalam tubuh manusia). (Onggowaluyo,2001)

Gejala Cacingan

Kebanyakan penderita cacingan tidak sadar kalau sedang mengidap


penyakit cacingan. Mereka tidak tahu kalau di perutnya ada cacing. Gejala
cacingan muncul jika hospes yang ditumpangi Nematoda Usus sudah
kekurangan gizi karena sebagian makanan dimakan Nematoda Usus.
Semakin banyak Nematoda Usus semakin banyak makanan yang diambil
(Onggowaluyo,2001).

Gejala kurang gizi dapat beragam yaitu: berat badan turun, wajah pucat,
kulit dan rambut kering, keadaan tubuh lemah, lesu, dan mudah sakit,
mungkin selera makan kurang, kulit telapak tangan tidak merah, mudah
lelah, kurang darah dan mungkin jantung berdebar-debar, sesak nafas dan
sering pening. Gejala kurang gizi sendiri sering diabaikan dan gejala
tersebut tidak mendorong penderita untuk berobat. Penderita tidak
merasa ada keluhan untuk berobat, akibatnya banyak penderita cacingan
yang sudah lama mengidap cacingan yang menahun (Ayu,2002).

Soil Trasmitted Helminth adalah cacing golongan Nematoda yang


memerlukan tanah untuk perkembangannya. Di Indonesia golongan cacing
ini yang penting menyebabkan masalah kesehatan masyarakat
adalah: Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan cacing tambang
(Ayu,2002).

Telur yang infektif bila tertelan manusia menetas menjadi larva di usus
halus. Larva menembus di dinding usus halus menuju pembuluh darah
atau saluran limfe kemudian terbawa oleh darah sampai ke jantung
menuju paru-paru. Larva di paru-paru menembus dinding alveolus masuk
ke rongga alveolus dan naik ke trakea, daritrakea larva menuju faring dan
menimbulkan iritasi yang menyebabkan penderita akan batuk karena
adanya rangsangan dari larva ini. Larva di faring tertelan dan terbawa
ke esofagus, terakhir sampai di usus halus dan menjadi dewasa. Proses

mulai dari telur sampai menjadi cacing dewasa membutuhkan waktu


kurang lebih 2 bulan (Onggowaluyo, 2001).

Cairan tubuh cacing dewasa dapat menimbulkan reaksi toksik sehingga


terjadi gejala mirip demam tifoid yang disertai alergi
seperti urtikaria, udema di wajah,konjungtivitas, dan iritasi pada alat
pernafasan bagian atas. Apabila jumlahnya banyak cacing dewasa dalam
usus dapat menimbulkan gangguan gizi, kadang-kadang cacing dewasa
juga bermigrasi karena adanya rangsangan, efek dari migrasi ini dapat
menimbulkan obstruksi usus, kemudian masuk ke dalam saluran empedu,
saluranpankreas dan organ-organ lainnya. Migrasi sering juga
menyebabkan cacing dewasa keluar spontan melalui anus, mulut dan
hidung (Onggowaluyo, 2001).

Menurut Onggowaluyo (2001) setiap ekor cacing gelang yang ada di tubuh
manusia menghisap 0,04 gram karbohidrat setiap harinya dan bila jumlah
cacing ini terlalu banyak maka dapat menyumbat usus dan saluran
empedu.

Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan telur dan cacing dewasa


dalam tinja. Telur cacing ini dapat ditemukan dengan mudah pada sediaan
basah langsung atau sediaan basah dari sedimen yang sudah
dikonsentrasikan. Cacin dewasa dapat ditemukan dengan pemberian
antelmintik atau keluar dengan sendirinya melalui mulut karena muntah
atau melalui anus bersama tinja (Ayu,2002).

Karena penularan Ascariasis terutama tergantung dari kontaminasi tanah


dengan tinja, penggunaan sanitasi yang baik merupakan tindakan
pencegahan yang terpenting. Belum ada cara yang praktis untuk
membunuh telur cacing yang terdapat di tanah liat dan lingkungan yang
sesuai (Ayu,2002).

Trichuris trichiura

a. Hospes dan Nama Penyakit

Hospes definitive cacing ini adalah manusia dan penyakit yang


disebabkannya disebutTrikuriasis.

b. Distribusi Geografis
Cacing ini tersebar luas di daerah beriklim tropis yang lembab dan panas,
namun dapat juga ditemukan di seluruh dunia (kosmopolit), termasuk di
Indonesia (Hart, 1997).

c. Morfologi dan Daur Hidup


Cacing dewasa betina panjangnya 35 sampai 50 mm, sedangkan cacing
dewasa jantan penjangnya 30 sampai 45 mm. Telurnya berukuran 50
sampai 54 x 32 mikron. Bentuknya seperti tempayan (tong) dan kedua
ujungnya dilengkapi dengan tutup (operkulum) dari bahan mucus yang
jernih. Kulit luar telur berwarna kuning tengguli dan bagian dalam jernih.
Telur yang sudah dibuahi dalam waktu 3 sampai 6 minggu akan menjadi
matang, manusia akan terinfeksi cacing ini apabila menelan telur matang,
di dalam usus halus telur ini akan menjadi dewasa dan berkumpul di kolon
terutama di daerah seklum. Proses dari telur sampai menjadi cacing
dewasa memerlukan waktu kurang lebih 1 sampai 3 bulan
(Onggowaluyo,2001).

d. Aspek Klinis
Infeksi berat terjadi terutama pada anak-anak, cacing ini tersebar di
seluruh kolon danrektum, cacing ini menyebabkan pendarahan di tempat
perlekatannya dan dapat menimbulkan anemia. Pada anak-anak infeksi
terjadi menahun dan berat (hiperinfeksi), gejala-gejala yang terjadi adalah
diare yang disertai sindrom, anemia,prolapsus rektal dan berat badan
menurun (Onggowaluyo, 2001). Anemia ini terjadi karena penderita
mengalami malnutrisi dan kehilangan darah akibat cacing menghisap
darah dan kolon yang rapuh.

e. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dengan menemukan telur dalam tinja atau
menemukan cacing dewasa pada penderita prolapsusrekti (pada anak).

f. Pencegahan
Infeksi yang disebabkan oleh Trichuris trichiura dapat dicegah dengan
pengobatan, pembuatan jamban yang sehat dan penyuluhan
tentang hygiene dan sanitasi kepada masyarakat (Onggowaluyo, 2001).

Cacing Tambang (Hookworm)

Terdapat dua spesies yaitu: Necator americanus (new world Hookworm)


danAncylostoma duodenale (old world Hookworm).
a. Hospes dan Nama Penyakit
Hospes definitive kedua cacing ini adalah manusia. Tempat hidupnya
dalam usus halus, terutama jejunum dan duodenum. Penyakit yang
disebabkan disebutNekatoriasis dan Ankilostomiasis.
b. distribusi geografis
Kedua parasit ini tersebar di seluruh dunia (kosmopolit), penyebaran yang
paling banyak di daerah tropis dan sub tropis. Lingkungan yang paling
cocok adalah habitat dengan suhu kelembaban yang tinggi, terutama
daerah perkebunan dan pertambangan (Onggowaluyo, 2001).

c. Morfologi dan Daur Hidup


Ukuran cacing betina 9 . 13 mm dan cacing jantan 5 . 19 mm.
Bentuk Necator americanus seperti huruf S, mulut dilengkapi gigi kittin,
dengan waktu 1 . 15 hari telur telah menetas dan mengeluarkan
larva rabditiform yang panjangnya kurang lebih 250 mikron. Selanjutnya
dalam waktu kirakira 3 hari, satu larva rabditiform berkembang menjadi
larva filariform (bentuk infektif) yang panjangnya kira-kira 500 mikron.
Infeksi pada manusia terjadi apabila larva filariform menembus kulit atau
tertelan (Ayu,2002).

Daur hidup kedua cacing tambang ini dimulai dari


larva filariform menembus kulit manusia kemudian masuk ke kapiler darah
dan berturut - turut menuju jantung kanan, paruparu, bronkus, trakea, laring dan terakhir dalam usus halus sampai
menjadi dewasa (Ayu,2002).

d. Aspek Klinis
Gejala permulaan yang timbul setelah larva menembus kulit adalah
timbulnya rasa gatal-gatal biasa. Apabila larva menembus kulit dalam
jumlah yang banyak, rasa gatal-gatal semakin hebat dan kemungkinan
terjadi infeksi sekunder. Apabila larva mengadakan migrasi ke paru maka
dapat menyebabkan pneumonitis yang tingkat gejalanya tergantung pada
jumlah larva (Ayu,2002).

e. Pencegahan
Ayu (2002) mengemukakan hal-hal yang perlu dibiasakan agar terhindar
dari penyakit cacingan adalah sebagai berikut: membiasakan buang air
besar di WC atau kakus dan menjaga WC atau kakus tetap bersih,
membiasakan mencuci tangan dengan air memakai sabun setelah buang
air besar, setelah bekerja dan sebelum makan. Data hasil penelitian (Ayu,
2002) mengemukakan bahwa 80% infeksi kecacingan terjadi karena
kontak dengan tanah melalui kuku yang kotor, makan menggunakan
tangan tanpa menggunakan sendok dan sering lupa mencuci tangan
sebelum makan yang semuanya merupakan potensi tertelannya telur
cacing (yang akan menetas di dalam tubuh manusia), pencegahan dapat
dilakukan dengan cara mencuci makanan, buah dan sayuran yang akan
dimakan dengan memakai air bersih, memakan daging yang dimasak
dengan matang, memakai sepatu atau sandal, minum air yang bersih,
memberi pengobatan dengan obat antelmintik yang efektif, terutama
golongan rawan, memberi penyuluhan kepada masyarakat mengenai
sanitasi lingkungan yang baik dan cara menghindari infeksi cacing-cacing
ini (Ayu,2002).

2.5 Protozoa
Protozoa adalah hewan-hewan bersel tunggal. Hewan-hewan itu
mempunyai struktur yang lebih mejemuk dari sel tunggal hewan
multiseluler dan walaupun hanya terdiri dari satu sel, namun protoza
merupakan organisme sempurna. Karena sifat struktur yang demikian itu,
maka berbagai ahli dalam zoology menamakan protozoa itu aseluler tetapi
keseluruhan organisme dibungkus oleh satu plasma membran
(Brotowijoyo, 1986. hal: 60).
Protozoa adalah mikroorganisme menyerupai hewan yang merupakan
salah satu phylum dari kingdom protista. Seluruh kegiatan hidupnya
dilakukan oleh sel itu sendiri dalam menggunakan organel-organel antara
lain membran plasma, sitoplasma, dan mitokondria (http://e-dukasi.net).
Protozoa adalah mikroorganisme menyerupai hewan yang merupakan
salah satu filum dari kingdom protista. Seluruh kegiatan hidupnya
dilakukan oleh sel itu sendiri dengan menggunakan organel-organel
antara lain Membrane plasma,Sitoplasma,Mitikondria. Protozoa berasal
dari kata protos berarti pertama dan zoa = zoo berarti hewan, jadi
protozoa adalah binatang yang pertama kali ada (Soemiadji, 1986 hal: 32).
Diantara jenisnya ada yang hidup bebas di alam dan ada pula yang hidup
sebagai parasit pada hewan atau manusia. Jenis yang hidup bebas banyak
terdapat di tempat yang becek, genangan air dan kolam, tidak terbatas di
air tawar tetapi juga di air asin (Soemiadji, 1986hal:32).

Filum protozoa merupakan hewan yang tubuhnya terdiri atas satu sel.
Nama protozoa berasal dari bahasa latin yang berarti hewan yang
pertama (proto = awal, zoon = hewan ). Hewan filum ini hidup di daerah
yang lembab atau berair, misal : di air tawar, air laut, air payau, dan tanah,
bahkan di dalam tubuh orgnisme lain. Protozoa ada yang hidup bebas,
komensal maupun parasit pada hewan lain. Hewan ini ada yang secara
individu (soliter) dan ada pula yang membentuk koloni (Soemiadji,1986
hal: 20). Sampai sekarang hewan-hewan yang termasuk dalam organisasi
tingkat protoplasma ini, tergabung dalam Philum : Protozoa (protos =
pertama, awal : zoon = hewan). Sering juga disebut bahwa protozoa ini
adalah hewan unicellular, sedang parazoa atau Metazoa adalah
multicelluler . hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa tubuh satu
organisme protozoa dapat disamakan dengan 1 cel parazoa atau metazoa.
(Brotowijoyo,1986).
Paramecium caudatum adalah kelompok protozoa yang sering dijumpai di
periran air tawar, misalnya sawah, kolam dan air yang mengenang.
Bentuknya menyerupai sandal, bagian anterior tumpul dan yang posterior
meruncing. Permukaan tubuhnya agak lentur namun bentuk tubuhnya
sudah tetap dan bagian ini disebut pellicle. Seluruh permukaan tubuhnya
ditumbuhi rambut getar yang disebut cillia, berfungsi sebagai alat gerak.
Didaerah pertengahan tubuhnya terdapat bentuk lekukan yang ujungnya
diakhiri degan bentuk kantung, ini disebut gulet. Bentuk kantung bila
terlepas dari gulet akan menjadi vakuola makanan. Sitoplasma dibedakan
menjadi dua yaitu bagian luar adalah ektoplasma dan bagian dalam
disebut endoplasma. Dibagian ektoplasma terdapat bentukan menyerupai
akar yang disebut trikosit. Fungi trikosit untuk melindungi diri dari
terhadap serangan lawan dan juga untuk menambatkan diri pada hewan
lain waktu mengambil makanan. Paramaecium caudatum mempunya dua
inti, yaitu mikronukleus dan dan makronukleus. Fungsi makronukleus
untuk mengatur proses metabolisme, sedangkan mikronukleus untuk
perkembangbiakan. Setiap sel paramaecium caudatum mempunyai dua
vakuola berdenyut, bentuk dan letaknya berbeda dengan vakuola yang
dimiliki Amoeba proteus, tetapi fungsinya sama yaitu untuk eliminasi dan
mengeluarkan air dari sitoplasma (Soemadji, 1986 hal: 308).
Merupakan filum hewan bersel satu yang dapat melakukan reproduksi
seksual (generatif) maupun aseksual (vegetatif).Habitat hidupnya adalah
tempat yang basah atau berair. Jika kondisi lingkungan tempat hidupnya
tidak menguntungkanmaka protozoa akan membentuk membran tebal dan
kuat yang disebut Kista. Ilmuwan yang pertama kali mempelajariprotozoa
adalah Anthony van Leeuwenhoek. (Brotowijoyo,1986).

BAB III
BAHAN DAN METODA
3.1.Cara Cara Membersihkan Alat
3.1.1. Judul dan tujuan :
Judul praktikum kali ini adalah cara cara membersihkan alat alat gelas
dan tujuannya untuk Memahami berbagai macam cara /prosedur
membersihkan alat-alat gelas.
3.1.2. Cara kerja :
a.

Alat gelas yang masih baru

Masukkan alat- alat gelas (tabung reaksi,pethridish,erlemenyer)Yang


masih baru ke dalam larutan Na3PO4 sampai mendidih beberapa saat.Cuci
hingga bersih dan rendam dalam HCL 1% selama 24 jam untuk melarutkan
lapisan fosfat.cuci lagi dengan air dan bersihkan dengan aquades lalu
keringkan dalam oven.
b.

Alat-Alat gelas yang sudah dipakai:

Sterilkan semua alat yang sudah dipakai dalam autoclav pada tekanan 15
lbs(2 atm Dan tempereratur 121C).rendam dengan Na3PO4selama
beberapa menit.setelah agak dingin disikat sampai bersih dan cuci dengan
air,kemudian di rendam dalam larutan HCL 1%.cuci lagi dengan air dan
aquades,keringkan dalam oven.
c.

Pipet yang masih baru :

Masukkan pipet kedalam larutan Na3PO4 1% selama 10 menit,cuci dengan


air bersih dan aquades.keringkan dengan oven.
d.

Pipet yang sudah dipakai

Pipet yang sudah dipakai untuk mengambil mikroba harus didisenfeksi


dengan larutan fenol 5% atau disenfektan lain.kemudian keringkan
keringkan.renda dalam larutan NaPO4 1% selama 10menit,cuci dengan air
aquades dan keringkan.rendam dalam larutan HCL 1% untuk melarutkan
vosfat pada gelas selama 24 jam,kemudian cuci dengan air dan bersihkan
dengan aquades dan keringkan dengan oven.
e.

Objek glass yang masih baru

Rendam objek glass dalam larutan alkohol asam(HCL3%) selama beberapa


jam.cuci dengan air dan bersihkan dengan aquades.keringkan dengan
menggosok dengan kain halus,jangan sampai terjadipengotoran lemak

darin tangan,jadi pegang pada tepinya saja,simpan dalam


tutupataupetridish sebaelum dipakai.
f.

Cover glass yang masih baru

Masukkan cover glass satu persatu kedalam larutan alkohol asam dancuci
satu persatu dengan air bersih.keringkan dan simpan dalam tempat
tertutup atau dalam petridids.
g.

Objek glass dan cover glass yang sudah dipakai

Rendam dalam NaPO4 1% selama 15 menit,cuci dengan air dan rendam


dalam larutan HCL 1%.
3.2. Pembuatan Media Kultur Mikroorganisme
3.2.1.

judul dan Tujuan

Adapun judul dari praktikum kali ini yaitu Media Pertumbuhan, ini
bertujuan agar mahasiswa dapat membuat media pertumbuhan Nutrient
Agar dan Potato Dextrose Agar.
3.2.2.

Alat dan Bahan

Pembuatan Potato Dextrose Agar Aquadest 1 liter, Kentang 200 gr,


Dextrose 20 gr, Agar 2 sachet, Kompor elektrik, Gelas piala besar dan
pengaduk, juga antibiotic Pembuatan Nutrient Agar Yeast ekstrak/ Beef
Ekstrak, Pepton 5 gr, Agar 15 gr, Aquadest 1 liter, Kompor elektrik dan
Gelas piala dan pengaduk
3.2.3.

Cara kerja

Pembuatan Potato Dextrose Agar Kentang dikupas, lalu dipotong balok


ukuran 1 x 1 cm, Kentang lalu direbus dengan aquadest sebanyak 1 liter,
Lalu kentang disaring, Lalu dimasak kembali dan dicampur agar perlahan
sambil diaduk hingga mendidih, Jika diperlukan dapat ditambahkan
antibiotic untuk mengambat pertumbuhan bakteri pada media tersebut.
Dan dimasukkan pengaduk supaya agar dan pati kentang itu bercampur
secara merata setelah itu dimasukkan ke botol hingga dingin dan padat.
Pembuatan Nutrient Agar Masukkan air kedalam wadah lalu dimasak, Lalu
masukkan agar, Lau ditambahkan pepton dan yeast ekstrak/beef ekstrak,
Aduk perlahan sampai mendidih. Kemudian dimasukkan ke dalam botol
kemudian didinginkan.
3.3. Isolasi jamur
3.3.1. Judul dan Tujuan

Pratikum dengan judul Pembiakan Murni Jamur ini bertujuan untuk


merangsang perkebangan jamur pada jaringan/ inangnya.
3.3.2.

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah Aquadest,
Alkohol 70%, Cawan petri plastic, Pinset, Pisau pemotong/gunting dan
Kertas saring
3.3.3.

Cara kerja

Cara kerja pada praktikum ini yaitu, bersihkan daun atau bagian tanaman
yang yang terinfeksi jamur rendam dalam aquadest lalu paandahkan
rendam ke alkohol 70% selama setengah menit lalu rendam kembali di
aquadest, Lalu dikeringanginkan, Siapkan dua petridish plastik, masukkan
kertas saring didalamnya lalu lembabkan jertas saring tersebut dengan
aquadest, kemudian daun atau bagian tanaman yang terinfeksi jamur
yang telah dikeringanginkan diletakkan pada kertas saring yang telah
dilembabkan, lalu tutup cawan petri tersebut, Lalu diinkubasi selama 2 x
24 jam pada suhu ruangan.
3.4. Pembiakan protozoa
3.4.1 Judul dan tujuan
Adapun judul dari praktikumnya yaitu pembiakan protozoa dan
untuk tujuannya yaitu untuk mendapatkan protozoa yang terdapat pada
rendaman air jerami.
3.4.2 Bahan dan Alat
Adapun bahan dan alat dari praktikum tentang pembiakan
protozoa yaitu akuades 300 ml, jerami 25 gr, pisau, Erlenmeyer 250 ml
3.4.2 Cara Kerja
Adapun cara kerja dari praktikum kali ini yaitu, potong jerami
sepanjang 3 cm, kemudian di isi Erlenmeyer dengan akuades dan masukan
potong jerami yang telah ditimbang sebanyak 20 gr, setelah itu baru di
inkubasi selama 2 hari.
3.5. Biakan Murni Jamur
3.5.1

Judul dan Tujuan

Judul nya adalah pembiakan murni jamur dan tujuannya adalah untuk
menisolasi dan mengindentifikasi jamur yang berasal dari moist chamber.
3.5.2

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan yaitu, biakan jamur dari moist
chamber,aquadest,alcohol 70 %, kertas saring, medium PDA, pisau silet,
petri dish plastic dan kaca, lampu spiritus, jarum ose, pinset, incubator
dan entcase.
3.5.3

Cara Kerja

Panaskan terlebih dahulu media PDA sampai mencair dan kemudian


dibiarkan dingin hingga mencapai suhu 50C, kemudian tuangkan media
PDA kedalam petridish dan dibiarkan dingin dan padat, lalu sterilkan
jarum ose, diambil jamur dari biakan dan dipindahkan secepatnya pada
bagian tengah petridish kemudian diberi label dan diinkubasikan dalam
incubator, setelah 2 x 24 jam diamati pertumbuhannya dan digambarkan,
pengamatan secara makroskopis meliputi : bentuk koloni,ukuran
koloni,warna koloni, dan bentuk areal miselia kemudian untuk mikroskopis
meliputi : hifa, spora, dan konidia.
3.6. Pengenalan Mikroba
3.6.1

Judul dan Tujuan

Judul dari praktikum ini adalah pengenalan mikroba dan tujuannya adalah
untuk mengenal beberapa jenis jamur dan struktur tubuhnya.

3.6.2

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum Pengenalan Mikroba


yaitu biakan jamur (pada roti,tongkol jagung, dan tempe), aquadest steril,
kapas,kertas saring,jarum preparat, objek glass dan cover glass, dan
mikroskop.
3.6.3

Cara Kerja

Cara kerja pada pengenalan mikroba pertama Bersihkan objek glass


dengan alcohol sampai bebas dari debu dan lemak,kemudian ditetesi
akuades pada bagian tengahnya, diambil sedikit jamur pada roti dengan
jarum preparat, kemudian di letakkan diatas objek glass yang telah
ditetesi akuades, jika massa miselia mengumpul dipisahkan dengan
menggunakan dua jarum preparat, kemudian tutup dengan cover glass,
dijaga agar tidak ada gelembung gelembung udara, lalu diamati dengan
mikroskop perbesaran lemah (10 x 10) dan perbesaran sedang (10 x 45).
3.7. Isolasi Bakteri
3.7.1. Judul dan tujuan

Praktikum ini berjudul Isolasi Bakteri Dan Tujuannya adalah Untuk


mengisolasi,mengidentifikasi dan membiakkan bakteri yang terdapat pada
tanaman.
3.7.2

Alat Dan Bahan

Adapun Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah


Petridisk,Bunsen,pipet tetes,testub,Micropipet,mortal,pinset. Sedangkan
Bahan yang digunakan adalah Tanaman yang bergejala bakteri,
aquades,media NA, Dan Alkohol.
3.7.3

Cara Kerja

Bagian tanaman yang bergejala penyakit dipotong (0,5 bagian yang sakit
dan 0,5 bagian yang sehat), kemudian sterilisasi permukaan dengan
aquadest-alkohol-aquadest masing-masing selama 2 menit,sampel
dimaserasi (penghancuran) dengan mengunakan mortal dengan
menambah 10 ml aquades, sampel yang mengandung bakteri dimasukkan
kedalam testub pertama (1/10 atau 10-1) kemudian divortek, diambil 1 ml
dari tabung 10-1 dengan pipet ukur kemudian dipindahkan ke tabung 10 2
kemudian divortek,lakukan hal yang sama sampai pengenceran 10-6, hal
yang perlu diingat bahwa pipet ukur yang digunakan harus selalu
diganti,artinya setiap tingkat pengenceran digunakan pipet ukur steril
yang berbeda atau baru. Prinsipnya bahwa pipet tidak perlu diganti jika
memindakan cairan dari sumber yang sama, Ambil 1 ml cairan dari
pengenceran 10-5 dan 10-6 dengan pipet ukur dan masukkan kedalam
testub yang telah diisi media NA 9 ml,kemudian di vortek, setelah itu
tuangkan ke dalam cawan petri dan tunggu sampai media NA
padat,letakkan cawan petri tersebut di dalam ruang isolasi dengancara
membalik petri, Di incubasi selama 2 x 24 jampada suhu kamar, Amati dan
identrifikasi koloni bakteri yang tumbuh.
3.8. Biakan Murni
3.8.1. Judul dan Tujuan
Praktikum ini berjudul Biakan Murni dan bertujuan mempelajari
mendapatklan biakan biakan murni dari suatu biakan campuran.
3.8.2. Alat Dan Bahan
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu Jarum Ose,bunsen
dan mikroskop, Sedangkan Bahan yang digunakan yaitu suspensi
campuran, Petridisc yang telah berisi NA.
3.8.3.Cara Kerja

Setelah bakteri yang diisolasi tumbuh dalam cawan petri, maka dilakukan
metode gores untuk mendapatkan biakan murni dari bakteri yang
digunakan, dengan Memasukkan media NA kedalam cawan petri sebanyak
9 ml, dinginkan sampai agar padat,lakukan sterilisasi pada jarus ose
dengan cara membakar ose pada bunsen sampai ose kemerahmerahhan,jarum ose yang telah disterilisasi didinginkan kedalam cawan
petri yang telah di isi NA baru pada bagian pinggir,Ambil satu koloni jamur
dengan jarum ose,sentuh kan jarum ose kedalam medium dan goreskan
secara kontinyu sampai setengah permukaan agar dan lanjutkan goresan
sampai habis, Di incubasi selama 2 x 24 jam, Dan setelah tumbuh di
dokumentasikan.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
(Hasilnya berupa dokumentasi dari objek yang di praktikumkan)

4.2

PEMBAHASAN

4.2.1

Cara membersihkan alat alat

Pada praktikum mikrobiologi hal yang pertama yang perlu dilakukan


adalah kita harus mengenal alat alat praktikum dan tahu cara
membersihkan alat alat praktikum tersebut. Untuk alat alat yang masih
baru kita bersihkan dengan memasukkkannya ke dalam larutan Na3PO4
sampai mendidih agar debu atau mikroba yang terdapat pada alat alat
itu hilang kemudian dicuci dan setelah itu direndam dalam HCl untuk
melarutkan lapisan fosfat. Lalu di cuci dan dibersihkan lagi dengan
aquadest dan di keringkan dalam oven agar alat alat itu benar benar
steril.
Untuk alat alat yang sudah dipakai kita juga perlu untuk
mensterilkannya agar ketika melakukan praktikum dengan objek lain,
mikroba yang masih menempel di alat alat itu tidak mengganggu
kegiatan praktikum, alat alat yang sudah dipakai itu dibersihkan dengan
cara mensterilkan alat alat itu si autoclave pada tekanan 15 lbs dengan
temperature 121 derajat celcius selama 20 menit untuk menghindarkan
bahaya bakteri pathogen, kemudian di rendam pada larutan Na3PO4
setelah itu dicuci dengan air dan dimasukkan lagi ke dalam larutan HCl 1%
lalu dicuci dengan aquadest dan di keringkan dalam oven.
Jika semua alat yang masih baru maupun yang sudah dipakai itu dalam
keadaan steril maka praktikum bias dijalankan. Diman alat alat yang
digunakan adalah botol scoat, Erlenmeyer, petri dish, objek glass, test
tube, cover glass, jarum ose, lumpang poreslin, autoclave, kompor,
microwave, incubator, colony comter, oven, shaker, vortek, laminar,
mikrotube, batang pengaduk dan spiral.

4.2.2

Pembuatan media

Medium pertumbuhan mikrobia adalah suatu bahan yang terdiri dari


campuran nutrient yang diperlukan mikrobia untuk pertumbuhannya.
Untuk memberikan kondisi hidup yang cocok bagi pertumbuhan bakteri
maka media harus mengandung semua zat hara yang mudah digunakan
oleh mikroba, harus mempunyai tekanan osmosis, tegangan permukaan,
dan pH yang sesuai dengan kebutuhan mikroba yang ditumbuhkan
serta tidak mengandung zat-zat yang dapat menghambat pertumbuhan
mikroba, dan harus berada dalam kondisi yang sterilsebelum digunakan.
Medium NA berdasarkan susunan kimianya merupakan medium
nonsintetik/semi almiah, berdasarkan konsistensinya merupakan medium
padat.Medium ini digunakan untuk pertumbuhan bakteri. Medium PDA
menurutkonsistensinya termasuk medium padat, berdasarkan susunan

kimianya termasuk non sintetik/semi alamiah. Medium PDA digunakan


untuk menumbuhkan jamur (fungi).
Komposisi yang digunakan untuk membuat medium NA seberat 11,5gram
adalah bacterial pepton 5 gr/l, meal extract 3 gr/l, agar 15 gr/l dan
aquades500 ml. Sedangkan untuk media PDA seberat 19,5 gram, bahan
yang digunakanmeliputi potato extract 4 gr/l, glukosa 70 gr/l, agar 15 gr/l
dan aquades 500 ml.Komposisi NA yang terdiri dari: meal
ekstract berfungsi sebagai sumber karbohidrat, mengandung senyawa
nitrogen organik yang dibutuhkan mikroba.Pepton merupakan sumber
protein dan penghasil nitrogen, agar berfungsi sebagai pemadat medium,
dan aquades berfungsi sebagai pelarut.

Komposisi PDA yang terdiri dari: glukosa berfungsi sebagai sumber


karbon. Potatoekstract sebagai sumber karbohidrat, agar berfungsi
memadatkan medium serta aquades berfungsisebagai pelarut dan sumber
oksigen. Medium NA pada tahap akhir berwarnakuning sedangkan medium
PDA berwarna kuning pucat.

4.2.3

Isolasi jamur

Pada praktikum isolasi jamur, kita mengisolasi jamur yang terdapat pada
tanaman, pada praktikum ini kita gunakan jamur yang terdapat pada
cabai, kita mengisolasi jamur pada cabai dengan memotong bagian yang
terserang jamur pada cabai dengan ukuran 1 x 1 cm, dimana bagian yang
diisolasi itu setengah masih sehat dan setengah nya lagi yang terserang
jamur itu tujuannya agar saat dimasukkan ke media PDA, jamur itu bisa
bertahan dengan memakan bagian tanaman yang masih sehat itu dan bias
berkembang agar kita bias mengamati perkembangan jamur itu. Tapi
media PDA yang berisi biakan jamur itu kita letakkan di incubator untuk
diinkubasi, karena jika kita letakkan di sembarang tempat besar
kemungkinan jamur itu terganggu perkembangbiakannya tapi diinkubator
itu bias di sesuaikan suhu yang pas untuk perkembangan jamur tersebut.
4.2.4 Pembiakan protozoa
Dari hasil praktikum terlihatlah bahwa protozoa pada jerami ada.
Praktikan mengunakan bahan dengan potongan jerami yang di timbang
sebanyak 20 gr yang kemudian di inkubasi selama 2 hari, setelah itu baru
praktikan melihatnya di bawah mikroskop dengan mengambil sampel
airnya setetes. Protozoa yang praktikan lihat persis sama dengan
protozoa yang ada pada penelitian sebelum sebelumnya.

4.2.5

Biakan murni jamur

Pada praktikum biakan murni jamur ini, kita akan mengidentifikasi jamur
yang berasal dari moist chamber dengan mengambil biakan jamur
kemudian dipindahkan ke media PDA yang baru. Setelah itu diinkubasi
selama 2 x 24 jam. Hasil pengamatan yang didapat adalah bentuk koloni
nya bulat, ada yang bergerombol atau berkumpul da nada juga yang
tunggal, kemudian ukuran koloni nya ada yang kecil da nada juga yang
besar dan warna koloninya adalah putih, bentuk areal miselia nya seperti
jala. Dengan sangat cepat jamur itu berkembangbiak karena jamur itu
memperbanyak dirinya dalam hitungan detik jadi perkembangannya
sangat cepat.
4.2.6

Pengenalan mikroba

Pada praktikum pengenalan mikroba, diamati jamur yang ada pada


roti,tongkol jagung dan tempe. Setelah diamati dengan mikroskop terlihat
jamur seperti yang ada pada hasil, tapi untuk menentukan jamur yang
terlihat itu kita harus tahu jamur apa yang terdapat pada
roti,jagung,maupun tempe. Jamur yang terdapat pada sampel yaitu
aspergillus pada roti kemudian aspergillus dan rhizopus pada tongkol
jagung, dan rhizopus pada tempe. Setelah kita tahu nama jamurnya, kita
menentukan ciri ciri jamur itu, aspergillus dan rhizopus itu hamper sama
bentuknya, bentuknya seperti benang tapi rhizopus itu terlihat lebih jelas
bentuknya. Untuk tipe sporanya juga sama yaitu bulat,oval, atau
berbentuk elips atau silinder sedangkan untuk struktur hifanya itu berupa
benang benang yang berkumpul seperti benang kusut.Kemudian tipe
spora jamur jamur itu adalah bulat,oval, atau berbentuk elips atau
silinder sedangkan genus dari aspergillus sp ini adalah aspergillus dan
genus dari rhizopus sp adalah rhizopus.

4.2.7

Isolasi bakteri

Untuk prraktikum isolasi bakteri, kita mengambil sampel bakteri yang


terdapat pada tanah vegetasi dan non vegetasi, untuk mengambil sampel
nya yang akan biakkan, terlebih dahulu sampel tersebut dimaserasi
dengan menggunakan mortal. Sampel tanah yang mengandung bakteri
dimasukkan ke dalam tabung reaksi pertama yang berisi 9 ml air
kemudian di vortek lalu diambil dari tabung itu 1 ml dengan mikro pipet
kemudian dipindahkan ke tabung reaksi yang kedua kemudian di vortek
kembali, itu dilakukan sampai pada tabung reaksi yang ke enam, dan
sampel yang diambil untuk dimasukkan ke cawan petri adalah pada

tabung reaksi yang kelima dan keenam karena pada tabung reaksi yang
kelima dan keenam lebih bagus untuk dibuat sampel pengamatan dan
tanah yang ada juga sudah sedikit. Setelah sampel diambil dituangkan ke
media NA dengan cara membalikkan cawan perti untuk menghindarkan
terjadinya kontaminasi kemudian diinkubasi selama 2 x 24 jam pada suhu
kamar.
4.2.8

Biakan murni

Biakan murni bakteri adalah biakan yang terdiri atas satu spesies bakteri
yang ditumbuhkan dalam medium buatan. Medium buatan tersebut
berfungsi sebagai medium pertumbuhan. Pada medium ini bakteri dapat
tumbuh dan berkembangbiak. Bahan dasar yang digunakan untuk medium
pertumbuhan ini adalah agar-agar. Untuk bakteri heterotrof, medium
dilengkapi dengan air, molekul makanan (misal gula) sumber nitrogen dan
mineral. Untuk hasil yang lebih baik agar bakteri tumbuh, alat dan bahan
yang digunakan disterilkan terlebih dahulu.
Untuk biakan murni ini kita gunakan metode cawan gores, dengan
mengambil koloni bakteri dari hasil isolasi bakteri tanah vegetasi /
nonvegetasi yang sudah diinkubasi selama 2 x 24 jam. Teknik goresan
yang kita gunakan adalah teknik goresan kuadran. Prinsipnya adalah sam
dengan yang lainnya yaitu pengenceran dimana goresan pertama paling
pekat kemudian menjadi semakin encer pada goresan keempat yang
terletak di tengah tengah media. Jika penggoresan ini dilakukan dengan
baik akan menghasilkan terisolasinya mikroorganisme, dimana setiap
koloni berasal dari satu sel. Berdasarkan hasil pembiakan pada media
agar di cawan petri, setelah diinkubasi selama 2 x 24 jam akan tampak
koloni yang bertumpuk atau bergerombol tebal pada media agar yang
digores.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Cara membersihkan alat alat
5.1.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diperoleh suatu
kesimpulan, dimana sterilisasi merupakan suatu proses pemusnahan
mikrobia yang tidak kita inginkan dengan cara membunuh
mikroorganisme tersebut.Metode sterilisasi dapat menggunakan cara
pemanasan, menggunakan bahan kimia, penyaringan serta radiasi.
Pemanasan dapat terbagi menjadi 2 meliputi pemanasan basah dengan
uap air panas dan Auto clave , sedangkan pemanasan kering dengan
cara dibakar serta uap panas.
5.1.2 Saran
Saat melakukan sterilisasi sebaiknya praktikan harus serius dalam
melakukannya agar tidak terjadi kecelakaan.

5.2 Pembuatan media


5.2.1 Kesimpulan
Tahapan pembuatan medium tumbuh mikroba meliputi
pencampuran semua bahan yang digunakan, yang kemudian dengan
proses sterilisasi basah(auto clave) dan terakhir menginkubasi medium
tersebut paling sedikit 2 x 24 jam.Medium NA pada tahap akhir berwarna
kuning, sedangkan medium PDA berwarna kuning pucat. Medium NA
berguna untuk menumbuhkan bakteri danmedium PDA berguna untuk
menumbuhkan fungi.
5.2.2 Saran
Dalam pembuatan medium, sebaiknya praktikan melaukukannya dengan
sungguh sungguh karena jika komposisi yang di buat salah maka media
yang dibuat tidak berhasil.

5.3 Isolasi jamur


5.3.1 Kesimpulan
Dengan isolasi jamur yang diletakkan pada media PDA dibuat
setengah sakit dan setengahnya sehat agar jamur itu bias berkembang
dan mendapatkan makanan yang cukup untuk pertumbuhannya selama
diinkubasikan.
5.3.2 Saran
Praktikan harus hati hati dalam mengisolasi jamur agar hasil yang
didapatkan maksimal, semoga pada praktikum selanjutnya bias berjalan
dengan lancer.

5.4 Pembiakan protozoa


5.4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat di ambil dari praktikum tentang
pembiakan protozoa yaitu ternyata pada rendaman jerami padi terdapat
dan protozoa dapat berkembang cepat direndaman jerami tersebut.
5.4.2 Saran
Untuk praktikum selanjutnya, praktikan akan lebih teliti lagi
supaya hasil yang praktikan dapatkan lebih akurat dan mendapatkan data
yang diinginkan.

5.5 Biakan murni jamur


5.5.1 Kesimpulan
Biakan jamur dari moist chamber pada isolasi jamur berkembang dengan
baik dimana warna koloni dari biakan jamur itu berwarna putih. Biakan
murni adalah biakan yang sel sel nya berasal dari pembelahan satu sel
tunggal, biakan murni dapat diperoleh dengan cara metode cawan tuang
dan metode cawan sebar.
5.5.2 Saran
Praktikan harus berhati hati dalam memasukkan jamur ke dalam media
PDA dan dalam mensterilkan jarum ose juga harus berhati hati dan

dipastikan jarum ose itu benar benar steril agar tidak terjadi
kontaminasi.

5.6 Pengenalan mikroba


5.6.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan pada objek pengenalan mikroba
dapat disimpulkan bahwa jenis jamur yang ada pada roti adalah
aspergillus, pada tongkol jagung aspergillus dan rhizopus dan pada tempe
adalah rhizopus, kemudian strukturnya hamper sama yaitu seperti
benang.
5.6.2 Saran
Dalam mengambil sampel harus sesuai kebutuhan dan tidak boleh terlalu
banyak agar labih mudah untuk mengamatinya di mikroskop dan
praktikan lebih mudah melihat srtuktur dari jamur tersebut.

5.7 Isolasi bakteri


5.7.1 Kesimpulan
Sampel yang digunakan untuk praktikum ini adalah tanah vegetasi dan
non vegetasi dan yang akan dibiakkan dan dimasukkan ke dalam media
NA adalah pada tabung reaksi yang ke lima dan ke enam yang sudah di
vortek.
5.7.2 Saran
dalam memvortek praktikan harus berhati hati agar air yang ada pada
tabung reaksi tidak tumpah sehingga tidak menimbulkan kotor.

5.8 Biakan murni


5.8.1 Kesimpulan
Pada biakan murni bakteri digunakan bakteri pada tanah vegetasi dan
nonvegetasi yang sudah di vortek dengan menggunakan metode cawan
gores dan hasil biakannya terlihat koloninya berwarna merah baik
pada tanah vegetasi maupun non vegetasi dan bentuk koloninya itu bulat
atau oval kemudian ukuran koloninya ada yang besar, kecil, bergerombol
dan tunggal (sendiri).

5.8.2 Saran
Dalam melakukan goresan pada metode cawan gores, praktikan harus
berhati hati jangan sampai merusak media karena jika media rusak,
mungkin biakan tidak berkembang dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Ayu.2002.biologi umum.erlangga:Jakarta.
Banyu.2010.Algae.http://banyublogz.blogspot.com/2010_01_01_archive.ht
ml Diakses
tanggal 10 Oktober 2010.

Brotowijoyo.1986.Protozoa.Bandung : Grafindo.
Carter, JB.; Saunders, VA. (2007), Virology: Principles and Applications,
England: John Wiley & Sons, Ltd.
Cheville, NF. (1994), Ultrastructural Pathology : an Introduction to
Interpretion, Iowa: Iowa State University Press,
Hadioetomo, R.S. 1993.Mikrobiologi Dasar dalam Praktik : Teknik
dan Prosedur
Dasar Laboratorium. PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
http://blog.unila.ac.id/wasetiawan/protozoa.
http://didik-abd.blogspot.com

http://e-dukasi.net/protozoa.
http://smart-pustaka.blogspot.com/2011/03/
Karman, Oman.2007.Cerdas Belajar Biologi.Bandung:Grafindo
Kusnadi, Peristiwati, Ammi Syulasmi, Widi Purwianingsih, &
DianaRochintaniawati. 2003. Mikrobiologi.FMIPA Biologi:UMY.

Lay, B.W & S. Hastowo. 1992.Mikrobiologi. Rajawali Pers, Jakarta.

Nermut, MV.; Steven, AC. (1987), Animal Virus Structure, New York:
Elsevier Science Publishing Company
Onggowaluyo.2001.Biologi.UMM Press : Malang.

Rapley, R. (2005), Medical Biomedical Handbook, New Jersey: Humana


Press
Soemiaji.1986.Biologi.Bandung:Erlangga.
Suriawirnia, U. 1995.Pengantar Biologi Umum. Angkasa, Bandung.

Volk & Wheeler. 1993.Mikrobiologi dasar . Penerbit Erlangga, Jakarta.

Waluyo, L. 2005.Mikrobiologi Umum. UMM Press:Malang.

Anda mungkin juga menyukai