dan perhitungan mol dari Cl dalam 1mL Nitella sp.: 2.3x10-3. Sedangkan perbandingan
akumulasi didapatkan 150.50, ini didapat dengan cara mol Nitella sp. dibagi dengan mol air
kolam dan dikali dengan faktor pengenceran (menggunkan faktor pengenceran 50). Adanya
akumulasi Cl pada tumbuhan ini disebabkan Cl merupakan unsur hara mikro yang berfungsi
sebagai pertumbuhan akar dan terhambat jika tidak ada (Hardjowigeno, 1989), selain itu Cl
merupakan unsur esensial mikro yang mutlak diperlukan oleh tumbuhan dalam hal 1. Fungsi dan
peranan unsur ini tidak dapat digantikan dengan unsur lain, 2. Fungsi dan peranan bio- kemisnya
secara spesifik, 3. Fungsi dan peranannya secara langsung dalam proses fisiologis tanaman
(http://www.tanindo.com/abdi4/hal2701.htm.). SIMPULAN
disimpulkan bahwa adanya akumulasi ion Cl pada tumbuhan Nitella sp.ini disebabkan adanya
proses akumulasi yang diketahui dengan proses titrasi menggunakan larutan AgNO3 yang
menggunakan indikator K2CrO4 dengan perubahan warna merah bata. Pada hasil pengamatan
akumulasi Cl pada Nitella sp.adalah 2.3x10-3 dan rasio perbandingannya adalah 105.50.
DAFTAR PUSTAKA Campbell dan Reece. 2002 Biologi Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta :
Erlangga. Hardjowigeno, Sarwono. 1989. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta [Anonim].
2009. Pengaruh Unsur Esensial TerhadapPertumbuhan dan Produksi Tanaman. [Terhubung
berkala]. http://www.tanindo.com/abdi4/hal2701.htm. (23 April 2011) JAWABAN
PERTANYAAN 1. Perhitungan mol dari Cl dalam 1mL larutan NaCl : Mol AgNO3 = Vol.
AgNO3 X Konsetrasi AgNO3 = 3.7 X 0.002 = 0.074 mol Mol Cl = Ar Cl / Mr NaCl X mol
AgNO3 = 35.5 / 58.5 X 0.074 = 4.2 x 10-2 mol Pernitungan mol dari Cl dalam 1mL larutan tidak
diketahui : Mol AgNO3 = Vol. AgNO3 X Konsetrasi AgNO3 = 2.45 X 0.002 = 0.049 mol Mol Cl
= Ar Cl / Mr NaCl X mol AgNO3 = 35.5 / 58.5 X 0.049 = 5.9 x 10-2 mol Perhitungan mol dari
Cl dalam 1mL larutan air kolam : Mol AgNO3 = Vol. AgNO3 X Konsetrasi AgNO3 = 0.9 X
0.002 = 0.0018 mol Mol Cl = Ar Cl / Mr NaCl X mol AgNO3 = 35.5 / 58.5 X 0.0018 = 1.09 x
10-3 mol Perhitungan mol dari Cl dalam 1mL larutan Nitella sp. : Mol AgNO3 = Vol. AgNO3 X
Konsetrasi AgNO3 = 1.9 X 0.002 = 0.0038 mol Mol Cl = Ar Cl / Mr NaCl X mol AgNO3 =
35.5 / 58.5 X 0.0038 = 2.3 x 10-3 mol 2. Ini disebabkan proses difusi akan terjadi apabila ada
perbedaan (gradien) konsentrasi dan akan terhenti jika terjadi keadaan setimbang (isotonis),
sedangkan akumulasi adalah proses penambahan substansi yang mempunayai konsentrasi lebih
tinggi dari membran satu ke membran lain. Jadi akumulasi terjadi penambahan sedangkan difusi
tidak ada penambahan apa pun. 3. Penyebab tidak adanya akumulasi ion ion pada sel sel
tanaman dalam keadaan tanpa oksigen adalah tidak adanya energi, karena proses akumulasi
memerlukan energi yang berasal dari proses repirasi aerobik dimana respirasi ini memerlukan
oksigen. 4. Untuk memungkinkan terjadinya penyimpanan ion dan molekul adalh dengan proses
pengangkutan linarut melintasi tonoplas ke dalam vakuola pusat menggunakan energi dari
pompa ATPase. 5. Pada akumulasi ion terjadi penambahan yang masuk atau terdapat di dalam sel
daripada ion yang keluar, sedangkan pada difusi ada kemungkinan ion yang keluar dari sel
tumbuhan tersebut. Jadi akumulasi lebih penting karena kemungkinan sedikit ion yang keluar
akibat akumulasi ini. Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ
Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ
Menurut buku Petunjuk Praktis Bertanam Sayuran karangan Aksi Agraris Kanisius (AAK),
tumbuhan sangat bergantung kepada beberapa faktor penunjang yang sebagian kecil bersifat
terbatas dan dapat habis, seperti unsur hara dan mineral lainnya. Melalui penyerapan unsur hara
dan mineral dari dalam tanah maupun media tumbuh lainnya, tumbuhan dapat memperoleh zat
zat yang diperlukan, kemudian mengolahnya menjadi bahan bahan yang berguna bagi
kelangsungan proses menjadi tumbuhan baru.
Pada umumnya status nutrisi pada tanaman paling baik dicerminkan oleh kandungan hara
mineral pada daun dibandingkan dengan organ-organ lain. Oleh karena itu daun biasanya paling
sering digunakan sebagai sampel dalam analisis tanaman. Namun demikian dalam beberapa jenis
tanaman dan jenis-jenis hara tertentu kadang-kadang kandungannya berbeda antara lembaran
daun . Untuk tanaman buah-buahan seringkali buahnya merupakan indikator paling baik
terutama untuk kalsium dan boron yang sangat terkait erat dengan kualitas buah dan daya
simpan.
Penggunaan organ daun sebagai sampel juga perlu mempertimbangkan umur daun tergantung
jenis hara yang akan dianalisis. Untuk hara Cl-, N, K dan Mg daun dewasa lebih baik digunakan
sebagai indikator status hara karena pada daun muda ketiga hara tersebut konsentrasinya konstan
.Untuk kalium, daun muda tidak cocok sebagai indikator karena taraf defisiensi dan toksik
berkisar hanya dari 3,0 sampai 3,5% dibandingkan dengan 1,5 sampai 5,5% pada daun dewasa.
Sebaliknya untuk Ca, daun muda lebih cocok digunakan sebagai indkator karena gejala
defisiensi pertama terjadi pada bagian tersebut.
Untuk tanaman tingkat tinggi terdapat 13 jenis hara esensial yang terdiri atas kelompok hara
makro (N, P, K, S, Mg dan Ca) den kelompok hara mikro (Fe, Mn, Zn, Cu, B, Mo dan Cl)
(Janick et al, 1974; Hartman et al., 1981; Baligar dan Duncan, 1990). Selanjutnya Brown et
al. (1987 dalam Salisbury dan Ross,1992) menyajikan daftar unsur hara esensial dan
konsentrasinya dalam jaringan yang diperlukan agar tumbuhan dapat tumbuh dengan baik (Tabel
1). Disebutkan bahwa nilai konsentrasi tesebut menjadi pedoman yang berguna bagi para ahli
fisiologi, pengelola kebun dan petani, karena konsentrasi unsur-unsur dalam jaringan (terutama
dalam daun terpilih) lebih dapat dipercaya dari analisis tanah untuk menunjukkan apakah
tanaman akan tumbuh lebih baik dan/atau lebih cepat jika unsur tertentu diberikan lebih banyak.
Salah satu metode untuk menentukan unsur hara yang esensial bagi tanaman dan berapa
banyaknya adalah dengan menganalisis secara kimia semua unsur yang dikandung oleh
tumbuhan sehat dan berapa banyaknya unsur itu. Salisbury dan Ross (1992) menyebutkan
berdasarkan hasil analisis modern terhadap daun yang paling dekat dengan tongkol jagung muda
(daun bendera) yang diambil dari daun jagung dikebun yang dipupuk dengan baik menunjukkan
adanya konsentrasi 3 unsur esensial tambahan pada jagung yaitu seng, tembaga dan
boron. Sedangkan untuk mengetahui kadar Cl adalah dengan titrasi perak nitrat yang ditambah
dengan larutan kalium kromat
C. CARA KERJA
Langkah pertama :
1. Encerkan 5 ml larutan Natrium Klorida standar dengan aquades hingga volumenya mencapai
25 ml.
2. Tambahkan 1 ml Kalium Kromat (K2CrO4) 5%
3. Titrasi dengan larutan AgNO3 sampai terjadi perubahan warna cokelat kemerahan
4. Hitung normalitas AgNO3
Langkah kedua
1. Encerkan 1 ml cairan yang berasal dari ganggang Hydrilla sp. yang hidup dalam kolam,
menjadi 25 ml aquades
2. Tambahkan 1 ml Kalium Kromat 5%
3. Titrasi seperti di atas, sampai terjadi perubahan warna cokelat kemerahan.
4. Catatlah volume AgNO3 yang digunakan dan hitunglah konsentrasi Cl dalam selHydrilla sp.
Langkah ketiga
25 ml
Ratio akumulasi = Cl- dalam jaringan
Cl- dalam air
= 0,00088 = 1,57
0,00056
Data kelas
Kelompo
Nama
Tumbuhan
Eceng
Cl- dalam
Cl- dalam
sel
air
Parit
0,00128
0,00028
4,57
Habitat
Ratio
mangkok
2
Hydrilla sp.
Kolam
0,001176
0,000627
1,9
Hydrilla sp.
Kolam
0,00064
0,00064
Hydrilla sp
Kolam
0,00076
0,00036
2,1
Salvinia sp
Kolam
0,00088
0,00056
1,57
Genjer
Kolam
0,00216
0,00088
2,4
E. PEMBAHASAN
Adanya akumulasi hara mineral dalam sel tumbuhan dapat di buktikan dengan analisa hara yang
diselenggarakan baik pada cairan maupun pada medium. Pada praktikum kali ini, bahan yang
digunakan adalah tumbuhan air yaitu Salvinia sp yang hidup didalam air kolam agar
mempermudah dalam proses pengamatan serta langkah-langkah yang dilakukan lebih mudah.
Hal ini dilakukan untuk mengefisiensi waktu.
Unsur Cl- merupakan salah satu unsur hara esensial bagi tumbuhan. Hampir 90% dari seluruh
berat segar tanaman-tanaman tersebut adalah air, dan sisanya 10% berupa bahan kering terutama
terdiri atas 3 elemen yaitu carbon, hidrogen dan oksigen. Sebagian kecil dari bahan kering
tersebut, tetapi merupakan fraksi yang penting terdiri atas elemen-elemen lain yang secara
absolut dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman yaitu 13 elemen yang dikelompokkan sebagai
hara esensial (Cl-) bagi tanaman tingkat tinggi.
Kandungan klorida (Cl-) baik dalam cairan sel atau jaringan tumbuhan Salvinia spmaupun dalam
air kolam ditetapkan dengan titrasi perak nitrat (AgNO3).
NaCl + K2CrO4 + AgNO3 AgCl + Ag2CrO4 + KNO3 + NaNO3
Berdasarkan rumus kimia diatas, terjadi reaksi antara ion Cl- dengan perak membentuk AgCl.
Selain itu, perak nitrat juga bereaksi dengan kalium kromat menyebabkan titrasi pada jaringan
maupun air kolam berwarna cokelat kemerahan.
Adapun kemampuan tanaman untuk memperoleh hara dari tanah tergantung pada kompleks
faktor-faktor, seperti laju tanah mensuplai ion ke permukaan akar, laju akar mengeksplorasi tanah
yang belum tereksploitasi (unexploited) serta interaksi faktor lingkungan dan faktor
mikrobiologis. Tempat tumbuh yang berbeda, jenis tanaman yang berbeda, kebutuhan Cl- pada
masing-masing organ berbeda, tergantung pada ada atau tidaknya tanaman pesaing serta usia
organ juga mempengaruhi penyerapan unsur hara mikro Cl-. Hal ini juga bisa dilihat dari hasil
pengamatan yang kami lakukan bahwa ratio Cl- pada tiap-tiap tumbuhan berbeda-beda.
Terdapat perbedaan ion Cl- pada masing-masing organ yang berbeda-beda pula. Baik itu pada
organ akar, daun maupun batang. Selain itu, apabila dibandingkan dengan lingkungannya
berasal, ratio akumulasi ion Cl- lebih besar terdapat di daerah lingkungannya, yaitu air
dibandingkan dengan jaringan atau sel. Bias disimpulkan, akumulasi Cl- di dalam organ lebih
banyak dari tempat hidupnya.
F. KESIMPULAN
1. Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis data kelompok, ratio akumulasi ion Cl-dalam sel
dengan ion Cl- dalam air kolam tempat hidup daun Salvinia sp adalah 1,57.
2. Berdasarkan hasil data kelas, ratio akumulasi pada tiap-tiap spesimen berbeda-beda,
yaitu Hydrilla sp kelompok 2, 3, dan 4 berturut-turut adalah 1, sedangkan pada tanaman genjer
adala
3. Perbedaan hasil ratio akumulasi ion Cl- dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu : Tempat
tumbuh yang berbeda, jenis tanaman yang berbeda, kebutuhan Cl- pada masing-masing organ
berbeda, tergantung pada ada atau tidaknya tanaman pesaing serta usia organ tersebut.
4. Secara umum, ion Cl- lebih banyak berada di lingkungan atau tempat hidup tanaman tersebut
dibandingkan dengan jaringan atau selnya.
DAFTAR PUSTAKA
Tim fisiologi tumbuhan. 2009. Penuntun Praktikum FISIOLOGI
TUMBUHAN. Bandung : Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI.
Baligar, V. C. and R. R. Duncan. 1990. Crops as Enhancers of Nutrient Use. Academic Press,
Inc. Toronto. 574p.
Chen, Y., J. S. Smagula, W. Litten and S. Dunham. 1998. Effect of Boron and Calcium Foliar
Sprays on Pollen Germination and Development, Fruit Set, Seed Development, and Berry Yield
and Quality in Lowbush Blueberry (Vaccinium angustifolium Ait.). J. Amer. Soc. Hort. Sci.
123(4):524-531.
Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titran. Titrasi asam basa
berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa
dan sebaliknya.
Titran ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekuivalen (artinya secara
stoikiometri titran dan titer tepat habis bereaksi). Keadaan ini disebut sebagai titik ekuivalen.
Pada saat titik ekuivalent ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume titer
yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume titrant,
volume dan konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titrant.
TITIK AKHIR TITRASI
Titik akhir titrasi adalah keadaan dimana reaksi telah berjalan dengan sempurna yang biasanya
ditandai dengan pengamatan visual melalui perubahan warna indikator. Indikator yang
digunakan pada titrasi asam basa adalah asam lemah atau basa lemah. Asam lemah dan basa
lemah ini umumnya senyawa organik yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi yang
mengkontribusi perubahan warna pada indikator tersebut. Jumlah indikator yang ditambahkan
kedalam larutan yang akan dititrasi harus sesedikit mungkin, sehingga indikator tidak
mempengaruhi pH larutan dengan demikian jumlah titran yang diperlukan untuk terjadi
perubahan warna juga seminimal mungkin. Umumnya dua atau tiga tetes larutan indikator 0.1%
(b/v) diperlukan untuk keperluan titrasi. Dua tetes (0.1 mL) indikator (0.1% dengan berat
formula 100) adalah sama dengan 0.01 mL larutan titran dengan konsentrasi 0.1 M.
Berikut tabel indikator asam basa dengan rentang pH dan perubahan warna yang terjadi.
Indikator asam basa akan memiliki warna yang berbeda dalam keadaan tak terionisasi dengan
keadaan terionisasi. Sebagai contoh untuk indikator phenolphthalein (pp) seperti diatas dalam
keadaan tidak terionisasi (dalam larutan asam) tidak akan berwarna (colorless) dan akan
berwarna merah keunguan dalam keadaan terionisasi ( dalam larutan basa).
CARA MENGETAHUI TITIK EKUIVALEN
Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam basa:
dipengaruhi oleh pH. Penambahan indicator diusahakan sesedikit mungkin dan umumnya adalah
dua hingga tiga tetes.
Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih sedekat mungkin dengan
titik ekuivalen, hal ini dapat dilakukan dengan memilih indikator yang tepat dan sesuai dengan
titrasi yang akan dilakukan.
Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indikator disebut
sebagai titik akhir titrasi.
Ilustrasi dari peralatan titrasi yang biasanya digunakan dalam laboratorium sekolah.
Titrasi merupakan metode analisis kimia secara kuantitatif yang biasa digunakan
dalam laboratorium untuk menentukan konsentrasi dari reaktan. Karena pengukuran volum
memainkan peranan penting dalam titrasi, maka teknik ini juga dikenali dengan analisis
volumetrik. Analisis titrimetri merupakan satu dari bagian utama dari kimia analitik dan
perhitungannya berdasarkan hubungan stoikhiometri dari reaksi-reaksi kimia. Analisis cara
titrimetri berdasarkan reaksi kimia seperti: aA + tT hasil dengan keterangan: (a) molekul
analit A bereaksi dengan (t) molekul pereaksi T. Pereaksi T, disebut titran, ditambahkan secara
sedikit-sedikit, biasanya dari sebuah buret, dalam bentuk larutan dengan konsentrasi yang
diketahui. Larutan yang disebut belakangan disebut larutan standar dan konsentrasinya
ditentukan dengan suatu proses standardisasi. Penambahan titran dilanjutkan hingga sejumlah T
yang ekivalen dengan A telah ditambahkan. Maka dikatakan baha titik ekivalen titran telah
tercapai. Agar mengetahui bila penambahan titran berhenti, kimiawan dapat menggunakan
sebuah zat kimia, yang disebut indikator, yang bertanggap terhadap adanya titran berlebih
dengan perubahan warna. Indikator asam basa terbuat dari asam atau basa organik lemah, yang
mempunyai warna berbeda ketika dalam keadaan terdisosiasi maupun tidak. Perubahan warna ini
dapat atau tidak dapat trejadi tepat pada titik ekivalen. Titik titrasi pada saat indikator berubah
warna disebut titik akhir. Tentunya merupakan suatu harapan, bahwa titik akhir ada sedekat
mungkin dengan titik ekivalen. Memilih indikator untuk membuat kedua titik berimpitan (atau
mengadakan koreksi untuk selisih keduanya) merupakan salah satu aspek penting dari analisis
titrimetri. Istilah titrasi menyangkut proses ntuk mengukur volum titran yang diperlukan untuk
mencapai titik ekivalen. Selama bertahun-tahun istilah analisis volumetrik sering digunakan
daripada titrimetrik. Akan tetapi dilihat dari segi yang ketat, istilah titrimetrik lebih baik, karena
pengukuran-pengukuran volum tidak perlu dibatasi oleh titrasi. Pada analisis tertentu misalnya,
orang dapat mengukur volum gas.
Sebuah reagen yang disebut sebagai peniter[1], yang diketahui konsentrasi (larutan standar) dan
volumnya digunakan untuk mereaksikan larutan yang dititer[2] yang konsentrasinya tidak
diketahui. Dengan menggunakan buret terkalibrasi untuk menambahkan peniter, sangat mungkin
untuk menentukan jumlah pasti larutan yang dibutuhkan untuk mencapai titik akhir. Titik akhir
adalah titik di mana titrasi selesai, yang ditentukan dengan indikator. Idealnya indikator akan
berubah warna pada saat titik ekivalensidi mana volum dari peniter yang ditambahkan
dengan mol tertentu sama dengan nilai dari mollarutan yang dititer. Dalam titrasi asam-basa kuat,
titik akhir dari titrasi adalah titik pada saat pH reaktan hampir mencapai 7, dan biasanya ketika
larutan berubah warna menjadi merah muda karena adanya indikator pH fenolftalein. Selain
titrasi asam-basa, terdapat pula jenis titrasi lainnya.
Banyak metode yang dapat digunakan untuk mengindikasikan titik akhir dalam reaksi; titrasi
biasanya menggunakan indikator visual (larutan reaktan yang berubah warna). Dalam titrasi
asam-basa sederhana, indikator pH dapat digunakan, sebagai contoh adalah fenolftalein, di mana
fenolftalein akan berubah warna menjadi merah muda ketika larutan mencapai pH sekitar 8.2
atau melewatinya. Contoh lainnya dari indikator pH yang dapat digunakan adalah metil jingga,
yang berubah warna menjadi merah dalam asam serta menjadi kuning dalam larutan alkali.
Tidak semua titrasi membutuhkan indikator. Dalam beberapa kasus, baik reaktan
maupun produk telah memiliki warna yang kontras dan dapat digunakan sebagai "indikator".
Sebagai contoh, titrasi redoksmenggunakan potasium permanganat (merah muda/ungu) sebagai
peniter tidak membutuhkan indikator. Ketika peniter dikurangi, larutan akan menjadi tidak
berwarna. Setelah mencapai titik ekivalensi, terdapat sisa peniter yang berlebih dalam larutan.
Titik ekivalensi diidentifikasikan pada saat munculnya warna merah muda yang pertama (akibat
kelebihan permanganat) dalam larutan yang sedang dititer.
Akibat adanya sifat logaritma dalam kurva pH, membuat transisi warna yang sangat tajam;
sehingga, satu tetes peniter pada saat hampir mencapai titik akhir dapat mengubah nilai pH
secara signifikansehingga terjadilah perubahan warna dalam indikator secara langsung.
Terdapat sedikit perbedaan antara perubahan warna indikator dan titik ekivalensi yang
sebenarnya dalam titrasi. Kesalahan ini diacu sebagai kesalahan indikator, dan besar
kesalahannya tidak dapat ditentukan.