Anda di halaman 1dari 6

Penyebab Demensia

Demensia disebabkan oleh kerusakan pada sel saraf otak di bagian tertentu, sehingga
menurunkan kemampuan berkomunikasi dengan saraf tubuh lainnya, dan
mengakibatkan kemunculan gejala sesuai dengan area otak yang mengalami
kerusakan.

Ada berbagai macam kondisi dalam kasus demensia. Ada jenis demensia yang
berkembang secara progresif, dan ada juga kondisi lain yang menyerupai demesia
yang terjadi karena reaksi tertentu dan dapat ditekan.

Demensia Progesif

Demensia progesif adalah kondisi yang disebabkan oleh kerusakan sel saraf otak
tertentu dan dapat memburuk seiring waktu. Kondisi ini umumnya tidak dapat dipulihkan
secara tuntas. Beberapa jenis demensia progresif meliputi:

 Penyakit Alzheimer. Merupakan penyebab demensia paling umum. Penyebabnya


masih belum diketahui, namun beberapa kelainan genetik dapat meningkatkan risiko
terjadinya penyakit ini. Pada otak ditemukan plak berupa penggumpalan protein beta-
amyloid, juga jalinan jaringan fibrosa yang terbentuk oleh protein tau.
 Demensia vaskuler. Gangguan pada pembuluh darah otak merupakan penyebab
demensia tertinggi kedua. Kondisi ini juga dapat menyebabkan stroke dan penyakit
lainnya yang berkaitan dengan gangguan pada pembuluh darah.
 Lewy body dementia. Lewy body adalah penggumpalan protein abnormal pada otak,
yang juga bisa ditemukan pada Alzheimer dan Parkinson.
 Demensia frontotemporal. Sekelompok penyakit yang ditandai oleh degenerasi sel
otak bagian frontal dan temporal, yang umumnya diasosiasikan dengan perilaku,
kepribadian, hingga kemampuan berbahasa.
 Demensia campuran. Umumnya dialami oleh orang-orang lansia di atas 80 tahun
tanpa penyebab yang jelas. Biasanya demensia campuran meliputi Alzheimer,
demensia vaskuler, dan Lewy body dementia.

Kondisi yang menyerupai demensia

Terdapat kondisi-kondisi lain yang dapat menyebabkan demensia atau menimbulkan


gejala yang menyerupai demensia. Sebagian besar dari kondisi tersebut menimbulkan
gejala yang sifatnya sementara dan dapat pulih setelah penanganan. Namun beberapa
kondisi menimbulkan gejala menetap, seperti misalnya penyakit Huntington, penyakit
Creutzfeldt-Jakob, penyakit Parkinson dan cedera otak.

Kondisi lain yang dapat menyebabkan gejala menyerupai demensia yang sifatnya
sementara dan dapat pulih dengan pengobatan, yaitu:
 Kelainan metabolisme atau endrokrin.Kondisi seperti kelainan kelenjar tiroid,
hipoglikemia, kekurangan atau kelebihan kadar sodium atau kalsium, hingga
ketidakmampuan tubuh menyerap vitamin B12 dapat memicu gejala menyerupai
demensia atau perubahan perilaku.
 Kelainan sistem daya tahan tubuh.Kondisi ini dapat mengakibatkan demam atau efek
samping lainnya yang dapat menurunkan kemampuan sistem daya tahan tubuh
melawan infeksi. Kondisi seperti multiple sclerosis juga dapat memicu demensia.
 Reaksi medis. Beberapa interaksi antar obat atau vitamin dapat memicu demensia.
 Kekurangan nutrisi. Kondisi seperti dehidrasi, kekurangan vitamin (khususnya B1, B6,
dan B12) atau ketergantungan alkohol, dapat menimbulkan gejala menyerupai
demensia.
 Keracunan. Dipicu oleh paparan timah, logam berat, pestisida, obat-obatan dan alkohol.
 Subdural hematoma. Penumpukan darah di ruang antara lapisan durameter dan
lapisan araknoid pada rongga tengkorak, disebabkan oleh cedera atau trauma kepala.
 Anoksia (hipoksia). Kondisi ini terjadi saat jaringan dalam tubuh tidak mendapatkan
asupan oksigen yang cukup, seperti pada penderita asma, serangan jantung, keracunan
gas karbon monoksida dan lainnya.
 Normal-pressure hydrocephalus.Disebabkan oleh pelebaran ventrikel dalam otak,
mengakibatkan penderita kesulitan berjalan, membuang kemih hingga hilang ingatan.
 Tumor otak. Jarang terjadi, namun dapat menjadi salah satu pemicu demensia terjadi.

Adapun beberapa kondisi lainnya yang dapat memicu terjadinya demensia, di


antaranya adalah trauma atau cedera otak yang berulang, penyakit Parkinson, penyakit
Huntington, hingga penyakit Creutzfeldt-Jakob.

Faktor Risiko

Menurut sifatnya, faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya demensia


dibagi menjadi dua, yaitu faktor yang berada di luar kendali dan faktor yang bisa
dikendalikan.

Faktor-faktor risiko demensia yang di luar kendali dan tidak bisa diubah meliputi
pertambahan usia, riwayat kesehatan keluarga, serta masalah kesehatan seperti
gangguan kognitif ringan dan sindrom Down. Sedangkan faktor-faktor risiko demensia
yang dapat dikendalikan atau dihindari meliputi kebiasaan merokok dan mengonsumsi
alkohol, depresi, sleep apnea, diabetes, obesitas, kolesterol tinggi, hipertensi, dan
aterosklerosis (penumpukan lemak pada dinding arteri).

Gejala Demensia

Penderita demensia umumnya mengalami gejala sesuai dengan penyebabnnya,


dengan perubahan kognitif dan psikologis sebagai gejala yang utama.

Gejala yang umumnya dirasakan dari segi kognitif meliputi:

 Hilang ingatan.
 Kesulitan berkomunikasi.
 Kesulitan berbahasa dan betutur kata.
 Sulit memecahkan masalah atau merencanakan sesuatu.
 Konsentrasi menurun.
 Sulit menilai situasi dan mengambil keputusan.
 Sulit mengkoordinasikan pergerakan tubuh.
 Merasa bingung.

Sedangkan gejala yang dirasakan dari segi psikologis meliputi:

 Depresi.
 Gelisah.
 Perubahan perilaku dan emosi.
 Merasa ketakutan (paranoid).
 Agitasi.
 Halusinasi.

Dalam kondisi parah, penderita dapat mengalami gejala lanjutan seperti kelumpuhan di
salah satu sisi tubuh, tidak mampu menahan kemih, penurunan nafsu makan, hingga
kesulitan menelan.

Konsultasi pada dokter sebaiknya dilakukan apabila seseorang mengalami salah satu
atau beberapa gejala demensia, guna mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut.

Diagnosis Demensia

Demensia tidaklah mudah untuk didiagnosa dikarenakan banyaknya gejala yang dapat
mengindikasikan penyakit sejenis. Selain menanyakan riwayat penyakit dan kesehatan
pasien serta keluarga, dilakukan juga pemeriksaan fisik dan serangkaian tes lanjutan,
yang meliputi:

 Tes kognitif dan neuropsikologis.Memeriksa kemampuan berpikir, mengingat,


orientasi, penilaian, konsentrasi, hingga merangkai bahasa.
 Pemeriksaan neurologi. Memeriksa kemampuan motorik, keseimbangan, rasa, dan
refleks.
 Pemindaian. Memeriksa kondisi otot, jaringan, dan aliran listrik saraf otak melalui CT
scan, MRI, EEG, dan PET scan.
 Pemeriksaan darah. Memeriksa adanya kelainan yang dapat memengaruhi fungsi otak
seperti defisiensi vitamin B12, atau penurunan fungsi kelenjar tiroid.
 Pemeriksaan cairan tulang belakang.Untuk mendeteksi jika terdapat infeksi atau
peradangan pada sistem saraf.
 Tes psikiatrik. Memeriksa jika penderita mengalami depresi atau kondisi mental lainnya
yang dapat mempengaruhi kesehatan otak.

Pada kasus demensia progresif yang terdiagnosis, dokter akan mengacu pada teori 5
tahap perkembangan kondisi untuk menentukan tingkat keparahan demensia. Kelima
tahap tersebut meliputi:
 Tahap 1: Kemampuan fungsi otak penderita masih dalam tahap normal.
 Tahap 2: Penderita mulai mengalami penurunan kemampuan fungsi otak, tetapi masih
mampu hidup secara mandiri.
 Tahap 3: Penderita mulai sedikit kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari, namun masih
dalam intensitas ringan.
 Tahap 4: Penderita mulai memerlukan bantuan orang lain untuk melakukan aktivitas
sehari-harinya.
 Tahap 5: Kemampuan fungsi otak penderita menurun drastis dan tidak mampu hidup
secara mandiri.

Pengobatan Demensia

Tidak semua kasus demensia dapat dipulihkan. Pengobatan demensia dapat dilakukan
untuk meredakan gejala yang dialami dan menghindari komplikasi. Pengobatan
demensia meliputi pemberian obat-obatan, terapi, hingga operasi.

Obat-obatan

Beberapa jenis obat yang biasa digunakan untuk mengatasi gejala demensia adalah:

 Acetylcholinesterase inhibitors, untuk meredakan gejala penyakit Alzheimer


ringan, lewy bodies dan halusinasi sebagai penyebab demensia. Efek samping yang
mungkin dialami meliputi mual, muntah, diare dan penurunan denyut jantung.
Disarankan untuk selalu memantau kondisi jantung melalui EKG saat pengobatan.
 Memantine, untuk memperlambat reaksi kimia dalam otak. Umumnya diresepkan
jika acetylcholinesterase inhibitors tidak membantu atau demensia sudah memasuki
tingkat keparahan menengah. Efek samping yang mungkin dialami meliputi pusing, sakit
kepala, kehilangan keseimbangan, konstipasi, dan hipertensi.
 Antipsikotik, untuk meredakan perilaku penderita yang agresif atau mengalami agitasi
parah. Biasanya obat ini dikonsumsi dalam waktu singkat untuk menghindari risiko efek
samping seperti mengantuk, masalah kardiovaskular, kesulitan berkomunikasi, hingga
tubuh kaku, khususnya bagi penderita demensia yang disebabkan lewy bodies.
 Antidepresan, untuk meredakan gejala depresi yang umumnya terjadi pada penderita
demensia.

Untuk gejala yang menyerupai demensia, suplemen berikut akan disarankan:

 Vitamin E, untuk memperlambat Alzheimer dan kondisi demensia terkait. Vitamin E


biasanya dikonsumsi dalam dosis rendah untuk menghindari komplikasi seperti
kematian, khususnya bagi penderita penyakit jantung.
 Asam folat omega 3. Walau masih memerlukan riset lebih lanjut, omega 3 dipercaya
dapat membantu menekan risiko seseorang terserang demensia.
Terapi

Beberapa terapi bersifat psikologis dilakukan untuk meredakan gejala demensia,


seperti:

 Terapi stimulasi kognitif dan orientasi realitas, guna menstimulasi daya ingat,
kemampuan memecahkan masalah, kemampuan berbahasa, meredakan disorientasi
pikiran, hingga meningkatkan kepercayaan diri penderita.
 Terapi perilaku, guna menekan perilaku tidak terkontrol yang terjadi karena depresi
atau halusinasi.
 Terapi okupasi, untuk mengajarkan penderita cara melakukan aktivitas sehari-hari
dengan aman dan disesuaikan dengan kondisinya, sambil juga mengajarkan cara
mengontrol emosi serta mempersiapkan diri untuk perkembangan gejala lebih lanjut
pada demensia progresif.
 Terapi validasi, dengan cara memperlihatkan empati dan memahami kondisi penderita
agar tidak mengalami depresi. Walau dapat membantu meredakan kebingungan dan
kegelisahan penderita, terapi validasi belum memiliki bukti cukup dalam segi
efektivitasnya.

Selain terapi-terapi di atas, terdapat juga beberapa terapi pendukung yang dapat
dilakukan di rumah, seperti terapi musik, aromaterapi, pijat, bermain dengan hewan
peliharaan, hingga melakukan aktivitas seni.

Saat proses terapi, sangat disarankan untuk memodifikasi perabotan rumah agar
memudahkan penderita bergerak dan menyingkirkan benda tajam agar tidak
membahayakan penderita.

Operasi

Pada kasus demensia yang disebabkan oleh tumor otak, cedera otak,
atau hidrosefalus, tindakan operasi dapat disarankan. Jika belum terjadi kerusakan
permanen pada otak, tindakan operasi dapat membantu memulihkan gejala.

Pengobatan kondisi lainnya

Kondisi pemicu demensia seperti hipertensi, diabetes dan gangguan kolestrol perlu
diobati agar tidak menyebabkan kerusakan saraf atau pembuluh darah lebih lanjut.
Perubahan gaya hidup seperti mengurangi konsumsi alkohol dan berhenti merokok juga
dapat membantu.

Komplikasi Demensia

Demensia dapat merusak fungsi sistem tubuh dan berpotensi mengakibatkan


komplikasi jika tidak diobati dengan tepat, seperti:
 Pneumonia, disebabkan oleh tersedaknya makanan di saluran pernapasan dan paru
akibat kesulitan menelan.
 Kekurangan nutrisi, disebabkan oleh kesulitan mengunyah dan menelan makanan.
 Penurunan fungsi tubuh, mengakibatkan penderita bergantung pada orang lain untuk
aktivitas sehari-hari.
 Kematian, khususnya pada penderita demensia progresif tahap akhir dikarenakan
infeksi yang dialaminya.

Pencegahan Demensia

Demensia tidak dapat dicegah, namun terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan
untuk menekan risikonya, seperti:

 Berhenti merokok.
 Berolahraga secara teratur.
 Menjaga asupan nutrisi dan menerapkan pola makan sehat, misalnya makanan rendah
lemak dan tinggi serat.
 Kurangi asupan alkohol.
 Menjaga berat badan.
 Meningkatkan asupan vitamin D.
 Melatih otak secara berkala, seperti membaca dan bermain teka-teki.
 Menjaga kesehatan, seperti mengontrol tekanan darah, kadar gula darah, dan kolestrol.
 Menghindari terjadinya cedera di bagian kepala.

Anda mungkin juga menyukai