disusun oleh:
Allief Himamana
30101407126
Pembimbing:
Prof.Dr.dr.Rifki Muslim, Sp.B, Sp.U
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, patogenesa,
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui definisi, epidemiologi, etiologi,, patofisiologi,
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
2.2 Epidemiologi
Infertility terjadi pada 15% pasanyan. Sekitar 40% kasus disebabkan
masalah pada pria , 40% masalah dari wanita dan 20% sisanya disebabkan oleh
keduanya.(smith)
Menurut WHO, insidensi infertilitas adalah sekitar 8-10% dari pasangan
suami istri di seluruh dunia (sekitar 50-80 juta pasangan). Sedangkan di Indonesia,
insidensinya adalah sekitar 12% (3 juta pasangan). Bahkan dari kepustakaan lain
ada yang menyebutkan 1 dari 7 pasutri di Indonesia mengalami infertilitas.
2.3 Etiologi
Proses reproduksi untuk mencapai suatu kehamilan adalah suatu proses
yang kompleks, hasil dari beberapa tahapan. Untuk terjadinya sebuah kehamilan,
diperlukan hal-hal sebagai berikut:2,3
1. Adanya pelepasan oosit yang normal saat ovulasi
2. Produksi spermatozoa yang adekuat (jumlah, bentuk, dan geraknya)
3. Tuba fallopi yang normal dimana fertilisasi terjadi, dan
4. Transport dari tuba ke endometrium untuk implantasi dan pertumbuhan.
Infertilitas dapat disebabkan oleh gangguan dalam salah satu dari
langkah-langkah tersebut di atas.
Infertilitas yang disebabkan faktor wanita berjumlah sekitar 40% dari
seluruh kasus. Faktor pria juga sekitar 40% kasus. Sedangkan sisanya yaitu
sebanyak 20% kasus tidak diketahui penyebabnya.4
Mereka yang mengalami infertilitas dengan penyebab yang tidak diketahui
ini dapat dikategorikan sebagai normal infertile couple (NIC), yang menunjukkan
bahwa semua tes standar yang dilakukan untuk mengevaluasi pasangan
memberikan hasil yang normal.1,4
Banyak faktor yang menyebabkan mengapa seorang wanita tidak bisa atau
sukar menjadi hamil setelah kehidupan seksual normal yang cukup lama. Diantara
faktor-faktor tersebut yaitu faktor organik / fisiologik, faktor ketidakseimbangan
jiwa dan kecemasan berlebihan.6 Dimic dkk di Yugoslavia mendapatkan 554 kasus
(81,6%) dari 678 kasus pasangan infertil disebabkan oleh kelainan organik, dan 124
kasus (18,4%) disebabkan oleh faktor psikologik. Ingerslev dalam penelitiannya
6
mengelompokkan penyebab infertilitas menjadi 5 kelompok yaitu faktor anatomi,
endokrin, suami, kombinasi, dan tidak diketahui (unexplained infertility).7
Sumapraja membagi masalah infertilitas dalam beberapa kelompok yaitu air
mani, masalah vagina, masalah serviks, masalah uterus, masalah tuba, masalah
ovarium, dan masalah peritoneum. Masalah air mani meliputi karakteristiknya yang
terdiri dari koagulasinya dan likuefasi, viskositas, rupa dan bau, volume, pH dan
adanya fruktosa dalam air mani. Pemeriksaan mikroskopis spermatozoa dan uji
ketidakcocokan imunologi dimasukkan juga kedalam masalah air mani.8
7
Gambar 1 : Komponen utama aksis HPG dan dikenal sistem hormon
umpan balik. GnRH, gonadotropin- melepaskan hormon; PRL,
prolaktin; T, testosteron; FSH, follicle-stimulating hormone,
LH, luteinizing hormon; +, umpan balik positif; -, umpan balik
negate
Produksi hormon testosteron oleh sel Leydig di dalam testis diatur oleh LH
dan pada kadar tertentu, testosteron memberikan umpan balik negatif kepada
hipotalamus/hipofisis sebagai kontrol terhadap produksi LH. FSH merangsang
tubuli seminiferi (terutama sel-sel Sertoli) dalam proses spermatogenesis, di
samping itu sel-sel ini memproduksi inhibin yaitu suatu substansi yang mengontrol
produksi FSH melalui mekanisme umpan balik negatif (Gambar 17-1).
8
1. Spermatocytogenesis
2. Tahapan Meiois
Spermatosit primer menjauh dari lamina basalis, sitoplasma makin banyak
dan segera mengalami meiosis I menghasilkan spermatosit sekunder yang n
kromosom (haploid). Spermatosit sekunder kemudian membelah lagi secara
meiosis II membentuk empat buah spermatid yang haploid juga.
Sitokenesis pada meiosis I dan II ternyata tidak membagi sel benih yang
lengkap terpisah, tapi masih berhubungan lewat suatu jembatan (Interceluler
bridge). Dibandingkan dengan spermatosit I, spermatosit II memiliki inti yang
gelap.
3. Tahapan Spermiogenesis
Merupakan transformasi spermatid menjadi spermatozoa yang meliputi 4
fase yaitu fase golgi, fase tutup, fase akrosom dan fase pematangan. Hasil akhir
berupa empat spermatozoa (sperma) masak. Ketika spermatid dibentuk pertama
kali, spermatid memiliki bentuk seperti sel-sel epitel. Namun, setelah spermatid
mulai memanjang menjadi sperma, akan terlihat bentuk yang terdiri dari kepala dan
ekor.
9
Gambar 3 Spermatogenesis
Bila spermatogenesis sudah selesai, maka ABP testosteron (Androgen
Binding Protein Testosteron) tidak diperlukan lagi, sel Sertoli akan menghasilkan
hormon inhibin untuk memberi umpan balik kepada hipofisis agar menghentikan
sekresi FSH dan LH.
Spermatozoa akan keluar melalui uretra bersama-sama dengan cairan yang
dihasilkan oleh kelenjar vesikula seminalis, kelenjar prostat dan kelenjar cowper.
Spermatozoa bersama cairan dari kelenjar-kelenjar tersebut dikenal sebagai semen
atau air mani. Pada waktu ejakulasi, seorang laki-laki dapat mengeluarkan 300 –
400 juta sel spermatozoa.
Proses Ejakulasi
Sperma yang dibentuk di tubuli seminiferi terkumpul di dalam rete testis,
(yaitu tempat bermuaranya tubuli seminiferi di dalam testis), yang kemudian
disalurkan ke epididimis melalui duktuli eferentes. Di dalam epididimis sperma
mengalami maturasi sehingga mampu bergerak (motile), disimpan beberapa saat di
kauda epididimis, dan selanjutnya dialirkan melalui vas deferens untuk disimpan di
10
ampula duktus deferens.
Sperma dikeluarkan dari organ reproduksi pria melalui proses ejakulasi.
Proses ini diawali dari fase emisi yaitu terjadinya kontraksi otot vas deferens dan
penutupan leher buli-buli dibawah kontrol saraf simpatik. Proses itu menyebabkan
sperma beserta cairan vesikula seminalis dan cairan prostat terkumpul di dalam
uretra posterior dan siap untuk disemprotkan keluar dari uretra. Proses ejakulasi
terjadi karena adanya dorongan ritmik dari kontraksi otot bulbo kavernosus.
Komposisi cairan yang diejakulasikan atau disebut semen terdiri atas
spermatozoa (1%), cairan vesikula seminalis (50-55%), cairan prostat (15-20%),
dan cairan-cairan dari epididimis dan vas deferens.
Setelah dideposit di dalam vagina, sperma masih dapat hidup hingga 36-72
jam. Dalam waktu 5 menit sperma dapat bergerak mencapai ampula tuba falopii
dan setelah mengalami perubahan fisiologis bertemu dengan ovum dan terjadilah
fertilisasi.
11
Diagram 1 : proses ejakulasi
Struktur Sperma
12
bagian membran permukaan di ujung kepala sperma terdapat selubung tebal
yang disebut akrosom. Akrosom mengandung enzim hialuronidase dan
proteinase yang berfungsi untuk menembus lapisan pelindung ovum.
2. Leher (cervix), menghubungkan kepala dengan badan.
3. Badan (corpus), banyak mengandung mitokondria yang berfungsi sebagai
penghasil energi untuk pergerakan sperma.
4. Ekor (cauda), berfungsi untuk mendorong spermatozoa masak ke dalam vas
deferen dan ductus ejakulotoris.
2.5 Etiologi
Infertilitas pria dapat disebabkan oleh karena kelainan yang terdapat pada
fase: (1) pre testikuler yaitu kelainan pada rangsangan proses spermatogenesis, (2)
testikuler yaitu kelainan dalam proses spermatogenesis, dan (3) pasca testikuler
yaitu kelainan pada proses transportasi sperma hingga terjadi fertilisasi (Tabel 17-1
dan Gambar 17-1). Selain itu 40% penyebab infertilitas pria adalah idiopatik yaitu
infertilitas yang masih belum dapat diketahui penyebabnya.
Tabel 17-1. Etiologi Infertilitas Pria
PreTestikuler • Kelainan pada hipotalamus
• Defisiensi hormon gonadotropin yaitu LH, dan FSH
• Kelainan pada Hipofisis
• Insufisiensi hipofisis oleh karena tumor, radiasi, atau operasi
• Hiperprolaktinemia
• Hemokrornatosis
• Substitusi/terapi hormon yang berlebihan
13
Testikuler • Anomali kromosom
• Anorkhismus bilateral
• Gonadotoksin : obat-obatan, radiasi
• Orkitis
• Trauma testis
• Penyakit sistemik: gagal ginjal, gagal hepar, anemi bulan sabit
• Kriptorkismus
• Varikokel
Pasca • Gangguan transportasi sperma
Testikuler • Kelainan bawaan: vesikula seminalis atau vas deferens tidak
terbentuk yaitu pada keadaan congenital bilateral absent of the
vas deferens (CBAVD)
• Obstruksi vas deferens/epididimis akibat infeksi atau vasektomi
• Disfungsi ereksi, gangguan emisi, dan gangguan
ejakulasi (ejakulasi retrograd)
• Kelainan fungsi dan motilitas sperma
• Kelainan bawaan ekor sperma
• Gangguan maturasi sperma
• Kelainan imunologik
• Infeksi
Tabel 1 : penyebab infertilitas pada pria
14
spermatogenesis tapi tidak dapat merangsang maskulinisasi. Akibatnya
pasien memiliki proporsi tubuh eunuchoid, maskulinisasi yang bervariasi
dan sering gynecomasti, ukuran testis normal tapi hasil ejakulasi,
spermanya sangat sedikit, estenormal, tetapi LH dan testoteron menurun.
3) Defisiensi FSH.
Maskulinisasi normal, testis normal, LH & FSH normal, FSH turun dan
dengan GnRH tidak berrespon jumlah sperma azoospermia hingga
oligosperma.
4) Cengenital Hypogonadotropik sindrom.
(Prader – willi syndrome) Delesi gen kromoson 15. Tandanya : Obesitas
genetik, retardasi, tangan & kaki kecil, spermatogenesis dapat di rangsang
dengan FSH dan LH eksogen.
Pituitary desease
1) Pituitary insufisiensi
Bisa disebabkan oleh tumor, infalk, pembedahan radiasi, dan infitresi dan
granuloma proses.
2) Hiperprdaktinani
3) Hormon eksogen dan endogen
Bisa berupa estrogen, endrogen, glukokortikaid, hiper dan hipotiroid, dan
growth hormone.
Testicular
1) Kelainan kromosom
Yang tersering adalah klinefelter sindrom trias klinefelter sindrom,: testis kecil,
gejnekomosti, dan azoosperma, kelainan kromosom yang lain adalah hoonan
sindrom yang ditandai dengan webbed neck, badan pendek, dan kelainan
jantung.
Beberapa sindrom lainnya : xx male sindrom, XYY sindrom, myotonic distrofi,
vanishing testis sindrom, sertoli cell only sindrom, Y kromosom mikrodelesi.
2) Gonadotoksin
Radiasi masih diperdebatkan efeknya terhadap produksi sperma. Obat – obatan
yang dapat pengaruhi infestiktis adalah ketokanazol, spironalakton dan alkohol
15
yang hambat sintesis teskoteron, cemetidin yang merupakan antagonis
androgen dan beberapa obat lain sperti : CCB, As Valproath, kolkisin,
alfabloker, litium dll.
3) Penyakit sistemik
Penyakit sistemik yang dapat sebabkan infertilitas, gagal ginjal (Uremia
menyebabkan menurunya libido, disfungsi ereksi dan ginekomasti, sirosis
hepatis juga penyakit siokle sel.
4) Aktivitas androgen yang disebabkan dua kondisi : defisiensi 5 – alfa reduktase
& defisiensi reseptor androgen.
5) Anorkidisme
Anorkidisme adalah penyakit dimana testis hanya bejumlah satu atau tidak
ada sama sekali.
6) Cidera testis :
- Orkitis : Inflamasi jaringan testis yang paling banyak disebabkan infleksi
bakteri dan virus (mumps arkitis)
- Torsio testis : golden periode nya adalah 6 jam jika lebih dapat menjadi
inferti munokosis.
Post testicular
1) Uretritis
Uretritis adalah peradangan uretra dengan gejala rasa gatal pada penis dan
sering buang air kecil. Organisme yang paling sering menyebabkan uretritis
adalah Chlamydia trachomatis, Ureplasma urealyticum atau virus herpes.
2) Prostatitis
Prostatitis adalah peradangan prostat yang sering disertai dengan
peradangan pada uretra. Gejalanya berupa pembengkakan yang dapat
menghambat uretra sehingga timbul rasa nyeri bila buang air kecil.
Penyebabnya dapat berupa bakteri, seperti Escherichia coli maupun bukan
bakteri.
3) Epididimitis
Epididimitis adalah infeksi yang sering terjadi pada saluran reproduksi pria.
Organisme penyebab epididimitis adalah E. coli dan Chlamydia.
16
4) Orkitis
Orkitis adalah peradangan pada testis yang disebabkan oleh virus parotitis.
Jika terjadi pada pria dewasa dapat menyebabkan infertilitas.
Hyperthropic prostat
Hyperthropic prostat adalah pembesaran kelenjar prostat yang biasanya
terjadi pada usia-usia lebih dari 50 tahun. Penyebabnya belum jelas diketahui
17
sperma mengumpul di vagina, sedangkan penggunaan pelicin sewaktu senggama
dapat mengurangi motilitas sperma seperti pada pemakaian air ludah/saliva, dan
bahkan dapat membunuh sperma seperti pada pemakaian jeli KY.
Tindakan pembedahan yang pernah dijalani pada masa lalu dapat pula
mempengaruhi sistem reproduksi, antara lain: herniorafi dapat merusak pembuluh
darah vas deferens, pembedahan pada pelvis dan rongga retroperitoneal dapat
mempengaruhi fungsi seksual.
Penyakit sistemik (kencing manis, gagal ginjal, gagal liver, anemia bulan
sabit, dan disfungsi tiroid) dapat menurunkan kualitas testis dan mengurangi
potensi seksual. Infeksi gonore atau tuberkulosis pada masa lalu menyebabkan
pembuntuan vas deferens, epididimis, maupun duktus ejakulatorius. Demikian pula
serangan parotitis akut (mump) yang diderita pada usia pubertas dapat meyebabkan
kerusakan testis.
Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisis dicari kemungkinan adanya kelainan sistemik atau
kelainan endokrinologi yang mempengaruhi proses spermatogenesis dan proses
transportasi sperma, seperti terlihat pada tabel 17-3.
Diperhatikan penampilan pasien, apakah tampak feminin atau seperti orang
yang telah dikebiri (orang kasim atau eunuchoidism) yaitu badannya tumbuh besar,
pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, dan badan sangat jarang, dan organ
genitalia ukurannya kecil. Dicari kemungkinan adanya ginekomasti, anosmia (pada
sindroma Kallmann), galaktore, dan gangguan lapangan penglihatan yang terdapat
pada tumor hipofisis.
Pemeriksaan genitalia pria meliputi testis, epididimis, vas deferens, vesikula
seminalis, prostat, dan penis. Pada palpasi testis, diperhatikan konsistensi dan
ukurannya. Panjang testis diukur dengan kaliper, sedangkan volume testis diukur
dengan orkidometer atau USG. Panjang testis normal orang pada dewasa adalah
lebih dari 4 cm dengan volume 20 ml. Testis yang mengecil merupakan tanda
adanya kerusakan tubulus seminiferus. Dicari pula kemungkinan adanya varikokel
yang dapat mempengaruhi kualitas maupun kuantitas sperma.
Epididimis diperiksa mulai dari kaput, korpus, dan kauda. Adanya obstruksi
pada epididimis ditandai dengan adanya jaringan fibrosis yang teraba seperti tasbeh
18
akibat infeksi kuman tuberkulosis.
Tidak didapatkannya vas deferens pada kedua sisi perlu difikirkan adanya
kelainan bawaan pada vas deferens atau congenital bilateral absent of the vas
deferens (CBAVD), yang menyebabkan kegagalan dalam transportasi sperma.
I. Pemeriksaan Umum:
Fisik tubuh kekar, ginekomasti, galaktore, anosmia, atau penyenpitan
lapangan pandang (visualfield)
II. Pemeriksaan genitalia
Jaringan parut (bekas herniotomi atau bekas orkidopeksi / orkidektomi),
keadaan testis (jumlah, ukuran, dan konsistensinya), varikokel, epididimis
atau vas deferens menebal atau tak teraba, adanya hipospadi, atau
penyempitan muara uretra
III. Colok dubur
Menilai pembesaran/nyeri pada prostat, keadaan vesikula seminalis, dan
reflek bulbokavernosus.
Tabel 3 : Pemeriksaan Infertilitas pada Pria
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium adalah bagian penting dari evaluasi inpertilitas pada
pria. Pemeriksaan yang di perlukan :
1) Urinalisa dapat memberikan informasi : adanya infeksi, kematuri, glukosauria,
atau penyakit ginjal dan gambaran kelainan anatomi atau masalah medis pada.
2) Semen Analisa : memberikan informasi produksi sperma dan patensi dari
saluran reproduksi, nilai normal semen analisa berdasarkan standar WHO
(1999) terdapat pada tabel berikut :
Vomule ejakulasi 1,5 – 5,5 ml
Konsentrasi sperma >20 x 106 Sperma/ ml
Mobilitas >50 %
Florward Iorogresion 2 (Skala 1 – 4)
Morfologi >30% bentuk normal
Tanpa aglutinasi (clumping), white cells, atau meningkatnya viskositas
Tabel 4 : Penilaian dan nilai normal analisis sperma
19
motilitas sperma berkurang jika absen koitus 5 km 5 hari/ lebih dengan
alasan itu, pengumpulan sperma, dilakukan setelah 48 – 72 jam setelah
koitus, dibutuhkan 2 x pengumpulan sperma, dikeluarkan bisa dengan self
stimulation atau coitus interplus (yang ideal) atau dengan kondom yang
nonspermiciadal. Analisa dilakukan harus dalam 1 jam setelah ejakulasi,
karena jika lebih bisa pengaruhi motalitas dan sample disimpan dalam
temperature tubuh.
Computer Assisted semen Analysis.
Seminal fructose and postejaculate urinalysis
Fruktosa adalah karbohidrat dari vasicula seminalis dan ada dalam hasil
ejakulasi. Jika tidak terdapat fruktosa, mengindikasikan obstruksi/ agenisis
vesicular seminalis. Di Indikasikan pada pasien daya volume ejakulasi yang
rendah dan konsentrasi sperma yang kurang.
3) Pemeriksaan hormon.
Evaluasi dari pituitary – gonadal axis dapat member informasi berharga
masalah pada pituitary axis dapat menyebabkan infertilises seperti
hyperprolaktinemi, defisiensi gonadotropin, congerital adrenal hyperplasia
FSH, testoteron, LH, Prolaktin, Thyroid hormon, estrodiol.
Kondisi Testoteram FSH LH Prolaksin
Normal NL NL NL NL
Primary testis failatre ↓ ↑ NL / ↑ NL
Ny Pogonadotropic , Nypogonadisme ↓ ↓ ↓ NL
Ny Perprolaetinemi ↓ ↓/ NL ↓ ↑
Androgen Resisten ↑ ↑ ↑ NL
NL : Normal, ↑ : meningkat , ↓ : Menurun.
Tabel 5 : Pemeriksaan hormon
4) Adjunctive test.
- Semen leukasih analysies.
- Anti sperma antibody test
Jika semen terdapat aglutinesi atau elaimpinsi dan motilitas sperma yang
rendah dengan riwayat penbedahan atau trauma testis, infetiltias yang tidak
ditemukan penyebabnya.
- Hyprosmotic sweding test
- Sperma penetration Assay
20
- Sperm chromatin structure
- Chromosanal, studes klinefelter syndrome (xxy) adalah kelainan sex
kromosom yang paling sering terjadi pada infertilitas pada pria.
- Cyshic fibrosis mutation
- Y chromosome microdeletion analysis.
5) Radiologic Testing
- Scrotal Ultrasonografi : frekuasi 7,5 – 10 mHz untuk evaluasi lesi testis &
serotum scrotal di Indikasikan untuk hidrokel & testis tak teraba. USG
scrotal dapat digunakan untuk investigasi varikokel.
- Venograf
- Trans rectal ultrasound : untuk lihat prostat, vasikula seminalis dan ductus
ejakulatorius. Indikasi Trus : Infertil karena ejakulasi volume rendah,
azoosperma, oligo sperma, ↓ motilites.
- Ct scan / MRI pelvis : untuk lihat saluran reproduksi, diindikasikan untuk
varikokel kanan soliter, kondisi – kondisi yang dihubungkan dengan
patologi retroperitoneal, dan evaluasi testisyang tidak teraba
6) Biopsi testis dan Vasografi : Biopsi testis berguna untuk evaluasi proses
spermatogenesis dan pasien suspek intratubular germcell. Untuk vasografi,
kontras di suntikkan di vas deferens, vesicula seminalis dan ductus
ejakulatorius gunannya untuk melihat sumbatan.
7) Fine medle Aspiration “Mapping” Of testis
8) Kultur Semen : diindikasikan untuk pasien infertile dengan riwayat infeksi
saluran genitalia, sekresi prostat abnormal, adanya, >1000 bakteri patogren
permilitan semen, dan adanya > 1 x 106 leukosit / ml dari semen (pyospermia)
Organism tersering penyebab infeksi genetalia pada pria.
- Nisseria gonorrhoeae - Mycoplasma hominis
- Chlamydia trachomatis - Cytomegalovirus
- Trichamonas vaginalis - Herpes simplex II
- Ureaplasma urealyticum - Human papilloma virus
- Escherichia coli - Epstein barr virus
- HIV
21
2.7 Dasar-dasar Urologi Infertilitas
Testis yang pernah mengalami torsio, trauma serta didapatkannya varikokel
atau kriptorkismus dapat mempengaruhi spermatogenesis. Di samping itu torsio
atau trauma pada testis dapat menyebabkan reaksi imunitas testis akibat rusaknya
blood testis bqrier.
Pemakaian obat-obatan nitrofurantoin, simetidin, kokain, nikotin, dan
marijuana dapat menurunkan kemampuan spermatogenesis. Pada pemakaian
steroid dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan hipogonadotropik
hipogonadisme yang menghambat spermatogenesis.
Untuk mencari keberadaan dan adanya kelainan pada vesikula seminalis
serta kelenjar prostat, dilakukan colok dubur atau USG transrektal. Tidak
didapatkannya vesikula seminalis mungkin disebabkan karena kelainan bawaan.
Prostat yang teraba keras, besar dan nyeri merupakan tanda dari prostatitis. Pada
penis diperhatikan adanya hipospadi atau korde yang keduanya dapat
mempengaruhi kemampuan pengumpulan sperma di vagina.
Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan kimia klinik rutin untuk
mencari kemungkinan adanya kelainan sistemik, pemeriksaan analisis semen,
pemeriksaan hormon untuk menilai fungsi sumbu hipotalamo-hipofisis-gonad
(FSH, LH, testosteron, dan prolaktin), uji fungsi sperma, biopsi testis, dan beberapa
pemeriksaan imunologik yang mungkin diperlukan untuk membantu mencari
penyebab infertilitas.
Kadang-kadang dibutuhkan pemeriksaan pencitraan antara lain: USG
doppler guna membantu mencari adanya varikokel, vasografi untuk menilai patensi
saluran vas deferens/duktus ejakulatorius, dan USG transrektal untuk mencari
keberadaan vesikula seminalis.
Uji Fungsi Sperma
Sekarang banyak sekali pemeriksaan untuk menilai kemampuan fungsi
sperma dalam menembus organ genitalia wanita hingga bertemu dengan sel telur
dan terjadinya pembuahan. Beberapa pengujian itu adalah: interaksi sperma dengan
mukus (getah) serviks, uji penetrasi sperma (zone free harmster penetration),
hemizona assay, dan hyposmotic swelling test.
22
2.8 Terapi
Medikamentosa
Kelainan-kelainan yang mungkin masih dapat dikoreksi secara
medikamentosa adalah defisiensi hormon, reaksi imunologik antibodi antisperma,
infeksi, dan ejakulasi retrograd.
Pada hipogonadotropik-hipogonadismus (hipogonadismus sekunder) dapat
dicoba diberikan LH untuk merangsang sel Leydig memproduksi testosteron;
kemudian diberikan hormon human chorionic gonadotropin atau hCG (misalkan
dengan Pregnyl atau Profasi).
Adanya antibodi antisperma yang didapatkan pada pemeriksaan imunologik
dapat dicoba dengan pemberian kortikosteroid. Untuk mengurangi aliran retrograd
semen, dapat dicoba diberikan golongan adrenergik alfa atau trisiklik antidepresan
(imipramin) yang dapat menyebabkan kontraksi leher buli-buli pada saat emisi
sperma pada uretra posterior.
Pembedahan
Usaha pembedahan yang dilakukan ditujukan pada tempat
kelainan penyebab infertilitas, yaitu mungkin operasi pada organ pretestikuler,
koreksi terhadap penyebab kerusakan testis, dan koreksi saluran yang membuntu
penyaluran sperma. Tindakan itu bisa berupa:
1. Adenomektomi hipofisis pada adenoma hipofisis.
2. Varikokel yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada spermatogonium
dilakukan operasi vasoligasi tinggi atau varikokelektomi.
3. Jika terdapat penyumbatan pada vas deferens karena infeksi atau setelah
menjalani vasektomi dilakukan penyambungan kembali vas deferens atau
vaso-vasostomi, sedangkan pada pembuntuan yang lebih proksimal yaitu pada
epididimis dilakukan penyambungan epididimo-vasostomi yaitu
penyambungan epididimis dengan vas deferens. Melalui teknik
bedah mikroskopik angka keberhasilan penyambungan vas deferens (yang
ditandai dengan terdapatnya sperma pada ejakulat) ± 80-90% sedangkan angka
keberhasilan fungsional (pasangan menjadi hamil) ±50-60%.
4. Penyumbatan pada duktus ejakulatorius dilakukan reseksi transuretral.
23
Teknik reproduksi artifisial
Pada klinik infertilitas modern, saat ini telah dikembangkan teknik untuk
mengatasi hambatan dalam proses fertilisasi (pertemuan antara sel sperma dengan
ovum) melalui inseminasi buatan. Teknik itu antara lain adalah inseminasi
intra utrine (IUI), fertilisasi in vitro (IVF), gamete intrafallopian tube transfer
(GIFT), dan mikromanipulasi.
Dengan diketemukan teknik mikromanipulasi pada gamet melalui teknik
intracyto-plasmic sperm injection (ICSI) saat ini perkembangan fertilisasi in vitro
semakin bertambah maju. Pada teknik ICSI, satu sperma disuntikkan ke dalam sel
telur (yang telah mengalami prosesing) sehingga hambatan fertilisasi berupa
ketidak mampuan sperma untuk menembus zona pelusida sel telur sudah tidak ada
lagi.
24
mikroskopik yang disebut dengan microsurgical epididymal sperm aspiration
(MESA) atau melalui perkutan yang disebut percutaneous epididymal sperm
aspiration (PESA).
25
DAFTAR PUSTAKA
26