Anda di halaman 1dari 194

 Profil

KHANZA SKIN CARE


Perawatan Wajah dan Kecantikan Kulit

SOFT TISSU TUMOR


10/12/2011

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Jaringan lunak adalah bagian dari tubuh yang terletak antara kulit dan tulang serta organ tubuh
bagian dalam. Yang tergolong jaringan lunak antara lain adalah otot, tendon, jaringan ikat, lemak
dan jaringan synovial (jaringan di sekitar persendian).

Tumor adalah benjolan atau pembengkakan abnormal dalam tubuh, tetapi dalam artian khusus
tumor adalah benjolan yang disebabkan oleh neoplasma. Secara klinis, tumor dibedakan atas
golongan neoplasma dan nonneoplasma misalnya kista, akibat reaksi radang atau hipertrofi.

Tumor jaringan lunak dapat terjadi di seluruh bagian tubuh mulai dari ujung kepala sampai ujung
kaki. Tumor jaringan lunak ini ada yang jinak dan ada yang ganas. Tumor ganas atau kanker
pada jaringan lunak dikenal sebagai sarcoma jaringan lunak atau Soft Tissue Sarcoma (STS).

Kanker jaringan lunak termasuk kanker yang jarang ditemukan, insidensnya hanya sekitar 1%
dari seluruh keganasan yang ditemukan pada orang dewasa dan 7-15% dari seluruh keganasan
pada anak. Bisa ditemukan pada semua kelompok umur. Pada anak-anak paling sering pada
umur sekitar 4 tahun dan pada orang dewasa paling banyak pada umur 45-50 tahun.

Lokasi yang paling sering ditemukan adalah pada anggota gerak bawah yaitu sebesar 46% di
mana 75% ada diatas lutut terutama di daerah paha. Di anggota gerak atas mulai dari lengan atas,
lengan bawah hingga telapak tangan sekitar 13%. 30% di tubuh bagian luar maupun dalam,
seperti pada dinding perut, dan juga pada jaringan lunak dalam perut maupun dekat ginjal atau
yang disebut daerah retroperitoneum. Pada daerah kepala dan leher sekitar 9% dan 1% di tempat
lainnya, antara lain di dada.

I.2 RUMUSAN MASALAH


I.2.1 Bagaimana etiologi dan patofisiologi tumor jaringan lunak?

I.2.2 Bagaimana diagnosis dan penatalaksanaan tumor jaringan lunak?

I.3 TUJUAN

I.3.1 Mengetahui etiologi dan patofisiologi tumor jaringan lunak.

I.3.2 Mengetahui cara mendiagnosis dan penatalaksanaan tumor jaringan lunak.

I.4 MANFAAT

I.4.1 Menambah wawasan mengenai ilmu kedokteran pada umumnya, dan ilmu bedah
orthopedi pada khususnya

I.4.2 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti kepaniteraan
klinik bagian ilmu bedah.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. A. DEFINISI

Jaringan lunak adalah bagian dari tubuh yang terletak antara kulit dan tulang serta organ tubuh
bagian dalam. Yang tergolong jaringan lunak antara lain adalah otot, tendon, jaringan ikat, dan
jaringan lemak.

Tumor jaringan lunak atau Soft Tissue Tumor (STT) adalah suatu benjolan atau pembengkakan
abnormal yang disebabkan pertumbuhan sel baru.

1. B. ANATOMI FISIOLOGI
Menurut Evelyn C. Pearce (2008:15), anatomi fisiologi jaringan lunak adalah sebagai berikut :

1. Otot

Otot ialah jaringan yang mempunyai kemampuan khusus yaitu berkontraksi bergerak. Otot
terdiri atas serabut silindris yang mempunyai sifat yang sama dengan jaringan yang lain, semua
ini diikat menjadi berkas-berkas serabut kecil oleh sejenis jaringan ikat yang mengandung unsur
kontraktil

2. Tendon

Tendon adalah pengikat otot pada tulang, tendon ini berupa serabut-serabut simpai yang
berwarna putih, berkilap, dan tidak elastis.

3. Jaringan ikat

Jaringan ikat melengkapi kerangka badan, dan terdiri dari jaringan areolar dan serabut elastis.

1. C. ETIOLOGI

Etiologi Soft Tissue Tumor :

1. Kondisi genetik

Ada bukti tertentu pembentukan gen dan mutasi gen adalah faktor predisposisi untuk beberapa
tumor jaringan lunak, dalam daftar laporan gen yang abnormal, bahwa gen memiliki peran
penting dalam diagnosis.

2. Radiasi

Mekanisme yang patogenik adalah munculnya mutasi gen radiasi-induksi yang mendorong
transformasi neoplastik.

3. Lingkungan karsinogen

Sebuah hubungan antara eksposur ke berbagai karsinogen dan setelah itu dilaporkan
meningkatnya insiden tumor jaringan lunak.

4. Infeksi

Infeksi virus Epstein-Barr dalam orang yang kekebalannya lemah juga akan meningkatkan
kemungkinan tumor jaringan lunak.

5. Trauma
Hubungan antara trauma dan Soft Tissue Tumors nampaknya kebetulan. Trauma mungkin
menarik perhatian medis ke pra-luka yang ada.

D. INSIDENSI

Kanker jaringan lunak termasuk kanker yang jarang ditemukan, insidensnya hanya sekitar 1%
dari seluruh keganasan yang ditemukan pada orang dewasa dan 7-15 % dari seluruh keganasan
pada anak. Bisa ditemukan pada semua kelompok umur. Pada anak-anak paling sering pada
umur sekitar 4 tahun dan pada orang dewasa paling banyak pada umur 45-50 tahun.

Lokasi yang paling sering ditemukan adalah pada anggota gerak bawah yaitu sebesar 46%
dimana 75%-nya ada di atas lutut terutama di daerah paha.
Di anggota gerak atas mulai dari lengan atas, lengan bawah hingga telapak tangan sekitar 13%.
30% di tubuh bagian di bagian luar maupun dalam, seperti pada dinding perut, dan juga pada
jaringan lunak di dalam perut maupun dekat ginjal atau yang disebut daerah retroperitoneum.
Pada daerah kepala dan leher sekitar 9% dan 1% di tempat lainnya, antara lain di dada.

E. MANIFESTASI KLINIS

Gejala dan tanda kanker jaringan lunak tidak spesifik, tergantung pada lokasi di mana tumor
berada, umumnya gejalanya berupa adanya suatu benjolan dibawah kulit yang tidak terasa sakit.
Hanya sedikit penderita yang mengeluh sakit, yang biasanya terjadi akibat pendarahan atau
nekrosis dalam tumor, dan bisa juga karena adanya penekanan pada saraf-saraf tepi.

Tumor jinak jaringan lunak biasanya tumbuh lambat, tidak cepat membesar, bila diraba terasa
lunak dan bila tumor digerakan relatif masih mudah digerakan dari jaringan di sekitarnya dan
tidak pernah menyebar ke tempat jauh.

Umumnya pertumbuhan kanker jaringan lunak relatif cepat membesar, berkembang menjadi
benjolan yang keras, dan bila digerakkan agak sukar dan dapat menyebar ke tempat jauh ke paru-
paru, liver maupun tulang. Kalau ukuran kanker sudah begitu besar, dapat menyebabkan borok
dan perdarahan pada kulit diatasnya.

F. PATOFISIOLOGI

Pada umumnya tumor-tumor jaringan lunak atau Soft Tissue Tumors (STT) adalah proliferasi
jaringan mesenkimal yang terjadi di jaringan nonepitelial ekstraskeletal tubuh. Dapat timbul di
tempat di mana saja, meskipun kira-kira 40% terjadi di ekstermitas bawah, terutama daerah paha,
20% di ekstermitas atas, 10% di kepala dan leher, dan 30% di badan.

Tumors jaringan lunak tumbuh centripetally, meskipun beberapa tumor jinak, seperti serabut
luka. Setelah tumor mencapai batas anatomis dari tempatnya, maka tumor membesar melewati
batas sampai ke struktur neurovascular. Tumor jaringan lunak timbul di lokasi seperti lekukan-
lekukan tubuh.

Proses alami dari kebanyakan tumor ganas dapat dibagi atas 4 fase yaitu :
1. Perubahan ganas pada sel-sel target, disebut sebagai transformasi.

2. Pertumbuhan dari sel-sel transformasi.

3. Invasi lokal.

4. Metastasis jauh.

G. DIAGNOSA

Metode diagnosis yang paling umum selain pemeriksaan klinis adalah pemeriksaan biopsi, bisa
dapat dengan biopsi aspirasi jarum halus (FNAB) atau biopsi dari jaringan tumor langsung
berupa biopsi insisi yaitu biopsi dengan mengambil jaringan tumor sebagian sebagai contoh bila
ukuran tumornya besar. Bila ukuran tumor kecil, dapat dilakukan biopsi dengan pengangkatan
seluruh tumor. Jaringan hasil biopsi diperiksa oleh ahli patologi anatomi dan dapat diketahui
apakah tumor jaringan lunak itu jinak atau ganas. Bila jinak maka cukup hanya benjolannya saja
yang diangkat, tetapi bila ganas setalah dilakukan pengangkatan benjolan dilanjutkan dengan
penggunaan radioterapi dan kemoterapi. Bila ganas, dapat juga dilihat dan ditentukan jenis
subtipe histologis tumor tersebut, yang sangat berguna untuk menentukan tindakan selanjutnya.

Simak

Baca secara fonetik

Kamus – Lihat kamus yang lebih detail

1. H. PENATALAKSANAAN

Secara umum, pengobatan untuk jaringan lunak tumor tergantung pada tahap dari tumor. Tahap
tumor yang didasarkan pada ukuran dan tingkatan dari tumor. Pengobatan pilihan untuk jaringan
lunak tumors termasuk operasi, terapi radiasi, dan kemoterapi.
1. Terapi Pembedahan (Surgical Therapy)
Bedah adalah yang paling umum untuk perawatan jaringan lunak tumors. Jika memungkinkan,
dokter akan menghapus kanker dan margin yang aman dari jaringan sehat di sekitarnya. Penting
untuk mendapatkan margin bebas tumor untuk mengurangi kemungkinan kambuh lokal dan
memberikan yang terbaik bagi pembasmian dari tumor. Tergantung pada ukuran dan lokasi dari
tumor, mungkin, jarang sekali, diperlukan untuk menghapus semua atau bagian dari lengan atau
kaki.

2. Terapi radiasi

Terapi radiasi dapat digunakan untuk operasi baik sebelum atau setelah shrink Tumor operasi
apapun untuk membunuh sel kanker yang mungkin tertinggal. Dalam beberapa kasus, dapat
digunakan untuk merawat tumor yang tidak dapat dilakukan pembedahan. Dalam beberapa studi,
terapi radiasi telah ditemukan untuk memperbaiki tingkat lokal, tetapi belum ada yang
berpengaruh pada keseluruhan hidup.

3. Kemoterapi

Kemoterapi dapat digunakan dengan terapi radiasi, baik sebelum atau sesudah operasi untuk
mencoba bersembunyi di setiap tumor atau membunuh sel kanker yang tersisa. Penggunaan
kemoterapi untuk mencegah penyebaran jaringan lunak tumors belum membuktikan untuk lebih
efektif. Jika kanker telah menyebar ke area lain dari tubuh, kemoterapi dapat digunakan untuk
Shrink Tumors dan mengurangi rasa sakit dan menyebabkan kegelisahan mereka, tetapi tidak
mungkin untuk membasmi penyakit.

1. I. KOMPLIKASI

Penyebaran atau metastasis kanker ini paling sering melalui pembuluh darah ke paru-paru , ke
liver, dan tulang. Jarang menyebar melalui kelenjar getah bening.

1. I. PROGNOSIS

Pada kanker jaringan lunak yang sudah lanjut, dengan ukuran yang besar, resiko kekambuhan
setelah dilakukan tindakan operasi masih dapat terjadi. Oleh karena itu setelah operasi biasanya
penderita harus sering kontrol untuk memonitor ada tidaknya kekambuhan pada daerah operasi
ataupun kekambuhan ditempat jauh berupa metastasis di paru, liver atau tulang.

1. J. CONTOH SOFT TISSUE TUMOR


1) LIPOMA

2) FIBROMA DESMOPLASTIK

3) LIPOSARKOMA

4) FIBROSARKOMA

BAB III

PENUTUP

III.1 KESIMPULAN

Jaringan lunak adalah bagian dari tubuh yang terletak antara kulit dan tulang serta organ tubuh
bagian dalam. Yang tergolong jaringan lunak antara lain adalah otot, tendon, jaringan ikat, dan
jaringan lemak.

Tumor jaringan lunak atau Soft Tissue Tumor (STT) adalah suatu benjolan atau pembengkakan
abnormal yang disebabkan pertumbuhan sel baru.

Gejala dan tanda kanker jaringan lunak tidak spesifik, tergantung pada lokasi di mana tumor
berada, umumnya gejalanya berupa adanya suatu benjolan dibawah kulit yang tidak terasa sakit.
Hanya sedikit penderita yang mengeluh sakit, yang biasanya terjadi akibat pendarahan atau
nekrosis dalam tumor, dan bisa juga karena adanya penekanan pada saraf-saraf tepi.
Metode diagnosis yang paling umum selain pemeriksaan klinis adalah pemeriksaan biopsi, bisa
dapat dengan biopsi aspirasi jarum halus (FNAB) atau biopsi dari jaringan tumor langsung
berupa biopsi insisi yaitu biopsi dengan mengambil jaringan tumor sebagian sebagai contoh bila
ukuran tumornya besar. Bila ukuran tumor kecil, dapat dilakukan biopsi dengan pengangkatan
seluruh tumor.

Pengobatan pilihan untuk jaringan lunak tumors termasuk operasi, terapi radiasi, dan kemoterapi.

III.2 SARAN

1. Dilakukan penelitian tentang komplikasi dan prognosis pada penderita Soft Tissue Tumor
2. Mahasiswa diharapkan lebih mengenalkan kepada masyarakat tentang bahaya Soft Tissue
Tumor

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat, R., Jong, W.D., editor., “Soft Tissue Tumor”, dalam Buku Ajar Ilmu Bedah,
Edisi 2. EGC, Jakarta, 2005,

2. Harri Prawira Ezzedin. 2009. Fraktur. Faculty of Medicine – University of Riau Pekanbaru,
Riau. available at (http://www.Belibis17.tk. Di akses tanggal 17 Agustus 2011.

3. Tassya, A, 2010. Tumor Jaringan Lunak. (http://www.BlogSpot.com). Diakses tanggal 17


Agustus 2011

Posted by doktermaya in Makalah Kedokteran Tag:adalah, akut, diagnosa, diagnosis, faktor,


kelainan, keluhan, klinis, komplikasi, kronis, obat, patofisiologi, penanganan, penatalaksanaan,
pengertian, penyakit, penyebab, riwayat, soft, tanda, terapi, tissu, trauma, tumor
1 komentar

KISTA OVARIUM
01/12/2011

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Secara normal sering terjadi kista (kantong yang berisi cairan) dengan ukuran yang kecil pada
kedua indung telur. Pada umumnya kista ini tidak mengganggu dan akan hilang dengan
sendirinya. Tetapi pada kasus2 kista lainnya bisa menyebabkan masalah dan perlu diobati.

Salah satu indung telur secara normal akan menghasilkan sel telur setiap bulannya. Sel telur ini
berada dalam suatu kantong yang disebut dengan folikel, tumbuh didalam indung telur. Pada hari
ke 5 siklus mens, hormon estrogen menstimulasi lapisan bagian dalam rahim (endometrium)
untuk tumbuh dan menebal, persiapan akan kemungkinan adanya kehamilan. Sekitar hari ke 14
sel telur dikeluarkan / dilepaskan dari indung telur, proses ini dinamakan ovulasi.

Sel telur yang dihasilkan akan bergerak ke arah saluran telur ( tuba fallopi) yang selanjutnya
akan dibuahi oleh sperma, proses ini dinamakan konsepsi. Setelah ovulasi folikel yang kosong
tadi menjadi korpus luteum, yang tetap bertahan sampai priode mens berikutnya. Korpus luteum
berfungsi mempersiapkan endometrium agar siap untuk menerima sel hasil konsepsi tadi.

Kista Ovarium cukup sering dialami wanita disaat usia reproduksinya. Kista bisa bervariasi
ukurannya serta terdapat berbagai macam jenis kista ovarium. Kebanyakan kista jinak (bukan
kanker), sementara sebagian kecil lainnya bisa berupa kista yang ganas (kanker), sehingga semua
bentuk kista harus diperiksakan ke dokter.

Jumlah diagnosa kista ovarium meningkat seiring dengan pemeriksaan fisik dan penggunaan
ultrasound (USG) secara luas. Berdasarkan tingkat keganasannya, kista dibedakan menjadi dua
macam, yaitu kista non-neoplastik dan kista neoplastik. Tentang neoplastik belum ada klasifikasi
yang dapat diterima oleh semua pihak. Hal ini terjadi karena klasifikasi berdasarkan
histopatologi dan embriologi belum dapat diberikan secara tuntas berhubung masih kurangnya
pengetahuan mengenai asal-usul beberapa kista.

I.2 RUMUSAN MASALAH


I.2.1 Bagaimana etiologi dan patofisiologi Kista ovarium pada kehamilan?

I.2.2 Bagaimana diagnosis dan penatalaksanaan Kista ovarium pada kehamilan?

I.3 TUJUAN

I.3.1 Mengetahui etiologi dan patofisiologi Kista ovarium pada kehamilan.

I.3.2 Mengetahui cara mendiagnosis dan penatalaksanaan Kista ovarium pada kehamilan.

I.4 MANFAAT

I.4.1 Menambah wawasan mengenai ilmu kedokteran pada umumnya, dan ilmu kebidanan dan
kandungan pada khususnya

I.4.2 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti kepaniteraan
klinik bagian ilmu kebidanan dan kandungan

081943263594
BAB II

STATUS PASIEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

II.1 IDENTITAS PASIEN

No. Reg : 2357112

1. A. Identitas pribadi :

Nama penderita : Ny. A Nama Suami : Tn. M

Umur penderita : 35 tahun Umur suami : 39 tahun

Alamat : Gondang Legi

Pekerjaan penderita : IRT Pekerjaan suami : Petani

Pendidikan penderita : SD Pendidikan suami : SD

1. B. Anamnesa :
1. Masuk rumah sakit tanggal : 28 Maret 2011 pada pukul 20.00
2. Keluhan utama : Nyeri perut bagian bawah
3. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien mengeluh nyeri perut bagian bawah telah
dirasakan sejak satu tahun yang lalu. Selama satu tahun tersebut, pasien mengaku
hanya berobat ke pengobatan alternatif, namun tidak ada perbaikan. Kemudian
pasien berobat k dokter 1 bulan yang lalu dan di USG, dan dari hasil USG
didapatkan kista pada rahim. Kemudian kemarin perut terasa sangat sakit sekali,
sehingga pasien datang berobat ke Rumah sakit.
4. Riwayat kehamilan yang sekarang : (-)
5. Riwayat menstruasi : menarche umur 14 tahun, HPHT 24-3-2011
6. Riwayat perkawinan : pasien menikah 1 x pada tahun 1990, lamanya 11 tahun,
umur pertama menikah 24 tahun.
7. Riwayat persalinan sebelumnya : Anak I : 1999, lahir normal, di tolong bidan,
BB: 3,7kg
Anak II : 2003, lahir normal, di tolong bidan, BB: 3,2kg

1. Riwayat penggunaan kontrasepsi : KB suntik 5 tahun setelah kelahiran anak II


2. Riwayat penyakit sistemik yang pernah dialami : -
3. Riwayat penyakit keluarga : Kakak pasien DM (+)
4. Riwayat kebiasaan dan sosial : sosial menengah ke bawah, kebiasaan : pijat oyok (+)
5. Riwayat pengobatan yang telah dilakukan : obat-obatan dari dokter dan bidan.

1. C. Pemeriksaan fisik
1. Status present

Keadaan umum : kesadaran compos mentis

Tekanan darah : 120/80 mmhg Nadi : 84x/menit

Suhu : 36,5°C Frekwensi pernapasan : 20x/menit

Tinggi Badan : - Berat badan : -

1. Pemeriksaan umum

Kulit : normal

Kepala :

Mata : anemi (-/-) ikterik (-/-) odem palpebra (-/-)

Wajah : simetris

Mulut : kebersihan gigi geligi kurang stomatitis (-)

hiperemi faring (-) pembesaran tonsil (-)

Leher : pembesaran kelenjar limfe di leher (-)

pembesaran kelenjar tiroid (-)

Thorax :

Paru :
Inspeksi : hiperpigmentasi areola mammae (+) ASI (-)

pergerakan pernapasan simetris tipe pernapasan normal

retraksi costa -/-

Palpasi : teraba massa abnormal -/- pembesaran kelenjar axila -/-

Perkusi : sonor +/+ hipersonor -/- pekak -/-

Auskultasi : vesikuler +/+ suara nafas menurun -/-

wheezing -/- ronki -/-

Jantung :

Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : thrill -/-

Perkusi : batas jantung normal

Auskultasi : denyut jantung S1 S2

Abdomen :

Inspeksi : flat -/-, distensi -/-, gambaran pembuluh darah kolateral -/-

Palpasi : pembesaran organ -/- nyeri tekan +/+

teraba massa abnormal -/-

Perkusi : timpani

Auskultasi : suara bising usus +/+ metallic sound -/-

Ekstremitas : odem -/-

1. C. Status obstetri

Pemeriksaan luar

TFU tak teraba, nyeri tekan abdomen bawah (+), massa (-)
Pemeriksaan obstetric dalam :

Pada pemeriksaan dalam didapatkan blood slym (-), pembukaan : 0, penipisan portio (-), massa
(-).

D. Pemeriksaan Penunjang :

1. USG (Tanggal 5 februari 2011) :

Terdapat Cystoma ovarii, tampaknya muccinosum/ pseudomuccinosum, besar di bagian antero-


superior dari uterus, ukuran 9 x 10 x 11 cm, serta di retrouterine sisi kanan ukuran 4 cm.

2. Laboratorium (tanggal 7 maret 2011) :

- DL :

Hb : 12,4

Leukosit : 14.306

LED : 10

Trombosit : 327.000

Masa perdarahan : 1’30’’

Masa pembekuan : 13’00’’

 UL :

Makroskopis : Kuning jernih

pH : 5,5

Glukosa :-

Protein :-

Bilirubin :-

Urobilinogen :-

Sedimen : eritrosit : 0-1


Leukosit : + (1-3)

Epitel : + (9-16)

 Kimia Darah :

GDP : 86

Ureum : 40

Kreatinin : 4,0

TPHA :-

SGOT : 14

SGPT : 16

1. D. Ringkasan

Anamnesa Nyeri perut bagian bawah telah dirasakan sejak satu tahun yang lalu. Selama satu
tahun tersebut, pasien mengaku hanya berobat ke pengobatan alternatif, namun tidak ada
perbaikan. Kemudian pasien berobat k dokter 1 bulan yang lalu dan di USG, dan dari hasil USG
didapatkan kista pada rahim. Kemudian kemarin perut terasa sangat sakit sekali, sehingga pasien
datang berobat ke Rumah sakit.

Pemeriksaan fisik : keadaan umum : kesadaran compos mentis, tekanan darah : 120/80 nadi :
84x/menit, suhu: 36,5°C, frekwensi pernapasan : 20x/menit

Pemeriksaan obstetric luar : TFU tak teraba, nyeri tekan abdomen bawah (+), massa (-)

Pemeriksaan obstetric dalam : Vulva / vagina : Blood slym (-), pembukaan : 0, penipisan portio
(-), massa (-)

Pemeriksaan penunjang : USG menunjukkan adanya Cystoma ovarii di bagian antero-posterior


dan retro uterine sisi dextra.

Diagnose : P2002Ab000 dengan Cystoma Ovarii

Rencana tindakan :

1. OP tanggal 29-3-2011
Lembar Follow Up

Nama pasien : Ny. A

Ruang kelas : IRNA Brawijaya

Diagnose : P2002Ab000 Post SOS + Parsial Oovorokistektomi dextra.

29 Maret 2011

S : Luka masih terasa sakit, pusing (+), BAB (-), BAK (-)

O : T = 120/80 mmHg

N = 92x/menit

S = 37,5⁰C

RR = 21x/menit

A = P2002Ab000 Post SOS + Parsial Oovorokistektomi dextra


P= 1. Infus RL

2. Cefotaxim IV

3. Teranol 3×1

4. Kalnex 3×1

4. observasi TTV

30 Maret 2011

S : Luka masih terasa sakit, pusing (+), BAB (-), BAK (+), flatus (+)

O : T = 120/80 mmHg

N = 88x/menit

S = 36,2⁰C

RR = 18x/menit

A = P2002Ab000 Post SOS + Parsial Oovorokistektomi dextra

P= 1. Infus RL

2. Cefotaxim IV

3. Teranol 3×1

4. Kalnex 3×1

4. observasi TTV

31 Maret 2011

S : Luka masih terasa sakit, pusing (-), BAB (-), BAK (+)

O : T = 120/80 mmHg
N = 84x/menit

S = 36,6⁰C

RR = 18x/menit

A = P2002Ab000 Post SOS + Parsial Oovorokistektomi dextra

P= 1. Infus RL

2. Cefotaxim IV

3. Teranol 3×1

4. Kalnex 3×1

4. observasi TTV

1 April 2011

S : Luka masih terasa sakit, pusing (-), BAB (+), BAK (+)

O : T = 120/80 mmHg

N = 84x/menit

S = 36,6⁰C

RR = 18x/menit

A = P2002Ab000 Post SOS + Parsial Oovorokistektomi dextra

P= 1. Infus RL

2. Cefotaxim IV

3. Teranol 3×1

4. Kalnex 3×1

4. observasi TTV
LAPORAN KELUAR RUMAH SAKIT

KRS tanggal : 02 Maret 2011

Keadaan pasien waktu pulang : keadaan umum cukup, T = 120/70 mmHg, N = 82, S =
36˚C

 Hb : 12 gr/dL
 PPV :-
 Massa :-
 Diagnose saat pulang : Cystoma Ovarii tipe endometrioma (post SOS+ POD)

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 DEFINISI

Kista adalah kantong berisi cairan, kista seperti balon berisi air, dapat tumbuh di mana saja dan
jenisnya bermacam-macam. Kista yang berada di dalam atau permukaan ovarium (indung telur)
disebut kista ovarium atau tumor ovarium. Sebagian besar kista terbentuk karena perubahan
kadar hormon yang terjadi selama siklus haid, produksi dan pelepasan sel telur dari ovarium.

Kebanyak kista ovarium ini tidak berbahaya dan akan hilang dengan sendirinya. Jika kista ini
bertambah besar, maka akan dapat menyebabkan tekanan, perasaan penuh dan rasa tidak
nyaman.

Kista ovarium sering ditemukan pada wanita di masa reproduksinya. Seorang wanita dapat
memiliki satu atau lebih kista, dimana dapat memiliki ukuran yang bervariasi, dari yang sebesar
kacang hingga sebesar anggur.

3.2 JENIS-JENIS KISTA OVARIUM

a. Kista fungsional

Kista yang terbentuk dari jaringan yang berubah pada saat fungsi normal haid. Kista normal ini
akan mengecil dan menghilang dengan sendirinya dalam kurun 2-3 siklus haid. Terdapat 2
macam kista fungsional: kista folikular dan kista korpus luteum.
o Kista folikular : Folikel sebagai penyimpan sel telur akan mengeluarkan sel telur
pada saat ovulasi bilamana ada rangsangan LH (Luteinizing Hormone).
Pengeluaran hormon ini diatur oleh kelenjar hipofisis di otak. Bilamana semuanya
berjalan lancar, sel telur akan dilepaskan dan mulai perjalannya ke saluran telur
(tuba falloppi) untuk dibuahi. Kista folikuler terbentuk jika lonjakan LH tidak
terjadi dan reaksi rantai ovulasi tidak dimulai, sehingga folikel tidak pecah atau
melepaskan sel telur, dan bahkan folikel tumbuh terus hingga menjadi sebuah
kista. Kista folikuler biasanya tidak berbahaya, jarang menimbulkan nyeri dan
sering hilang dengan sendirinya antara 2-3 siklus haid.

o Kista korpus luteum : Bilamana lonjakan LH terjadi dan sel telur dilepaskan,
rantai peristiwa lain dimulai. Folikel kemudian bereaksi terhadap LH dengan
menghasilkan hormon estrogen dan progesteron dalam jumlah besar sebagai
persiapan untuk pembuahan. Perubahan dalam folikel ini disebut korpus luteum.
Tetapi, kadangkala setelah sel telur dilepaskan, lubang keluarnya tertutup dan
jaringan-jaringan mengumpul di dalamnya, menyebabkan korpus luteum
membesar dan menjadi kista. Meski kista ini biasanya hilang dengan sendiri
dalam beberapa minggu, tetapi kista ini dapat tumbuh hingga 4 inchi (10 cm)
diameternya dan berpotensi untuk berdarah dengan sendirinya atau mendesak
ovarium yang menyebabkan nyeri panggul atau perut. Jika kista ini berisi darah,
kista dapat pecah dan menyebabkan perdarahan internal dan nyeri tajam yang
tiba-tiba.

1. b. Kista Abnormal

Maksud kata “abnormal” disini adalah tidak normal, tidak umum, atau tidak biasanya (ada,
timbul, muncul, atau terjadi). Semua tipe atau bentuk kista -selain kista fungsional- adalah kista
abnormal, misalnya:

 Kista dermoid
Kista ovarium yang berisi ragam jenis jaringan misal rambut, kuku, kulit, gigi dan lainnya. Kista
ini dapat terjadi sejak masih kecil, bahkan mungkin sudah dibawa dalam kandungan ibunya.
Kista ini biasanya kering dan tidak menimbulkan gejala, tetapi dapat menjadi besar dan
menimbulkan nyeri.

 Kista endometriosis

Kista yang terbentuk dari jaringan endometriosis (jaringan mirip dengan selaput dinding rahim
yang tumbuh di luar rahim) menempel di ovarium dan berkembang menjadi kista. Kista ini
sering disebut juga sebagai kista coklat endometriosis karena berisi darah coklat-kemerahan.
Kista ini berhubungan dengan penyakit endometriosis yang menimbulkan nyeri haid dan nyeri
sanggama.

 Kistadenoma

Kista yang berkembang dari sel-sel pada lapisan luar permukaan ovarium, biasanya bersifat
jinak. Kistasenoma dapat tumbuh menjadi besar dan mengganggu organ perut lainnya dan
menimbulkan nyeri.

 Polikistik ovarium

Ovarium berisi banyak kista yang terbentuk dari bangunan kista folikel yang menyebabkan
ovarium menebal. Ini berhubungan dengan penyakit sindrom polikistik ovarium yang disebabkan
oleh gangguan hormonal, terutama hormon androgen yang berlebihan. Kista ini membuat
ovarium membesar dan menciptakan lapisan luar tebal yang dapat menghalangi terjadinya
ovulasi, sehingga sering menimbulkan masalah infertilitas.

3.3 INSIDENS DAN EPIDEMIOLOGI

Pada sebagian besar kanker ovarium berbentuk tumor kistik (kista ovarium) dan sebagian kecil
berbentuk tumor padat. Kanker ovarium merupakan penyebab kematian terbanyak dari semua
kanker ginekologi. Angka kematian yang tinggi ini disebabkan karena penyakit ini awalnya
bersifat asimptomatik dan baru menimbulkan keluhan apabila sudah terjadi metastasis, sehingga
60% – 70% pasien datang pada stadium lanjut, sehingga penyakit ini disebut juga sebagai “silent
killer”

Pemeriksaan USG transvaginal ditemukan kista ovarium pada hampir semua wanita
premenopouse dan terjadi peningkatan 14,8% pada wanita post menopouse. Kebanyakan dari
kista tersebut bersifat jinak. Kista ovarium fungsional terjadi pada semua umur, tetapi
kebanyakan pada wanita masa reproduksi. Dan kista ovarium jarang setelah masa menopouse.
3.4 ETIOLOGI

Sampai sekarang ini penyebab dari Kista Ovarium belum sepenuhnya dimengerti, tetapi
beberapa teori menyebutkan adanya gangguan dalam pembentukan estrogen dan dalam
mekanisme umpan balik ovarium-hipotalamus.

Kista ovarium terbentuk oleh bermacam sebab. Penyebab inilah yang nantinya akan menentukan
tipe dari kista. Diantara beberapa tipe kista ovarium, tipe folikuler merupakan tipe kista yang
paling banyak ditemukan. Kista jenis ini terbentuk oleh karena pertumbuhan folikel ovarium
yang tidak terkontrol.

Folikel adalah suatu rongga cairan yang normal terdapat dalam ovarium. Pada keadaan normal,
folikel yang berisi sel telur ini akan terbuka saat siklus menstruasi untuk melepaskan sel telur.
Namun pada beberapa kasus, folikel ini tidak terbuka sehingga menimbulkan bendungan carian
yang nantinya akan menjadi kista.

Cairan yang mengisi kista sebagian besar berupa darah yang keluar akibat dari perlukaan yang
terjadi pada pembuluh darah kecil ovarium. Pada beberapa kasus, kista dapat pula diisi oleh
jaringan abnormal tubuh seperti rambut dan gigi. Kista jenis ini disebut dengan Kista Dermoid.

Faktor yang menyebabkan gejala kista meliputi:

1. Gaya hidup tidak sehat.diantaranya:

 Konsumsi makanan yang tinggi lemak dan kurang serat


 Zat tambahan pada makanan
 Kurang olah raga
 Merokok dan konsumsi alkohol
 Terpapar dengan polusi dan agen infeksius
 Sering stress

2. Faktor genetic :

Dalam tubuh kita terdapat gen gen yang berpotensi memicu kanker, yaitu yang disebut
protoonkogen, karena suatu sebab tertentu, misalnya karena makanan yang bersifat karsinogen
,polusi, atau terpapar zat kimia tertentu atau karena radiasi, protoonkogen ini dapat berubah
menjadi onkogen, yaitu gen pemicu kanker.

3.5 GEJALA-GEJALA

Sebagian besar kista ovarium tidak menimbulkan gejala, atau hanya sedikit nyeri yang
tidak berbahaya. Tetapi adapula kista yang berkembang menjadi besar dan menimpulkan nyeri
yang tajam. Pemastian penyakit tidak bisa dilihat dari gejala-gejala saja karena mungkin
gejalanya mirip dengan keadaan lain seperti endometriosis, radang panggul, kehamilan ektopik
(di luar rahim) atau kanker ovarium.

Meski demikian, penting untuk memperhatikan setiap gejala atau perubahan ditubuh Anda untuk
mengetahui gejala mana yang serius. Gejala-gejala berikut mungkin muncul bila Anda
mempunyai kista ovarium:

 Perut terasa penuh, berat, kembung


 Tekanan pada dubur dan kandung kemih (sulit buang air kecil)
 Haid tidak teratur
 Nyeri panggul yang menetap atau kambuhan yang dapat menyebar ke punggung bawah
dan paha.
 Nyeri sanggama
 Mual, ingin muntah, atau pengerasan payudara mirip seperti pada saat hamil.

Gejala-gejala berikut memberikan petunjuk diperlukan penanganan kesehatan segera:

 Nyeri perut yang tajam dan tiba-tiba


 Nyeri bersamaan dengan demam
 Rasa ingin muntah.

3.6 PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS

Pemastian diagnosis untuk kista ovarium dapat dilakukan dengan pemeriksaan:

1. Ultrasonografi (USG)

Tindakan ini tidak menyakitkan, alat peraba (transducer) digunakan untuk mengirim dan
menerima gelombang suara frekuensi tinggi (ultrasound) yang menembus bagian panggul, dan
menampilkan gambaran rahim dan ovarium di layar monitor. Gambaran ini dapat dicetak dan
dianalisis oleh dokter untuk memastikan keberadaan kista, membantu mengenali lokasinya dan
menentukan apakah isi kista cairan atau padat. Kista berisi cairan cenderung lebih jinak, kista
berisi material padat memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.

Akan terlihat sebagai struktur kistik yang bulat (kadang-kadang oval) dan terlihat sangat
echolucent dengan dinding dinding yang tipis/tegas/licin, dan di tepi belakang kista nampak
bayangan echo yang lebih putih dari dinding depannya.

Kista ini dapat bersifat unillokuler (tidak bersepta) atau multilokuler (bersepta-septa).Kadang-
kadang terlihat bintik-bintik echo yang halus-halus (internal echoes) di dalam kista yang berasal
dari elemen-elemen darah di dalam kista.
2. Laparoskopi

Dengan laparoskopi (alat teropong ringan dan tipis dimasukkan melalui pembedahan kecil di
bawah pusar) dokter dapat melihat ovarium, menghisap cairan dari kista atau mengambil bahan
percontoh untuk biopsi.

1. MRI

Gambaran MRI lebih jelas memperlihatkan jaringan halus dibandingkan dengan CT-scan, serta
ketelitian dalam mengidentifikasi lemak dan produk darah. CT-Scan dapat pemberian petunjuk
tentang organ asal dari massa yang ada. MRI tidak terlalu dibutuhkan dalam beberapa/banyak
kasus. USG dan MRI jauh lebih baik dalam mengidentifikasi kista ovarium dan massa/tumor
pelvis dibandingkan dengan CT-Scan.

3.7 DIAGNOSIS BANDING KISTA OVARIUM

Diagnosis pasti tidak dapat dilihat dari gejala-gejala saja. Karena banyak penyakit dengan gejala
yang sama pada kista ovarium, adalah :

1. 1. Endometriosis
Pada pemeriksaan endovaginal sonogram tampak karakteristik yang difus, echo yang
rendah sehingga memberikan kesan yang padat.
2. 2. Kehamilan Ektopik

Pada pemeriksaan endovaginal sonogram memperlihatkan ring sign pada tuba, dengan dinding
yang tebal disertai cairan yang bebas disekitarnya. Tidak ada pembuahan intrauterine.

1. 3. Kanker Ovarium

Pada pemeriksaan transvaginal ultrasound di dapatkan dinding tebal dan ireguler.

1. 4. Inflamasi Pelvic (PID )

Pada pemeriksaan endovaginal sonogram, memperlihatkan secara relative pembesaran ovarium


kiri (pada pasien dengan keluhan nyeri).

3.8 KOMPLIKASI

Beberapa ahli mencurigai kista ovarium bertanggung jawab atas terjadinya kanker ovarium pada
wanita diatas 40 tahun. Mekanisme terjadinya kanker masih belum jelas namun dianjurkan pada
wanita yang berusia diatas 40 tahun untuk melakukan skrining atau deteksi dini terhadap
kemungkinan terjadinya kanker ovarium.
Faktor resiko lain yang dicurigai adalah penggunaan kontrasepsi oral terutama yang berfungsi
menekan terjadinya ovulasi. Maka dari itu bila seorang wanita usia subur menggunakan metode
konstrasepsi ini dan kemudian mengalami keluhan pada siklus menstruasi, lebih baik segera
melakukan pemeriksaan lengkap atas kemungkinan terjadinya kanker ovarium.

3.9 PENGOBATAN

Pengobatan yang dilakukan bergantung pada umur, jenis dan ukuran kista dan gejala-gejala yang
diderita. Beberapa pilihan pengobatan yang mungkin disarankan:

1. Pendekatan wait and see

Jika wanita usia reproduksi yang masih ingin hamil, berovulasi teratur, tanpa gejala, dan hasil
USG menunjukkan kista berisi cairan, dokter tidak memberikan pengobatan apapun dan
menyarankan untuk pemeriksaan USG ulangan secara periodik (selang 2-3 siklus haid) untuk
melihat apakah ukuran kista membesar. Pendekatan ini juga menjadi pilihan bagi wanita
pascamenopause jika kista berisi cairan dan diameternya kurang dari 5 cm.

2. Pil kontrasepsi

Jika terdapat kista fungsional, pil kontrasepsi yang digunakan untuk mengecilkan ukuran kista.
Pemakaian pil kontrasepsi juga mengurangi peluang pertumbuhan kista.

1. Pembedahan

Jika kista besar (diameter > 5 cm), padat, tumbuh atau tetap selama 2-3 siklus haid, atau kista
yang berbentuk iregular, menyebabkan nyeri atau gejala-gejala berat, maka kista dapat
dihilangkan dengan pembedahan. Jika kista tersebut bukan kanker, dapat dilakukan tindakan
miomektomi untuk menghilangkan kista dengan ovarium masih pada tempatnya. Jika kista
tersebut merupakan kanker, dokter akan menyarankan tindakan histerektomi untuk pengangkatan
ovarium.

3.10 PROGNOSIS PENYAKIT KISTA OVARIUM

Kelangsungan Hidup

Prognosis untuk jinak baik. Namun untuk kista yang dapat berkembang untuk menjadi kanker
ovarium angka kelangsungan hidup 5 tahun (“5 Years survival rate”) penderita kanker ovarium
stadium lanjut hanya kira-kira 20-30%, sedangkan sebagian besar penderita 60-70% ditemukan
dalm keadaan stadium lanjut.

Walaupun penanganan dan pengobatan kanker ovarium telah dilakukan dengan prosedur yang
benar namun hasil pengobatannya sampai sekarang ini belum sangat menggembirakan termasuk
pengobatan yang dilakukan di pusat kanker terkemuka di dunia sekalipun.
Kelangsungan Organ

Umumnya kista ovarium pada wanita usia subur akan menghilang dengan sendirinya dalam 1
sampai 3 bulan. Meskipun ada diantaranya yang pecah namun tidak akan menimbulkan gejala
yang berarti.Kista jenis ini termasuk jinak dan tidak memerlukan penanganan medis.

Kista biasanya ditemukan secara tidak sengaja saat dokter melakukan pemeriksaan USG.
Meskipun demikian, pengawasan tetap harus dilakukan terhadap perkembangan kista sampai
dengan beberapa siklus menstruasi. Bila memang ternyata tidak terlalu bermakna maka kista
dapat diabaikan karena akan mengecil sendiri.

BAB IV

PENUTUP
KESIMPULAN

Kista adalah kantong berisi cairan, kista seperti balon berisi air, dapat tumbuh di mana saja dan
jenisnya bermacam-macam. Kista yang berada di dalam atau permukaan ovarium (indung telur)
disebut kista ovarium atau tumor ovarium. Sebagian besar kista terbentuk karena perubahan
kadar hormon yang terjadi selama siklus haid, produksi dan pelepasan sel telur dari ovarium.

Sampai sekarang ini penyebab dari Kista Ovarium belum sepenuhnya dimengerti, tetapi
beberapa teori menyebutkan adanya gangguan dalam pembentukan estrogen dan dalam
mekanisme umpan balik ovarium-hipotalamus.

Sebagian besar kista ovarium tidak menimbulkan gejala, atau hanya sedikit nyeri yang tidak
berbahaya. Tetapi adapula kista yang berkembang menjadi besar dan menimpulkan nyeri yang
tajam.

Pemastian diagnosis untuk kista ovarium dapat dilakukan dengan pemeriksaan Ultrasonografi
(USG) , Laparoskopi, dan MRI.

Pengobatan yang dilakukan bergantung pada umur, jenis dan ukuran kista dan gejala-gejala yang
diderita. Jika kistanya tidak menimbulkan gejala, biasanya cuma dimonitor 1-2 bulan, karena jika
kista fungsional, akan hilang dengan sendirinya setelah 1 atau 2 siklus haid. Jika kistanya
membesar, maka dilakukan tindakan pembedahan. Jenis dan luasnya pembedahan tergantung
beberapa faktor: ukuran dan jenis kista, usia, gejala dan keinginan memiliki anak.
DAFTAR PUSTAKA

1. Bourgan D.R., Ectopic Pregnancy. [online]. 2005 Des. 2. [cited 2007 Des.12]. Available from:
http://www.emedicine./com.

3. Daly S., Endometrioma/Endometriosis. [online]. 2007 August 16. [cited 2007 Des. 12].
Available from: URL:http://www.emedicine.com

4. Helm W.,Ovarian Cysts. [online]. 2005 Sept 16. [cited 2007 Des. 07]. Available from:
URL:http://www.emedicine.com
6. Kistoma Ovari. [online]. 2007. [cited 2007 Des. 12]. Available from:
URL:http://www.google.com
7. Marrinan G., Ovarian Cysts, Radiology>Obstetric/Gynecologic. [online]. 2007. [cited 2007
Des. 05] Available from: http://www.emedicine./com.

9. Mudgil S.,Pelvic Inflamatory Desease. [online]. 2007 Aug. 13. [cited 2007 Des. 12]. Available
from: URL:http://www.emedicine.com.

10. Rasad S., Ultrasonografi dalam Radiologi Diagnostik Edisi Kedua, editor: ekayuda I. Jakarta:
FKUI 2005:453-455

12. Sindroma Ovarium Polikistik. [online]. 2006. [cited 2007 Des. 12]. Available from:
URL:http://www.medicastore.com
13. Staf C.M., Ovarian Cysts. [online]. 2007. [cited 2007 Des. 07] Available from:
http://www.mayoclinic./com
16. Wikipedia. Ovarian Cysts. [ cited 2007 Des. 07] Available from : the term of the GNU free
documents license.co.id

17. Wiknjosastro H. Anatomi Panggul dan Isinya Dalam Buku Ilmu Kandungan Edisi 2., editor:
Saifuddin A.B,dkk. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.2005

18. Wiknjosastro H. Tumor Jinak Pada Alat Genital Dalam Buku Ilmu Kandungan Edisi 2.,
editor: Saifuddin A.B,dkk. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.2005: 345-
346

Posted by doktermaya in Makalah Kedokteran Tag:adalah, diagnosa, diagnosis, gejala,


kehamilan, kelainan, keluhan, kista, klinis, komplikasi, makalah, obat, ovarium, patofisiologi,
penanganan, penatalaksanaan, pengertian, penyakit, penyebab, riwayat, tanda, terapi

Balas

KETUBAN PECAH DINI


01/12/2011

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Pengelolaan Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah yang masih kontroversial dalam
kebidanan. Pengelolaan yang optimal dan yang baku masih belum ada, selalu berubah. KPD
sering kali menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan morbiditas dan mortalitas pada
ibu maupun bayi terutama kematian perinatal yang cukup tinggi. Kematian perinatal yang cukup
tinggi ini antara lain disebabkan karena kematian akibat kurang bulan, dan kejadian infeksi yang
meningkat karena partus tak maju, partus lama, dan partus buatan yang sering dijumpai pada
pengelolaan kasus KPD terutama pada pengelolaan konservatif.

Dilema sering terjadi pada pengelolaan KPD dimana harus segera bersikap aktif terutama pada
kehamilan yang cukup bulan, atau harus menunggu sampai terjadinya proses persalinan,
sehingga masa tunggu akan memanjang berikutnya akan meningkatkan kemungkinan terjadinya
infeksi. Sedangkan sikap konservatif ini sebaiknya dilakukan pada KPD kehamilan kurang bulan
dengan harapan tercapainya pematangan paru dan berat badan janin yang cukup.

Ada 2 komplikasi yang sering terjadi pada KPD, yaitu : pertama, infeksi, karena ketuban yang
utuh merupakan barier atau penghalang terhadap masuknya penyebab infeksi. Dengan tidak
adanya selaput ketuban seperti pada KPD, flora vagina yang normal ada bisa menjadi patogen
yang akan membahayakan baik pada ibu maupun pada janinnya. Oleh karena itu membutuhkan
pengelolaan yang agresif seperti diinduksi untuk mempercepat persalinan dengan maksud untuk
mengurangi kemungkinan resiko terjadinya infeksi ; kedua, adalah kurang bulan atau
prematuritas, karena KPD sering terjadi pada kehamilan kurang bulan. Masalah yang sering
timbul pada bayi yang kurang bulan adalah gejala sesak nafas atau respiratory Distress Syndrom
(RDS) yang disebabkan karena belum masaknya paru. (4)

Protokol pengelolaan yang optimal harus memprtimbangkan 2 hal tersebut di atas dan faktor-
faktor lain seperti fasilitas serta kemampuan untuk merawat bayi yang kurang bulan. Meskipun
tidak ada satu protokol pengelolaan yang dapat untuk semua kasus KPD, tetapi harus ada
panduan pengelolaan yang strategis, yang dapat mengurangi mortalitas perinatal dan dapat
menghilangkan komplikasi yang berat baik pada anak maupun pada ibu.

Sebenarnya ada banyak pertanyaan mengenai cairan ketuban. Apa fungsinya dan seberapa
bahaya jika terjadi pecah dini atau pecah sebelum waktunya? Berbahayakan kondisi tersebut bagi
ibu dan janin? Mengapa bisa terjadi dan bagaimana mengatasinya? Berikut penjelasan
singkatnya mengenai cairan ajaib ini agar ibu hamil mendapatkan informasi yang jelas dan tepat.
I.2 RUMUSAN MASALAH

I.2.1 Bagaimana etiologi dan patofisiologi KPD pada kehamilan?

I.2.2 Bagaimana diagnosis dan penatalaksanaan KPD pada kehamilan?

I.3 TUJUAN

I.3.1 Mengetahui etiologi dan patofisiologi KPD pada kehamilan.

I.3.2 Mengetahui cara mendiagnosis dan penatalaksanaan KPD pada kehamilan.

I.4 MANFAAT

I.4.1 Menambah wawasan mengenai ilmu kedokteran pada umumnya, dan ilmu kebidanan dan
kandungan pada khususnya

I.4.2 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti kepaniteraan
klinik bagian ilmu kebidanan dan kandungan

BAB II

STATUS PASIEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


II.1 IDENTITAS PASIEN

No. Reg : 2357112

1. A. Identitas pribadi :

Nama penderita : Ny. S Nama Suami : Tn. F

Umur penderita : 25 tahun Umur suami : 28 tahun

Alamat : Sukun , Kec.Kepanjen

Pekerjaan penderita : Buruh Pabrik Pekerjaan suami : buruh bangunan

Pendidikan penderita : SMP Pendidikan suami : SMA

1. B. Anamnesa :
1. Masuk rumah sakit tanggal : 28 Maret 2011 pada pukul 20.00
2. Keluhan utama : Keluar cairan jernih dari jalan lahir.
3. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien mengeluh keluar cairan dari jalan lahir pada
pukul 15.00. Cairan yang keluar banyak, berwarna jernih. Pasien juga sudah
merasa kenceng-kenceng namun masih jarang-jarang. Selain itu, pasien juga
mengeluh mengeluarkan darah sedikit pada pukul 19.30, lalu pasien langsung
dibawa ke rumah sakit.
4. Riwayat kehamilan yang sekarang : ini merupakan kehamilan pertama pasien,
pada saat trimester I & II tidak ada keluhan, mual muntah (-)
5. Riwayat menstruasi : menarche umur 17 tahun, HPHT 1-7-2010, UK : 40-41
minggu HPL : 8-4-2011
6. Riwayat perkawinan : pasien menikah 1 x, lamanya 1 tahun, umur pertama
menikah 24 tahun.
7. Riwayat persalinan sebelumnya : -
8. Riwayat penggunaan kontrasepsi : -
9. Riwayat penyakit sistemik yang pernah dialami : -
10. Riwayat penyakit keluarga : -
11. Riwayat kebiasaan dan sosial : sosial menengah ke bawah, kebiasaan : -
12. Riwayat pengobatan yang telah dilakukan : pasien belum mengkonsumsi obat
apapun
1. C. Pemeriksaan fisik
1. Status present

Keadaan umum : kesadaran compos mentis

Tekanan darah : 110/70 mmHg Nadi : 80x/menit

Suhu : 36,5°C Frekwensi pernapasan : 20x/menit

Tinggi Badan : 145 cm Berat badan : 42 Kg

1. Pemeriksaan umum

Kulit : normal

Kepala :

Mata : anemi (-/-) ikterik (-/-) odem palpebra (-/-)

Wajah : simetris

Mulut : kebersihan gigi geligi kurang stomatitis (-)

hiperemi faring (-) pembesaran tonsil (-)

Leher : pembesaran kelenjar limfe di leher (-)

pembesaran kelenjar tiroid (-)

Thorax :

Paru :

Inspeksi : hiperpigmentasi areola mammae (+) ASI (-)

pergerakan pernapasan simetris tipe pernapasan normal

retraksi costa -/-

Palpasi : teraba massa abnormal -/- pembesaran kelenjar axila -/-

Perkusi : sonor +/+ hipersonor -/- pekak -/-

Auskultasi : vesikuler +/+ suara nafas menurun -/-

wheezing -/- ronki -/-


Jantung :

Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : thrill -/-

Perkusi : batas jantung normal

Auskultasi : denyut jantung S1 S2

Abdomen :

Inspeksi : flat -/-, distensi -/-, gambaran pembuluh darah kolateral -/-

Palpasi : pembesaran organ -/- nyeri tekan -/-

teraba massa abnormal -/-

Perkusi : timpani

Auskultasi : suara bising usus +/+ metallic sound -/-

Ekstremitas : odem -/-

1. C. Status obstetri

Pemeriksaan luar

Leopold I : Tinggi fundus uteri :3 jari dibawah procesus xiphoideus/ 28 cm

Fundus uteri teraba lunak

Leopold II : sebelah kiri teraba bagian-bagian kecil, sebelah kanan kesan teraba tahanan
memanjang

Leopold III : teraba keras, bundar dan melenting

Leopold IV : Masuk PAP 2 jari

Bunyi jantung janin : 128x/menit, regular

Ukuran panggul luar : -


Pemeriksaan obstetric dalam :

Pada pemeriksaan dalam didapatkan blood slym (-), pembukaan : 1 jari, penipisan portio (-),
kulit ketuban (-).

1. D. Ringkasan

Anamnesa Keluar cairan jernih dari jalan lahir pada pukul 15.00. Cairan yang keluar banyak,
berwarna jernih. Pasien juga sudah merasa kenceng-kenceng namun masih jarang-jarang. Selain
itu, pasien juga mengeluh mengeluarkan darah sedikit pada pukul 19.30, lalu pasien langsung
dibawa ke rumah sakit. Saat ini pasien hamil anak pertama dengan umur kehamilan 40-41
minggu.

Pemeriksaan fisik : keadaan umum : kesadaran compos mentis, tekanan darah : 110/70 nadi :
80x/menit, suhu: 36,5°C, frekwensi pernapasan : 20x/menit, Tinggi badan : 145 cm, Berat Badan
: 42 Kg.

Pemeriksaan obstetric luar :

Leopold I : Tinggi fundus uteri :3 jari dibawah procesus xiphoideus/ 28 cm

Fundus uteri teraba lunak

Leopold II : sebelah kiri teraba bagian-bagian kecil, sebelah kanan kesan teraba tahanan
memanjang

Leopold III : teraba keras, bundar dan melenting

Leopold IV : Masuk PAP 2 jari

Bunyi jantung janin : 128x/menit, regular

Pemeriksaan obstetric dalam : Vulva / vagina : Blood slym (-), pembukaan : 1 jari, penipisan
portio (-), kulit ketuban (-).

Diagnose : GIP0000Ab000 umur kehamilan 40-41 minggu belum inpartu

dengan Ketuban Pecah Dini + Suspect Cephalopelvic Disproportion

Rencana tindakan :

1. Infus RL 20 tpm
2. Pasang DC

3. Observasi tanda vital

4. Antibiotik

5. SC
Lembar Follow Up

Nama pasien : Ny. S

Ruang kelas : IRNA Brawijaya

Diagnose : P1001Ab000 Post SC

Bayi Ny.S :

Jenis kelamin : Perempuan

Berat lahir : 2800 gram

Panjang : 50 cm

Apgar Score : 7-8

LK/LD/LLA : 32/31,5/11

Caput : (-)

Anus : (+)

Cacat : (-)

Ketuban : keruh

29 Maret 2011

S : Luka masih terasa sakit, pusing (+), BAB (-), BAK (-)

O : T = 120/80 mmHg

N = 88x/menit

S = 36,5⁰C
RR = 19x/menit

Pemeriksaan obstetric luar : TFU setinggi 2 jari dibawah pusat.

A = P1001Ab000 Post SC hari pertama

P= 1. Infus RL

2. Cefotaxim IV

4. observasi TTV

30 Maret 2011

S : Luka masih terasa sakit, pusing (-), BAB (-), BAK (+)

O : T = 120/80 mmHg

N = 84x/menit

S = 36,7⁰C

RR = 18x/menit

Pemeriksaan obstetric luar : TFU setinggi pertengan pusat dan symnpisis.

A = P1001Ab000 Post SC hari pertama

P= 1. Infus RL

2. Cefotaxim IV

4. observasi TTV

31 Maret 2011

S : Luka masih terasa sakit, pusing (-), BAB (-), BAK (+)

O : T = 120/80 mmHg

N = 88x/menit
S = 36,6⁰C

RR = 18x/menit

Pemeriksaan obstetric luar : TFU setinggi pertengan pusat dan symnpisis.

A = P1001Ab000 Post SC hari pertama

P= BLPL + KIE perawatan luka

LAPORAN KELUAR RUMAH SAKIT

KRS tanggal : 1 April 2011

Keadaan pasien waktu pulang : keadaan umum cukup, T = 120/80 mmHg, N = 84, S =
36˚C

 Hb : 11,5 gr/dL
 PPV :-
 Massa :-
 Diagnose saat pulang : P1001Ab000 post SC

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA
1. A. Definisi

Ketuban pecah prematur yaitu pecahnya membran khorio-amniotik sebelum onset persalinan
atau disebut juga Premature Rupture Of Membrane = Prelabour Rupture Of Membrane = PROM.

Ketuban pecah prematur pada preterm yaitu pecahnya membran Chorio-amniotik sebelum onset
persalinan pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau disebut juga Preterm Premature
Rupture Of Membrane = Preterm Prelabour Rupture Of Membrane = PPROM

Ketuban pecah dini merupakan pecahnya selaput janin sebelum proses persalinan dimulai.

1. KPD saat preterm (KPDP) adalah KPD pada usia <37 minggu

2. KPD memanjang merupakan KPD selama >24 jam yang berhubungan dengan peningkatan
risiko infeksi intra-amnion.

Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan berlangsung. Ketuban
pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membrane atau meningkatnya
tekanan intra uterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan mambran
disebabkan adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina serviks. (Sarwono Prawiroharjo, 2002)

Ketuban pecah dini atau sponkaneous/ early/ premature rupture of the membrane (PROM)
adalah pecahnya ketuban sebelum partus : yaitu bila pembukaan pada primigravida dari 3 cm dan
pada multipara kurang dari 5 cm. (Rustam Mochtar 1998)

B. Etiologi

Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya
tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan
oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks. Selain itu ketuban pecah dini
merupakan masalah kontroversi obstetri. Penyebab lainnya adalah sebagai berikut :

1. Serviks inkompeten.

2. Ketegangan rahim berlebihan : kehamilan ganda, hidramion.

3. Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak lintang.


4. Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk PAP (sepalo pelvic
disproporsi).

5. Infeksi yang menyebabkan terjadinya biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk
preteolitik sel sehingga memudahkan ketuban pecah. (Amnionitis/ Korioamnionitis).

6. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetik)

7. Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut fase laten

a. Makin panjang fase laten, makin tinggi kemungkinan infeksi

b. Makin muda kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa menimbulkan morbiditas
janin

C. Patofisiologi

Banyak teori, mulai dari defect kromosom kelainan kolagen, sampai infeksi. Pada sebagian besar
kasus ternyata berhubungan dengan infeksi (sampai 65%)

High virulensi : Bacteroides

Low virulensi : Lactobacillus

Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblast, jaringa retikuler korion dan
trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh system aktifitas dan inhibisi
interleukin -1 (iL-1) dan prostaglandin.

Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas iL-1 dan prostaglandin, menghasilkan
kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerasi kolagen pada selaput korion/ amnion,
menyebabkan ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.

1. E. Diagnosa

Secara klinik diagnosa ketuban pecah dini tidak sukar dibuat anamnesa pada klien dengan
keluarnya air seperti kencing dengan tanda-tanda yang khas sudah dapat menilai itu mengarah ke
ketuban pecah dini. Untuk menentukan betul tidaknya ketuban pecah dini bisa dilakukan dengan
cara :

 Adanya cairan yang berisi mekonium (kotoran janin), verniks kaseosa (lemak putih)
rambut lanugo atau (bulu-bulu halus) bila telah terinfeksi bau
 Pemeriksaan inspekulo, lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari
kanalis servikalis pada bagian yang sudah pecah, atau terdapat cairan ketuban pada
forniks posterior
 USG : volume cairan amnion berkurang/oligohidramnion
 Terdapat infeksi genital (sistemik)
 Gejala chorioamnionitis

Maternal : demam (dan takikardi), uterine tenderness, cairan amnion yang keruh dan berbau,
leukositosis (peningkatan sel darah putih) meninggi, leukosit esterase (LEA) meningkat, kultur
darah/urin

Fetal : takikardi, kardiotokografi, profilbiofisik, volume cairan ketuban berkurang

Cairan amnion: Tes cairan amnion, diantaranya dengan kultur/gram stain, fetal fibronectin,
glukosa, leukosit esterase (LEA) dan sitokin.

Jika terjadi chorioamnionitis maka angka mortalitas neonatal 4x lebih besar, angka respiratory
distress, neonatal sepsis dan pardarahan intraventrikuler 3x lebih besar

 Dilakukan tes valsava, tes nitrazin dan tes fern

Normal pH cairan vagina 4,5-5,5 dan normal pH cairan amnion 7,0-7,5

 Dilakukan uji kertas lakmus/nitrazine test


o Jadi biru (basa) : air ketuban
o Jadi merah (asam) : air kencing

Pemeriksaan Lain :

a. Ultrasonografi : Ultrasonografi dapat mengindentifikasikan kehamilan ganda, anormaly janin


atau melokalisasi kantong cairan amnion pada amniosintesis.

b. Amniosintesis : Cairan amnion dapat dikirim ke laboratorium untuk evaluasi kematangan paru
janin.

c. Pemantauan janin : Membantu dalam mengevaluasi janin

d. Protein C-reaktif : Peningkatan protein C-reaktif serum menunjukkan peringatan


korioamnionitis

F. Penatalaksanaan
Perlu dilakukan pertimbangan tentang tata laksana yang paling tinggi mencapai well born baby
dan well health mother. Masalah berat dalam menghadapi ketuban pecah dini adalah apabila
kehamilan kurang dari 26 minggu karena untuk mempertahankannya memerlukan waktu lama.
Bila berat janin sudah mencapai 2000 gram, induksi dapat dipertimbangkan. Kegagalan induksi
disertai dengan infeksi yang diikuti histerektomi.

Selain itu, dapat dilakukan pemberian kortikosteroid dengan pertimbangan. Tindakan ini akan
menambah reseptor pematangan paru, meningkatnya maturitas paru janin. Pemberian
betametason 12 minggu dilakukan dengan interval 24 jam dan 12 minggu tambahan, maksimum
dosis 24 minggu, masa kerjanya sekitar 2-3 hari. Bila janin setelah satu minggu belum lahir,
pemberian berakortison dapat diulang lagi.

Indikasi melakukan pada ketuban pecah dini adalah sebagai berikut :

1. Pertiimbangan waktu dan berat janin dalam rahim. Pertimbangan waktu apakah 6, 12, atau
24 jam. Berat janin sebaiknya lebih dari 2000 gram.

2. Terdapat tanda infeksi intra uteri. Suhu meningkat lebih dari 38°c, dengan pengukuran per
rektal. Terdapat tanda infeksi melalui hasil pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan kultur air
ketuban.

Penatalaksanaan

 Penatalaksanaan ketuban pecah dini tergantung pada umur kehamilan dan tanda infeksi
intrauterin.
 Pada umumnya lebih baik untuk membawa semua pasien dengan KPD ke RS dan
melahirkan bayi yang berumur > 37 minggu dalam 24 jam dari pecahnya ketuban untuk
memperkecil resiko infeksi intrauterin.
 Tindakan konservatif (mempertahankan kehamilan) diantaranya pemberian antibiotik dan
cegah infeksi (tidak melakukan pemeriksaan dalam), tokolisis, pematangan paru,
amnioinfusi, epitelisasi (vit C dan trace element, masih kontroversi), fetal and maternal
monitoring. Tindakan aktif (terminasi/mengakhiri kehamilan) yaitu dengan sectio
caesarea (SC) atau pun partus pervaginam.
 Dalam penetapan langkah penatalaksanaan tindakan yang dilakukan apakah langkah
konservatif ataukah aktif, sebaiknya perlu mempertimbangkan usia kehamilan, kondisi
ibu dan janin, fasilitas perawatan intensif, kondisi, waktu dan tempat perawatan,
fasilitas/kemampuan monitoring, kondisi/status imunologi ibu dan kemampuan finansial
keluarga.
 Untuk usia kehamilan <37 minggu dilakukan penanganan konservatif dengan
mempertahankan kehamilan sampai usia kehamilan matur.
 Untuk usia kehamilan 37 minggu atau lebih lakukan terminasi dan pemberian profilaksis
streptokokkus grup B. Untuk kehamilan 34-36 minggu lakukan penatalaksanaan sama
halnya dengan aterm
 Untuk usia kehamilan 32-33 minggu lengkap lakukan tindakan konservatif/expectant
management kecuali jika paru-paru sudah matur (maka perlu dilakukan tes pematangan
paru), profilaksis streptokokkus grup B, pemberian kortikosteroid (belum ada konsensus
namun direkomendasikan oleh para ahli), pemberian antibiotik selama fase laten.
 Untuk previable preterm (usia kehamilan 24-31 minggu lengkap) lakukan tindakan
konservatif, pemberian profilaksis streptokokkus grup B, single-course kortikosteroid,
tokolisis (belum ada konsensus) dan pemberian antibiotik selama fase laten (jika tidak
ada kontraindikasi)
 Untuk non viable preterm (usia kehamilan <24 minggu), lakukan koseling pasien dan
keluarga, lakukan tindakan konservatif atau induksi persalinan, tidak direkomendasikan
profilaksis streptokokkus grup B dan kortikosteroid, pemberian antibiotik tidak
dianjurkan karena belum ada data untuk pemberian yang lama)
 Rekomendasi klinik untuk PROM, yaitu pemberian antibiotik karena periode fase laten
yang panjang, kortikosteroid harus diberikan antara 24-32 minggu (untuk mencegah
terjadinya resiko perdarahan intraventrikuler, respiratory distress syndrome dan
necrotizing examinations),tidak boleh dilakukan digital cervical examinations jadi
pilihannya adalah dengan spekulum, tokolisis untuk jangka waktu yang lama tidak
diindikasikan sedangkan untuk jangka pendek dapat dipertimbangkan untuk
memungkinkan pemberian kortikosteroid, antibiotik dan transportasi maternal, pemberian
kortikosteroid setelah 34 minggu dan pemberian multiple course tidak direkomendasikan
 Pematangan paru dilakukan dengan pemberian kortikosteroid yaitu deksametason 2×6
mg (2 hari) atau betametason 1×12 mg (2 hari)
 Agentokolisis yaitu B2 agonis (terbutalin, ritodrine), calsium antagonis (nifedipine),
prostaglandin sintase inhibitor (indometasin), magnesium sulfat, oksitosin antagonis
(atosiban)
 Tindakan epitelisasi masih kotroversial, walaupun vitamin C dan trace element terbukti
berhubungan dengan terjadinya ketuban pecah terutama dalam metabolisme kolagen
untuk maintenance integritas membran korio-amniotik, namun tidak terbukti
menimbulkan epitelisasi lagi setelah terjadi PROM
 Tindakan terminasi dilakukan jika terdapat tanda-tanda chorioamnionitis, terdapat tanda-
tanda kompresi tali pusat/janin (fetal distress) dan pertimbangan antara usia kehamilan,
lamanya ketuban pecah dan resiko menunda persalinan
 KPD pada kehamilan < 37 minggu tanpa infeksi, berikan antibiotik eritromisin 3×250
mg, amoksisillin 3×500 mg dan kortikosteroid
 KPD pada kehamilan > 37 minggu tanpa infeksi (ketuban pecah >6 jam) berikan
ampisillin 2×1 gr IV dan penisillin G 4×2 juta IU, jika serviks matang lakukan induksi
persalinan dengan oksitosin, jika serviks tidak matang lakukan SC
 KPD dengan infeksi (kehamilan <37 ataupun > 37 minggu), berikan antibiotik ampisillin
4×2 gr IV, gentamisin 5 mg/KgBB, jika serviks matang lakukan induksi persalinan
dengan oksitosin, jika serviks tidak matang lakukan SC.
G. Prognosis/komplikasi

Adapun pengaruh ketuban pecah dini terhadap ibu dan janin adalah :

Prognosis ibu : Infeksi intrapartal/dalam persalinan

Jika terjadi infeksi dan kontraksi ketuban pecah maka bisa menyebabkan sepsis yang selanjutnya
dapat mengakibatkan meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas

 Infeksi puerperalis/ masa nifas


 Dry labour/Partus lama
 Perdarahan post partum
 Meningkatkan tindakan operatif obstetri (khususnya SC)
 Morbiditas dan mortalitas maternal

Prognosis janin : Prematuritas

Masalah yang dapat terjadi pada persalinan prematur diantaranya adalah respiratory distress
sindrome, hypothermia, neonatal feeding problem, retinopathy of premturity, intraventricular
hemorrhage, necrotizing enterocolitis, brain disorder (and risk of cerebral palsy),
hyperbilirubinemia, anemia, sepsis.

 Prolaps funiculli/ penurunan tali pusat


 Hipoksia dan Asfiksia sekunder (kekurangan oksigen pada bayi)

Mengakibatkan kompresi tali pusat, prolaps uteri, dry labour/pertus lama, apgar score rendah,
ensefalopaty, cerebral palsy, perdarahan intrakranial, renal failure, respiratory distress.

 Sindrom deformitas janin

Terjadi akibat oligohidramnion. Diantaranya terjadi hipoplasia paru, deformitas ekstremitas dan
pertumbuhan janin terhambat (PJT)

 Morbiditas dan mortalitas perinatal

H. Penyulit : Chepalopelvic Disproportion (CPD)

1. Definisi

Chepalopelvic Disproportion /Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarkan


ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar melalui
vagina. Disproporsi sefalopelvik disebabkan oleh panggul sempit, janin yang besar ataupun
kombinasi keduanya.
2. Ukuran Panggul

a. Pintu Atas Panggul :

Pintu atas panggul dibentuk oleh promontorium corpus vertebra sacrum 1, linea innominata,
serta pinggir atas simfisis. Konjugata diagonalis adalah jarak dari pinggir bawah simfisis ke
promontorium, Secara klinis, konjugata diagonalis dapat diukur dengan memasukkan jari
telunjuk dan jari tengah yang dirapatkan menyusur naik ke seluruh permukaan anterior sacrum,
promontorium teraba sebagai penonjolan tulang. Dengan jari tetap menempel pada
promontorium, tangan di vagina diangkat sampai menyentuh arcus pubis dan ditandai dengan
jari telunjuk tangan kiri. Jarak antara ujung jari pada promontorium sampai titik yang ditandai
oleh jari telunjuk merupakan panjang konjugata diagonalis.

Konjugata vera yaitu jarak dari pinggir atas simfisis ke promontorium yang dihitung dengan
mengurangi konjugata diagonalis 1,5 cm, panjangnya lebih kurang 11 cm. Konjugata obstetrika
merupakan konjugata yang paling penting yaitu jarak antara bagian tengah dalam simfisis
dengan promontorium, Selisih antara konjugata vera dengan konjugata obstetrika sedikit sekali.

b. Panggul Tengah (Pelvic Cavity)

Ruang panggul ini memiliki ukuran yang paling luas. Pengukuran klinis panggul tengah tidak
dapat diperoleh secara langsung. Terdapat penyempitan setinggi spina isciadika, sehingga
bermakna penting pada distosia setelah kepala engagement. Jarak antara kedua spina ini yang
biasa disebut distansia interspinarum merupakan jarak panggul terkecil yaitu sebesar 10,5 cm.
Diameter anteroposterior setinggi spina isciadica berukuran 11,5 cm. Diameter sagital posterior,
jarak antara sacrum dengan garis diameter interspinarum berukuran 4,5 cm.

c. Pintu Bawah Panggul

Pintu bawah panggul bukanlah suatu bidang datar namun terdiri dari dua segitiga dengan dasar
yang sama yaitu garis yang menghubungkan tuber isciadikum kiri dan kanan. Pintu bawah
panggul yang dapat diperoleh melalui pengukuran klinis adalah jarak antara kedua tuberositas
iscii atau distansia tuberum (10,5 cm), jarak dari ujung sacrum ke tengah-tengah distensia
tuberum atau diameter sagitalis posterior (7,5 cm), dan jarak antara pinggir bawah simpisis ke
ujung sacrum (11,5 cm).

d. Panggul Sempit

Distosia adalah persalinan yang sulit dan ditandai oleh terlalu lambatnya kemajuan persalinan.
Distosia dapat disebabkan oleh kelainan pada servik, uterus, janin, tulang panggul ibu atau
obstruksi lain di jalan lahir. Kelainan ini oleh ACOG dibagi menjadi tiga yaitu:
1. Kelainan kekuatan (power) yaitu kontraktilitas uterus dan upaya ekspulsif ibu.
a. Kelainan his : inersia uteri / kelemahan his

b. kekuatan mengejan yang kurang misalnya pada hernia atau sesak nafas.

2. Kelainan yang melibatkan janin (passenger), misalnya letak lintang, letak dahi, hidrosefalus.
3. Kelainan jalan lahir (passage), misalnya panggul sempit, tumor yang mempersempit jalan
lahir.
Pola Persalinan Kriteria Diagnostik Penanganan yang dianjurkan Penanganan Khusus

Panggul dengan ukuran normal tidak akan mengalami kesukaran kelahiran pervaginam pada
janin dengan berat badan yang normal. Ukuran panggul dapat menjadi lebih kecil karena
pengaruh gizi, lingkungan atau hal lain sehingga menimbulkan kesulitan pada persalinan
pervaginam.

Panggul sempit yang penting pada obstetric bukan sempit secara anatomis namun panggul
sempit secara fungsional artinya perbandingan antara kepala dan panggul. Selain panggul sempit
dengan ukuran yang kurang dari normal, juga terdapat panggul sempit lainnya. Panggul ini
digolongkan menjadi empat, yaitu:

1. Kelainan karena gangguan pertumbuhan intrauterine: panggul Naegele, panggul Robert, split
pelvis, panggul asimilasi.

2. Kelainan karena kelainan tulang dan/ sendi: rakitis, osteomalasia, neoplasma, fraktur, atrofi,
nekrosis, penyakit pada sendi sakroiliaka dan sendi sakrokoksigea.

3. Kelainan panggul karena kelainan tulang belakang: kifosis, skoliosis, spondilolistesis.


4. Kelainan panggul karena kelainan pada kaki: koksitis, luksasio koksa, atrofi atau kelumpuhan
satu kaki.

Setiap penyempitan pada diameter panggul yang mengurangi kapasitas panggul dapat
menyebabkan distosia saat persalinan. penyempitan dapat terjadi pada pintu atas panggul, pintu
tengah panggul, pintu bawah panggul, atau panggul yang menyempit seluruhnya.

Penyempitan pintu atas panggul

Pintu atas panggul dianggap sempit apabila diameter anterioposterior terpendeknya (konjugata
vera) kurang dari 10 cm atau apabila diameter transversal terbesarnya kurang dari 12 cm.
Diameter anteroposterior pintu atas panggul sering diperkirakan dengan mengukur konjugata
diagonal secara manual yang biasanya lebih panjang 1,5 cm. Dengan demikian, penyempitan
pintu atas panggul biasanya didefinisikan sebagai konjugata diagonal yang kurang dari 11,5 cm.

Mengert (1948) dan Kaltreider (1952) membuktikan bahwa kesulitan persalinan meningkat pada
diameter anteroposterior kurang dari 10 cm atau diameter transversal kurang dari 12 cm. Distosia
akan lebih berat pada kesempitan kedua diameter dibandingkan sempit hanya pada salah satu
diameter.

Diameter biparietal janin berukuran 9,5-9,8 cm, sehingga sangat sulit bagi janin bila melewati
pintu atas panggul dengan diameter anteroposterior kurang dari 10 cm. Wanita dengan tubuh
kecil kemungkinan memiliki ukuran panggul yang kecil, namun juga memiliki kemungkinan
janin kecil. Dari penelitian Thoms pada 362 nullipara diperoleh rerata berat badan anak lebih
rendah (280 gram) pada wanita dengan panggul sempit dibandingkan wanita dengan panggul
sedang atau luas.

Pada panggul sempit ada kemungkinan kepala tertahan oleh pintu atas panggul, sehingga gaya
yang ditimbulkan oleh kontraksi uterus secara langsung menekan bagian selaput ketuban yang
menutupi serviks. Akibatnya ketuban dapat pecah pada pembukaan kecil dan terdapat resiko
prolapsus funikuli. Setelah selaput ketuban pecah, tidak terdapat tekanan kepala terhadap serviks
dan segmen bawah rahim sehingga kontraksi menjadi inefektif dan pembukaan berjalan lambat
atau tidak sama sekali. Jadi, pembukaan yang berlangsung lambat dapat menjadi prognosa buruk
pada wanita dengan pintu atas panggul sempit.

Pada nulipara normal aterm, bagian terbawah janin biasanya sudah masuk dalam rongga panggul
sebelum persalinan. Adanya penyempitan pintu atas panggul menyebabkan kepala janin
megapung bebas di atas pintu panggul sehingga dapat menyebabkan presentasi janin berubah.
Pada wanita dengan panggul sempit terdapat presentasi wajah dan bahu tiga kali lebih sering dan
prolaps tali pusat empat sampai enam kali lebih sering dibandingkan wanita dengan panggul
normal atau luas.

Penyempitan panggul tengah

Dengan sacrum melengkung sempurna, dinding-dinding panggul tidak berkonvergensi, foramen


isciadikum cukup luas, dan spina isciadika tidak menonjol ke dalam, dapat diharapkan bahwa
panggul tengah tidak akan menyebabkan rintangan bagi lewatnya kepala janin. Penyempitan
pintu tengah panggul lebih sering dibandingkan pintu atas panggul.Hal ini menyebabkan
terhentunya kepala janin pada bidang transversal sehingga perlu tindakan forceps tengah atau
seksio sesarea.

Penyempitan pintu tengah panggul belum dapat didefinisikan secara pasti seperti penyempitan
pada pintu atas panggul. Kemungkinan penyempitan pintu tengah panggul apabila diameter
interspinarum ditambah diameter sagitalis posterior panggul tangah adalah 13,5 cm atau kurang.
Ukuran terpenting yang hanya dapat ditetapkan secara pasti dengan pelvimetri roentgenologik
ialah distansia interspinarum. Apabila ukuran ini kurang dari 9,5 cm, perlu diwaspadai
kemungkinan kesukaran persalinan apalagi bila diikuti dengan ukuran diameter sagitalis
posterior pendek.

Penyempitan Pintu Bawah Panggul

Pintu bawah panggul bukan suatu bidang datar melainkan dua segitiga dengan diameter
intertuberosum sebagai dasar keduanya. Penyempitan pintu bawah panggul terjadi bila diameter
distantia intertuberosum berjarak 8 cm atau kurang. Penyempitan pintu bawah panggul biasanya
disertai oleh penyempitan pintu tengah panggul. Disproporsi kepala janin dengan pintu bawah
panggul tidak terlalu besar dalam menimbulkan distosia berat. Hal ini berperan penting dalam
menimbulkan robekan perineum. Hal ini disebabkan arkus pubis yang sempit, kurang dari 900
sehingga oksiput tidak dapat keluar tepat di bawah simfisis pubis, melainkan menuju ramus
iskiopubik sehingga perineum teregang dan mudah terjadi robekan.

Perkiraan Kapasitas Panggul Sempit

Perkiraan panggul sempit dapat diperoleh dari pemeriksaan umum dan anamnesa. Misalnya pada
tuberculosis vertebra, poliomyelitis, kifosis. Pada wanita dengan tinggi badan yang kurang dari
normal ada kemungkinan memiliki kapasitas panggul sempit, namun bukan berarti seorang
wanita dengan tinggi badan yang normal tidak dapat memiliki panggul sempit. Dari anamnesa
persalinan terdahulu juga dapat diperkirakan kapasitas panggul. Apabila pada persalinan
terdahulu berjalan lancar dengan bayi berat badan normal, kemungkinan panggul sempit adalah
kecil.

Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan salah satu cara untuk memperoleh keterangan
tentang keadaan panggul. Melalui pelvimetri dalama dengan tangan dapat diperoleh ukuran kasar
pintu atas dan tengah panggul serta memberi gambaran jelas pintu bawah panggul. Adapun
pelvimetri luar tidak memiliki banyak arti.

Pelvimetri radiologis dapat memberi gambaran yang jelas dan mempunyai tingkat ketelitian yang
tidak dapat dicapai secara klinis. Pemeriksaan ini dapat memberikan pengukuran yang tepat dua
diameter penting yang tidak mungkin didapatkan dengan pemeriksaan klinis yaitu diameter
transversal pintu atas dan diameter antar spina iskhiadika.

Tetapi pemeriksaan ini memiliki bahaya pajanan radiasi terutama bagi janin sehingga jarang
dilakukan. Pelvimetri dengan CT scan dapat mengurangi pajanan radiasi, tingkat keakuratan
lebih baik dibandingkan radiologis, lebih mudah, namun biayanya mahal. Selain itu juga dapat
dilakukan pemeriksaan dengan MRI dengan keuntungan antara lain tidak ada radiasi,
pengukuran panggul akurat, pencitraan janin yang lengkap. Pemeriksaan ini jarang dilakukan
karena biaya yang mahal.

Dari pelvimetri dengan pencitraan dapat ditentukan jenis panggul, ukuran pangul yang
sebenarnya, luas bidang panggul, kapasitas panggul, serta daya akomodasi yaitu volume dari
bayi yang terbesar yang masih dapat dilahirkan spontan.

Pada kehamilan yang aterm dengan presentasi kepala dapat dilakukan pemeriksaan dengan
metode Osborn dan metode Muller Munro Kerr. Pada metode Osborn, satu tangan menekan
kepala janin dari atas kearah rongga panggul dan tangan yang lain diletakkan pada kepala untuk
menentukan apakah kepala menonjol di atas simfisis atau tidak. Metode Muller Munro Kerr
dilakukan dengan satu tangan memegang kepala janin dan menekan kepala ke arah rongga
panggul, sedang dua jari tangan yang lain masuk ke vagina untuk menentukan seberapa jauh
kepala mengikuti tekanan tersebut dan ibu jari yang masuk ke vagina memeriksa dari luar
hubungan antara kepala dan simfisis.
Janin yang besar

Normal berat neonatus pada umumnya 4000gram dan jarang ada yang melebihi 5000gram. Berat
badan neonatus lebih dari 4000gram dinamakan bayi besar. Frekuensi berat badan lahir lebih dari
4000gram adalah 5,3%, dan berat badan lahir yang melihi 4500gram adalah 0,4%. Biasanya
untuk berat janin 4000-5000 gram pada panggul normal tidak terdapat kesulitan dalam proses
melahirkan. Factor keturunan memegang peranan penting sehingga dapat terjadi bayi besar.
Janin besar biasanya juga dapat dijumpai pada ibu yang mengalami diabetes mellitus,
postmaturitas, dan pada grande multipara. Selain itu, yang dapat menyebabkan bayi besar adalah
ibu hamil yang makan banyak, hal tersebut masih diragukan.

Untuk menentukan besarnya janin secara klinis bukanlah merupakan suatu hal yang mudah.
Kadang-kadang bayi besar baru dapat kita ketahui apabila selama proses melahirkan tidak
terdapat kemajuan sama sekali pada proses persalinan normal dan biasanya disertai oleh keadaan
his yang tidak kuat. Untuk kasus seperti ini sangat dibutuhkan pemeriksaan yang teliti untuk
mengetahui apakah terjadi sefalopelvik disproporsi. Selain itu, penggunaan alat ultrasonic juga
dapat mengukur secara teliti apabila terdapat bayi dengan tubuh besar dan kepala besar.

Pada panggul normal, biasanya tidak menimbulkan terjadinya kesulitan dalam proses melahirkan
janin yang beratnya kurang dari 4500gram. Kesulitan dalam persalinan biasanya terjadi karena
kepala janin besar atau kepala keras yang biasanya terjadi pada postmaturitas tidak dapat
memasuki pntu atas panggul, atau karena bahu yang lebar sulit melalui rongga panggul. Bahu
yang lebar selain dapat ditemukan pada janin yang memiliki berat badan lebih juga dapat
dijumpai pada anensefalus. Janin dapat meninggal selama proses persalinan dapat terjadi karena
terjadinya asfiksia dikarenakan selama proses kelahiran kepala anak sudah lahir, akan tetapi
karena lebarnya bahu mengakibatkan terjadinya macet dalam melahirkan bagian janin yang lain.
Sedangkan penarikan kepala janin yang terlalu kuat ke bawah dapat mengakibatkan terjadinya
cedera pada nervus brakhialis dan muskulus sternokleidomastoideus.

3. Penanganan

1. Persalinan Percobaan

Setelah dilakukan penilaian ukuran panggul serta hubungan antara kepala janin dan panggul
dapat diperkirakan bahwa persalinan dapat berlangsung per vaginan dengan selamat dapat
dilakukan persalinan percobaan. Cara ini merupakan tes terhadap kekuatan his, daya akomodasi,
termasuk moulage karena faktor tersebut tidak dapar diketahui sebelum persalinan.

Persalinan percobaan hanya dilakukan pada letak belakang kepala, tidak bisa pada letak
sungsang, letak dahi, letak muka, atau kelainan letak lainnya. Ketentuan lainnya adalah umur
keamilan tidak boleh lebih dari 42 mingu karena kepala janin bertambah besar sehingga sukar
terjadi moulage dan ada kemungkinan disfungsi plasenta janin yang akan menjadi penyulit
persalinan percobaan.

Pada janin yang besar kesulitan dalam melahirkan bahu tidak akan selalu dapat diduga
sebelumnya. Apabila dalam proses kelahiran kepala bayi sudah keluar sedangkan dalam
melahirkan bahu sulit, sebaiknya dilakukan episiotomy medioateral yang cukup luas, kemudian
hidung dan mulut janin dibersihkan, kepala ditarik curam kebawah dengan hati-hati dan tentunya
dengan kekuatan terukur. Bila hal tersebut tidak berhasil, dapat dilakukan pemutaran badan bayi
di dalam rongga panggul, sehingga menjadi bahu depan dimana sebelumnya merupakan bahu
belakang dan lahir dibawah simfisis. Bila cara tersebut masih juga belum berhasil, penolong
memasukkan tangannya kedalam vagina, dan berusaha melahirkan janin dengan menggerakkan
dimuka dadanya. Untuk melahirkan lengan kiri, penolong menggunakan tangan kanannya, dan
sebaliknya. Kemudian bahu depan diputar ke diameter miring dari panggul untuk melahirkan
bahu depan.

Persalinan percobaan ada dua macam yaitu trial of labour dan test of labour. Trial of labour
serupa dengan persalinan percobaan di atas, sedangkan test of labour sebenarnya adalah fase
akhir dari trial of labour karena baru dimulai pada pembukaan lengkap dan berakhir 2 jam
kemudian. Saat ini test of labour jarang digunakan karena biasanya pembukaan tidak lengkap
pada persalinan dengan pangul sempit dan terdapat kematian anak yang tinggi pada cara ini.

Keberhasilan persalinan percobaan adalah anak dapat lahir sontan per vaginam atau dibantu
ekstraksi dengan keadaan ibu dan anak baik. Persalinan percobaan dihentikan apabila
pembukaan tidak atau kurang sekali kemajuannnya, keadaan ibu atau anak kurang baik, ada
lingkaran bandl, setelah pembukaan lengkap dan ketuban pecah kepala tidak masuk PAP dalam 2
jam meskipun his baik, serta pada forceps yang gagal. Pada keadaan ini dilakukan seksio sesarea.

2. Seksio Sesarea

Seksio sesarea elektif dilakukan pada kesempitan panggul berat dengan kehamilan aterm, atau
disproporsi sephalopelvik yang nyata. Seksio juga dapat dilakukan pada kesempitan panggul
ringan apabila ada komplikasi seperti primigravida tua dan kelainan letak janin yang tak dapat
diperbaiki.

Seksio sesarea sekunder (sesudah persalinan selama beberapa waktu) dilakukan karena peralinan
perobaan dianggap gagal atau ada indikasi untuk menyelesaikan persalinan selekas mungkin
sedangkan syarat persalinan per vaginam belum dipenuhi.

3. Simfisiotomi

Tindakan ini dilakukan dengan memisahkan panggul kiri dan kanan pada simfisis. Tindakan ini
sudah tidak dilakukan lagi. Kraniotomi dan Kleidotomi : Pada janin yang telah mati dapat
dilakukan kraniotomi atau kleidotomi. Apabila panggul sangat sempit sehingga janin tetap tidak
dapat dilahirkan, maka dilakukan seksio sesarea.
BAB III

PENUTUP
III.1 KESIMPULAN

Ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan berupa air dari vagina setelah kehamilan berusia 22
minggu sebelum proses persalinan berlangsung dan dapat terjadi pada kehamilan preterm
sebelum kehamilan 37 minggu maupun kehamilan aterm.

Penyebabnya masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan
menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang
lebih berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor predesposisi adalah: Infeksi,
Servik yang inkompetensia, Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara
berlebihan (overdistensi uterus), misalnya (trauma, hidramnion, gemelli), Kelainan letak,
Keadaan sosial ekonomi, dan faktor lain.

Diagnosa KPD ditegakkan dengan cara :

1. Anamnesa

2. Inspeksi

3. Pemeriksaan dengan spekulum.

4. Pemeriksaan dalam

5. Pemeriksaan Penunjang : Pemeriksaan laboraturium, Tes Lakmus (tes Nitrazin), Mikroskopik


(tes pakis),Pemeriksaan ultrasonografi (USG).

Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan caranya, namun pada umumnya
KPD sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan sedehana.

Komplikasi yang mungkin dapat terjadi : Tali pusat menumbung, Prematuritas, persalinan
preterm, jika terjadi pada usia kehamilan preterm, Oligohidramnion, bahkan sering partus kering
(dry labor) karena air ketuban habis, infeksi maternal : (infeksi intra partum (korioamnionitis)
ascendens dari vagina ke intrauterine, korioamnionitis (demam >380C, takikardi, leukositosis,
nyeri uterus, cairan vagina berbau busuk atau bernanah, DJJ meningkat), endometritis),
penekanan tali pusat (prolapsus) : gawat janin kematian janin akibat hipoksia (sering terjadi pada
presentasi bokong atau letak lintang), trauma pada waktu lahir dan Premature dan komplikasi
infeksi intrapartum.

Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur kehamilan tidak diketahui
secara pasti segera dilakukan pemeriksaann ultrasonografi (USG) untuk mengetahui umur
kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering pada KPD dengan janin kurang bulan adalah
RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan kurang bulan perlu evaluasi
hati-hati untuk menentukan waktu yang optimal untuk persalinan. Pada umur kehamilan 34
minggu atau lebih biasanya paru-paru sudah matang, chorioamnionitis yang diikuti dengan sepsis
pada janin merupakan sebab utama meningginya morbiditas dan mortalitas janin. Pada
kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung berhubungan dengan lama pecahnya selaput
ketuban atau lamanya perode laten.

III.2 SARAN

1. Dilakukan penelitian epidemiologis tentang KPD di Indonesia


2. Mahasiswa diharapkan lebih mengenalkan kepada masyarakat tentang KPD
DAFTAR PUSTAKA

1. Andhi Juanda, 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.Jakarta. FKUI


2. Centers for Disease Control and Prevention (CDC); Update to CDC’s sexually
transmitted diseases treatment guidelines, 2006: fluoroquinolones no longer
recommended for treatment of gonococcal infections.; MMWR Morb Mortal Wkly Rep;
2007; Vol. 56; pp. 332-6
3. Centers for Disease Control and Prevention, Workowski KA, Berman SM; Sexually
transmitted diseases treatment guidelines, 2006.; MMWR Recomm Rep; 2006; Vol. 55;
pp. 1-94
4. Freddy dinata. Kelainan pada kelenjar bartholini. diakses dari www.azramedicalcentre
tanggal 4 maret 2011
5. Irma handayani. Radang genitalia pada wanita. Diakses dari www.google.com tanggal 8
maret 2011
6. Landay Melanie, Satmary Wendy A, Memarzadeh Sanaz, Smith Donna M, Barclay
David L, “Chapter 49. Premalignant & Malignant Disorders of the Vulva & Vagina”
(Chapter). DeCherney AH, Nathan L: CURRENT Diagnosis & Treatment Obstetrics &
Gynecology, 10e.USA: McGraw-Hill
7. MacKay H. Trent, “Chapter 18. Gynecologic Disorders” (Chapter). McPhee SJ,
Papadakis MA, Tierney LM, Jr.: CURRENT Medical Diagnosis & Treatment 2010.USA:
McGraw-Hill
8. 8. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 Edisi 3 hal. 386. 2005. FK UI
9. Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Hoffman BL, Bradshaw KD, Cunningham FG,
“Chapter 41. Surgeries for Benign Gynecologic Conditions” (Chapter). Schorge JO,
Schaffer JI, Halvorson LM, Hoffman BL, Bradshaw KD, Cunningham FG: Williams
Gynecology.USA: McGraw-Hill
10. Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Hoffman BL, Bradshaw KD, Cunningham FG,
“Chapter 4. Benign Disorders of the Lower Reproductive Tract” (Chapter). Schorge JO,
Schaffer JI, Halvorson LM, Hoffman BL, Bradshaw KD, Cunningham FG: Williams
Gynecology. USA: McGraw-Hill

Posted by doktermaya in Makalah Kedokteran Tag:adalah, diagnosa, diagnosis, dini, faktor,


gejala, kelainan, keluhan, ketuban, klinis, komplikasi, obat, patofisiologi, pecah, penanganan,
penatalaksanaan, pengertian, penyakit, penyebab, riwayat, tanda, terapi

Balas

DIARE AKUT DENGAN DEHIDRASI SEDANG


01/12/2011

BAB I

LAPORAN KASUS

1. I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : An. Z

Umur : 5 bulan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Nama Ayah : Bp. A

Pekerjaan Ayah : PNS

Nama Ibu : Ny. Y

Pekerjaan Ibu : wiraswasta

Agama : Islam

Alamat : Yosodipuron RT 03/RW 03, Pasar kliwon,

Surakarta

Tanggal masuk : 13 November 2011

Tanggal pemeriksaan : 13 November 2011

No. RM : 01096230

1. II. ANAMNESIS

Alloanamnesis diperoleh dari ibu penderita tanggal 13 November 2011

1. A. Keluhan Utama

Mencret
1. B. Riwayat Penyakit Sekarang

Keluhan SMRS pasien mencret kurang lebih 4 kali/hari, tinja cair lebih banyak daripada ampas
(+), sekali BAB kurang lebih ¼ gelas aqua, warna tinja kekuningan, darah (-), lendir (-), BAB
nyemprot (-), bau amis (-), kesakitan saat akan BAB (-), disertai muntah (+) lebih dari 5x/hari
sebanyak ¼ gelas aqua berisi makanan dan minuman yang dimakan. Panas (-), batuk (-), pilek (-
), kejang (-).

Pasien tampak lemas, rewel dan nafsu makan berkurang, penderita tampak kehausan dan ingin
minum terus. Tetapi setiap kali makan atau minum pasien muntah . Sebelum diare pasien minum
susu formula dan makan- makanan seperti biasa. Buang air kecil pasien selama ini lancar,
berwarna kuning jernih, sehari 4-5 kali/hari, masing masing kurang lebih setengah gelas aqua,
saat diare BAK dalam sehari < 4x. BAK terakhir tidak diketahui karena saat itu pasien memakai
pampers.. Kemudian oleh ibu pasien dibawa berobat ke RS Dr. Moewardi.

1. C. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat alergi

1. Susu : disangkal
2. Makanan : disangkal
3. Obat : disangkal

Riwayat penyakit serupa : disangkal

Riwayat asma : disangkal

Riwayat mondok : disangkal

Riwayat cacingan : disangkal

Riwayat operasi : disangkal

Riwayat kejang : disangkal

1. D. Riwayat Penyakit Keluarga dan Lingkungan

Riwayat penyakit serupa : disangkal

Riwayat alergi : disangkal

Riwayat asma : disangkal


1. E. Riwayat Kesehatan Keluarga

- Ayah : baik

- Ibu : baik

1. F. Pemeliharaan Kehamilan dan Kelahiran

- Pemeriksaan di bidan puskesmas

- Frekuensi : trimester I : 1 x / bulan

trimester II : 2 x / bulan

trimester III : 3 x / bulan

- Keluhan selama kehamilan : (-)

G. Pohon Keluarga?

Generasi I

Generasi II

Generasi III
An. Z 5 bulan

Penderita adalah anak pertama dan satu-satunya. Lahir dengan berat badan lahir 3100 gram dan
panjang badan 51 cm, lahir normal spontan, menangis kuat, umur kehamilan 9 bulan, lahir di
rumah ditolong oleh bidan. Ayah dan ibu menikah satu kali.

1. H. Riwayat Kelahiran

Lahir cukup bulan di tolong bidan BBL = 3100 gr ,spontan, menangis kuat.

1. I. Riwayat Imunisasi

Hepatitis B : 4 kali (usia 0 hari, 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan)

DPT : 3 kali ( usia 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan

Polio : 4 kali ( usia 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan )

BCG : 1 kali ( usia 1 bulan )

Campak : belum

Kesan : imunisasi dasar sesuai dengan KMS, tidak sesuai dengan IDAI 2010

J. Perkembangan Anak

Motorik Kasar

Mengangkat kepala : 3 bulan

Tengkurap kepala tegak : 4 bulan

Duduk sendiri :-
Berdiri sendiri :-

Berjalan :-

Bahasa

Bersuara “aah/ooh” : 2,5 bulan

Berkata (tidak spesifik) :-

Motorik halus

Memegang benda :3,5 bulan

Personal sosial

Tersenyum : 1 bulan

Mulai makan :-

Tepuk tangan :-

Kesan : pertumbuhan dan perkembangan baik sesuai usia

K. Riwayat Makan Minum Anak

1. Usia 0-4 bulan : ASI diberikan sejak lahir, sampai pasien berumur 1 bulan. ASI diberikan
tiap kali menangis kurang lebih 8-10x sehari, lama menyusui 10 menit, bergantian
payudara kanan dan kiri, sesudah disusui anak tertidur. Penghentian ASI pada usia 1
bulan oleh karena ibu pasien bekerja.
2. Susu formula diberikan sejak usia pasien 1 bulan sampai sekarang.
3. Makanan padat dan bubur : bubur susu diberikan pada usia 4 bulan, diberikan 3x sehari
sebanyak setengah bungkus sachet bubur susu.

L. Keluarga Berencana

Ibu tidak mengikuti program KB

1. III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : tampak gelisah, rewel

Derajat kesadaran : Apatis


Tanda vital

Nadi : 160 x/menit, regular, isi tegangan cukup

Laju nafas : 46 x/ menit, kedalaman cukup, reguler, tipe

torakoabdominal

Suhu : 37,2 0C peraksila

BB : 6,3 kg

TB : 65 cm

LK : 42 cm

- Kulit

Kulit sawo matang

- Kepala

Bentuk mesocephal

- Mata

Cowong (+/+), air mata (</<), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek cahaya (+/+)
normal, pupil isokor (3mm/3mm)

- Hidung

Napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)

- Mulut

Mukosa kering (+), sianosis (-)

- Telinga

Daun telinga bentuk normal, sekret (-/-)

- Tenggorok

Uvula di tengah, mukosa faring hiperemis (-), tonsil T1 – T1.

- Leher
Bentuk normocolli, limfonodi tidak membesar, glandula thyroid tidak membesar.

- Thoraks

Bentuk : normochest, retraksi (-/-)

Cor :

Inspeksi : iktus kordis tidak tampak

Palpasi : iktus kordis teraba di SIC V LMCS, tidak kuat angkat

Perkusi :

Batas kiri atas : SIC II Linea parasternalis Sinistra

Batas kiri bawah : SIC IV Linea Mid clavicularis sinistra

Batas kanan atas : SIC II Linea parasternalis Dextra

Batas kanan bawah : SIC IV Linea parasternalis Dextra

- Batas jantung kesan tidak melebar

Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)

Pulmo :

Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi : fremitus raba sulit dievaluasi

Perkusi : sonor di seluruh lapang paru

Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)

- Abdomen

Inspeksi : dinding perut sejajar dengan dinding dada

Auskultasi : bising usus (+) N

Perkusi : timpani
Palpasi : supel, hepar tidak teraba, lien tidak teraba, turgor

kembali lambat

Oedem - Ekstremitas
- -
- - Akral Dingin
- -
- -

Capillary refill time < 2 detik

Arteri dorsalis pedis teraba kuat

- Genitalia : phymosis (-)

- Status Gizi

Secara antropometri

Umur : 5 bulan

Berat badan : 6,3 kg

Tinggi badan : 65 cm

BB : 6,3 x 100% = 84 % à p3 < BB/U < p15

U 7,5
TB : 65x 100% = 98,4 % à p15 < TB/U < p50

U 66

BB : 6,3 100% = 86,3 % à-2SD < Z score < -1SD

TB 7,3

Status gizi secara antropometri : gizi baik

Kebutuhan kalori perhari : 7,3 x 108 = 788,4 kal/hari

Karbohidrat 50 % x 788,4 = 394,2 kal/hari = ¼ x 394,2 = 98,55 kal/hari

Lemak 35 % x 788,4 = 275,94 kal/hari = 1/9 x 275,94 = 30,66 kal/hari

Protein 15 % x 788,4 = 118,26 kal/hari = ¼ x 118,26 = 29,56 kal/hari

1. IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Laboratorium Darah

Pemeriksaan 15/11/2011 Satuan Rujukan


Hemoglobin 10,7 g/dl 10-12,8
Hematokrit 37 % 31-43
Jumlah Eritrosit 4,61 106 /l 3,7-5,7
Jumlah Lekosit 8,8 103 /l 4,5-11
Jumlah Trombosit 221 103/l 140-450
MCV 72,9 m3 80-96
MCH 23,2 mg 28-33
MCHC 31,8 g/dl 33-36
Eosinofil 1,90 % 1–2
Basofil 0,50 % 0–1
Neutrofil 43,80 % 18 -74
Limfosit 44,40 % 60 – 66
Monosit 5,80 % 0–6
LUC 3,60 % -
K 4,2 mmol/L 3,7-5,4
Cl 115 mmol/L 98-106
Gol Darah A
GDS 79 mg/dl <140
hs-CRP 0,2 mg/l <4,1
Besi (SI) 74 ug/dl 25 – 126
TIBC 223 ug/dl 228 – 428
Saturasi Transferin 37 % 15 – 45
Ferritin 36,8 ng/ml 20 – 200

b. Feses Rutin

Warna : kuning

Konsistensi : cair

Bau : negatif

Darah : negatif

Cacing : negatif

lendir : (-)

Eritrosit : negatif

Leukosit : negatif

Protozoa : negatif

Telur Cacing : negatif

Kuman : (+ + +)
c. Urin rutin

Makroskopis Mikroskopis

Warna : kuning eritrosit : 1,2/ μL

Kejerinihan : clear eritrosit : 0/LPB

Kimia Urine leukosit : 0,5/ μL

Berat jenis : 1.010 leukosit : 0/LPB

pH : 6.0 Epitel

leukosit : negative epitel squameous: 0-1/ LPB

nitrit : negative

protein : negative

glukosa : normal

keton : negative

urobilinogen : normal

bilirubin : negative

eritrosit : negative

1. V. RESUME

Pasien laki-laki, usia 5 bulan, keluhan mencret sejak kemarin ± 4 kali/hari, tinja cair lebih
banyak daripada ampas (+), sekali BAB ±¼ gelas aqua, warna kekuningan, disertai muntah (+)
lebih dari > 5x/hari sebanyak ¼ gelas aqua berisi makanan dan minuman. Pasien tampak lemas,
rewel dan pasien tampak kehausan selalu ingin minum tetapi selalu dimuntahkan. BAK selama
diare berkurang < 4x sehari. BAK terakhir tidak diketahui karena bayi melakai pampers.
Dari pemeriksaan laboratorium darah masuk didapatkan Hb = 10,7 g/dl; Hct = 32 %; eritrosit
4,61 x 106ul; leukosit 8,8 x 103ul; trombosit 221 x 103ul; limfosit 44,40 %; monosit 5,80 %; SI
74 ug/dl; TIBC 223 ug/dl; Saturasi transferin 37 %.

1. VI. DAFTAR MASALAH

Anamnesa

1. Mencret ± 4 kali/hari, tinja cair, warna kuning


2. Muntah lebih dari > 5x/hari
3. Tampak rewel, lemas, kehausan
4. UUB cekung
5. Mata cowong
6. Air mata berkurang
7. Mukosa mulut kering
8. Turgor kembali lambat

1. VII. DIAGNOSIS BANDING


2. Diare akut ec virus dengan dehidrasi sedang
3. Diare akut ec bakteri dengan dehidrasi sedang

1. VIII. DIAGNOSIS KERJA

1) Diare akut ec virus dengan dehidrasi sedang

2) Anemia mikrositik hipokromik ec defisiensi besi

1. IX. PENATALAKSANAAN

 Rehidrasi oralit 75 cc/ kgBB/ 3 jam à peroral. Selalu dimuntahkan


è Via NGT à pasien muntah lebih banyak daripada yang dimasukkan

è Ganti infus RL 1500 cc/hari à 15 tpm makro

 Probiotik 2×1/2 sachet/hari


 Zinc 1×10 mg
 Oralit 5 cc/kgBB à jika muntah, 10 cc/kgBB à jika diare

Planning

SI, TIBC, ferritin

GDT

Diff. count

Urin + feces rutin

Monitoring

Evaluasi dalam 24 jam

KUVS tiap 2 jam

- Status hidrasi tiap 2 jam

- Balance cairan dan diuresis tiap 8 jam

1. X. PROGNOSIS

Ad vitam : baik
Ad sanam : baik
Ad fungsionam : baik
1. XI. PROGRESS REPORT

DPH TanggalJam Keluhan Pemeriksaan & Diagnosis Terapi & Plan


I 14/11/2011 Keluhan:BAB Pemeriksaan Fisik :KU lemah, Terapi :1. Diet ASB (+)
(+) cair ± 4 x ApatisHR 132 x/ menitRR 40 dan bubur cerelac 750
sehari muntah x/ menit kkal3. ASI on demand2.
(+) Demam (-) IVFD D ¼ 20 tpm à aff
Pusing (- Suhu 36,5oC
)Nyeri perut (- 3. Zinc 1 x 10 mg
) Kepala: mesochephal
4. Prebiotik 2 x ½ sachet
Mata: cowong (+/+), CA (-/-),
SI (-/-), air mata (</<) 7. oralit 100 cc tiap diare
dan 50 cc tiap muntah
Hidung : NCH (-), sekret (-/-)

Mulut: MB (+), sianosis (-)


Planning :
Thoraks : retraksi(-/-)
- Laboratorium
Cor : BJ I-II intensitas normal, darah lengkap
regular, bising (-)
- Feses rutin
Pulmo: SDV (+/+), ST (-/-),

Abdomen: supel, NT (+), BU


(+) normal, Hepar & Lien tak
teraba Monitoring:

Ext : sianosis (-), CRT < 2” KU/VS per 2 jam

A. dorsalis pedis teraba kuat SH per 2 jam

BCD per 8 jam

Diagnosis :

1. Diare akut ec virus dg


dehidrasi sedang

II 15/11/2011 BAB (+) cair 2 KU cukup, CMHR 124 x/ Terapi :1. Diet ASB dan
xMuntah menitRR 36 x/ menitSuhu 36,3 bubur cerelac 750 kkal3.
o
(+)BAK C ASI on demand4. zink 1 x
(+)Mual (-) 10 mg
Kepala: mesochephal
Panas (-) 6. probiotik 2 x 1/2 sachet
Mata: cowong (-/-), CA (-/-), SI
(-/-) 7. oralit 100 cc tiap diare
dan 50 cc tiap muntah
Hidung : NCH (-), sekret (-/-)

Mulut: MB (+), sianosis (-)


Planning :
Thoraks : retraksi(-)
Urin rutin
Cor : BJ I-II intensitas normal,
regular, bising (-) Feses rutin

Pulmo: SDV (+/+), ST (-/-), Monitoring:

Abdomen: supel, NT (+), BU KU/VS per 8 jam


(+) meningkat, Hepar & Lien
tak teraba BCD per 8 jam

Ext : sianosis (-), CRT < 2”

A. dorsalis pedis teraba kuat


Diagnosis :

1. Diare akut ec virus


dehidrasi sedang

III 16/11/2011 BAB (+) 1x KU baik, CMHR 122x/ Terapi :1. ASI / ASB on
warna kuning, menitRR 32 x/ menitSuhu 36,2 demand2. Zink 1 x 20
o
lunakBAK C mg2. Probiotik 2 x 1/2
(+)Pusing (- sachet
)Mual (-) Kepala: mesochephal
3. Oralit 100 cc tiap diare
Muntah (-) Mata: cowong (-/-), CA (-/-), SI dan 50 cc tiap muntah
(-/-)
Planning :
Hidung : NCH (-), sekret (-/-)
1. Urin rutin
Mulut: MB (+), sianosis (-) 2. Tunggu hasil GDT

Thoraks : retraksi(-)

Cor : BJ I-II intensitas normal, Monitoring:


regular, bising (-)
KU/VS per 8 jam
Pulmo: SDV (+/+), ST (-/-),
BCD per 8 jam
Abdomen: supel, NT (+), BU
(+) meningkat, Hepar & Lien
tak teraba

Ext : sianosis (-), CRT < 2”

A. dorsalis pedis teraba kuat

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. A. PENDAHULUAN
Diare masih merupakan salah satu penyebab utama morbilitas dan mortalitas anak di negara
yang sedang berkembang. Dalam berbagai hasil Survei kesehatan Rumah Tangga diare
menempati kisaran urutan ke-2 dan ke-3 berbagai penyebab kematian bayi di Indonesia1.
Sebagian besar diare akut disebabkan oleh infeksi. Banyak dampak yang terjadi karena infeksi
seluran cerna antara lain pengeluaran toksin yang dapat menimbulkan gangguan sekresi dan
reabsorpsi cairan dan elektrolit dengan akibat dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit dan
keseimbangan asam basa. Invasi dan destruksi sel epitel, penetrasi ke lamina propria serta
kerusakan mikrovili dapat menimbulkan keadaan maldiges dan malabsorpsi2. Bila tidak
mendapatkan penanganan yang adekuat pada akhirnya dapat mengalami invasi sistemik2.

Secara umum penanganan diare akut ditujukan untuk mencegah/menanggulangi dehidrasi serta
gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa, kemungkinan terjadinya intolerasi, mengobati
kausa diare yang spesifik, mencegah dan menanggulangi gangguan gizi serta mengobati penyakit
penyerta. Untuk melaksanakan terapi diare secara komprehensif, efisien dan efekstif harus
dilakukan secara rasional. Pemakaian cairan rehidrasi oral secara umum efektif dalam
mengkoreksi dehidrasi. Pemberian cairan intravena diperlukan jika terdapat kegagalan oleh
karena tingginya frekuensi diare, muntah yang tak terkontrol dan terganggunya masukan oral
oleh karena infeksi. Beberapa cara pencegahan dengan vaksinasi serta pemakaian probiotik telah
banyak diungkap dan penanganan menggunakan antibiotika yang spesifik dan antiparasit3.

1. B. DEFINISI

Diare adalah keluarnya tinja air dan elektrolit yang hebat. Pada bayi, volume tinja lebih dari 15
gram/kg/24 jam disebut diare. Pada umur 3 tahun, yang volume tinjanya sudah sama dengan
volume orang dewasa, volume lebih dari 200 gram atau 200ml/24 jam disebut diare.1,2

Diare akut menurut Cohen4 adalah keluarnya buang air besar sekali atau lebih yang berbentuk
cair dalam satu hari dan berlangsung kurang 14 hari. Menurut Noerasid, diare akut ialah diare
yang terjadi secara mendakak pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat. Sedangkan American
Academy of Pediatrics (AAP) mendefinisikan diare dengan karakteristik peningkatan frekuensi
dan/atau perubahan konsistensi, dapat disertai atau tanpa gejala dan tanda seperti mual, muntah,
demam atau sakit perut yang berlangsung selama 3 – 7 hari6.

Klasifikasi diare ke dalam jenis akut dan kronis dibedakan atas dasar waktu berlangsungnya
diare. Diare akut adalah diare yang terjadi selama kurang dari 2 minggu, sedangkan diare kronis
adalah diare yang terjadi selama lebih dari 2 minggu.1

1. C. EPIDEMILOGI

Setiap tahun diperikirakan lebih dari satu milyar kasus diare di dunia dengan 3,3 juta kasus
kematian sebagai akibatnya7. Diperkirakan angka kejadian di negara berkembang berkisar 3,5 –
7 episode per anak pertahun dalam 2 tahun pertama kehidupan dan 2 – 5 episode per anak per
tahun dalam 5 tahun pertama kehidupan8. Hasil survei oleh Depkes. diperoleh angka kesakitan
diare tahun 2000 sebesar 301 per 1000 penduduk angka ini meningkat bila dibanding survei pada
tahun 1996 sebesar 280 per 1000 penduduk. Diare masih merupakan penyebab utama kematian
bayi dan balita. Hasil Surkesnas 2001 didapat proporsi kematian bayi 9,4% dengan peringkat 3
dan proporsi kematian balita 13,2% dengan peringkat 29. Diare pada anak merupakan penyakit
yang mahal yang berhubungan secara langsung atau tidak terdapat pembiayaan dalam
masyarakat. Biaya untuk infeksi rotavirus ditaksir lebih dari 6,3 juta poundsterling setiap tahunya
di Inggris dan 352 juta dollar di Amerika Serikat.

1. D. ETIOLOGI
2. Infeksi
1. Enteral

 Bakteri : Shigella sp., E.coli patogen, Salmonella sp., Vibrio cholera, Yersinia
enterocolytica, Campylobacter jejuni, V.parahemoliticus, Staphylococcus aureus,
Streptococcus, Klebsiella, Pseudomonas, Aeromonas, Proteus, dll.
 Virus: Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Norwalk like virus, CMV, echovirus, HIV.
 Parasit:
o Protozoa: Entamoeba hystolitica, Giardia lamblia, Cryptosporidium parvum,
Balantidium coli.
o Cacing: A.lumbricoides, cacing tambang, Trichuris trichiura, S.stercoralis,
cestodiasis, dll.
o Jamur: Kandida/moniliasis

1. Parenteral: Otitis Media Akut (OMA), pneumonia, traveler’s diarrhea: E.coli, G.lamblia,
E.hystolitica, dll.
2. Makanan:

 Intoksikasi: makanan beracun atau mengandung logam berat, makanan mengandung


bakteri/toksin: Clostridium perfringens, B.cereus, S.aureus, Streptococcus
anhaemolyticus, dll.
 Alergi: susu sapi, makanan tertentu
 Malabsorpsi/maldigesti: karbohidrat (monosakarida, disakarida), lemak, protein
(celiacsprue gluten malabsorption, protein intolerance, cows milk).

1. Imunodefisiensi: hipogamaglobulinemia, panhipogamaglobulinemia (Bruton), penyakit


granulomatose kronik, defisiensi IgA, imunodefisiensi IgA
2. Terapi obat: antibiotik, kemoterapi, antacid, dll.
3. Tindakan tertentu seperti gastrektomi, gastroenterostomi, dosis tinggi terapi radiasi
4. Lain-lain: Zollinger-Ellison Syndrome, neuropati autonomic (neuropati diabetik)
1. E. KLASIFIKASI

Diare secara garis besar dibagi atas radang dan non radang. Diare radang dibagi lagi atas infeksi
dan non infeksi. Diare non radang bisa karena hormonal, anatomis, obat-obatan dan lain-lain.
Penyebab infeksi bisa virus, bakteri, parasit dan jamur, sedangkan non infeksi karena alergi,
radiasi10

1. F. PATOFISIOLOGI

Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang masuk

melalui makanan dan minuman sampai ke enterosit, akan menyebabkan infeksi dan kerusakan
villi usus halus. Enterosit yang rusak diganti dengan yang baru yang fungsinya belum matang,
villi mengalami atropi dan tidak dapat mengabsorpsi cairan dan makanan dengan baik, akan
meningkatkan tekanan koloid osmotik usus dan meningkatkan motilitasnya sehingga timbul
diare.4,7

Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang berhubungan dengan pengaturan
transpor ion dalam sel-sel usus cAMP,cGMP, dan Ca dependen. Patogenesis terjadinya diare
oleh salmonella, shigella, E coli agak berbeda dengan patogenesis diare oleh virus, tetapi
prinsipnya hampir sama. Bedanya bekteri ini dapat menembus (invasi) sel mukosa usus halus
sehingga depat menyebakan reaksi sistemik.Toksin shigella juga dapat masuk ke dalam serabut
saraf otak sehingga menimbulkan kejang. Diare oleh kedua bakteri ini dapat menyebabkan
adanya darah dalam tinja yang disebut disentri. 5,7

Rotavirus,Shigella spp dan E. Coli enterotoksigenik Rotavirus jelas merupakan penyebab diare
akut yang paling sering diidentifikasi pada anak dalam komunitas tropis dan iklim sedang.13
Diare dapat disebabkan oleh alergi atau intoleransi makanan tertentu seperti susu, produk susu,
makanan asing terdapat individu tertentu yang pedas atau tidak sesuai kondisi usus dapat pula
disebabkan oleh keracunan makanan dan bahan-bahan kimia. Beberapa macam obat, terutama
antibiotika dapat juga menjadi penyebab diare. Antibiotika akan menekan flora normal usus
sehingga organisme yang tidak biasa atau yang kebal antibiotika akan berkembang bebas.7,14 Di
samping itu sifat farmakokinetik dari obat itu sendiri juga memegang peranan penting. Diare
juga berhubungan dengan penyakit lain misalnya malaria, schistosomiasis, campak atau pada
infeksi sistemik lainnya misalnya, pneumonia, radang tenggorokan, dan otitis media.4,7

Menurut patofisiologinya diare dibedakan dalam beberapa kategori yaitu diare osmotik,
sekretorik dan diare karena gangguan motilitas usus. Diare osmotik terjadi karena terdapatnya
bahan yang tidak dapat diabsorpsi oleh usus akan difermentasi oleh bakteri usus sehingga
tekanan osmotik di lumen usus meningkat yang akan menarik cairan. Diare sekretorik terjadi
karena toxin dari bakteri akan menstimulasi cAMP dan cGMP yang akan menstimulasi sekresi
cairan dan elektrolit. Sedangkan diare karena gangguan motilitas usus terjadi akibat adanya
gangguan pada kontrol otonomik, misal pada diabetik neuropathi, post vagotomi, post reseksi
usus serta hipertiroid.7
1. G. DIAGNOSIS dan MANIFESTASI KLINIS
2. 1. Anamnesis

Pasien diare akut datang dengan gambaran klinis yang bergantung dari etiologinya. Keluhan
diare akut infektif bersifat khas yaitu nausea, muntah, nyeri abdomen, demam, dan feces yang
sering, bisa air, malabsorptif, atau berdarah tergantung dari bakteri patogen yang spesifik.
gambaran klinis diare juga dapat dibedakan menurut letak usus yang sakit.

Berikut adalah hubungan antara karakteristik feces dengan usus yang sakit:6

Karakter feces Usus halus Usus besar


Morfologi Berair Berlendir, darah (+)
Volume Banyak Sedikit
Frekuensi Meningkat Sangat meningkat
Darah Darah (mikros) Darah banyak (makros)
Ph Mungkin > 5,5 >5,5
Leukosit <5 dengan perbesaran maksimal Umumnya >10 dengan
perbesaran maksimal
Leukosit darah Normal Bisa leukositosis
Patogen ViralRotavirus, Adenovirus, Invasive
Calicivirus, Astrovirus, bacteriaEscherichia Coli
NorovirusEnterotoxigenic (enteroinvasive,
bacteria enterohemorrhagic),
Shigella sp., Salmonella sp.,
E coli, Klebsiella, Clostridium Campylobacter sp., Yersinia
perfringens, Cholera sp., Vibrio sp., Aeromonas sp.,
sp. Plesiomonassp.Toxic of
bacteria

Clostridium difficile
Parasites

Giardia sp. Cryptosporidium


sp. Parasites

Entamoeba organisms

Tabel 1. Korelasi karakteristik feces dan usus yang sakit (Takayeshu, 2010)

Dibutuhkan informasi tentang kontak dengan penderita gastroenteritis, frekuensi dan konsistensi
buang air besar dan muntah, intake cairan dan urine output, riwayat perjalanan, penggunaan
antibiotika, dan obat-obatan lain yang bisa menyebabkan diare.

1. 2. Pemeriksaan Fisik1,6,9
Yang dapat ditemukan saat melakukan pemeriksaan fisik yakni

1. Dehidrasi, yang dapat timbul bila terjadi diare berat dan terbatasnya asupan oral karena
nausea dan muntah, terutama pada anak kecil dan lanjut usia. Berikut adalah klasifikasi
diare menurut klinisnya:

KLASIFIKASI
Gejala/tanda Ringan (<3% BB Sedang (3 – 9% BB Berat (>9% BB
turun) turun) turun)
Keadaan umum Baik, compos Anxietas Letargi/tidak sadar
mentis
Denyut jantung Normal Sedikit meningkat Takikardi atau
bradikardi
Kualitas denyut Normal Sedikit lemah Lemah hingga
impalpable
Napas Normal Agak meningkat Takipnea-hiperpnea
Mata Normal Cekung Cekung
Fontanella Normal Agak cekung Cekung
Air mata Normal Sedikit menurun Tidak ada
Mukosa Lembab Agak kering Kering hingga
pecah-pecah
Rasa haus Minum biasa, tidak Sangat haus Tidak minum
haus
Turgor kulit Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat
(<2”) lambat (>2”)
Capillary Refill < 2” Agak memanjang Memanjang dan
Time kurang merah
Extremitas Hangat Dingin Sianosis

Tabel 1. Tingkatan dehidrasi ( King et al., 2003)

1. Gagal tumbuh dan malnutrisi

Penurunan massa tubuh dan lemak atau edema perifer dapat menunjukkan kelainan malabsorpsi
karbohidrat, lemak, dan/atau protein. Giardia sp. dapat mengakibatkan diare intermiten dan
malabsorpsi lemak.

1. Nyeri abdomen

Pemeriksaan abdomen diperlukan untuk mengetahui adanya dan kualitas bunyi usus serta ada
atau tidak adanya distensi abdomen. Nyeri saat palpasi biasanya tidak didapatkan pada diare.
Nyeri abdomen fokal yang bertambah nyeri bila dipalpasi menunjukkan kemungkinan
komplikasi atau diagnosis non-infeksi lainnya.

1. Eritema perianal

Buang air besar yang sering dapat menimbulkan kerusakan kulit perianal, terutama pada bayi dan
anak kecil. Malabsorpsi karbohidrat sekunder dapat mengakibatkan feces asam. Malabsorpsi
asam empedu sekunder mengakibatkan dermatitis berat perianal.

1. 3. Pemeriksaan penunjang8

Pemeriksaan penunjang diperlukan pada pasien dengan dehidrasi atau toksisitas berat atau diare
yang sudah berlangsung selama beberapa hari. pemeriksaan tersebut meliputi pemeriksaan darah
tepi lengkap (hemoglobin, hematokrit, leukosit, hitung jenis leukosit), kadar elektrolit serum,
ureum dan kreatinin, pemeriksaan feces, pemeriksaan Enzym-linked Immunoabsorbent Assay
(ELISA) untuk mendeteksi giardiasis, test serologi amebiasis, dan foto rontgen abdomen.

Pasien dengan diare karena virus, biasanya memiliki jumlah dan hitung jenis leukosit yang
normal atau limfositosis, pasien dengan infeksi bakteri terutama bakteri yang invasive ke
mukosa, memiliki leukositosis dengan sel darah putih muda.

Ureum dan kreatinin diperiksa untuk memeriksa adanya kekurangan volume cairan dan mineral
tubuh. Pemeriksaan feces dilakukan untuk melihat adanya leukosit dalam feces yang
menunjukkan adanya infeksi bakteri, telur cacing, dan parasit dewasa.

1. H. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding diare perlu dibuat agar dapat memberikan pengobatan yang lebih baik dan
tepat. Diagnosis banding untuk diare akut pada anak adalah:9

1. Meningitis
2. Bacterial sepsis
3. Pneumonia
4. Otitis media
5. Infeksi saluran kemih

1. I. TATA LAKSANA
Menurut ketentuan World Health Organization (WHO) dalam revisi keempat tahun 2008
mengenai tatalaksana diare akut pada anak menyebutkan, tujuan pengobatan diare akut pada
anak adalah :

1. Pencegahan dehidrasi bila tidak dijumpai tanda – tanda dehidrasi.


2. Pengobatan dehidrasi bila dijumpai tanda – tanda dehidrasi.
3. Mencegah timbulnya kurang kalori protein dengan cara memberikan makanan selama
diare berlangsung dan setelah diare berhenti.
4. Mengurangi lama dan beratnya diare dan mengurangi kekambuhan diare pada hari – hari
mendatang dengan memberikan zink dosis 10 mg sampai 20 mg selama 10 sampai 14
hari.

Prinsip penatalaksanaan pada anak-anak dengan diare dan dehidrasi:6,8

1. Pemberian oralit dengan cepat dalam 3 – 4 jam. Bila tidak ada oralit, bisa diberikan oralit
rumahan dengan cara menyampurkan 2 sendok makan (sdm) gula/madu, ¼ sendok teh
(sdt) garam, ¼ sdt soda kue ke dalam 1 liter air. Pemberian sebanyak 10 ml/kgBB tiap
diare, dan 2 ml/kgBB tiap muntah.
2. Bila dehidrasi telah terkoreksi, beri cairan maintenance
1. Diet tanpa batas sesuai umur
2. Lanjutkan minum ASI
3. Pemberian susu/makanan formula
4. Pemberian oralit tambahan untuk cairan yang sedang hilang
5. Tidak diperlukan tes laboratorium atau medikasi.

Berikut adalah manajemen diare akut pada anak menurut World Gastroenterology Organization
(WGO) 2008:9

1. Rehidrasi.

Klasifikasi dehidrasi
Tindakan
Ringan Sedang Berat
Rehidrasi Tidak ada Oralit 50-100 Rehidrasi dengan RL
ml/kgBB dalam 3- (100 ml/kgBB) i.v
4 jam dalam 4-6 jam lalu
lanjutkan pemberian
oralit hingga pasien
membaik
Penggantian <10 kgBB: 60 – <10 kgBB: 60 – <10 kgBB: 60 – 120
cairan yang 120 mL oralit 120 mL oralit tiap mL oralit tiap diare
telah hilang tiap diare dan diare dan muntah dan muntah
muntah
Diet Lanjutkan ASI Lanjutkan ASI Lanjutkan ASI atau
atau makanan atau makanan makanan setelah
sesuai umurnya setelah dilakukan dilakukan rehidrasi
rehidrasi
Prinsip penentuan jumlah cairan yang akan diberikan yaitu sesuai dengan jumlah cairan yang
keluar dari tubuh. Formula pemberian cairan:8

1. Rumus BJ plasma:

BJ plasma – 1,025

Kebutuhan cairan = x Berat Badan x 4 ml

0,001

BJ plasma:

Dehidrasi berat: BJ plasma 1,032 – 1,040

Dehidrasi sedang: BJ plasma 1,028 – 1,032

Dehidrasi ringan: BJ plasma 1,025 – 1,028

1. Metode pierce berdasarkan klinis:

Dehidrasi ringan, keb. Cairan = 5% x BB (kg)

Dehidrasi sedang, keb. Cairan = 9% x BB (kg)

Dehidrasi ringan, keb. Cairan = 12% x BB (kg)

Pemberian rehidrasi terbagi atas:8

1. Dua jam pertama (tahap inisial): jumlah total kebutuhan cairan menurut rumus BJ plasma
diberikan langsung dalam 2 jam ini.
2. Satu jam berikutnya, pemberian diberikan berdasarkan kehilangan cairan selama 2 jam
pemberian cairan rehidrasi inisial sebelumnya.
3. Jam berikutnya pemberian cairan diberikan berdasarkan kehilangan cairan melalui feces
dan Insensible Water Loss (IWL)
4. Suplemen Zinc, multivitamin, dan mineral lainnya9

Pemberian zinc dapat menurunkan durasi dan derajat keparahan diare pada anak. Suplementasi
zinc zulfat (2 mg/hari selama 14 hari) menurunkan insiden diare selama 2 – 3 bulan sehingga
membantu mengurangi laju mortalitas pada anak dengan diare persisten.

Selain zinc, WHO menyarankan pemberian vitamin dan mineral lainnya, misalnya asam folat,
vitamin A, magnesium,
Dasar pemikiran pengunaan mikronutrien dalam pengobatan diare akut didasarkan kepada
efeknya terhadap fungsi imun atau terhadap struktur dan fungsi saluran cerna dan terhadap
proses perbaikan epitel seluran cerna selama diare. Seng telah dikenali berperan di dalam metallo
– enzymes, polyribosomes , selaput sel, dan fungsi sel, juga berperan penting di dalam
pertumbuhan sel dan fungsi kekebalan .19 Sazawal S dkk 26 melaporkan pada bayi dan anak lebih
kecil dengan diare akut, suplementasi seng secara klinis penting dalam menurunkan lama dan
beratnya diare. Strand 27 Menyatakan efek pemberian seng tidak dipengaruhi atau meningkat bila
diberikan bersama dengan vit A. Pengobatan diare akut dengan vitamin A tidak memperlihatkan
perbaikan baik terhadap lamanya diare maupun frekuensi diare. 19 Bhandari dkk 28 mendapatkan
pemberian vitamin A 60mg dibanding dengan plasebo selama diare akut dapat menurunkan
beratnya episode dan risiko menjadi diare persisten pada anak yang tidak mendapatkan ASI tapi
tidak demikian pada yang mendapat ASI.

1. Diet1,8,9

Pasien diare tidak dianjurkan puasa, kecuali bila muntah-muntah hebat. Makanan segera
diberikan 4 jam setelah pemberian oralit atau cairan intravena. Pasien dianjurkan minum-
minuman sari buah, minuman tak bersoda, makanan mudah dicerna (seperti pisang, nasi, keripik,
dan sup). Susu sapi dihindarkan karena adanya defisiensi lactase transien yang disebabkan oleh
infeksi virus dan bakteri.

Berikan:

 Diet sesuai umur disamping cairan oralit dan maintenance


 Pemberian makan yang sering dan sedikit-sedikit (6x/hari)
 Makanan berenergi tinggi dan mengandung banyak mikronutrien (daging, buah, sayur)

1. Terapi nonspesifik

Antidiare sebenarnya kurang memberikan manfaat besar pada anak dengan diare akut/persisten.
Antiemetic tidak diberikan pada diare akut.9

1. Antimotil

Loperamid. Tidak dianjurkan penggunaannya pada anak < 2 tahun. Merupakan obat terpilih
untuk orang dewasa (dosis 4 – 6 mg/hari; 2 – 4 mg/hari untuk anak > 8 tahun).

1. Agen antisekretorik.

Salazer –lindo E dkk 22 dari Department of Pedittrics, Hospital Nacional Cayetano Heredia,
Lima,Peru, melaporkan bahwa pemakaian Racecadotril ( acetorphan ) yang merupakan
enkephalinace inhibitor dengan efek anti sekretorik serta anti diare ternyata cukup efektif dan
aman bila diberikan pada anak dengan diare akut oleh karena tidak mengganggu motilitas usus
sehingga penderita tidak kembung .Bila diberikan bersamaan dengan cairan rehidrasi oral akan
memberikan hasil yang lebih baik bila dibandingkan dengan hanya memberikan cairan rehidrasi
oral saja .Hasil yang sama juga didapatkan oleh Cojocaru dkk dan cejard dkk.untuk pemakaian
yang lebih luas masih memerlukan penelitian lebih lanjut yang bersifat multi senter dan
melibatkan sampel yang lebih besar.23

1. Adsorbent. Misalnya kaolin-pectin, atapulgite


2. Probiotik

Probiotik merupakan bakteri hidup yang mempunyai efek yang menguntungkan pada host
dengan cara meningkatkan kolonisasi bakteri probiotik didalam lumen saluran cerna sehingga
seluruh epitel mukosa usus telah diduduki oleh bakteri probiotik melalui reseptor dalam sel epitel
usus. Dengan mencermati penomena tersebut bakteri probiotik dapat dipakai dengan cara untuk
pencegahan dan pengobatan diare baik yang disebabkan oleh Rotavirus maupun mikroorganisme
lain, speudomembran colitis maupun diare yang disebabkan oleh karena pemakaian antibiotika
yang tidak rasional rasional (antibiotik asociatek diarrhea ) dan travellers,s diarrhea. 14,15,24.
Terdapat banyak laporan tentang penggunaan probiotik dalam tatalaksana diare akut pada anak.
Hasil meta analisa Van Niel dkk 25 menyatakan lactobacillus aman dan efektif dalam
pengobatan diare akut infeksi pada anak, menurunkan lamanya diare kira-kira 2/3 lamanya diare,
dan menurunkan frekuensi diare pada hari ke dua pemberian sebanyak 1 – 2 kali. Kemungkinan
mekanisme efekprobiotik dalam pengobatan diare adalah : Perubahan lingkungan mikro lumen
usus, produksi bahan anti mikroba terhadap beberapa patogen, kompetisi nutrien, mencegah
adhesi patogen pada anterosit, modifikasi toksin atau reseptor toksin, efektrofik pada mukosa
usus dan imunno modulasi.14,24

1. Antibiotik

Terapi antibiotik bukanlah indikasi pada anak-anak. Pemberian ini hanya dilakukan pada anak
dengan diare bercampur darah (pada umumnya shigellosis), tersangka kolera dengan dehidrasi
berat, dan pasien dengan manifestasi klinis berat (misalnya pneumonia). Namun, pemberian
antiprotozoa sangat bermanfaat pada anak dengan diare, khususnya giardiasis, Entamoeba
hystolitica, dan Cryptosporodium, dengan menggunakan nitazoxanide.

Beberapa antimikroba yang sering dipakai antara lain 15,18

ü Kolera : Tetrasiklin 50mg/kg/hari dibagi 4 dosis (2 hari)

Furasolidon 5mg/kg/hari dibagi 4 dosis (3 hari)


ü
Shigella : Trimetroprim 5-10mg/kg/hari

Sulfametoksasol 25mg/kg/hari Diabgi 2 dosis (5 hari)

Asam Nalidiksat : 55mg/kg/hari dibagi 4 (5 hari)


ü
Amebiasis: Metronidasol 30mg/kg/hari dibari 4 dosis 9 5-10 hari)

Untuk kasus berat : Dehidro emetin hidrokhlorida 1-1,5 mg/kg (maks 90mg)(im) s/d 5 hari
tergantung reaksi (untuk semua umur)
ü
Giardiasis : Metronidasol 15mg.kg/hari dibagi 4 dosis ( 5 hari ).

1. J. PENCEGAHAN

Amatlah penting untuk tetap memberikan nutrisi yang cukup selama diare, terutama pada anak
dengan gizi yang kurang. Minuman dan makanan jangan dihentikan lebih dari 24 jam, karena
pulihnya mukosa usus tergantung dari nutrisi yang cukup.Bila tidak makalah ini akan merupakan
faktor yang memudahkan terjadinya diare kronik29 Pemberian kembali makanan atau minuman
(refeeding) secara cepat sangatlah penting bagi anak dengan gizi kurang yang mengalami diare
akut dan hal ini akan mencegah berkurangnya berat badan lebih lanjut dan mempercepat
kesembuhan. Air susu ibu dan susu formula serta makanan pada umumnya harus dilanjutkan
pemberiannya selama diare penelitian yang dilakukan oleh Lama more RA dkk30 menunjukkan
bahwa suplemen nukleotida pada susu formula secara signifikan mengurangi lama dan beratnya
diare pada anak oleh karena nucleotide adalah bahan yang sangat diperlukan untuk replikasi sel
termasuk sel epitel usus dan sel imunokompeten. Pada anak lebih besar makanan yang
direkomendasikan meliputi tajin ( beras, kentang, mi, dan pisang) dan gandum ( beras, gandum,
dan cereal). Makanan yang harus dihindarkan adalah makanan dengan kandungan tinggi, gula
sederhana yang dapat memperburuk diare seperti minuman kaleng dan sari buah apel. Juga
makanan tinggi lemak yang sulit ditoleransi karena karena menyebabkan lambatnya
pengosongan lambung.31

Pemberian susu rendah laktosa atau bebas laktosa diberikan pada penderita yang menunjukkan
gejala klinik dan laboratorium intoleransi laktosa. Intoleransi laktosa berspektrum dari yang
ringan sampai yang berat dan kebanyakan adalah tipe yang ringan sehingga cukup memberikan
formula susu biasanya diminum dengan pengenceran oleh karena intoleransi laktosa ringan
bersifat sementara dan dalam waktu 2 – 3 hari akan sembuh terutama pada anak gizi yang baik.
Namun bila terdapat intoleransi laktosa yang berat dan berkepanjangan tetap diperlukan susu
formula bebas laktosa untuk waktu yang lebih lama. Untuk intoleransi laktosa ringan dan sedang
sebaiknya diberikan formula susu rendah laktosa. Sabagaimana halnya intoleransi laktosa, maka
intoleransi lemak pada diare akut sifatnya sementara dan biasanya tidak terlalu berat sehingga
tidak memerlukan formula khusus.Pada situasi yang memerlukan banyak energi seperti pada fase
penyembuhan diare, diet rendah lemak justru dapat memperburuk keadaan malnutrisi dan dapat
menimbulkan diare kronik 32

1. K. KESIMPULAN

Diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama, karena masih
tingginya angka kesakitan dan kematian. Penyebab utama diare akut adalah infeksi Rotavirus
yang bersifat self limiting sehingga tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotika.
Pemakaian antibitika hanya untuk kasus-kasus yang diindikasikan.Masalah utama diare akut
pada anak berkaitan dengan risiko terjadinya dehidrasi. Upaya rehidrasi menggunakan cairan
rehidrasi oral merupakan satu-satunya pendekatan terapi yang paling dianjurkan. Penggantian
cairan dan elektrolit merupakan elemen yang penting dalam terapi diare akut. Pemakaian anti
sekretorik,probiotik, dan mikronutrien dapat memperbaiki frekuensi dan lamanya diare. Hal lain
yang perlu diperhatikan adalah pemberian makanan atau nutrisi yang cukup selama diare dan
mengobati penyakit penyerta.

ANEMIA

1. A. PENDAHULUAN

Anemia Defisiensi Besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan besi
tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang, yang pada
akhirnya pembentukan hemoglobin (Hb) berkurang.

Gambaran diagnosis etiologis dapat ditegakkan dari petunjuk patofisiologi, patogenesis, gejala
klinis, pemeriksaan laboratorium, diagnosis banding, penatalaksanaan dan terapi. Beberapa zat
gizi diperlukan dalam pembentukan sel darah merah. Yang paling penting adalah zat besi,
vitamin B12 dan asam folat, tetapi tubuh juga memerlukan sejumlah kecil vitamin C, riboflavin
dan tembaga serta keseimbangan hormone, terutama eritroprotein. Tanpa zat gizi dan hormone
tersebut, pembentukan sel darah merah akan berjalan lambat dan tidak mencukupi, dan selnya
bisa memiliki kelainan bentuk dan tidak mampu mengangkut oksigen sebagaimana mestinya.

Hal yang harus diingat :

1. Anemia bukan penyakit, tetapi tanda/gejala

2. Anemia adalah proses yang terus berubah

3. Anemia banyak dijumpai pada orang tua, tetapi menjadi tua bukan penyebab anemia

4. Untuk menegakkan diagnosa diperlukan pemeriksaan laboratorium

Sekali lagi diingatkan, Anemia bukan suatu penyakit, tetapi keadaan yang ditandai dengan
menurunnya kadar hemoglobin di bawah nilai normal yang diikuti dengan menurunnya nilai
hematokrit. Kadar Hb tergantung dari umur, jenis kelamin, letak geografis dan metode
pemeriksaan.

Nilai normal kadar Hb orang indonesia menurut Depkes, sesuai dengan WHO: ANAK PRA-
SEKOLAH : Hb < 11 g/dL

ANAK SEKOLAH : Hb < 12 g/dL

WANITA HAMIL : Hb < 11 g/dL

IBU MENYUSUI : Hb < 12 g/dL

WANITA DEWASA : Hb < 12 g/dL

PRIA DEWASA : Hb < 13 g/dL

Kadar Hb akan meningkar 1 g/dL pada ketinggian 2.000 m dan meningkat 2 g/dL pada
ketinggian 3.000 m. Pemeriksaan kadar Hb yang dianjurkan adalah dengan cara
spektrofotometer, menggunakan reagen sianmethemoglobin.Untuk mengetahui penyebab anemia
maka diperlukan data klinis, pemeriksaan fisik dan laboratorium.

1. B. DEFINISI

Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah hemoglobin dalam 100 ml darah.
(Ngastiyah, 1997).

Secara fisiologis, anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk
mengangkut oksigen ke jaringan sehingga tubuh akan mengalami hipoksia. Anemia bukan suatu
penyakit atau diagnosis melainkan merupakan pencerminan ke dalam suatu penyakit atau dasar
perubahan patofisilogis yang diuraikan oleh anamnese dan pemeriksaan fisik yang teliti serta
didukung oleh pemeriksaan laboratorium.
1. C. EPIDEMILOGI

Diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia dan lebih dari 50% penderita ini adalah
ADB da terutama mengenai bayi, anak sekolah, ibu hamil dan menyusui. Di Indonesia masih
merupakan masalah gizi utama selain kekurangan kalori protein, vitamin A dan yodium.
Penelitian di Indonesia mendapatkan prevalensi ADB pada anak balita sekitar 30 – 40%, pada
anak sekolah 25 – 35% sedangkan hasil SKRT 1992 prevalensi ADB pada balita sebesar 5,55%.
ADB mempunyai dampak yang merugikan bagi kesehatan anak berupa gangguan tumbuh
kembang, penurunan daya tahan tubuh dan daya konsentrasi serta kemampuan belajar sehingga
menurunkan prestasi belajar di sekolah

1. D. ETIOLOGI

Anemia disebabkan oleh berbagai jenis penyakit, namun semua kerusakan tersebut secara
signifikan akan mengurangi banyaknya oksigen yang tersedia untuk jaringan. Menurut Brunner
dan Suddart (2001), beberapa penyebab anemia secara umum antara lain :

a. Secara fisiologis anemia terjadi bila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk
mengangkut oksigen ke jaringan.

b. Akibat dari sel darah merah yang prematur atau penghancuran sel darah merah yang
berlebihan.

c. Produksi sel darah merah yang tidak mencukupi.

1. Faktor lain meliputi kehilangan darah, kekurangan nutrisi, faktor keturunan, penyakit
kronis dan kekurangan zat besi.

1. E. KLASIFIKASI

Klasifikasi berdasarkan pendekatan fisiologis:

1. Anemia hipoproliferatif, yaitu anemia defisiensi jumlah sel darah merah disebabkan oleh
defek produksi sel darah merah, meliputi:

a. Anemia aplastik

Penyebab:

 agen neoplastik/sitoplastik
 terapi radiasi, antibiotic tertentu
 obat antu konvulsan, tyroid, senyawa emas, fenilbutason
 benzene
 infeksi virus (khususnya hepatitis)

Penurunan jumlah sel eritropoitin (sel induk) di sumsum tulang

Kelainan sel induk (gangguan pembelahan, replikasi, deferensiasi)

Hambatan humoral/seluler

Gangguan sel induk di sumsum tulang

Jumlah sel darah merah yang dihasilkan tak memadai

Pansitopenia

Anemia aplastik

Gejala-gejala:

 Gejala anemia secara umum (pucat, lemah, dll)


 Defisiensi trombosit: ekimosis, petekia, epitaksis, perdarahan saluran cerna, perdarahan
saluran kemih, perdarahan susunan saraf pusat.

Morfologis: anemia normositik normokromik

b. Anemia pada penyakit ginjal

Gejala-gejala:

· Nitrogen urea darah (BUN) lebih dari 10 mg/dl

· Hematokrit turun 20-30%


· Sel darah merah tampak normal pada apusan darah tepi

Penyebabnya adalah menurunnya ketahanan hidup sel darah merah maupun defisiensi eritopoitin

c. Anemia pada penyakit kronis

Berbagai penyakit inflamasi kronis yang berhubungan dengan anemia jenis normositik
normokromik (sel darah merah dengan ukuran dan warna yang normal). Kelainan ini meliputi
artristis rematoid, abses paru, osteomilitis, tuberkolosis dan berbagai keganasan

d. Anemia defisiensi besi

Penyebab:

· Asupan besi tidak adekuat, kebutuhan meningkat selama hamil, menstruasi

· Gangguan absorbsi (post gastrektomi)

· Kehilangan darah yang menetap (neoplasma, polip, gastritis, varises oesophagus, hemoroid,
dll.)

gangguan eritropoesis

Absorbsi besi dari usus kurang

sel darah merah sedikit (jumlah kurang)

sel darah merah miskin hemoglobin

Anemia defisiensi besi

Gejala-gejalanya:

· Atropi papilla lidah

· Lidah pucat, merah, meradang


· Stomatitis angularis, sakit di sudut mulut

Morfologi: anemia mikrositik hipokromik

e. Anemia megaloblastik

Penyebab:

· Defisiensi defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat

· Malnutrisi, malabsorbsi, penurunan intrinsik faktor (aneia rnis st gastrektomi) infeksi parasit,
penyakit usus dan keganasan, agen kemoterapeutik, infeksi cacing pita, makan ikan segar yang
terinfeksi, pecandu alkohol.

Sintesis DNA terganggu

Gangguan maturasi inti sel darah merah

Megaloblas (eritroblas yang besar)

Eritrosit immatur dan hipofungsi

1. Anemia hemolitika, yaitu anemia defisiensi jumlah sel darah merah disebabkan oleh
destruksi sel darah merah:

· Pengaruh obat-obatan tertentu

· Penyakit Hookin, limfosarkoma, mieloma multiple, leukemia limfositik kronik

· Defisiensi glukosa 6 fosfat dihidrigenase

· Proses autoimun

· Reaksi transfusi

· Malaria

Mutasi sel eritrosit/perubahan pada sel eritrosit

Antigesn pada eritrosit berubah

Dianggap benda asing oleh tubuh

sel darah merah dihancurkan oleh limposit

Anemia hemolisis

1. F. PATOFISIOLOGI

Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel darah merah
secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi,
pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah
merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini dapat akibat defek sel
darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang menyebabkan destruksi
sel darah merah.

Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system
retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses ini adalah bilirubin
yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera
direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas
1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).

Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan hemolitik)
maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi
plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas)
untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urin
(hemoglobinuria).

Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh penghancuran sel darah
merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya dapat diperoleh dengan
dasar:1. hitung retikulosit dalam sirkulasi darah; 2. derajat proliferasi sel darah merah muda
dalam sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada
tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.

Anemia

viskositas darah menurun

resistensi aliran darah perifer

penurunan transport O2 ke jaringan

hipoksia, pucat, lemah

beban jantung meningkat

kerja jantung meningkat

payah jantung

v Terjadinya anemia karena kekurangan zat besi

Anemia karena kekurangan zat besi biasanya terjadi secara bertahap, melalui beberapa stadium,
gejalanya baru timbul pada stadium lanjut.

- Stadium 1.Kehilangan zat besi melebihi asupannya, sehingga menghabiskan cadangan


dalam tubuh, terutama di sumsum tulang. Kadar ferritin (protein yang menampung zat besi)
dalam darah berkurang secara progresif.

- Stadium 2.Cadangan besi yang telah berkurang tidak dapat memenuhi kebutuhan untuk
pembentukan se darah merah, sehingga sel darah merah yang dihasilkan jumlahnya lebih sedikit.
- Stadium 3.Mulai terjadi anemia.Pada awal stadium ini, sel darah merah tampak normal,
tetapi jumlahnya lebih sedikit.Kadar hemoglogin dan hematokrit menurun.

- Stadium 4. Sumsum tulang berusaha untuk menggantikan kekurangan zat besi dengan
mempercepat pembelahan sel dan menghasilkan sel darah merah dengan ukuran yang sangat
kecil (mikrositik), yang khas untuk anemia karena kekurangan zat besi.

- Stadium 5. Dengan semakin memburuknya kekurangan zat besi dan anemia, maka akan
timbul gejala-gejala karena kekurangan zat besi dan gejala-gejala karena anemia semakin
memburuk.

1. G. DIAGNOSIS dan MANIFESTASI KLINIS

 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis anemia defisiensi besi dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu gejala langsung
anemia (anemic syndrome) dan gejala khas defisiensi besi. Gejala yang termasuk dalam anemic
syndrome terjadi ketika kadar hemoglobin turun dibawah 7-8 mg/dL berupa lemah, cepat lelah,
mata berkunang-kunang, dan telinga berdenging. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan
konjungtiva pasien pucat. Gejala khas yang muncul akibat defisiensi besi antara lain koilonychia
(kuku sendok), atrofi papil lidah, cheilosis (Stomatitis angularis), disfagia, atrofi mukosa gaster,
dan Pica (Keinginan untuk memakan tanah).

Selain gejala-gejala tersebut jika anemia disebabkan oleh penyakit tertentu maka gejala penyakit
yang mendasarinya juga akan muncul misalnya infeksi cacing tambang menyebabkan gejala
dyspepsia atau kanker kolon menyebabkan hematoskezia.

Tanda dan Gejala Anemia

1. Pusing

2. Mudah berkunang-kunang

3. Lesu

4. Aktivitas kurang

5. Rasa mengantuk

6. Susah konsentrasi

7. Cepat lelah

8. prestasi kerja fisik/pikiran menurun


9. Konjungtiva pucat

10. Telapak tangan pucat

11. Iritabilitas dan Anoreksia

12. Takikardia , murmur sistolik

13. Letargi, kebutuhan tidur meningkat

14. Purpura

15. Perdarahan

Gejala khas masing-masing anemia:

1. Perdarahan berulang/kronik pada anemia pasca perdarahan, anemia defisioensi besi

2. Ikterus, urin berwarna kuning tua/coklat, perut mrongkol/makin buncit pada anemia
hemolitik

3. Mudah infeksi pada anemia aplastik dan anemia karena keganasan.

 Diagnosis

1. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan tanda vital untuk melihat kondisi umum yang mungkin
menjadi penyebab utama yang mempengaruhi kondisi pasien atau efek anemia terhadap kondisi
umum pasien. Pemeriksaan fisik ditujukan untuk menemukan berbagai kondisi klinis manifestasi
kekurangan besi dan sindroma anemic.

1. Pemeriksaan laboratorium

Jenis Pemeriksaan Nilai

HemoglobinKadar Hb biasanya menurun disbanding nilai normal berdasarkan jenis kelamin


pasien
MCVMenurun (anemia mikrositik)MCHMenurun (anemia hipokrom)MorfologiTerkadang dapat
ditemukan ring cell atau pencil cell

FerritinFerritin mengikat Fe bebas dan berkamulasi dalam sistem RE sehingga kadar Ferritin
secara tidak langsung menggambarkan konsentrasi kadar Fe. Standar kadar normal ferritin pada
tiap center kesehatan berbeda-beda. Kadar ferritin serum normal tidak menyingkirkan
kemungkinan defisiensi besi namun kadar ferritin >100 mg/L memastikan tidak adanya anemia
defisiensi besiTIBCTotal Iron Binding Capacity biasanya akan meningkat >350 mg/L (normal:
300-360 mg/L )

Saturasi transferinSaturasi transferin bisanya menurun <18% (normal: 25-50%)Pulasan sel


sumsum tulangDapat ditemukan hyperplasia normoblastik ringan sampai sedang dengan
normoblas kecil. Pulasan besi dapat menunjukkan butir hemosiderin (cadangan besi) negatif.
Sel-sel sideroblas yang merupakan sel blas dengan granula ferritin biasanya negatif. Kadar
sideroblas ini adalah Gold standar untuk menentukan anemia defisiensi besi, namun pemeriksaan
kadar ferritin lebih sering digunakan.

Pemeriksaan penyait dasarBerbagai kondisi yang mungkin menyebabkan anemia juga diperiksa,
misalnya pemeriksaan feces untuk menemukan telur cacing tambang, pemeriksaan darah samar,
endoskopi, dan lainnya.

1. Kriteria diagnosis

Diagnosis anemia defisiensi besi meliputi bukti-bukti anemia, bukti defisiensi besi, dan
menentukan penyebabnya. Menentukan adanya anemia dapat dilakukan secara sederhana dengan
pemeriksaan hemoglobin. Untuk pemeriksaan yang lebih seksama bukti anemia dan bukti
defisiensi besi dapat dilakukan kriteria modifikasi Kerlin yaitu:

v Kriteria Utama

- anemia mikrositik hipokromik pada hapusan darah tepi

- MCV <80 fL dan MCHC <31%

v Kriteria Tambahan

- Parameter laboratorium khusus: Kadar Fe serum <50 mg/L, TIBC >350 mg/L, saturasi
transferin <15%*

- Ferritin serum <20 mg/L

- Pulasan sumsum tulang menunjukkan butir hemosiderin negatif


- Dengan pemerian sulfas ferrosus 3 x 200 mg/hari atau preparat besi lain yang setara
selama 4 minggu tidak disertai dengan kenaikan kadar hemoglobin >2g/dL

*Dihitung 1 poin jika 2 dari 3 paramater lab tersebut positif

Anemia defisieni besi dapat ditegakkan dengan 1 kriteria utama ditambah 1 kriteria tambahan
tersebut.

Setelah diagnosis anemia defisiensi besi terpenuhi langkah berikutnya adalah menentukan
penyebab spesifiknya.

1. H. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis diferensial utama dari anemia defisiensi besi yang mikrostik hipokromik adalah
thallasaemia, penyakit inflamasi kronik, dan sindroma mielodisplastik. Perbedaan dari kondisi-
kondisi tersebut antara lain:

Parameter Anemia Thallasaemia Inflamasi kronik Sindroma


defisiensi besi mielodisplastik
Klinis Sindroma Sindroma Sindroma Sindroma
anemia, tanda- anemia, anemia anemia
tanda defisiensi hepatomegali, jelas/tidak,
besi overload besi gejala sistemik
lain
Blood smear Micro/hypo Normal, Micro/hypo, Micro/hypo
micro/hypo target cell
TIBC Meningkat Menurun Normal -
Ferritin Menurun Normal Normal Normal/

MeningkatTransferinMenurunNormalNormal/

Meningkat-

1. I. TATA LAKSANA

Tatalaksana dari anemia defisiensi besi meliputi tatalaksana kausa penyebab anemia dan
pemberian preparat pengganti besi (Iron replacement therapy)

1. Tatalaksana kausa
Merupakan terapi terhadap kondisi yang menyebabkan anemia misalnya memberikan obat
cacing pada pasien dengan infeksi cacing atau pembedahan pada pasien hemmoroid.

1. Iron replacement therapy

Tujuan dari terapi ini adalah mengkoreksi nilai hemoglobin dan juga mengisi cadangan besi
tubuh secara permanen. Besi yang diberikan dapat melalui pemerian oral atau pemberian
parenteral.

1. Suplemen besi oral

Suplemen besi oral merupakan salah satu pilihan yang baik untuk mengganti defisiensi besi
karena harganya yang relatif murah dan mudah didapat. Terdapar berbagai sediaan preparat besi
oral seperti ferrous sulfas, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan lainnya namun demikian ferrous
sulfat merupakan pilihan utama karena murah dan cukup efektif.

Suplemen besi oral ini diberikan dengan dosis 300 mg/hari yang dapat dibagikan menjadi
beberapa kali makan. Dengan dosis suplementasi tersebut diharapkan terserap 50 mg/hari karena
besi memang diserap dalam jumlah yang tidak banyak oleh sistem pencernaan manusia. Besi
yang diserap akan digunakan langsung untuk eritropoiesis, hasilnya di hari ke 4-7 biasanya
eritropoesis telah jauh meningkat dan memuncak pada hari 8-12 setelah terapi dimulai. Setelah
terjadi penyerapan besi dalam jumlah besar di awal terapi tubuh akan merespon dengan
penurunan eritropoetin sehingga penyerapan di besi di usus dikurangi, akibatnya kadar
penyerapan tidak lagi sebesar sebelumnya. Tujuan yang juga akan dicapai dari terapi ini adalah
mengisi cadangan besi tubuh sebanyak 0,5-1 g besi karena itu suplementasi ini diberikan selama
6-12 bulan untuk mengatasi asorbsi usus yang telah menurun.

Edukasi kepada pasien tentang suplementasi besi merupakan salah satu kewajiban dokter. Pasien
diberikan informasi bahwa sebaiknya suplemen tersebut dikonsumsi sebelum pasien makan
karena akan meningkatkan absorbsinya. Efek samping obat ini yaitu gangguan gastrointestinal
juga perlu diberitahukan kepada pasien. Penyebab kegagalan terapi besi oral antara lain
gangguan absorbsi dan kepatuhan minum obat pasien yang rendah. Jika defisiensi besi masih
belum juga tertangani dengan langkah-langkah tersebut dipikirkan untuk memberikan terapi besi
parenteral.

1. Terapi besi parenteral

Alur terapi ini sangat efektif karena tidak melalui sistem pencernaan dan menghadapi masalah
absorbsi, namun demikian risikonya lebih besar dan harganya lebih mahal oleh karena itu hanya
diindikasikan untuk kondisi tertentu saja misalnya kepatuhan pasien yang sangat rendah.
Preparat yang tersedia untuk terapi ini misalnya Iron dextran complex (50 mg/mL). Pemberian
terapi parenteral adalah melalui IV atau IM. Kebutuhan besi seseorang dapat dihitung dengan
persamaan

Kebutuhan besi (mg)= ((15-Hb saat ini) x BB x 2,4) + 500 atau 1000 mg
1. J. PENCEGAHAN

Langkah Promotif/Preventif: Upaya penanggulangan AKB diprioritaskan pada kelompok rawan


yaitu BALITA, anak usia sekolah, ibu hamil dan menyusui, wanita usia subur termasuk remaja
putri dan pekerja wanita. Upaya pencegahan efektif untuk menanggulangi AKB adalah dengan
pola hidup sehat dan upaya-upaya pengendalian faktor penyebab dan predisposisi terjadinya
AKB yaitu berupa penyuluhan kesehatan, memenuhi kebutuhan zat besi pada masa pertumbuhan
cepat, infeksi kronis/berulang pemberantasan penyakit cacing dan fortifikasi besi.

v PEMANTAUAN

I. Terapi

- Periksa kadar hemoglobin setiap 2 minggu

- Kepatuhan orang tua dalam memberikan obat

- Gejala sampingan pemberian zat besi yang bisa berupa gejala gangguan gastro-intestinal
misalnya konstipasi, diare, rasa terbakar diulu hati, nyeri abdomen dan mual. Gejala lain dapat
berupa pewarnaan gigi yang bersifat sementara.

II. Tumbuh Kembang

- Penimbangan berat badan setiap bulan

- Perubahan tingkah laku

- Daya konsentrasi dan kemampuan belajar pada anak usia sekolah dengan konsultasi ke
ahli psikologi

- Aktifitas motorik

1. K. KESIMPULAN

Anemia Defisiensi Besi (ADB) adalah anemia akibat kekurangan zat besi untuk sintesis
hemoglobin dan merupakan defisiensi nutrisi yang paling banyak pada anak dan menyebabkan
masalah kesehatan yang paling besar di seluruh dunia terutama di negara sedang berkembang
termasuk Indonesia.

Dari hasil SKRT 1992 diperoleh prevalensi ADB pada anak balita di Indonesia adalah 55,5%.
Komplikasi ADB akibat jumlah total besi tubuh yang rendah dan gangguan pembentukan
hemoglobin (Hb) dihubungkan dengan fungsi kognitif, perubahan tingkah laku, tumbuh
kembang yang terlambat dan gangguan fungsi imun pada anak.

Prevalensi tertinggi ditemukan pada akhir masa bayi, awal masa anak, anak sekolah dan masa
remaja karena adanya percepatan tumbuh pada masa tersebut disertai asupan besi yang rendah,
penggunaan susu sapi dengan kadar besi yang kurang

Perbedaan ADB dengan Penyakit Kronis

Mikrositik hipokromik /normositik Mikrositik hipokromik


normokrom
MCV rendah/normal MCV rendah
Fe rendah Fe rendah
TIBC rendah TIBC meningkat
Saturasi transferin rendah Saturasi transferin rendah
Ferritin serum rendah Ferritin serum rendah
Transferin reseptor normal Transferin reseptor rendah
BAB IV

ANALISIS KASUS

Diagnosa diare akut dengan dehidrasi sedang pada pasien ini ditegakkan berdasarkan :

1. Anamnesis :

 Pasien mencret sejak 2 hari yang lalu (akut <2 mgg)


 Frekuensi mencret ±10 kali sehari (>3 kali dalam 24 jam)
 Terdapat perubahan konsistensi tinja yakni cair

1. Pemeriksaan fisik

 Kesadaran pasien apatis, tampak lemas, rewel, dan gizi kesan kurang
 Mata cowong (+)
 Turgor kembali lambat (<2 detik)

1. Pemeriksaan penunjang

Hasil pemeriksaan feces rutin didapatkan hasil konsistensi cair, tidak terdapat lendir maupun
darah, warna feces cokelat, dan tidak ditemukan cacing. Secara mikroskopis, didapatkan hasil
leukosit negatif dan telur cacing negatif.

Penatalaksanaan pada pasien ini yaitu diberi diet nasi lunak 1150 kal/hari, IVFD RL 80
cc/KgBB/5 jam 20 tpm, Probiotik 2 sachet/hari, Zinc 1×20 mg, dan Paracetamol syr 1xcth (k/p).

Pemberian probiotik pada pasien diare bermanfaat untuk mengembalikan komposisi dan peran
bakteri baik yang bermanfaat dalam efek terapi dan profilaksis terhadap infeksi patogen.
Pemberian oralit 100cc tiap kali diare bertujuan untuk penggantian cairan secara cepat.
Sedangkan pemberian zinc bertujuan dalam penguatan sistem imun dan menjaga keutuhan epitel
usus.

DAFTAR PUSTAKA
1. Kandun NI. Upaya pencegahan diare ditinjau dari aspek kesehatan masyarakat dalam
kumpulan makalah Kongres nasional II BKGAI juli 2003 hal 29

1. Hillman RS, Ault KA. Iron Deficiency Anemia. Hematology in Clinical Practice. A
Guide to Diagnosis and Management. New York; McGraw Hill, 1995 : 72-85.

1. Lanzkowsky P. Iron Deficiency Anemia. Pediatric Hematology and Oncology. Edisi ke-
2. New York; Churchill Livingstone Inc, 1995 : 35-50.

1. Nathan DG, Oski FA. Iron Deficiency Anemia. Hematology of Infancy and Childhood.
Edisi ke-1. Philadelphia; Saunders, 1974 : 103-25.

1. Recht M, Pearson HA. Iron Deficiency Anemia. Dalam : McMillan JA, DeAngelis CD,
Feigin RD, Warshaw JB, penyunting. Oski’s Pediatrics : Principles and Practice. Edisi
ke-3. Philadelphia; Lippincott William & Wilkins, 1999 : 1447-8.

1. Schwart E. Iron Deficiency Anemia. Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB,
Penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-16. Philadelphia; Saunders, 2000 :
1469-71

1. Sudoyo AW et al. Anemia defisiensi besi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2.
Jakarta: Pusat penerbitan ilmu penyakit dalam, 2006.

1. Adamson JW. Iron deficiency anemia. Harrison’s Principle of Internal Medicine, 17th
Ed. USA: McGraw-Hill Inc. 2005. p586-592.

1. Conrad ME. Iron deficiency anemia. http://www.eMedicine.com. Cited in Sunday,


October 24., 2010. August 4, 2009.
1. Bakta, I.M ., 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC.

1. Hoffbrand, A.V., Pettit, J.E., Moss, P.A.H., 2005. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta :
EGC.

1. Weiss, G.,Goodnough, L.T., 2005. Anemia of Chronic Disease.Nejm, 352 : 1011-1023.

1. Dunn, A., Carter, J., Carter, H., 2003. Anemia at the end of life: prevalence, significance,
and causes in patients receiving palliative care. Medlineplus. 26:1132-1139.

Posted by doktermaya in Makalah Kedokteran Tag:adalah, akut, dehidrasi, diagnosa, diagnosis,


diare, faktor, gejala, kedokteran, kelainan, keluhan, klinis, komplikasi, obat, patofisiologi,
penanganan, penatalaksanaan, pengertian, penyakit, penyebab, riwayat, tanda, terapi

1 komentar

KEHAMILAN LETAK SUNGSANG


30/11/2011

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala di fundus
uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri (2). Tipe letak sungsang yaitu: Frank
breech (50-70%) yaitu kedua tungkai fleksi ; Complete breech (5-10%) yaitu tungkai atas lurus
keatas, tungkai bawah ekstensi ; Footling (10-30%) yaitu satu atau kedua tungkai atas ekstensi,
presentasi kaki (1).

Kematian perinatal langsung yang disebabkan karena persalinan presentasi bokong sebesar 4-5
kali dibanding presentasi kepala. Sebab kematian perinatal pada persalinan presentasi bokong
yang terpenting adalah prematuritas dan penanganan persalinan yang kurang sempurna, dengan
akibat hipoksia atau perdarahan di dalam tengkorak. Trauma lahir pada presentasi bokong
banyak dihubungkan dengan usaha untuk mempercepat persalinan dengan tindakan-tindakan
untuk mengatasi macetnya persalinan.

Kehamilan dengan presentasi bokong merupakan kehamilan yang memiliki risiko. Hal ini
dikaitkan dengan abnormalitas janin dan ibu. Frekuensi dari letak sungsang ditemukan kira-kira
4,4 % di Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan dan 4,6 % di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung.
Banyak faktor yang dapat menyebabkan kelainan letak presentasi bokong, diantaranya paritas
ibu dan bentuk panggul ibu. Angka kejadian presentasi bokong jika dihubungkan dengan paritas
ibu maka kejadian terbanyak adalah pada ibu dengan multigravida dibanding pada primigravida,
sedangkan jika dihubungkan dengan panggul ibu maka angka kejadian presentasi bokong
terbanyak adalah pada panggul sempit, dikarenakan fiksasi kepala janin yang tidak baik pada
Pintu Atas Panggul (10).

Berikut ini diajukan suatu kasus seorang wanita 30 tahun yang masuk kamar bersalin dengan
diagnosa GIIPI00IAb000 usia kehamilan 37-38 minggu, Anak aterm, tunggal, hidup, intrauterin
dengan Letak Sungsang dan Asma Bronkhial, yang selanjutnya ditatalaksana untuk persalinan
Sectio caesaria. Selanjutnya akan dibahas apakah tindakan penatalaksaaan ini sudah tepat dan
sesuai dengan literatur.

I.2 RUMUSAN MASALAH

- Bagaimana definisi, etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan letak sungsang


pada kehamilan?

- Bagaimana definisi, etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan asma bronkhial


pada kehamilan?

I.3 TUJUAN

- Mengetahui definisi, etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan letak sungsang


pada kehamilan.

- Mengetahui definisi, etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan asma bronkhial


pada kehamilan.

I.4 MANFAAT
- Menambah wawasan mengenai penyakit di bidang kebidanan khususnya asma bronkhial pada
kehamilan.

- Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti kepaniteraan klinik
bagian ilmu kebidanan dan kandungan.

BAB II

STATUS PASIEN

II.1 IDENTITAS PASIEN

No Reg : 230498

Nama penderita : Ny. W Nama suami : Tn. R

Umur penderita : 30 tahun Umur suami : 34 tahun

Alamat : Jatiguwi Rt 3 Rw 8, Sumber Pucung

Pekerjaan penderita : Ibu rumah tangga Pekerjaan suami : Pedagang

Pendidikan penderita : SMP – Tamat Pendidikan suami : SD

II.2 ANAMNESA

1. Masuk rumah sakit tanggal : 12 April 2011


2. Datang sendiri/dikirim oleh dukun/bidan/dokter/dokter ahli : datang sendiri.
3. Keluhan utama : Perut terasa kenceng- kenceng dan disertai sesak napas.
4. Riwayat penyakit sekarang :

- Perut terasa kenceng- kenceng sejak tadi pagi.

- Disertai lendir darah dari kemaluan.

- Tanpa mual- muntah

- dan disertai sesak napas.

- HPHT : lupa TP : ??

1. Riwayat kehamilan yang sekarang : hamil anak ke 2, ANC teratur ke bidan.


2. Riwayat menstruasi : menarche 13 tahun, Lama masa menstruasi, HPHT : lupa, merasa
hamil 9 bulan.
3. Riwayat perkawinan : 1 kali, lama 10 tahun
4. Riwayat persalinan sebelumnya : anak 1 lahir spontan di bidan, cukup bulan, perempuan
(♀), BB 3800 gram, pada tahun 2002. Masa persalinan tanpa disertai serangan asma
bronkhial.
5. Riwayat penggunaan kontrasepsi : suntik 3 bulanan, selama 8 tahun.
6. Riwayat penyakit sistemik yang pernah dialami : Asma Bronkhial (+) sejak kecil.
7. Riwayat penyakit keluarga : Asma Bronkhial (+) pada nenek.
8. Riwayat kebiasaan dan social : Pijat oyok (-), Jamu (-), Konsumsi kopi (-)
9. Riwayat pengobatan yang telah dilakukan : pil vitamin dari bidan

II.3 PEMERIKSAAN FISIK

1. Status present

 Keadaan umum : Tampak sesak napas, kesadaran compos mentis


 Tekanan darah: 130/80 mmHg, nadi: 100x/menit, suhu: 36⁰C, RR: 26 x/menit.

1. Pemeriksaan umum

 Kulit : normal, warna : sawo matang.


 Kepala :

Mata : anemi -/-, ikterik -/-, odem palpebra -/-

Wajah : simetris

Mulut : kebersihan gigi geligi cukup, stomatitis (-),

hiperemi pharyng (-), pembesaran tonsil -

 Leher : pembesaran kelenjar limfe di leher (-), pembesaran kelenjar tyroid (-)
 Thorax

Paru :

Inspeksi : Pergerakan pernafasan simetris, tipe pernapasan normal.

Retraksi costa -/-

Palpasi : teraba massa abnormal -/-, pembesaran kelenjar axilla -/-

Perkusi : sonor +/+, hipersonor -/-, pekak -/-

Auskultasi : vesikuler +/+, suara nafas menurun -/-

wheezing +/+, ronchi +/+


Jantung :

Inspeksi : iktus cordis tidak tampak

Palpasi : thrill -

Perkusi : batas jantung normal

Auskultasi : denyut jantung regular, S1/S2

 Abdomen

Inspeksi : flat (-), distensi (-), gambaran pembuluh darah collateral (-).

Palpasi : pembesaran organ (-), nyeri tekan (-), teraba massa abnormal (-). Tinggi fundus uteri 3
jari dibawah prosesus xipoideus

Perkusi : tympani (+)

Auskultasi : suara bising usus normal, metalic sound (-)

 Ekstremitas: odema -/-

1. Status obstetri :

Pemeriksaan luar :

Leopold I : Tinggi fundus uteri 3 jari dibawah prosesus xipoideus, 33 cm.

Bagian teratas janin : kepala.

Leopold II : Punggung janin : Kiri, ballotement (+) , Tunggal/gemelli : Tunggal

Leopold III : Bagian terendah dari janin : Bokong, ballotement (+)

Leopold IV : Bagian terendah janin masuk ke PAP : (-)

Bunyi jantung janin: 141x/menit, regular

Pemeriksaan Dalam

Pengeluaran pervaginam :

Vulva / vagina : blood (+), slym (+),

Pembukaan waktu his : 1 cm


Penipisan portio : 25%

Ketuban :+ warna : -

Bagian terdahulu : Bokong

Bagian tersamping terdahulu : belum teraba

Bagian terendah : belum teraba

Hodge :I

Molase :-

II.4 Ringkasan :

Anamnesa :

Pasien datang sendiri ke RSUD karena pasien mengalami perut kenceng- kenceng sejak pagi
hari disertai sesak napas. Pasien hamil anak ke 2, dan merasa hamil 9 bulan. Anak 1 lahir
spontan di bidan, cukup bulan, perempuan (♀), BB 3800 gram. Pasien sebelumnya
menggunakan kontrasepsi suntik 3 bulanan, selama 8 tahun. Selama hamil pasien
mengkonsumsi vitamin dari bidan.

Pemeriksaan fisik :

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum lemah tampak sesak, kesadaran compos
mentis, tekanan darah : 130/80 mmHg, nadi : 100x/menit, suhu: 36⁰C, pernapasan : 26x/menit.

Pemeriksaan obstetrik luar:

TFU 3 jari dibawah prosesus xipoideus, 33 cm. Bagian teratas janin : kepala. Punggung janin :
Kiri, ballotement (+),Bunyi jantung janin: 141x/menit, regular Tunggal, Bagian terendah dari
janin : Bokong, ballotement (+), Bagian terendah janin belum masuk ke PAP.

Pemeriksaan Dalam

Pengeluaran pervaginam :

V/V: Blood (+), slym (+), Æ 1 cm, Penipisan portio : 25%, Ketuban (+), Bagian terdahulu
Bokong, Bagian tersamping terdahulu : belum teraba, Bagian terendah : belum teraba,
Hodge : I.

Diagnosa: GIIPI00IAb000 usia kehamilan 37-38 minggu, Anak aterm, tunggal, hidup, intrauterin
dengan Letak Sungsang dan Asma Bronkhial
Rencana tindakan :

1. IVFD D5%

2. Drip Aminophilin 1 Ampul, 20 tetes/ menit.

3. Antibiotik Ceftazidim 1gr IV, 2×1

4. Besok R/ SC

5. Lapor dr. Sp. Anestesi dan dr. Sp.P à persiapan R/ SC

6. Pasang DC

7. Metilprednisolon 1 gr IV

Lembar Follow Up

Nama pasien : Ny. W

Ruang kelas : IRNA Kaber à IRNA Brawijaya

Diagnosa : GIIPI00IAb000 usia kehamilan 37-38 minggu dengan Letak Sungsang dan
Asma Bronkhial.

14 April 2011
S = Pasien mengeluh napas teras sesak dan nyeri luka op. SC

O = T = 130/80 mmHg N = 90x/menit

S = 36,3⁰C RR = 28x/menit

KU: Cukup PPV: (+)

Pus: (-) Kontraksi uterus : baik

Grimace : (+) Sesak : (-)

Ronchi : (+) Wheezing : (-)

A = Post SC hari ke I dengan Letak Sungsang dan Asma Bronkhial

P = Di ruang ICU:

1. O2 4 liter/ menit

2. Aminophilin IV, 1 ampul/ flesh, 3×1

3. Antibiotik Ceftazidim IV, 2×1 gr

4. Ventolin Nebulizer, 3×1

5. Tramadol IV, 3×1

6. Metilprednisolon, 2×125

7. IVFD RL + Aminophilin, 24 – 18 tetes/ menit

15 April 2011

S = Sesak napas (+), batuk (+), prolonged ekspirasi (+)

O = T = 120/80 mmHg N = 84x/menit

S = 36,7⁰C RR = 26 x/menit

KU: Cukup PPV: (+)

Pus: (-) Kontraksi uterus : baik

Grimace : (+) Sesak : (-)


Ronchi : (+) Wheezing : (-)

A = Post SC hari ke II dengan Letak Sungsang dan Asma Bronkhial

P= 1. Terapi tetap

2. Observasi TTV

3. Posisi semi fauler

4. IVFD D5%

5. IVFD RL + Drip aminophilin 18 tetes/ menit

6. Diet NSTKTP

7. O2 4 liter/ menit

16 April 2011

S = Keluhan sudah mulai berkurang, sesak berkurang, batuk berkurang.

O = T = 120/90 mmHg N = 84x/menit

S = 36,4⁰C RR = 20x/menit

KU: Cukup PPV: (+)

Pus: (-) Kontraksi uterus : baik

Grimace : (+) Sesak : (-)

Ronchi : (-) Wheezing : (-)

A = Post SC hari ke III dengan Letak Sungsang dan Asma Bronkhial

P= 1. Boleh pulang

2. kontrol 1 minggu lagi

LAPORAN PERSALINAN
1. Ketuban : Pecah sendiri : tidak warna : jernih
2. Jenis persalinan : Sectio Caesaria
3. Presentasi selama persalinan : Bokong
4. Episiotomi : tidak dilakukan
5. Pembiusan : Regional anestesi
6. Ruptur perineum : tidak
7. Penyulit persalinan : Letak Sungsang, Asma bronkhial
8. Lama persalinan : ±30 menit
9. Plasenta lahir : manual melalui Sectio Caesaria bersama bayi
10. Kontraksi uterus : (+)
11. Tali pusat : (+)
12. Perdarahan selama persalinan : (+) 500 cc
13. Obat-obatan yang telah diberikan kepada ibu selama persalinan :

1. IVFD D5%

2. IVFD RL

3. Aminophilin IV

4. Antibiotik Ceftazidim

5. Metilprednisolon

6. O2 4 liter/ menit

7. Ventolin Nebulizer, 3×1

8. Tramadol IV

1. Bayi : ♂, BB = 3000 gr.

LAPORAN KELUAR RUMAH SAKIT

KRS tanggal : 16 April 2011

Keadaan ibu waktu pulang : Keadaan umum : cukup

T: 120/90 mmHg, N: 84x/menit, S: 36,4⁰C, RR: 20x/menit


PPV (+), Pus (-), Sesak (-), Ronchi (-), Wheezing (-)

Payudara : ASI (+)

Fundus uteri : TFU setinggi pertengahan antara simphisis dan pusat

Kontraksi uterus : Baik

Perineum : normal

Lochea : (-)

Lain-lain : (-)

Diagnosa saat pulang : Post SC hari ke III dengan Letak Sungsang dan Asma Bronkhial

Pengobatan : Letonal 1×1 tablet, Aminophilin.

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

III.1. Letak Sungsang

Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala di fundus
uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang,
yakni: presentasi bokong, presentasi bokong kaki sempurna, presentasi bokong kaki tidak
sempurna dan presentasi kaki. Pada presentasi bokong, akibat ekstensi kedua sendi lutut, kedua
kaki terangkat ke atas sehingga ujungnya terdapat setinggi bahu atau kepala janin. Dengan
demikian pada pemeriksaan dalam hanya dapat diraba bokong. Pada presentasi bokong kaki
sempurna disamping bokong dapat diraba kedua kaki. Pada presentasi bokong kaki tidak
sempurna hanya terdapat satu kaki disamping bokong sedangkan kaki yang lain terangkat keatas.
Pada presentasi kaki bagian paling rendah ialah satu atau dua kaki. Letak sungsang ditemukan
kira- kira 2-4%. Greenhill melaporkan 4-4,5%. Holland: 2-3%, sedangkan di Rumah Sakit Dr.
Pirngadi Medan ditemukan frekuensi 4,4% dan di Rumah Sakit Hasan Sadikin bandung 4,6%.

III.1.1 Diagnosis

Diagnosis letak sungsang pada umumnya tidak sulit. Pada pemeriksaan luar, dibagian bawah
uterus tidak dapat diraba bagian yang keras dan bulat, yakni kepala, dan kepala teraba difundus
uteri. Kadang- kadang bokong janin teraba bulat dan dapat memberi kesan seolah- olah kepala,
tetapi bokong tidak dapat digerakkan semudah kepala. Seringkali wanita tersebut menyatakan
bahwa kehamilannya terasa lain daripada kehamilan yang terdahulu, karena terasa penuh
dibagian atas dan gerakan terasa lebih banyak di bagian bawah. Denyut jantung janin pada
umumnya ditemukan setinggi atau sedikit lebih tinggi daripada umbilikus. Apabila diagnosis
letak sungsnag dengan pemeriksaan luar tidak dapat dibuat, karena misalnya dinding perut tebal,
uterus mudah berkontraksi atau banyaknya air ketuban, maka diagnosis ditegakkan berdasarkan
pemeriksaan dalam. Apabila masih ada keragu- raguan, harus dipertimbangkan untuk melakukan
pemeriksaan ultrasonografik atau M.R.I. (Magnetic Resonance Imaging).

Setelah ketuban pecah, dapat diraba lebih jelas adanya bokong yang ditandai dengan adanya
sakrum, kedua tuber ossis iskii, dan anus. Bila dapat diraba kaki, maka harus dibedakan dengan
tangan. Pada kaki terdapat tumit, sedangkan pada tangan ditemukan ibu jari yang letaknya tidak
sejajar dengan jari- jari lain dan panjang jari kurang lebih sama dengan panjang telapak tangan.
Pada persalinan lama, bokong janin mengalami edema, sehingga kadang- kadang sulit untuk
membedakan bokong dengan muka. Pemeriksaan yang teliti dapat membedakan bokong dengan
muka karena jari yang akan dimasukkan kedalam anus mengalami rintangan otot, sedangkan jari
yang dimasukkan ke dalam mulut akan meraba tulang rahang dan alveola tanpa ada hambatan.
Pada presentasi bokong kaki sempurna, kedua kaki dapat diraba disamping bokong, sedangkan
pada presentasi bokong kaki tidak tidak sempurna, hanya teraba satu kaki disamping bokong.

III.1.2 Etiologi

Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin terhadap ruangan didalam uterus.
Pada kehamilan sampai kurang lebih 32 minggu, jumlah air ketuban relatif lebih banyak,
sehingga memungkinkan janin bergerak dengan leluasa. Dengan demikian janin dapat
menempatkan diri dalam presentasi kepala, letak sungsang atau letak lintang. Pada kehamilan
triwulan terakhir janin tumbuh dengan cepat dan jumlah air ketuban relatif berkurang. Karena
bokong dengan kedua tungkai yang terlipat lebih besar di fundus uteri, sedangkan kepala berada
dalam ruangan yang lebih kecil di segmen bawah uterus. Dengan demikian dapat dimengerti
mengapa pada kehamilan belum cukup bulan, frekuensi letak sungsang lebih tinggi, sedangkan
pada kehamilan cukup bulan, janin sebagian besar ditemukan dalam presentasi kepala. Faktor-
faktor lain yang memegang peranan dalam terjadinya letak sungsang diantaranya ialah
multiparitas, hamil kembar, hidramnion, hidrosefalus, placenta previa dan panggul sempit.
Kadang- kadang letak sungsang disebabkan oleh kelainan uterus dan kelainan bentuk uterus.
Placenta yang terletak di daerah kornu fundus uteri dapat pula menyebabkan letak sungsang,
karena plasenta mengurangi luas ruangan di daerah fundus.

III.1.3 DIAGNOSIS BANDING

Kehamilan dengan letak sungsang dapat didiagnosis dengan kehamilan dengan letak muka. Pada
pemeriksaan fisik dengan palpasi Leopold masih ditemukan kemiripan. Ini dibedakan dari
pemeriksaan dalam yakni pada letak sungsang akan didapatkan jari yang dimasukkan ke dalam
anus mengalami rintangan otot dan anus dengan tuberosis iskii sesuai garis lurus. Pada letak
muka, jari masuk mulut akan meraba tulang rahang dan alveola tanpa hambatan serta mulut dan
tulang pipi membentuk segitiga. Sedangkan dengan USG atau rontgen sangatlah dapat dibedakan
(1,4)
.

PENATALAKSANAAN

1. Dalam Kehamilan

Pada umur kehamilan 28-30 minggu ,mencari kausa daripada letak sungsang yakni dengan USG;
seperti plasenta previa, kelainan kongenital, kehamilan ganda, kelainan uterus. Jlka tidak ada
kelainan pada hasil USG, maka dilakukan knee chest position atau dengan versi luar (jika tidak
ada kontraindikasi) (1).

Versi luar sebaiknya dilakukan pada kehamilan 34-38 minggu.

Pada umumnya versi luar sebelum minggu ke 34 belum perlu dilakukan karena kemungkinan
besar janin masih dapat memutar sendiri, sedangkan setelah minggu ke 38 versi luar sulit
dilakukan karena janin sudah besar dan jumlah air ketuban relatif telah berkurang. Sebelum
melakukan versi luar diagnosis letak janin harus pasti sedangkan denyut jantung janin harus
dalam keadaan baik. Kontraindikasi untuk melakukan versi luar; panggul sempit, perdarahan
antepartum, hipertensi, hamil kembar, plasenta previa (1,2,4). Keberhasilan versi luar 35-86 %
(rata-rata 58 %). Peningkatan keberhasilan terjadi pada multiparitas, usia kehamilan, frank
breech, letak lintang. Newman membuat prediksi keberhasilan versi luar berdasarkan penilaian
seperti Bhisop skor (Bhisop-like score).

Skor 0 1 2 3
Pembukaan serviks 0 1-2 3-4 5+
Panjang serviks (cm) 3 2 1 0
Station -3 -2 -1 +1,+2
Konsistensi Kaku Sedang Lunak
Position posterior Mid anterior

Artinya: Keberhasilan 0% jika nilai <2 dan 100 % jika nilai >9.

Kalau versi luar gagal karena penderita menegangkan otot-otot dinding perut, penggunaan
narkosis dapat dipertimbangkan, tetapi kerugiannya antara lain: narkosis harus dalam, lepasnya
plasenta karena tidak merasakan sakit dan digunakannya tenaga yang berlebihan, sehingga
penggunaan narkosis dihindari pada versi luar (4).

2. Dalam Persalinan

Menolong persalinan letak sungsang diperlukan lebih banyak ketekunan dan kesabaran
dibandingkan dengan persalinan letak kepala. Pertama-tama hendaknya ditentukan apakah tidak
ada kelainan lain yang menjadi indikasi seksio, seperti kesempitan panggul, plasenta previa atau
adanya tumor dalam rongga panggul (4).

Pada kasus dimana versi luar gagal/janin tetap letak sungsang, maka penatalaksanaan persalinan
lebih waspada. Persalinan pada letak sungsang dapat dilakukan pervaginam atau perabdominal
(seksio sesaria). Pervaginam dilakukan jika tidak ada hambatan pada pembukaan dan penurunan
bokong (1,4). Syarat persalinan pervaginam pada letak sungsang: bokong sempurna (complete)
atau bokong murni (frank breech), pelvimetri, klinis yang adekuat, janin tidak terlalu besar, tidak
ada riwayat seksio sesaria dengan indikasi CPD, kepala fleksi. Mekanisme persalinan letak
sungsang berlangsung melalui tiga tahap yaitu:

 Persalinan bokong

1. Bokong masuk ke pintu atas panggul dalam posisi melintang atau miring.
2. Setelah trokanter belakang mencapai dasar panggul, terjadi putaran paksi dalam sehingga
trokanter depan berada di bawah simfisis.
3. Penurunan bokong dengan trokanter belakangnya berlanjut, sehingga distansia
bitrokanterika janin berada di pintu bawah panggul.
4. Terjadi persalinan bokong, dengan trokanter depan sebagai hipomoklion.
5. Setelah trokanter belakang lahir, terjadi fleksi lateral janin untuk persalinan trokanter
depan, sehingga seluruh bokong janin lahir.
6. Terjadi putar paksi luar, yang menempatkan punggung bayi ke arah perut ibu.
7. Penurunan bokong berkelanjutan sampai kedua tungkai bawah lahir.
8. Bahu janin memasuki pintu atas panggul dalam posisi melintang atau miring.
9. Bahu belakang masuk dan turun sampai mencapai dasar panggul.
10. Terjadi putar paksi dalam yang menempatkan bahu depan dibawah simpisis dan
bertindak sebagai hipomoklion.
11. Bahu belakang lahir diikuti lengan dan tangan belakang.
12. Penurunan dan persalinan bahu depan diikuti lengan dan tangan depan sehingga seluruh
bahu janin lahir.
13. Kepala janin masuk pintu atas panggul dengan posisi melintang atau miring.
14. Bahu melakukan putaran paksi dalam.
15. Kepala janin masuk pintu atas panggul dalam keadaan fleksi dengan posisi dagu berada
dibagian posterior.
16. Setelah dagu mencapai dasar panggul, dan kepala bagian belakang tertahan oleh simfisis
kemudian terjadi putar paksi dalam dan menempatkan suboksiput sebagai hipomiklion.
17. Persalinan kepala berturut-turut lahir: dagu, mulut, hidung, mata, dahi dan muka
seluruhnya.
18. Setelah muka, lahir badan bayi akan tergantung sehingga seluruh kepala bayi dapat lahir.
19. Setelah bayi lahir dilakukan resusitasi sehingga jalan nafas bebas dari lendir dan
mekoneum untuk memperlancar pernafasan. Perawatan tali pusat seperti biasa. Persalinan
ini berlangsung tidak boleh lebih dari delapan menit (1-5).

 Persalinan bahu

 Persalinan kepala janin


Mekanisme letak sungsang dapat dilihat dalam gambar berikut:

Tipe dari presentasi bokong:


a) Presentasi bokong
(frank breech)
b) Presentasi bokong
kaki sempurna
(complete breech)

c) Presentasi bokong
kaki tidak sempurna dan
presentasi kaki
(incomplete or footling)

 Bokong masuk ke pintu


atas panggul dalam
posisi melintang atau
miring.
 Setelah trokanter
belakang mencapai
dasar panggul, terjadi
putaran paksi dalam
sehingga trokanter
depan berada di bawah
simfisis.

 Penurunan bokong
dengan trokanter
belakangnya berlanjut,
sehingga distansia
bitrokanterika janin
berada di pintu bawah
panggul.

 Terjadi persalinan
bokong, dengan
trokanter depan sebagai
hipomoklion.
 Setelah trokanter
belakang lahir, terjadi
fleksi lateral janin untuk
persalinan trokanter
depan, sehingga seluruh
bokong janin lahir.

 Jika bokong tidak


mengalami kemajuan
selama kontraksi
berikutnya, episiotomi
dapat dilakukan dan
bokong dilahirkan
dengan traksi ke bawah
perut.

 Terjadi putar paksi luar,


yang menempatkan
punggung bayi ke arah
perut ibu.
 Penurunan bokong
berkelanjutan sampai
kedua tungkai bawah
lahir.

 Jika kaki janin telah


keluar, penolong dapat
menyusupkan tangan
sepanjang kaki anterior
dan melahirkan kaki
dengan flexi dan
abduksi sehingga
bagian badan lainnya
dapat dilahirkan.
 Bahu janin mencapai
pelvic ‘gutter’ (jalan
sempit) dan melakukan
putar paksi dalam
sehingga diameter
biacromion terdapat
pada diameter
anteroposterior
diameter pelvic bagian
luar.
 Secara simultan,
bokong melakukan
rotasi anterior 90o.
Kepala janin kemudian
masuk ke tepi pelvik,
sutura sagitalis berada
pada tepi diameter
transversal.
Penurunan ke dalam
pelvic terjadi dengan
flexi dari kepala.

(Professor Jeremy Oats and Professor Suzanne Abraham, 2005)

Jenis-jenis persalinan sungsang:

1. Persalinan Pervaginam

Berdasarkan tenaga yang dipakal dalam melahirkan janin pervaginam, persalinan pervaginam
dibagi menjadi 3, yaitu:

a) Persalinan spontan (spontaneous breech), janin dilahirkan dengan kekuatan dan tenaga ibu
sendiri. Cara ini lazim disebut cara, Bracht.
b) Manual aid (partial breech extraction; assisted breech delivery), janin dilahirkan sebagian
menggunakan tenaga dan kekuatan ibu dan sebagian lagi dengan tenaga penolong.

c) Ekstraksi sungsang (total breech extraction), janin dilahirkan seluruhnya dengan memakai
tenaga, penolong.

1. Persalinan perabdominam (seksio sesaria).

Prosedur pertolongan persalinan spontan

Tahapan :

1. Tahap pertama : fase lambat, yaitu mulai melahirkan bokong sampai pusat (skapula
depan).
2. Tahap kedua: fase cepat, yaitu mulai dari lahirnya pusat sampai lahirnya mulut.
3. Tahap ketiga: fase lambat, yaitu mulai lahirnya mulut sampai seluruh kepala lahir.

Teknik :

1. Sebelum melakukan pimpinan persalinan penolong harus memperhatikan sekali lagi


persiapan untuk ibu, janin, maupun penolong. Pada persiapan kelahiran.janin harus selalu
disediakan cunam Piper.
2. Ibu tidur dalam posisi litotomi, sedang penolong berada didepan vulva. Ketika timbul his
ibu disuruh mengejan dan merangkul kedua pangkal paha. Pada saat bokong mulai
membuka vulva (crowning) disuntikan 2-5 unit oksitosin intramuskuler.
3. Episiotomi dikerjakan saat bokong membuka vulva. Segera setelah bokong lahir, bokong
dicengkram secara Bracht, yaitu kedua ibu jari penolong sejajar sumbu panjang paha,
sedangkan jani-jari lain memegang panggul.
4. Pada setiap his, ibu disuruh mengejan. Pada waktu tali pusat lahir dan tampak teregang,
tali pusat dikendorkan. Kemudian penolong melakukan hiperlordosis pada badan janin
guna mengikuti gerakan rotasi anterior, yaitu punggung janin didekatkan ke punggung
ibu. Penolong hanya mengikuti gerakan ini tanpa melakukan tarikan, sehingga gerakan
tersebut disesuaikan dengan gaya berat badan janin. Bersamaan dengan dilakukannya
hiferlordossis, seorang asisten melakukan ekspresi Kristeller pada fundus uteri sesuai
dengan sumbu panggul. Dengan gerakan hiperlordossis ini berturut-turut lahir pusar,
perut, badan lengan, dagu, mulut dan akhirnya kepala.
5. Janin yang baru lahir segera diletakan diperut ibu. Bersihkan jalan nafas dan rawat tali
pusat.

Keuntungan :

Dapat mengurangi terjadinya bahaya infeksi oleh karena tangan penolong tidak ikut masuk ke
dalam jalan lahir. Dan juga cara ini yang paling mendekati persalinan fisiologik, sehingga
mengurangi trauma pada janin.
Kerugian :

Dapat mengalami kegagalan sehingga tidak semua persalinan letak sungsang dapat dipimpin
secara Bracht. Terutama terjadi peda keadaan panggul sempit, janin besar, jalan lahir kaku
seperti pada primigravida, adanya lengan menjungkit atau menunjuk.

Prosedur Manual Aid

Indikasi :

Dilakukan jika pada persalinan dengan cara Bracht mengalami kegagalan, misalnya terjadi
kemacetan saat melahirkan bahu atau kepala. Dan memang dari awal sudah direncanakan untuk
manual aid.

Tahapan :

1. Tahap pertama :lahirnya bokong sampai pusar yang dilahirkan dengan kekuatan dan
tenaga ibu sendiri.
2. Tahap kedua : lahirnya bahu dan lengan yang memakai tenaga penolong.

Cara/teknik untuk melahirkan bahu dan lengan ialah secara :

a) Klasik (Deventer)

b) Mueller

c) Lovset

d) Bickenbach.

3. Tahap ketiga : lahirnya kepala, dapat dengan, cara

a) Mauriceau (Veit-Smellie)

b) Najouks

c) Wigand Martin-Winckel

d) Parague terbalik

e) Cunam piper

Tehnik :

Tahap pertama persalinan secara bracht sampai pusat lahir. Tahap kedua melahirkan bahu dan
langan oleh penolong:
1. Cara klasik

Prinsip melahirkan bahu dan lengan secara klasik ini melahirkan lengan belakang lebih dulu
karena lengan belakang berada di ruang yang luas (sacrum), kemudian melahirkan lengan depan
yang berada di bawaah simpisis. Kedua kaki janin dipegang dengan tangan kanan penolong pada
pergelangan kakinya dan dielevasi ke atas sejauh mungkin sehingga perut janin mendekati perut
ibu. Bersamaan dengan itu tangan kiri penolong dimasukkan ke dalam jalan lahir dan dengan jari
tengah dan telunjuk menelusuri bahu janin sampai pada fossa kubiti kemudian lengan bawah
dilahirkan dengan gerakan seolah-olah lengan bawah mengusap muka janin. Untuk melahirkan
lengan depan, pergelangan kaki janin diganti dengan tangan kanan penolong dan ditarik curam
ke bawah sehingga punggung janin mendekati punggung ibu. Dengan cara yang sama lengan
depan dilahirkan. Keuntunga cara klasik adalah pada umumnya dapat dilakukan pada semua
persalinan letak sungsang tetapi kerugiannya lengan janin relative tinggi didalam panggul
sehingga jari penolong harus masuk ke dalam jalan lahir yang dapat manimbulkan infeksi.

1. Cara Mueller

Prinsip melahirkan bahu dan lengan secara Mueller ialah melahirkan bahu dan lengan depan
lebih dulu dengan ekstraksi, baru kemudian melahirkan bahu dan lengan belakang. Bokong janin
dipegang dengan femuro-pelvik yaitu kedua ibu jari penolong diletakkan sejajar spina sakralis
media dan jari telunjuk pada krisat iliaka dan jari-jari lain mencengkram bagian depan.
Kemudian badan ditarik ke curam ke bawah sejauh mungkin sampai bahu depan tampak di
bawah simpisis dan lengan depan dilahirkan dengan mengait lengan bawahnya. Setelah bahu
depan dan lengan lahir, tarik badan janin ke atas sampai bahu belakang lahir. Tangan penolong
tidak masuk ke dalam jalan lahir sehingga mengurangi infeksi.

1. Cara lovset

Prinsip melahirkan persalinan secara Lovset ialah memutar badan janin dalam setengah
lingkaran bolak-balik sambil dilakukan traksi curam ke bawah sehingga bahu yang sebelumnya
berada di belakang akhirnya lahir dibawah simpisis dan lengan dapat dilahirkan. Keuntungannya
yaitu sederhana dan jarang gagal, dapat dilakukan pada semua letak sungsang, minimal bahay
infeksi. Cara lovset tidak dianjurkan dilakukan pada sungsang dengan primigravida, janin besar,
panggul sempit.

1. Cara Bickhenbach

Prinsip melahirkan ini merupakan kombinasi antara cara Mueller dengan cara klasik.

Tahap ketiga : melahirkan kepala yang menyusul (after coming head)

1. Cara Mauriceau

Tangan penolong yang sesuai dengan muka janin dimasukkan ke dalam jalan lahir. Jari tengah
dimasukkan ke dalam mulut dan jari telunjuk dan jari keempat mencengkeram fossa kanina,
sedang jari lain mencengkeram leher. Badan anak diletakkan diatas lengan bawah penolong
seolah-olah janin menunggang kuda. Jari telunjuk dan jari ketiga penolong yang lain
mencengkeram leher janin dari punggung. Kedua tangan penolong menarik kepala janin curam
ke bawah sambil seorang asisten melakukan ekspresi kristeller. Tenaga tarikan terutama
dilakukan oleh penolong yang mencengkeram leher janin dari arah punggung. Bila suboksiput
tampak dibawah simpisis, kepala dielevasi keatas dengan suboksiput sebagai hipomoklion
sehingga berturut-turut lahir dagu, mulut, hidung, mata dahi, ubun-ubun besar dan akhirnya
lahirnya seluruh kepala janin.

1. Cara Naujoks

Teknik ini dilakukan apabila kepala masih tinggi sehingga jari penolong tidak dimasukkan ke
dalam mulut janin. Kedua tangan penolong yang mencengkeram leher janin menarik bahu curam
kebawah dan bersamaan dengan itu seorang asisten mendorong kepala janin kearah bawah. Cara
ini tidak dianjurkan lagi karena menimbulkan trauma yang berat.

1. Cara Prague Terbalik

Teknik ini dipakai bila oksiput dengan ubun-ubun kecil berada di belakang dekat sacrum dan
muka janin menghadap simpisis. Satu tangan penolong mencengkeram leher dari bawah dan
punggung janin diletakkan pada telapak tangan penolong. Tangan penolong yang lain memegang
kedua pergelangan kaki, kemudian ditarik keatas bersamaan dengan tarikan pada bahu janin
sehingga perut janin mendekati perut ibu. Dengan laring sebagai hipomoklion, kepala janin dapat
dilahirkan.

1. Cara Cunam Piper

Seorang asisten memegang badan janin pada kedua kaki dan kedua lengan janin diletakkan
dipunggung janin. Kemudian badan janin dielevasi ke atas sehingga punggung janin mendekati
punggung ibu. Pemasangan cunam piper sama prinsipnya dengan pemasangan pada letak
belakang kepala. Hanya saja cunam dimasukkan dari arah bawah sejajar dengan pelipatan paha
belakang. Setelah oksiput tampak dibawah simpisis, cunam dielevasi ke atas dan dengan
suboksiput sebagai hipomoklion berturut-turut lahir dagu, mulut, muka, dahi dan akhirnya
seluruh kepala lahir.
Prosedur Ekstraksi Sungsang

1. Teknik ekstraksi kaki

Tangan dimasukkan ke dalam jalan lahir mencari kaki depan dengan menelusuri bokong,
pangkal paha sampai lutut, kemudian melakukan abduksi dan fleksi pada paha janin sehingga
kaki bawah menjadi fleksi. Tangan yang dikuar mendorong fundus uterus ke bawah. Setelah kaki
bawah fleksi pergelangan kaki dipegang oleh jari kedua dan jari ketiga dan dituntun keluar dari
vagina sampai batas lutut. Kedua tangan memegang betis janin, kaki ditarik curam kebawah
sampai pangkal paha lahir. Pangkal paha dipegang kemudian tarik curam ke bawah trokhanter
depan lahir. Kemudian pangkal paha dengan pegangan yang sama dielevasi keatas sehingga
trokhanter belakang lahir dan bokong pun lahir. Setelah bokong lahir maka untuk melahirkan
janin selanjutnya dipakai teknik pegangan femuro-pelviks, badan janin ditarik curam kebawah
sampai pusat lahir. Selanjutnya untuk melahirkan badan janin yang lainnya dilakukan cara
persalinan yang sama seperti pada manual aid.

1. Teknik ekstraksi bokong

Dilakukan pada letak bokong murni (frank breech) dan bokong sudah berada di dasar panggul
sehingga sukar menurunkan kaki. Jari telunjuk tangan penolong yang searah bagian kecil janin
dimasukkan ke dalam jalan lahir dan diletakkan di pelipatan paha depan. Dengan jari telunjuk ini
pelipatan paha dikait dan ditarik curam kebawah, sehingga trokhanter tampak dibawah simpisis,
maka jari telunjuk penolong yang lain segera mengait pelipatan paha ditarik curam kebawah
sampai bokong lahir. Setelah bokong lahir, bokong dipegang secara femuro-pelviks kemudian
janin dapat dilahirkan dengan cara manual aid.

Prosedur Persalinan Sungsang Perabdominam

Persalinan letak sungsang dengan seksio sesaria sudah tentu merupakan yang terbaik ditinjau
dari janin. Banyak ahli melaporkan bahwa persalinan letak sungsang pervaginam memberi
trauma yang sangat berarti bagi janin. Namun hal ini tidak berarti bahwa semua letak sungsang
harus dilahirkan perabdominam. Persalinan diakhiri dengan seksio sesaria bila:

1. Persalinan pervaginam diperkirakan sukar dan berbahaya (disproporsi feto pelvic atau
skor Zachtuchni Andros ≤ 3).

Skor Zachtuchni Andros


Parameter Nilai
0 1 2
Paritas Primi multi -
Pernah letak sungsang Tidak 1 kali 2 kali
TBJ > 3650 g 3649-3176 g < 3176 g
Usia kehamilan > 39 minggu 38 minggu < 37 minggu
Station < -3 -2 -1 atau >
Pembukaan serviks 2 cm 3 cm 4 cm

Arti nilai:

≤ 3 : persalinan perabdominam

4 : evaluasi kembali secara cermat, khususnya berat badan janin, bila nilai tetap dapat dilahirkan
pervaginam.

>5 : dilahirkan pervaginam.

1. Tali pusat menumbung pada primi/multigravida.


2. Didapatkan distosia
3. Umur kehamilan:

- Prematur (EFBW=2000 gram)

- Post date (umur kehamilan ≥ 42 minggu)

1. Nilai anak (hanya sebagai pertimbangan)

Riwayat persalinan yang lalu: riwayat persalinan buruk, milai social janin tinggi.

1. Komplikasi kehamilan dan persalinan:

- Hipertensi dalam persalinan

- Ketuban pecah dini

KOMPLIKASI

Komplikasi persalinan letak sungsang antara lain:

1. Dari faktor ibu:

- Perdarahan oleh karena trauma jalan lahir atonia uteri, sisa placenta.

- Infeksi karena terjadi secara ascendens melalui trauma (endometritits)

- Trauma persalinan seperti trauma jalan lahir, simfidiolisis.

1. Dari faktor bayi:


- Perdarahan seperti perdarahan intracranial, edema intracranial, perdarahan alat-alat vital
intra-abdominal.

- Infeksi karena manipulasi

- Trauma persalinan seperti dislokasi/fraktur ektremitas, persendian leher, rupture alat-alat


vital intraabdominal, kerusakan pleksus brachialis dan fasialis, kerusakan pusat vital di medulla
oblongata, trauma langsung alat-alat vital (mata, telinga, mulut), asfiksisa sampai lahir mati (1,3,4).

PROGNOSIS

Angka kematian bayi pada persalinan letak sungsang lebih tinggi bila dibandingkan dengan letak
kepala. Di RS Karjadi Semarang, RS Umum Dr. Pringadi Medan dan RS Hasan Sadikin
Bandung didapatkan angka kematian perinatal masing-masing 38,5%, 29,4% dan 16,8%.
Eastmen melaporkan angka-angka kematian perinatal antara 12-14%. Sebab kematian perinatal
yang terpenting akibat terjepitnya tali pusat antara kepala dan panggul pada waktu kepala
memasuki rongga panggul serta akibat retraksi uterus yang dapat menyebabkan lepasnya
placenta sebelum kepala lahir. Kelahiran kepala janin yang lebih lama dari 8 menit umbilicus
dilahirkan akan membahayakan kehidupan janin. Selain itu bila janin berbafas sebelum hidung
dan mulut lahir dapat membahayakan karena mucus yang terhisap dapat menyumbat jalan nafas.
Bahaya asfiksia janin juga terjadi akibat tali pusat menumbung, hal ini sering dijumpai pada
presentasi bokong kaki sempurna atau bokong kaki tidak sempurna, tetapi jarang dijumpai pada
presentasi bokong (1, 7).

RINGKASAN

Disebut letak sungsang apabila janin membujur dalam rahim dengan bokong/kaki pada bagian
bawah. Tergantung dari bagian terendah dapat dibedakan menjadi: presentasi bokng murni,
bokong kaki, kaki. Diagnosis berdasarkan pemeriksaan fisik yaitu palpasi Leopold I didapatkan
kepala/Ballotement di fundus, Leopold II teraba punggung di satu sisi dan bagian kecil di sisi
lain, Leopold III-IV bokong terba dibagian bawah rahim dan dilakukan pemeriksaan dalam.
Pemeriksaan penunjang dengan ultrasonografi dan foto rontgen.

Penanggulangan letak sungsang yakni:

1. Waktu hamil (antenatal) yaitu untuk kehamilan 28-30 minggu dilakukan untuk mencari
kausa dengan USG. Jika tidak ada kelainan dapat dilakukan knee chest position atau
dengan versi luar.
2. Waktu persalinan yaitu dapat pervaginam dengan cara spontan Bracht, Manual
Aid/Lovset-Mauriceau, total ekstraksi. Persalinan perabdominal (seksio sesaria) dipilih
jika persalinan pervaginam sukar dan berbahaya (ZA skor ≤ 3), tali pusat menumbung
pada primi/multigravida, distosia, premature/postmatur, riwayat obstetric buruk, nilai
janin tinggi dan terdapat komplikasi kehamilan dan persalinan seperti hipertensi dalam
kehamilan, ketuban pecah dini.

Rekomendasi untuk pelahiran perabdominam


Pemeriksaan yag cermat terhadap setiap komplikasi lain, baik yang sudah dipastikan maupun
yang baru diperkirakan, yang dapat memebenarkan tindakan sectio caesaria telah menjadi salah
satu filosofi dalam mengelola pelahiran sungsang. Sectio caesaria biasanya, namun tidak secara
eksklusif, dilakukan pada keadaan- keadaan berikut ini:

1. Janin besar

2. Panggul sempit dalam derajat apapun serta bentukpanggul yang tidak memadai.

3. Kepala hiperekstensi

4. Belum in partu, tetapi ada indikasi maternal maupun fetal untuk pelahiran, misalnya hipertensi
dalam kehamilan atau pecah ketuban sudah 12 jam atau lebih.

5. Disfungsi uterus

6. Presentasi kaki.

7. Janin yang tampak sehat tetapi preterm dengan usia gestasi 25 sampai 26 minggu atau lebih,
dan ibu sudah dalam fase persalinan aktif atau bayiharus segera dilahirkan

8. Pertumbuhan janin terhambat berat

9. Riwayat kematian perinatal atau anak sebelumnya mengalami trauma lahir

10. Permintaan sterilisasi

III.2 Asma Dalam Kehamilan

III.2.1 Risiko dan Prevalensi

Asma adalah penyakit peradangan kronis saluran udara yang ditandai dengan meningkatnya
respon pohon tracheobronchial untuk beberapa rangsangan. Ini adalah kondisi kronis yang paling
umum pada kehamilan.

Penyakit ini episodik, yang ditandai dengan eksaserbasi akut bercampur dengan periode bebas
gejala. Sebagian besar serangan asma terbukti berumur pendek, menit berlangsung sampai jam.
Walaupun pasien tampaknya sembuh sepenuhnya klinis, bukti-bukti menunjukkan bahwa pasien
dengan asma mengembangkan keterbatasan aliran udara kronis.

Prevalensi asma pada populasi umum adalah 4-5%. Pada kehamilan, prevalensi berkisar dari 1-
4%.

Morbiditas Asma-terkait dan tingkat kematian pada wanita hamil sebanding dengan orang-orang
di populasi umum. Angka kematian dari asma di Amerika Serikat adalah 2,1 orang per 100.000.
Hasil dan komplikasi asma pada kehamilan

Meskipun wanita dengan asma ringan tidak mungkin memiliki masalah, pasien dengan asma
berat memiliki risiko lebih besar kerusakan. Risiko penurunan tertinggi di bagian terakhir dari
kehamilan.

Hubungan, berat atau buruk serangan asma telah dikaitkan dengan berbagai kondisi perinatal
buruk, termasuk hal- hal berikut:

 Preeclampsia
 Kehamilan-induced hipertensi
 Perdarahan uterus
 Prematur tenaga kerja
 lahir prematur
 Congenital anomalies Anomali kongenital
 Pembatasan pertumbuhan janin
 Berat lahir rendah
 Neonatal hipoglikemia, kejang, tachypnea, dan neonatal unit perawatan intensif (ICU)
masuk

Risiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah atau prematur tampaknya kecil dan
mungkin diperkecil dengan cara mengontrol asma yang baik. Hasil penelitian telah menunjukkan
bahwa bayi dengan berat badan lahir rendah lebih sering terjadi pada wanita dengan gejala harian
atau aliran ekspirasi rendah dibandingkan pada wanita tanpa asma.

Asma juga dapat menyebabkan morbiditas pada wanita hamil:

 Kegagalan pernapasan dan kebutuhan untuk ventilasi mekanis


 Barotrauma
 Komplikasi (parenteral) menggunakan steroid,
 Kematian juga dapat terjadi.

III.2.2 Pathophysiologic Mekanisme


Kehamilan mempunyai dampak yang signifikan terhadap fisiologi pernapasan seorang wanita.
Sementara laju pernapasan dan kapasitas vital tidak berubah selama kehamilan, volume tidal,
ventilasi menit (40%), dan pengambilan oksigen permenit meningkat (20%), dengan penurunan
resultan kapasitas sisa residu fungsional dan volume udara sebagai konsekuensi terjadi
peninggikan diafragma. Selain itu, konduktansi jalan napas meningkat dan perlawanan total paru
berkurang, mungkin sebagai akibat dari pengaruh progesteron.

Konsekuensi dari perubahan-perubahan fisiologis adalah gambar hyperventilatory sebagai


keadaan normal urusan di setengah akhir kehamilan. Hal ini menghasilkan gambar seorang
alkalosis pernapasan kronis selama kehamilan, dengan penurunan tekanan parsial karbon
dioksida (PCO 2), penurunan bikarbonat, dan meningkatkan pH.
Sebuah PCO normal 2 pada pasien hamil mungkin sinyal kegagalan pernafasan yang akan
datang. Ventilasi menit meningkat dan fungsi paru membaik pada kehamilan mempromosikan
pertukaran gas lebih efisien dari paru-paru ibu ke darah. Oleh karena itu, perubahan status
pernafasan terjadi lebih cepat pada pasien hamil dibandingkan pada pasien hamil.

Asma ditandai oleh radang saluran napas, dengan akumulasi abnormal eosinofil, limfosit, sel
mast, makrofag, sel dendritik, dan myofibroblasts. Hal ini menyebabkan penurunan diameter
saluran napas yang disebabkan oleh kontraksi otot polos, kongesti vaskular, edema dinding
bronkus, dan sekresi kental.

III.2.3 Diferensial Previous Sebelumnya

Next Berikutnya

Asma
Masalah untuk mempertimbangkan yang dapat meniru asma pada pasien hamil adalah sebagai
berikut:

 Obstruksi jalan napas


 Emboli cairan ketuban
 Gagal jantung kongestif akut (CHF), sekunder untuk peripartum cardiomyopathy
 Dyspnea fisiologis kehamilan

III.2.4 Previous Sebelumnya

Next Berikutnya

Temuan Pemeriksaan
Sejarah temuan pada pasien hamil dan tidak hamil mungkin termasuk yang berikut:

 Batuk
 Sesak napas
 Dada sesak
 Pernapasan hidung
 Terbangun malam hari
 Episode berulang kompleks gejala
 Eksaserbasi mungkin dipicu oleh rangsangan spesifik
 Pribadi atau keluarga riwayat penyakit atopik lain (misalnya, demam, eksim)

Temuan umum pemeriksaan fisik mungkin termasuk yang berikut:


 Takipnea
 Retraksi (m. sternomastoideus, perut, otot pectoralis)
 Agitasi, biasanya merupakan tanda hipoksia atau gangguan pernapasan
 Pulsus paradoxicus (> 20 mm Hg)

Temuan paru adalah sebagai berikut:

 Diffuse wheezes – Panjang, suara bernada tinggi pada kadaluwarsa dan, kadang-kadang,
pada inspirasi)
 Diffuse rhonchi – Pendek, berderit tinggi atau rendah bernada atau gurgles pada inspirasi
dan / atau kedaluwarsa
 Suara bronchovesicular
 Expiratory fase respirasi sama dengan atau lebih menonjol dari fase inspirasi

Tanda-tanda penangkapan kelelahan dan dekat-pernapasan adalah sebagai berikut:

 Perubahan pada tingkat kesadaran, seperti kelesuan, yang merupakan tanda asidosis
pernapasan dan kelelahan
 Pernapasan perut
 Ketidakmampuan untuk berbicara dalam kalimat lengkap

Tanda-tanda asma yang rumit adalah sebagai berikut:

 Kesetaraan nafas suara: Periksa kesamaan bunyi nafas (pneumonia, sumbat lendir,
barotrauma). Jumlah mengi tidak selalu berkorelasi dengan tingkat keparahan serangan.
Sebuah dada diam pada seseorang dalam kesulitan yang lebih mengkhawatirkan.
 Distensi vena leher dari tekanan intrathoracic meningkat (dari pneumotoraks yg hidup
berdampingan)
 Hipotensi dan takikardia (berpikir pneumothorax ketegangan)
 Demam, tanda infeksi saluran pernapasan atas atau bawah

III.2.5 Previous Sebelumnya

Next Berikutnya

Faktor etiologi dalam Asma


Asma hasil dari interaksi yang kompleks dan kurang jelas dari predisposisi genetik dan stimulasi
lingkungan. Mekanisme dasar untuk hyperresponsiveness bronkial spesifik tidak diketahui.
Inflamasi jalan napas adalah hipotesis yang paling populer.

Rangsangan Implikasinya meliputi:


 Alergen, termasuk serbuk sari, tungau debu rumah, antigen kecoa, bulu binatang, jamur,
dan sengatan Hymenoptera
 Irritants, termasuk asap rokok, asap kayu, polusi udara, bau yang menyengat, debu kerja,
dan bahan kimia
 Kondisi medis, termasuk virus infeksi saluran pernapasan atas, sinusitis, refluks esofagus,
dan infestasi Ascaris
 Obat-obatan dan bahan kimia, termasuk aspirin, obat anti-inflammatory drugs, beta
blocker, media radiocontrast, dan sulfida
 Latihan (lihat Latihan-Asma induced .)
 Udara dingin
 Menstruasi
 Stres emosional

III.2.6 Previous Sebelumnya

Next Berikutnya

Blood Work
Hitung darah lengkap dengan diferensial

Hitung darah lengkap (CBC) dilakukan untuk menilai tingkat peradangan spesifik dan
kemungkinan anemia komorbid atau trombositopenia. Leukositosis mungkin hasil dari respon
fisiologis kehamilan, terapi steroid, infeksi saluran pernapasan bagian atas, atau stres karena
serangan asma.

Arterial blood gas level

Analisis Arterial blood gas (ABG) menunjukkan tingkat oksigenasi dan kompensasi pernapasan.
Tekanan parsial karbon dioksida dalam darah arteri (RAPP 2) umumnya rendah pada tahap awal
dari sebuah eksaserbasi sebagai akibat dari hiperventilasi. Peningkatan PaCO 2 bisa menjadi
tanda kegagalan pernapasan yang akan datang. Hasil ABG sering menunjukkan penurunan PaO
2. Perubahan fisiologis yang menyertai kehamilan dalam sistem paru sedikit merubah nilai ABG
normal: pH = 7,4-7,45, pO2 = 95-105 mm Hg, PCO 2 = 28-32 mm Hg, dan bikarbonat = 18-31
mEq / L.

Kultur darah

Hal ini diperoleh pada pasien pneumonia yang ditemukan atau bila diperlukan.

III.2.7 Previous Sebelumnya


Next Berikutnya

Radiografi Dada
Sebuah rontgen dada yang normal pada akhir kehamilan biasanya memperlihatkan gambaran hati
yang membesar dan beberapa tanda-tanda paru-paru terkemuka dari elevasi diafragma.
Radiografi dada ditunjukkan ketika kondisi yg hidup bersama yang lain, seperti pneumonia,
barotrauma, CHF, atau penyakit paru obstruktif kronik, mungkin. Radiografi dada (2 views)
dengan perut ibu terlindung mengekspos janin sekitar 0,00005 rad.

Pergi ke Imaging in Asthma untuk melengkapi informasi lebih lanjut tentang topik ini.

III.2.8 Pengujian fungsi paru

Hand-held peak flow meters tersedia di bagian gawat darurat yang paling (Eds). Jika baseline
pasien diketahui, dokter dapat menggunakan pengukuran untuk menilai tingkat keparahan
serangan dan respon pasien terhadap obat.

Obstruksi aliran udara reversibel adalah pusat diagnosis dan penilaian asma.

Perubahan fungsi paru pada asma akut adalah sebagai berikut:

 Penurunan laju aliran ekspirasi puncak (PEFR) dan volume ekspirasi paksa dalam 1 detik
(FEV 1)
 Ringan penurunan kapasitas vital paksa (FVC)
 Volume residu meningkat (RV), kapasitas residu fungsional (FRC), dan kapasitas total
paru (TLC)
 Normal menyebarkan kapasitas

Pasien dengan asma biasanya menunjukkan dari 15% peningkatan lebih besar pada FEV 1, FVC,
dan PEFR ketika diobati dengan bronkodilator.

III.2.9 Obat Previous Sebelumnya

Next Berikutnya

Antiasthma
Hampir semua obat antiasthma ini aman digunakan dalam kehamilan dan selama menyusui.
Bahkan, undertreatment pasien hamil adalah sering terjadi, karena pasien tersebut khawatir
tentang efek obat pada janin.
Rawat Jalan manajemen asma juga sama dengan pasien hamil karena untuk pasien tidak hamil.
Beta-adrenergik agonis tetap menjadi andalan mengobati eksaserbasi dan penanganan bentuk
ringan asma.

Untuk asma sedang-terus-menerus, agonis beta-adrenergik dikombinasikan dengan agen anti-


inflamasi kortikosteroid inhalasi atau dihirup dianjurkan untuk pengobatan. Pada asma berat,
kortikosteroid oral dan agonis beta direkomendasikan.

Kortikosteroid dapat digunakan dalam pengaturan akut dan pasien rawat jalan dan telah terbukti
relatif aman pada kehamilan. Persiapan intravena, intramuskular, dan oral dapat digunakan untuk
eksaserbasi akut, sedangkan persiapan yang dihirup dicadangkan untuk terapi rawat jalan
pemeliharaan.

Sebuah agonis beta2-adrenoreseptor lagi-akting (misalnya, salmeterol), efek bronkodilator yang


terakhir setidaknya 12 jam, adalah pengobatan yang efektif untuk asma nokturnal.

Secara historis, methylxanthines dan beta agonis oral telah digunakan untuk mengobati asma.
Keduanya telah terbukti aman pada kehamilan tetapi jatuh dari nikmat untuk obat-obatan yang
lebih baru dan bentuk-bentuk inhalasi, masing-masing.

Magnesium sulfat merupakan obat yang aman untuk digunakan dalam kehamilan. Ia bekerja
sebagai relaksan halus-otot jalan napas.

Epinefrin digunakan harus dihindari pada pasien hamil. Secara umum, epinefrin hanya
digunakan dalam eksaserbasi asma paling parah. Dalam kehamilan, kerja obat dapat
menyebabkan cacat bawaan mungkin, takikardi janin, dan vasokonstriksi sirkulasi
uteroplasenter.

III.2.10 Perawatan Previous Sebelumnya

Next Berikutnya

Rumah Sakit
Pengobatan asma Prehospital

Sebelum tiba di UGD, alamat status jalan napas pasien yang diperlukan. Menyediakan lembaga
awal terapi hirup beta-agonis. Berikan oksigen tambahan.

Pengobatan di gawat darurat

Pasien hamil yang hadir dengan eksaserbasi ringan khas asma dapat diobati dengan cara yang
sama bahwa pasien asma biasa dengan gejala yang sama akan, dengan terapi bronkodilator dan
steroid.
Perhatian khusus harus diberikan kepada pasien hamil yang hadir dengan eksaserbasi asma berat,
karena hipoksia ibu yang dihasilkan dapat memiliki konsekuensi parah pada janin. American
College of Obstetricians dan Gynecologists telah menerbitkan pedoman praktek untuk
pengelolaan asma selama kehamilan, Asma dalam Kehamilan .

Seperti biasa di UGD, alamat ABC. Pasien harus ditempatkan pada monitor jantung dan
oksimetri pulsa. Ambang intubasi harus rendah untuk mencegah / membatasi episode hipoksia
pada janin. Intubasi dan ventilasi mekanis pasien yang berada di atau dekat pernapasan dan
pasien yang tidak merespon pengobatan yang dibuktikan dengan:

 Hipoksemia meskipun oksigen tambahan


 Meningkatkan retensi karbon dioksida
 Persistent tingkat / memburuknya kesadaran
 Ketidakstabilan hemodinamik

Kunci untuk mengobati asma pada pasien hamil adalah sering menilai pasien, tingkat keparahan
serangan, dan respon terhadap pengobatan.

Hipoksia, asidosis, suara napas tidak sama, pneumotoraks, dan fitur atipikal berfungsi sebagai
peringatan tanda-tanda eksaserbasi parah.

Inhalasi beta2-agonis adalah andalan pengobatan. The beta2-agonis, menghirup dan / atau
subkutan, biasanya diberikan dalam 3 dosis selama 60-90 menit. Beta-adrenergic blocking agents
harus dihindari karena efek bronchospastic.

Penggunaan steroid sistemik awal telah terbukti mengurangi lama tinggal di UGD dan tingkat
pengakuan, pengaruh steroid terlihat dalam waktu 4-6 jam dari institusi terapi.

Supply oksigen tambahan untuk mempertahankan saturasi oksigen yang lebih tinggi dari 95%.
Cairan intravena dapat membantu untuk melonggarkan dan sekresi jelas.

Pemantauan janin menjadi penting setelah 20 minggu kehamilan pada kasus berat.

Obat penenang dan obat penenang harus dihindari karena efek depresi pernapasan mereka.
Antihistamin tidak berguna dalam pengobatan asma. Mucolytic agen bronkospasme meningkat.

Kurang dari 1% dari semua pasien asma membutuhkan ventilasi mekanis . Asthmatic pasien
memiliki tingkat komplikasi yang lebih tinggi dari ventilasi mekanis. Peningkatan resistensi jalan
napas dapat mengakibatkan tekanan puncak yang sangat tinggi saluran napas, barotraumas, dan
gangguan hemodinamik. Penyumbatan lendir adalah umum, peningkatan resistensi jalan napas,
atelektasis, dan kejadian pneumonia sekunder. Paradoxalitas meningkat di bronkospasme
mungkin terjadi dari kejengkelan oleh tabung endotrakeal.

Pengaturan ventilator khas dapat menyebabkan napas ditumpuk dan tekanan udara meningkat.
Penurunan rasio durasi inspirasi dengan durasi kedaluwarsa (I: E ratio), dan menetapkan tingkat
pernapasan yang rendah untuk memungkinkan berakhirnya memadai.
Pergi ke Asthmaticus Status untuk informasi selengkapnya mengenai topik ini.

III.2.11 Previous Sebelumnya

Next Berikutnya

Penerimaan dan Pemberhentian


Kriteria untuk masuk ke rumah sakit adalah sebagai berikut:

 Tidak memadai respon terhadap terapi UGD


 pO 2 kurang dari 70 mm Hg
 Tanda-tanda gawat janin (misalnya, penurunan gerakan, tocodynamometry cardio
normal, kontraksi rahim)
 Beberapa obat digunakan (misalnya, membutuhkan 3 atau lebih obat-obatan secara
bersamaan)
 Sebuah kursus berlarut-larut dengan respon yang buruk terhadap terapi rawat jalan sejauh
melembagakan atau riwayat asma parah memerlukan intubasi atau masuk ICU
 Kondisi rumah yang tidak memadai dan transportasi / akses ke perawatan UGD

Kriteria untuk masuk ICU adalah sebagai berikut:

 Mengubah tingkat kesadaran


 Kekurangan aliran udara
 Tanda-tanda kelelahan, kursus menuruni bukit, atau kebutuhan untuk ventilasi mekanis
 PEFR / FEV 1 kurang dari 25% dari yang diperkirakan atau PCO 2 lebih besar dari 35
mm Hg

Kriteria untuk debit rumah adalah sebagai berikut:

 Sangat ditingkatkan gejala dan temuan pemeriksaan fisik


 Kemampuan pasien untuk keluar dari DE tanpa marabahaya jelas
 PEFR/FEV 1 greater than 70% baseline PEFR / FEV lebih besar dari 70% awal 1
 Tidak ada fetal distress
 Follow-up yang baik dan akses ke UGD dalam kasus kambuh

Sebuah janji follow-up 2-4 hari setelah kunjungan UGD dianjurkan. Pertimbangkan rujukan ke
spesialis asma. Glukokortikoid pada saat debit telah terbukti bermanfaat dan untuk mengurangi
timbulnya kunjungan UGD.

III.2.12 Previous Sebelumnya

Next Berikutnya

Informasi Pasien
Sebagian besar komplikasi asma selama kehamilan dari undermedication, dengan demikian,
tujuannya adalah untuk menekankan kepada pasien pentingnya dan keamanan terapi. Pendidikan
Pasien harus mencakup aspek-aspek berikut asma dan kehamilan:

 Tanda dan gejala asma


 Pentingnya dan keamanan obat untuk janin dan ibu
 Peringatan tanda-tanda yang menunjukkan bahwa pasien harus pergi ke UGD
 Potensi membahayakan janin dan meningkatkan risiko pada pasien akibat penundaan
undertreatment atau yang tidak perlu dalam mencari perawatan tambahan
 Pencegahan dan menghindari dikenal pemicu
 Penggunaan inhaler meteran-dosis dan peak flow meter
 Efek obat merugikan
 Penggunaan buku harian yang ditulis untuk merekam PEFR
 Penggunaan pedoman tertulis untuk mengelola eksaserbasi dan bagi hati-hati
menggunakan UGD

BAB IV

PENUTUP

IV.1 KESIMPULAN

1. Pemeriksaan dan diagnosis kasus ini dapat diterima dan sesuai dengan literatur yang ada.
2. Pada kasus ini pasien direncanakan untuk persalinan secara Sectio caesaria.
3. Pada pasien ini di lakukan kordinasi konsulan dan rawat bersama dokter spesialis
penyakit paru untuk penanganan asma bronkhial yang di derita pasien.

IV.2 SARAN

1. Penjaringan kasus dengan risiko tinggi dan pengawasan antenatal yang teratur dan baik,
sangat menentukan morbiditas dan mortalitas penderita kehamilan dengan letak sungsang
dan sesak napas/ asma bronkhial.
2. Segera merujuk penderita kehamilan dengan letak sungsang dan sesak napas/ asma
bronkhial ke RSUD.
3. Penanganan kasus penderita kehamilan dengan letak sungsang dan sesak napas/ asma
bronkhial, harus dilakukan secara terpadu dan komprehensif, dan perawatan bersama
dokter spesialis penyakit paru pada penanganan sesak napas.

DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham FG et al. Premature Rupture of the Membrane. Williams Obstetric, 22st ed.
Mc.Graw Hill Publishing Division, New York, 2005.
2. Wiknjosastro H. Distosia Pada Kelainan Letak Serta Bentuk Janin. Ilmu Kebidanan.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2005.
3. Wiknjosastro H. Persalinan Sungsang. Ilmu Bedah Kebidanan, edisi ke-4. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2002.
4. Wiknjosastro H. Patologi Persalinan dan Penanganannya. Ilmu Kebidanan, edisi ke-3.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2005.
5. Fischer Richard et al, Breech Presentation, e medicine, January 2002.
6. Schiara J, et al. Breech Presentation. Gynecology and Obstetric 6th edition, Lippincot-
Raven Publisher, Chicago 1997.
7. Setjalilakusuma L. Induksi Persalinan, dalam Ilmu Bedah Kebidanan, Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta, 2000.
8. Saifuddin A. B. Persalinan Sungsang. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal, edisi ke-1. Yayasan Bina Pustaka, Jakarta 2002.
9. Mochtar R. Persalinan Sungsang. Sinopsis Obstetri, edisi ke-2. EGC, Jakarta 1998.
10. Anonim. Presentasi Bokong. Diakses dari http://medlinux.blogspot.com/. November,
2007.
11. Jenis A. Pregnancy, Breech delivery. Diakses dari http://www.emedicine.com/.
December, 2006.
12. Ballas S, et al. Deflexion of the fetal head in breech presentation. Incidence,
Management, and Outcome. Obstetrics and Gynecology. Diakses dari
http://www.greenjournal.org/. Januari, 2007.
13. Caterini, et al. Fetal risk in hyperextension of the fetal head in breech presentation.
Diakses dari http://www.greenjournal.org/. Januari, 2007.
14. Westgren, et al. Hyperextension of the fetal head in breech presentation. A study with
long-term follow-up. Diakses dari : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/. Januari, 2007.

Posted by doktermaya in Makalah Kedokteran Tag:adalah, diagnosa, diagnosis, faktor, gejala,


kelainan, keluhan, klinis, komplikasi, patofisiologi, penanganan, penatalaksanaan, pengertian,
penyakit, penyebab, riwayat, tanda, terapi

Balas

KEHAMILAN LETAK LINTANG


30/11/2011

BAB I

PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG

Letak lintang adalah suatu keadaaan dimana janin melintang (sumbu panjang janin kira-kira
tegak lurus dengan sumbu panjang tubuh ibu) di dalam uterus dengan kepala pada sisi yang satu
sedangkan bokong berada pada sisi yang lain. Bila sumbu panjang tersebut membentuk sudut
lancip, hasilnya adalah letak lintang oblik. Letak lintang oblik biasanya hanya terjadi sementara
karena kemudian akan berubah menjadi posisi longitudinal atau letak lintang saat persalinan. Di
Inggris letak lintang oblik dinyatakan sebagai letak lintang yang tidak stabil. Kelainan letak pada
janin ini termasuk dalam macam-macam bentuk kelainan dalam persalinan (distosia). Angka
kejadian letak lintang sebesar 1 dalam 300 persalinan. Hal ini dapat terjadi karena penegakan
diagnosis letak lintang dapat dilihat pada kehamilan muda dengan menggunakan ultrasonografi.
Letak lintang terjadi pada 1 dari 322 kelahiran tunggal (0,3 %) baik di Mayo Clinic maupun di
University of Iowa Hospital, USA. Di Parklannd Hospital, dijumpai letak lintang pada 1 dari 335
janin tunggal yang lahir selama lebih dari 4 tahun.

Beberapa rumah sakit di Indonesia melaporkan angka kejadian letak lintang, antara lain: RSUD
dr.Pirngadi, Medan 0,6%; RS Hasan Sadikin Bandung 1,9%; RSUP dr. Cipto Mangunkuskumo
selama 5 tahun 0,1%; sedangkan Greenhill menyebut 0,3% dan Holland 0,5-0,6%. Insidens pada
wanita dengan paritas tinggi mempunyai kemungkinanan 10 kali lebih besar dari nullipara.
Dengan ditemukannya letak lintang pada pemeriksaan antenatal, sebaiknya diusahakan
mengubah menjadi presentasi kepala dengan versi luar. Persalinan letak lintang memberikan
prognosis yang jelek baik terhadap ibu maupun janinnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kematian janin pada letak lintang di samping kemungkinan terjadinya letak lintang kasep dan
ruptur uteri, juga sering akibat adanya tali pusat menumbung serta trauma akibat versi ekstraksi
untuk melahirkan janin, Berdasarkan uraian di atas maka kami perlu menguraikan permasalahan
dan penatalaksanaan pada kehamilan dengan janin letak lintang.

I.2 RUMUSAN MASALAH

I.2.1 Bagaimana etiologi dan patofisiologi letak lintang pada kehamilan?

I.2.2 Bagaimana diagnosis dan penatalaksanaan letak lintang pada kehamilan?

I.3 TUJUAN

I.3.1 Mengetahui etiologi dan patofisiologi letak lintang pada kehamilan.

I.3.2 M engetahui cara mendiagnosis dan penatalaksanaan letak lintang pada kehamilan.

I.4 MANFAAT

I.4.1 Menambah wawasan mengenai ilmu kedokteran pada umumnya, dan ilmu kebidanan dan
kandungan pada khususnya

I.4.2 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti kepaniteraan
klinik bagian ilmu kebidanan dan kandungan
BAB II

STATUS PASIEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

II.1 IDENTITAS PASIEN

No. Reg : 239762

Identitas pribadi :

Nama penderita : Ny. Y Nama Suami : Tn. S

Umur penderita : 39 tahun Umur suami : 39 tahun

Alamat : Turen

Pekerjaan penderita : pedagang Pekerjaan suami : penjaga sekolah

Pendidikan penderita : STM Pendidikan suami : STM

II.2 ANAMNESIS

1. Masuk rumah sakit tanggal : 2-03-2011. jam 11.30


2. Pasien dikirim oleh : Dokter ahli
3. Keluhan utama : kenceng-kenceng
4. Riwayat penyakit sekarang : pasien datang ke poli karena sejak 2 hari yang lalu pasien
merasa perutnya kenceng-kenceng, meskipun masih jarang-jarang. Perkiraan kelahiran
tanggal 27-2-2011, dan sampai sekarang ibu belum melahirkan. Pasien ingin steril.
5. Keluhan penyerta :-
6. Riwayat kehamilan sekarang : hamil anak ke-3, hiperemesis (-), sering kram saat tidur,
dan saat hamil ini merasa detak jantungnya lebih lemah
7. Riwayat menstruasi : menarche : usia 13 tahun

HPHT : 20-05-2010

Siklus menstruasi teratur, lamanya 3-4 hari

Jumlah perdarahan sedikit

1. Riwayat pernikahan : nikah 1x, lama 15 tahun.


2. Riwayat persalinan sebelumnya : anak 1 lahir di bidan normal (sungsang)

anak 2 lahir di RSUD normal


1. Riwayat penggunaan alat kontrasepsi : sebelumnya memakai KB jenis suntik 3 bulanan,
dan sudah setengah tahun sebelum hamil ini pasien tidak memakai KB
2. Riwayat penyakit sistemik yang pernah dialami : penyakit jantung sejak kelas 5 SD
(pasien tidak mengetahui penyakitnya)
3. Riwayat penyakit keluarga : DM (+)
4. Riwayat kebiasaan dan sosial : minum jamu (-), pijat oyok (-)
5. Riwayat pengobatan yang telah dilakukan : vitamin (+), obat jantung berhenti sejak lulus
STM
6. Riwayat ANC : 4x ke dokter

II.3 STATUS GENERALIS

Pemeriksaan fisik :

1. A. Status present :

Keadaan umum : compos mentis

Tekanan darah : 90/70 mmHg Nadi : 94 x/menit Suhu : 36,5 °C

Jumlah pernapasan : 20 x/menit.

1. B. Pemeriksaan umum :

Kulit : normal

Kepala :

Mata : anemi (-/-) ikterik (-/-) odem palpebra (-/-)

Wajah : simetris

Mulut : kebersihan gigi geligi kurang stomatitis (-)

hiperemi faring (-) pembesaran tonsil (-)

Leher : pembesaran kelenjar limfe di leher (-)

pembesaran kelenjar tiroid (-)

Thorax :

Paru :

Inspeksi : pergerakan pernapasan simetris


tipe pernapasan normal

retraksi costa -/-

Palpasi : teraba massa abnormal -/- pembesaran kelenjar axila -/-

Perkusi : sonor +/+ hipersonor -/- pekak -/-

Auskultasi : vesikuler +/+ suara nafas menurun -/-

wheezing -/- ronki -/-

Jantung :

Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : thrill -/-

Perkusi : batas jantung normal

Auskultasi : denyut jantung reguler S1 + S2 +

Abdomen :

Inspeksi : flat -/-, distensi -/-, gambaran pembuluh darah kolateral -/-

Palpasi : pembesaran organ -/- nyeri tekan -/-

teraba massa abnormal -/-

Perkusi : timpani

Auskultasi : suara bising usus +/+ metallic sound -/-

Ekstremitas : odem -/-

II.4 STATUS OBSTETRI :

Pemeriksaan Luar :

Leopold I : TFU : 3 jari diatas pusat

Fundus uteri kosong

Leopold II : sebelah kiri kesan keras, bundar dan melenting, sebelah kanan kesan lunak,
kurang bundar dan kurang melenting
Leopold III : teraba tahanan memanjang

Leopold IV : teraba tahanan memanjang, belum masuk PAP

Bunyi jantung janin : DJJ 136 x/menit, regular

Ukuran panggul luar (jika diperlukan) : (-)

Pemeriksaan Dalam :

Dilakukan oleh : bidan

Pengeluaran pervaginam : (-)

Vulva/vagina : (-)

Pembukaan waktu his : (-)

Penipisan portio : (-)

Inspekulo : (-)

Ketuban : (-) warna: (-)

Bagian terdahulu : (-)

Bagian tersamping terdahulu : (-)

Bagian terendah : (-)

Hodge : (-)

Molase : (-)

Ukuran panggul dalam (kalau diperlukan) : tidak dilakukan

II.5 RINGKASAN

Anamnesa :

1. Pasien datang ke poli karena sejak 2 hari yang lalu pasien merasa perutnya kenceng-
kenceng, meskipun masih jarang-jarang. Perkiraan kelahiran tanggal 27-2-2011, dan
sampai sekarang ibu belum melahirkan. Pasien menginginkan steril.
2. Pasien memiliki riwayat sakit jantung sejak kelas 5 SD, dan melakukan pengobatan rutin
dari kecil hingga lulus STM kemudian menghentikan sendiri pengobatannya
Pemeriksaan fisik : anemis (-), ikterik (-). KU : compos mentis. TD : 90/70 mmHg,
nadi : 94 x/menit (ireguler), RR : 20 x/menit, Suhu : 36,5 °C

Pemeriksaan obstetri luar :

Leopold I : TFU : 3 jari diatas pusat

Fundus uteri kosong

Leopold II : sebelah kiri kesan keras, bundar dan melenting, sebelah kanan kesan lunak,
kurang bundar dan kurang melenting

Leopold III : teraba tahanan memanjang

Leopold IV : teraba tahanan memanjang, belum masuk PAP

Pemeriksaan obstetri dalam : Tidak ditemukan apa-apa

Diagnosa : GIIIP2002Ab000, UK 40-41 minggu, Letak lintang dengan


riwayat penyakit jantung

Rencana tindakan :

1. Observasi
2. Injeksi IV Ceftazidim 3×1
3. Injeksi teranol 3×1
4. Syntosinon drip
5. SCTP

Lembar Follow Up

Nama pasien : Ny. Y

Ruang kelas : IRNA B

Dignose : GIIIP2002Ab000 umur kehamilan 40-41 minggu dengan letak lintang dan
riwayat penyakit jantung

Tanggal/jam Catatan Observasi Paraf/Nama terang


3 maret 2011 S : SCTP dan MOWO : T : Lab :Hb 11,6
90/70, N :82x/menit, s : 36,2°C
Leukosit 5560
A : GIIIP2002Ab000 umur
kehamilan 40-41 minggu Trombosit 150.000
dengan letak lintang dan
riwayat penyakit jantung PCV 36

P : Injeksi ceftazidine 3×1 BT 2’00”

Injeksi teranol 3×1 CT 12’30’’

Syntocinon drip GDS 83

MOW

S : luka bekas jahitan masih


nyeri, dibuat miring sakit,
kentut (-), agak sedikit pusing,
pada jantung tidak ada keluhan
4 maret 2011
O : T : 110/70, N : 82x/menit,
S : 36°C

A : GIIIP3003Ab000 dengan
riwayat penyakit jantung

P : Injeksi ceftazidine 3×1

Injeksi teranol 3×1

Syntocinon drip

S : luka bekas jahitan masih


terasa nyeri, dibuat miring
masih sakit, kentut (+), pada
jantung tidak ada keluhan

O : T : 120/80, N : 84x/menit,
S : 36,5°C

A : GIIIP3003Ab000 dengan
riwayat penyakit jantung

P : Injeksi ceftazidine 3×1

5 Maret 2011 Injeksi teranol 3×1

S : luka bekas jahitan masih


terasa nyeri, dibuat miring
masih sakit, pada jantung tidak
ada keluhan

O : T : 120/70, N : 88x/menit,
S : 36,7°C

A : GIIIP3003Ab000 dengan
riwayat penyakit jantung

P : Injeksi ceftazidime 3×1

Injeksi teranol 3×1

S : pasien BLPL, nyeri di luka


jahitan sudah berkurang, pasien
6 Maret 2011 sudah bisa duduk, tidak ada
keluhan

O : T : 120/80, N : 84x/menit,
S : 36,7°C

A : GIIIP3003Ab000 dengan
riwayat penyakit jantung

P : Injeksi cefotaxime 2×1

Injeksi teranol 3×1

7 Maret 2011
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

1. A. DEFINISI

Letak lintang adalah letak janin dengan posisi sumbu panjang tubuh janin memotong atau tegak
lurus dengan sumbu panjang Ibu. Pada letak oblik biasanya hanya bersifat sementara, sebab hal
ini merupakan perpindahan letak janin menjadi letak lintang atau memanjang pada persalinan.
Pada letak lintang, bahu biasanya berada di atas pintu atas panggul sedangkan kepala terletak
pada salah satu fosa iliaka dan bokong pada fosa iliaka yang lain kondisi seperti ini disebut
sebagai presentasi bahu atau presentasi akromion. Posisi punggung dapat mengarah ke posterior,
anterior, superior, atau inferior, sehingga letak ini dapat dibedakan menjadi letak lintang dorso
anterior dan dorso posterior.

Gambar 1 letak lintang

1. B. ETIOLOGI

Penyebab letak lintang adalah :

1. Dinding abdomen teregang secara berlebihan disebabkan oleh kehamilan multiparitas


pada ibu hamil dengan paritas 4 atau lebih terjadi insiden hampir sepuluh kali lipat
dibanding ibu hamil nullipara. Relaksasi dinding abdomen pada perut yang menggantung
akibat multipara dapat menyebabkan uterus berali kedepan. Hal ini mengakibatkan
defleksi sumbu panjang janin menjauhi sumbu jalan lahir, sehingga terjadi posisi oblik
atau melintang
2. Janin prematur, pada janin prematur letak janin belum menetap, dan terjadi perputaran
janin sehingga menyebabkan letak memanjang
3. Placenta previa atau tumor pada jalan lahir. Dengan adanya placenta atau tumor dijalan
lahir maka sumbu panjang janin menjauhi sumbu jalan lahir.
4. Abnormalitas uterus, bentuk dari uterus yang tidak normal menyebabkan janin tidak
dapat engagement sehingga sumbu panjang janin menjauhi sumbu jalan lahir
5. Panggul sempit, bentuk panggul yang sempit mengakibatkan bagian presentasi tidak
dapat masuk kedalam panggul (engagement) sehingga dapat mengakibatkan sumbu
panjang janin menjauhi sumbu jalan lahir.
6. C. DIAGNOSIS
7. Mudah ditegakkan bahkan dengan pemeriksaan inspeksi saja. Abdomen biasanya
melebar kearah samping dan fundus uteri lebih rendah tidak sesuai dengan umur
kehamilannya.
8. Pemeriksaan abdomen dengan palpasi perasat leopold mendapatkan hasil :
1. Leopold 1 fundus uteri tidak ditemukan bagian janin

b. Leopold II teraba balotemen kepala pada salah satu fosa iliaka dan bokong pada fosa iliaka
yang lain
1. Leopold III dan IV tidak ditemukan bagian janin, kecuali pada saat persalinan
berlangsung dengan baik dapat teraba bahu didalam rongga panggul. Bila pada bagian
depan perut ibu teraba suatu dataran kerasyang melintang maka berarti punggung
anterior. Bila pada bagian perut ibu teraba bagian – bagian yang tidak beraturan atau
bagian kecil janin berarti punggung posterior
2. Pada pemeriksaan dalam teraba bagian yang bergerigi yaitu tulang rusuk pada dada janin
diatas pintu atas panggul pada awal persalinan. Pada persalinan lebih lanjut teraba
klavikula. Posisi aksilla menunjukkan kemana arah bahu janin menghadap tubuh ibu.
Bila persalinan terus berlanjut bahu janin akan masuk rongga panggul dan salah satu
lengan sering menumbung (lahir terlebih dahulu) kedalam vagina dan vulva

D. PENATALAKSANAAN

a. Pada kehamilan

Pada primigravida umur kehamilan kurang dari 28 minggu dianjurkan posisi knee chest, jika
lebih dari 28 minggu dilakukan versi luar, kalau gagal dianjurkan posisi knee chest sampai
persalinan. Pada multigravida umur kehamilan kurang dari 32 minggu posisi knee chest, jika
lebih dari 32 minggu dilakukan versi luar, kalau gagal posisi knee chest sampai persalinan.

Gambar 2 versi luar pada letak lintang

Kontraindikasi versi luar:

1. Ketuban sudah pecah


2. Penderita mempunyai hipertensi
3. Rahim pernah mengalami pembedahan: sectio sesaria, pengeluaran mioma uteri
4. Penderita pernah mengalami perdarahan selama hamil
5. Pernah mengalami tindakan operasi pervaginam
6. Terdapat faktor resiko tinggi kehamilan : kasus infertilitas, sering mengalami keguguran,
persalinan prematuritas atau kelahiran mati, tinggi badan kurang dari 150 cm,
mempunyai deformitas pada tulang panggul atau belakang
7. Pada kehamilan kembar

Syarat versi luar dapat berhasil dengan baik :

1. Dilakukan pada usia kehamilan 34-36 minggu

2. Pada inpartu dilakukan sebelum pembukaan 4 cm

3. Bagian terendah belum masuk atau masih dapat dikeluarkan dari PAP

4. Bayi dapat dilahirkan pervaginam

5. Ketuban masih positif utuh


b. Pada persalinan

Pada letak lintang belum kasep, ketuban masih ada, dan pembukaan kurang dari 4 cm, dicoba
versi luar. Jika pembukaan lebih dari 4 cm pada primigravida dengan janin hidup dilakukan
sectio caesaria, jika janin mati, tunggu pembukaan lengkap, kemudian dilakukan embriotomi.
Pada multigravida dengan janin hidup dan riwayat obstetri baik dilakukan versi ekstraksi, jika
riwayat obstetri jelek dilakukan SC. Pada letak lintang kasep janin hidup dilakukan SC, jika janin
mati dilakukan embriotomi. Pada letak lintang dengan ukuran panggul normal dan janin cukup
bulan, tidak dapat terjadi persalinan spontan. Bila persalinan dibiarkan tanpa pertolongan akan
menyebabkan kematian janin dan ruptur uteri. Bahu masuk ke dalam panggul, sehingga rongga
panggul seluruhnya terisi bahu dan bagian-bagian tubuh lainnya. Janin tidak dapat turun lebih
lanjut dan terjepit dalam rongga panggul. Dalam usaha untuk mengeluarkan janin, segmen atas
uterus terus berkontraksi dan beretraksi sedangkan segmen bawah uterus melebar serta menipis
sehingga batas antara dua bagian itu makin lama makin tinggi dan terjadi lingkaran retraksi
patologik. Keadaan demikian dinamakan letak lintang kasep. Kalau janin kecil, sudah mati dan
menjadi lembek, kadang-kadang persalinan dapat berlangsung spontan. Janin lahir cara Denman
atau Douglas.

1. Cara Denman Bahu tertahan pada simfisis dan dengan fleksi kuat di bagian bawah tulang
belakang, badan bagian bawah, bokong dan kaki turun di rongga panggul dan lahir.
Kemudian disusul badan bagian atas dan kepala.
2. Cara Douglas, bahu masuk ke dalam rongga panggul, kemudian dilewati oleh bokong dan
kaki, sehingga bahu, bokong dan kaki lahir, selanjutnya disusun oleh lahirnya kepala.

Gambar 3 penatalaksanaan letak lintang

Persalinan letak lintang memberikan prognosis yang jelek, baik terhadap ibu maupun janinnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian janin pada letak lintang disamping kemungkinan
terjadinya letak lintang kasep dan ruptura uteri, juga sering akibat adanya tali pusat menumbung
serta trauma akibat versi ekstraksi untuk melahirkan janin.

E. PROSES PERSALINAN

Pada letak lintang presisten (letak lintang yang menetap) dengan umur kehamilan aterm,
persalinan tidak mungkin dapat terjadi secara normal pervaginam, kecuali badan dan kepala
janin dapat masuk kedalam rongga panggul secara bersamaan. Apabila tidak dilakukan tindakan
yang tepat, janin dan ibu dapat meninggal.

Pada saat ketuban sudah pecah, bila ibu tidak ditolong dengan tepat, maka bahu janin akan
masuk kedalam panggul dan tangan yang sesuai akan menumbung. Kemudian terjadi penurunan
panggul sebatas PAP. Sedangkan bokong dan kepala tedapat pada fosailiaka.

Kontraksi uterus semakin kuat dalam upayanya mengatasi halangan pada PAP. Namun usaha
uterus dalam meningkatkan kontraksi tidak membuahkan hasil. Semakin meningkat kontraksi
uterus maka lama kelamaan terbentuk cincin retraksi yang semakin lama semakin tinggi,
akhirnya terjadi lingkaran bandl sebagai tanda akan terjadi ruptura uteri. Keadaan ini disebut
letak lintang kasep. Apabila penanganan ini tidak mendapatkan penanganan gawat darurat
semestinya maka akan terjadi ruptura uteri, ibu dan janin dapat meninggal.

Apabila panggul ibu cukup besar dan janin sangat kecil, meskipun kelainan letak lintang
menetap, persalinan spontan dapat terjadi. Pada keadaan ini kepala terdorong keperut ibu dengan
adanya tekanan pada janin. Tampak di vulva bagian dinding dada dibawah bahu menjadi bagian
yang bergantung. Kepala dan dada secara bersamaan melewati rongga panggul. Dalam keadaan
terlipat (conduplication corpore) janin dilahirkan.

F. PROGNOSIS

Meskipun letak lintang dapat diubah menjadi presentasi kepala, tetapi kelainan– kelainan yang
menyebabkan letak lintang, seperti misalnya panggul sempit, tumor panggul dan plasenta previa
masih tetap dapat menimbulkan kesulitan pada persalinan. Persalinan letak lintang memberikan
prognosis yang jelek, baik terhadap ibu maupun janinnya.

1. Bagi ibu

Bahaya yang mengancam adalah ruptura uteri, baik spontan, atau sewaktu versi dan ekstraksi.
Partus lama, ketuban pecah dini, dengan demikian mudah terjadi infeksi intrapartum.

2. Bagi janin

Angka kematian tinggi (25 – 49 %), yang dapat disebabkan oleh :

a. Prolapsus funiculi

b. Trauma partus

c. Hipoksia karena kontraksi uterus terus menerus

e. Ketuban pecah dini

G. PENYAKIT JANTUNG PADA KEHAMILAN

Wanita normal yang mengalami kehamilan akan mengalami perubahan fisiologik dan anatomic
pada berbagai sistem organ yang berhubungan dengan kehamilan akibat terjadi perobahan
hormonal didalam tubuhnya. Perubahan yang terjadi dapat mencakup sistem gastrointestinal,
respirasi, kardiovaskuler, urogenital, muskuloskeletal dan saraf Perubahan yang terjadi pada satu
sistem dapat saling memberi pengaruh pada sistem lainnya dan dalam menanggulangi kelainan
yang terjadi harus mempertimbangkan perubahan yang terjadi pada masing-masing sistem,
Perobahan ini terjadi akibat kebutuhan metabolik yang disebabkan kebutuhan janin, plasenta dan
rahim. Adaptasi normal yang dialami seorang wanita yang mengalami kehamilan termasuk
sistem kardiovaskuler akan memberikan gejala dan tanda yang sukar dibedakan dari gejala
penyakit jantung. Keadaan ini yang menyebabkan beberapa kelainan yang tidak dapat ditoleransi
pada saat kehamilan.
Pada wanita hamil akan terjadi probahan hemodinamik karena peningkatan volume darah
sebesar 30-50% yang dimulai sejak trimester pertama dan mencapai puncaknya pada usia
kehamilan 32-34 minggu dan menetap sampai aterm. Sebagian besar peningkatan volume darah
ini menyebabkan meningkatnya kapasitas rahim, mammae, ginjal, otot polos dan system vascular
kulit dan tidak memberi beban sirkulasi pada wanita hamil yang sehat. Peningkatan volume
plasma (30-50%) relatif lebih besar dibanding peningkatan sel darah (20-30%) mengakibatkan
terjadinya hemodilusi dan menurunya konsentrasi hemoglobin. Peningkatan volume darah ini
mempunyai 2 tujuan yaitu pertama mempermudah pertukaran gas pernafasan, nutrien dan
metabolit ibu dan janin dan kedua mengurangi akibat kehilangan darah yang banyak saat
kelahiran.

Peningkatan volume darah ini mengakibatkan cardiac output saat istirahat akan meningkat
sampai 40%. Peningkatan cardiac output yang terjadi mencapai puncaknya pada usia kehamilan
20 minggu. Pada pertengahan sampai akhir kehamilan cardiac output dipengaruhi oleh posisi
tubuh. Sebagai akibat pembesaran uterus yang mengurangi venous return dari ekstremitas
bawah. Posisi tubuh wanita hamil turut mempengaruhi cardiac output dimana bila dibandingkan
dalam posisi lateral kiri, pada saat posisi supinasi maka cardiac output akan menurun 0,6 l/menit
dan pada posisi tegak akan menurun sampai 1,2 l/menit. Umumnya perobahan ini hanya sedikit
atau tidak memberigejala, dan pada beberapa wanita hamil lebih menyukai posisi supinasi.
Tetapi pada posisi supinasi yang dipertahankan akan memberi gejala hipotensi yang disebut
supine hypotensive syndrome of pregnancy. Keadaan ini dapat diperbaiki dengan memperbaiki
posisi wanita hamil miring pada salah satu sisi, Perobahan hemodinamik juga berhubungan
dengan perobahan atau variasi dari cardiac output. Cardiac output adalah hasil denyut jantung
dikali stroke volume. Pada tahap awal terjadi kenaikan stroke volume sampai kehamilan 20
minggu. Kemudian setelah kehamilan 20 minggu stroke volume mulai menurun secara perlahan
karena obstruksi vena cava yang disebabkan pembesaran uterus dan dilatasi venous bed. Denyut
jantung akan meningkat secara perlahan mulai dari awal kehamilan sampai akhir kehamilan dan
mencapai puncaknya kira-kira 25 persen diatas tanpa kehamilan pada saat melahirkan.

Cardiac output juga berhubungan langsung dengan tekanan darah merata dan berhubungan
terbalik dengan resistensi vascular sistemik. Pada awal kehamilan terjadi penurunan tekanan
darah dan kembali naik secara perlahan mendekati tekanan darah tanpa kehamilan pada saat
kehamilan aterm. Resistensi vascular sistemik akan menurun secara drastic mencapai 2/3 nilai
tanpa kehamilan pada kehamilan sekitar 20 minggu. Dan secara perlahan mendekati nilai normal
pada akhir kehamilan. Cardiac output sama dengan oxygen consumption dibagi perbedaan
oksigen arteri-venous sistemik Oxygen consumption ibu hamil meningkat 20 persen dalam 20
minggu pertama kehamilan dan terus meningkat sekitar 30 persen diatas nilai tanpa kehamilan
pada saat melahirkan. Peningkatan ini terjadi karena kebutuhan metabolisme janin dan
kebutuhan ibu hamil yang meningkat.

Cardiac output juga akan meningkat pada saat awal proses melahirkan. Pada posisi supinasi
meningkat sampai lebih dari 7 liter/menit. Setiap kontraksi uterus cardiac output akan meningkat
34 persen akibat peningkatan denyut jantung dan stroke volume, dan cardiac output dapat
meltingkat sebesar 9 liter/menit. Pada saat melahirkan pemakaian anestesi epidural mengurangi
cardiac output menjadi 8 liter/menit dan penggunaan anestesi umum juga mengurangi cardiac
output. Setelah melahirkan cardiac output akan meningkat secara drastis mencapai 10 liter/menit
(7-8 liter / menit dengan seksio sesaria) dan mendekati nilai normal saat sebelum hamil, setelah
beberapa hari atau minggu setelah melahirkan. Kenaikan cardiac output pada wanita hamil
kembar dua atau tiga sedikit lebih besar dibanding dengan wanita hamil tunggal. Adakalanya
terjadi sedikit peningkatan cardiac output sepanjang proses laktasi.

Perubahan unsur darah juga terjadi dalam kehamilan. Sel darah merah akan meningkat 20-30%
dan jumlah lekosit bervariasi selama kehamilan dan selalu berada dalam batas atas nilai normal.
Kadar fibronogen, faktor VII, X dan XII meningkat, juga jumlah trombosit meningkat tetapi
tidak melebihi nilai batas atas nilai normal. Kehamilan juga menyebabkan perubahan ukuran
jantung dan perubahan posisi EKG. Ukuran jantung berubah karena dilatasi ruang jantung dan
hipertrofi. Pembesaran pada katup tricuspid akan menimbulkan regurgitasi ringan dan
menimbulkan bising sistolik normal grade 1 atau 2. Pembesaran rahim keatas rongga abdomen
akan mendorong posisi diafragma naik keatas dan mengakibatkan posisi jantung berubah ke kiri
dan ke anterior dan apeks jantung bergeser keluar dan ke atas. Perubahan ini menyebabkan
perubahan EKG sehingga didapati deviasi aksis kekiri, sagging ST segment dan sering didapati
gelombang T yang inversi atau mendatar pada lead III.

Keperluan janin akan oksigen dan zat-zat makanan bertambah dalam berlangsungnya kehamilan,
yang harus dipenuhi melalui darah ibu. Untuk itu banyaknya darah yang beredar bertambah,
sehingga jantung harus bekerja lebih berat. Karena itu dalam kehamilan selalu terjadi perubahan-
perubahan dalam sistem kardiovaskular yang biasanya masih dalam batas-batas fisiologik.
Perubahan-perubahan itu terutama disebabkan :

1. Karena hidremia (hipervolemia) dalam kehamilan, yang sudah dimulai sejak umur
kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya antara 32-36 minggu
2. Karena uterus gravidus yang makin lama makin membesar sehingga mendorong
diafragma ke atas, ke kiri dan ke depan, sehingga pembuluh-pembuluh darah besar dekat
jantung mengalami lekukan dan putaran.

Pada kehamilan terjadi peningkatan volume plasma yang dimulai kira-kira pada akhir trisemester
pertama dan mencapai puncaknya pada minggu 32-34, yang selanjutnya menetap selama
trimester terakhir kehamilan, dimana volume plasma menetap bertambah sebesar 22%. Besar dan
saat terjadinya peningkatan volume plasma berbeda dengan peningkatan volume sel darah
merah, hal ini mengakibatkan terjadinya anemia dilusional (pencairan darah). Setelah 12-24 jam
pascapersalinan terjadi peningkatan volume plasma karena proses inhibisi cairan dari
ekstravaskuler ke dalam pembuluh darah yang kemudian akan diikuti oleh periode diuresis
pascapersalinan yang mengakibatkan terjadinya penurunan volume plasma (adanya
hemokonsentrasi).

Dua minggu pascapersalinan merupakan periode penyesuaian untuk kembali ke nilai volume
plasma seperti sebelum hamil. Jantung yang normal dapat menyesuaikan diri dengan perubahan-
perubahan tersebut diatas, akan tetapi jantung yang sakit tidak. Karena hal-hal tersebut diatas
maka dalam kehamilan frekuensi detik jantung agak meningkat dan nadi rata-rata mencapai 88
permenit dalam kehamilan 34-36 minggu. Dalam kehamilan lanjut prekordium mengalami
penggeseran ke kiri dan dapat terdengar bising sistolik di daerah apeks dan katup pulmonal. Dari
uraian diatas dapat dipahami bahwa penyakit jantung menjadi lebih berat karena kehamilan,
bahkan dapat terjadi dekompensasi kordis. Saat-saat berbahaya bagi penderita adalah:

1. kehamilan 32-36 minggu apabila hipervolemia mencapai puncaknya


2. partus kala II apabila wanita mengerahkan tenaga untuk meneran
3. masa postpartum, karena dengan lahirnya plasenta anastomosis arteria-vena hilang dan
darah yang seharusnya masuk ke dalam ruang intervilus sekarang masuk ke dalam
sirkulasi besar.

Dalam ketiga hal tersebut diatas jantung harus bekerja lebih berat. Apabila tenaga cadangan
jantung dilampaui, maka terjadilah dekompensasi kordis. Hampir semua kelainan
kardiovaskular, baik yang bawaan maupun yang diperoleh, baik yang organik maupun yang
fungsional, dapat dijumpai pada wanita hamil, hanya frekuensi masing-masing tidak sama.
Frekuensi penyakit jantung dalam kehamilan kira-kira 1-4%, dan yang tersering adalah penyakit
jantung akibat demam rheuma.

Diagnosis

Dari anamnesis sering sudah diketahui bahwa wanita itu penderita penyakit jantung, baik sejak
masa sebelum ia hamil maupun dalam kehamilan-kehamilan yang terdahulu. Terutama penyakit
demam rheuma mendapat perhatian khusus dalam anamnesis, walaupun bekas penderita demam
rheuma tidak selalu menderita kelainan jantung. Burwell dan metcalfe mengajukan 4 kriteria,
satu diantaranya sudah cukup untuk membuat diagnosis penyakit jantung dalam kehamilan:

1. Bising diastolik, presistolik, atau bising jantung terus menerus


2. Pembesaran jantung yang jelas
3. Bising jantung yang nyaring, terutama bila disertai thrill
4. Aritmia yang berat

Wanita hamil yang tidak menunjukkan salah satu gejala tersebut diatas jarang menderita
penyakit jantung. Bising diastolik atau presistolik yang disertai pembesaran jantung cukup khas
bagi stenosis mitralis akibat demam rheuma.

Klasifikasi penyakit jantung dalam kehamilan

Klasifikasi penyakit jantung yang sifatnya fungsional dan berdasarkan keluhan-keluhan yang
dahulu dan sekarang dialami oleh penderita berdasarkan New York Heart Association sebagai
berikut :

1. Kelas I : para penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam kegiatan fisik, dan
tanpa gejala-gejala penyakit jantung apabila mereka melakukan kegiatan biasa
2. Kelas II : para penderita penyakit jantung dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan
fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik biasa
menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung, seperti kelelahan, jantung berdebar-debar
(palpitasi kordis), sesak napas atau angina pektoris
3. Kelas III : pada penderita penyakit jantung dengan banyak pembatasan dalam kegiatan
fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang
kurang dari kegiatan biasa sudah menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti
disebut dalam kelas II
4. Kelas IV : pada penderita penyakit jantung yang tidak mampu melakukan kegiatan fisik
apapun tanpa menimbulkan keluhan. Waktu istirahat juga dapat timbul gejala-gejala
insufisiensi jantung, yang bertambah apabila mereka melakukan kegiatan fisik walaupun
yang sangat ringan

Penanganan

Penanganan wanita hamil dengan penyakit jantung, yang sebaiknya dilakukan dalam kerjasama
dengan ahli penyakit dalam atau kardiolog, banyak ditentukan juga oleh kemampuan fungsionil
jantungnya. Kelainan penyerta sebagai faktor predisposisi yang dapat memperburuk fungsi
jantung adalah : peningkatan usia penderita dengan penyakit jantung hipertensi dan
superimposed preeklampsia atau eklampsia, aritmia jantung atau hipertrofi ventrikel kiri, riwayat
dekompensasi kordis, anemia. Sebaliknya hipotensi juga tidak baik, terutama dengan wanita
pada septum terbuka. Apabila hal-hal tersebut tidak dicegah, maka penderita masuk ke dalam
kelas yang lebih tinggi. Pengobatan dan penatalaksanaan penyakit jantung dalam kehamilan
tergantung pada derajat fungsionalnya :

1. Kelas I : tidak ada pengobatan tambahan yang dibutuhkan


2. Kelas II : umumnya penderita pada keadaan ini tidak membutuhkan pengobatan
tambahan, tetapi mereka harus menghindari aktifitas yang berlebihan, terutama pada
kehamilan usia 28-32 minggu. Bila kondisi sosial tidak menguntungkan atau terdapat
tanda-tanda perburukan dari jantung, maka penderita harus dirawat.
3. Kelas III : yang terbaik bagi penderita dalam keadaan seperti ini adalah dirawat di rumah
sakit selama hamil, terutama pada usia kehamilan 28 minggu. Biasanya dibutuhkan
pemberian diuretika.
4. Kelas IV : penderita dalam keadaan ini mempunyai resiko yang besar dan harus dirawat
di rumah sakit selama kehamilanya.

BAB III

PENUTUP

III.1 KESIMPULAN

Letak lintang adalah suatu keadaan di mana janin melintang di dalam uterus dengan kepala pada
sisi yang satu sedangkan bokong berada pada sisi yang lain. Pada umumnya bokong berada
sedikit lebih tinggi daripada kepala janin, sedangkan bahu berada pada pintu atas panggul.
Kelainan letak pada janin ini termasuk dalam macam-macam bentuk kelainan dalam persalinan
(distosia). Distosia adalah kelambatan atau kesulitan persalinan. Dapat disebabkan kelainan
tenaga (his), kelainan letak dan bentuk janin, serta kelainan jalan lahir.

Anamnesa : Pasien datang ke poli karena sejak 2 hari yang lalu pasien merasa perutnya kenceng-
kenceng, meskipun masih jarang-jarang. Perkiraan kelahiran tanggal 27-2-2011, dan sampai
sekarang ibu belum melahirkan. Pasien menginginkan steril. Pasien memiliki riwayat sakit
jantung sejak kelas 5 SD, dan melakukan pengobatan ruti dari kecil hingga lulus STM kemudian
menghentikan sendiri pengobatannya. Pemeriksaan fisik : anemis (-), ikterik (-). KU : compos
mentis. TD : 90/70 mmHg, nadi : 94 x/menit (ireguler), RR : 20 x/menit, Suhu : 36,5 °C.
Pemeriksaan obstetri luar : Leopold I TFU : 3 jari diatas pusat, Fundus uteri kosong, Leopold II :
sebelah kiri kesan keras, bundar dan melenting, sebelah kanan kesan lunak, kurang bundar dan
kurang melenting, Leopold III : teraba tahanan memanjang, Leopold IV : teraba tahanan
memanjang, belum masuk PAP. Diagnosa : GIIIP2002Ab000,UK 40-41 minggu, Letak lintang
dengan riwayat penyakit jantung

III.2 SARAN

1. Dilakukan antenatal care yang teratur terutama pada ibu hamil multipara ataupun yang
memiliki kelainan pada jalan lahir
2. Diberikan pelatihan bagi tenaga medis untuk pertolongan persalinan letak lintang

DAFTAR PUSTAKA

1. Bowes, W. 2006. Management of The Fetus in Transverse Lie. www. Uptodate.com


2. Cunningham, FG et all. 2006. Obstetri Wiliams Edisi 21 volume 1 dan 2. penerbit buku
kedokteran EGC
3. Chan WS, Anand S, Ginsberg JS. Anticoagulant in pregnant women with mechanical
heart valves. Arch. Intern Med 2000; 160: 191-96.
4. Idmgarut. 2009. Case Report: Letak Lintang. http://idmgarut.wordpress.com. Diakses
pada 12 maret 2010
5. Anonim. 2008. Kehamilan Dengan Letak Lintang. Seputar Kedokteran Dan Linux
6. Manuaba. 2007. Pengantar kuliah obstetric.Jakarta: EGC
7. Prawirohardjo et all. 2007. ilmu kebidan.Jakarta: yayasan bina pustaka sarwono
prawirohardjo
8. PrasadAK, Ventura HO. Valvular heart disease and pregnancy. A high index of
susupicion is important to reduce risk. Postgraduate Medicine. 2001; 110; 69-76.
9. ReiltorldSC, Rutherford JD. Valvular heart disease in pregnancy. N.Engl J Med 2003;
349: 52-9.
10. Sastrawinata, Sulaiman dkk., Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi edisi 2
Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, Penerbit Buku Kedokteran EGC,Jakarta,
2005
11. Siu SC, Sermer M, Colman JM, Alvarez N, and Mercier LA, et al. Prospective
multicentre study of pregnancy outcomes in women with heart disease. Circulation. 2001;
104: 515-21.
12. Wiknjosastro, H. (Ed.). (2007). Ilmu Kebidanan (kesembilan ed.).Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Posted by doktermaya in Makalah Kedokteran Tag:adalah, diagnosa, diagnosis, faktor, gejala,


ibu, janin, kandungan, kedokteran, kehamilan, kelainan, keluhan, klinis, komplikasi, letak, letli,
lintang, makalah, maternal, obat, patofisiologi, penanganan, penatalaksanaan, pengertian,
penyakit, penyebab, posisi, riwayat, terapi

Balas

MIOMA UTERI
30/11/2011

BAB I

CASE

Laporan Kasus Pasien

1.1 Identitas Pasien :

 Nama : Ny. M
 Umur : 54 tahun
 Alamat : Pagelaran kepanjen
 Kelamin : Perempuan
 Pekerjaan : IRT
 Status :M
 Pendidikan : SD

1.1.1 ANAMNESA

1. Masuk rumah sakit tanggal : 28 Februari 2011

2. Datang dikirim oleh : Poli OBG

3. Keluhan utama : Perut membesar

4. Keluhan penyerta :

Pasien datang dengan keluhan perut membesar sejak ±5 tahun yang lalu, awalnya terasa terdapat
benjolan kecil dalam perut dan semakin membesar disertai nyeri perut yang hilang timbul seperti
ditusuk tusuk. 5 bulan terakhir keluarnya darah menstruasi lebih banyak dan disertai rasa nyeri.
Perut terasa penuh, mual (-), muntah (-), flek-flek perdarahan (+). Pasien juga mengeluh nyeri
pinggang.

5. Riwayat menstruasi :

 Menarche = usia 12 tahun


 HPHT = 21 februari 2011

6. Riwayat perkawinan : Menikah 1x, usia 25 tahun, lama 34 tahun

7. Riwayat persalinan sebelumnya : Anak 1 =perempuan, persalinan normal, di dukun

Anak 2 = perempuan, persalinan normal, di dukun

Anak 3 = laki-laki, persalinan normal, di dukun

8. Riwayat penggunaan alat kontrasepsi : pil KB, lama 3 tahun

IUD, lama 2 tahun

9. Riwayat penyakit sistemik yang pernah dialami : solid ovarian mass 2010 MRS di RSUD

10. Riwayat penyakit keluarga :-

11. Riwayat kebiasaan :-

12. Riwayat pengobatan :-

1.1.2 PEMERIKSAAN FISIK

1. a. Status present

Keadaan umum : cukup

Tekanan darah : 130/80 mmHg, nadi : 62 x/mnt, suhu : 36,5˚C

RR : 20 x/mnt

1. b. Pemeriksaan umum

Kulit : cianosis (-), ikterik (-), turgor menurun (-)

Kepala :
Mata : anemi +/+, ikterik -/-, edema palpebra -/-

Wajah : simetris

Mulut : stomatitis (-), hiperemi pharing (-), pembesaran tonsil (-)

Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tonsil (-)

Thorax :

Paru : Inspeksi : pergerakan nafas simetris, tipe pernafasan normal, retraksi costae -/-

Palpasi : teraba massa abnormal -/-, pembesaran kel. Axilla -/-

Perkusi : sonor +/+, hipersonor -/-, pekak -/-

Auskultasi : vesikuler +/+, suara nafas menurun -/-, Wh -/-, Rh -/-

Jantung : inspeksi : iktus cordis tak teraba

Palpasi : thrill -/-

Perkusi : batas jantung normal

Auskultasi : denyut jantung regular

Abdomen : inspeksi : flat -, distensi -, gambaran pembuluh darah collateral –

Palpasi pembesaran uterus +, TFU setinggi pusat, teraba massa solid keras, nyeri tekan +,
mobile, ukuran besar massa seperti usia kehamilan 18-20 mgg

Perkusi : pekak pada bagian massa

Auskultasi : bising usus + normal

Ekstremitas : edema -/-

1. c. Status obstetri

Pemeriksaan luar

TFU setinggi pusat, teraba massa solid keras, nyeri tekan +, mobile, ukuran besar massa seperti
usia kehamilan 18-20 mgg

Pemeriksaan dalam
Pengeluaran pervaginam : flek-flek perdarahan

Fluxus :-

Fluor :-

Corpus uteri : teraba massa solid keras

OUE : menutup

Adnexa parametrium : teraba massa solid keras

Ukuran massa : sulit menentukan ukuran besarnya massa

Cavum douglass : penonjolan (-)

1.2 RINGKASAN

Anamnesa : Pasien datang dengan keluhan perut membesar sejak ±5 tahun yang lalu,
awalnya terasa terdapat benjolan kecil dalam perut dan semakin membesar disertai nyeri perut
yang hilang timbul seperti ditusuk tusuk. 5 bulan terakhir keluarnya darah menstruasi lebih
banyak dan disertai rasa nyeri. Perut terasa penuh, mual (-), muntah (-), perdarahan dari jalan
lahir (+), Pasien juga mengeluh nyeri pinggang

Pemeriksaan fisik : Abdomen : Palpasi pembesaran uterus +, TFU setinggi pusat, teraba
massa solid keras, nyeri tekan +, mobile, ukuran besar massa seperti usia kehamilan 18-20 mgg

Perkusi : redup di abdomen kuadran bawah

Pemeriksaan obstetric luar : TFU setinggi pusat, teraba massa solid keras, nyeri tekan +,
mobile, Ukuran massa ukuran besar massa seperti usia kehamilan 18-20 mgg

Pemeriksaan obstetric dalam : Corpus uteri dan adnexa parametrium teraba massa solid keras

Hasil USG tgl 29/11/2010

Uterus : Terdesak massa,ukuran dan bentuk dalam batas normal

Tak tampak massa/GS

Endometrium baik.

Tampak massa solid inhomogen, batas tegas ukuran > 13,2 x 11, 7 x 13 cm.

Kesimpulan : Solid Ovarial Mass


Hasil lab. Tgl 22 februari 2011

Hb 7,8 gr/dL

Leukosit 6500 /ul

Trombosit 200.000/ul

Masa perdarahn 2’00”

Masa pembekuan 11’00”

GD 117 mg/dL

DIAGNOSIS

Tumor Ovarium

1.3 RENCANA TINDAKAN

Infuse

Transfusi PRC

Antibiotic

Operasi

Follow up tgl 28 Feb. 2011

S = nyeri perut (+)

O = vital sign : T = 140/80 mmHg, N = 82, S = 36˚C

Status obstetric : palpasi = TFU setinggi pusat, VT pembukaan (-),Corpus uteri dan adnexa
parametrium teraba massa solid keras, PPV (+)

Lab. Hb 7,3 gr/dL

A = tumor ovarium

P = R/ Infus RL fl No. II

Simm
R/ transfuse PRC

Simm

R/ inj. ceftazidim fl No. II

Simm

Follow up tgl 01 Maret 2011

S = perut terasa nyeri

O = vital sign : T = 140/80 mmHg, N = 88, S = 36˚C

Status obstetric : palpasi TFU setinggi pusat, Corpus uteri dan adnexa parametrium teraba
massa solid keras, PPV (+)

Lab. Cek Hb

A = tumor ovarium

P = R/ transfuse PRC

Simm

R/ inj. Ceftazidim fl No. II

Simm

Follow up tgl 02 Maret 2011

S = perut nyeri (+)

O = vital sign : T = 140/90 mmHg, N = 82, S = 36˚C

Status obstetric : palpasi TFU setinggi pusat, Corpus uteri dan adnexa parametrium teraba massa
solid keras, PPV (+)

Lab. Hb 10,6 gr/dL

A = tumor ovarium

P = R/ infuse RL fl No. II

Simm
Follow up tgl 03 Maret 2011

S = operasi

O = vital sign : T = 160/80 mmHg, N = 86, S = 36˚C

Status obstetric : palpasi TFU setinggi pusat, eksplorasi uterus uk massa 25x23x20 cm,
konsistensi keras padat, mobile, adnexa parametrium massa (-).

A = uterus myomatosus

P = R/ infuse RL fl No. II

Simm

Follow up tgl 04 maret 2011

S = nyeri post operasi total abdominal hysterectomy + bisalpingooforokistektomi (uterine


and adnexal procedure)

O = vital sign : T = 150/90 mmHg, N = 78, S = 36˚C

Status obstetric : palpasi TFU (-), massa konsistensi keras padat(-), PPV (-)

Lab. Cek Hb

A = uterus myomatosus (post TAH+BSO)

P = R/ Inj. Ceftazidim Fl No. III

Simm

R/ Inj. Kalnex fl No. III

Simm

R/ Inj. Teranol fl No. III

Simm

R/ Transfusi WB 2 labu

Simm

Follow up tgl 05 maret 2011


S = nyeri post operasi

O = vital sign : T = 140/80 mmHg, N = 78, S = 36˚C

Status obstetric : palpasi TFU (-), massa konsistensi keras padat(-), PPV (-)

Lab. Hb 11 gr/dL

A = uterus myomatosus (post TAH+BSO)

P = R/ Inj. Ceftazidim Fl No. III

Simm

R/ Inj. Kalnex fl No. III

Simm

R/ Inj. Teranol fl No. III

Simm

1.4 LAPORAN KELUAR RUMAH SAKIT

KRS tanggal : 07 Maret 2011

Keadaan pasien waktu pulang : keadaan umum cukup, T = 150/90 mmHg, N = 78, S =
36˚C

 Hb : 11 gr/dL
 Fundus uteri : TFU (-)
 PPV :-
 Massakonsistensi keras padat : -
 Diagnose saat pulang : uterus myomatosus (post TAH-BSO)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Uterus myomatosus adalah tumor jinak otot polos uterus yang terdiri dari sel-sel jaringan otot
polos , jaringan fibroid dan kolagen. Beberapa istilah untuk uterus myomatosus adalah
leiomioma, fibroid dan fibromioma.

2.2 PATOGENESIS

Etiologi yang pasti terjadinya mioma uteri saat ini belum diketahui. Mioma uteri banyak
ditemukan pada usia reproduktif dan angka kejadiannya rendah pada usia menopause, dan belum
pernah dilaporkan terjadi sebelum menarche. Diduga penyebab timbulnya mioma uteri paling
banyak oleh stimulasi hormon estrogen.

Pukka menemukan bahwa reseptor estrogen pada mioma uteri lebih banyak didapatkan
dibandingkan dengan miometrium normal. Meyer dan De Snoo mengemukakan patogenesis
mioma uteri dengan teori cell nest dan genitoblast.

Apakah estrogen secara langsung memicu pertumbuhan mioma uteri, atau memakai mediator
masih menimbulkan silang pendapat. Dimana telah ditemukan banyak sekali mediator didalam
mioma uteri, seperti estrogen growth factor, insulin growth factor – 1 (IGF – 1), connexsin – 43
– Gap junction protein dan marker proliferasi.

Awal mulanya pembentukan tumor adalah terjadinya mutasi somatik dari sel-sel miometrium.
Mutasi ini mencakupi rentetan perubahan pada kromosom, baik secara parsial maupun secara
keseluruhan. Aberasi kromosom ditemukan pada 23-50% dari mioma uteri yang diperiksa, dan
yang terbanyak (36,6%) ditemukan pada kromosom 7 (del 7) (q 21)/ q 21 q 32). Keberhasilan
pengobatan medikamentosa mioma uteri sangat tergantung apakah telah terjadi perubahan pada
kromosom atau tidak.

2.3 PATOLOGI ANATOMI

Sarang mioma di uterus dapat berasal dari serviks uteri ( 1-3% ) dan selebihnya adalah dari
korpus uteri. Menurut tempatnya di uterus dan menurut arah pertumbuhannya, maka mioma uteri
dibagi 4 jenis antara lain :

1. Mioma submukosa

2. Mioma intramural

3. Mioma subserosa

4. Mioma intraligamenter

Jenis mioma uteri yang paling sering adalah jenis intramural (54%), subserosa (48,2%),
submukosa (6,1%.) dan jenis intraligamenter (4,4%).
1. Mioma submukosa

Berada dibawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Jenis ini di jumpai 6,1%
dari seluruh kasus mioma . Jenis ini sering memberikan keluhan gangguan perdarahan.

Mioma uteri jenis lain meskipun besar mungkin belum memberikan keluhan perdarahan, tetapi
mioma submukosa, walaupun kecil sering memberikan keluhan gangguan perdarahan.

Mioma submukosa umumnya dapat diketahui dari tindakan kuretase, dengan adanya benjolan
waktu kuret, di kenal sebagai “ Currete bump” dan dengan pemeriksaan histeroskopi dapat
diketahui posisi tangkai tumor. Tumor jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma
submukosa pedinkulata. Mioma submukosa pedinkulata adalah jenis mioma submukosa yang
mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke vagina,dikenal dengan nama
“mioma geburt” atau mioma yang di lahirkan, yang mudah mengalami infeksi, ulserasi dan
infark. Pada beberapa kasus, penderita akan mengalami anemia dan sepsis karena proses di atas.

2. Mioma intramural

Terdapat didinding uterus diantara serabut miometrium. Karena pertumbuhan tumor, jaringan
otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuklah semacam simpai yang mengelilingi tumor. Bila
didalam dinding rahim dijumpai banyak mioma, maka uterus akan mempunyai bentuk yang
berbenjol-benjol dengan konsistensi yang padat. Mioma yang terletak pada dinding depan uterus,
dalam pertumbuhannya akan menekan dan mendorong kandung kemih keatas, sehingga dapat
menimbulkan keluhan miksi.

3. Mioma subserosa

Apabila tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan uterus diliputi oleh
serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh diantara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma
intraligamenter.

4. Mioma intraligamenter

Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke ligamentum atau
omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga disebut “wondering / parasisic
fibroid”. Jarang sekali ditemukan satu macam mioma saja dalam satu uterus. Mioma pada
serviks dapat menonjol ke dalam satu saluran serviks sehingga ostium uteri eksternum berbentuk
bulan sabit.

Apabila mioma dibelah maka tampak bahwa mioma terdiri dari berkas otot polos dan jaringan
ikat yang tersusun seperti kumparan ( whorle like pattern ) dengan psoudo kapsul yang terdiri
dari jaringan ikat longgar yang terdesak karena pertumbuhan sarang mioma ini.

Gambar 1. Jenis-jenis mioma uteri

2.4 GAMBARAN MIKROSKOPIK


Pada pembelahan jaringan mioma tampak lebih putih dari jaringan sekitarnya. Pada pemeriksaan
secara mikroskopik dijumpai se-sel otot polos panjang, yang membentuk bangunan yang khas
sebagai kumparan ( whorle like pattern). Inti sel juga panjang dan bercampur dengan jaringan
ikat. Pada pemotongan tranversal, sel berbentuk polihedral dengan sitoplasma yang banyak
mengelilinginya. Pada pemotongan longitudinal inti sel memanjang, dan ditemukan adanya
“mast cells” diantara serabut miometrium sering diinterprestasi sebagai sel tumor atau sel raksasa
( giant cells ).

2.5 PERUBAHAN SEKUNDER

a. Atrofi sesudah menopause ataupun sesudah kehamilan berakhir mioma uteri menjadi kecil.

b. Degenerasi hialin, perubahan ini sering terjadi terutama pada penderita usia lanjut. Tumor
kehilangan struktur aslinya menjadi homogen.Dapat meliputi sebagian besar atau hanya sebagian
kecil dari padanya seolah-olah memisahkan satu kelompok serabut otot dari kelompok lainnya.

c. Degenerasi kistik, dapat meliputi daerah kecil maupun luas, sebagian dari mioma menjadi cair,
sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi seperti agar-agar, dapat juga terjadi
pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga menyerupai limfangioma. Dengan
konsistansi yang lunak tumor ini sukar dibedakan dari kista ovarium atau suatu kehamilan.

d. Degenerasi membatu ( calcireous degeneration ), terutama terjadi pada wanita berusia lanjut
oleh karena adanya gangguan dalam sirkulasi. Dengan adanya pengendapan garam kapur pada
sarang mioma maka mioma menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto rontgen.

e. Degenerasi merah ( carneous degeneration ), perubahan ini biasanya terjadi pada kehamilan
dan nifas. Patogenesis diperkirakan karena suatu nekrosis subakut akibat gangguan vaskularisasi.
Pada pembelahan dapat terlihat sarang mioma seperti daging mentah berwarna merah disebabkan
oleh pigmen hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi merah tampak khas apabila terjadi pada
kehamilan muda yang disertai emesis dan haus, sedikit demam dan kesakitan, tumor dan uterus
membesar dan nyeri pada perabaan.Penampilan klinik seperti ini menyerupai tumor ovarium
terpuntir atau mioma bertangkai.

f. Degenerasi lemak, keadaan ini jarang dijumpai, tetapi dapat terjadi pada degenerasi hialin yang
lanjut, dikenal dengan sebutan fibrolipoma.

2.7 KOMPLIKASI

1. Degenerasi ganas

Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0.32 – 0.6 % dari seluruh mioma
serta merupakan 50 – 75 % dari semua sarkoma uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan
pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus
apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam
menopause.
2. Torsi ( putaran tangkai )

Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut sehingga
mengalami nekrosis. Keadaan ini dapat terjadi pada semua bentuk mioma tetapi yang paling
sering adalah jenis mioma submukosa pendinkulata.

2.8 GAMBARAN KLINIS DAN DIAGNOSIS

1. Gejala klinis

Keluhan yang diakibatkan oleh mioma uteri sangat tergantung pada lokasi, arah pertumbuhan,
jenis, besar dan jumlah mioma. Hanya dijumpai pada 20 – 50 % saja mioma uteri menimbulkan
keluhan, sedangkan sisanya tidak mengeluh apapun.

Hipermenoroe, menometroragia adalah merupakan gejala klasik dari gejala mioma uteri.

Dari penelitian multisenter yang dilakukan pada 114 pasien ditemukan 44% gejala perdarahan,
yang paling sering adalah jenis mioma submukosa, sekitar 65 % wanita dengan mioma mengeluh
dismeneroe, nyeri perut bagian bawah, serta nyeri pinggang. Tergantung dari lokasi dan arah
pertumbuhan mioma, maka kandung kemih, ureter dan usus dapat terganggu, dimana peneliti
melaporkan keluhan disuri ( 14 % ), keluhan obstipasi (13 % ). Mioma uteri sebagai penyebab
infertilitas hanya dijumpai pada 2 – 10 % kasus. Infertilitas terjadi sebagai akibat obstruksi
mekanis dari tuba fallopi. Abortus spontan dapat terjadi bila mioma menghalangi pembesaran
uterus, dimana menyebabkan kontraksi uterus yang abnormal, dan mencegah terlepas atau
tertahannya uterus didalam panggul.

Mekanisme perdarahan abnormal pada myoma uteri :

1. peningkatan ukuran permukaan endometrium


2. peningkatan vaskularisasi aliran vaskuler ke uterus
3. gangguan kontraktilitas uterus
4. ulserasi endometrium pada myoma submukosa

5. kompresi pada plexus venosus di dalam myometrium

2. Pemeriksaan fisik

Mioma uteri mudah ditemukan melalui pemeriksaan bimanual rutin uterus. Diagnosis mioma
uteri menjadi jelas bila dijumpai gangguan kontur uterus oleh satu atau lebih massa yang licin,
tetapi sering sulit untuk memastikan bahwa massa seperti ini adalah bagian dari uterus.

3. Temuan laboratorium
Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini disebabkan perdarahan uterus yang
banyak dan habisnya cadangan zat besi. Kadang-kadang mioma menghasilkan eritropoetin yang
pada beberapa kasus menyebabkan polisitemia. Adanya hubungan antara polisitemia dengan
penyakit ginjal diduga akibat penekanan mioma terhadap ureter yang menyebabkan peninggian
tekanan balik ureter dan kemudian menginduksi pembentukan eritropoetin ginjal.

4. Pemeriksaan penunjang

a. Ultrasonografi

Ultrasonografi transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam menetapkan adanya mioma


uteri. Ultrasonografi transvaginal terutama bermanfaat pada uterus yang kecil. Uterus atau massa
yang paling besar paling baik diobservasi melalui ultrasonografi transabdominal. Mioma uteri
secara khas menghasilkan gambaran ultrasonografi yang mendemonstrasikan irregularitas kontur
maupun pembesaran uterus. Adanya kalsifikasi ditandai oleh fokus-fokus hiperekoik dengan
bayangan akustik. Degenerasi kistik ditandai adanya daerah yang hipoekoik

4. Histeroskopi

Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya mioma uteri submukosa, jika tumornya kecil serta
bertangkai. Tumor tersebut sekaligus dapat diangkat.

5. MRI ( Magnetic Resonance Imaging )

MRI sangat akurat dalam menggambarkan jumlah,ukuran dan lokasi mioma, tetapi jarang
diperlukan.

Pada MRI, mioma tampak sebagai massa gelap berbatas tegas dan dapat dibedakan dari
miometrium yang normal. MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang dapat dilokalisasi
dengan jelas, termasuk mioma submukosa. MRI dapat menjadi alternatif ultrasonografi pada
kasus -kasus yang tidak dapat disimpulkan.

2.9 PENATALAKSANAAN

Secara umum penatalaksaaan myoma uteri dibagi atas 2 metode :

1. Terapi medisinal (hormonal)

saat ini pemakaian Gonadotropin releasing hormone (GnRH) agonis memberikan hasil untuk
memperbaiki gejala-gejala klinis yang ditimbulkan oleh myoma uteri. Pemberian GnRH agonis
bertujuan untuk mengurangi ukuran myoma dengan jalan mengurangi produksi estrogen dari
ovarium. Dari suatu penelitian didapati data pada pemberian GnRH agonis selama 6 bulan pada
pasien dengan myoma uteri didapati adanya pengurangan volume myoma sebesar 44%. Efek
maksimal pemberian GnRH agonis baru terlihat setelah 3 bulan.
Pemberian GnRH agonis sebelum dilakukan tindakan pembedahan akan mengurangi
vaskularisasi pada tumor sehingga akan memudahkan tindakan pembedahan. Terapi hormona
lainnya seperti kontrasepsi oral dan preparat progesterone akan mengurangi gejala perdarahan
uterus yang abnormal namun tidak dapat mengurangi ukuran dari myoma.

1. Terapi pembedahan

Terapi pembedahan pada myoma uteri dilakukan terhadap myoma yang menimbulkan
gejala.MenurutAmericanCollegeof Obstetricians and gynecologist (ACOG) dan American
society for Reproductive Medicine (ASMR) indikasi pembedahan pada pasien dengan myoma
uteri adalah :

1. Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif


2. Sangkaan adanya keganasan
3. Pertumbuhan myoma pada masa menopause
4. Infertilitas karena gangguan pada cavum uteri maupun karena oklusi tuba
5. Nyeri dan nyeri tekan yang sangat mengganggu
6. Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius
7. Anemia akibat perdarahan

Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah miomektomi maupun histerektomi

1. Miomektomi

Miomektomi sering dilakukan pada wanita yang ingin mempertahankan fungsi reproduksinya
dan tidak ingin dilakukan histerektomi. Dewasa ini ada beberapa pilihan tindakan untuk
melakukan miomektomi, berdasarkan ukuran dan lokasi dari myoma. Tindakan miomektomi
dapat dilakukan dengan laparotomi histeroskopi maupun dengan laparoskopi.

Pada laparotomi, dilakukan insisi pada dinding abdomen untuk mengangkat myoma dari uterus.

Keunggulan melakukan miomektomi adalah lapangan pandang operasi yang lebih luas sehingga
penanganan terhadap perdarahan yang mungkin timbul pada pembedahan miomektomi dapat
ditangani dengan segera. Namun pada miomektomi secara laparotomi resiko terjadi perlengketan
lebih besar, sehingga akan mempengaruhi factor fertilitas pada pasien. Disamping itu masa
penyembuhan paska operasi juga lebih lama, sekitar 4-6 minggu.

Pada miomektomi secara histeroskopi, dilakukan terhadap myoma submukosa yang terletak pada
cavum uteri. Pada prosedur pembedahan ini ahli bedah memasukkan alat histeroskop melalui
serviks dan mengisi cavum uteri dengan cairan untuk memperluas dinding uterus.

Miomektomi juga dapat dilakukan dengan menggunakan laparoskopi. Mioma yang bertangkai
diluar cavum uteri dapat diangkat dengan mudah secara laparoskopi. Myoma subserosum yang
terletak didaerah permukaan uterus juga dapat diangkat secara laparoskopi. Resiko yang terjadi
pada pembedahan laparoskopi termasuk perlengketan, trauma terhadaporgan sekitar seperti usus,
ovarium, rectum serta perdarahan. Sampai saat ini miomektomi dengan laparoskopi merupakan
standart bagi wanita dengan myoma uteri yang masih ingin mempertahankan fungsi
reproduksinya.

1. Histerektomi

Tindakan pembedahan untuk mengangkat uterus dapat dilakukan dnegan 3 cara yaitu : dengan
pendekatan abdominal (laparotomi), vaginal dan beberapa kasus dengan laparoskopi. Tindakan
histerektomi pada pasien dengan myoma uteri merupakan indikasi bila didapati keluhan
menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi pada traktus urinarius dan ukuran uterus sebesar
usia kehamilan 12-14 minggu.

Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu total abdominal histerektomi
(TAH) dan subtotal abdominal histerektomi (STAH). Subtotal abdominal histerektomi (STAH)
dilakukan untuk mneghindari resiko operasi yang lebih besar seperti perdarahan yang lebih
banyak, trauma operasi pada ureter, kandung kemih dan rectum. Namun dengan melakukan
STAH, kita meninggalkan serviks, dimana kemungkinan timbulnya karsinoma serviks dapat
trejadi.

Pada TAH, jaringan granulasi yang timbul pada tungkul vagina dapat menjadi sumber timbulnya
secret vagina dan perdarahan paska operasi dimana keadaan ini tidak terjadi pada pasien yang
menjalani STAH.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pasien Ny. M, usia 54 th, datang dengan keluhan perut membesar sejak ±5 tahun yang lalu,
awalnya terasa terdapat benjolan kecil dalam perut dan semakin membesar disertai nyeri perut
yang hilang timbul seperti ditusuk tusuk. 5 bulan terakhir keluarnya darah menstruasi lebih
banyak dan disertai rasa nyeri. Perut terasa penuh, mual (+), muntah (-). Pasien juga mengeluh
nyeri pinggang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan : Palpasi pembesaran organ (+), nyeri tekan
(+), teraba massa abnormal (+), Perkusi : pekak didaerah yang terdapat massa. Pemeriksaan
obstetric luar : TFU setinggi pusat, teraba keras, mobile, besar massa nampak seperti usia
kehamilan 18-20 mgg Pemeriksaan obstetric dalam : Corpus uteri dan Adnexa parametrium :
teraba massa solid keras. Dengan diagnose sementara tumor ovarium.

Post pembedahan TAH-BSO ditemukan massa setinggi pusat, uk 25x23x20 cm, konsistensi
keras padat, mobile. Diagnose post pembedahan Uterus Myomatosus.

DAFTAR PUSTAKA
1. Agdi M., and Tulandi T.” Endoscopic management of uterine fibroids”. Best Practice &
Research Clinical Obstetrics & Gynaecology, 2008
2. Baziad A. Pengobatan medikamentosa mioma uteri dengan analog GnRH. Dalam :
Endokrinologi ginekologi edisi kedua.Jakarta: Media Aesculapius FKUI, 2006:; 151 –
156
3. Benda JA. Pathology of Smooth Muscle tumors of the uterine corpus. Clin Obstet &
Gynecol 2008;44:350-63
4. HurstBS, Matthews ML, Marshburn PB. Laparoscopic myomectomy for symptomatic
uterine myomas. Fertile sterile 2005: (83)1: 1-22
5. Memarzadeh S, Broder MS,WexlerAS, Pernol ML. Leimyoma of the uterus. In : Current
Obstetric & Gynecologic diagnostic & treatmen, Decherney AH, Nathan L, editors Ninth
edition. Lange Medical Book,New York, 2007, p: 693-701
6. Nierth-Simpson, E.; Martin, M.; Chiang, T.; Melnik, L.; Rhodes, L.; Muir, S.; Burow,
M.; McLachlan, J. “Human uterine smooth muscle and leiomyoma cells differ in their
rapid 17beta-estradiol signaling: implications for proliferation”. Endocrinology, 2009.
150 (5): 2436–2445.
7. Okolo, S. “Incidence, aetiology and epidemiology of uterine fibroids”. Best practice &
research. Clinical obstetrics & gynaecology, 2008. 22 (4): 571–588
8. Polena, V., et al. “Long-term results of hysteroscopic myomectomy in 235 patients.”
European Journal of Obstetrics & Gynecology and Reproductive Biology 130 (2007):
232–237.
9. Sankaran, S.; Manyonda, I.”Medical management of fibroids”. Best Practice & Research
Clinical Obstetrics & Gynaecology, 2008. 22 (4): 655.
10. Stewart, E.A., et al., Clinical outcomes of focused ultrasound surgery for the treatment of
uterine fibroids. Fertil Steril, 2006. 85(1): p. 22-9.

Sebut saja nona T, umur sekitar 13 tahun, datang ke UGD dengan riwayat post kecelakaan lalu
lintas (KLL) 15 menit lalu. Kecelakaan ini adalah kecelakaan motor menabrak motor. Nona T
datang bersama dengan mas O yang menabraknya. Keduanya datang dengan luka lecet yang
multipel di berbagai regio badan. Kondisi kesadaran keduanya masih baik. Tapi di antara nona T
dan mas O terdapat satu luka terbuka yang memerlukan tindakan hecting n debridement dan
perawatan luka yang segera.

Luka terbuka terparah adalah luka dari nona T. Luka ini di regio lateral plantar pedis dengan
panjang luka 6 cm, lebar 1 cm, dan dalam 1 cm. Bentuk luka tidak bagus dan perlu tindakan
debridement. Dan perawat memangil saya untuk menawarkan menangani luka nona T. Saya pun
terima. Dan saya mencoba menangani ini dengan setenang mungkin...

Awal penanganan luka adalah melakukan sterilisasi daerah luka dengan betadine. Setelah itu
dengan alkohol kemudian betadine lagi. Setelah luka tersterilisasi langkah selanjutnya adalah
menutup daerah sekitar luka dengan kain linen steril. Celakanya ini tidak ada. Tapi masih saya
coba berusaha tenang. Lalu saya siram daerah luka dengan NaCl kemudian perhidrol dan NaCl
kembali. Tindakan ini dilakukan karena luka nona T lukanya dalam dan kotor sehingga dapat
menyebabkan bakteri anaerob menginfeksi luka. Luka pun terdisinfeksi dan siap didebridement.

Debridement luka dimulai entah kenapa kaki terasa gemetar. Sebab darah keluar terus dari
tempat luka. Saya perintahkan asisten, seorang perawat, untuk menekan luka (dep). Debridement
dimulai dengan darah yang masih juga mengalir. Perawat senior menyarankan untuk menjahit
subcutis segera dan kemudian menjahit kulit untuk kemudian dilakukan pemeriksaan foto. Saya
pun setuju. Namun kaki ini semakin gemetar... Saya belum pernah menjahit subcutis. Perawat
senior membantu menjahit subcutis dan selanjutnya saya menjahit kulit.

Penjahitan subcutis pun selesai. Kini giliran saya menjahit kulit. Saya meminta kepada perawat
jarum yang kecil untuk menjahit kulit. Namun, dia menyarankan besar saja. Tetapi saya
menolak. Sebab menurut saya jarum yang kecil lebih mudah saya kontrol. Namun, ternyata saya
salah besar.

Kulit plantar pedis terkenal ketebalan kulitnya. Nah ini benar-benar terasa tebal. Ketika mulai
menjahit kaki saya ini terasa semakin gemetar. Namun, saya tetap berusaha PeDe menjahit. Dan
celakanya jarum yang saya pakai menjadi bengkok ujungnya. Jarum jahit yang bentuknya C jadi
S. Wah kacau!

Bertambah gemetarlah kaki saya. Saya pun dimarahi perawat dan akhirnya saya mengganti
dengan jarum yang lebih besar. Namun celakanya masih juga jarum ini bengkok lagi. Gila! Saya
semakin berkeringat. Perawat tetap mempercayai saya menyelesaikan tugas menjahit ini.
Akhirnya saya ambil jarum yang no.2 paling besar. Nah, kini terasa menjahit lebih ringan.

Namun menjahit ternyata tidak segampang terkira. Luka nona T tidak lurus segaris namun lurus
terus menukik. Jadi penjahitannya perlu teknik khusus. Dan disinilah saya belajar teknik itu dari
seorang perawat.

Penjahitan selesai, badan saya penuh keringat. Padahal ini adalah operasi minor biasa. Yah,
gemetar adalah respon fisiologis dari tubuh kita ketika kita tidak siap menghadapi sesuatu di
depan kita. Semua orang pasti pernah mengalami periode itu. Tindakan medis tidak bisa hanya
sekedar dipelajari di teori tetapi juga menuntut praktek. Dan celakanya saya yang juga telah
berkali-kali berlatih mempraktekkan belajar menjahit lewat berbagai media, manekin, ban, kain,
tas kulit, dll. Tetap saja gemetar ketika apa yang dihadapan kita "sensasi"nya tidak sama ketika
berhadapan dengan seorang pasien yang berupa makhluk yang bernama manusia.

Inilah dunia kedokteran, kita punya resiko medis yang harus ditanggung kepada seorang
makhluk bernyawa yang bernama manusia. Dan celakanya saya juga seorang manusia yang perlu
berpuluh kali mungkin berratus kali untuk bisa mengobati gemetar dalam berbagai kasus medis
yang memerlukan tindakan, bukan sekedar meresepkan obat atau memberi nasehat dan
anamnesis. Sungguh resiko yang besar dan memerlukan latihan dan habituasi bukan hanya
sekedar untuk terampil tetapi yang lebih penting melakukannya dengan benar!

Banyak paramedis yang lebih terampil dari seorang dokter. Tetapi dokter tetap harus menjadi
leader sebab resiko medis itu ditanggungkan kepadanya. Resiko medis berupa menambah
penderitaan pasien untuk supaya dapat kembali sembuh atau resiko medis terburuk pasien
meninggal dalam tindakan medis yang kita lakukan walaupun kita telah berlatih ratusan dan
melakukan dengan benar. Berat! Namun inilah D-O-K-T-E-R
Diposkan oleh Medical Experience Learning di 08.19 Tidak ada komentar:

Jumat, 18 Juli 2008


5th Note: Hernia?

Ny. M, 50 tahun, datang ke RS dengan keluhan utama berupa benjolan. Benjolannya ada 2. Satu
di regio lumbal kanan dan satu benjolan di lipatan paha kiri. Ny. M mengeluhkan ke-2 benjolan
tersebut makin besar dan benjolan di lipatan paha membuatnya merasa tidak nyaman. Benjolan
pertama di regio lumbal kanan, terasa kenyal, mobile, berbatas tegas, terfiksir, dan tidak nyeri.
Ukurannya sekitar 2x3x0,5 cm. Sementara benjolan kedua cukup menarik bila diperiksa lebih
lanjut. Benjolan ke-2 ini diriwayatkan membesar secara perlahan dan tidak ada riwayat hilang
timbul serta tidak terasa nyeri.

Dulu ketika benjolan di lipatan paha kiri masih kecil, Ny. M mencoba mengabaikan. Benjolan
tersebut dirasa tidak mengganggu aktivitasnya sehari-hari. Benjolan itu ia coba pijat dengan
minyak pijat. Namun, masalah mulai muncul ketika benjolan membesar. Di dalam benjolan
tersebut terasa ada “sesuatu” yang turun. Jika diraba benjolan terasa kenyal, “halus”, mobile,
berbatas tegas, dan tidak nyeri. Ukuran sekitar 5x4x2 cm. Ny. M tidak ada penurunan nafsu
makan dan berat badan. Ny. M hanya memilki dua buah anak dan pekerjaan sehari-hari adalah
seorang petani. Ini menarik.

Setidaknya ada tiga hal yang menarik dari kasus ini, khususnya pada benjolan di lipat paha.
Pertama, benjolan yang makin membesar di lipatan paha kiri; kedua, benjolan tidak hilang
timbul; dan ketiga, Ny. M merasa ada “sesuatu” yang turun. Benjolan adalah sebuah tumor dan
harus diketahui apakah tumor ini termasuk tumor yang jinak atau ganas. Benjolan juga dapat
berasal dari suatu “penonjolan”, bahasa medisnya hernia. Benjolan juga bisa berupa akumulasi
cairan (edema atau hidrokel), jendalan darah (hematom), atau abses subkutan. Tentunya bila
dilihat dari lokasi dan deskripsi tentang benjolan maka tidak bisa benjolan di lipat paha dan regio
lumbal dikatakan sebagai edema atau hematom. Jika ini berupa akumulasi cairan maka tes
undulasi dan fluktuasi akan memberikan hasil postif, layaknya sebuah balon yang berisi air.

Benjolan dari regio lumbal tampaknya sudah dapat diagnosis sebagai soft tissue tumor dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Namun ini perlu diperiksa apakah benign soft tissue tumor
(jinak) atau malignant soft tissue tumor (ganas). Diagnosis banding untuk benjolan di regio
lumbal, saya hanya terpikir lipoma karena benjolannya lunak, mobile dan tidak nyeri dan
tempatnya adalah tempat yang kaya akan lemak.

Oke, sekarang ke benjolan yang di lipatan paha kiri. Benjolan ini masih perlu dibedakan apakah
hernia atau soft tissue tumor. Maka diagnosis kerja masih obs. massa regio inguinal sinistra
suspect hernia femoralis dd soft tissue tumor. Dari palpasi, tanda benjolan yang halus seperti
kain sutra (silk sign) sepertinya mengindikasikan benjolan adalah hernia. Nah jika hernia, dari
letaknya hernia apakah ini?

Secara gampang bila dilihat dari letaknya benjolan berada di bawah ligamentum inguinale, maka
lebih tepat jika hernia ini dikatakan sebagai hernia femoralis---suatu penonjolan akibat usus
yang masuk ke dalam saluran paha (canalis femoralis) dikarenakan kelemahan dinding otot perut
dan peningkatan tekanan intra abdomen yang berulang-ulang. Namun, masalah menjadi berubah
ketika dilihat dipapan ruang operasi Ny. M ternyata didiagnosis hernia inguinalis lateralis dan
lipoma. Wah, kok bisa?

Ini benar membuat kasus ini semakin menarik. Dari anatomi dan pemeriksaan fisik lebih
menggambarkan bahwa benjolan di lipatan paha kiri ini adalah hernia femoralis. Beda sekali
dengan hernia inguinalis lateralis. Hernia inguinalis lateralis berada di atas ligamentum
inguinal dan dia turunya tidak akan ke paha, tetapi harusnya ke labia mayor. Bahaya! operasinya
apakan beda?

Dalam operasi benjolan insisi dimulai pada benjolan tidak peduli apakah ia hernia atau tumor.
Namun beda teknik pengerjaannya. Tumor jinak ia harus di ambil “seakar-akarnya” jangan
sampai ada sisa, sebab dapat menimbulkan tumbuhnya tumor kembali. Hernia ia harus dipotong
(herniotomi), lalu dikencangkan dengan bantuan jaringan sekitar (hernioraphy dan hernioplasty).
Nah disinilah letak keunikan dan semakin menariknya dari kasus ini.

Akhirnya dalam operasi ternyata terbukti bahwa benjolan tersebut adalah hernia femoralis. Usut
punya usut ternyata penulis dipapan operasi adalah perawat operasi. Yah, maklumlah.

Dari kasus ini anamensis sederhananya haruslah mampu mengenali identitas medis pasien,
riwayat penyakit, faktor resiko, dan ada tidaknya komplikasi. Ilmu kedokteran adalah seni
bagaimana menegakkan diagnosis dan melakukan manajemen kepada pasien. Jadi kunci awalnya
pada anamnesis. Anamnesis harus dalam dan mampu membentuk diagnosis banding dan
setidaknya dapat pula menyingkirkan diagnosis banding. Jika anamnesis kurang dalam maka
diagnosis kerja juga akan mengambang dan membuat manajemen yang kurang tepat. Nah kalau
sudah seperti ini kasihan pasiennya. Paling enak jika melakukan anamnesis tetapi bukan seperti
mengintrogasi pasien. Yah ini senjata awal seorang dokter, jadi perlu latihan dan latihan dan
tidak boleh berpuas diri. Everybody is unique and different, if u history taking one hundred
people u may have one problem but u will have one hundred different ways to recognize their
specific problem.

Diposkan oleh Medical Experience Learning di 07.17 Tidak ada komentar:

Kamis, 17 Juli 2008


4th Note: Dokter Komplit....

Inilah tokoh pengusaha muda berdarah Minang yang kesohor di Medan : Rosihan Arbie. Ia
mengelola satu rumah sakit, satu klinik spesialis, dan satu hotel - Rumah Sakit Permata Bunda,
Klinik Spesialis Bunda, dan Hotel Garuda Plaza.

Uniknya, ketiga unit usaha ini terletak saling berhadapan di jalan Sisingamanganraja. Usaha ini
dirintis ayahnya, Haji Arbie, dari bisnis percetakan.
Rosihan, yang sering dipanggil "Pak Dokter", memang unik. Ia memang dokter, tapi tidak
praktek. Untuk mengamalkan ilmunya, Rosihan mengajar mata kuliah farmakologi pada FK
Universitas Sumatera Utara. Usianya sekitar 40-50 tahunan, tapi kelihatan sangat matang. Ia
punya naluri bisnis yang tajam dan pintar bergaul.

Pendek kata, ilmunya komplit. Rosihan punya darah Minang, yang hebat dalam sense of
enterprenuership, dan terjun di alam persaingan yang keras di Medan yang bahkan ditakuti
pengusaha asal Jawa sekalipun. Di samping itu, ia rajin menyerap ilmu bisnis, manajemen, dan
pemasaran mutakhir dari Harvard ataupun Wharton.

Saya tertarik terhadap tiga hal pada dirinya:

Pertama, ia berusaha melakukan sinergi di antara bisnis rumah sakit dan hotel. Padahal keduanya
punya perbedaan yang cukup mencolok. Usaha yang satu untuk orang sakit, dan usaha yang lain
untuk orang sehat.

Tapi Rosihan berpikir lain. Ilmu hotel, yang biasa memberi customer service pada tamu, harus
ditularkan pada rumah sakit. Karena itu, orang yang datang ke rumah sakit dan klinik
spesialisnya dianggap customer. Konsep customer satisfication harus diimplementasikan di sana.
Para dokter dan perawat di rumah sakit dan kliniknya sering diikutkan seminar tentang how to
deliver a good service.

Ia, sebagai seorang dokter, juga mengajak Polda Sumatera Utara untuk menyelenggarakan
seminar penyuluhan tentang bahaya ekstasi, pil koplo, dan magadon di Hotel Garuda Plaza.
Tentu saja ajakan itu disambut baik oleh pihak yang berwajib. Semua tempat termasuk sekolah
menengah, punya resiko tinggi terhadap hal itu, akan diundang mengikuti seminar tersebut.
"Mumpung belum, jangan sampai Medan jadi Jakarta," katanya. Acara itu tentunya merupakan
pedang bermata dua - merupakan cermin rasa tanggung jawab sosial dan sekaligus PR untuk
rumah sakit. Bahkan acara itu sendiri bisa menciptakan traffic di hotel.

Kedua, Rosihan pintar melakukan networking dengan pihak ketiga. Organisasinya sendiri
dipertahankan lean, mean, and clean. Tapi jaringan dengan organisasi lain digelar. Sisa waktunya
yang sudah sedikit itu masih dipakai Rosihan untuk aktif pada sekitar 30 organisasi. Ia duduk
pada berbagai kepengurusan organisasi - mulai dari Kadin, asosiasi manajer, sampai Persatuan
Pelanggan Telepon.

Ia pintar mengatur waktu untuk menghadiri rapat, seminar, atau acara lain dari organisasi
tersebut. Justru lewat jaringan yang begitu luas, maka bisnisnya bisa jalan lebih lancar.
Hubungan bukan cuma bisnis, melainkan sudah jadi lebih pribadi.

Selain itu, Rosihan juga membina 90 pengmudi taksi yang bertugas di Bandara Polonia. Ia
memberi komisi progresif untuk para pengemudi yang bisa membawa tamu-tamu walk in. Para
pengemudi itu dikumpulkan tiga bulan sekali di hotelnya, diberi hadiah, dan diajari
salesmanship.
Selain komisi, para pengemudi yang membawa tamu paling banyak juga diberi hadiah televisi.
Semua pengemudi dan keluarga, kalau sakit, boleh datang ke rumah sakitnya tanpa perlu taruh
uang muka, dan diberi diskon pula. Para pengemudi taksi biasanya sering diberi pengarahan
untuk membawa korban kecelakaan, kalau kebetulan ketemu di jalan, ke rumah sakit. Opo ora
hebat?

Ketiga, Rosihan juga pintar memilih, mengembangkan, dan membina sumber daya manusia di
rumah sakit ataupun di hotel. Perawat di rumah sakit diupayakan sama rata dalam jumlah antara
yang memeluk agama Islam, Kristen, dan Konghuchu. Ada maksudnya tentu. Supaya pada Hari
Lebaran, Natal, dan Tahun Baru Cina, yang sering melumpuhkan operasai bisnis di Medan,
rumah sakit masih bisa jalan. Mengapa? Hanya sepertiga yang cuti, dan dua pertiga lagi masih
bisa masuk kerja.

Hotel Garuda Plaza sekarang dipimpin oleh general manager kebangsaan Filipina. Maksudnya,
biar hotel itu bukan bintang lima, tapi punya citra internasional. Maklum, segmen pasar
wisatawan mancanegara cukup besar di situ.

Rosihan sendiri termasuk seorang hands on leader. Ia mengerahkan pikiran 24 jam untuk bisnis.
Ia juga selalu melakukan pemantauan pribadi ke hotel dan rumah sakit sampai larut malam.
Anda mau tahu kendaraan pribadinya? Punya Mercedez Bens, tapi disimpan di rumah. Kalau
nyetir cukup Toyota Starlet.

Mengapa Starlet? "Lho, saya kan pengusaha kecil yang harus bisa bergaul dengan semua orang.
Kalau naik Mercy, berarti saya pasang jarak dengan orang lain," katanya.

Selain konglomerat, negara kita memerlukan banyak pengusaha menengah, seperti Rosihan,
untuk membentuk lapisan kekuatan ekonomi yang tangguh. Dari lapisan menengah inilah
diharapkan akan lahir konglomerat baru, seperti Bankir Mochtar Riady.

Disadur dari tulisan Herwawan Kertaya dalam buku Siasat Bisnis

Diposkan oleh Medical Experience Learning di 09.52 Tidak ada komentar:

3rd Note: Neurocysticercosis

Namanya, Adler Rebecca, seorang guru TK, cantik, tinggi usia 25 tahun. Pagi itu seperti biasa ia
berangkat mengajar. Awal mengajar, dia mengajar dengan penuh semangat namun di tengah-
tengah, tiba-tiba dia mengalami disartikulasi. Bicaranya menjadi tidak jelas dan mirip seorang
bayi. Dalam hitungan detik sampai menit ketika dia tidak bisa bicara dia terjatuh dan tidak sadar.
Di bawalah ia ke RS!

Di rumah sakit dilakukan pemeriksaan MRI kepala dan didapatkan ada semacam “lesi” di otak
Rebecca. Dr. H sebagai kepala yang menangani kasus ini bertanya kepada ketiga dokter
penyertanya, Dr. Ch, Dr. C, dan Dr. F, tentang diagnosis banding bagi Rebecca. Ada informasi
dari teman Dr. H, yaitu Dr. W bahwa Rebecca kemungkinan terkena tumor otak, tapi Dr. H
menyanggah sebab Rebecca terlalu muda untuk terkena tumor otak. Dr. Ch menjawab sindroma
iskemia otak, Dr. C menjawab penyakit Creutzfeldt-Jakob, dan Dr. F menjawab Wernicke
encephalopathy. Dr. H mengatakan untuk Wernicke encephalopathy tidak mungkin terjadi sebab
kadar thiamine darah masih normal. Dr. F mengatakan bisa saja hasil tes ini salah. Akhirnya Dr.
H memutuskan untuk meretes profil darah Rebecca dan MRI kepala dengan kontras.

Saat pemeriksaan MRI kepala dengan kontras Rebecca mengalami shock anaphylaksis, tentunya
ini sangat tidak menyenangkan. Rebecca tidak bisa diperiksa MRI dengan kontras! Hasil tes
darah juga kembali mengatakan bahwa profil darahnya normal. Tim Dr. H hanya bisa
menyatakan Rebecca alergi terhadap kontras MRI. Namun masalah utama kausa penyakit
Rebecca belum dapat ditemukan dan di atasi.

Dr. H kini berada di kliniknya dengan seorang anak yang mengeluh sesak napas. Ibunya
mengatakan ia sengaja tidak memberikan obat-obat sering2 pada anak ketika sesak sebab takut
anaknya tergantung obat. Dr. H lalu mengatakan bahwa anak tersebut terkena asma dan memang
dia harus minum obat sering supaya dapat mengontrol penyakit asmanya. Obatnya adalah
steroid. Seketika itu timbul ide pada Dr. H.

Dr. H menemui timnya dan memerintahkan untuk mengasih steroid dosis tinggi pada Rebecca
dan mengatakan bahwa Rebecca terkena cerebral vasculitis. Tapi timnya membantah, bagaimana
Dr. H tahu kalau Rebecca terkena vasculitis, bukankah untuk seusianya penyakit tersebut jarang,
tidak ada juga pemeriksaan definitif yang menyatakan bahwa Rebecca terkena cerebral
vasculitis. Dr. House mengatakan bahwa sedimentation ratenya meningkat sedikit. Dr. F
membantah bahwa itu bisa berarti banyaka atau bukan berarti apa-apa. Dr. H lalu mengatakan ya
jelas saya tahu itu, memang saya tidak punya alasan menjelaskan cerebral vasculitis kecuali
gejala-gejala yang terjadi pada Rebecca. Dr. C mengatakan mestinya dilakukan biopsi terlebih
dahulu untuk menyatakan hal tersebut dan hasil MRI ketika melihat lesi itu seharusnya
menyatakan juga adanya gambaran vasculitis otak. Dr. H mengatakan hipotesis cerebral
vasculitis pada Rebecca dapat terbukti bilamana terapi steroid dosis tinggi diberikan pada
Rebecca dan kondisi Rebecca membaik. Timnya mengatakan bagaimana mungkin ada tindakan
diagnosis semacam itu, bagaimana jika kondisinya semakin memburuk. Dr. H mengatakan kita
pelajari yang lain….

***

Terapi steroid dosis tinggi diberikan tetapi Rebecca menolak. Bukannya pada awalnya dia
dikatakan menderita tumor tetapi mengapa sekarang dia dikatakan menderita yang lain. Tim Dr.
H akhirnya menjelaskan pada Rebecca apa yang terjadi pada dirinya dan akhirnya Rebecca
mencoba mengerti dan mau menerima terapi steroid tersebut. Kepala rumah sakit, Dr. Cu
mengetahui tindakan yang dilakukan Dr. H, menyuruh timnya untuk menghentikan terapi pada
Rebecca sebab tidak berlandasakan bukti medis. Tetapi pada akhirnya kepala rumah sakit tahu
sendiri dan mendengar sendiri dari mulut Rebecca bahwa ia merasa kondisinya membaik dan dia
mulai bisa makan dengan lahap. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Dr. Cu mengatakan pada
Dr. H bahwa kamu beruntung kali ini.

Ia memang benar Dr. H memang beruntung saat itu. Beberapa hari kemudian kondisi Rebecca
tiba-tiba memburuk kembali. Ia mengeluhkan kini tidak dapat melihat dan mengalami seizure
dan gawatnya kondisinya semakin memburuk. Dr. H mengatakan pasti ada yang terlewat. Dia
mengatakan “Everbody lie and the truth begin from a lie.” Akhirnya dia menyuruh timnya untuk
mengobservasi rumah Rebecca.

Di rumah Rebecca tim Dr. H tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan yang dapat membuat
Rebecca mengalami penyakit yang dideritanya saat ini, kecuali banyak daging ham di meja
makannya. Seketika itu Dr. H mengatakan dasar bodoh kalian. Dr. H mengatakan Rebecca
menderita neurocysticercosis akibat menelan larva taenia yang terdapat pada ham yang tidak
matang dia makan. Dr. F mengatakan bagaimana bisa lagi dia berkata seperti itu, bukankah tes
darahnya normal tidak menunjukkan peningkatan eosinofil jika kondisi demikian yang terjadi.
Dr. H mengatakan kali ini gejala-gejala yang terjadi pada Rebecca cocok semua jika
neurocysticerosis adalah penyakitnya. Lalu Dr. H mengeluarkan literatur yang menunjukkan
tanda-tanda dari neurocysticercosis. Tapi bagaimana membuktikannya apakah kembali dia harus
menerima obat antiparasit dan jika membaik Dr. H benar dan jika salah maka tamatlah riwayat
karier Dr. H. Dr. H perlu bukti medis!

Dr. H akhirnya menemui Rebecca dan menjelaskan semuanya. Tetapi Rebecca tidak menerima
jika dia harus menerima obat antiparasit tanpa bukti medis yang definit. Dia telah merasa
menjadi bahan percobaan, dan mengatakan bahwa Dr. H adalah dokter berengsek. Dr. H
akhirnya lepas tangan untuk mengobati Rebecca, dia mengatakan tugasnya sudah selesai sebab
dia sudah tahu apa penyakit Rebecca meskipun tanpa bukti medis. Dr. Ch akhirnya mendapat
ide. Foto X-ray saja semua bagian tubuh Rebecca. Bukankah tidak hanya satu larva yang ada
pada tubuh Rebecca dan larva taenia denistasnya dapat terlihat dengan X-Ray sebab larva taenia
suka berada pada otot. Otot pada X-ray akan tampak semiopak sampai lusen pada X-Ray dan
larva taenia akan tampak opak pada X-Ray sehingga ia dapat difoto tanpa kontras dan aman,
tidak invasif. Apa yang terjadi? Ternyata benar pada foto polos paha Rebecca ditemukan positif
ada larva dan Rebecca akhirnya dapat selamat dengan meminum obat parasit.

Ini adalah cerita awal bagaimana diterapkannya teori Occam’s Razor dan Hickam Dictum…
Selamat Anda memang hebat atau beruntung Dr. H?

Diposkan oleh Medical Experience Learning di 09.49 Tidak ada komentar:

2nd Note: Kehidupan Sempurna ...

Pagi, itu di ruang kuliah lantai dua, duduk seorang dosen dikelilingi dengan para koas. Wajahnya
yang segar, walaupun sudah cukup berumur, dan postur tubuhnya yang agak tambun berkisah
dengan semangat. Kisah ini tentang seorang yang amat sakti, di mana tidak ada seorang pun pada
masanya yang dapat mengalahkan kesaktiannya. Ya semacam Kenshin Himura atau kalau era
anak sekarang Naruto atau semacamlah. Sebut saja ia dengan Rama.

Rama telah banyak mengalahkan ratusan hingga ribuan pendekar dan ksatria di dunia ini. Dari
ujung kutub utara sampai kutub selatan telah dia tantang untuk dia kalahkan bahkan tak segan
pula ia membunuh. Bicara bunuh-membunuh dia telah pengalaman semenjak, ya seusia para
koas yang sedang duduk dengan dosen tersebut. Namun, kini ia telah mulai beranjak tua (30 thn
ke ataslah) tetapi ia ingin mati sebab tidak ada ksatria yang mampu membunuhnya. Hingga ia
tertidur dan bermimpi tentang masa lalunya …

Dulu ketika Rama seusia para koas dia mendapati ayahnya marah besar kepada ibunya. Ayah
Rama marah karena ia mengetahui ibunya selingkuh dengan seorang pria ksatria dan
meninggalkan ibunya, padahal mereka telah menikah lebih kurang 25 tahun. Ayah Rama lalu
bertanya kepada tiga anaknya mulai dari yang terkecil hingga yang tertua. Rama adalah anak
yang tertua. Anak terkecil usianya kira-kira anak SMP kelas 1 dan anak kedua usianya baru
masuk kuliah.

“Nak, menurutmu jika ayah membunuh ibumu kamu rela atau tidak? Sebab ibumu telah
ketahuan selingkuh dengan seorang pria, ” tanya Sang Ayah

“Jangan-jangan bunuh ibu adik masih saying sama ibu,” jawab anak yang terkecil.

“Kalau kamu gimana?” tanya Sang Ayah kepada anak yang kedua,

“Saya tau ibu salah dan saya paham bahwa ayah marah dengan ibu. Tetapi maaf ayah, saya
sangat sayang dengan ibu dan tidak ingin ayah mengotori tangan ayah untuk membunuh ibu,
lebih baik ayah ceraikan saja ibu.”

“Kalau kamu gimana Rama?” tanya Sang Ayah yang masih tidak puas dengan jawaban kedua
anaknya.

“Ok saya turuti permintaan ayah untuk membunuh ibu tetapi setelah itu ayah turuti kemauan
saya,” jawab Rama dengan tegas.

“Bagus, bagus, ok ayah setuju dengan kamu. Kalau begitu segera laksanakan, wahai Rama,”
perintah Sang Ayah.

Akhirnya Rama melaksanakan perintah ayahnya dan membunuh ibunya dengan tanganya
sendiri.

“Wahai ayah perintahmu telah kulaksanakan, kini aku minta ayah penuhi permintaanku?” kata
Rama

“Apa permintaanmu Rama?” tanya Sang Ayah

“Tolong hidupkan kembali ibu dan kembalilah hidup dengan ibu seperti sediakala…” jawab
Rama

Tentunya ini bukan permintaan yang mudah, sesakti-saktinya Sang Ayah ia tak mampu
menghidupkan kembali orang mati. Melalui permintaan Rama ini, Sang Ayah sadar bahwa ia
telah melakukan kesalahan yang sangat besar….

Di tengah mimpi timbul suara…


“Wahai Rama benar kamu ingin segera mati?”

“Ya, aku ingin segera mati. Segala macam kesuksesan dunia dan ketangguhan para ksatria di
dunia telah kutaklukan, tak ada yang dapat menandingi aku sekarang. Lebih baik aku ingin hidup
ini berakhir saja. Aku merasa lelah, aku ingin mati dengan mulia…” jawab Rama lantang.

“Bagaimana kamu bisa mati dengan mulia wahai Rama? Apa hidupmu sudah sempurna?”

“…” Rama terdiam

Seketika itu ia terbangun dan sadar bahwa dirinya hanyalah seorang yang kesepian dan ia ingin
menjalani hidup yang sempurna namun ia tidak tahu…

Dosen itu menceritakan bahwa akhirnya Rama mengubah jalan hidupnya menjadi seorang guru
dan di akhir hayatnya dia dibunuh oleh muridnya sendiri dan saat dibunuh oleh muridnya itulah
ia merasa hidupnya kini telah sempurna….

Sebuah kisah yang memberi pelajaran dan hikmah bahwa :

1. Sehebat dan sepinter apapun orang jika ia tidak dapat memberi manfaat bagi orang lain
maka sudahkah ia dapat berkata bahwa hidupnya telah sempurna?
2. Nilai kepatuhan seorang anak kepada orang tua
3. Menegakkan hukum kepada orang yang bersalah meskipun orang tersebut adalah orang
yang kita cintai
4. Kebahagiaan dan kehidupan yang “sempurna” bagi seorang guru adalah melihat murid-
muridnya mampu melebihi kemampuan dari gurunya.

Cerita dari : drg. Sara Afari Gadro, M.Kes; Yogya, Kamis, 5 Juni 2008, pukul 8.30 WIB

Dimodifikasi oleh Sang Murid…


Diposkan oleh Medical Experience Learning di 09.42 Tidak ada komentar:

1st Note: First Experience, First Principle...

Dr. Gregory House : Is He A Great Diagnotician?

By: Bagus A. Mahdi

Dr. Greogory House atau bekennya dikenal dengan dokter House, dalam serial film House M.D,
adalah seorang dokter dengan kemampuan diagnosis yang “menarik”. Singkatnya dokter ini
terkenal akan keakuratan diagnosis yang dia buat. Keakuratan diagnosisnya membuatnya sebagai
kepala Departemen Diagnositik di Rumah Sakit tempat ia bekerja. Apa yang membuat dia begitu
akurat dalam membuat diagnosis?

Prinsipnya sederhana dia mendiagnosis bukan dengan kata “mungkin”. Dia mendiagnosis
dengan sedikit asumsi-asumsi dalam bekerja. Teori apa yang digunakan dia dalam bekerja?
kenalkah dengan teori Occam’s Razor atau Hickam’s Dictum? Mboh, saya sendiri tidak pernah
membacanya dalam buku-buku kedokteran yang ada selama ini kecuali dalam situs
www.housemd-guide.com. Ketiga teori tersebut menarik bagi saya untuk dipelajari dan
diterapkan dalam praktek di dunia kedokteran.

Occam’s Razor menyatakan bahwa kita dalam hidup harus sedikit mungkin membuat asumsi-
asumsi. Intinya dalam mendiagnosis suatu penyakit kita pantang untuk sering kali berkata
mungkin sebab dokter bukan dukun dan juga bukan “mungkin” dokter. Dokter adalah seorang
scientist. Ini prinsip! Dalam bekerja dokter harus membuat differential diagnosis seketika pasien
mengeluhkan gejala pertama pada kita. Bukan ketika setelah pemeriksaan fisik lengkap, hasil
lab, foto X-Ray, dan pemeriksaan penunjang datang. Kenapa? Jawabnya sederhana kita tidak
mengobati hasil lab, foto X-Ray, dan pemeriksaan penunjang dkk. Kita mengobati seorang
pasien yang celakanya seorang manusia. Kuncinya pada ANAMNESIS ! Simpel tapi tidak
mudah. Occam’s Razor menyatakan pasien dengan dua keluhan (contoh: demam dan sakit
kepala) lebih mungkin dikarenakan oleh satu macam penyakit dibandingkan kedua keluhan
tersebut disebabkan oleh dua penyakit berbeda.

Dr. Gregory House selalu mengobati pasien berdasarkan satu penyakit. Jika gejala-gejala makin
memburuk, kemudian penyakit yang tidak diketahui (unknown disease) pasiti pengobatannya
telah terlewatkan atau salah kasih obat. Tapi hei, bukankah ini semacam pasien dijadikan
percobaan yang menghabiskan banyak biaya dan dapat mengancam jiwa pasien, dan dokter akan
dapat dituntut oleh hukum?

Tapi tunggu dulu, di satu sisi teori Hickam Dictum menyatakan bahwa pasien dapat memiliki
banyak penyakit yang tidak pernah mereka sangka. Singkatnya pasien dengan dua keluhan lebih
cenderung memiliki penyebab yang berbeda untuk setiap gejala daripada berasal dari satu proses
penyakit. Pasien memilki beberapa penyakit yang sering daripada memilki satu penyakit yang
jarang yang dapat menjelaskan banyaknya gejala yang dialaminya. Alasan lainnya beberapa
pasien pada gilirannya dapat memilki beragam penyakit dalam satu waktu. Dalam kasus
semacam ini beragam kategori diagnosis dapat menyatakan penyebabnya sendiri-sendri daripada
satu sumber; sebagai contoh pasien dengan Hepatitis B atau HIV pada awalnya dapat
terdiagnosis ia common cold atau pneumonia atau penyakit jantung atau lainnya, di mana
penyakit ini dapat muncul bersamaan. Dengan demikian tampaknya teori Hickam’s Dictum
memberikan keseimbangan terhadap prinsip penggunaan teori Occam’s Razor dalam membuat
diagnosis.

Jadi bukankah tidak masalah ketika pada awal perjalanan penyakit pasien kasih obat common
cold, pneumonia, atau sakit jantung, namun ketika tidak sembuh-sembuh maka harus berpikir
apakah ada penyakit utama yang terlewat? Kuncinya pada apakah problem utama pasien!

Dr. House merupakan dokter yang istimewa dan luar biasa karena ia dapat memakai teori
Occam’s Razor dan Hickam’s Dictum dengan tepat dalam mendiagnosis bahkan pada
kebanyakan penyakit yang tak jelas.

Namun perhatikan bagaimana Dr. House bekerja mencari solusi. Seorang pasien datang dengan
keluhan yang masih samar-samar. Keluhan ini menyebabkan keluhan yang lainnya yang
kemudian mengakibatkan seizure, reaksi alergi, atau gagal organ sehingga memerlukan tindakan
lebih lanjut. Pada pelayanan rumah sakit umum maka langkah-langkah yang ditempuh:

1. Pasien masuk UGD lalu dikirim ke bagian terkait dengan kelainan yang ditemukan.
2. Pasien dievaluasi oleh residen (dan kemungkinan juga koas)
3. Residen menampilakan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan lab ke
dokter kepala.
4. Dokter kepala akan mengulang aspek-aspek yang berhubungan dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik dan kemungkinan merubah rencana pengobatan dari residen.

Pada kerja Dr. House tidak ada residen yang ada adalah “fellow”, dokter penyerta. Langkah tim
Dr. House bekerja:

1. Pasien dipindahkan ke tim Dr. House dari tempat siapa saja


2. Satu “fellow” melakukan anamnesis
3. Satu melakukan pemeriksaan fisik
4. Dr. House membuat sejumlah daftar differential diagnosis dan meminta melakukan
beberapa pemeriksaan lab atau penunjang yang dapat mengecilkan jumlah differential
diagnosis.

Dr. House bekerja seperti menyusun sebuah puzzle dan itulah bagaimana kerja seorang dokter.
Kita bekerja berdasarkan teori tetapi dalam menggali informasi jangan terlalu teoritis sebab yang
kita hadapi celakanya adalah manusia. Terdapat guyonan dalam dunia kedokteran:

An internist, a pathologist, and a family physician go duck hunting. They see an animal
that resembles a duck. The internist says, "Let me run some tests to prove that it's not a
goose or a rabbit and only then will I proceed to shoot it." The pathologist says, "I'll kill it
now and then figure out what it is." The family physician says, "I'm not quite sure what it
is, and I don't really care. I have a gun and I'm killing it."

Apa yang membuat seorang ahli dalam mendiagnosis adalah kemampuan untuk
mempertahankan pandangan di samping mempertahankan pengetahuan yang luas. Terkadang
batuk adalah akibat suatu angioedema herediter akibat defisiensi C1 esterase inhibitor, namun
terkadang batuk hanyalah sekedar batuk.

“It is in the nature of medicine that you are gonna screw up you are gonna kill someone. If
you can't handle that reality, pick another profession. Or finish medical school and teach.”
Gregory House M.D

Diposkan oleh Medical Experience Learning di 09.23 Tidak ada komentar:


Posting Lebih Baru

chacha's diary
warnawarni hidup yang selalu sarat pelajaran

Jumat, 16 Desember 2011


KASUS 1 STT muskulo2

Soft Tissue Tumor (STT)


Konsep Dasar Soft Tissue Tumor (STT)

1.Definisi

Soft Tissue Tumor (STT) adalah benjolan atau pembengkakan abnormal yang disebabkan oleh
neoplasma dan nonneoplasma. (http://blog.asuhankeperawatan.com/materilengkap).

Soft Tissue Tumor (STT) adalah pertumbuhan sel baru, abnormal, progresif, dimana sel-selnya
tidak tumbuh seperti kanker. (http://www.dinkes.kalbar.go.id/).

Jadi kesimpulannya, Soft Tissue Tumor (STT) adalah suatu benjolan atau pembengkakan
abnormal yang disebabkan pertumbuhan sel baru.

2.Etiologi

Menurut (http://emedicine.medscape.com), etiologi Soft Tissue Tumor :

1.Kondisi genetik

Ada bukti tertentu pembentukan gen dan mutasi gen adalah faktor predisposisi untuk beberapa
tumor jaringan lunak, dalam daftar laporan gen yang abnormal, bahwa gen memiliki peran
penting dalam diagnosis.

2.Radiasi
Mekanisme yang patogenic adalah munculnya mutasi gen radiasi-induksi yang mendorong
transformasi neoplastic.
3.Lingkungan carcinogens

Sebuah asosiasi antara eksposur ke berbagai carcinogens dan setelah itu dilaporkan
meningkatnya insiden tumor jaringan lunak.

4.Infeksi
Infeksi virus Epstein-Barr dalam orang yang kekebalannya lemah juga akan meningkatkan
kemungkinan tumor pembangunan jaringan lunak.
5.Trauma
Hubungan antara trauma dan Soft Tissue Tumors nampaknya kebetulan. Trauma mungkin
menarik perhatian medis ke pra-luka yang ada.

3.Anatomi fisiologi
Menurut (blog.asuhankeperawatan.com/materilengkap), jaringan lunak adalah bagian dari tubuh
yang terletak antara kulit dan tulang serta organ tubuh bagian dalam. Yang tergolong jaringan
lunak antara lain adalah otot, tendon, jaringan ikat, dan jaringan lemak.

Menurut Evelyn C. Pearce (2008:15), anatomi fisiologi jaringan lunak adalah sebagai berikut :

1.Otot

Otot ialah jaringan yang mempunyai kemampuan khusus yaitu berkontraksi bergerak. Otot
terdiri atas serabut silindris yang mempunyai sifat yang sama dengan jaringan yang lain, semua
ini diikat menjadi berkas-berkas serabut kecil oleh sejenis jaringan ikat yang mengandung unsur
kontraktil

2.Tendon

Tendon adalah pengikat otot pada tulang, tendon ini berupa serabut-serabut simpai yang
berwarna putih, berkilap, dan tidak elastis.

3.Jaringan ikat

Jaringan ikat melengkapi kerangka badan, dan terdiri dari jaringan areolar dan serabut elastic.

4.Tanda dan Gejala

Menurut (http://blog.asuhankeperawatan.com/materilengkap), tanda dan gejala tumor jaringan


lunak tidak spesifik, tergantung pada lokasi dimana tumor berada, umumnya gejalanya berupa
adanya suatu benjolan dibawah kulit yang tidak terasa sakit. Hanya sedikit penderita yang
mengeluh sakit, yang biasanya terjadi akibat perdarahan atau nekrosis dalam tumor, dan bisa
juga karena adanya penekanan pada saraf-saraf tepi.

Menurut (http://en.wikipedia.org/wiki/Soft_tissue_tumor), dalam tahap awal, jaringan lunak


tumors biasanya tidak menimbulkan gejala karena jaringan lunak yang relatif elastis, tumors
dapat tumbuh lebih besar, mendorong samping jaringan normal, sebelum mereka merasa atau
menyebabkan masalah. kadang gejala pertama biasanya gumpalan rasa sakit atau bengkak. dan
dapat menimbulkan gejala lainnya, seperti sakit atau rasa nyeri, karena dekat dengan menekan
saraf dan otot. Jika di daerah perut dapat menyebabkan rasa sakit abdominal umumnya
menyebabkan sembelit.

5.Patofisiologi

Menurut (blog.asuhankeperawatan.com/materilengkap), pada umumnya tumor-tumor jaringan


lunak Soft Tissue Tumors (STT) adalah proliferasi masenkimal yang terjadi di jaringan
nonepitelial ekstraskeletal tubuh. Dapat timbul di tempat di mana saja, meskipun kira-kira 40%
terjadi di ekstermitas bawah, terutama daerah paha, 20% di ekstermitas atas, 10% di kepala dan
leher, dan 30% di badan.
Menurut (http://emedicine.medscape.com/article/1253816-overview), tumors jaringan lunak
tumbuh centripetally, meskipun beberapa tumor jinak, seperti serabut luka. Setelah tumor
mencapai batas anatomis dari tempatnya, maka tumor membesar melewati batas sampai ke
struktur neurovascular. Tumor jaringan lunak timbul di lokasi seperti lekukan.

Menurut (http://darryltanod.blogspot.com/2008/11), proses alami dari kebanyakan tumor ganas


dapat dibagi atas 4 fase yaitu :

1.Perubahan ganas pada sel-sel target, disebut sebagai transformasi.


2.Pertumbuhan dari sel-sel transformasi.
3.Invasi lokal.
4.Metastasis jauh.

6.Diagnosis

Menurut (http://en.wikipedia.org/wiki/Soft_tissue_tumor), satu-satunya cara yang handal untuk


menentukan apakah suatu jaringan lunak itu jinak atau ganas adalah melalui biopsi. Karena itu,
semua jaringan lunak yang bertambah besar harus biopsi. Biopsi dapat diperoleh melalui biopsi
jarum atau biopsi dengan bedah. Selama prosedur ini, tenaga kesehatan membuat sebuah
pengirisan atau menggunakan jarum khusus untuk mengambil sampel jaringan tumor dan diteliti
lewat mikroskop. Setelah pemeriksaan tersebut dapat ditemukan jinak atau ganasnya sebuah
tumor dan dapat menentukan tingkatannya.

Menurut (http://blog.asuhankeperawatan.com/materilengkap), metode diagnosis yang paling


umum selain pemeriksaan klinis adalah pemeriksaan biopsi, bisa dapat dengan biopsi aspirasi
jarum halus (FNAB) atau biopsi dari jaringan tumor langsung berupa biopsi insisi yaitu biopsi
dengan mengambil jaringan tumor sebagian sebagai contoh bila ukuran tumornya besar. Bila
ukuran tumor kecil, dapat dilakukan biopsi dengan pengangkatan seluruh tumor. Jaringan hasil
biopsi diperiksa oleh ahli patologi anatomi dan dapat diketahui apakah tumor jaringan lunak itu
jinak atau ganas. Bila jinak maka cukup hanya benjolannya saja yang diangkat, tetapi bila ganas
setalah dilakukan pengangkatan benjolan dilanjutkan dengan penggunaan radioterapi dan
kemoterapi.

7.Penatalaksanaan

Menurut (http://en.wikipedia.org/wiki/Soft_tissue_tumor), secara umum, pengobatan untuk


jaringan lunak tumors tergantung pada tahap dari tumor. Tahap tumor yang didasarkan pada
ukuran dan tingkatan dari tumor. Pengobatan pilihan untuk jaringan lunak tumors termasuk
operasi, terapi radiasi, dan kemoterapi.

1.Bedah adalah yang paling umum untuk perawatan jaringan lunak tumors. Jika memungkinkan,
dokter akan menghapus kanker dan margin yang aman dari jaringan sehat di sekitarnya. Penting
untuk mendapatkan margin bebas tumor untuk mengurangi kemungkinan kambuh lokal dan
memberikan yang terbaik bagi pembasmian dari tumor. Tergantung pada ukuran dan lokasi dari
tumor, mungkin, jarang sekali, diperlukan untuk menghapus semua atau bagian dari lengan atau
kaki.
2.Terapi radiasi dapat digunakan untuk operasi baik sebelum atau setelah shrink Tumors operasi
apapun untuk membunuh sel kanker yang mungkin tertinggal. Dalam beberapa kasus, dapat
digunakan untuk merawat tumor yang tidak dapat dilakukan pembedahan. Dalam beberapa studi,
terapi radiasi telah ditemukan untuk memperbaiki tingkat lokal, tetapi belum ada yang
berpengaruh pada keseluruhan hidup.
3.Kemoterapi dapat digunakan dengan terapi radiasi, baik sebelum atau sesudah operasi untuk
mencoba bersembunyi di setiap tumor atau membunuh sel kanker yang tersisa. Penggunaan
kemoterapi untuk mencegah penyebaran jaringan lunak tumors belum membuktikan untuk lebih
efektif. Jika kanker telah menyebar ke area lain dari tubuh, kemoterapi dapat digunakan untuk
Shrink Tumors dan mengurangi rasa sakit dan menyebabkan kegelisahan mereka, tetapi tidak
mungkin untuk membasmi penyakit.

Menurut (blog.asuhankeperawatan.com/materilengkap), penanganan pada Soft Tissue Tumor


(STT) adalah sebagai berikut :

1.Terapi Medis

Terapi medis termasuk eksisi endoskopik tumor di traktus gastrointestinal bagian atas misalnya:
esophagus, perut (stomach), dan duodenum atau colon.

2.Terapi Pembedahan (Surgical Therapy)

Pembedahan (complete surgical excision) dengan kapsul sangatlah penting untuk mencegah
kekambuhan setempat (local recurrence). Terapi tergantung lokasi tumor. Pada lokasi yang tidak
biasanya, pemindahan lipoma menyesuaikan tempatnya..
Posted by shalha ubaid salim at 12/16/2011 08:56:00 PM

ALUMNI AKADEMI KEPERAWATAN


BUNTET PESANTREN CIREBON
Rabu, 19 Agustus 2009
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. S DENGAN GANGGUAN
PSIKOSOSIAL : FUNGSI PERAN AKIBAT POST OP SOFT TISSUE TUMOR
(STT) DI RUANG VII RSUD GUNUNG JATI CIREB

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. S

DENGAN GANGGUAN PSIKOSOSIAL : FUNGSI PERAN AKIBAT


POST
OP SOFT TISSUE TUMOR (STT) DI RUANG VII

RSUD GUNUNG JATI CIREBON

Disusun Oleh :

YAYAN FIRDAUS HASAN

NIM. 092002S06054

AKADEMI PERAWATAN BUNTET PESANTREN CIREBON

CIREBON

2009
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Sehat sangat dibutuhkan oleh semua orang karena pada zaman modern ini sehat sangat
sulit sekali. Banyak sekali makanan tidak sehat yang dapat menyebabkan penyakit.

Menurut Zaidin Ali (1999:61-63), sehat adalah suatu keseimbangan yang dinamis
antara bentuk dan fungsi tubuh yang dapat mengadakan penyesuaian sehingga tubuh dapat
mengatasi gangguan dari luar. Sedangkan sakit adalah reaksi personal, interpersonal, cultural,
atau perasaan kurang nyaman akibat dari adanya penyakit. Diantara banyaknya penyakit ada
salah satu jenis penyakit tumor yaitu Soft Tissue Tumor.

Menurut (http://darryltanod.blogspot.com/2008/11/rhabdomyosarcoma-rms.html),
Tumor adalah benjolan atau pembengkakan abnormal dalam tubuh, tetapi dalam artian
khusus tumor adalah benjolan yang disebabkan oleh neoplasma. Secara klinis, tumor
dibedakan atas golongan neoplasma dan nonneoplasma misalnya kista, akibat reaksi radang
atau hipertrofi. Sel tumor ialah sel tubuh yang mengalami transformasi dan tumbuh secara
autonom lepas dari

kendali pertumbuhan sel normal sehingga sel ini berbeda dari sel normal dalam bentuk dan
strukturnya. Berikut adalah salah satu contoh tumor jaringan lunak.

Menurut data di rumah sakit Gunung Jati Cirebon, jumlah penderita yang mengidap
Soft Tissue Tumor (STT) periode Januari sampai dengan Juli 2009 adalah 20 orang dengan
presentasi berdasarkan jenis kelamin : laki-laki 45% dan perempuan 55%.

Menurut (http://astaqauliyah.com/tag/gangguan-psikologis/), penyakit tumor tidak


menyebabkan kematian, tidak menular, tetapi karena timbulnya dapat terjadi pada bagian
tubuh mana saja sehingga dapat menyebabkan gangguan kosmetik, menurunkan kualitas
hidup, gangguan psikologis (mental), sosial, dan finansial.

Menurut Suliswati (2005:3) gangguan psikologis adalah gangguan perasaan sejahtera


secara subjektif, suatu penilaian diri tentang perasaan seseorang, mencangkup area seperti
konsep diri tentang seseorang, yang salah satu bagian konsep diri adalah peran.

Menurut (http://docs.google.com/duniapsikologi.com), peran adalah sikap dan perilaku


nilai serta tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat. Peran
yang ditetapkan adalah peran dimana seseorang tidak punya pilihan, sedangkan peran yang
diterima adalah peran yang terpilih atau dipilih oleh individu. Posisi dibutuhkan oleh
individu sebagai aktualisasi diri.
Pada klien penderita yang mengalami perawatan di ruang VII tepatnya pada Ny. S
penulis menemukan permasalahan tentang perasaan klien yang bosan, tidak dapat bekerja
lagi, dan jenuh karena keadaannya yang sedang sakit. Klien selama dirawat di rumah sakit
mendapatkan asuhan keperawatan dalam bentuk tindakan fisik saja.

Oleh karena itu, penulis membuat Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “ASUHAN
KEPERAWATAN PADA Ny. S DENGAN GANGGUAN PSIKOSOSIAL : FUNGSI
PERAN AKIBAT SOFT TISSUE TUMOR (STT) DI RUANG VII RSUD GUNUNG
JATI CIREBON”.

2. Tujuan
1. Tujuan Umum

Mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan psiko-


sosial : fungsi peran akibat Soft Tissue Tumor (STT) secara langsung dan komprehensif
meliputi aspek bio-psiko-sosio-spiritual dengan pendekatan proses keperawatan.

2. Tujuan Khusus
1. Mampu melakukan pengkajian pada Ny. S dengan gangguan psikososial :
fungsi peran akibat Soft Tissue Tumor di ruang VII RSUD Gunung Jati
Cirebon
2. Mampu membuat diagnosa keperawatan untuk Ny. S dengan gangguan
psikososial : fungsi peran akibat Soft Tissue Tumor di ruang VII RSUD
Gunung Jati Cirebon
3. Mampu membuat rencana asuhan keperawatan untuk Ny. S dengan
gangguan psikososial : fungsi peran akibat Soft Tissue Tumor di ruang VII
RSUD Gunung Jati Cirebon
4. Mampu melaksanakan implementasi pada Ny. S dengan gangguan
psikososial : fungsi peran akibat Soft Tissue Tumor di ruang VII RSUD
Gunung Jati Cirebon
5. Mampu melakukan evaluasi pada Ny. S dengan gangguan psikososial :
fungsi peran akibat Soft Tissue Tumor di ruang VII RSUD Gunung Jati
Cirebon
6. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan untuk Ny. S dengan
gangguan psikososial : fungsi peran akibat Soft Tissue Tumor di ruang VII
RSUD Gunung Jati Cirebon.

3. Metode Penulisan

Menurut La Ode Jumadi Gaffar (1999:59), dalam penyusunan laporan Karya Tulis
Ilmiah ini menggunakan metode deskriptif yang berbentuk studi kasus sedangkan tehnik
pengambilan data yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Observasi

Yaitu cara pengumpulan data melalui hasil (melihat, meraba, atau mendengarkan) tentang
kondisi klien dalam kerangka asuhan keperawatan

2. Wawancara

Yaitu cara pengumpulan data melalui tanya jawab kepada klien atau keluarganya, dapat
dilakukan setiap saat selama pemberian asuhan keperawatan dengan memperhatikan
kondisi klien agar komunikasi efektif.

3. Pemeriksaan Fisik

Yaitu cara pengumpulan data melalui inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi, dan
pemeriksaan fisik lainnya seperti CRT (mengukur sirkulasi darah kapiler).

4. Studi Dokumentasi

Yaitu studi berkaitan catatan-catatan kesehatan yang diperoleh dari data subjektif dan
objektif serta medical record dari rumah sakit.

5. Studi Literatur

Yaitu memperoleh data dasar klien dengan literatur yang berhubungan dengan masalah
klien.

4. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN, terdiri dari latar belakang masalah, tujuan, metode penulisan dan
sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN TEORITIS, terdiri dari konsep dasar penyakit yang meliputi definisi,
anatomi fisiologi, etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi, komplikasi,
penatalaksanaan. Dan konsep dasar psikiatri yang meliputi definisi fungsi peran,
faktor predisposisi, faktor presipitasi, rentang konsep diri. Konsep asuhan
keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
implementasi, dan evaluasi.

BAB III TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN, terdiri dari tinjauan kasus dan
pembahasan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
implementasi dan evaluasi.

BAB IV PENUTUP, terdiri dari kesimpulan dan saran


BAB II

TINJAUAN TEORITIS

1. Konsep Dasar Penyakit


1. Konsep Dasar Soft Tissue Tumor (STT)

1. Definisi

Soft Tissue Tumor (STT) adalah benjolan atau pembengkakan abnormal yang
disebabkan oleh neoplasma dan nonneoplasma.
(http://blog.asuhankeperawatan.com/materilengkap).

Soft Tissue Tumor (STT) adalah pertumbuhan sel baru, abnormal, progresif,
dimana sel-selnya tidak tumbuh seperti kanker. (http://www.dinkes.kalbar.go.id/).

Jadi kesimpulannya, Soft Tissue Tumor (STT) adalah suatu benjolan atau
pembengkakan abnormal yang disebabkan pertumbuhan sel baru.

2. Etiologi

Menurut (http://emedicine.medscape.com), etiologi Soft Tissue Tumor :

1. -Kondisi genetik

Ada bukti tertentu pembentukan gen dan mutasi gen adalah faktor predisposisi
untuk beberapa tumor jaringan lunak, dalam daftar laporan gen yang abnormal,
bahwa gen memiliki peran penting dalam diagnosis.

2. -Radiasi
Mekanisme yang patogenic adalah munculnya mutasi gen radiasi-induksi yang
mendorong transformasi neoplastic.
3. -Lingkungan carcinogens

Sebuah asosiasi antara eksposur ke berbagai carcinogens dan setelah itu


dilaporkan meningkatnya insiden tumor jaringan lunak.

4. -Infeksi
Infeksi virus Epstein-Barr dalam orang yang kekebalannya lemah juga akan
meningkatkan kemungkinan tumor pembangunan jaringan lunak.
5. -Trauma
Hubungan antara trauma dan Soft Tissue Tumors nampaknya kebetulan. Trauma mungkin
menarik perhatian medis ke pra-luka yang ada.

3. Anatomi fisiologi

Menurut (blog.asuhankeperawatan.com/materilengkap), jaringan lunak adalah


bagian dari tubuh yang terletak antara kulit dan tulang serta organ tubuh bagian
dalam. Yang tergolong jaringan lunak antara lain adalah otot, tendon, jaringan ikat,
dan jaringan lemak.

Menurut Evelyn C. Pearce (2008:15), anatomi fisiologi jaringan lunak adalah


sebagai berikut :

1. -Otot

Otot ialah jaringan yang mempunyai kemampuan khusus yaitu berkontraksi


bergerak. Otot terdiri atas serabut silindris yang mempunyai sifat yang sama
dengan jaringan yang lain, semua ini diikat menjadi berkas-berkas serabut kecil
oleh sejenis jaringan ikat yang mengandung unsur kontraktil

2. -Tendon

Tendon adalah pengikat otot pada tulang, tendon ini berupa serabut-serabut
simpai yang berwarna putih, berkilap, dan tidak elastis.

3. -Jaringan ikat

Jaringan ikat melengkapi kerangka badan, dan terdiri dari jaringan areolar dan
serabut elastic.

4. Tanda dan Gejala

Menurut (http://blog.asuhankeperawatan.com/materilengkap), tanda dan gejala


tumor jaringan lunak tidak spesifik, tergantung pada lokasi dimana tumor berada,
umumnya gejalanya berupa adanya suatu benjolan dibawah kulit yang tidak terasa
sakit. Hanya sedikit penderita yang mengeluh sakit, yang biasanya terjadi akibat
perdarahan atau nekrosis dalam tumor, dan bisa juga karena adanya penekanan pada
saraf-saraf tepi.

Menurut (http://en.wikipedia.org/wiki/Soft_tissue_tumor), dalam tahap awal,


jaringan lunak tumors biasanya tidak menimbulkan gejala karena jaringan lunak yang
relatif elastis, tumors dapat tumbuh lebih besar, mendorong samping jaringan normal,
sebelum mereka merasa atau menyebabkan masalah. kadang gejala pertama biasanya
gumpalan rasa sakit atau bengkak. dan dapat menimbulkan gejala lainnya, seperti
sakit atau rasa nyeri, karena dekat dengan menekan saraf dan otot. Jika di daerah
perut dapat menyebabkan rasa sakit abdominal umumnya menyebabkan sembelit.

5. Patofisiologi

Menurut (blog.asuhankeperawatan.com/materilengkap), pada umumnya tumor-


tumor jaringan lunak Soft Tissue Tumors (STT) adalah proliferasi masenkimal yang
terjadi di jaringan nonepitelial ekstraskeletal tubuh. Dapat timbul di tempat di mana
saja, meskipun kira-kira 40% terjadi di ekstermitas bawah, terutama daerah paha,
20% di ekstermitas atas, 10% di kepala dan leher, dan 30% di badan.

Menurut (http://emedicine.medscape.com/article/1253816-overview), tumors


jaringan lunak tumbuh centripetally, meskipun beberapa tumor jinak, seperti serabut
luka. Setelah tumor mencapai batas anatomis dari tempatnya, maka tumor membesar
melewati batas sampai ke struktur neurovascular. Tumor jaringan lunak timbul di
lokasi seperti lekukan.

Menurut (http://darryltanod.blogspot.com/2008/11), proses alami dari


kebanyakan tumor ganas dapat dibagi atas 4 fase yaitu :

1. -Perubahan ganas pada sel-sel target, disebut sebagai transformasi.


2. -Pertumbuhan dari sel-sel transformasi.
3. -Invasi lokal.
4. -Metastasis jauh.

6. Diagnosis

Menurut (http://en.wikipedia.org/wiki/Soft_tissue_tumor), satu-satunya cara


yang handal untuk menentukan apakah suatu jaringan lunak itu jinak atau ganas
adalah melalui biopsi. Karena itu, semua jaringan lunak yang bertambah besar harus
biopsi. Biopsi dapat diperoleh melalui biopsi jarum atau biopsi dengan bedah. Selama
prosedur ini, tenaga kesehatan membuat sebuah pengirisan atau menggunakan jarum
khusus untuk mengambil sampel jaringan tumor dan diteliti lewat mikroskop. Setelah
pemeriksaan tersebut dapat ditemukan jinak atau ganasnya sebuah tumor dan dapat
menentukan tingkatannya.

Menurut (http://blog.asuhankeperawatan.com/materilengkap), metode


diagnosis yang paling umum selain pemeriksaan klinis adalah pemeriksaan biopsi,
bisa dapat dengan biopsi aspirasi jarum halus (FNAB) atau biopsi dari jaringan tumor
langsung berupa biopsi insisi yaitu biopsi dengan mengambil jaringan tumor sebagian
sebagai contoh bila ukuran tumornya besar. Bila ukuran tumor kecil, dapat dilakukan
biopsi dengan pengangkatan seluruh tumor. Jaringan hasil biopsi diperiksa oleh ahli
patologi anatomi dan dapat diketahui apakah tumor jaringan lunak itu jinak atau
ganas. Bila jinak maka cukup hanya benjolannya saja yang diangkat, tetapi bila ganas
setalah dilakukan pengangkatan benjolan dilanjutkan dengan penggunaan radioterapi
dan kemoterapi.
7. Penatalaksanaan

Menurut (http://en.wikipedia.org/wiki/Soft_tissue_tumor), secara umum,


pengobatan untuk jaringan lunak tumors tergantung pada tahap dari tumor. Tahap
tumor yang didasarkan pada ukuran dan tingkatan dari tumor. Pengobatan pilihan
untuk jaringan lunak tumors termasuk operasi, terapi radiasi, dan kemoterapi.

1. -Bedah adalah yang paling umum untuk perawatan jaringan lunak tumors. Jika
memungkinkan, dokter akan menghapus kanker dan margin yang aman dari
jaringan sehat di sekitarnya. Penting untuk mendapatkan margin bebas tumor
untuk mengurangi kemungkinan kambuh lokal dan memberikan yang terbaik bagi
pembasmian dari tumor. Tergantung pada ukuran dan lokasi dari tumor, mungkin,
jarang sekali, diperlukan untuk menghapus semua atau bagian dari lengan atau
kaki.
2. -Terapi radiasi dapat digunakan untuk operasi baik sebelum atau setelah shrink
Tumors operasi apapun untuk membunuh sel kanker yang mungkin tertinggal.
Dalam beberapa kasus, dapat digunakan untuk merawat tumor yang tidak dapat
dilakukan pembedahan. Dalam beberapa studi, terapi radiasi telah ditemukan
untuk memperbaiki tingkat lokal, tetapi belum ada yang berpengaruh pada
keseluruhan hidup.
3. -Kemoterapi dapat digunakan dengan terapi radiasi, baik sebelum atau sesudah
operasi untuk mencoba bersembunyi di setiap tumor atau membunuh sel kanker
yang tersisa. Penggunaan kemoterapi untuk mencegah penyebaran jaringan lunak
tumors belum membuktikan untuk lebih efektif. Jika kanker telah menyebar ke
area lain dari tubuh, kemoterapi dapat digunakan untuk Shrink Tumors dan
mengurangi rasa sakit dan menyebabkan kegelisahan mereka, tetapi tidak
mungkin untuk membasmi penyakit.

Menurut (blog.asuhankeperawatan.com/materilengkap), penanganan pada Soft


Tissue Tumor (STT) adalah sebagai berikut :

1. -Terapi Medis

Terapi medis termasuk eksisi endoskopik tumor di traktus gastrointestinal bagian


atas misalnya: esophagus, perut (stomach), dan duodenum atau colon.

2. -Terapi Pembedahan (Surgical Therapy)

Pembedahan (complete surgical excision) dengan kapsul sangatlah penting untuk


mencegah kekambuhan setempat (local recurrence). Terapi tergantung lokasi
tumor. Pada lokasi yang tidak biasanya, pemindahan lipoma menyesuaikan
tempatnya..

2. Konsep Dasar Secara Psikologis Fungsi Peran


1. Definisi

Konsep diri adalah semua ide, pikiran, perasaan kepercayaan dan pendirian
yang diketahui oleh individu dalam hubungannya dengan orang lain. (Suliswati
2005:89).

Peran adalah serangkaian pola sikap perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan
oleh masyarakat dihubungkan dengan fungsi individu di dalam kelompok sosialnya.
(Suliswati 2005:93).

2. Etiologi

Menurut (http://www.usu.com), faktor-faktor yang menyebabkan terganggunya


fungsi peran adalah sebagai berikut :

1. -Konflik peran interpersonal


2. -Individu dan lingkungan tidak mempunyai harapan peran yang selaras
3. -Contoh peran yang tidak adekuat
4. -Kehilangan hubungan yang penting
5. -Perubahan peran seksual
6. -Keragu-raguan peran
7. -Perubahan kemampuan fisik untuk menampilkan peran sehubungan dengan proses
menua
8. -Kurangnya kejelasan peran atau pengertian tentang peran
9. -Ketergantungan obat
10. -Kurang keterampilan sosial
11. -Perbedaan budaya
12. -Harga diri rendah
13. -Konflik antar peran yang sekaligus diperankan
3. Tanda dan Gejala

Menurut (http://www.usu.com), gangguan-gangguan peran yang terjadi


tersebut dapat ditandai dengan tanda dan gejala, seperti :

1. -Mengungkapkan ketidakpuasan perannya atau kemampuan menampilkan peran


2. -Mengingkari atau menghindari peran
3. -Kegagalan transisi peran
4. -Ketegangan peran
5. -Kemunduran pola tanggung jawab yang biasa dalam peran
6. -Proses berkabung yang tidak berfungsi
7. -Kejenuhan pekerjaan

3. Predisposisi

Menurut Suliswati (2005:96), faktor predisposisi gangguan peran adalah


sebagai berikut :
1. -Transisi peran yang sering terjadi pada proses perkembangan, perubahan
situasi dan keadaan sehat sakit.
2. -Ketegangan peran, ketika individu menghadapi dua harapan yang
bertentangan secara terus menerus yang tidak terpenuhi
3. -Keraguan peran, ketika individu kurang pengetahuannya tentang harapan
peran yang spesifik dan bingung tentang tingkah laku peran yang sesuai
4. -Peran yang terlalu banyak.

Menurut (http://www.usu.com), faktor-faktor yang mempengaruhi dalam


menyesuaikan diri dengan peran yang harus dilakukan :

1. -Kejelasan perilaku dengan penghargaan yang sesuai dengan peran


2. -Konsisten respon orang yang berarti terhadap peran yang dilakukan
3. -Kesesuaian dan keseimbangan antara peran yang di embank
4. -Keselarasan budaya dan harapan individu terhadap perilaku peran
5. -Pemisahan situasi yang akan menciptakan ketidaksesuaian perilaku peran

3. Presipitasi

Menurut Suliswati (2005:96), faktor presipitasi dari gangguan peran adalah


sebagai berikut :

1. -Trauma

Masalah spesifik sehubungan dengan konsep diri adalah situasi yang membuat
individu sulit menyesuaikan diri atau tidak dapat menerima khususnya trauma
emosi

2. -Ketegangan peran

Ketegangan peran adalah perasaan frustasi ketika individu merasa adekuat


melakukan peran atau melakukan peran yang bertantangan dengan hatinya atau
merasa tidak cocok dalam melakukan perannya.

3. Rentang Respon

Menurut Suliswati (2005:91), penilaian tentang konsep diri dapat dilihat


berdasarkan rentang respon konsep diri yaitu :

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Aktualisasi Konsep Harga diri Kekacauan Depersonalisasi


identitas
Diri diri Rendah

Positif

2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

Menurut La Ode Jumadi Gaffar (1999 : 57-65), konsep dasar asuhan keperawatan
adalah sebagai berikut :

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan dasar utama atau langka awal dari proses keperawatan
secara keseluruhan. Pada tahap ini semua data/ informasi tentang klien yang
dibutuhkan dikumpulkan dan dianalisa untuk menentukan diagnosa keperawatan.
Tujuan pengkajian keperawatan adalah mengumpulkan data, mengelompokkan data
dan menganalisa data sehingga ditemukan diagnosa keperawatan.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status atau


masalah kesehatan aktual atau potensial. Tujuannya adalah mengidentifikasi :
pertama, adanya masalah aktual berdasarkan respon klien terhadap masalah atau
penyakit; kedua, faktor-faktor yang berkontribusi atau penyebab adanya masalah;
ketiga, kemampuan klien mencegah atau menghilangkan masalah.

Diagnosa yang kemungkanan muncul pada Soft Tissue Tumor :

1. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan luka post operasi


2. Gangguan rasa nyaman nyeri sehubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan akibat
post operasi
3. Gangguan pola aktifitas sehubungan dengan luka post operasi
4. Gangguan rasa aman cemas sehubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit
5. Resiko tinggi infeksi sehubungan dengan
3. Perencanaan

Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat perencanaan


intervensi keperawatan dan aktifitas keperawatan. Tujuan perencanaan adalah untuk
mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien.
4. Implementasi

Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat


dan klien. Hal-hal yang harus diperhatikan ketika melakukan implementasi adalah
intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana.

4. Evaluasi

Fase akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap keperawatan yang
diberikan. Hal-hal yang dievaluasi adalah keakuratan, kelengkapan dan kualitas data,
teratasi atau tidaknya klien serta pencapaian tujuan dan ketepatan intervensi
keperawatan.

2. Konsep Asuhan Keperawatan Konsep Diri : Fungsi Peran

Menurut Budi Anna Keliat, dkk (1999 : 3-15), konsep asuhan keperawatan konsep
diri : fungsi peran adalah sebagai berikut :

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan.
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Isi
dari pengkajian meliputi :

1. Identitas klien
2. Keluhan utama/alasan masuk
3. Faktor predisposisi
4. Aspek fisik/biologis
5. Aspek psikososial
6. Status mental
2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon aktual atau


potensial dari individu, keluarga atau masyarakat terhadap masalah kesehatan/proses
kehidupan. Dalam keperawatan jiwa ditemukan diagnosa beruntun, diman jika etilogi
sudah diberikan tindakan dan permasalahan belum selesai maka problem dijadikan
etiologi pada diagnosa yang baru, demikian seterusnya.

Diagnosa yang muncul pada gangguan fungsi peran adalah

1. Gangguan penampilan peran berhubungan dengan ketidakmampuan menerima


peran dan pekerjaan yang baru
2. Gangguan fungsi peran berhubungan dengan proses penyakit yang diderita
3. Gangguan penampilan peran berhubungan dengan ketidaksesuaian budaya dan
harapan peran diri

3. Rencana Tindakan Keperawatan

Rencana tindakan keperawatan terdiri dari 3 aspek tujuan, intervensi, rasional.


Rencana tindakan disesuaikan dengan standar asuhan keperawatan jiwa Indonesia
atau standar keperawatan Amerika yang membagi karakteristik tindakan berupa :
tindakan konseling, pendidikan kesehatan, perawatan mandiri, terapi modalitas,
perawatan berkelanjutan (continuity care).

4. Implementasi

Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan


keperawatan. Pada situasi nyata sering implementasi jauh berbeda dengan rencana.
Hal ini terjadi karena perawat belum terbiasa menggunakan rencana tertulis dalam
melaksanakan tindakan keperawatan. Yang biasa adalah rencana tidak tertulis yaitu
apa yang dipikirkan, dirasakan, itu yang dilaksanakan . hal ini sangat membahayakan
klien dan perawat jika berakibat fatal dan juga tidak memenuhi aspek legal.

5. Evaluasi

Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respons klien
terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi dua,
yaitu evaluasi proses atau formatif dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan.

Anda mungkin juga menyukai