Anda di halaman 1dari 24

KASUS THT BLOK EMERGENSI

TRAKEITIS

Disusun oleh:

Putri Cantika Reviera

1102013230

Pembimbing:

dr. H. W. Gunawan Kurnaedi, SpTHT-KL

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN


KLINIK SMF ILMU TELINGA, HIDUNG, TENGGOROKAN,
KEPALA DAN LEHER

PERIODE 24 DESEMBER 2018 – 25 JANUARI 2019

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


Embriologi, Anatomi dan Fisiologi Laring

EMBRIOLOGI(1)

Faring, laring, trakea dan paru merupakan derivat foregut embrional yang

terbentuk sekitar 18 hari setelah terjadi konsepsi. Tidak lama sesudahnya terbentuk alur faring

median yang berisi petunjuk-petunjuk pertama sistem pernafasan dan benih laring. Sulkus atau

alur laringotrakeal mulai nyata sekitar hari ke 21 kehidupan embrio. Perluasan alur ke kaudal

merupakan primaordial paru. Alur menjadi lebih dalam dan berbentuk kantung dan kemudian

menjadi dua lobus pada hari ke 27 atau 28. Bangian yang paling proksimal dari tuba akan

menjadi laring. Pembesaran aritenoid dan lamina epitelial dapat dikenali pada hari ke 33.

Sedangkan kartilago, otot, dan sebagian besar pita suara terbentuk dalam 3-4 minggu

berikutnya.

Hanya kartilago epiglotis yang tidak terbentuk hingga masa midfetal. Banyak

struktur merupakan derivat aparatus brankialis.

ANATOMI(2)

Laring berada di depan dan sejajar dengan vetebre cervical 4 sampai 6, bagian atasnya

yang aka melanjutkan ke faring berbentuk seperti bentuk limas segitiga dan bagian bawahnya

yg akan melanjutkan ke trakea berbentuk seperti sirkular.

Laring dibentuk oleh sebuah tulang yaitu tulang hioid di bagian atas dan beberapa

tulang rawan. Tulang hioid berbentuk seperti huruf ‘U’, yang permukaan atasnya dihubungkan

dengan lidah, mandibula, dan tengkorak oleh tendon dan otot-otot. Saat menelan, konstraksi

otot-otot (M.sternohioid dan M.Tirohioid) ini akan menyebabkan laring tertarik ke atas,

sedangkan bila laring diam, maka otot-otot ini bekerja untuk membantu menggerakan lidah.

2
Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago tiroid, krikoid, aritenoid,

kornikulata, kuneiform, dan epiglotis. Kartilago tiroid, merupakan tulang rawan laring yang

terbesar, terdiri dari dua lamina yang bersatu di bagian depan dan mengembang ke arah

belakang. Tulang rawan ini berbentuk seperti kapal, bagian depannya mengalami penonjolan

membentuk “adam’s apple” dan di dalam tulang rawan ini terdapat pita suara, dihubungkan

dengan kartilago krikoid oleh ligamentum krikotiroid.

Kartilago krikoid terbentuk dari kartilago hialin yang berada tepat dibawah kartilago

tiroid berbentuk seperti cincin signet, pada orang dewasa kartilago krikoid terletak setinggi

dengan vetebra C6 sampai C7 dan pada anak-anak setinggi vetebra C3 sampai C4. Kartilago

aritenoid mempunyai ukuran yang lebih kecil, bertanggung jawab untuk membuka dan

menutup laring, berbentuk seperti piramid, terdapat 2 buah (sepasang) yang terletak dekat

permukaan belakang laring dan membentuk sendi dengan kartilago krikoid, sendi ini disebut

artikulasi krikoaritenoid

Sepasang kartilago kornikulata atau bisa disebut kartilago santorini melekat pada

kartilago aritenoid di daerah apeks dan berada di dalam lipatan ariepiglotik. Sepasang kartilago

kuneiformis atau bisa disebut kartilago wrisberg terdapat di dalam lipatan ariepiglotik ,

kartilago kornikulata dan kuneiformis berperan dalam rigiditas dari lipatan ariepiglotik.

Sedangkan kartilago tritisea terletak di dalam ligamentum hiotiroid lateral.

3
Gambar1. anatomi laring(11)

Epiglotis merupakan Cartilago yang berbentuk daun dan menonjol keatas dibelakang

dasar lidah. Epiglottis ini melekat pada bagian belakang kartilago thyroidea. Plica

aryepiglottica, berjalan kebelakang dari bagian samping epiglottis menuju cartilago arytenoidea,

membentuk batas jalan masuk laring.

Membrana mukosa di Laring sebagian besar dilapisi oleh epitel respiratorius, terdiridari

sel-sel silinder yang bersilia. Plica vocalis dilapisi oleh epitel skuamosa.

Plica vocalis adalah dua lembar membrana mukosa tipis yang terletak di atas

ligamenturn vocale, dua pita fibrosa yang teregang di antara bagian dalam kartilago thyroidea

di bagian depan dan cartilago arytenoidea di bagian belakang. Plica vocalis palsu adalah dua

lipatan membrana mukosa tepat di atas plica vocalis sejati. Bagian ini tidak terlibat dalarn

produksi suara.

4
Gambar2. pita suara(12)

Pada laring terdapat 2 buah sendi, yaitu artikulasi krikotiroid dan artikulasi

krikoaritenoid. Ligamentum yang membentuk susunan laring adalah ligamentum seratokrikoid

(anterior, lateral, dan posterior ), ligamentum krikotiroid medial, ligamentum krikotiroid

posterior, ligamentum kornikulofaringeal, ligamentum hiotoroid lateral, ligamentum hiotiroid

media, ligamentum hioepiglotica, ligamentum ventricularis , ligamentum vocale yang

menghubungkan kartilago aritenoid dengan kartilago tiroid dan ligamentum tiroepiglotica.

Gerakan laring dilaksanakan oleh kelompok otot-otot ekstrinsik dan otot-otot instrinsik,

otot-otot ekstrinsik terutama bekerja pada laring secara keseluruhan , sedangkan otot-otot

instrinsik menyebabkan gerakan bagian-bagian laring sendiri. Otot-otot ekstrinsik laring ada

yang terletak diatas tulang hyoid (suprahioid), dan ada yang terletak dibawah tulang hyoid

(infrahioid). Otot ekstrinsik yang supra hyoid ialah M. Digastricus, M.Geniohioid,

M.Stylohioid, dan M.Milohioid. Otot yang infrahioid ialah M.sternohioid dan M.Tirohioid.

Otot-otot ekstrinsik laring yang suprahioid berfungsi menarik laring kebawah, sedangkan yang

infrahioid menarik laring keatas. Otot-otot intrinsik laring ialah M. Krikoaritenoid lateral.

5
M.Tiroepiglotica, M.vocalis,M. Tiroaritenoid, M.Ariepiglotica, dan M.Krikotiroid. Otot-otot

ini terletak di bagian lateral laring.Otot-otot intrinsik laring yang terletak di bagian posterior,

ialah M.aritenoid transversum, M.Ariteniod obliq dan M.Krioaritenoid posterior.

Gambar 3. otot pada laring(13)

Rongga laring.(2)

Batas atas rongga laring (cavum laryngis) ialah aditus laring, batas bawahnya ialah

bidang yang melalui pinggir bawah kartilago krikoid. Batas depannya ialah permukaan

6
belakang epiglottis, tuberkulum epiglotic, ligamentum tiroepiglotic, sudut antara kedua belah

lamina kartilago tiroid dan arkus kartilago krikoid. Batas lateralnya ialah membran

kuadranagularis, kartilago aritenoid, konus elasticus, dan arkus kartilago krikoid, sedangkan

batas belakangnya ialah M.aritenoid transverses dan lamina kartilago krikoid.

Dengan adanya lipatan mukosa pada ligamentum vocale dan ligamentum ventrikulare,

maka terbentuklah plika vocalis (pita suara asli) dan plica ventrikularis (pita suara palsu).

Bidang antara plica vocalis kiri dan kanan, disebut rima glottis, sedangkan antara kedua plica

ventrikularis disebut rima vestibuli.

Plica vocalis dan plica ventrikularis membagi rongga laring dalam tiga bagian, yaitu

vestibulum laring , glotic dan subglotic.

Vestibulum laring ialah rongga laring yang terdapat diatas plica ventrikularis. Daerah

ini disebut supraglotic. Antara plica vocalis dan pita ventrikularis, pada tiap sisinya disebut

ventriculus laring morgagni.

Rima glottis terdiri dari dua bagian, yaitu bagian intermembran dan bagian

interkartilago. Bagian intermembran ialah ruang antara kedua plica vocalis, dan terletak

dibagian anterior, sedangkan bagian interkartilago terletak antara kedua puncak kartilago

aritenoid, dan terletak di bagian posterioir. Daerah subglotic adalah rongga laring yang terletak

di bawah pita suara (plicavocalis).

Persyarafan(2)

Laring dipersarafi oleh cabang-cabang nervus vagus, yaitu n.laringeus superior dan

laringeus inferior (recurrent). Kedua saraf ini merupakan campuran saraf motorik dan sensorik.

Nervus laryngeus superior mempersarafi m.krikotiroid, sehingga memberikan sensasi pada

mukosa laring dibawah pita suara. Saraf ini mula-mula terletak diatas m.konstriktor faring

7
medial, disebelah medial a.karotis interna, kemudian menuju ke kornu mayor tulang hyoid dan

setelah menerima hubungan dengan ganglion servikal superior, membagi diri dalam 2 cabang,

yaitu ramus eksternus dan ramus internus.

Ramus eksternus berjalan pada permukaan luar m.konstriktor faring inferior dan

menuju ke m.krikotiroid, sedangkan ramus internus tertutup oleh m.tirohioid terletak disebelah

medial a.tiroid superior, menembus membran hiotiroid, dan bersama-sama dengan a.laringeus

superior menuju ke mukosa laring.

Nervus laringeus inferior merupakan lanjutan dari n.rekuren setelah saraf itu

memberikan cabangnya menjadi ramus kardia inferior. Nervus rekuren merupakan lanjutan

dari n.vagus.

Nervus rekuren kanan akan menyilang a.subklavia kanan dibawahnya, sedangkan

n.rekuren kiri akan menyilang aorta. Nervus laringis inferior berjalan diantara cabang-cabang

arteri tiroid inferior, dan melalui permukaan mediodorsal kelenjar tiroid akan sampai pada

permukaan medial m.krikofaring. Disebelah posterior dari sendi krikoaritenoid, saraf ini

bercabang dua menjadi ramus anterior dan ramus posterior, Ramus anterior akan mempersarafi

otot-otot intrinsik laring bagian lateral, sedangkan ramus posterior mempersyarafi otot-otot

intrinsik laring superior dan mengadakan anstomosis dengan n.laringitis superior ramus

internus.

8
Gambar 4. persarafan laring(14)

Pendarahan.(2)

Pendarahan untuk laring terdiri dari 2 cabang yaitu a.laringitis superior dan a.laringitis

inferior.Arteri laryngeus superior merupakan cabang dari a.tiroid superior. Arteri laryngitis

superior berjalan agak mendatar melewati bagian belakang membran tirohioid bersama-sama

dengan cabang internus dari n.laringis superior kemudian menembus membran ini untuk

berjalan kebawah di submokosa dari dinding lateral dan lantai dari sinus piriformis, untuk

memperdarahi mukosa dan otot-otot laring.

Arteri laringeus interior merupakan cabang dari a.tiriod inferior dan bersama-sama

dengan n.laringis inferior berjalan ke belakang sendi krikotiroid, masuk laring melalui daerah

pinggir bawah dari m.konstriktor faring inferior. Di dalam arteri itu bercabang-cabang

memperdarahi mukosa dan otot serta beranastomosis dengan a.laringis superior.

9
Pada daerah setinggi membran krikotiroid a.tiroid superior juga memberikan cabang

yang berjalan mendatar sepanjang membrane itu sampai mendekati tiroid. Kadang-kadang

arteri ini mengirimkan cabang yang kecil melalui membran krikotiroid untuk mengadakan

anastomosis dengan a.laringeus superior.

Vena laringeus superior dan vena laringeus inferior letaknya sejajar dengan a.laringis

superior dan inferior dan kemudian bergabung dengan vena tiroid superior dan inferior.

Pembuluh Limfe(1)(2)

Pembuluh limfa untuk laring banyak, kecuali di daerah lipatan vocal. Disini mukosanya

tipis dan melekat erat dengan ligamentum vokale. Di daerah lipatan vocal pembuluh limfa

dibagi dalam golongan superior dan inferior.

Pembuluh eferen dari golongan superior berjalan lewat lantai sinus piriformis dan

a.laringeus superior, kemudian ke atas, dan bergabung dengan kelenjar dari bagian superior

rantai servikal dalam. Pembuluh eferen dari golongan inferior berjalan kebawah dengan

a.laringeus inferior dan bergabung dengan kelenjar servikal dalam, dan beberapa dintaranya

menjalar sampai sejauh kelenjar supraklavikular.

10
FISIOLOGI(2)

Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan, emosi serta

fonasi.Fungsi laring untuk proteksi ialah untuk mencegah makanan dan benda asing masuk

kedalam trakea, dengan jalan menutup aditus laring dan rima glotis secara bersamaan. Terjadi

penutupan aditus laring ialah akibat karena pengangkatan laring ke atas akibat kontraksi otot-

otot ekstrinsik laring. Dalam hal ini kartilogo aritenoid bergerak ke depan akibat kontraksi

m.tiro-aritenoid dan m.aritenoid. Selanjutnya m.ariepiglotika berfungsi sebagai sfingter.

Penutupan rima glotis terjadi karena adduksi plika vokalis. Kartilago arritenoid kiri dan

kanan mendekat karena aduksi otot-otot intrinsik.Selain itu dengan reflex batuk, benda asing

yang telah masuk ke dalam trakea dapat dibatukkan ke luar. Demikian juga dengan bantuan

batuk, sekret yang berasal dari paru dapat dikeluarkan.

Fungsi respirasi dan laring ialah dengan mengatur besar kecilnya rima glottis. Bila

m.krikoaritenoid posterior berkontraksi akan menyebabkan prosesus vokalis kartilago

aritenoid bergerak ke lateral, sehingga rima glottis terbuka.

Dengan terjadinya perubahan tekanan udara di dalam traktus trakeo-bronkial akan

dapat mempengaruhi sirkulasi darah dari alveolus, sehingga mempengaruhi sirkulasi darah

tubuh. Dengan demikian laring berfungsi juga sebagai alat pengatur sirkulasi darah.

Fungsi laring dalam membantu proses menelan ialah dengan 3 mekanisme, yaitu

gerakan laring bagian bawah ke atas, menutup aditus laring dan mendorong bolus makanan

turun ke hipofaring dan tidak mungkin masuk kedalam laring.

Laring juga mempunyai fungsi untuk mengekspresikan emosi seperti berteriak,

mengeluh, menangis dan lain-lain.

11
Fungsi laring yang lain ialah untuk fonasi, dengan membuat suara serta menentukan

tinggi rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada diatur oleh peregangan plica vokalis. Bila plica

vokalis dalam aduksi, maka m.krikotiroid akan merotasikan kartilago tiroid kebawah dan

kedepan, menjauhi kartilago aritenoid. Pada saat yang bersamaan m.krikoaritenoid posterior

akan menahan atau menarik kartilago aritenoid ke belakang. Plika vokalis kini dalam keadaan

yang efektif untuk berkontraksi. Sebaliknya kontraksi m. Krikoaritenoid akan mendorong

kartilago aritenoid ke depan, sehingga plika vokalis akan mengendor. Kontraksi serta

mengendornya plika vokalis akan menentukan tinggi rendahnya nada.

12
LARINGITIS

DEFINISI1

Laringitis adalah peradangan pada laring yang terjadi kerena banyak sebab. Inflamasi
laring sering terjadi sebagai akibat terlalu banyak menggunakan suara, pemajanan terhadap
debu, bahan kimiawi, asap, polutan lainnya atau sebagai bagian dari infeksi saluran nafas atas.
Kemungkinan juga disebabkan oleh infeksi yang terus terisolasi yang hanya mengenai pita
suara.

Laringitis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada laring
(pita suara), yang menyebabkan suara serak dan hilangnya suara. Ada dua tipe laringitis: akut
dan kronis. Laringitis akut hanya berlangsung beberapa hari sedangkan laringitis kronis dapat
bertahan hingga lebih dari 3 minggu. Infeksi virus adalah penyebab paling umum dari laringitis
akut sedangkan refluks asam merupakan penyebab paling sering dari laringitis kronis.
Laringitis kronis yang berat dapat menyebabkan pneumonia (infeksi paru).

ETIOLOGI

Biasanya infeksi virus menyebabkan laringitis kronis. Infeksi bakteri seperti difteri juga

dapat menjadi penyebabnya, tapi hal ini jarang terjadi. Laringitis dapat juga terjadi saat

menderita suatu penyakit atau setelah sembuh dari suatu penyakit, seperti salesma, flu atau

radang paru-paru (pnemonia).(5)

Kasus yang sering terjadi pada laringitis kronis termasuk juga iritasi yang terus menerus

terjadi karena penggunaan alkohol yang berlebihan, banyak merokok atau asam dari perut yang

mengalir kembali ke dalam kerongkongan dan tenggorokan, suatu kondisi yang disebut

gastroeosophageal reflex disease (GERD). Tanpa mengkesampingkan bakteri sebagai

penyebabnya.(5)

Tabel perbedaan etiologi yang mendasari terjadinya laringitis akut dan kronis(6)

Type of Laryngitis

13
Common Causes of
Acute (Short-lived) Chronic (longer term)
Laryngitis

Infectious

Bacterial X

Viral X

Fungal X X

Contact

Reflux X X

Pollutants X X

Smoking X

Inhaled Medications X

Caustic Ingestions X X

Medical

Vocal misuse X X

Vocal abuse X

Trauma X X

Allergic

Allergies X X

14
Dryness (Laryngitis Sicca)

Dehydration X X

Dry Atmosphere X X

Mouth Breathing X X

Medications X X

Thermal

Closed-Space Fire X X

Crack Pipe X X

PATOFISIOLOGI3
Laringitis akut merupakan inflamasi dari mukosa laring dan pita suara yang berlangsung
kurang dari 3 minggu. Parainfluenza virus, yang merupakan penyebab terbanyak dari laringitis,
masuk melalui inhalasi dan menginfeksi sel dari epitelium saluran nafas lokal yang bersilia,
ditandai dengan edema dari lamina propia, submukosa, dan adventitia, diikuti dengan infitrasi
saluran dengan histosit, limposit, sel plasma dan lekosit polimorfonuklear (PMN). Terjadi
pembengkakan dan kemerahan dari saluran nafas yang terlibat. Kebanyakan ditemukan pada
dinding lateral dari trakea dibawah pita suara. Karena trakea subglotis dikelilingi oleh kartilago
krikoid, maka pembengkakan terjadi pada lumen saluran nafas dalam, menjadikannya sempit,
bahkan sampai hanya sebuah celah.

Laringitis akut terjadi akibat infeksi bakteri atau virus, penggunaan suara yang berlebih,
inhalasi polutan lingkungan. Laringitis kronik dapat terjadi setelah laringitis akut yang
berulang, dan juga dapat diakibatkan oleh penyakit traktus urinarisu atas kronik, merokok,
pajanan terhadap iritan yang bersifat konstan, dan konsumsi alkohol berlebih. Tanda dari
laringitis kronik ini yaitu nyeri tenggorokan yang tidak signifikan, suara serak, dan terdapat
edema pada laring (Astari, 2011).

15
Laringitis pada anak sering diderita oleh anak usia 3 bulan hingga 3 tahun, dan biasanya
disertai inflamasi pada trakea dan bronkus dan disebut sebagai penyakit croup. Penyakit ini
seringkali disebabkan oleh virus, yaitu virus parainfluenza, adenovirus, virus influenza A dan
B, RSV, dan virus campak. Selain itu, M. Pneumoniae juga dapat menyebabkan croup. Infeksi
oleh bakteri dan virus menyebabkan inflamasi dan edema pada laring, trakea, dan bronkus,
sehingga menyebabkan obstruksi jalan napas dan menimbulkan gejala, yaitu berupa afonia,
suara stridor, dan batuk. Produksi mukus dapat terjadi dan menyebabkan obstruksi jalan napas
semakin parah. Tidak terdapat gangguan menelan. Gejala ini biasanya muncul saat malam hari
dan dapat membaik di pagi hari. Penyakit croup dapat sembuh sendiri dalam waktu 3 – 5 hari.

MANIFESTASI KLINIS
Pada laringitis akut teradapat gejala radang umum, seperti demam, malaise, gejala
rinofaringtis, batuk disertai suara paru sampai tidak bersuara sama sekali (afoni). Gejala yang
mula-mula timbul adalah rasa kering ditenggorok, nyeri ketika menelan atau berbicara. Sering
disertai batuk kering dan lama-kelamaan akan timbul batuk dengan dahak yang kental. Pada
keadaan lanjut sering menimbulkan gejala sumbatan jalan napas bagian atas sampai sianosis.
Hal ini sering terjadi pada anak. Pada pemeriksaan laringoskopi tampak mukosa laring
kemerhan dan membengkak. Gerakan pita suara tidak terganggu kecuali bila sudah terjadi
edema pada pita suara.

Pada laringitis kronis, serak merupakan gejala yang paling sering ditemukan. Gejala
serak berubah-ubah sepanjang hari, namun paling parah pada pagi hari. Sering disertai batuk
dan mendehem oleh karena adanya sekret yang lengket dan kental di tenggorok Laringitis
kronis ditandai dengan suara serak yang persisten. Laringitis kronis mungkin sebagai
komplikasi dari sinusitis kronis dan bronchitis kronis.

Gejala laringitis pada umumnya seperti sakit tenggorokan, batuk yang dapat merupakan
gejala dari/atau faktor dalam menyebabkan laringitis, kesulitan menelan, sensasi
pembengkakan di daerah laring, dingin atau gejala seperti flu (seperti batuk, juga dapat menjadi
faktor penyebab untuk laringitis), demam, kesulitan bernafas (kebanyakan pada anak-anak),
kesulitan makan, peningkatan produksi air liur dalam mulut.

FAKTOR PREDISPOSISI
1. Perubahan cuaca / suhu.
2. Gizi kurang / mal nutrisi.
3. Penyalahgunaan alkohol

16
4. Pencapaian suara berlebihan (ex; guru, pembawa acara, penyanyi dll)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu :

 Laringoskopi, yang menunjukkan adanya pita suara yang membengkak dan


kemerahan
 Kultur eksudat pada kasus laringitis yang lebih berat
 Biopsi, yang biasanya dilakukan pada pasien laringitis kronik dengan riwayat
merokok atau ketergantungan alkohol
 Pemeriksaan laboratorium CBC (complete blood cell count)
 Pemeriksaan foto toraks pada tanda dan gejala yang berat

PENATALAKSANAAN DAN TERAPI


Penatalaksanaan laringitis akut termasuk mengistirahatkan suara, menghindari merokok,
istirahat di tempat tidur, dan menghirup uap dingin atau aerosol. Jika laringitis merupakan
bagian dari infeksi pernapasan yang lebih luas akibat organisme bakteri atau jika lebih parah,
terapi antibiotic yang tepat perlu diberikan. Sebagian besar pasien dapat sembuh Dengan
pengobatan konservatif; namun laryngitis cenderung lebih parah pada pasien lansia dan dapat
diperburuk oleh pneumonia.

Dalam buku penatalaksanaan penyakit dan kelainan THT, penatalaksanaan laringitis akut :

1. Perawatan umum
a. Istirahat bicara dan bersuara selama 2-3 hari.
b. Dianjurkan menghirup udara lembab.
c. Menghindari iritasi pada laring dan faring, misalnya merokok, makanan pedas
atau minuman dingin.
d. Penderita dapat berobat jalan. Kecuali bila ada tanda sumbatan jalan napas,
penderita harus dirawat terutama pada anak-anak.
2. Perawatan khusus
Terapi medikamentosa :
a. Antibodika golongan penisilin
Anak 50 mg/kg dibagi dalam 3 dosis

17
Dewasa 3 x 500 mg per hari
Bila alergi terhadap penisilin dapat diberikan eritrosin atau bactrim.
b. Kortikoseroid diberikan untuk mengatasi edema laring.
3. Terapi bedah
Tergantung pada stadium sumbatan laring. Pada anak bila terjadi gejala sumbatan
jalan napas menurut klasifikasi Jackson, dilakukan terapi sebagai berikut :
- Stadium I : Rawat, observasi, pemberian O2 dan terapi adekuat.
- Stadium II-III : Trakeostomi
- Stadium IV : Intubasi dan oksigenasi, kemudian dilanjutkan dengan trakeostomi.

Untuk laringits kronis, pengobatannya termasuk mengistirahatkan suara, menghilangkan


setiap infeksi traktus respiratorius primer yang mungkun ada, dan membatasi merokok.
Penggunaan kortikosteroid topical, seperti inhalasi beklometason dipropionate (vanceril),
dapat digunakan.

Dalam buku penatalaksanaan penyakit dan kelainan THT (Fakultas kedokteran, 2003 ;
276), penatalaksanaan pada laringitis kronis adalah menghindari dan mengobati dan faktor-
faktor penyebab dengan :

1. Istirahat bersuara (vocal rest), tidak banyakbicara atau bersuara keras.


2. Antibiotika, bila terdapat tanda infeksi.
3. Ekspektoral

LARINGITIS KRONIS

Terbagi menjadi non-spesifik dan spesifik.

Non-Spesifik laringitis kronis

Sering merupakan radang kronis yang disebabkan oleh infeksi pada saluran pernapasan,

seperti selesma,influensa,bronkhitis atau sinusitis. Akibat paparan zat-zat yang membuat

iritasi,seperti asap rokok, alkohol yang berlebihan, asam lambung atau zat-zat kimia yang

terdapat pada tempat kerja.Terlalu banyak menggunakan suara, dengan terlalu banyak bicara,

18
berbicara terlalu keras atau menyanyi (vokal abuse). Pada peradangan ini seluruh mukosa

laring hiperemis, permukaan yang tidak rata dan menebal.(15)

Gejala klinis yang sering timbul adalah berdehem untuk membersihkan tenggorokan.

Selain itu ada juga suara serak, Perubahan pada suara dapat berfariasi tergantung pada tingkat

infeksi atau iritasi, bisa hanya sedikit serak hingga suara yang hilang total, rasa gatal dan kasar

di tenggorokan, sakit tenggorokan, tenggorokan kering, batuk kering, sakit waktu menelan.

Gejala berlangsung beberapa minggu sampai bulan.(15)

Pada pemeriksaan ditemukan mukosa yang menebal, permukaannya tidak rata dan

hiperemis. Bila terdapat daerah yang dicurigai menyerupai tumor, maka perlu dilakukan

biopsi.(15)

Pengobatan yang dilakukan tergantung pada penyebab terjadinya laryngitis dan

simtomatis. Pengobatan terbaik untuk langiritis yang diakibatkan oleh sebab-sebab yang

umum, seperti virus, adalah dengan mengistirahatkan suara sebanyak mungkin dan tidak

membersihkan tenggorokan dengan berdehem. Bila penyebabnya adalah zat yang dihirup,

maka hindari zat penyebab iritasi tersebut. Dengan menghirup uap hangat dari baskom yang

diisi air panas mungkin bisa membantu. Bila anak yang masih berusia batita atau balita

mengalami langiritis yang berindikasi karahcroup, bisa digunakan kortikosteroid seperti

dexamethasone. Untuk laringitis kronis yang juga berhubungan dengan kondisi lain seperti rasa

terbakardi uluh hati, merokok atau alkoholik, harus dihentikan.(7)

Untuk mencegah kekeringan atau iritasi pada pita suara : (5)(6)(7)(15)

1. Jangan merokok, dan hindari asap rokok dengan tidak menjadi perokok tidak langsung.

Rokok akan membuat tenggorokan kering dan mengakibatkan iritasi pada pita suara.

19
2. Minum banyak air . Cairan akan membantu menjaga agar lendir yang terdapat

tenggorokan tidak terlalu banyak dan mudah untuk dibersihkan.

3. Batasi penggunaan alkohol dan kafein untuk mencegah tenggorokan kering . Bila

mengalami langiritis, hindari kedua zat tersebut diatas.

4. Jangan berdehem untuk membersihkan tenggorokan. Berdehem tidak akan berakibat

baik, karena berdehem akan menyebabkan terjadinya vibrasi abnormal peda pita suara

dan meningkatkan pembengkakan . Berdehem juga akan menyebabkan tenggorokan

memproduksi lebih banyak lendir dan merasa lebih iritasi , membuat ingin berdehem

lagi.

Pada laringitis kronis akibat alergi, pasien biasanya memiliki onset bertahap dengan

gejala yang ringan. Pasien dapat mengeluhkan adanya akumulasi mukus berlebih dalam laring.

Dalam pemeriksaan laringoskopi biasa dijumpai sekresi mukus endolaringeal tebal dalam

kadar ringan hingga sedang, eritema dan edema lipatan pita suara serta inkompetensi glotis

episodik selama fase fonasi.(5)(6)

Pada kasus laringitis kronis alergi, tatalaksana meliputi edukasi kepada pasien untuk

menghindari faktor pemicu. Medikasi antihistamin loratadine atau fexofenadine dipilih karena

tidak memiliki efek samping dehidrasi. Sekresi mukus yang tebal dan lengket dapat di atasi

dengan pemberian guaifenesin. (7)(15)

Laringitis kronis spesifik

LARINGITIS TUBERKULOSA

Penyakit ini hampir selalu sebagai akibat dari tuberkulosis paru. Sering kali setelah

diberikan pengobatan, tuberkulosisnya sembuh tetapi laringitis tuberkulosanya menetap. Hal

ini terjadi karena struktur mukosa laring yang sangat lekat pada kartilago serta vaskularisasi

20
yang tidak sebaik paru, sehingga bila infeksi sudah mengenai kartilago, pengobatannya lebih

lama. Infeksi kuman ke laring dapat terjadi melalui udara pernafasan, sputum yang

mengandung kuman, atau penyebaran melalui aliran darah atau limfe. Tuberkulosis dapat

menimbulkan gangguan sirkulasi. Edema dapat timbul di fossa inter aritenoid, kemudian ke

aritenoid, plika vokalis, plika ventrikularis, epiglotis, serta subglotik.(4)(8)

Secara klinis, laringitis tuberkulosis terbagi menjadi 4 stadium yaitu : (4)

 Stadium infiltrasi. Mukosa laring posterior mengalami pembengkakan dan hiperemis,

kadang pita suara terkena juga, pada stadium ini mukosa laring tampak pucat.

Kemudian di daerah sub mukosa terbentuk tuberkel, sehingga mukosa tidak rata,

tampak bintik-bintik yang berwarna kebiruan. Tuberkel itu makin besar, serta beberapa

tuberkel yang berdekatan bersatu, sehingga mukosa diatasnya meregang. Pada suatu

saat, karena sangat meregang, maka akan pecah dan timbul ulkus. Pada stadium ini

pasien dapat merasakan adanya rasa kering ditenggorokan, panas dan tertekan di daerah

laring, selain itu juga terdapat suara parau.

 Stadium ulcesari. Ulkus yang timbul pada akhir stadium infiltrasi membesar. Ulkus ini

dangkal, dasarnya ditutupi oleh perkejuan, serta dirasakan nyeri waktu menelan yang

hebat bila dibandingkan dengan nyeri karena radang (khas), dapat juga terjadi

hemoptisis.

 Stadium perikondritis. Ulkus makin dalam, sehingga mengenai kartilago laring, dan

yang paling sering terkena ialah kartilago aritenoid dan epiglotis. Dengan demikian

terjadi kerusakan tulang rawan, sehingga terbentuk nanah yang berbau, proses ini akan

melanjut dan terbentuk sekuester. Pada stadium ini pasien dapat terjadi afoni dan

keadaan umum sangat buruk dan dapat meninggal dunia. Bila pasien dapat bertahan

maka proses penyakit berlanjut dan masuk dalam stadium fibrotuberkulosis.

21
 Stadium fibrotuberkulosa. Pada stadium ini terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding

posterior, pita suara dan subglotik.

Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan THT termasuk

pemeriksaan laring tak langsung untuk melihat laring melalui kaca laring, maupun pemeriksaan

laring langsung dengan laringoskopi. Pemeriksaan penunjang seperti laboratorium dapat di

temukannya tes BTA positif, dan patologi anatomi.(3)(8)

Penatalaksanaannya berupa pembeian obat antituberkulosis primer dan sekunder.

Selain itu pasien juga harus mengistirahatkan suaranya. Beberapa macam dan cara pemberian

obat antituberkulosa :(9)

 Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin,

Pirazinamid. Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang

masih dapat ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-

obat ini.

 Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin,

Kapreomisin dan Kanamisin.

LARINGITIS LUETIKA(3)(5)

Disebabkan oleh kuman treponema palidum, sudah sangat jarang dijumpai pada bayi

ataupun orang dewasa. laring tidak pernah terinfeksi pada stadium pertama sifilis. Pada stadium

kedua, laring terinfeksi dengan tanda-tanda adanya edema yang hebat dan lesi mukosa

berwarna keabu-abuan. Sumbatan jalan nafas dapat terjadi karena adanya pembengkakan

mukosa. Pada stadium ketiga, terbentuknya guma yang nanti akan pecah dan menimbulkan

ulcerasi, perikondritis dan fibrosis.

22
Gejala klinis yang ditemukan adalah suara parau dan batuk yang kronis. Disfagia timbul

bila gumma terdapat dekat introitus esofagus. Pada penyakit ini, pasien tidak merasakan nyeri,

mengingat kuman ini juga menyerang saraf-saraf di perifer.

Pada pemeriksaan, bila guma pecah, maka ditemukan ulkus yang sangat dalam, bertepi

dengan dasar yang keras, berwarna merah tua serta mengeluarkan eksudat yang berwarna

kekuningan. Ulkus ini tidak menyebabkan nyeri dan menjalar sagat cepat, sehingga bila tidak

terbentuk proses ini akan menjadi perikondritis.

Diagnosis dapat ditegakkan dengan tes serologi (RPR,VDRL, dan FTA-ABS) dan

biopsi.

Penatalaksanaan dengen pemberian antibiotika golongan penicilin dosis tinggi,

pengengkatan sekuester, bila terdapat sumbatan laring karena stenosis dapat dilakukan

trakeostomi dan operasi rekonstruksi(8)

Prognosis pada penyakit ini kurang bagus pada gumma yang sudah pecah, karena

menyebabkan destruksi pada kartilago dan bersifat permanen

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Roezin A. Sistem Aliran Limfa Leher.Dalam:Soepardi EA. Buku Ajar llmu


Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher.Edisi ke-6. Jakarta. Balai
Penerbit FKUI . 2007. h. 174-177.

2. Cohen James . Anatomi dan Fisiologi laring. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi
ke-6. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran.EGC. 1997. h. 369-376

3. Lee KJ. Essential Otolaryngology. Head and Neck Surgery, 6th ed. Appleton & Lange
Stamfort,Connecticut P.

4. Hermani B, Abdurrachman H, Cahyono A. Kelainan Laring.Dalam: Soepardi


EA. Buku Ajar llmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher.Edisi ke-
6. Jakarta. Balai Penerbit FKUI . 2007.h. 237-242

5. Lalwani AK : Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology – Head & Neck


Surgery, 2nd Edition. New York:The McGraw-Hill.2007.

6. Dhillon, R.S. ,East C.A.. Ear, Nose, and Throat and Head and Neck Surgery. 2nd
Edition. Churcill Livingstone. 2000. Hal. 56-68

7. Brandwein-Gensler, Majorie. Laryngeal Pathology. In:Van De Water Thomas R. ,

Staecker H. Otolaryngology Clinical review. New York:Thieme. 2008. Hal. 574-591

8. Banovetz JD. Gangguan Laring Jinak. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke-6.

Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran.EGC. 1997. h. 378-396

24

Anda mungkin juga menyukai