BAB I Stroke
BAB I Stroke
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Stroke merupakan penyakit serebrovaskular yang umum terjadi. Biasanya stroke terjadi pada usia > 50
tahun namun ada pula yang mengalami serangan stroke pada usia muda. Stroke terjadi secara tiba-tiba.
Penyebab stroke yang paling umum adalah karena hipertensi dan penyakit kardiovaskular. Penanganan
stroke harus dilakukan dengan segera karena jika tidak segera ditangani maka dapat menyebabkan
kecacatan bahkan kematian. Di unit gawat darurat, pasien yang datang dengan serangan stroke penting
dilakukan pengkajian dan penatalaksanaan ABC agar dapat segera tertangani.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah agar mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan
pada pasien dengan stroke hemoragik
2. Tujuan khusus
Mahasiswa mampu:
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
Stroke atau cedera serebrovaskular adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya
suplai darah ke bagian otak.
Stroke hemoragik diakibatkan oleh adanya hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral
dengan perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak).
B. ETIOLOGI
Stroke hemoragik disebabkan oleh adanya perdarahan intraserebral karena hipertensi. Faktor-faktor
yang dapat menyebabkan perdarahan intraserebral diantaranya adalah:
Hipertensi
Kolesterol tinggi
Obesitas
Kontrasepsi oral
Merokok
Penyalahgunaan obat
Konsumsi alkohol.
C. PATOFISIOLOGI
Perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab utama kasus gangguan pembuluh
darah otak. Perdarahan serebral dapat terjadi di luar duramater (hemoragi ekstradural atau epidural),
dibawah duramater, (hemoragi subdural), diruang subarachnoid (hemoragi subarachnoid) atau di dalam
substansi otak (hemoragi intraserebral).
Hemoragi ekstradural (epidural) adalah kedaruratan bedah neuro yang memerlukan perawatan segera.
Ini biasanya mengikuti fraktur tengkorak dengan robekan arteri dengan arteri meningea lain.
Hemoragi subdural (termasuk hemoragi subdural akut) pada dasarnya sama dengan hemoragi epidural,
kecuali bahwa hematoma subdural biasanya jembatan vena robek. Karenanya, periode pembentukan
hematoma lebih lama ( intervensi jelas lebih lama) dan menyebabkan tekanan pada otak. Beberapa
pasien mungkin mengalami hemoragi subdural kronik tanpa menunjukkan tanda dan gejala.
Hemoragi subarachnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau hipertensi, tetapi penyebab paling
sering adalah kebocoran aneurisma pada area sirkulus wilisi dan malformasi arteri-vena kongenital pada
otak. Arteri di dalam otak dapat menjadi tempat aneurisma.
Hemoragi intraserebral paling umum pada pasien dengan hipertensi dan aterosklerosis serebral, karena
perubahan degeneratif karena penyakit ini biasanya menyebabkan ruptur pembuluh darah. pada orang
yang lebih muda dari 40 tahun, hemoragi intraserebral biasanya disebabkan oleh malformasi arteri-vena,
hemangioblastoma dan trauma, juga disebabkan oleh tipe patologi arteri tertentu, adanya tumor otak
dan penggunaan medikasi (antikoagulan oral, amfetamin dan berbagai obat aditif).
Perdarahan biasanya arterial dan terjadi terutama sekitar basal ganglia. Biasanya awitan tiba-tiba dengan
sakit kepala berat. Bila hemoragi membesar, makin jelas defisit neurologik yang terjadi dalam bentuk
penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital. Pasien dengan perdarahan luas dan hemoragi
mengalami penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital.
D. PATHWAYS
Terlampir
E. MANIFESTASI KLINIK
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana
yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuar, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder
atau aksesori)
Kehilangan motorik : hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sesi otak yang
berlawanan, hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh.
Kehilangan komunikasi : disartria (kesulitan bicara), disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan
bicara), apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya)
Gangguan persepsi: disfungsi persepsi visual, gangguan hubungan visual-spasial, kehilangan sensori
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa stroke hemoragik antara lain
adalah:
1. Angiografi
Arteriografi dilakukan untuk memperlihatkan penyebab dan letak gangguan. Suatu kateter dimasukkan
dengan tuntunan fluoroskopi dari arteria femoralis di daerah inguinal menuju arterial, yang sesuai
kemudian zat warna disuntikkan.
2. CT-Scan
Dapat menunjukkan lokasi perdarahan, gelombang delta lebih lambat di daerah yang mengalami
gangguan.
G. PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN
Penatalaksanaan awal pada pasien stroke yaitu bertujuan untuk mempertahankan jalan napas dan
ventilasi adekuat yang merupakan prioritas.
pasien ditempatkan pada posisi lateral atau semifowler atau semi telungkup dengan kepala tempat tidur
agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang.
Intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik perlu untuk pasien dengan stroke masif karena henti
pernapasan biasanya faktor yang mengancam kehidupan pada situasi ini.
Pasien dipantau untuk adanya komplikasi pulmonal (aspirasi, atelektasis, pneumonia) yang gmungkin
berkaitan dengan kehilangan refleks jalan napas, imobilitas atau hipoventilasi.
Terapi diuretik diberikan untuk menurunkan edema serebral.
H. PENGKAJIAN PRIMER
Airway: pengkajian mengenai kepatenan jalan. Kaji adanya obstruksi pada jalan napas karena dahak,
lendir pada hidung, atau yang lain.
Breathing: kaji adanya dispneu, kaji pola pernapasan yang tidak teratur, kedalaman napas, frekuensi
pernapasan, ekspansi paru, pengembangan dada.
Circulation: meliputi pengkajian volume darah dan kardiac output serta perdarahan. Pengkajian ini
meliputi tingkat kesadaran, warna kulit, nadi, dan adanya perdarahan.
Disability: yang dinilai adalah tingkat kesadran serta ukutan dan reaksi pupil.
I. PENGKAJIAN SEKUNDER
Pengkajian sekunder adalah pemeriksaan kepala sampai kaki (head to toe) termasuk reevaluasi
pemeriksaan TTV.
1. Anamnesis
Setiap pemeriksaan yang lengkap memerlukan anamnesis mengenai riwayat perlukaan. Riwayat
“AMPLE” (alergi, medikasi, past illness, last meal, event/environment) perlu diingat.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dengan evaluasi kepala akan adanya luka, kontusio atau fraktuf. Pemeriksaan
maksilofasialis, vertebra sevikalis, thoraks, abdomen, perineum, muskuloskeletal dan pemeriksaan
neurologis juga harus dilakukan dalam secondary survey.
3. Reevaluasi
Selama secondary survey, mungkin akan dilakukan pemeriksaan diagnostik yang lebih spesifik seperti
foto tambahan dari tulang belakang serta ekstremitas, CT-Scan kepala, dada, abdomen dan prosedur
diagnostik lain.