A. Definisi
B. Epidemiologi
Mayoritas pada bayi atau sangat umum di jumpai pada neonatus. Biasanya
berkembang selama 5 minggu kehamilan. Di Amerika Serikat Hidrokel diperkirakan
mempengaruhi 1% dari pria dewasa. Lebih dari 80% dari anak laki-laki yang baru
lahir memiliki prosesus vaginalis paten, tapi yang paling dekat secara spontan dalam
waktu 18 bulan. Insiden hidrokel meningkat dengan tingkat peningkatan survival bayi
prematur dan dengan meningkatnya penggunaan rongga peritoneal untuk
ventriculoperitoneal (VP) shunts, dialisis, dan transplantasi ginjal. Hydroceles
Kebanyakan kongenital dan dicatat pada anak usia 1-2 tahun. Kronis atau hydroceles
sekunder biasanya terjadi pada pria yang lebih tua dari 40 tahun.
C. Etiologi
Hidrokel yang terjadi pada bayi baru lahir dapat disebabkan karena belum
sempurnanya penutupan prosesus vaginalis sehingga terjadi aliran cairan peritoneum
ke prosesus vaginalis atau belum sempurnanya sistem limfatik di daerah skrotum
dalam melakukan reabsorbsi cairan hidrokel. Pada bayi laki-laki hidrokel dapat terjadi
mulai dari dalam rahim. Pada usia kehamilan 28 minggu ,testis turun dari rongga
perut bayi ke dalam skrotum, dimana setiap testis ada kantong yang mengikutinya
sehingga terisi cairan yang mengelilingi testis tersebut.
Pada orang dewasa, hidrokel dapat terjadi secara idiopatik (primer) dan
sekunder. Penyebab sekunder dapat terjadi karena didapatkan kelainan pada testis atau
epididimis yang menyebabkan terganggunya sistem sekresi atau reabsorbsi cairan di
kantong hidrokel. Kelainan pada testis itu mungkin suatu tumor, infeksi, atau trauma
pada testis atau epididimis. Kemudian hal ini dapat menyebabkan produksi cairan
yang berlebihan oleh testis, maupun obstruksi aliran limfe atau vena di dalam
funikulus spermatikus.
D. Klasifikasi
a. Hidrokel primer Hidrokel primer terlihat pada anak akibat kegagalan penutupan
prosesus vaginalis. Prosesusvaginalis adalah suatu divertikulum peritoneum
embrionik yang melintasi kanalis inguinalisdan membentuk tunika vaginalis. Hidrokel
jenis ini tidak diperlukan terapi karena dengansendirinya rongga ini akan menutup
dan cairan dalam tunika akan diabsorpsi.
a. Hidrokel testis: Kantong hidrokel seolah-olah mengelilingi testis sehingga testis tak
dapat diraba. Pada anamnesis, besarnya kantong hidrokel tidak berubah sepanjang
hari.
3. Menurut onset :
a. Hidrokel akut: Biasanya berlangsung dengan cepat dan dapat menyebabkan nyeri.
Cairan berrwarna kemerahan mengandung protein, fibrin, eritrosit dan sel polimorf.
b. Hidrokel kronis: Hidrokel jenis ini hanya menyebabkan peregangan tunika secara
perlahan dan walaupun akan menjadi besar dan memberikan rasa berat, jarang
menyebabkan nyeri.
E. Patofisiologi
Pada orang dewasa hidrokel dapat terjadi secara idiopatik (primer) dan
sekunder. Penyebab sekunder terjadi karena didapatkan kelainan pada testis atau
epididimis yang menyebabkan terganggunya sistem sekresi atau reabsorpsi cairan di
kantong hidrokel. Kelainan tersebut mungkin suatu tumor, infeksi atau trauma pada
testis atau epididimis. Dalam keadaan normal cairan yang berada di dalam rongga
tunika vaginalis berada dalam keseimbangan antara produksi dan reabsorpsi dalam
sistem limfatik.
F. Diagnosa
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik
Pada inspeksi Skrotum akan tampak lebih besar dari yang lain. Palpasi pada
skrotum yang hidrokel terasa ada fluktuasi, dan relatif kenyal atau lunak tergantung
pada tegangan di dalam hidrokel, permukaan biasanya halus. Palpasi hidrokel
seperti balon yang berisi air. Juga penting dilakukan palpasi korda spermatikus di
atas insersi tunika vaginalis. Pembengkakan kistik karena hernia atau hidrokel serta
padat karena tumor. Normalnya korda spermatikus tidak terdapat penonjolan, yang
membedakannya dengan hernia skrotalis yang kadang-kadang transiluminasinya
juga positif. Pada Auskultasi dilakukan untuk mengetahui adanya bising usus untuk
menyingkirkan adanya hernia.
3. Pemeriksaan Penunjang
G. Terapi
Hidrokel biasanya tidak berbahaya dan pengobatan biasanya baru dilakukan jika
penderita sudah merasa terganggu atau merasa tidak nyaman atau jika hidrokelnya
sedemikian besar sehingga mengancam aliran darah ke testis. Hidrokel pada bayi
biasanya ditunggu hingga anak mencapai usia 1 tahun dengan harapan setelah
prosesus vaginalis menutup, hidrokel akan sembuh sendiri, tetapi jika hidrokel masih
tetap ada atau bertambah besar perlu dipikirkan untuk dilakukan koreksi.
(3) Hidrokel permagna yang dirasakan terlalu berat dan mengganggu pasien
Hidrokelektomi
SPERMATOKEL
A. DEFINISI
Spermatokel, yang juga dikenal sebagai kista spermatik, adalah kondisi medis yang
ditandai dengan terbentuknya kantung abnormal (kista) yang terisi dengan cairan dan
sperma mati di dalam epididimis, suatu saluran bergulung padat yang terletak di belakang
testis dimana sprema disimpan dan matang. Ketika kista ini tidak terisi dengan sperma,
kondisi ini dikenal sebagai kista epdidimal
B. ETIOLOGI
Penyebab spermatokel belum diketahui secara pasti. Tetapi, Banyak ahli percaya hasil dari
penyumbatan di salah satu tabung yang mengalirkan sperma dari testis ke epididimis.
Trauma dan peradangan juga dapat menyebabkan spermatokels. Beberapa hipotesis
termasuk bahwa spermatokel mungkin timbul dari ductules eferen, mungkin dilations
aneurisma dari epididimis, atau mungkin dilatasi sekunder untuk obstruksi distal
C. MANIFESTASI KLINIS
Nyeri di testis juga bisa disebabkan oleh kista yang tumbuh di epididimis (tabung
melingkar yang terletak di belakang setiap testis). Kista ini jinak dan mulai keluar sebagai
akumulasi sel-sel sperma. Sering kali, kista sangat kecil dan tidak menimbulkan masalah.
Namun kadang-kadang, kista tumbuh dengan ukuran beberapa sentimeter. Pada titik ini,
pria mungkin merasa berat di testis, tidak nyaman atau bahkan rasa sakit.
D. PATOFISIOLOGI
Spermatokel dapat berasal dari divertikulum rongga yang ditemukan pada caput
epididimid. Sperma yang menumpuk disitu lama kelamaan akan menumpuk dan membuat
suatu divertikulum pada caput epididimis. Spermatokel ini diduga pula berasal dari
epididimitis atau trauma fisik. Timbulnya scar pada bagian manapun di epididmis, akan
menyebabkan obstruksi dan mungkin mengakibatkan timbulnya spermatokel.
E. DIAGNOSIS
Lunak
1. Transluminasi
2. USG skrotum
A. Definisi
Hernia ini disebut lateralis karena menonjol dari perut di lateral pembuluh
epigastrika inferior. Dikenal sebagai indirek karena keluar melalui dua pintu dan
saluran, yaitu annulus dan kanalis inguinalis. Pada pemeriksaan hernia lateralis akan
tampak tonjolan berbentuk lonjong. Dapat terjadi secara kongenital atau akuisita
B. Anamnesis dan Pemeriksaan fisik
Pada anamnesis pasien mengeluhkan benjolan pada skrotumnya,benjolan
kadang bisa mengecil saat tiduran tapi ketika berdiri benjolan bisa membesar lagi.
Pasien jarang mengeluhkan nyeri.Pada pemeriksaan fisik ditemukan benjolan sampai
ke kantung skrotum dengan konsistensi lunak dan idak nyeri.
C. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Ultrasound pada daerah inguinal dengan pasien dalam posisi
supine dan posisi berdiri dengan manuver valsafa dilaporkan memiliki sensitifitas dan
spesifisitas diagnosis mendekati 90%. Pemeriksaan ultrasonografi juga berguna untuk
membedakan hernia incarserata dari suatu nodus limfatikus patologis atau penyebab
lain dari suatu massa yang teraba di inguinal. Pada pasien yang sangat jarang dengan
nyeri inguinal tetapi tak ada bukti fisik atau sonografi yang menunjukkan hernia
inguinalis.
D. Penatalaksanaan
Hampir semua hernia harus diterapi dengan operasi. Karena potensinya
menimbulkan komplikasi inkarserasii atau strangulasi lebih berat dibandingkan resiko
yang minimal dari operasi hernia.
Indikasi operasi :
- Hernia inguinalis lateralis pada anak-anak harus diperbaiki secara operatif tanpa
penundaan, karena adanya risiko komplikasi yang besar terutama inkarserata,
strangulasi, yang termasuk gangren alat-alat pencernaan (usus), testis, dan adanya
peningkatan risiko infeksi dan rekurensi yang mengikuti tindakan operatif.
- Pada pria dewasa, dilakukan operasi elektif atau cito terutama pada keadaan
inkarserata dan strangulasi. Pada pria tua, ada beberapa pendapat (Robaeck-Madsen,
Gavrilenko) bahwa lebih baik melakukan elektif surgery karena angka mortalitas, dan
morbiditas lebih rendah jika dilakukan cito surgery.
Konservatif :
- Reposisi bimanual : tangan kiri memegang isi hernia membentuk corong sedangkan
tangan kanan mendorongnya ke arah cincin hernia dengan tekanan lambat dan
menetap sampai terjadi reposisi
- Bantal penyangga, bertujuan untuk menahan hernia yang telah direposisi dan harus
dipakai seumur hidup. Namun cara ini sudah tidak dianjurkan karena merusak kulit
dan otot abdomen yang tertekan, sedangkan strangulasi masih mengancam.
TUMOR TESTIS
A. Patogenesis
Sebagian besar (± 95%) tumor testis primer, berasal dari sel germinal,
sedangkan isinya berasal dari non germinal. Tumor germinal testis terdiri atas
seminoma dan non seminoma. Seminoma berbeda sifatnya dengan non-seminoma,
antara lain sifat keganasannya, respon terhadap radioterapi dan prognosis tumor.
Tumor-tumor sel embrional testis merupakan satu golongan tumor yang heterogen.
Dari berbagai klasifikasi tumor testis ganas, klasifikasi organisasi kesehatan dunia
(WHO) paling sering dipakai. Disamping seminoma yang memang berasal dari sel
germinal terdapat karsinoma embrional, teratoma dan koriokarsinoma yang
digolongkan non seminoma, yang dianggap berasal dari sel germinal pada tahap
perkembangan lain histogenesis. Seminoma meliputi sekitar 40% dari tumor ganas
testis. Koriokarsinoma jarang sekali ditemukan (1%). Metastasis tumor testis kadang
berbeda sekali dari tumor induk, yang berarti tumor primer terdiri dari berbagai jenis
jaringan embrional dengan daya invasi yang berbeda.
Klasifikasi tumor ganas testis
Seminoma - khas
- spermatositik
- anaplastik
- teratokarsinoma
Koriokarsinoma
Penentuan stadium klinis yang sederhana dikemukakan oleh Boden dan Gibb :
Stadium A atau I : tumor testis terbaas pada testis, tidak ada bukti penyebaran
baik secara klinis maupun radiologis.
Tumor testis menyebar melalui pembuluh limfe. Kelenjar limfe terletak para aortal
kiri setinggi L2 tepat dibawah hilus ginjal dan di sebelah kanan antara aorta dan
v.kava setinggi L3 dan prakava setinggi L2. Metastasis di kelenjar inguinal hanya
terjadi setelah penyusupan tumor ke dalam kulit skrotum atau setelah dilakukan
pembedahan pada funikulus spermatikus. Penyebaran hematogen luas pada tahap dini
merupakan tanda koriokarsinoma.
C. Gambaran Klinis
Pasien biasanya mengeluh adanya pembesaran testis yang seringkali tidak nyeri,
namun 30% mengeluh nyeri dan terasa berat pada kantung skrotum, sedang 10%
mengeluh nyeri akut pada skrotum. Tidak jarang pasien mengeluh karena merasa ada
massa di perut sebelah atas (10%) karena pembesaran kelenjar para aorta, benjolan
pada kelenjar leher dan 5% pasien mengeluh adanya ginekomastia.
Pada pemeriksaan fisis testis terdapat benjolan padat keras, tidak nyeri pada palpasi
dan tidak menunjukkan tanda transiluminasi. Diperhatikan adanya infiltrasi tumor
pada funikulus atau epididimis. Perlu dicari kemungkinan adanya massa di
abdomen, benjolan kelenjar supraklavikuler, ataupun ginekomasti.
Kolik ginjal sebagai akibat bendungan atau penutupan ureter oleh metastasis
kelenjar retroperitoneal.
Malaise umum dengan anemia dan laju enap darah yang tinggi.
D. Diagnosis
HEMATOKEL
A. Definisi
Adalah penumpukan darah di dalam tunika vaginalis, biasanya didahului oleh
trauma. Jika hanya sedikit, biasanya darah akan kembali diserap, tetapi jika banyak
perlu dilakukan pembedahan untuk membuangnya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Akut skrotum merupakan suatu keadaan timbulnya gejala nyeri dan bengkak pada skrotum
beserta isinya yang bersifat mendadak dan disertai gejala lokal dan sistemik yang
memerlukan penanganan yang segera tepat, dan adekuat. Menentukan diagnosis akut skrotum
bukanlah suatu hal yang mudah karena akut skrotum dapat ditimbulkan oleh berbagai macam
sebab dan area pemeriksaan yang lunak membuat pemeriksaan klinis menjadi lebih sulit
sehingga perlu diketahui lebih banyak tentang ciri-ciri yang membedakan dari tiap faktor
penyebab.
DAFTAR PUSTAKA
1. Yusuf Hakan Çavusoglu. Acute scrotum : Etiology and Management. Ind J Pediatrics
2005;72(3):201-4
11. Laris E. Galejs and Evan J. Kass. Diagnosis and Treatment of Acute Scrotum. AAFP J
1999;19(4)
15. John N. Krieger. Epididimitis. Dalam: Smith’s General Urology 6th ed. 2003.h189-95
16. Francis X. Schneck, Mark F. Bellinger. Abnormalities of the testis and scrotum and their
surgical management. Dalam: Walsh : Campbell’s Urology 8th ed. 2002.h267-77
17. Sjamsuhidayat R, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi revisi. 1997, EGC Jakarta
19. G.A Luzz, T.S. O’Brein. Acute Epididymitis. BJU Int. 2001;87,747-755
22. Giovanni Grechi, Vincenzo Li Marzi. Testicular Torsion in Glenn’s Urology Surgery 5 th
ed. 1998, h.70-5