Anda di halaman 1dari 77

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/324247614

MODUL PELATIHAN APARATUR DESA DALAM PENGELOLAAN DANA DESA

Book · October 2017

CITATION READS
1 7,478

1 author:

Natal Kristiono
Universitas Negeri Semarang
19 PUBLICATIONS   2 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Pendidikan Anti Korupsi View project

Wasino Wasino View project

All content following this page was uploaded by Natal Kristiono on 06 April 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


MODUL PELATIHAN
APARATUR DESA
DALAM PENGELOLAAN

[Type the company name]


DANA DESA

OLEH : NATAL KRISTIONO,S.Pd.,M.H.


KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala nikmat yang telah diberikan
sehingga kami dapat menyelesaikan Modul Pelatihan Aparatur Desa Dalam
pengelolaan Dana Desa” dengan baik dan tepat dengan waktu yang ditetapkan.
Modul ini disusun untuk membantu aparatur desa dalam pengelolaan dana desa
sehingga mampu mencegah tindak pidana korupsi . Kami berharap setelah modul ini
tersusun dengan baik, modul ini dapat bermanfaat bagi pembacanya dan dapat
menambahkan pengetahuan baru bagi pembacanya. Penyusun menyadari bahwa modul
ini masih jauh dari kata sempurna, maka kami sangat membutuhkan kritik yang
membangun agar modul ini menjadi lebih baik lagi.

[Type the company name]

1
DAFTAR ISI

Halaman Judul ........................................................................................................... 0


Kata Pengantar ........................................................................................................... 1
Daftar Isi .................................................................................................................... 2

1. Modul 1
Penguatan karakter Pemerintah Desa Sebagai Pelayan Publik ............................ 3

[Type the company name]


2. Modul 2
Penindakan dan Dampak Korupsi Aparatur Pemerintah Desa ............................ 26
3. Modul 3
Pembangunan Zona Integritas Menuju Pemerintah Desa Bebas Korupsi ........... 36
4. Modul 4
Pentingnya Pendidikan Anti Korupsi Bagi Aparatur Desa .................................. 43
5. Modul 5
Kebijakan Penguatan Badan Usaha Milik Desa ( BUMD ) Melalui
Dana Alokasi Desa ............................................................................................... 61

2
MODUL 1

PENGUATAN KARAKTER PEMERINTAHAN DESA SEBAGAI


PELAYAN PUBLIK

A. Latar Belakang
Indek korupsi Indonesia tahun 2015 mengalami kenaikan yang konsisten
dari tahun ke tahun. Pemberantasan korupsi terus digalakkan dalam rangka
meningkatakan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini disampaikkan

[Type the company name]


oleh Transparency International Indonesia mengalami kenaikan 2 poin dari
sebelumnya. Kenaikan itu cukup memberikan tingkat signifikansi dalam
peringkatnya, yaitu 19 peringkat dari tahun sebelumnya. Saat ini Indonesia urutan
ke 88 dari 168 negara dengan skor 36. Skor itu masih dibawah Malaysia, Singapura,
dan Thailand (PBB, 2015).
Meningkatnya indeks korupsi di Indonesia memberikan peluang yang cukup
signifikan bagi pemerintah dan masyarakat untuk terus bekerjasama dalam
memerangi korupsi. Dibutuhkan kerja keras dan keseriusan untuk mengatasinya
sebab korupsi telah menjadi rantai yang terus melilit terutama bagi orang-orang
yang berkepentingan, bahkan dapat menghinggapi siapa saja tidak mengenal jabatan
dan status sosialnya. Korupsi di Indonesia sudah merajalela bahkan telah merambah
ke berbagai sektor bagaikan menjadi virus yang menular baik di pemerintah pusat
maupun hingga ke jajaran aparatur pemerintahan desa.
Praktek penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia saat ini masih penuh
dengan ketidakpastian biaya, waktu dan cara pelayanan. Mengurus pelayanan publik
ibaratnya memasuki hutan belantara yang penuh dengan ketidakpastian. Waktu dan
3
biaya pelayanan tidak pernah jelas bagi para pengguna pelayanan. Hal ini terjadi
karena prosedur pelayanan tidak pernah mengatur kewajiban dari penyelenggara
pelayanan dan hak dari warga sebagai pengguna. Prosedur cenderung hanya
mengatur kewajiban warga ketika berhadapan dengan unit pelayanan.
Ketidakpastian yang sangat tinggi ini mendorong warga untuk membayar pungli
kepada petugas agar kepastian pelayanan bisa segera diperoleh. Ketidakpastian bisa
juga mendorong warga memilih menggunakan biro jasa untuk menyelesaikan
pelayanannya daripada menyelesaikannya sendiri. Disamping itu juga sering dilihat
dan didengar adanya tindakan dan perilaku oknum pemberi pelayanan yang tidak
sopan, tidak ramah, dan diskriminatif. Sebagai konsekuensi logisnya, dewasa ini
kinerja pemerintah sebagai pelayan publik banyak menjadi sorotan, terutama sejak
timbulnya iklim yang lebih demokratis dalam pemerintahan. Rakyat mulai

[Type the company name]


mempertanyakan akan nilai yang mereka peroleh atas pelayanan yang dilakukan
oleh instansi pemerintah.
Semua permasalahan tersebut, pada hakekatya tidak perlu terjadi secara
drastis dan dramatis. Sebagaimana yang pernah dialami selama ini, seandainya
pemerintah dan aparatur pemerintahannya memiliki kredibilitas yang memadai dan
kewibawaan yang dihormati oleh rakyatnya. Pemerintah yang memiliki etika dan
moralitas yang tinggi dalam menjalankan kewenangan pemerintahannya, tentu
memiliki akuntabilitas dan penghormatan yang tinggi pula terhadap tuntutan
aspirasi dan kepentingan masyarakat yang dilayaninya. Dalam pemerintahan yang
demikian itu pula iklim keterbukaan, partisipasi aktif dan pemberdayaan masyarakat
dapat diwujudkan, sebagai manifestasi dari gagasan yang dewasa ini mulai
dikembangkan, yaitu penerapan etika dalam pelayanan publik Melihat betapa
kompleksnya masalah yang terjadi dalam praktek penyelenggaraan pelayanan
publik, maka upaya penerapan etika pelayanan publik di Indonesia msenuntut
pemahaman dan sosialisasi yang menyeluruh, dan menyentuh semua dimensi
persoalan yang dihadapi oleh birokrasi pelayanan. Permasalahannya sekarang 4
adalah sejauhmana pemahaman dan penerapan etika pelayanan publik oleh birokrasi
pemerintah desa. Masalah ini perlu pengkajian secara kritis dan mendalam, karena
berbagai praktek buruk dalam penyelenggaraan pelayanan publik seperti:
ketidakpastian pelayanan, pungutan liar, dan pengabaian hak dan martabat warga
pengguna pelayanan, masih amat mudah dijumpai dihampir setiap satuan pelayanan
publik.
Faktor utama dalam keterpurukan pelayanan publik di Indonesia adalah
lemahnya etika sumber daya manusia (SDM), yaitu birokrat yang bertugas
memberikan pelayanan kepada masyarakat. Etika pelayanan publik harus
berorientasi kepada kepentingan masyarakat berdasar asas transparansi dan
akuntabilitas demi kepentingan masyarakat. Dalam pemberian pelayanan publik
khususnya di Indonesia, pelanggaran moral dan etika dapat kita amati mulai dari

[Type the company name]


proses kebijakanpublik yaitu pengusulan program, proyek, dan kegiatan yang tidak
didasarkanatas kenyataan desain organisasi pelayanan publik mengenai pengaturan
struktur, formalisasi, dispersi otoritas terhadap kepentingan tertentu, proses
manajemen pelayanan publik yang penuh rekayasa dan kamuflase mulai dari
perencanaan teknis, pengelolaan keuangan, sumber daya manusia,informasi yang
semuanya itu nampak dari sifat-sifat tidak transparan, tidak responsif, tidak
akuntabel, tidak adil sehingga tidak dapat memberikan kualitas pelayanan yang
unggul kapada masyarakat. Sudah sepantasnnya pelayanan umum dilakukan secara
beretika agartidak adanya kekecewaan dalam suatu masyarakat.
Desa sebagai penyelenggara pemerintahan terkecil merupakan ujung
tombak baik dalam pelayanan maupun pembangunaan. Penyelengaraan
pemerintahan desa diselenggarakan oleh Kepala desa beserta perangkat desa dan
parlemen desa (BPD). Dalam menuju tata pemerintahan desa yang baik maka
dibutuhkan kemitraan dan kerjsama yang baik antara pemerintah desa dengan
parlemen desa .
Pada perkembangannya sebagian besar desa di Indonesia pada hakekatnya 5
sampai sekarang masih tetap merupakan kesatuan masyarakat hukum asli,
dengan berlandaskan pada peraturan hukum adat. Penyeragaman peraturan desa
justru menghambat tumbuhnya kreativitas dan partisipasi masyarakat dalam
memenuhi kehidupan dan penghidupannya secara mandiri, sehingga hanya
membuatnya tertinggal dibanding masyarakat lain. Di pihak lain, antisipasi terhadap
berbagai perkembangan masyarakat akibat berbagai tuntutan termasuk
perkembangan penyelenggaraan pemerintahan sangat diperlukan. Sesuai dengan
amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945,
pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahannya menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian
otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan

[Type the company name]


peran serta masyarakat.
Penyelenggaraan pemerintahan desa merupakan subsistem dari sistem
penyelenggaraan pemerintahan, sehingga desa memiliki kewenangan untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. Peran aparatur pemerintah desa
sangat diharapkan dalam rangka mewujudkan peran pemerintahan sesuai dengan yang
diharapkan oleh pemerintah dalam UU No. 32 tahun 2004, yakni pemerintah desa
diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus daerahnya masing-masing
demi kesejahteraan rakyat yang berimbas kepada terwujudnya pembangunan nasional.
Dalam lingkungan pemerintah desa, kepala desa dan seluruh perangkat desa
sebagai pelaksana tugas pemerintah di desa yang diharapkan dapat melaksanakan
tugas pemerintah desa dengan baik demi terciptanya kesejahteraan dan
pembangunan rakyat di desa. Peran aparatur pemerintah desa merupakan suatu
ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) yang
telah dicapai oleh manajemen, yang mana target tersebut sudah ditentukan terlebih
dahulu. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa,
Pemerintah Desa adalah penyelenggara urusan pemerintahan oleh Pemerintah
Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem
Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam rangka membangun
kualitas kinerja pemerintahan yang efektif dan efisien, diperlukan waktu untuk
6
memikirkan bagaimana mencapai kesatuan kerjasama sehingga mampu
meningkatkan kepercayaan masyarakat. Untuk itu, berdasarkan pemaparan
permaslahan tersebut maka disusunlah makalah tentang diperlukan adanya penguatan
karakter pada aparatur pemerintahan desa sebagai pelayan publik agar dapat
diminimalisir pelaksanaan tindak pidana korupsi pada aparat desa.

B. Konsep Pelayananan Publik Yang Diselenggarakan Oleh Aparatur


Pemerintahan
Manajemen pelayanan publik yang diselenggarakan oleh aparatur
pemerintahan dimaknai sebagai keseluruhan kegiatan pengelolaan pelayanan oleh
instansi-instansi pemerintah atau badan hukum lain milik pemerintah kepada

[Type the company name]


masyarakat sesuai dengan kewenangannya, baik pelayanan yang diberikan secara
langsung maupun tidak langsung melalui kebijakan-kebijakan tertentu. Sejalan
dengan perkembangan penyelenggaraan negara dan dalam upaya
mewujudkan pelayanan prima, paradigm pelayanan publik berkembang dengan
fokus pengelolaan pelayanan yang berorientasi pada kepuasan pelanggan
(costumer driven government), dengan ciri-ciri berikut :
1) Lebih memfokuskan kepada fungsi pengaturan, melalui berbagai
kebijakan yang memfasilitasi berkembangnya peluang yang kondusif
bagi kegiatan pelayanan oleh masyarakat;
2) Lebih memfokuskan diri pada pemberdayaan masyarakat, sehingga
masyarakat mempunyai rasa memiliki yang tinggi terhadap fasilitas pelayanan
yang telah dibangun bersama;
3) Menerapkan sistem kompetisi dalam hal penyediaan pelayanan publik tertentu;
4) Berfokus pada pencapaian visi, misi, tujuan dan sasaran yang berorientasi
pada hasil (outcomes) yang sesuai dengan input yang digunakan.
5) Lebih mengutamakan keinginan masyarakat;
6) Dalam hal tertentu, Pemerintah berperan juga untuk memperoleh pendapatan 7

dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan;


7) Lebih mengantisipasi permasalahan pelayanan;
8) Lebih mengutamakan desentralisasi dalam pelayanan;
9) Menerapkan sistem pasar dalam memberikan pelayanan.
Dalam Keputusan Menteri PAN Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang
Pedoman Umum penyelenggaraan Pelayanan Publik yang kemudian
dicantumkan juga dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
No. 25 tahun 2004 tentang pedoman umum Penyusunan indeks
kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi pemerintah disebutkan.
1. Prinsip Pelayanan Publik
a) Kesederhanaan Pelayanan

[Type the company name]


Prinsip kesederhanaan ini mengandung arti bahwa prosedur/tata cara
pelayanan diselenggarakan secara mudah, lancar, cepat, tepat, tidak berbelit-
belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta
pelayanan.
b) Kejelasan dan Kepastian Pelayanan
 Prinsip ini mengandung arti adanya kejelasan dan kepastian mengenai :
 Prosedur/tata cara pelayanan, baik persyaratan teknis maupun
administratif;
 Unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab
dalam memberikan pelayanan; Rincian biaya/tarif pelayanan dan tata cara
pembayarannya;
 Jadwal waktu penyelesaian pelayanan.
c) Keamanan dalam Pelayanan
Prinsip ini mengandung arti proses serta hasil pelayanan dapat
memberikan keamanan,kenyamanan dan dapat memberikan kepastian hukum
bagi masyarakat. 8
d) Keterbukaan dalam Pelayanan
Prinsip ini mengandung arti bahwa prosedur/tata cara, persyaratan satuan
kerja/pejabat penanggung jawab pemberi pelayanan, waktu penyelesaian,
rincian biaya/tarif serta hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan
wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah
diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta.
e) Efisiensi dalam Pelayanan
Prinsip ini mengandung arti : Persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-
hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan
tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk
pelayanan yang diberikan. Mencegah adanya pengulangan pemenuhan

[Type the company name]


persyaratan, dalam hal proses pelayanan masyarakat adanya kelengkapan
persyaratan dari satuan kerja/instansi Pemerintah lain yang terkait.
f) Ekonomis dalam Pelayanan
Prinsip ini mengandung arti pengenaan biaya dalam penyelenggaraan
pelayanan harus ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan: Nilai
barang dan atau jasa pelayanan masyarakat dan tidak menuntut biaya
yang terlalu tinggi di luar kewajaran; Kondisi dan kemampuan masyarakat
untuk membayar; dan Ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
g) Keadilan yang Merata dalam Pelayanan
Prinsip ini mengandung arti cakupan/jangkauan pelayanan harus diusahakan
seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan diberlakukan secara adil
bagi seluruh lapisan masyarakat.
h) Ketepatan Waktu dalam Pelayanan
Prinsip ini mengandung arti pelaksanaan pelayanan masyarakat dapa
diselesaikan dalam kurun waktu yang ditentukan.
C. Etika Aparatur Pemerintahan Desa Sebagai Penyelenggara Pelayanan Publik. 9
Etika, termasuk etika birokrasi mempunyai dua fungsi, yaitu: pertama,
sebagai pedoman, acuan, refrensi bagi administrasi negara (birokrasi publik) dalam
menjalankan tugas dan kewenangannya agar tindakannya dalam organisasi tadi
dinilai baik, terpuji, dan tidak tercela. Kedua, etika birokrasi sebagai standar
penilaian mengenai sifat, perilaku, dan tindakan birokrasi publik dinilai baik, tidak
tercela dan terpuji. Leys berpendapat bahwa: “Seseorang administrator dianggap
etis apabila ia menguji dan mempertanyakan standar-standar yang digunakan dalam
pembuatan keputusan, dan tidak mendasarkan keputusannya semata-mata pada
kebiasaan dan tradisi yang sudah ada”. Selanjutnya, Anderson menambahkan suatu
poin baru bahwa: “standar-standar yang digunakan sebagai dasar keputusan
tersebut sedapat mungkin merefleksikan nilai-nilai dasar dari masyarakat yang
dilayani”. Berikutnya, Golembiewski mengingatkan dan menambah elemen baru

[Type the company name]


yakni: “standar etika tersebut mungkin berubah dari waktu-kewaktu dan karena itu
administrator harus mampu memahami perkembangan standar-standar perilaku
tersebut dan bertindak sesuai dengan standar tersebut”.
Setiap birokrasi pelayan publik wajib memiliki sikap mental dan perilaku
yang mencerminkan keunggulan watak, keluharan budi, dan asas etis. Ia wajib
mengembangkan diri sehingga sungguh-sungguh memahami, menghayati, dan
menerapkan berbagai asas etis yang bersumber pada kebajikan-kebajikan moral
khususnya keadilan dalam tindakan jabatannya. Secara umum nilai-nilai moral
terlihat dari enam nilai besar atau yang dikenal dengan “six great ideas”5 yaitu nilai
kebenaran (truth), kebaikan (goodness), keindahan (beauty), kebebasan (liberty),
kesamaan (equality), dan keadilan (justice). Dalam kehidupan berma- syarakat,
seseorang sering dinilai dari tutur katanya, sikap dan perilakunya sejalan dengan
nilai-nilai tersebut atau tidak. Begitu pula dalam pemberian pelayanan publik, tutur
kata, sikap dan perilaku para pemberi pelayanan seringkali dijadikan obyek
penilaian dimana nilai-nilai besar tersebut dijadikan ukurannya. Disamping nilai-
nilai dasar tersebut, mungkin ada juga nilai-nilai lain yang dianggap penting untuk 10
mensukseskan pem- berian pelayanan, yang dari waktu ke waktu terus dinilai,
dikembangkan dan dipromosikan.
Dalam dunia pelayanan publik, etika diartikan sebagai filsafat moral atau
nilai, dan disebut dengan “profesional standars” (kode etik) atau “right rules of
conduct” (aturan perilaku yang benar) yang seharusnya dipatuhi oleh pemberi
pelayanan publik.6 Sebuah kode etik meru-muskan berbagai tindakan apa,
kelakuan mana, dan sikap bagaimana yang wajib dijalankan atau dihindari oleh
para pemberi pelayanan. Aplikasi etika dan moral dalam praktek dapat dilihat dari
kode etik yang dimiliki oleh birokrasi publik. Kode etik di Indonesia masih terbatas
pada beberapa kalangan seperti ahli hukum dan kedokteran. Kode etik tidak hanya
sekedar bacaan, tetapi juga diimplementasikan dalam melakukan pekerjaan, dinilai
tingkat implementasinya melalui mekanisme monitoring, kemudian dievaluasi dan

[Type the company name]


diupayakan perbaikan melalui konsensus. Komitmen terhadap perbaikan etika ini
perlu ditunjukkan, agar masyarakat semakin yakin bahwa birokrasi publik
sungguh-sungguh akuntabel dalam melaksanakan kegiatan pelayanan publik.
Untuk itu, kita barangkali perlu belajar dari negara lain yang sudah maju dan
memiliki kedewasaan beretika.
Untuk menghindari perilaku koruptif, masyarakat menuntut para aparatur
pemerintah itu mempunyai dan mengembangkan akuntabilitas moral pada diri
mereka. Namun sayangnya, kata Wahyudi10 tanggung jawab moral dan tanggung
jawab profesional menjadi satu titik lemah yang krusial dalam birokrasi pelayanan
di Indonesia.Berkaitan dengan itu Harbani mengatakan bahwa untuk menilai baik
buruknya suatu pelayanan publik yang diberikan oleh birokrasi publik dapat dilihat
dari baik buruknya penerapan nilai-nilai sebagai berikut: Pertama, efesiensi, yaitu
para birokrat tidak boros dalam melaksanakan tugas-tugas pelayanan kepada
masyarakat. Dalam artian bahwa para birokrat secara berhati-hati agar memberikan
hasil yang sebesarbesarnya kepada publik. Dengan demikian nilai efesiensi lebih
mengarah pada penggunaan sumber daya yang dimiliki secara cepat dan tepat, tidak 11
boros dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Jadi dapat dikatakan baik
(etis) jika birokrasi publik menjalankan tugas dan kewenangannya secara efesien.
Kedua, efektivitas, yaitu pada birokrat dalam melaksanakan tugas- tugas pelayanan
kepada publik harus baik (etis) apabila memenuhi target atau tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya tercapai. Tujuan yang dimaksud adalah tujuan publik dalam
mencapai tujuannya, bukan tujuan pemberi pelayanan (birokrasi publik). Ketiga,
kualitas layanan, yaitu kualitas pelayanan yang diberikan oleh pada birokrat kepada
publik harus memberikan kepuasan kepada yang dilayani. Dalam artian bahwa baik
(etis) tidaknya pelayanan yang diberikan birokrat kepada publik ditentukan oleh
kualitas pelayanan. Keempat, responsivitas, yaitu berkaitan dengan tanggung jawab
birokrat dalam merespon kebutuhan publik yang sangat mendesak. Birokrat dalam
menjalankan tugasnya dinilai baik (etis) jika responsibel dan memiliki profesional

[Type the company name]


atau kompetensi yang sangat tinggi. Kelima, akuntabilitas, yaitu berkaitan dengan
pertanggungjawaban dalam melak- sanakan tugas dan kewenangan pelayanan
publik. Birokrat yang baik (etis) adalah birokrat yang akuntabel dalam
melaksanakan tugas dan kewenangannya.
D. Permasalahan Aparatur Pemerintahan Desa Sebagai Penyelenggara
Pelayanan Publik.
Masalah utama pelayanan publik sebenarnya adalah peningkatan kualitas
pelayanan publik itu sendiri. Pelayanan publik yang berkualitas dipengaruhi oleh
berbagai aspek, yaitu bagaimana pola penyelenggaraannya,sumber daya manusia
yang mendukung,dan kelembagaan. Beberapa kelemahan pelayanan publik
berkaitan dengan pola penyelenggaraannya antara lain sebagai berikut:
a. Sukar Diakses. Unit pelaksana pelayanan publik terletak sangat jauh dari
jangkauan masyarakat, sehingga mempersulit mereka yang memerlukan
pelayanan publik tersebut.
b. Belum informatif.Informasi yang disampaikan kepada masyarakat
cenderung lambat atau bahkan tidak diterima oleh masyarakat. 12
c. Belum bersedia mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat.Biasanya
aparat pelayanan publik belum bersedia mendengar keluhan/saran/ aspirasi
dari masyarakat. Sehingga, pelayanan publik dilaksanakan semau sendiri
dan sekedarnya, tanpa ada perbaikan dari waktu ke waktu.
d. Belum responsif. Hal ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur
pelayanan publik, mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line)
sampai dengan tingkatan penanggungjawab instansi. Tanggapan terhadap
berbagai keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali lambat
atau bahkan tidak dihiraukan sama sekali.
e. Belum saling berkoordinasi. Setiap unit pelayanan yang berhubungan satu
dengan lainnya belum saling berkoordinasi. Dampaknya, sering terjadi
tumpang tindih ataupun pertentangan kebijakan antara satu instansi

[Type the company name]


pelayanan dengan instansi pelayanan lain yang terkait.
f. Tidak Efisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan (khususnya dalam
pelayanan perijinan) seringkali tidak ada hubungannya dengan pelayanan
yang diberikan.
g. Birokrasi yang bertele-tele. Pelayanan (khususnya pelayanan perijinan) pada
umumnya dilakukan melalui proses yang terdiri dari berbagai tingkatan,
sehingga menyebabkan penyelesaian pelayanan yang terlalu lama.
Dalam kaitan dengan penyelesaian masalah pelayanan, kemungkinan staf
pelayanan (front line staff) untuk dapat menyelesaikan masalah sangat kecil, dan di
lain pihak kemungkinan masyarakat untuk bertemu dengan penanggungjawab
pelayanan, dalam rangka menyelesaikan masalah yang terjadi ketika pelayanan
diberikan, juga sangat sulit. Akibatnya, berbagai masalah pelayanan memerlukan
waktu yang lama untuk diselesaikan. Berkaitan dengan sumber daya manusia,
kelemahan utamanya adalah berkaitan dengan profesionalisme, kompetensi, empati
dan etika. Berbagai pandangan juga setuju bahwa salah satu dari unsur yang perlu
dipertimbangkan adalah masalah sistem kompensasi yang tepat. Berkaitan dengan 13
kelembagaan, kelemahan utama terletak pada desain organisasi yang tidak
dirancang khusus dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat, penuh
dengan hirarki yang membuat pelayanan menjadi berbelit-belit (birokratis), dan
tidak terkoordinasi. Kecenderungan untuk melaksanakan dua fungsi sekaligus,
fungsi pengaturan dan fungsi penyelenggaraan, masih sangat kental dilakukan oleh
pemerintah, yang juga menyebabkan pelayanan publik menjadi tidak efisien.
Banyaknya korupsi dalam pelayanan publik seperti adanya pungutan liar,
gratifikasi dan lain sebagainya, sering kali terjadi karena pengaruh budaya
organisasi negatif yang sudah terbentuk secara masif, sistem matis dan terstruktur
sehingga mau tidak mau aparatur larut dalam penyimpangan tersebut, sungguh
ironis ketika ada aparatur yang tidak mau mengikuti penyimpangan tersebut justru
dianggap beda dan dapat dipastikan akan dikucilkan dalam lingkungan pergaulan

[Type the company name]


birokrasi tersebut, oleh karena itu diperlukan penegakan aturan hukum serta
pembentukan karakter aparatur yang memiliki integritas tinggi ditunjukkan dengan
sikap berani menolak korupsi terlebih lagi berani melaporkan korupsi yang
dijumpainya. Peran pelapor atau penyingkap korupsi sangat membantu dalam
menyingkap informasi kepada publik tentang adanya penyimpangan, pelanggaran
hukum dan etika, korupsi atau situasi berbahaya lainnya. Dia menjadi mata pisau
yang tepat untuk dapat meminimalisasi tindakan korupsi, dapat memberikan
tekanan-tekanan terhadap lembaga hukum yang sangat rentan dengan
permasalahan korupsi, namun sulit terjamah oleh hukum, dikarenakan pemahaman
esprit de corps15 yang telah terbangun secara turun-temurun. Realitanya seringkali
Esprit de corps dimaknai sebagai semangat untuk menyelamatkan dan menutupi
keburukan institusi dengan cara apapun, tentunya menjadi sulit bagi hukum untuk
mencoba masuk kedalam wilayah-wilayah kekuasaan yang tercipta dilingkungan
institusi tersebut. Di level inilah peran dari penyingkap korupsi menjadi penting.
Keboborakan sebuah institusi dapat terdeteksi oleh mereka yang terdekat
dengan lingkungan tersebut. Budaya birokrasi masih memposisikan para pegawai 14
untuk tidak melaporkan kesalahan yang dilakukan oleh atasannya atau
merahasiakan sesuatu yang salah didalam institusi tersebut. Budaya pegawai yang
ada sering khawatir jika harus berhadapan dengan konsekuensi logis berupa
“pembalasan” seperti: kehilangan pekerjaan, kehilangan kesempatan promosi
jabatan, atau "dimusuhi" oleh rekan-rekan sekerjanya membuat mereka lebih
memilih untuk berdiam diri. Budaya birokrasi yang ada harus mengadopsi nilai-
nilai budaya yang melingkupinya.
E. Bentuk Penguatan Karakter Aparatur Pemerintahan Desa Sebagai
Penyelenggara Pelayanan Publik
Pertama, pembangunan paradigma, budaya, dan mentalitas public
entrepreneur, yaitu bagaimana menjadikan aparatur negara yang selalu berpikir dan
bertindak efisien serta menjadikan masyarakat sebagai stakeholder sekaligus

[Type the company name]


costumer yang harus dilayani dengan baik. Memang tidak mudah untuk melakukan
perubahan budaya aparatur negara, tetapi sejumlah daerah, seperti Sragen,
Yogyakarta, Kebumen, Tarakan, Jembrana, dan Gorontalo, telah membuktikan
mampu menjadikan aparatur negara yang berbudaya entrepreneur dan melayani.
Perlu dicatat, daerah-daerah itu yang mampu melakukan perubahan budaya bagi
aparatur negara ternyata memiliki korelasi positif dengan tingkat pertumbuhan
ekonomi dan kualitas pelayanan publik.
Kedua, pembangunan aparatur negara adalah penerapan sistem merit dalam
birokrasi. Selama ini, administrasi aparatur pemerintah dilakukan secara apa
adanya, tidak berbasis kompetensi. Membangun sistem merit berarti menjadikan
kompetensi dan kinerja sebagai ukuran utama penilaian aparatur pemerintah.
Ukuran ini harus dijadikan sebagai dasar dalam proses seleksi dan rekrutmen,
remunerasi, dan promosi jabatan. Bukan sebaliknya berdasarkan hubungan-
hubungan kekeluargaan, pertemanan, dan afiliasi politik. Aparatur pemerintah
hanya akan berfungsi secara profesional dan independen jika kompetensi dan
kinerja menjadi dasar dalam semua proses pengukuran. Ini berarti, pemerintah 15
harus melakukan perombakan secara fundamental terhadap sistem kepegawaian
negara.
Ketiga, pengungkit pembangunan aparatur pemerintah juga terletak pada
penguatan pengawasan etika dan perilaku aparatur. Tidak terkontrolnya etika
aparatur pemerintah selama ini ditengarai telah menjadi penyebab penyalahgunaan
wewenang dalam pemerintahan dan pembangunan. Esensi etika adalah
pengawasan moral terhadap setiap keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh
aparatur pemerintah yang terikat dengan mandat kedaulatan rakyat. Tentu saja
masih banyak pengungkit lain dalam upaya membangun aparatur negara untuk
menghadapi krisis ekonomi global. Namun, lebih dari itu, yang dibutuhkan adalah
kesadaran dan komitmen politik untuk melakukan reformasi aparatur pemerintah.
Pembangunan nasional menuntut aparatur pemerintah memainkan peran

[Type the company name]


yang dominan. Untuk itu, para pakar administrasi pembangunan telah
mengembangkan sejumlah paradigma baru administrasi negara. Paradigma ini
merupakan kondisi ideal dan oleh karena itu tidak serta merta terpenuhi, akan tetapi
tidak ada pilihan lain kecuali berupaya untuk mewujudkannya. Paradigma baru
tersebut yaitu:
a. Aparatur yang berdaya guna; Pemerintah selalu dihadapkan pada situasi
kelangkaan karena keterbatasan kemampuan menyediakan dana, daya, sarana
dan prasarana, sumber daya manusia yang ahli, terampil, dan waktu. Karena itu
tidak ada alasan bagi aparatur pemerintah untuk tidak bekerja efisien. Inefisien
dapat timbul karena faktor kelembagaan (struktur yang dipakai tidak tepat),
kekurangan keahlian dan keterampilan serta perilaku negatif para pelaksana
(seperti tidak peduli, apatismen, tidak ada rasa memiliki, dll.)
b. Aparatur yang berhasil guna; Yaitu aparatur yang mampu memanfaatkan dana,
daya, sarana dan prasarana, sumber daya manusia yang telah ditentukan dengan
hasil yang optimal –bahkan jika mungkin maksimal– dalam batas waktu yang
telah ditetapkan pula. 16
c. Aparatur yang produktif; Berarti perolehan hasi (output) yang maksimal dengan
menggunakan masukan (input) yang minimal. Masukan menjadi hasil setelah
melalui proses tertentu. Agar bekerja secara produktif, proses yang terjadi harus
efektif dan efisien. Dengan kata lain, produktivitas merupakan hasil perkalian
antara efisien dan efektif. Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain latar
belakang hidup para pelaksana (umur, jenis kelamin, status, tanggungan, masa
kerja), kemampuan baik fisik maupun intelektual, tipe kepribadian yang
bersangkutan, persepsi tentang kehidupan organisasi, sistem dan peringkat nilai
yang dianut, motivasi berkarya, dan penugasan yang tepat (sesuai dengan
pengetahuan, ketrampilan).
d. Aparatur yang bersih; Pemerintah yang demokratis tidak pernah ingin ada
aparatur yang tidak bersih. Mewujudkan aparatur yang bersih merupakan

[Type the company name]


bagian integral dari kebijakan umum yang ditempuh oleh pemerintah suatu
negara dalam menjalankan roda pemerintahan.
e. Aparatur yang berwibawa; Wibawa tidak bersumber dari kekuasaan yang
dimilikinya. Wibawa timbul karena:
(a) kemampuan memberikan pelayanan yang cepat, aman, dengan
prosedur sederhana tetapi bersahabat,
(b) pengetahuan yang mendalam tentang bidang tugas yang menjadi
tanggung jawabnya,
(c) ketrampilan dan kemahiran yang tinggi dalam menyelesaikan
fungsinya,
(d) disegani tapi tidak ditakuti oleh masyarakat, dan
(e) pemilikan informasi yang tidak dimiliki oleh pihak manapun di
masyarakat tetapi dengan mudah dapat diakses oleh yang
membutuhkan, kecuali informasi yang memang rahasia
f. Aparatur yang profesional; Profesional merupakan keandalan dalam
pelaksanaan tugas sehingga terlaksana dengan mutu yang tinggi, waktu yang 17
tepat, cermat dan prosedur yang mudah dipahami dan diikuti oleh para
pelanggan. Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan tentang seluk beluk tugas
dengan segala penerapannya dan ketrampilan yang diperlukan serta
pengetahuan yang bersifat umum dan khusus.
g. Aparatur yang kreatif; Kreativitas bukanlah kepatuhan yang bersifat robotik
akan tetapi yang situasional dan penuh dengan dinamika. Kreativitas tidak
hanya dalam ketaatan pada peraturan perundang-undangan, akan tetapi dalam
melaksanakan semua tugas pekerjaan karena selalu ada cara yang lebih baik,
produktivitas masih selalu dapat ditingkatkan, tingkat efisiensi dan efektivitas
tidak pernah mencapai titik jenuh, serta selalu ada tempat bagi penyempurnaan
mekanisme kerja. Peningkatan kreatifitas kerja hanya mungkin terjadi apabila
terdapat iklim yang mendorong para anggota birokrasi pemerintah untuk

[Type the company name]


mencari ide baru dan konsep baru serta menerapkannya secara inovatif. Selain
itu juga harus terdapat kesediaan pimpinan untuk memberdayakan
bawahannya.
h. Aparatur yang inovatif; Perwujudannya bisa berupa hasrat dan tekat untuk
selalu mencari, menemukan dan menggunakan cara kerja baru, metode kerja
baru dan teknik kerja baru dalam pelaksanaan tugas pekerjaan.
i. Aparatur yang transparan; Transparasi harus terjadi karena dengan demikian
masyarakat akan mengetahui beberapa hal berikut: (a) tidak adanya tindakan
pemerintah yang merugikan rakyat banyak, (b) oknum-oknum dalam birokrasi
yang menyalahgunakan kekuasaan atau wewenangnya, (c) prosedur perolehan
haknya, (d) penegakan hukum yang tidak pandang bulu, dan (e) segi-segi
kehidupan bernegara lainnya yang benar-benar tertuju untuk peningkatan mutu
hidup
j. Aparatur yang tanggap; Karena dinamika masyarakat dan kemajuan yang
dicapai oleh suatu negara melalui pembangunan dalam berbagai segi kehidupan
dan pengidupan, akan timbul berbagai aspirasi baru, harapan baru, kebutuhan 18
baru dan tuntutan baru. Untuk itu diperlukan aparatur yang responsif dan
tanggap. Tidak tanggap berarti kekecewaan rakyat yang pada akhirnya mungkin
berakibat timbulnya krisis kepercayaan kepada pemerintah.
k. Aparatur yang peka; Kepekaan berarti kemampuan melakukan deteksi secara
dini terhadap berbagai hal yang terjadi dan memberikan respon yang sesuai.
l. Aparatur yang antisipatif dan proaktif; Adalah yang mampu mengenali sifat,
jenis dan bentuk perubahan yang terjadi, dan mengantisipasinya secara dini.
Artinya tidak menunggu sampai terjadi sesuatu baru memberikan reaksi yang
dianggapnya perlu.
m. Aparatur yang mempunyai visi; Visi adalah pernyataan tentang kondisi masa
depan yang diinginkan.visi biasanya dinyatakan secara formal tetapi umum

[Type the company name]


dalam arti tidak rinci. Manajer puncak biasanyalah yang menentukan visi yang
dimaksud. Namun demikian visi tersebut harus menjadi milik setiap orang
dalam organisasi.
F. Solusi Dari Permasalahan Aparatur Pemerintahan Desa Sebagai
Penyelenggara Pelayanan Publik
Tuntutan masyarakat saat ini terhadap pelayanan publik yang berkualitas
akan semakin menguat. Oleh karena itu, kredibilitas pemerintah sangat ditentukan
oleh kemampuannya mengatasi berbagai permasalahan yang telah disebutkan di
atas sehingga mampu menyediakan pelayanan publik yang memuaskan masyarakat
sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Dari sisi mikro, hal-hal yang dapat
diajukan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut antara lain adalah sebagai
berikut:
1. Penetapan Standar Pelayanan
Standar pelayanan memiliki arti yang sangat penting dalam pelayanan publik.
Standar pelayanan merupakan suatu komitmen penyelenggara pelayanan untuk
menyediakan pelayanan dengan suatu kualitas tertentu yang ditentukan atas 19
dasar perpaduan harapan-harapan masyarakat dan kemampuan penyelenggara
pelayanan. Penetapan standar pelayanan yang dilakukan melalui proses
identifikasi jenis pelayanan, identifikasi pelanggan, identifikasi harapan
pelanggan, perumusan visi dan misi pelayanan, analisis proses dan prosedur,
sarana dan prasarana, waktu dan biaya pelayanan. Proses ini tidak hanya akan
memberikan informasi mengenai standar pelayanan yang harus ditetapkan,
tetapi juga informasi mengenai kelembagaan yang mampu mendukung
terselenggaranya proses manajemen yang menghasilkan pelayanan sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan. Informasi lain yang juga dihasilkan
adalah informasi mengenai kuantitas dan kompetensi-kompetensi sumber daya
manusia yang dibutuhkan serta distribusinya beban tugas pelayanan yang akan
ditanganinya.

[Type the company name]


2. Pengembangan Standard Operating Procedures (SOP)
Untuk memastikan bahwa proses pelayanan dapat berjalan secara konsisten
diperlukan adanya Standard Operating Procedures. Dengan adanya SOP, maka
proses pengolahan yang dilakukan secara internal dalam unit pelayanan dapat
berjalan sesuai dengan acuan yang jelas, sehingga dapat berjalan secara
konsisten. Disamping itu SOP juga bermanfaat dalam hal:
a. Untuk memastikan bahwa proses dapat berjalan uninterupted. Jika terjadi
hal-hal tertentu, misalkan petugas yang diberi tugas menangani satu
proses tertentu berhalangan hadir, maka petugas lain dapat
menggantikannya.Oleh karena itu proses pelayanan dapat berjalan terus;
b. Untuk memastikan bahwa pelayanan perijinan dapat berjalan sesuai
dengan peraturan yang berlaku;
c. Memberikan informasi yang akurat ketika dilakukan penelusuran
terhadap kesalahan prosedur jika terjadi penyimpangan dalam pelayanan;
d. Memberikan informasi yang akurat ketika akan dilakukan perubahan-
perubahan tertentu dalam prosedur pelayanan; 20
e. Memberikan informasi yang akurat dalam rangka pengendalian
pelayanan;
f. Memberikan informasi yang jelas mengenai tugas dan kewenangan yang
akan diserahkan kepada petugas tertentu yang akan menangani satu proses
pelayanan tertentu. Atau dengan kata lain, bahwa semua petugas yang
terlibat dalam proses pelayanan memiliki uraian tugas dan tangungjawab
yang jelas.
3. Pengembangan Survei Kepuasan Pelanggan
Untuk menjaga kepuasan masyarakat, maka perlu dikembangkan suatu
mekanisme penilaian kepuasan masyarakat atas pelayanan yang telah diberikan
oleh penyelenggara pelayanan publik. Dalam konsep manajemen pelayanan,
kepuasan pelanggan dapat dicapai apabila produk pelayanan yang diberikan

[Type the company name]


oleh penyedia pelayanan memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat. Oleh
karena itu, survei kepuasan pelanggan memiliki arti penting dalam upaya
peningkatan pelayanan publik;
4. Pengembangan Sistem Pengelolaan Pengaduan
Pengaduan masyarakat merupakan satu sumber informasi bagi upaya-upaya
pihak penyelenggara pelayanan untuk secara konsisten menjaga pelayanan
yang dihasilkannya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Oleh karena
itu perlu didisain suatu sistem pengelolaan pengaduan yang secara efektif dan
efisien mampu mengolah berbagai pengaduan masyarakat menjadi bahan
masukan bagi perbaikan kualitas pelayanan. Sedangkan dari sisi makro,
peningkatan kualitas pelayanan publik dapat dilakukan melalui pengembangan
model-model pelayanan publik. Dalam hal-hal tertentu, memang terdapat
pelayanan publik yang pengelolaannya dapat dilakukan secara private untuk
menghasilkan kualitas yang baik. Beberapa model yang sudah banyak
diperkenalkan antara lain: contracting out, dalam hal ini pelayanan publik
dilaksanakan oleh swasta melalui suatu proses lelang, pemerintah memegang 21
peran sebagai pengatur; franchising, dalam hal ini pemerintah menunjuk pihak
swasta untuk dapat menyediakan pelayanan publik tertentu yang diikuti dengan
price regularity untuk mengatur harga maksimum.

G. Kesimpulan
Pelayanan kepada publik (masyarkat umum) memang sangat
diharapkan, karena etika tersebut kini mulai luntur oleh perbuatan para pelayan
masyarakat (aparatur pemerintah) yang kurang menjunjung kode etika pelayanan
kepada masyarakat. Terbukti dengan adanya perbuatan nakal para oknum aparatur
pemerintah yang melakukan beberapa kecurangan yang diantaranya melakukan
pemungutan kepada masyarakat yang menginginkan kelebihan pelayanan, seperti

[Type the company name]


mempercepat penyelesaian pembuatan KTP namun dengan cara membayar uang
balas jasa mereka. Perbuatan tersebut tidak seharusnya dilakukan karena
bertentangan dengan norma yang sudah ada. Walau mungkin etika pelayanan
kepada publik belum disebutkan secara jelas, namun etika pelayanan publik dapat
dilakukan sesuai dengan hati nurani. Karena dengan hati nurani kita dapat
membedakan yang mana yang baik dan yang mana yang buruk, dengan adanya
pelayanan yang baik diharapkan masyarakat dapat merasakan kenyamanan dalam
pelayanan. Pelayanan publik masih memiliki banyak kelemahan dilihat dari pola
penyelenggaraan yang masih sukar diakses, belum informatif, belum bersedia
mendengar aspirasi masyarakat, belum responsif, belum saling berkoordinasi, tidak
efisien, maupun birokrasi yang bertele-tele. Sumber daya manusia penyelenggara
pelayanan publik masih belum memiliki profesionalisme, kompetensi, empati, dan
etika yang memadai. Desain organisasi yang penuh dengan hierarkis sehingga
pelayanan menjadi berbelit-belit (birokratis) dan tidak terkoordinasi.
H. Saran
Penyelenggaraan pelayanan publik sebaiknya disosialisasikan kepada 22
pihak-pihak yang melakukan pelayanan kepada masyarakat, karena sebagian besar
pelayan masyarakat belum mengetahui etika pelayanan kepada masyarakat.
Sebagian mungkin masih belum mengetahui bagaimana seharusnya tindakan untuk
melayani masyarakat sehinggga dia melakukan kesalahan dalam melakukan
pelayanan atas ketidaktahuannya. Sangat disayangkan jika kesalahan dalam
pelayanan dilakukan karena kebutaan akan bagaimanan seharusnya etika yang
diterapkan kepada masyarakat. Saran selanjutnya berikanlah penghargaan jika
aparatur melakukan tindakan sesuai etika dan sebaliknya, berikanlah sanksi yang
tegas kepada pelanggar etika pelayanan apalagi yang melakukan dengan sengaja.
Diharapkan dengan adanya tindakan seperti itu para pelayan masyarakat
termotivasi untuk mengetahui etika pelayanan kepada masyarakat sehingga

[Type the company name]


tindakannya dapat sesuai dengan kehendak rakyat.

DAFTAR PUSTAKA

A,Hamzah, S.H., Irdan Dahlan Perbandingan KUHAP–HIR dan Komentar, Ghalia


Indonesia 1984
Alatas, Syed Hussein, Sosiologi Korupsi sebuah Penjelajahan dengan Data
Kontemporer, Cetakan kedua, LP3ES, 1975.
Andhi Hamzah, Prof. Dr. Jur,, Perbandingan Pemberantasan Korupsi di Berbagai
Negara, Sinar Grafika 2005.
Anwar Prabu Mangkunegara, 2005. Manajemen dan Motivasi, Balai Pustaka, Jakarta.

Arens & Loebbecke, Auditing Pendekatan Terpadu, Adaptasi oleh Amir Abadi Jusuf,
Penerbit Salemba Empat, 1996.
Babacus, E. dan Boller (1992),’An Empirical Assesment of The SERVQUAL 23
Scale’, Journal of Business Research, Vol. 24: 253-268.
Bayu Suryaningrat, Etika Administrasi Negara, Etika Pemerintahan, Etika Jabatan,
Bandung : Pustaka, 1984.
Edy Topo Azhari. 2003. “ Upaya Meningkatkan Kinerja Pelayanan Publik” .Makalah.
Disampaikan dalam Seminar Lokakarya Nasional Dimensi Politik Pelayanan
Publik: Partisipasi, Transparansi & Akuntabilitas pada tanggal 8-9 Oktober
2003 di Hotel Indonesia Jakarta.
Dessler Gary 2000; Manajemen Personalia. Prehalindo. Jakarta
Fasial, Sanipah. 1995. Format dan Penelitian Sosial. Jakarta : Raja Grafindo
Persada. Cetakan Ke-4.
Gibson (dkk). 1990. Organisasi dan Managemen. Jakarta : Erlangga.

[Type the company name]


Gunawan, Ilham, Postur Korupsi di Indonesia, Tinjauan Yurisdis, Sosiologis, Budaya
Dan Politis, Cetakan 1, Bandung, Penerbit Angkasa, 1993.
Handoyo, Eko.2009. Pendidikan Anti Korupsi. Semarang: Widyakarya Press
Harbani Pasolong. 2007. Teori Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta
Harmanto.2013.Pengintegrasian Pendidikan Anti Korupsi sebagai Penguat Karakter
Bangsa.Bandung.Pascasarjana UPI,Vol 23 : 19-29
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 25 tahun 2004 tentang
pedoman umum Penyusunan indeks kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan
Instansi pemerintah.
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63/KEP/M.PAN/7/2003
tentang Pedoman

Kumorotomo, Wahyudi. 1992. Etika Administrasi Negara. Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada
Maryadi dkk. 2010. Pedoman Penulisan Sekripsi. Surakarta: BP-FKIP UMS.
Marpaung, Leden, Tindak Pidana Korupsi, Masalah Pemecahannya, Bgian Pertama, 24
Cetakan Pertama, Sinar Grafika, Februari 1992.
Sarimah,Ucok.2008.”Etika Profesi Pegawai Negeri Sipil Departemen Keuangan
Republik Indonesia”.Tangerang: Sekolah Tinggi Akuntansi Negara.
Siagian, Sondang. 2005. Administrasi Pembangunan; Konsep, Dimensi, dan
Strateginya. Jakarta: PT Bumi Aksara
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Undang-undang RI Nomor : 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah sebagaimana
telah dirubah
Undang-Undang RI Nomor 12 tahun 2008.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa

[Type the company name]


Umum penyelenggaraan Pelayanan Publik.
Wibawa. Samodra. 2005. Reformasi Administrasi; Bunga Rampai Pemikiran.
Yogyakarta: Penerbit Gava Media

25
MODUL 2
PENINDAKAN DAN DAMPAK KORUPSI APARATUR PEMERINTAH
DESA

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat korupsi yang tinggi.
Berdasarkan data Corruption Perseption Index (CPI) tahun 2015 Indonesia
menempati urutan ke 88 dari 168 negara yang diukur. Pemerintah telah banyak

[Type the company name]


beruapaya dalam menyelesaikan pidana korupsi seperti dengan mengeluarkan
berbagai peraturan pemerintah untuk memberantas korupsi dan juga membentuk
Komisi Pemberantas Korupsi (KPK). Meskipun banyak lembaga anti korupsi dan
komitmen pemerintah yang cukup tinggi untuk memberantas korupsi, namun
kenyataaanya tindak pidana korupsi sukar diberantas dan memberikan dampak
kerugian yang lebih besar dari pada manfaat bagi pelakunya sendiri.
Persoalan korupsi di Negara Indonesia terbilang cukup kronis, bukan hanya
membudaya akan tetapi sudah membudidaya. Pengalaman pemberantasan korupsi
di Indonesia menunjukkan bahwa kegagalan demi kegagalan lebih sering terjadi
terutama terhadap pengadilan koruptor kelas kakap dibanding koruptor kelas
teri.Beragam lembaga, produk hukum, reformasi birokrasi dan sinkronasi telah
dilakukan, akan tetapi hal itu belum juga dapat menggeser kasta pemberantasan
korupsi. Keberadaan lembaga-lembaga yang mengurus korupsi belum memiliki
dampak yang menakutkan bagi para koruptor, bahkan hal tersebut turut
disempurnakan dengan pemihakan-pemihakan yang tidak jelas.
Menggali akar politik korupsi desa sejak abad ke-17, sejarawan Ong Hok Ham 26
mencatat, raja meminjamkan tanah lungguh (duduk, akar kata kedudukan), tetapi
tanpa kepastian gaji aparat. Kepala desa menggalang rakyat bekerja bakti mengolah
lahan. Buah pemanenan menjadi upeti raja, adapun kelebihan panen halal dikuasai
kepala desa. Semakin tinggi keuntungannya, kepala desa dinilai piawai
mengapitalisasi kedudukannya.
Namun, interpretasi kehalalan runtuh sejak gaji bulanan birokrasi diterapkan
Deandels pada 1808. Kelebihan hasil bumi di luar gaji menjadi haram dan jatuh
sebagai kasus korupsi. Dialektika interpretasi korupsi atau kapitalisasi kedudukan
terus berlangsung hingga era UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Alokasi dana
desa (ADD) dan dana desa menyediakan sumber daya bagi pemerintah kabupaten
guna mengucurkan penghasilan tetap seluruh aparat pemerintahan desa. Kepala

[Type the company name]


desa hingga ketua rukun tetangga mengenggam gaji dan tunjangan bulanan, dari
ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Surat edaran dari Kemendagri membatasi
penghasilan tetap ini maksimal 30 persen ADD.
Hampir tidak pernah dijumpai kasus korupsi penghasilan tetap aparat desa
karena aturan dan pelaporannya telah pasti dan kaku. Penghasilan tetap itu hanya
mungkin dipungli oleh aparat kabupaten atau kecamatan.Laporan korupsi hampir
semuanya mencuat dari ranah pembangunan, lantaran diinterpretasi sebagai lahan
kapitalisasi kedudukan kepala desa. Pemahaman serupa menggiring wartawan
gadungan, LSM palsu, dan oknum birokrasi di atas desa menakut-nakuti kepala
desa seraya berharap remah recehan.
Sejak krisis moneter hingga 2014, program-program pemberdayaan mengubah
aliran dana dari aparat desa kepada kelompok masyarakat dan pendamping. Tidak
mengherankan, lahir kasus-kasus pelarian dana oleh pendamping, serta
penggelapan uang oleh pengurus unit pengelola keuangan di kecamatan dan
kelompok masyarakat di desa. Tercatat pula kasus pembentukan kelompok fiktif.
Komisi Pemberantasan Korupsi menduga potensi korupsi dalam pengelolaan 27
dana desa sangat besar. Besarnya anggaran desa, mengarahkan program sekolah
anti korupsi ke jajaran Pemerintahan Desa dengan tujuan anggaran desa tidak
disalah gunakan. Upaya pencegahan tipikor keuangan desa harus
diimplementasikan melalui program sekolah anti korupsi. Sehingga memberi ruang
fleksibel kepada aparatur desa untuk lebih menanamkan mindset anti korupsi di
satuan kerjanya.
Pelaksanaan sekolah anti korupsi, untuk aparatur desa dilakukan secara
menyeluruh. Program tersebut merupakan bagian dari pembinaan terhadap
masyarakat agar taat hukum, terutama masalah tipikor, maka diharapkan aparat
desa dalam melakukan pengelolaan DD dan ADD mengedepankan prinsip
transaparansi sesuai aturan. Berdasarkan hal tersebut bahwa pendidikan anti
korupsi harus ada di aparatur pemerintah desa.

[Type the company name]


B. Jenis Tindak Pidana Korupsi
Menurut buku KPK (KPK, 2006:19), tindak pidana korupsi dikelompokkan
menjadi 7 macam. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut :
 Perbuatan yang Merugikan Negara
Perbuatan yang merugikan negara, dapat dibagi lagi menjadi 2 bagian yaitu :
1) Mencari keuntungan dengan cara melawan Hukum dan merugikan negara.
Korupsi jenis ini telah dirumuskan dalam Pasal Undang – Undang Nomor
20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang – Undang Nomor 31 Tahun
1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK).
2) Menyalah gunakan jabatan untuk mencari keuntungan dan merugikan
negara. Penjelasan dari jenis korupsi ini hampir sama dengan penjelasan
jenis korupsi pada bagian pertama, bedanya hanya terletak pada unsur
penyalahgunaan wewenang, kesempatan, atau sarana yang dimiliki karena
jabatan atau kedudukan. Korupsi jenis ini telah diatur dalam Pasal 3 UU
PTPK. 28
 Suap-menyuap
Korupsi jenis ini telah diatur dalam UU PTPK :
Pasal 5 ayat (1) UU PTPK; Pasal 5 ayat (1) huruf b UU PTPK; Pasal 5 ayat (2)
UU PTPK; Pasal 13 UU PTPK; Pasal 12 huruf a PTPK; Pasal 12 huruf b UU
PTPK; Pasal 11 UU PTPK; Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PTPK; Pasal 6 ayat (1)
huruf b UU PTPK; Pasal 6 ayat (2) UU PTPK; Pasal 12 huruf c UU PTPK;Pasal
12 huruf d UU PTPK.
 Penyalah gunaan Jabatan
Hal ini sebagaiamana rumusan Pasal 8 UU PTPK.
 Pemerasan
Berdasarkan definisi dan dasar hukumnya, pemerasan dapat dibagi menjadi 2
yaitu :

[Type the company name]


1. Pemerasan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah kepada orang lain atau
kepada masyarakat. Pemerasan ini dapat dibagi lagi menjadi 2 (dua) bagian
berdasarkan dasar hukum dan definisinya yaitu :
a) Pemerasan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah karena mempunyai
kekuasaan dan dengan kekuasaannya itu memaksa orang lain untuk
memberi atau melakukan sesuatu yang menguntungkan dirinya. Hal ini
sesuai dengan Pasal 12 huruf e UU PTPK;
b) Pemerasan yang dilakukan oleh pegawai negeri kepada seseorang atau
masyarakat dengan alasan uang atau pemberian ilegal itu adalah bagian
dari peraturan atau haknya padahal kenyataannya tidak demikian. Pasal
yang mengatur tentang kasus ini adalah Pasal 12 huruf e UU PTPK.
2. Pemerasan yang di lakukan oleh pegawai negeri kepada pegawai negeri
yang lain. Korupsi jenis ini di atur dalam Pasal 12 UU PTPK.
 Korupsi yang berhubungan dengan Kecurangan
Adapun ketentuan yang mengatur tentang korupsi ini yaitu :
a. Pasal 7 ayat 1 huruf a UU PTPK; Pasal 7 ayat (1) huruf b UU PTPK;Pasal 7 29
ayat (1) huruf c UU PTPK; Pasal 7 ayat (2) UU PTPK;Pasal 12 huruf h UU
PTPK;
 Korupsi yang berhubungan dengan pengadaan
Hal ini diatur dalam Pasal 12 huruf i UU PTPK
 Korupsi yang berhubungan dengan gratifikasi (Hadiah)
Korupsi jenis ini diatur dalam Pasal 12B UU PTPK dan Pasal 12C UU PTPK

C. Kebijakan Tindak Pidana Korupsi


Pemberantasan korupsi memerlukan peningkatan transparansi serta
akuntabilitas sektor publik dan dunia usaha. Pada gilirannya hal ini memerlukan
upaya terpadu perbaikan sistem akuntansi dan sistem hukum guna meningkatkan
mutu kerja serta memadukan pekerjaan lembaga pemeriksa dan pengawas

[Type the company name]


keuangan (seperti BPK, Irjen, Bawasda dan PPATK) dengan penegak hukum
(Kepolisian, Kejaksaan, KPK maupun Kehakiman). Sebagaimana sudah kita alami
sendiri, kelemahan dan korupsi dalam satu mata rantai kelembagaan itu telah
membuat negara kita dewasa ini sebagai salah satu negara yang terkorup di dunia
dan telah menyengsarakan rakyat sendiri. Akibat dari kelemahan dan ulah sendiri
tersebut, perekonomian dan seluruh sendi-sendi kehidupan sosial kita telah runtuh
sendiri pada tahun 1997-1998 itu. Timor Timur memisahkan diri dari NKRI dan
Indonesia dianggap the sick man of Asia hingga saat sekarang ini.
Pemerintah Indonesia sebenarnya tidak tinggal diam dalam mengatasi praktek-
praktek korupsi. Upaya pemerintah dilaksanakan melalui berbagai kebijakan
berupa peraturan perundang-undangan dari yang tertinggi yaitu Undang-Undang
Dasar 1945 sampai dengan Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, pemerintah juga membentuk komisi-komisi
yang berhubungan langsung dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
korupsi seperti Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) dan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam Rencana Strategic Komisi 30
Pemberantasan Korupsi Tahun 2008 – 2011 disebutkan bahwa dengan
pertimbangan bahwa sampai akhir tahun 2002 pemberantasan tindak pidana
korupsi belum dapat dilaksanakan secara optimal dan lembaga pemerintah yang
menangani perkara tindak pidana korupsi belum berfungsi secara efektif dan
efisien, maka ditetapkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 yang menjadi
dasar pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang disingkat
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Selain lembaga internal dan eksternal dari pemerintah, lembaga swadaya
masyarakat (LSM) juga ikut berperan dalam melakukan pengawasan kegiatan
pembangunan, terutama kasus-kasus korupsi yang dilakukan oleh penyelenggara
negara. Beberapa LSM yang aktif dan gencar mengawasi dan melaporkan praktek
korupsi yang dilakukan penyelenggara negara antara lain adalah Indonesian

[Type the company name]


Corruption Watch (ICW), Government Watch (GOWA), dan Masyarakat
Tranparansi Indonesia (MTI).

D. Modus Korupsi di Tingkat Desa


Menurut Wertheim bahwa berbagai bentuk korupsi dalam kaitan sejarah, sikap
hidup, dan struktur sosial masyarakat setempat. Dengan demikian tidak terjadi
checks and balances di tingkat Desa. Namun modus-modus korupsi harus
diketahui dahulu meskipun di tingkat desa sekalipun. Adapun modus-modus
terjadinya korupsi di tingkat desa antara lain:
1. Pengurangan alokasi Alokasi Dana Desa (ADD), misalnya, dana ADD
dijadikan “kue” pegawai desa untuk kepentingan pribadi.
2. Pemotongan alokasi Bantuan Langsung Tunai (BLT), misalnya,
pemotongan tersebut karena azas pemerataan, keadilan untuk di
distribusikan keluarga miskin yang tidak terdaftar. Namun yang jamak
terjadi bahwa pemotongan BLT lebih banyak disalah gunakan pengurusnya
di tingkat desa. 31
3. Pengurangan jatah beras untuk rakyat miskin (raskin), misalnya,
pemotongan 1-2 kg per Kepala Keluarga (KK). Apabila dikalkulasikan maka
akan menghasilkan jumlah yang besar yang kemudian hasilnya
dimanfaatkan untuk memperkaya diri sendiri.
4. Penjualan Tanah Kas Desa (Bengkok)
5. Penyewaan Tanah Kas Desa (TKD) yang bukan haknya, misalnya, TKD
untuk perumahan.
6. Pungutan liar suatu program padahal program tersebut seharusnya gratis,
misalnya, sertifikasi (pemutihan) tanah, Kartu Keluarga (KK), Kartu Tanda
Penduduk(KTP).
7. Memalsukan proposal bantuan sosial, misalnya, menyelewengkan bantuan
sapi.

[Type the company name]


E. Kepala Desa yang Tersangkut Korupsi
Korupsi omni present. Jumlah yang dikorupsi, cara-cara mengorupsi mungkin
“kelas ikan teri”. Namun bukan berarti tindakan korupsi dibolehkan bahkan
dipetieskan sekalipun. Korupsi bisa saja lebih afdhol (baik) dilakukan secara
berjama’ah sehingga bisa saling menyandera, saling melindungi antar struktur
birokrasi di tingkat desa sekalipun.
Contoh kasus Kepala Desa yang terkena kasus korupsi

32
[Type the company name]

F. Merumuskan Pemberantasan Korupsi Kelas Kakap -Teri


Konsep pemberantasan korupsi haruslah integral. Mulai dari rakyat sampai 33
pemegang kekuasaan, pengambil kebijakan harus berjihad memberantas korupsi.
Dalam jangka pendek, perhatian rakyat yang besar dalam upaya memberantas
korupsi mengakibatkan sedikit berkurangnya praktik korupsi. Namun, perhatian
rakyat sering sulit untuk diinstitusionalisasikan. Manfaat pemberantasan korupsi
tersebar dan terbagi secara luas sehingga menurut teori tindakan bersama akan sulit
membentuk dan mempertahankan kelompok kepentingan yang efektif untuk
memberantaskorupsi. Hal ini sesuai dengan ungkapan dari Amitai Etzioni bahwa
tidak ada satu pun negara yang memiliki kelompok lobi untuk memberantas
korupsi. Artinya, berbeda dengan jenis industri tertentu yang memiliki asosiasi,
misalnya asosiasi pengusaha tekstil, asosiasi pengimpor gula dan sebagainya,
jarang terdapat lembaga anti-korupsi yang benar-benar independen dari berbagai
konflik kepentingan.

[Type the company name]


G. KESIMPULAN
Dalam UU No.31 Tahun 1999, Pengertian korupsi yaitu setiap orang yang
dengan sengaja secara melawan hukum untuk melakukan perbuatan dengan tujuan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang mengakibatkan
kerugian keuangan negara atau perekonomian Negara. Korupsi tidak hanya terjadi
pada skala nasional, pada skala kecil misalnya pada system aparatur pemerintah
desa, dengan kasus berupa pengurangan alokasi Alokasi Dana Desa (ADD), dan
pemotongan alokasi Bantuan Langsung Tunai (BLT), Kesadaran mental dan
penindakan yang tegas diharapkan mampu mengurangi terjadinya praktek kkn.

34
DAFTAR PUSTAKA

Azhar, Muhammad. 2003. Pendidikan Antikorupsi. Yogyakarta: LP3 UMY


Gie. 2002. Pemberantasan Korupsi Untuk Meraih Kemandirian, Kemakmuran,
Kesejahteraan dan Keadilan.
Hamzah Jur Andi. 2005. pemberantasan korupsi. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada
Khoiri, Mishad. 2013. Pendidikan Anti Korupsi. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada
Klinggaard. Robert, Ronald Maclean Abaroe dan Lindsey Parris. 2005.

[Type the company name]


Penuntun Pemberantasan Korupsi dalam Pemerintahan Daerah. Jakarta:
Yayasan Obor.
Komisi Pemberantasan Korupsi, 2006, Memahami Untuk Membasmi; Buku
Saku Untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: Komisi
Pemberantasan Korupsi.
Pope, Jeremy, 2003, Strategi Memberantas Korupsi; Elemen Sistem Integritas
Nasional, (terj.) Masri Maris. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Rianto, Bibit Samat dan Nurlis E. Meuko. 2009. Koruptor Go To Hell :
Mengupas Anatomi Korupsi di Indonesia. Jakarta: Mizan Publika.

Surachmin dan Suhadi Cahaya, 2011, Strategi Dan Teknik Korupsi: Mengetahui
Untuk Mencegah, Cetakan Kedua, Jakarta: Sinar Grafika.
Schacter, M., & Shah, A. (2000). Anti-corruption Programs: Look Before You
Leap. Kertas kerja yang dipresentasi-kan untuk Konferensi Internasional
tentang Korupsi yang diadakan di Seoul, Korea Selatan.
Wijayanto, dkk. 2010. Korupsi Mengorupsi Indonesia. Jakarta: Gramedia 35
Pustaka Utama.
MODUL 3
PEMBANGUNAN ZONA INTEGRITAS MENUJU PEMERINTAH
DESA BEBAS KORUPSI

A. Latar Belakang
Korupsi merupakan salah satu tindak kejahatan yang sangat berbahaya karena
dapat membawa dampak buruk bagi hampir seluruh sendi kehidupan. Dampak yang
ditimbulkan ini tidak hanya terjadi pada satu waktu saja, melainkan dampaknya
berkelanjutan bahkan sampai bertahun tahun. Di indonesia misalnya, korupsi telah ada

[Type the company name]


sejak lama, bahkan sudah ada sebelum reformasi. Pemberantasan korupsi ini
sebenarnya adalah salah satu agenda yang harus diselesaikan saat pasca reformasi tahun
1998 silam. Namun pada kenyataannya “ korupsi “ , khususnya di indonesia masih
tetap lestari sampai tahun 2017. Korupsi ibarat warisan yang turun – temurun
diturunkan dari generasi ke generasi selanjutnya. Warisan yang notabene adalah
sesuatu yang dapat menunjang kesejahteraan manusia, namun warisan ini malah
menyengsarakan manusia. Korupsi tidak hanya berdampak pada satu aspek saja,
melainkan menimbulkan efek domino yang meluas di berbagai aspek kehidupan.
Menurut Nanang T. Puspito, Marcella Elwina S.,dkk dalam bukunya yang
berjudul “ Pendidikan Anti Korupsi untuk Perguruan Tinggi “ mengemukakan bahwa
korupsi telah menghancurkan sistem perekonomian, sistem demokrasi, sistem politik,
sistem hukum, sistem pemerintahan, dan tatanan sosial kemasyarakatan di negeri ini.
Dilain pihak upaya pemberantasan korupsi yang telah dilakukan selama ini belum
menunjukan hasil yang optimal. Menurut ( Arinta Fitriana, 2017 ) ketidak optimalan
upaya pemberantasan korupsi dikarenakan upaya tersebut tidak dilakukan secara
terpadu dan direncanakan dengan baik. Sehingga dalam hal ini, diperlukan adanya
36
reformasi birokasi pemerintahana di Indonesia yang bersih dan bebas korupsi.
Praktek korupsi sering dilakukan oleh orang orang didalam sistem
pemerintahan atas, seperti pemerintahan negara. Hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa
akan ada kemungkinan bahwa “ warisan “ ( korupsi ) ini akan diwarisakan kepada
sistem pemerintahan di bawahnya seperti pemerintahan provinsi, kabupaten,
kecamatan bahkan sampai pada tingkat terendah yaitu pemerintahan desa. Jika ini tidak
segera dicegah maka tidak dipungkiri bahwa pemerintahan di indonesia dapat dirusak
sepenuhnya oleh korupsi. Bahkan pemerintah telah menetapkan UU Nomor 31 tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang berisi sanksi yang berat dan
bhakan sampai hukuman mati dijatuhkan pun tidak berdapak pada berkurangnya
praktek tindak pidana korupsi di Indonesia.

[Type the company name]


Menurut penulis, upaya pembangunan “ Zona Integritas “ yang dicanangkan oleh
pemerintah indonesia ini sebagai upaya tindak lanjut dari penandatanganan pakta
integritas oleh seluruh PNS yang berkomitmen untuk tidak melakukan tidakan korupsi
ini merupakan langkah awal yang bagus untuk menumbuhkan jiwa jiwa anti korupsi.
Upaya ini juga bisa diterapkan di dalam pemerintahan paling bawah yaitu pemerintahan
desa sebagai upaya mewujudkan pemerintah desa yang bebas korupsi sehingga dapat
mencipkatan wilayah yang bebas korupsi. Jika hal ini diterapkan pada masing masing
desa yang ada maka akan terciptanya wilayah yang lebih luas dengan pemerintahan
yang bebas dari korupsi.
B. Pembangunan Zona Integritas
Komitmen pemerintah untuk mengatasi masalah korupsi telah dimulai dengan
dikeluarkannya INPRES No. 5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi
dan Penyusunan Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi ( RAN-PK ) oleh
Bappenas 2004 – 2009. INPRES dan dokumen RAN PK Bappenas itu telah
memberikan acuan dalam upaya pemberantasan korupsi bagi setiap lini pemerintahan
yang berada di tingkat Pusat maupun Daerah. Salah satu poin penting dari INPRES No. 37
5 Tahun 2004 adalah bahwa setiap Kementerian, Lembaga, Instansi Pusat dan Daerah
harus menetapkan program ZI ( Zona Integritas ) dan WBK ( Wilayah Bebas Korupsi
). Namun dalam prakteknya masih belum berjalan seperti yang diharapkan, pasalnya
dalam prosesnya perlu ada komitmen pemerantasan korupsi oleh seluruh perangkat
instansi yang akan menerapkannya.
Zona Integritas merupakan predikat yang diberikan kepada instansi pemerintah
yang pimpinan dan jajarannya mempunyai komitmen untuk mewujudkan wilayah
bebas korupsi (WBK) dan wilayah birokrasi bersih melayani (WBBM) melalui
reformasi birokrasi, khususnya dalam hal pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas
pelayanan publik, serta reformasi birokrasi di lingkungan kerja yang menjadi tanggung
jawabnya, yang diawali dengan penandatanganan Pakta Integritas oleh seluruh
pegawainya.

[Type the company name]


Upaya pembangunan “ Zona Integritas “ yang dicanangkan oleh pemerintah
indonesia ini sebagai upaya tindak lanjut dari penandatanganan pakta integritas oleh
seluruh PNS yang berkomitmen untuk tidak melakukan tidakan korupsi ini merupakan
langkah awal yang bagus untuk menumbuhkan jiwa jiwa anti korupsi. Upaya ini juga
bisa diterapkan di dalam pemerintahan paling bawah yaitu pemerintahan desa sebagai
upaya mewujudkan pemerintah desa yang bebas korupsi sehingga dapat mencipkatan
wilayah yang bebas korupsi.
Penerapan Zona Integritas yang dimulai dengan pencanangan ZI dengan
penandatanganan pakta integritas oleh seluruh pegawai dan dipublikasikan secara luas.
Sehingga masyarakat diharapkan bisa memantau, mengawal dan mengawasi, sehingga
mereka juga bisa berpartisipasi aktif dalam pencegahan korupsi, reformasi birokrasi
serta peningkatan pelayanan publik. Dalam lingkup desa, penerapan zona integritas ini
akan sangat bagus karena masyarakat desa dapat memantau kinerja aparatur aparatur
desa dalam membangun desa. Dengan lingkup yang tidak terlalu luas, akan
mempermudah masyarakat dalam menjalankan perannya sebagai sosial control
tindakan tindakan birokrasi di lingkup desa. 38
Dalam pelaksanaannya , pemimpin desa ( lurah ataupun kepala desa ) sangat
berperan penting dalam mewujudkan upaya ini agar diterapkan di dalam pemerintahan
di desa demi terwujudnya pemerintah desa yang bebas dari korupsi. Upaya
pembangunan ZI tidak bisa hanya dilakukan oleh sebagian anggota saja, dikarenakan
butuh kesanggupan semua anggota pemerintahan desa demi keberhasilan
pembangunan ZI di dalam pemerintahan desa. Disinilah peran pemimpin desa sebagai
motivator bagi para anggotanya agar terbangunnya jiwa jiwa anti korupsi yang mana
sangat penting dalam keberhasilan pembangunan desa. Penerapan zona integritas di
dalam pemerintahan desa akan menjadikan kinerja pemerintah desa terstruktur dan
terpadu sehingga dapat fokus dalam mengembangkan wilayah desanya. Pengembangan
wilayah desa yang terlaksana akan juga berpengaruh terhadap kesejahteraan
masyarakatnya dan akan berpengaruh juga terhadap peningkatan kualitas pelayanan

[Type the company name]


publik yang diberikan oleh pemerintah desa kepada masyarakat. Sehingga masyarakat
akan lebih menghargai dan menghormati aparatur aparatur desanya dan juga akan lebih
percaya. Karena dalam kenyataannya dimasyarakat tidak sedikit masyarakat yang tidak
percaya pada aparatur aparatur desa atas kinerjanya karena tidak adanya keterbukaan.
Penerapan ini setidaknya akan bisa memberikan peluang bagi peningkatan
integritas dan mengurangi korupsi yang terjadi khususnya di lingkungan birokrasi desa.
Dengan adanya zona integritas akan ikut membenahi dan memberdayakan
suprastruktur maupun infrastruktur lembaga, serta penguatan integritas sumberdaya
aparatur. Dan juga akan meningkatkan kesadaran hukum, partisipasi masyarakat dan
penegakkan hukum. Serta dengan menegakan sistem integritas dan penerapan zona
integritas terutama disektor publik akan menumbuhkan sikap dan prinsip prinsip
aparatur desa untuk tidak melakukan korupsi dan tindakan – tindakan mal-administratif
lainnya. Aparatur desa yang berintegritas semestinya hanya menggunakan kekuasaan
dan kewenangannya untuk tujuan yang sah menurut hukum atau peraturan yang
berlaku.
Dengan sekian banyak manfaat yang terkandung dalam penerapan zona 39
integritas, lantas bagaimana cara membangun zona integritas didalam pemerintahan
desa? Pembangunan zona integritas dimulai dari tahapan pencanangan pembangunan
zona integritas yang berupa deklarasi pernyataan dari pimpinan desa, bahwa aparatur
aparaturnya telah siap membangun zona integritas. Kemudian dilanjutkan dengan
mendatangani pendatanganan dokumen pakta integritas oleh seluruh aparatur atau
sebagian besar anggota / pegawainya. Setelah penandatanganan ini, akan adanya
publikasi masal kepada masyrakat atas uaya yang akan dilakukan. Dengan adanya
publikasi ini masyarakat diharapkan bisa memantau, mengawal dan mengawasi,
sehingga mereka juga bisa berpartisipasi aktif dalam pencegahan korupsi, reformasi
birokrasi serta peningkatan kualitas pelayanan publik. Kemudian mulailah ada
pembinanan pmbinanan. Setelah penerapan ZI berlangsung dalam waktu yang cukup
memadai, pemimpin melakukan identifikasi unit kerja yang dipandang memiliki

[Type the company name]


kinerja yang baik, yang nantinya akan diusulkan menjadi unit kerja yang berpredikat
bebas korupsi. kemudian akan ada penilaian dari pemerintah pusat / tim independen
yang tentunya berpacu pada indikator indikator. Kemudian setelah ini jika memenuhi
kriteria maka akan di angkat sebagai unit kerja yang bebas korupsi.
Dan pada akhirnya, segala upaya penetapan ini erat kaitannya dengan kehendak
untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan (governance). Dalam kaitan ini diperlukan
pemberdayaan dan pelibatan eleman masyarakat untuk meningkatkan “bargainning
position” mereka termasuk gar mampu melaksanakan perannya sebagai “social
control” terhadap tindakan-tindakan birokrasi desa.

C. PENUTUP

Zona Integritas merupakan predikat yang diberikan kepada instansi pemerintah


yang pimpinan dan jajarannya mempunyai komitmen untuk mewujudkan wilayah
bebas korupsi (WBK) dan wilayah birokrasi bersih melayani (WBBM) melalui
reformasi birokrasi, khususnya dalam hal pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas 40
pelayanan publik, serta reformasi birokrasi di lingkungan kerja yang menjadi tanggung
jawabnya, yang diawali dengan penandatanganan Pakta Integritas oleh seluruh
pegawainya.
Penerapan ini setidaknya akan bisa memberikan peluang bagi peningkatan
integritas dan mengurangi korupsi yang terjadi khususnya di lingkungan birokrasi desa.
Dengan adanya zona integritas akan ikut membenahi dan memberdayakan
suprastruktur maupun infrastruktur lembaga, serta penguatan integritas sumberdaya
aparatur. Dan juga akan meningkatkan kesadaran hukum, partisipasi masyarakat dan
penegakkan hukum. Serta dengan menegakan sistem integritas dan penerapan zona
integritas terutama disektor publik akan menumbuhkan sikap dan prinsip prinsip
aparatur desa untuk tidak melakukan korupsi dan tindakan – tindakan mal-administratif

[Type the company name]


lainnya. Aparatur desa yang berintegritas semestinya hanya menggunakan kekuasaan
dan kewenangannya untuk tujuan yang sah menurut hukum atau peraturan yang
berlaku.
Upaya pembangunan “ Zona Integritas “ yang dicanangkan oleh pemerintah
indonesia ini sebagai upaya tindak lanjut dari penandatanganan pakta integritas oleh
seluruh PNS yang berkomitmen untuk tidak melakukan tidakan korupsi ini merupakan
langkah awal yang bagus untuk menumbuhkan jiwa jiwa anti korupsi. Upaya ini juga
bisa diterapkan di dalam pemerintahan paling bawah yaitu pemerintahan desa sebagai
upaya mewujudkan pemerintah desa yang bebas korupsi sehingga dapat mencipkatan
wilayah yang bebas korupsi.

DAFTAR PUSTAKA

Hartanti, Evi. 2008. Tindak Pidana Korupsi. Jakarta : Sinar Grafika.


Kemendikbud. 2011. Pendidikan Anti Korupsi untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: 41
Kemendikbud.
Ansari Yamamah (2009) diunduh dari Perilaku-Konsumtif-Penyebab-Korupsi
http://dellimanusantara.com/index.php
Nur Syam (2009) diambil dari Penyebab Korupsi http://nursyam.sunan-ampel.ac.id
Susanto, AA. (2002) Mengantisipasi Korupsi di Pemerintahan Daerah. di ambil dari
http://www.transparansi.or.id/artikel/artikelpk/artikel15.html
Agnes, Arinta Fitriana. 2017. PEMBANGUNAN ZONA INTEGRITAS MENUJU
WILAYAH BEBAS KORUPSI DAN WILAYAH BIROKRASI BERSIH
MELAYANI (Studi Pembangunan Zona Integritas BPMPPT Kabupaten
Lampung Tengah). Di ambil dari http://digilib.unila.ac.id/26082
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

[Type the company name]


Republik Indonesia nomor 52 tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan
Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih
Melayani di Lingkungan Instansi Pemerintah.
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 3 tahun 1971 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi

42
MODUL 4
PENTINGNYA PENDIDIKAN ANTI KORUPSI BAGI
APARATUR DESA

A. Latar Belakang
Korupsi berasal dari bahasa Latin : corruptio atau corruptus. Dari bahasa Latin
itulah turun ke bayak bahasa Eropa seperti Inggris yaitu corruption, corrupt,
Perancis yaitu corruption, dan Belanda yaitu corruptie. Dari bahasa Belanda inilah
kata itu turun ke bahasa Indonesia yaitu korupsi. Kata korupsi juga berarti buruk,

[Type the company name]


rusak, suka menerima uang sogok, menyelewengkan uang/barang milik perusahaan
atau negara, menerima uang dengan menggunakan jabatannya untuk kepentingan
pribadi. Korupsi yang terjadi di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan dan
berdampak buruk luar biasa pada hampir seluruh sendi kehidupan. Korupsi telah
menghancurkan sistem perekonomian, sistem demokrasi, sistem politik, sistem
hukum, sistem pemerintahan, dan tatanan sosial kemasyarakatan di negeri ini.
Dilain pihak upaya pemberantasan korupsi yang telah dilakukan selama ini belum
menunjukkan hasil yang optimal. Korupsi dalam berbagai tingkatan tetap saja
banyak terjadi seolah-olah telah menjadi bagian dari kehidupan kita yang bahkan
sudah dianggap sebagai hal yang biasa. Jika kondisi ini tetap kita biarkan
berlangsung maka cepat atau lambat korupsi akan menghancurkan negeri ini.
Korupsi harus dipandang sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang
oleh karena itu memerlukan upaya luar biasa pula untuk memberantasnya. Korupsi
merupakan masalah seharusnya menjadi perhatian semua orang. Korupsi dapat
terjadi pada setiap elemen bernegara dan bermasyarakat di seluruh belahan bumi,
tanpa memandang apakah itu negara demokratis maupun negara otoriter. Setiap
43
bangsa mengakui bahwa korupsi merupakan suatu perbuatan yang menimbulkan
kerusakan pada tatanan negara.
Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas KKN dan upaya
pemberantasan korupsi telah banyak dilakukan dan hasilnya pun telah mulai
dirasakan. Namun, masih banyak hal yang harus diselesaikan lebih lanjut. Sebagai
contoh, IPK Indonesia telah membaik dari tahun ke tahun, tetapi nilainya masih
rendah. Di samping itu, skor tersebut juga masih relatif rendah jika dibandingkan
dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya.
Sudah diketahui dengan jelas bahwa korupsi yang terjadi di negara Indonesia
ini sudah sedemikian rumit dan mengurat akar, sehingga sangat sulit untuk memulai
mengurai dari mana kegiatan advokasi bisa dilakukan. Kesulitan ini bisa
disebabkan kompleksnya permasalahan korupsi, kompleksnya pelaku korupsi, dan

[Type the company name]


kompleksnya aturan dan penegak hukum yang seharusnya berdiri di depan
mengawal sekaligus mengamankan kekayaan negara dari tangan-tangan koruptor
yang tidak bertanggungjawab.
Terungkapnya kasus korupsi di negeri ini adalah bukti belum mapannya dunia
pendidikan. Artinya orang-orang yang bergelar profesor, doktor, dan gelar
akademik lainnya pun tidak terlepas dari jeratan korupsi. Korupsi yang dilakukan
dengan cara berjamah di Kejaksaan Agung atau di mana pun juga merupakan bukti
tidak berhasilnya pembinaan mental bangsa Indonesia. Pendidikan selama belum
mampu memberikan kontribusi nyata terhadap pencegahan korupsi yang dilakukan
alumni pendidikan sendiri. Kenyataan demikian menjadikan dunia pendidikan kita
semakin jauh dari realitas kehidupan umat manusia.
Upaya pemberantasan korupsi terus dilakukan, salah satunya dilakukan melalui
legislasi. Semua bentuk perbuatan korupsi dipertegas dengan diformulasikan dalam
undang-undang, namun tampaknya undang-undang tidak bisa berdiri sendiri,
melainkan harus diikuti oleh penegakan hukum secara konsisten oleh penegak
hukum. Ternyata, penegak hukumnya terpengaruh oleh berbagai kepentingan, baik 44
kepentingan internal maupun eksternal. Padahal, masyarakat ingin agar undang-
undang di bidang pemberantasan tindak pidana korupsi dapat dirasakan menjadi
sarana yang efektif dalam pemberantasan tindak pidana korupsi (Suhariyono ,AR,
2011:8). Sehingga pemberantasan korupsi tidak cukup teratasi hanya dengan
mengandalkan proses penegakkan hukum. Membumihanguskan korupsi juga perlu
dilakukan dengan tindakan preventif, antara lain dengan menanamkan nilai
religius, moral bebas korupsi atau pembelajaran anti korupsi melalui berbagai
lembaga pendidikan.

Pendidikan anti korupsi tidak hanya diberlakukan bagi siswa maupun mahasiswa akan
tetapi seluruh jajaran pemerintahan dan elemen-elemennya. Jajaran pemerintah ini
mencakup pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Didalam aparatur desa yang

[Type the company name]


termasuk golongan pemerintah daerah terdapat tindak korupsi yang menyangkung 122
kepala desa diseluruh Indonesia, sehingga hal ini menyebabkan dampak bagi
pemerintah daerah, pemerintah pusat dan tak terkecuali masyarakat.

B. Pengertian Pendidikan Anti Korupsi


Pendidikan merupakan suatu kunci keberhasilan bagi sebuah bangsa. Pendidikan
dapat menjadikan sebuah bangsa menjadi bangsa yang tangguh, mandiri, berkarakter,
dan berdaya saing. Karena baik buruknya pendidikan sebuah bangsa dapat menentukan
kualitas baik buruknya pembangunan manusia yang ada di suatu bangsa, serta
menuntut langkah - langkah strategis guna menghentikan laju degradasi moralitas dan
karakter bangsa seperti yang dikatakan (Aziz, H.A, 2011) sudah semestinya pendidikan
karakter diimplementasikan sekaligus menjadi roh pembelajaran karakter yang baik.
Saat ini, urgensi pendidikan karakter menjadi bahan perhatian sebagai respon atas
berbagai persoalan bangsa terutama masalah dekadensi moral seperti korupsi,
kekerasan, perkelaian antar pelajar, bentrok antar etnis dan perilaku seks bebas yang
cenderung meningkat. Fenomena tersebut menurut (Tilaar, 2000) merupakan salah satu
ekses dari kondisi masyarakat yang sedang berada dalam masa transformasi sosial 45
menghadapi era globalisasi, yang mana globalisasi disebabkan perkembangan
teknologi, kemajuan ekonomi dan kecanggihan sarana informasi yang telah membawa
dampak positif sekaligus dampak negatif bagi bangsa Indonesia.
Kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini sangat memprihatinkan, baik dari
aspek sosial politik, ekonomi maupun budaya. Dari segi ekonomi sangat kapitalistik,
yaitu semakin menciptakan pemisah antara kaya dan miskin, antara rakyat dan pejabat,
antara penguasa dan yang dikuasai,dan politik misalnya sangat liberal. Dari aspek
sosial budaya, masyarakat semakin tidak berdaya menghadapi gempuran politik liberal
dan ekonomi kapitalistik, yang berakibat kekuatan sosial budaya tercerabut dari akar-
akar historisnya, (Effendy, C, 2003). Pendidikan anti korupsi adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan proses belajar mengajar yang kritis terhadap nilai-nilai

[Type the company name]


anti korupsi. Dalam proses tersebut, Pendidikan Anti korupsibukan sekedar media bagi
transfer pengetahuan, namun juga menekankan pada upaya pembentukan karakter,
nilai anti korupsi dan kesadaran moral dalam melakukan perlawanan terhadap perilaku
korupsi. Pendidikan anti korupsi juga merupakan instrumen untuk mengembangkan
kemampuan belajar dalam menangkap konfigurasi masalah dan kesulitan persoalan
kebangsaan yang memicu terjadinya korupsi, dampak, pencegahan, dan
penyelesaiannya,(Wibowo, Puspito, dan Nanang, T.2011)
Program pendidikan anti korupsi bertujuan untuk memberikan pemahaman yang
sama dan terpadu serta terbimbing dalam rangka menekan kerugian negara yang
disebabkan oleh tindakan korupsi. Kemudian harapannya berdampak pada adanya
respon atau tanggapan balik dari rakyat untuk bisa menyuarakan kearifannya mengenai
penyimpangan korupsi (Tim MCW, 2005: 42 ).
Terkait hal tersebut, pendidikan anti korupsi sudah seharusnya diberikan bukan
hanya dalam ranah pendidikan (sekolah). Akan tetapi, diberikan dalam lingkung
masyarakat terutama aparatur pemerintahan yang dikhususkan yaitu aparatur desa.
Sehingga dalam pelayanan di masyarakan terjadinya tindakan anti korupsi dan 46
transparansi dalam pemerintahannya. Pendidikan anti korupsi di aparatur desa
merupakan suatu hal yang berkesinambungan dari pendidikan jenjang sekolah sampai
perguruan tinggi.
C. Nilai dan Prinsip Anti Korupsi
Pada dasarnya korupsi terjadi karena adanya faktor internal (niat) dan faktor
eksternal (kesempatan). Niat lebih terkait dengan faktor individu yang meliputi prilaku
dan nilai-nilai yang dianut, sedangkan kesempatan terkait dengan sistem yang berlaku.
Upaya pencegahan korupsi dapat dimulai dengan menanamkan nilai-nilai anti korupsi
pada semua individu. Setidaknya ada sembilan nilai-nilai anti korupsi yang penting
untuk ditanamkan pada semua orang, yaitu :
1. Kejujuran

[Type the company name]


2. Kepedulian
3. Kemandirian
4. Kedisiplinan
5. Tanggung jawab
6. Kerja Keras,
7. Sederhana,
8. Keberanian, dan
9. Keadilan.

D. Pengertian Aparatur Desa


Dalam Pasal 202 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah (UU Pemda) dinyatakan bahwa pemerintah desa terdiri atas kepala desa dan
perangkat desa. Perangkat desa terdiri dari sekretaris desa, kepala dusun, rukun
tetangga dan rukun warga. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa aparat desa
meliputi semua orang yang terlibat dalam urusan pemerintahan desa. Aparatur desa
antara lain : 47
a. Kepala desa
Kepala Desa adalah pemimpin dari desa di Indonesia. Kepala Desa
merupakan pimpinan dari pemerintah desa. Masa jabatan Kepala Desa adalah
6 tahun, dan dapat diperpanjang lagi untuk satu kali masa jabatan. Kepala Desa
tidak bertanggung jawab kepada Camat, namun hanya dikoordinasikan saja
oleh Camat.
1) Wewenang kepala desa antara lain:
 Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan
yang ditetapkan bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
 Mengajukan rancangan peraturan desa.
 Menetapkan Peraturan Desa yang telah mendapat persetujuan bersama

[Type the company name]


BPD.
 Menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) untuk dibahas dan
ditetapkan bersama BPD.
 Membina kehidupan masyarakat desa;
 Membina perekonomian desa;
 Mengoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif;
 Mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk
kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan; dan
 Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
2) Tugas dan Kewajiban Kepala Desa yang diatur dalam pasal 101
 Memimpin penyelenggaraan pemerintah desa.
 Membina kehidupan masyarakat desa.
 Membina perekonomian desa. 48

 Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat desa.


 Mendamaikan perselisihan masyarakat di desa.
 Mewakili desanya di dalam dan diluar pengadilan dan dapat menunjuk
kuasa hukumnya.
 Menyelenggarakan rumah tangganya sendiri
 Penyelenggara dan penanggung jawab utama dibidang pemerintahan,
pembanggunan, dan Kemasyarakatan
3) Kewajiban Kepala Desa
 Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta
mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik

[Type the company name]


Indonesia;
 Meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
 Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat;
 Melaksanakan kehidupan demokrasi;
 Melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang bersih dan bebas
dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme;
 Menjalin hubungan kerja dengan seluruh mitra kerja pemerintahan desa;
 Menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundangundangan;
 Menyelenggarakan administrasi pemerintahan desa yang baik;
 Melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan
desa;
 Melaksanakan urusan yang menjadi kewenangan desa;
 Mendamaikan perselisihan masyarakat di desa;
 Mengembangkan pendapatan masyarakat dan desa;
 Membina, mengayomi dan melestarikan nilai-nilai sosial budaya dan
49
adat istiadat;
 Memberdayakan masyarakat dan kelembagaan di desa; dan
 Mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan
lingkungan hidup;
Dalam menjalankan tugasnya tersebut, Kepala Desa dibantu oleh
perangkat-perangkat desa lainnya baik dari unsur staf, unsur pelaksana dan
unsur wilayah.
b. Sekertaris Desa
Sekretaris desa merupakan ujung tombak pemerintahan desa yang
melaksanakan tugas khususnya membantu kepala desa di bidang administrasi
dan memberikan pelayanan teknis adminsitratif kepada seluruh perangkat desa
serta membantu kapala desa dalam menjalankan hak, wewenang dan kewajiban

[Type the company name]


pimpinan pemerintahan desa.
Sekretariat Desa merupakan unsur Staf Pemerintah Desa dipimpin oleh
seorang Sekretaris Desa yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada
Kepala Desa. Sekretaris Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai
Perangkat Desa. Sekertasis desa terdiri atas Sekertaris desa, dan kepala-kepala
urusan.
Kepala desa diangkat dan diberhentikan oleh bupati/walikota madya
Kepala Daerah Tingkat II setelah mendengar pertimbangan Camat atas usul
Kepala desa, apabila kepala desa berhalangan maka sekertaris desa yang
menjalankan tugas dan wewenang kepala desa sehari-hari.
Berdasarkan pertimbangan bahwa sekertaris desa sebagai kepala
sekertariat adalah lebih banyak mengetahui urusan-urusan pemerintahan desa
dibandigkan dengan perangkat desa lainnya, maka dalam hal kepala desa
berhalangan menjalankan tugasnya, sekertaris desa ditetapkan untuk
mewakilinya.
Kepala-kepala urusan diangkat dan diberhentikan oleh Camat atas nama 50
Bupati/Walikotamadya Kepala daerah tingkat II atas usul kepala desa. Syarat-
syarat pengangkatan dan pemberhentian sekertaris desa dan kepala-kepala
urusan diatur dalam peraturan daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan
oleh Menteri Dalam Negeri.
c. Kepala Dusun
Untuk memperlancar jalannya pemerintahan desa dalam desa dibentuk
dusun yang dikepalai oleh kepala dusun sesuai dengan pedoman yang
ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.
Kepala dusun adalah orang yang mengetuai sebuah dusun, satu wilayah
di bawah desa atau unsur pelaksana tugas Kepala Desa dengan wilayah kerja
tertentu. Kepala Dusun diangkat dan diberhentikan oleh Camat atas nama
Bupati/Walikotamadya kepada daerah tingkat II atas usul kepala desa.

[Type the company name]


Satu desa biasanya terdiri dari beberapa dusun dan dusun terdiri dari
beberapa RT dan RW. Masa jabatan seorang kadus paling lama adalah sekitar
lima tahun, mengikuti sistem pemerintahan yang ada di Indonesia saat ini.
1) Tugas Kepala Dusun
 Kepala Dusun berkedudukan sebagai unsur pelaksana tugas Kepala
Desa dalam wilayah kerjanya;
 Kepala Dusun mempunyai tugas pokok melaksanakan kegiatan
Pemerintahan Desa di wilayah kerjanya;
 Kepala Dusun mempunyai fungsi :
a. pelaksanaan kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan
di wilayah kerjanya;
b. pelaksanaan Keputusan dan kebijaksanaan Kepala Desa.
d. Rukun Tetangga (RT)
Rukun tetengga (RT) adalah lembaga yang dibentuk melalui
musyawarah masyarakat setempat dalam rangka pelayanan pemerintah dan
kemasyarakatan yang ditetapkan oleh kelurahan. Kedudukan, Tugas Pokok, 51
Fungsi, Kewajiban dan Hak RT yaitu:
1) Tugas Pokok RT adalah :
 Membantu menjalankan tugas pelayanan kepada masyarakat yang
menjadi tanggung jawab Pemerintah.
 Memelihara kerukunan hidup warga.
 Menyusun rencana dan melaksanakan pembangunan dengan
mengembangkan aspirasi dan swadaya murni masyarakat.
2) RT memiliki fungsi :
 Pengkoordinasian antar warga.
 Pelaksanaan dan menjembatani hubungan antara anggota masyarakat
dengan pemerintah.
 Penanganan masalah-masalah kemasyarakatan yang dihadapi warga.

[Type the company name]


3) Kewajiban RT adalah :
 Melaksanakan tugasnya sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
 Melaksanakan keputusan musyawarah warga
 Membina kerukunan hidup warga
 Membuat laporan tertulis mengenai kegiatan organisasi paling sedikit 6
bulan sekali kepada musyawarah warga.
 Melaporkan hal-hal yang terjadi dalam masyarakat yang dianggap perlu
kepada Kelurahan.
4) RT berhak untuk :
 Menyampaikan saran-saran dan pertimbangan kepada pengurus RW
mengenai hal-hal yang berhubungan dengan membantu kelancaran
pelaksanaan tugas pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.
 Memilih dan dipilih sebagai pengurus RW.
e. Rukun Warga (RW)
Rukun Warga (RW) adalah lembaga yang dibentuk melalui
musyawarah pengurus RT di wilayah kerjanya yang ditetapkan oleh Kelurahan. 52

Kedudukan, Tugas Poko, Fungsi RW yaitu:


1) Tugas Pokok RW adalah :
 Menggerakkan swadaya gotong royong dan partisipasi masyarakat di
wilayahnya.
 Membantu kelancaran tugas pokok LPM dalam bidang pembangunan
kelurahan.
2) RW memiliki fungsi :
 Mengkoordinasikan pelaksanaan tugas RT di wilayahnya.
 Pelaksanaan dan menjembatani hubungan antara RT dan masyarakat
dengan pemerintah.

[Type the company name]


E. Korupsi dan Aparatur Desa
Berdasarkan tipologinya, korupsi dibedakan menjadi lima, yaitu
(Darsono, 2001) :
1. Korupsi transaksi, merupakan korupsi yang bersifat timbal balik
(mendekati kolusi), sehingga saling menguntungkan.
2. Korupsi memeras, terjadi pada unbalanced of power, misal
pelayanan dibuat sulit sehingga menciptakan uang sogok.
3. Korupsi investif, berupa pemberian sekarang untuk menuai
dimasa mendatang.
4. Korupsi nepotisme, merupakan pengangkatan jabatan karena
kekerabatan, kecuali yang memenuhi persyaratan teknis dan
prosedur yang berlaku.
5. Korupsi dukungan adalah upaya mendukung satu pihak agar
dapat didukung balik.

Menurut Baswir (1993), ada 7 pola korupsi yang sering dilakukan oleh
53
oknum-oknum tindak korupsi baik dari kalangan pemerintah maupun swasta,
yaitu:
a) Pola konvensional
b) Pola upeti
c) Pola komisi
d) Pola menjegal order
e) Pola perusahaan rekanan
f) Pola kuitansi fiktif
g) Pola penyalahgunaan wewenang

Perilaku korupsi juga menjadi ancaman bagi aparatur desa dalam


penyelenggaraan pemerintah desa. Mengimgat dalam pelaksanaan Undang-

[Type the company name]


Undang Desa, pemerintah desa digelontor keuangan desa sebanyak 1,5 milyar
setiap desa. Hal ini menjadi problem baru bagi pemerintah desa jika tidak
dikelola secara baik dan bena. Pengelolaan keuangan desa dan manajemen desa
harus didampingi secara serius dan berkelanjutan. Pemerintah desa dengan
berbagai kekurangan dalam struktur maupun non strukturnya menghantui
dalam pelaksanaanya.
Menurut Oce Madril bahwa sudah ada beberapa kasus korupsi yang
menimpa pemerintah desa. Penyalahgunaan wewenang, anggaran, korupsi
asset, dan pengadaan barang dan jasa. Menurutnya KPK menemukan 14 potensi
persoalan dana desa yang terdiri dari 4 aspek yaitu aspek regulasi dan
kelembagaan, tata laksana, pengawasan, dan sumber daya manusia. Empat
aspek itu yang dapat mempengaruhi terjadinya korupsi di pemerintah desa.
Regulasi dan kelembagaan memberikan dampak positif terhadap percepatan
pembangunan desa. Disamping itu melalui Undang-Undang Desa, desa dituntut
untuk membuat lembaga Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD) untuk
mempermudah desa melakukan akses jaringan atau pengelolaan sumber daya 54
desa secara bersama-sama, sehingga ringan sama dijinjing, berat sama dipikul
menjadi slogan yang dapat diaplikasikan dalam pembangunan desa. Di sisi lain,
regulasi dan kelembagaan terdapat celah yang dapat disusupi untuk melakukan
penyalahgunaan wewenang maupun tindak pidana korupsi. Besarnya potensi
desa dan peluang pengelolaan sumber daya desa yang melimpah, jika kontrol
terhadap pengambil kebijakan lemah mempunyai peluang yang besar untuk
disalahgunakan. Partisipasi aktif masyarakat dan orientasi untuk kesejahteraan
dan peningkatan ekonomi masyarakat menjadi tombol siren bagi pemerintah
desa. Johan Budi mantan (Plt) Wakil Ketua KPK mengungkapkan bahwa
rawannya tindak pidana korupsi pada tataran regulasi dan kelembagaan karena
belum lengkap serta petunjuk teknis pelaksanaan keuangan desa yang juga
belum lengkap menajdi celah terjadinya korupsi. Pelaksanan tata pemerintah

[Type the company name]


desa juga mempunyai peluang terjadi korupsi desa. Pengelolaan dengan pola
manajemen lama berpotensi terjadinya korupsi. Perlu dilakukan pendampingan
secara berkelanjutan bagi pemerintah desa dalam mengelola tatanan
pemerintahan di tingkat desa. Tidak mudah mengelola organisasi
pemerintahan,dibutuhkan manajemen yang mumpuni, sistem yang baik dan
sumber daya yang kompeten dan berkualitas. Oleh karena itu, investasi
pendidikan bagi pemerintah desa penting dilakukan. Perekrutan aparatur desa
dengan harus memperhitungkan tingkat pendidikan. Kualitas pelayanan publik,
salah satu indikatornya adalah pendidikan. Kualitas pendidikan dapat
berimplikasi terhadap pelayanan yang diberikan serta memberikan potensi
pengembangan terhadap tata laksana pemerintahan desa untuk menjadi lebih
baik,demokrtasi dan transparan. Tata laksana menjadi hal yang terus diperbaiki.
Pemerintah desa harus mengubah pola pemerintahan yang lama dengan konsep
pemerintahan yang baru, yaitu melakukan reformasi birokrasi terhadap sistem
pemerintahan dan aparatur sipil negara. Hal ini harus didukung oleh
pengawasan Yang fleksibel dan kompetitif. Pengawasan lemah dapat 55
mempersubur terjadinya korupsi ditingkat desa. Pengawasan harus dilakukan
secara internal maupun eksternal. Pengawasan juga perlu didukung oleh
partisipasi dari masyarakat. Partisipasi yang tinggi dapat mengontrol kinrja
aparatur desa dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan transparan.
Disamping itu, pengelolaan sumber daya manusia desa harus terus dilakukan
berdasarkan kebutuhan dan kompetensinya. Investasi pendidikan bagi aparatur
desa penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik desa. Aparatur desa
yang kompetitif dan berkualitas dapat berimplikasi terhadap peningkatan out
put desa. Pelatihan dan pembekalan yang komprehensif dalam penataan
pemerintahan bagi aparatur desa juga perlu dipertimbangkan untuk dilakukan
ditingkat desa. Semakin besar pengelolaan desa atas tata aturan yang ada,
semakin kompleks persoalan yang dihadapi. MEA menjadi tantangan tersendiri

[Type the company name]


bagi pemerintah desa ke depan. Sumber daya manusia desa harus juga
dipersiapkan secara baik dan benar. Aparatur desa adalah kunci keberhasilan
pemerintahan desa. Ada beberapa motivasi kepala desa melakukan tindak
pidana korupsi, antara lain (1) kepala desa merupakan jabatan politik yang
didekasikan dirinya terhadap warganya selama 24 jam. Kepala desa juga
dituntut untuk dapat berpartisipasi atas kebutuhan masyarakat, mulai dari
masyarakat yang melahirkan sampai dengan adanya kematian warganya, peran
kepala desa menjadi penting kehadirannya. Otomatis dalam hal itu, kepala desa
dapat sekedarnya menyumbangnya, bisa dibayangkan berapa yang harus
dikeluarkan kepala desa dalam keseluruhan acara warga; (2) Karena kepala
desa dipilih seara langsung oleh masyarakat berdasarkan suara terbanyak
dengan modal politik yang cukup tinggi, sementara modalitas ekonomi sangat
lemah, sehingga terdorong tindak pidana korupsi dilakukan untuk
mengembalikan modal politik yang telah dikeluarkan selama masa pemilihan
kepala desa; (3) Keberadaan kepala desa menjadi incaran partai politik untuk
ditancapkan akar politiknya dengan menjadikannya kader partai politik, tidak 56
menutup kemungkinan ruang untuk melakukan tindakan korupsi sulit
dibendung, terutama ketika masa-masa pemilihan umum; (4) Lemahnya
keterbukaan dan pengawasan dalam penyelenggaraan pemerintah desa
menjadikan kontrol terhadap kinerja pemerintah desa tidak berjalan secara baik.
Apa yang sudah direncanakan, dilaksanakan dan dianggaran tanpa diawasi
secara baik, dapat berdampak terhadap terjadinya tindak pidana korupsi.
(Fathur Rohman, 2011:16-17).

F. Pentingnya Pendidikan Anti Korupsi Bagi Aparat Desa


Setiap Negara di dunia pun berusaha untuk memberantas korupsi walaupun
melalui cara dan pendekatan yang berbeda-beda seperti melalui jalur hukum,
pendidikan, budaya dan lainnya. Indonesia pun telah gencar-gencarnya melakukan

[Type the company name]


berbagai cara dan pendekatan untuk menekan tindak perilaku korupsi.
Pemberantasan korupsi semestinya dilakukan dengan mengubah perilaku
masyarakat sejak dini dan menanamkan paradigma bahwa korupsi ini adalah suatu hal
yang salah.
Program ini perlu diikuti oleh lembaga pemerintah lainnya, terutama yang
bersentuhan langsung dengan pelayanan masyarakat. Aparat desa perlu tahu prilaku
mana yang sudah masuk tindakan korupsi. Lembaga yang berhubungan dengan
pendidikan dan latihan aparatur di seluruh Indonesia hendaknya memasukkan materi
Pendidikan Anti Korupsi dalam setiap kegiatan diklat, baik itu diklat jabatan maupun
diklat fungsional.
Materi ini untuk diharapkan mampu mendidik aparat untuk mengetahui batas-
batas mana yang termasuk korupsi dan mana yang tidak, serta membentuk prilaku
aparat untuk mengikis korupsi di bidang pemerintahan.
Kebijakan ini merupakan salah satu cara untuk mendidik aparat dan masyarakat
mengenai apa itu korupsi. Hal ini karena, kadang masyarakat tidak sadar dan tidak
mengerti bahwa telah memberikan peluang terjadinya korupsi. 57
Contohnya, misalkan pemberian “uang terima kasih” kepada aparat desa dalam
pengurusan surat keterangan domisili, atau aparat kepolisian di polsek dalam
pembuatan surat keterangan kehilangan. Walaupun kadang pemahaman beberapa
masyarakat tersebut, bahwa pemberian itu sebenarnya dengan niat yang ikhlas karena
rasa terima kasih.
Namun di sisi lain pemberian tersebut dapat mendidik mental masyarakat lainnya
untuk berbuat sama, dan pada pihak aparat menjadi terdidik untuk terus menerima
gratifikasi. Contoh lainnya misalkan dengan “pilih kasih” terhadap pengguna layanan
kesehatan. Dikarenakan ada pasien pengguna layanan yang merupakan kerabat dari
seorang perawat sehingga pelayanannya dipercepat mendahului pasien lainnya. hal
tersebut tentunya memperlambat pelayanan pasien yang sudah seharusnya dilakukan.
Pendidikan anti korupsi bagi aparatur desa bisa dilakukan dengan cara dibangun

[Type the company name]


atau dibentuknya sekolah anti korupsi bagi aparatur desa. Program tersebut merupakan
bagian dari pembinaan terhadap masyarakat agar taat hukum, terutama masalah tipikor,
maka diharapkan aparat desa dalam melakukan pengelolaan DD dan ADD
mengedepankan prinsip transaparansi sesuai aturan. Hal ini bisa menjadi pendidikan
dini bagi aparatur desa untuk memahami berbagai hal yang bersangkutan dengan
korupsi.

G. Kesimpulan

Berdasarkan penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa dampak dari korupsi


sangatlah menyeluruh dari segi ekonomi, sosial, politik, birokrasi pemerintahan, dan
lingkungan. Dalam tindak korupsi terdapat faktor penyebab seseorang melakukan
tindak korupsi seperti kekurangan finansial dan sebagainya. Sehingga pendidikan anti
korupsi sangatlah diharapkan dapat membantu untuk menurunkan tingkat korupsi di
Indonesia khusunya di aparatur desa, hal ini dikarenakan pelayan langsung terhadap
masyarakat ada di pihak aparatur desa dan setiap satu tahun desa mendapatkan 1,5
milyar uang untuk pembangunan dan kepentingan di desa yang bersangkutan. Dengan 58
adanya hal seperti maka penting bagi aparatur desa untuk menjaga kepercayaan
masyarakat dalam pengelolaan uang yang di berikan oleh pemerintah pusat. Aparatur
desa harus paham tentang tindak korupsi sehingga tidak akan ada tindakan korupsi
yang merugikan bagi masyarakat khususnya.

Pembentukan sekolah anti korupsi bagi aparatur desa digunakan sebagai


program tersebut merupakan bagian dari pembinaan terhadap masyarakat agar taat
hukum, terutama masalah tipikor, maka diharapkan aparat desa dalam melakukan
pengelolaan DD dan ADD mengedepankan prinsip transaparansi sesuai aturan. Hal ini
bisa menjadi pendidikan dini bagi aparatur desa untuk memahami berbagai hal yang
bersangkutan dengan korupsi dan aparatur desa memiliki nilai dan prinsip anti korupsi

[Type the company name]


seperti kejujuran, kepedulian, kemandirian, kedisiplinan, tanggung jawab, kerja keras,
sederhana, keberanian, dan keadilan.

DAFTAR PUSTAKA

Arismunandar, Satrio. 2014. Mereka Yang Takluk di Hadapan Korupsi. Jakarta


: Denny JA’s Public Library
Azra, Azyumardi. 2006. Pendidikan Anti Korupsi. Jakarta:CSRC UIN Jakarta.
Bubandt, Nils.2016. Demokrasi, Korupsi, dan Makhluk Halus dalam Politik
Indonesia Kontemporer. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Sahrasad, Herdi. 2009. Centurygate: Refleksi Ekonomi-Politik Skandal Bank
Century. Freedom Foundation, Yayasan Indonesia Baru, dan Lingkar
Studi Islam dan kebudayaan (LSIK)
Jelloun,Tahar Ben. 2010. Korupsi, sebuah novel. Jakarta : PT. Serambi Ilmu
Perkasa
Manurung, Rosida Tiurma. 2012. Pendidikan Antikorupsi Sebagai Satuan
Pembelajaran Berkarakter Dan Humanistik. Jurnal Sosioteknologi : 59

Edisi 27 Tahun 11
Rahayu, Any Setyo ,dkk. Implementasi Pendidikan Anti Korupsi Melalui
Pendidikan Kewarganegaraan Di Smpn 8 Malang.
Sina, La. 2008. Dampak dan Upaya Pemberantasan serta Pengawasan Korups
di Indonesia. Jurnal Hukum Pro Justitia, Volume 26 No.1
Tampubolon, Samuel Mangapul. 2014. Peran Pemeriantah Dalam Upaya
Pemberantasan Korupsi Kaitannya Dengan Undang-Undang No. 32
Tahun 2004. Lex et Societatis, Vol.II/No.6
Waluyo, Bambang. 2014. Optimalisasi Pemberantasan Korupsi di Indonesia.
Jurnal Yuridis, Vol. 1 No. 2, 169-182, ISSN : 16993448
https://birenmuhammad.wordpress.com/2014/12/10/perjalanan-sejarah-hari-

[Type the company name]


korupsi/ (diakses pada 5 Juni 2017)
http://kabar24.bisnis.com/read/20151124/15/495479/peringati-hari-
antikorupsi-sedunia-kpk-gelar-festa-2015 (diakses pada 5 Juni 2017)
https://www.kpk.go.id/id/berita/siaran-pers/3792-peringatan-hari-antikorupsi-
internasional-haki-2016-menegakkan-integritas-dari-bumi-lancang-
kuning (diakses pada 5 Juni 2017)
http://www.netralnews.com/news/singkapsejarah/read/41018/hari.antikorupsi.
internasional/0 (diakses pada 5 Juni 2017)

60
MODUL 5
KEBIJAKAN PENGUATAN BADAN USAHA MILIK DESA
(BUMD) MELALUI DANA ALOKASI DESA

A.Latar Belakang
Indonesia yang merupakan negara yang masih berkembang tentuya sangat
bersemangat dalam membangun negaranya. Pemerintah Indonesia telah melakukan
berbagai upaya agar negara yang ia pimpin mampu bersaing dengan negara-negara lain

[Type the company name]


yang sudah maju atau menuju maju. Seperti halnya dengan negara lain, Indonesia juga
bercita-cita menjadi negara maju yang mampu bersaing dengan negara-negara maju
lainnya yang sudah dari dulu telah mengalami perkembangan pesat dalam berbagai
bidang. Sedikit demi sedikit negara Indonesia kini semakin berkembang.
Pembangunan nasional bangsa sebenarnya dimulai dari hal-hal yang sederhana dan dan
kecil. Seperti halnya dengan pembangunan nasional yang sudah seharusnya mulai dari
lingkup kecil seperti desa. Pembangunan dapat diartikan sebagai salah satu langkah
untuk mencapai kesejahteraan hidup warga. Desa merupakan agen pemerintah yang
paling depan dalam melaksanakan pembangunan, karena pembangunan ditingkat desa
berkenaan langsung dengan masyarakat. Dalam mendorong pembangunan ditingkat
desa, pemerintah memberikan kewenangan kepada pemerintah desa untuk mengelola
daerahnya secara mandiri, salah satunya adalah melalui lembaga ekonomi yang berada
ditingkat desa yakni Badan Usaha Milik Desa. Lembaga berbasis ekonomi ini menjadi
salah satu program yang dijalankan desa sebagai sarana untuk meningkatkan
Pendapatan Asli Desa (PADes). Peranan BUMDes sebagai instrumen penguatan
otonomi desa dan juga sebagai instrument kesejahteraan masyarakat. BUMDes sebagai
61
instrumen otonomi desa maksudnya adalah untuk mendorong pemerintah desa dalam
mengembangkan potensi desanya sesuai dengan kemampuan dan kewenangan desa.
Sedangkan sebagai instrument kesejahteraan masyarakat yakni dengan melibatkan
masyarakat didalam pengelolaan BUMDes akan mendorong ekonomi dan juga
mengurangi tingkat pengangguran di desa.
Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dilakukan oleh Pemerintah
Desa bersama dengan masyarakat. Pengelolaan yang melibatkan masyarakat secara
langsung diharapkan mampu untuk mendorong perekonomian dengan memberdayakan
masyarakat. Keterlibatan masyarakat dimulai sejak awal pendirian sampai dengan
pengelolaan lembaga tersebut. Perbedaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dengan
lembaga ekonomi lainnya adalah permodalan diatur dalam kebijakan, bahwa dalam
permodalan Badan Usaha Milik Desa memiliki komposisi dari pemerintah

[Type the company name]


desasebanyak 51% dan 49% dari masyarakat. Peraturan yang mengatur secara rinci
Badan Usaha Milik Desa diatur didalam Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 39
tahun 2010 tentang Badan Usaha Milik Desa. Dalam mengelola BUMD ini tentunya
dana yang diperoleh tersebut melalui pihak masyarakatnya sendiri dan juga dibantu
oleh pemerintah melalui dana yang secara khusus di alokasikan untuk pembanguan
desa. Oleh karena itu, perlu lebih lanjut diadakan suatu analisis mengenai bagaimana
kebijakan penguatan BUMD melalui dana alokasi desa beserta contoh yang secara
nyata di terjadi di lapangan.

B. Gambaran Umum BUMD


Permendesa Nomor 4 tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan
Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa, yang menjadi pedoman bagi
daerah dan desa dalam pembentukan dan pengelolaan BUMDes. Jenis usaha yang
dapat dikembangkan melalui BUMDes diantaranya: usaha bisnis sosial melalui usaha
air minum desa, usaha listrik desa dan lumbung pangan, usaha bisnis penyewaan 62
melalui usaha alat transportasi, perkakas pesta, gedung pertemuan, rumah toko dan
tanah milik BUMDes dan usaha bersama (holding) sebagai induk dari unit-unit usaha
yang dikembangkan melalui pengembangan kapal desa dan desa wisata. Dari data
Kementerian Desa, tercatat sebanyak 1.022 BUMdes telah berkembang di seluruh
Indonesia, yang tersebar di 74 Kabupaten, 264 Kecamatan dan 1022 Desa.
Kepemilikan Bumdes terbanyak berada di Jawa Timur dengan 287 BUMdes, kemudian
Sumatera Utara dengan 173 BUMDes. Sementara itu terkait dengan peraturan daerah
atau peraturan desa sebagai payung hukum BUMDes, diketahui sampai saat ini telah
diterbitkan sebanyak 45 Peraturan Daerah dan 416 Peraturan Desa yang mengatur
tentang pembentukan dan pengelolaan BUMdes.
Jenis Usaha Badan Usaha Milik Desa

[Type the company name]


Jenis usaha dalam BUMDES diklasifikasikan ke-dalam 6 klasifikasi sebagai berikut:
1. Bisnis Sosial
Jenis usaha bisnis sosial dalam BUMDES yakni dapat melakukan pelayanan publik
kepada masyarakat. Dengan kata lain memberi keuntungan sosial kepada warga,
meskipun tidak mendapatkan keuntunggan yang besar.
2. Bisnis Uang
BUMDES menjalankan bisnis uang yang memenuhi kebutuhan keuangan masyarakat
desa dengan bunga yang lebih rendah daripada bunga uang yang didapatkan
masyarakat desa dari para rentenir desa atau bank-bank konvensional.
3. Bisnis Penyewaan
BUM Desa menjalankan bisnis penyewaan untuk melayani kebutuhan masyarakat
setempat dan sekaligus untuk memperoleh pendapatan desa.
4. Lembaga Perantara
BUM Desa menjadi “lembaga perantara” yang menghubungkan komoditas pertanian
dengan pasar atau agar para petani tidak kesulitan menjual produk mereka ke pasar.
Atau BUM Desa menjual jasa pelayanan kepada warga dan usaha-usaha masyarakat. 63
5. Trading/perdagangan
BUM Desa menjalankan bisnis yang berproduksi dan/atau berdagang barang-barang
tertentu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat maupun dipasarkan pada sekala pasar
yang lebih luas.
6. Usaha Bersama
BUM Desa sebagai ”usaha bersama”, atau sebagai induk dari unit-unit usaha yang ada
di desa, dimana masing-masing unit yang berdiri sendiri-sendiri ini, diatur dan ditata
sinerginya oleh BUM Desa agar tumbuh usaha bersama.
BUMDES merupakan salah satu lembaga ekonomi yang diharapkan dapat
menjadi salah satu yang berkontribusi pada sumber pendapatan desa. Namun
keberadaan Bumdes perlu mendapatkan justifikasi hukum yang pasti. Ketentuan pada

[Type the company name]


UU Pemerintahan Daerah jelas menyebutkan bahwa Bumdes merupakan badan hukum.
Dalam UU Desa dan juga PP Desa disebutkan bahwa Badan Usaha Milik Desa, yang
selanjutnya disebut BUM Desa, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar
modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari
kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha
lainnya untuk sebesarbesarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
Selanjutnya dalam Bab X Pasal 87 UU Desa diatur bahwa:(1) desa dapat
mendirikan Badan Usaha Milik Desa yang disebut BUM Desa; (2) BUM Desa dikelola
dengan semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan; (3) BUM Desa dapat
menjalankan usaha di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pada pasal 88 UU Desa jo. Pasal 132 PP Desa disebutkan bahwa Bumdes
didirikan berdasarkan musyawarah desa yang kemudian hasil musyawarah tersebut
ditetapkan dengan Peraturan Desa. Selanjutnya dalam Pasal 135 PP Desa disebutkan
bahwa modal awal Bumdes bersumber dari APB Desa yang merupakan kekayaan Desa
yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham. Modal Bumdes terdiri dari : 1) 64
Penyertaan Modal Desa, yang berasal dari APB Desa dan lainnya; 2) Penyertaan Modal
Masyarakat Desa.
Status Bumdes sebagai badan hukum dikukuhkan melalui undang-undang,
namun sebagai badan hukum, ia harus memiliki organisasi yang teratur. Organisasi
yang teratur ini dapat dilihat dalam Pasal 132 PP Desa yang menyebutkan bahwa
Pengelola Bumdes setidaknya harus terdiri dari : 1) Penasehat; dan 2) Pelaksana
Operasional. Penasehat secara ex-officio dijabat oleh Kepala Desa, sedangkan
Pelaksana Operasional adalah perseorangan yang diangkat dan diberhentikan oleh
Kepala Desa.
Tidak seperti badan hukum layaknya Perseroan Terbatas, Yayasan ataupun
Koperasi, dimana kesemuanya mendapatkan statusnya sebagai badan hukum saat
mendapatkan pengesahan dari menteri terkait. Dalam UU Desa dan PP Desa tidak

[Type the company name]


disebutkan secara eksplisit saat mana Bumdes sah menjadi sebuah badan hukum.
Namun dari Pasal 88 UU Desa jo. Pasal 132 PP Desa yang menyebutkan bahwa
“Pendirian BUM Desa dilakukan melalui musyawarah Desa dan ditetapkan dengan
peraturan Desa” maka dapat disimpulkan bahwa saat telah disahkannya kesepakatan
dalam musyawarah Desa dan kesepakatan tersebut ditetapkan dalam suatu Peraturan
Desa, maka pada saat itulah telah lahir Bumdes sebagai badan hukum.
Dari beberapa aturan tersebut di atas terlihat bahwa Bumdes memang dibentuk
dengan konsep sebagai badan hukum. Untuk dapat disebut sebagai badan hukum, maka
harus memiliki karakteristik antara lain yaitu : 1) Adanya harta kekayaan yang terpisah;
2) Mempunyai tujuan tertentu; 3) Mempunyai kepentingan sendiri; 4) Adanya
organisasi yang teratur. Keempat ciri tersebut tercermin dalam ketentuan yang
mengatur tentang Bumdes tersebut. Kekayaan Bumdes merupakan kekayaan Desa
yang dipisahkan. Bumdes juga memiliki tujuan dan kepentingan yang ditetapkan oleh
undang-undang yaitu untuk mengembangkan perekonomian desa dan meningkatkan
pendapatan desa. Bumdes juga memiliki organisasi yang teratur yang dapat dilihat dari
adanya penasehat dan pelakasana operasional. 65

C. Gambaran Kebijakan Penguatan BUMD melalui Dana Alokasi Desa


1.Konsep Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan, menurut Grindle hasil implementasi kebijakan
dipengaruhi oleh Konten dan konteks kebijakan. Pembahasan mengenai konten
kebijakan yang diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 9 tahun 2010, konten kebijakan
yang pertama adalah kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi kebijakan. Dalam
menghindari adanya kepentingan-kepentingan yang akan berdampak kepada hasil
implementasi dan menghindari kerugian-kerugian bagi kelompok tertentu, maka
didalam pembentukan BUMDes harus dilakukan berdasarkan Musyawarah Desa yang
dihadiri masyarakat dan juga pemerintah desa. Melalui musyawarah tersebut, akan
menjaring semua aspirasi baik dari masyarakat maupun pemerintah desa didalam

[Type the company name]


mendirikan BUMDes dan juga didalam menentukan jenis usaha yang akan dijalankan.
Konten yang kedua manfaat kebijakan Badan Usaha Milik Desa yang diatur dalam
Perda nomor 9 tahun 2010 bertujuan untuk meningkatkan sumber Pendapatan Asli
Desa, meningkatkan pengelolaan potensi desa sesuai dengan kebutuhan masyarakat
desa serta untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang berkaitan dengan
pemberdayaan masyarakat desa. Manfaat kebijakan ini berkaitan dengan konten
kebijakan yang ketiga, yakni derajat perubahan yang ingin dicapai. Perubahan yang
ingin dicapai dengan adanya kebijakan BUMDes ini adalah untuk mendorong
pemerintah desa didalam mengelola potensi ekonomi didesanya, yang mana ini akan
berdampak kepada pemasukan PADes serta ekonomi masyarakat. Adanya pemasukan
untuk pendapatan asli desa tersebut akan menghindari ketergantungan pemerintah desa
terhadap dana bantuan dari pemerintah untuk menjalankan program pembangunan.
Kemandirian desa dalam mencari sumber pemasukan merupakan perubahan yang ingin
dicapai sehingga mampu mewujudkan kesejahteraan desa. Keempat, letak
pengambilan keputusan. Bahwa dalam Badan Usaha Milik Desa letak pengambilan
keputusan melalui musyawarah desa yang dihadiri oleh pemerintah desa dan juga 66
masyarakat desa. Musyawarah tersebut juga merupakan tempat untuk menentukan
jenis usaha yang akan dijalankan oleh BUMDes. Kelima, pelaksana kebijakan.
Implementasi kebijakan harus didukung oleh pelaksana kebijakan yang memiliki
kemampuan dalam mengelolan lembaga tersebut. Dalam mendorong kemampuan
pelaksana kebijakan BUMDes, Pemerintah Kabupaten melalui Badan Pemberdayaan
Masyarakat dan Pemerintahan Desa melakukan pendampingan dan pelatihan kepada
pengurus BUMDes. Pelatihan mengenai manajemen dan dalam menentukan jenis
usaha dirasa perlu untuk mendorong pelaksanaan kebijakan BUMDes yang ada
tersebut berjalan sesuai apa yang ditargetkan. Serta konten kebijakan yang Keenam
adalah sumber daya yang digunakna. BUMDes merupakan lembaga ekonomi yang
berdirinya harus didasari oleh adanya potensi ekonomi, sehingga sumber daya menjadi
penting dalam mendorong pelaksanaan kebijakan. Hal tersebut juga telah diatur dalam

[Type the company name]


Perda bahwa syarat pendirian BUMDes harus berdasarkan adanya sumber daya atau
potensi yang belum dikelola secara maksimal oleh desa. Terkait dengan fokus
pembahasan ini akan lebih mengarah kepada dimensi konteks kebijakan, karena dalam
pelaksanaan kebijakan BUMDes tersebut telah diatur dalam Perda nomor 9 tahun 2010
telah mencangkup dimensi konten kebijakan.
2.Alokasi dan Akses Dana Desa
Dalam proses pengelolaan dana desa, ada beberapa peraturan yang mengatur
tentang dana desa serta prioritas penggunaan dana desa, diantaranya Peraturan
Pemerintah(PP) No. 60 tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari APBN
yang kemudian direvisi dengan PP No 22 Tahun 2015, Peraturan Menteri Keuangan
No 49/PMK.07/2016 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan,
Pemantauan dan Evaluasi Dana Desa, dan Permendes No 21 Tahun 2015 tentang
Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2016 yang mengatur mengenai
prioritas penggunaan dana desa yang masa berlakunya untuk tahun 2016. Peraturan
tersebut dihadirkan untuk mendorong peningkatan perekonomian dan kesejahteraan
warga desa, tetapi secara tidak langsung juga mempersempit ruang partisipasi warga 67
dalam menjalankan proses pembangunan desa.
Permasalahan yang muncul dalam pengelolaan dana desa adalah pengalokasian
dana desa yang dilakukan secara terpusat. PP No 22 Tahun 2015 pasal 12 mengatur
tentang besaran dana desa di setiap desa. Pasal 12 ayat 6 secara khusus menyebutkan
bahwa tata cara pembagian dan penetapan rincian dana desa setiap desa ditetapkan
dengan peraturan bupati/walikota. Tata cara pengalokasian dana desa juga diatur dalam
peraturan menteri, diantaranya adalah Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) dan
Permendes.
Dalam Permenkeu No. 49/PMK.07/2016 ada beberapa pasal secara khusus
mengatur mengenai pengalokasian dana desa sehingga dana desa dalam peruntukannya
diformat secara terpusat dan berjenjang dari pusat ke daerah hingga desa. PMK No

[Type the company name]


49/PMK.07/2016 Pasal 10 menyiratkan bahwa tata cara pembagian dan penetapan
besaran dana desa dan termasuk rincian dana desa ditetapkan dengan peraturan
bupati/walikota. Selain itu PMK No 49/PMK.07/2016 pasal 12 mengatur tentang
penyusunan daftar isian pelaksana anggaran yang merupakan format penetapan rincian
dana desa. Artinya kementerian keuangan sudah membuat format baik daftar isian
pelaksana anggaran maupun laporan realisasi dana desa.
Selain format daftar isian dan laporan realisasi dana desa yang ditentukan oleh
kementerian keuangan, pelaksanaan kegiatan yang dibiayai oleh dana desa juga
berpedoman pada pedoman teknis yang ditetapkan oleh bupati/walikota mengenai
kegiatan yang dibiayai dari dana desa. Hal ini menyebabkan proses pengalokasian dana
desa sudah ditetapkan terlebih dahulu melalui peraturan bupati/walikota yang menjadi
tembusan ke menteri keuangan untuk menetapkan alokasi dana desa kabupaten/kota.
Aturan tersebut menyiratkan hal yang kontradiksi. Di satu sisi ada keinginan agar desa
secara mandiri mengelola pembangunannya sendiri, tetapi di sisi lain penerapan aturan
pengelolaan dana desa untuk pembangunan desa itu sendiri dilakukan secara terpusat
dari pemerintahan diatasnya. Dalam hal pengelolaan keuangan desa, terdapat proses- 68
proses sentralisasi keuangan dimana proses pengelolaan dana desa walaupun
mengisyaratkan partisipasi warga melalui musyawarah desa (sesuai dengan UU No. 6
Tahun 2014) tetapi masih tetap memberlakukan standar pengelolaan keuangan dari
pusat. Memang hal ini ditujukan untuk mempermudah pertanggungjawaban keuangan,
tetapi di sisi lain justru tidak menunjukkan kemandirian desa dalam pelaksanaan
pembangunan desa.
Penetapan rincian dana desa oleh kementerian keuangan yang kemudian
ditetapkan oleh bupati/walikota berdampak pada proses pengalokasian dana desa di
tingkat desa. Pemerintahan desa pada praktiknya mengikuti format yang diberikan dari
pemerintahan diatasnya dalam mengalokasikan dana desa (hingga rincian besaran
biaya peruntukan), sehingga mengabaikan fungsi pelaksana pemerintahan lainnya yaitu
BPD. Dalam hal ini, BPD dalam pengalokasian dana desa hanya mendapatkan

[Type the company name]


tunjangan. Besaran alokasi anggaran desa untuk BPD tidak sesuai dengan beban kerja
BPD sebagai lembaga legislatif desa. UU No 6 Tahun 2014 mengatur secara jelas
fungsi BPD diantaranya dalam proses pembahasan rancangan peraturan desa,
menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa, serta melakukan pengawasan
kinerja kepala desa. Dengan peran sebagai badan legislatif di desa, anggota BPD
memiliki beban kerja yang tinggi. Hal ini berbanding terbalik dengan alokasi anggaran
desa untuk BPD.
Alokasi anggaran untuk BPD diatur dalam Permendagri No 113 Tahun 2014
mengenai pengelolaan keuangan desa. Dalam peraturan tersebut, alokasi anggaran
untuk BPD diatur dalam belanja pegawai dan belanja barang dan jasa, dimana BPD
hanya mendapatkan tunjangan dan dana operasional. Peraturan tersebut tidak mengatur
penghasilan tetap untuk anggota BPD. Besaran tunjangan untuk BPD kemudian
ditetapkan melalui peraturan Bupati/Walikota tanpa memperhatikan beban kerja BPD.
Peraturan yang lain yang mengatur tentang dana desa adalah Permendes No 21
Tahun 2015. Dalam Permendes No 21 Tahun 2015 pasal 5 mengatur mengenai
penggunaan dana desa dengan menentukan skala prioritas kegiatan, anggaran dan 69
belanja desa disepakati dan diputuskan melalui musyawarah desa. Hal ini menjadi
ambigu karena dalam Permendes No 21 Tahun 2015 sudah menetapkan pedoman
umum prioritas penggunaan dana desa berdasarkan tipologi desa. Artinya desa-desa
dengan karakteristik yang khas harus merujuk pada karakteristik atau tipologi desa
yang ditentukan dalam Permendes No 21 tahun 2015 (bagian lampiran). Permendes No
21 tahun 2015 ini menyiratkan bahwa penentuan prioritas kegiatan dan APBDes
disepakati melalui musyawarah desa, tetapi skala prioritas itu sendiri sudah ditentukan
dan merupakan keharusan untuk mengikuti pedoman prioritas pembangunan dalam
Permendes tersebut. Dampaknya adalah pemerintahan desa dalam menyusun rencana
kerja merujuk pada skala prioritas penggunaan dana desa yang dibuat dalam Permendes
tersebut. Pada praktiknya, kepala desa ketika melakukan penyusunan rencana kerja
pemerintah sudah berdasarkan prioritas penggunaan dana desa yang ditetapkan,

[Type the company name]


sehingga memungkinkan untuk abai terhadap kondisi keunikan lokal dan
kebutuhan/kepentingan yang spesifik dalam merumuskan pembangunan di desa
melalui musyawarah desa. Permasalahan lainnya adalah kesenjangan akses dana desa
yang berpotensi menimbulkan konflik antara desa adat dan desa dinas. Kasus ini terjadi
di Bali dimana dalam struktur desa terdapat dua struktur pemerintahan yaitu desa dinas
atau administratif, dan desa adat yang berdiri berdampingan di wilayah yang sama atau
wilayah yang beririsan. Pengalokasian dana desa yang diformat dari atas menyebabkan
interpretasi bahwa dana desa hanya diperuntukkan kepada desa dinas. Dana desa yang
diperuntukkan hanya kepada desa dinas menyebabkan posisi desa adat menjadi
subordinatif. Hal ini mengubah tatanan yang telah lama berdiri dimana desa
administratif dan desa adat berdiri setara di wilayah kekuasaan yang sama atau
beririsan dengan pembagian wewenangnya masing-masing.
Peraturan yang dikeluarkan mengenai pengalokasian dana desa secara tidak
langsung mengabaikan desa adat dengan struktur yang ada. Akses dana desa oleh desa
adat kepada desa dinas pada akhirnya terbentur oleh rejim pertanggungjawaban
keuangan penggunaan dana desa. PMK No 49/PMK.07/2016 pasal 25 ayat 5 70
menyatakan bahwa laporan realisasi penggunaan dana desa disusun sesuai dengan
format yang dibuat oleh menteri keuangan. Pelaporan realisasi penggunaan dana desa
secara terpusat ini memberikan dampak pada upaya pengambilalihan aset dari desa
adat. Mekanisme akses dana desa menjadi masalah karena di satu sisi kepala desa
adminstratif memegang kekuasaan dalam pengelolaan keuangan, sedangkan desa adat
mengelola aset desa. Upaya pengambilalihan aset merupakan dampak dari proses
pelaporan pertanggungjawaban keuangan kepada pemerintah pusat, sebagai akibat dari
pemanfaatan anggaran yang dikelola desa dinas. Mekanisme ini dikuatirkan akan
menimbulkan konflik antara desa adat dan desa dinas.
Mekanisme transfer dana desa yang berjenjang rentan dengan manipulasi akibat
relasi kuasa antara kabupaten/kota dan desa menjadi permasalahan berikutnya terkait
dana desa. Dalam Permendagri No 113 tahun 2014 mengenai pengelolaan keuangan

[Type the company name]


desa khususnya pasal 9 ayat 2 mengatur tentang pendapatan desa dan salah satunya
adalah dari dana desa. Dana desa merupakan bagian pendapatan desa yang masuk
dalam kelompok transfer. Metode transfer ini diberikan dari pemerintah pusat yang
kemudian disalurkan ke pemerintah kabupaten/kota. Pemerintah kabupaten/kota
kemudian memberikan dana desa melalui metode transfer ke setiap desa di
kabupaten/kota. Mekanisme transfer ini juga diatur dalam PMK No 49/PMK.07/2016
pasal 14 yaitu penyaluran dana desa melalui rekening negara, kemudian ke rekening
daerah yang selanjutnya disampaikan ke rekening desa. Mekanisme transfer yang
berjenjang pada praktiknya memiliki masalah. Pemerintah kabupaten/kota dalam
praktiknya memiliki kuasa dalam menyalurkan dana desa ke desa, apakah dana desa
ditahan atau tidak disalurkan, atau dana desa disalurkan dalam tenggang waktu yang
sempit sehingga penggunaan dana desa tidak maksimal untuk pembangunan desa.
Dengan mekanisme transfer dana desa yang dilakukan secara berjenjang, hal ini rentan
manipulasi dan beragam kepentingan dengan kondisi keragaman pemerintahan
kabupaten/kota.

71
D. Contoh Pelaksanaan Kebijakan Penguatan BUMD melalui Dana Alokasi
Desa di Desa Karangrejek, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul
Desa Karangrejek merupakan salah satu desa yang sudah memiliki BUMDES
sejak tahun 2008. Perencanaan dan pembentukan BUMDES Karangrejek ini adalah
atas prakarsa dari seluruh masyarakat karena melihat kondisi yang dialami mereka
yaitu keterpurukan akibat kekeringan air yang melanda desa mereka. Pendirian
BUMDES ini mendapatkan dana dari pemerintah kabupaten setelah mengajukan
proposal. Kemudian dana tersebut dikelola seluruhnya oleh masyarakat desa dan
terdapat intervensi dari pemerintah desa. Seperti yang dikemukakan oleh Midgley
(1995:78- 79) yaitu “Ada beberapa aspek dalam pembangunan desa, diantaranya
mementingkan proses dan adanya intervensi dari pemerintah.” Intervensi yang

[Type the company name]


dimaksud disini adalah adanya perlindungan hukum yang mengatur tentang BUMDES
dan pengawasan dari pemerintah desa Karangrejek terhadap kegiatan-kegiatan
BUMDES di Karangrejek. Meskipun seluruhnya dikelola oleh masyarakat, namun
keterlibatan pemerintah desa juga diperlukan dalam pengelolaan dengan tetap
memperhatikan kepentingan masyarakat desa. Pemerintah desa juga ikut andil dalam
melihat potensi desa untuk dikembangkan masyarakat sehingga menjadi unit-unit
BUMDES Karangrejek. Uphoff dalam Cernea (1988:500) menyatakan bahwa “Salah
satu paradoks dalam mendorong partisipasi adalah bahwa dalam mempromosikan
pembangunan dari bawah (bottom up planning), justru sering pula membutuhkan upaya
dari atas.” Hal ini terlihat dalam wacana yang menggunakan pendukung atau promotor
yang direkrut, dilatih dan ditempatkan di lapangan dari pusat untuk bekerja dengan
penduduk pedesaan dan mengembangkan kapasitas organisasi diantara mereka. Dalam
awal mula pendirian BUMDES Karangrejek, dilakukan pelatihan dan pendidikan
terlebih dahulu kepada masyarakat desa yang didatangkan dari pemerintah kabupaten
serta mengambil mahasiswa dari suatu perguruan tinggi yang ada di Yogyakarta. Hal
ini dimaksudkan agar masyarakat desa lebih terlatih dan menguasai tentang BUMDES.
72
Dengan memberdayakan seluruh lapisan masyarakat Desa Karangrejek, pembangunan
sumur bor yang menjadi salah satu unit BUMDES ini berjalan dengan lancar. Seluruh
masyarakat membuatnya secara gotongroyong tanpa dibayar, hal ini membuktikan
bahwa partisipasi masyarakat akan pembangunan BUMDES sangat tinggi. Setelah
diterapkannya BUMDES di Desa Karangrejek dan melihat partisipasi masyarakat yang
begitu tinggi, banyak dampak yang diberikan kepada desa dan masyarakat desa.
Pembangunan di desa semakin meningkat. BUMDES di Desa Karangrejek ini dinilai
sudah berhasil dijalankan meskipun belum semua unit berjalan efektif. Keberhasilan
ini tentunya tidak luput dari kerja keras dan partisipasi seluruh masyarakat desa.
Dengan memanfaatkan BUMDES, kondisi masyarakat yang dulunya miskin sekarang
kehidupannya lebih terjamin, kesejahteraan masyarakat meningkat, pengengguran
berkurang, kesehatan lebih baik dan banyak pembangunan yang dilakukan yang

[Type the company name]


berorientasi masyarakat. Pemerintah desa dalam menciptakan unit-unit BUMDES ini
sangat melihat kebutuhan masyarakat.

E. Saran
Setelah pembaca membaca makalah ini diharapkan pembaca dapat memahami
dan berbagi informasi mengenai bagaiamana suatu BUMD dapat diperkuat dengan
adanya usaha-usaha yang mendorong pemerintah bersedia mengalokasikan dana yang
seharusnya dialokasikan ke semua desa yang layak untuk mendapatkan dana tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Agustino, Leo. 2008. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: CV. ALFABETA

Angger Sekar Manikam. 2010. Implementasi Program Badan Usaha Milik


Desa Di Desa Ngeposari Kecamatan Semanu Kabupaten Gunung Kidul
Tahun 2009. Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIPOL UMY

Hayami, Y dan Kikuchi, M. 1987. Dilema Ekonomi Desa, Suatu Pendekatan


73
Ekonomi Terhadap Perubahan Kelembagaan Di Asia. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia
Korten, David C dan Sjahrir. 1988. Pembangunan Berdimensi Kerakyatan. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010 Tentang Badan Usaha Milik
Desa. 25 juni 2010. Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 316.
Jakarta

Perda No 7 tahun 2010 tentang tata cara pendirian BUMDes di seluruh desa di
kabupaten gunungkidul Perdes No 6 tahun 2010 tentang pendirian bumdes

Sulistyani,AT. 2004. Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan. Yogyakarta:


Gava Media.

administrasipublik.studentjournal.ub.ac.id/index.php/jap/article/viewFile/189/169

[Type the company name]


digilib.unila.ac.id/21324/3/SKRIPSI%20TANPA%20BAB%20PEMBAHASAN.pdf
http://business-law.binus.ac.id/2016/10/16/badan-usaha-milik-desa-status-dan-pembentukannya/
https://id.wikipedia.org/wiki/Badan_usaha_milik_desa
https://media.neliti.com/media/publications/36883-ID-urgensi-badan-usaha-milik-desa-bumdes-
dalam-pembangun-perekonomian-desa.pdf
journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jpm3cd22097c1full.pdf
www.bpkp.go.id/public/upload/unit/sakd/files/Juklakbimkonkeudesa.pdf
www.puskapol.ui.ac.id/.../MAKALAH-KEBIJAKAN-TATA-KELOLA-DESA_PUSK...

74
[Type the company name]

75

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai