PENDAHULUAN
1
dan frekuensi pemberian obat yang mempengaruhi onset dan durasi kerja
obat. Dosis rejimen diperlukan untuk memastikan penggunaan obat kepada
pasien sudah tepat dosis, waktu dan cara pemakaian, sehingga dapat
memberikan efek terapi yang optimal. Tanggung jawab seorang apoteker
untuk menentukan dan memberikan rekomendasi dosis rejimen yang tepat
dalam pengobatan pasien.
2.1 Tujuan
1. Mengidentifikasi rejimen pengobatan pasien melalui penelusuran rekam
medik pasien pada tanggal 19-24 Agustus 2018
2. Memberikan rekomendasi yang sesuai untuk rejimen pengobatan pasien
pada Tanggal19-24 Agustus 2018.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
3
2. Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran
darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosi (akibat penumpukan
asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya
mendahului terjadinya gagal jantung.
3. Hipertensi sistemik atau pulmonal (Peningkatan afterload)
Meningkatnya beban kerja jantung dan pada gilirannya
mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertrofi
miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena
meningkatkan kontraktilitas jantung. Tetapi untuk alasan yang tidak
jelas, hipertrofi otot jantung tidak berfungsi secara normal, akhirnya
terjadi gagal jantung
4. Peradangan dan katub miokardium degeneratif
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara
langsung merusak serabut jantung. Menyebabkan kontraktilitas menurun.
5. Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi akibat penyakit jantung yang
sebenarnya tidak secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme
yang biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah melalui jantung
(misalnya : stenosis katup senilluner), ketidakmampuan jantung untuk
mengisi darah (misal : tamponade perikardium, perikardium konstriktif).
4
dan edema. Perkembangan dari kongestif sistemik atau paru-paru dan edema
dapat dieksaserbasi oleh regurgitasi fungsional dan katub-katub
trikuspidalis.Tetapi pada gagal jantung dengan masalah utama kerusakan
dan kekakuan serabut otot, sekuncup berkurang dan curah jantung normal
masih dapat dipertahankan. Volume sekuncup ialah jumlah darah yang
dipompa pada setiap kontraksi tergantung pada 3 faktor :
1. Preload adalah sinonim dengan hukum starling pada jantung yang
menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi jantung bergandeng
langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya tegangan
serabut jantung.
2. Kontraktilitas mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi
pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut
jantung serta kadar kalsium.
3. Afterload mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus
dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang
ditimbulkan oleh tekanan arteriole.
4. Gagal jantung, jika satu atau lebih dari ketiga faktor tersebut terganggu,
hasil jantung berkurang kemudahan dalam menentukan hemodinamika
melalui prosedur pemantauan infasif telah mempermudah diagnosa
jantung kongestif dan mempermudah penerapan terapi farmakologis yang
efektif (Brunner dan Suddarth, Hal 805. KMB)
5
Kongesti jaringan terjadi diakibatkan karena tekanan arteri dan vena
yang meningkat akibat turunnya curah jantung pada kegagalan jantung.
Tanda dominan gagal jantung adalah meningkatnya volume intravaskuler.
Turunnya curah jantung pada gagal jantung di manivestasikan secara luas
karena darah tidak dapat mencapai jaringan dan organ (perfusi rendah)
untuk menyampaikan oksigen yang di butuhkan. Beberapa efek yang timbul
yang diakibatkan perfusi rendah adalah pusing, konfusi, kelelahan, tidak
toleran terhadap latihan dan panas, ekstremitas dingin, dan keluaran urin
yang berkurang atau oliguri. Tekanan perfusi ginjal yang menurun
mengakibatkan pelepasan stress dari ginjal, yang pada gilirannya akan
menyebabkan sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan serta
peningkatan volume intravaskuler.
2.1.5 Data Penunjang
1. Radiologi:
Bayangan hili paru yang tebal dan melebar, kepadatan makin ke
pinggir berkurang
Lapangan paru bercak-bercak karena edema paru
Distensi vena paru
Hidrothorak
Pembesaran jantung, Cardio-thoragic ratio meningkat
2. EKG
Dapat mengungkapkan adanya tachicardi, hipertrofi bilik jantung
dan iskemi (jika disebabkan AMI).
3. Ekokardiografi : Untuk deteksi gangguan fungsional serta anatomis yang
menjadi penyebab gagal jantung.
4. Foto torax
Dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, oedema atau
efusi pleura yang menegaskan CHF.
6
5. Kateterisasi Jantung
Pada gagal jantung kiri didapatkan ( VEDP ) 10 mmHg atau
Pulmonary arterial wedge Pressure > 12 mmHg dalam keadaan istirahat.
Curah jantung lebih rendah dari 2,7 lt/mnt/m2 luas permukaan tubuh.
6. Pemeriksaan Lab. Meliputi : Elektrolit serum yang mengungkapkan
kadar natrium yang rendah sehingga hasil hemodelusi darah dari adanya
kelebihan retensi air, K, Na, Cl, Ureum, gula darah.
2.1.6 Penatalaksanaan Pada Congestive Heart Failure
1. Terapi farmakologis
Glukosida jantung, diuretik, dan fasidilator merupakan dasar terapi
farmakologis gagal jantung.
2. Terapi diuretik
Digunakan untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal,
obat ini tidak diperlukan apabila pasien bersedia merespon.
3. Terapi vasodilator
Obat - obat vaso aktif merupakan merupakan pengobatan utama pada
penatalaksana gagal jantung.
Diit, diit jantung, makanan lunak rendah garam.
Pemberian digitalis, membantu kontraksi jantung dan memperlambat
frekwensi jantung.
Pemberian diuretik yaitu untuk memacu ekskresi natrium dan air
melalui ginjal.
Morfin diberikan untuk mengurangi sesak nafas pada asma kardial.
Pemberian oksigen.
2.2 Diabetes mellitus
Diabetes mellitus merupakan penyakit hiperglikemia yang ditandai
dengan ketiadaan absolut insulin atau penurunan relatif insensitivitas sel
terhadap insulin. Pemeriksaan yang digunakan untuk diagnosis diabetes,
diantaranya : pemeriksaan glukosa plasma puasa (FPG, fasting plasma
glucose), dan pemeriksaan toleransi glukosa oral (OGTT, oral glucose
7
tolerance test). Kadar FPG antara 100 dan 125 ml/dL mengindikasikan
pradiabetes, dan kadar FPG 126 ml/dL atau lebih dianggap diabetes. Untuk
OGTT, kadar gula darah individu diukur setelah puasa dan dua jam setelah
minum minuman manis. OGTT dua jam antara 140 dan 199 mg/dL
mengindikasikan pradiabetes, kadar 200 mg/dL atau lebih mengindikasikan
diabetes (Corwin, 2008).
2.2.1 Klasifikasi Diabetes mellitus (Corwin, 2008)
8
Penyakit diabetes mellitus dapat menunjukan gejala klinis yang
bermacam-macam. Beberapa gejala yang dapat terlihat dari pasien penderita
diabetes mellitus adalah poliuria (peningkatan pengeluaran urin), polidipsia
(peningkatan rasa haus), polifagia (peningkatan rasa lapar), rasa lelah dan
kelemahan otot akibat katabolisme protein di otot dan ketidakmampuan
sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi
(Corwin,2008)
A. Terapi Nonfarmakologi
a. Diet
Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang
seimbang dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak. Jumlah kalori
disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, dan kegiatan fisik,
untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal. Penurunan
berat badan dapat mengurangi resistensi insulin dan memperbaiki
respon sel-sel beta terhadap stimulus glukosa. Selain itu, asupan serat
dapat penting karena dapat menghambat penyerapan lemak (Depkes
RI, 2005).
b. Olahraga
Olah raga utuk penderita diabetes pada umumnya ringan dan
dilakukan secara teratur. Olah raga dapat meningkatkan aktivitas
reseptor insulin dalam tubuh dan meningkatkan penggunaan glukosa
(Depkes RI, 2005).
Terapi obat diperlukan apabila terapi tanpa obat seperti pengaturan
diet dan olah raga belum berhasil mengendalikan kadar glukosa darah.
Terapi obat yang diberikan baik dalam bentuk antidiabetes oral ataupun
terapi insulin (Depkes RI, 2005). Antidiabetes oral meliputi agen yang
meningkatkan sekresi insulin seperti Sulfonilurea, biguanid, tiazolidin dan
agen penghambat alfa-glukosidase (Katzung, 2008), dan penghambat
Dipeptidil Peptidase IV (ACP, 2007).
a. Sulfonilurea
9
Sulfonilurea bekerja meningkatkan sekresi insulin dari pankreas
(ACP, 2007). Efek samping yang sering terjadi adalah hipoglikemia dan
penambahan berat badan (Wells, Dipiro, & Schwinghammer, 2003).
b. Meglitinid
Meglitinid merupakan antidiabetik oral dengan mekanisme kerja
meningkatkan sekresi insulin secara cepat seperti golongan sulfonilurea
sehingga disebut agen sekresi insulin nonsulfoniluea (ACP, 2007), tetapi
pengeluaran insulin bergantung dari konsentrasi gula darah, sehingga
dapat mengurangi terjadiya hipoglikemia berat (Wells, Dipiro, &
Schwinghammer, 2003).
c. Biguanid
Biguanid menghambat glukoneogenesis hati dan meningkatkan
glikogenolisis yang rendah (ACP, 2007). efek samping yang umum
adalah mual, muntah, diare, anoreksia, dan rasa logam di mulut (Wells,
Dipiro, & Schwinghammer, 2003).
d. Tiazolidin
Tiazolidin meningkatkan sensitivitas insulin dalam otot dan lemak
(ACP, 2007). efek sampingnya adalah edema, peningkatan berat badan
(Wells, Dipiro, Schwinghammer, & Hamilton, 2003).
e. Penghambat alfa-glukosidase
10
reaksi obat yang tidak diharapkan. PTO mencakup pengkajian pilihan obat,
dosis, cara pemberian obat, respon terapi, reaksi obat yang tidak diinginkan
(ROTD).
Tahapan dalam melakukan pemantauan terapi obat adalah:
1. Pengumpulan data base
2. Identifikasi amsalah terkait obat
3. Rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat
4. Pemantauan tindak lanjut
11
BAB 3
STUDI KASUS
Tekanan 120/80 190/70 > 140/80 > 140/90 > 160/90 > 140/60> 130/80 >
Darah mmHg
Nadi 60- 104 > 92x * 88x * 100x * 80x* 120 >
100x/menit
RR 14- 32x > 21x > 20x * 20x * 22x> 20x *
20x/menit
Suhu 36-37,50C 36OC * 36OC * 36OC * 36OC * 36OC * 36OC *
12
Diagnosa sementara dokter terhadap pasien adalah gagal jantung dan
memiliki riwayat DM tipe 2. Pasien diberi terapi infus Ringer Laktat,
C a p t o p r i l 1 x 2 5 m g , IS D N 3 x 1 0 m g , A s p i l e t 1 x 8 0 m g d a n
CPG 300 mg
3.4 Perkembangan Pasien
Perkembangan Tn. S selama dirawat di rumah sakit dapat dilihat pada
tabel 3.
Tabel 3. Data Perkembangan Pasien
Hari S O A P
Tanggal
Minggu Sesak sejak 6 hari SMRS, TD : 190/70 Penurunan curah Captopril 1x25
19-08-2018 nyeri dada, nyeri ulu mmHg jantung, pola mg
hati,tidur harus dengan Nadi : nafas tidak ISDN 3x 10 mg
posisi duduk, hanya 104x/menit efektif, intoleransi Aspilet 1x80 mg
O
sanggup berjalan sampai Suhu : 36 C aktivitas CPG 300 mg
kamar mandi , lalu sesak 7 Pernafasan:
hari, pasien di opname di 32x/menit
RSMC dengan gastritis dan
sesak
Senin Mengeluh sesak, lemas TD : 140/80 Penurunan curah Injeksi furosemid
20-08-2018 mmHg jantung, pola 20-20-0
Nadi : nafas tidak Spironolacton 1x
92x/menit efektif, intoleransi 25 mg
O
Suhu : 36 C aktivitas Digoxin 1x 0,25
Pernafasan : mg
21x/menit ISDN 3x10 mg
Aspilet 1x 80 mg
HCT 1x 25 mg
Valsartan 1x 80
mg
Amlodipin 1x 10
mg
Levemir 1x 10 u
Novorapid 3x 5 u
Selasa Sesak, lemas TD : 140/90 Penurunan curah Spironolacton 1x
21-08-2018 mmHg jantung, pola 25 mg
Nadi : nafas tidak Digoxin 1x 0,25
88x/menit efektif, intoleransi mg
O
Suhu : 36 C aktifitas , resiko ISDN 3x10 mg
Pernafasan : jatuh Aspilet 1x 80 mg
20x/menit HCT 1x 25 mg
Valsartan 1x 160
mg
Furosemid 2x 20
Levemir 1x 15 u
Novorapid 3x 8 u
Rabu Sesak nafas, nyeri jantung TD : 160/90 Penurunan curah Spironolacton 1x
22-08-2018 mmHg jantung, pola 25 mg
Nadi : nafas tidak Digoxin 1x 0,25
100x/menit efektif, intoleransi mg
O
Suhu : 36 C aktifitas , resiko ISDN 3x10 mg
Pernafasan : jatuh Aspilet 1x 80 mg
20x/menit HCT 1x 25 mg
Valsartan 1x 160
mg
Furosemid 2x 20
13
Levemir 1x 15 u
Novorapid 3x 8 u
Kamis - TD : 140/60 Penurunan curah Stop insulin
23-08-2018 mmHg jantung, pola Furosemide 2x 20
Nadi: nafas tidak KSR 1x1
80x/menit efektif, intoleransi ISDN 3x 10
O
Suhu : 36 C aktivitas Aspilet 1x 80 mg
Pernafasan : Valsartan 1x 80
22x /menit mg
Digoxin 1x 0,325
mg
HCT 1x 50 mg
Jumat - TD : 130/80 Penurunan curah Spironolacton 1x
24-08-2018 mmHg jantung, pola 25 mg
Nadi : nafas tidak Digoxin 1x 0,25
120x/menit efektif, intoleransi mg
O
Suhu : 36 C aktivitas Furosemid 2x 20
Pernafasan : KSR 1x1
20x/menit ISDN 1x 10 mg
23.00 11.51 16.47 21.51 08.13 13.15 15.45 22.10 08.39 17.00 22.00 07.14 12.52 17.02 08.30
Hematologi
Darah Rutin
14
3.5.1 Regimen Pengobatan
Regimen pengobatan pasien selama dilakukan perawatan di Ruang
Cempaka Atas Rumah Sakit Marinir Cilandak dapat diamati pada tabel
berikut:
15
BAB 4
PEMBAHASAN
Ny. N masuk Unit Gawat Darurat (UGD) pada tanggal 19 Agustus 2018
pukul 22.00. keluhan sesak nafas sejak 6 hari SMRS, nyeri dada, nyeri ulu
hati,tidur harus dengan posisi duduk, hanya sanggup berjalan sampai kamar mandi
, lalu sesak 7 hari Pasien mengaku memiliki riwayat DM tipe 2..
16
perawatan. Pasien mendapatkan obat oral maupun injeksi 5-10 jenis perharinya.
Banyaknya obat yang diberikan kepada pasien selama perawatan memungkinkan
terjadinya DRPs. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, DRPs yang terjadi
pada terapi yang diberikan kepada Ny.N. adanya interaksi obat yaitu HCT
berinteraksi dengan alkohol, barbiturat dengan narkotik, obat-obat antidiabetik
(oral dan insulin), kolesteramin & resin kolestipol, kortikosteroid, ACTH, AINS,
garam kalsium, metotreksat, atropine. HCT merupakan antihipertensi golongan
thiazid dengan dosis > 50 mg/hari dapat meningkatkan glukosa dalam darah
sehingga pwnggunaan HCT dengan insulin hraus dipisah tidak boleh bersamaan.
Mengatasi permasalahan terkait obat (DRP) yang dialami oleh pasien Ny.
17
N, apoteker berperan untuk menyampaikan permasalahan tersebut kepada dokter,
sehingga dapat ditangani misalnya untuk pemberian terapi HCT golongan tiazid
untuk mengatasi gejala hipertensi yang dikombinasi dengan insulin untuk
mengontror kadar gula dalam darah.
18
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Hasil identifikasi PTO (Pemantauan Terapi Obat) yang dilakukan melalui
penelusuran rekam medik terhadap pasien Ny. N di ruang Cempaka Atas Rumah
Sakit Marinir Cilandak didapatkan kesimpulan bahwa
1. penatalaksanaan yang dilakukan telah tepat yang ditandai dengan berkurangnya
keluhan pasien.
2. Adanya interaksi obat antara HCT golongan tiazid dengan insulin karena dapat
meningkatklan glukosa dalam darah
5.2 Saran
Penggunaan HCT dan Insulin dipantau efeknya diberi jeda penggunaan
untuk mengurangi adanya interaksi
19
DAFTAR PUSTAKA
20