Anda di halaman 1dari 7

LARINGITIS AKUT

I. DEFINISI
Laringitis merupakan suatu proses inflamasi pada laring yang dapat
terjadi, baik secara akut maupun kronik. Laringitis akut biasanya terjadi
mendadak dan berlangsung dalam kurun waktu kurang lebih 3 minggu.
Bila gejala telah lebih dari 3 minggu dinamakan laringitis kronis.
Radang akut laring pada umumnya merupakan kelanjutan dari
rinofaringitis akut (common cold). Sedangkan laringitis kronik merupakan
radang kronis laring yang dapat disebabkan oleh sinusitis kronis, deviasi
septum yang berat, polip hidung atau bronkitis kronis. Mungkin juga
disebabkan oelh penyalahgunaan suara (vocal abuse) seperti berteriak-
teriak atau biasa berbicara keras. 1. Soepardi EA, Iskandar N. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher: Disfonia. 6th
Ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008.p. 231-34.

II. EPIDEMIOLOGI
Dari penelitian di Seattle – Amerika (Foy dkk, 1973), didapatkan angka
serangan croup pada bayi usia 0-5 bulan didapatkan 5.2 dari 1000 anak per
tahun, pada bayi usia 6-12 bulan didapatkan 11 dari 1000 anak per tahun,
pada anak usia 1 tahun didapatkan 14.9 dari 1000 anak per tahun, pada
anak usia 2-3 tahun didapatkan 7.5 dari 1000 anak per tahun, dan pada
anak usia 4-5 tahun didapatkan 3.1 dari 1000 anak per tahun. Dari
penelitian di Chapel Hill – NC (Danny dkk, 1983) didapatkan data-data
perbandingannya yaitu 24.3, 39.7, 47, 31.2, dan 14.5, dan dari data-data
tersebut didapatkan 1.26% membutuhkan perawatan di rumah sakit. Di
Tuscon – AZ didapatkan angka serangan croup selama tahun pertama
kehidupan 107 kasus dari 961 anak. Laringitis atau croup mempunyai
puncak insidensi pada usia 1-2 tahun. Sebelum usia 6 tahun laki-laki lebih
mudah terserang dibandingkan perempuan, dengan perbandingan laki-
laki/perempuan 1.43:1 (Denny dkk, 1993). Banyak dari kasus-kasus croup
timbul pada musim gugur dimana kasus akibat virus parainfluenza lebih
banyak timbul. Pada literatur lain disebutkan croup banyak timbul pada
musim dingin, tetapi dapat timbul sepanjang tahun. Kurang lebih 15% dari
para penderita mempunyai riwayat croup pada keluarganya.
III. ETIOLOGI 1 Soepardi EA, Iskandar N. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher: Disfonia. 6th Ed. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008.p. 231-34.

Sebagai penyebab radang ini ialah bakteri, yang menyebabkan radang


local atau virus yang menyebabkan peradangan sistemik.
1. Laryngitis akut ini dapat terjadi dari kelanjutan infeksi saluran nafas
seperti influenza atau common cold. Infeksi virus influenza (tipe A dan B),
parainfluenza (tipe 1,2,3), rhinovirus dan adenovirus. Penyebab lain
adalah Haemofilus influenza, Branhamella catarrhalis, Streptococcus
pyogenes, Staphylococcus aureus dan Streptococcus pneumonia.
2. Gastro esofageal reflux disease (GERD).
3. Penyakit ini dapat terjadi karena perubahan musim / cuaca.

4. Pemakaian suara yang berlebihan (vocal trauma).

5. Environmental insults (polusi).


6. Trauma.
7. Bahan kimia.
8. Merokok dan minum-minum alcohol.
9. Alergi.

IV. PATOFISIOLOGI2 Adam GL, Boies LR, Higler PA. Boies Buku Ajar
Pentakit THT. 6th Ed. Jakarta: EGC; 1999. p. 369-77.

Laryngitis akut merupakan inflamasi dari mukosa laring dan pita suara
yang berlangsung kurang dari 3 minggu. Parainfluenza virus, yang
merupakan penyebab terbanyak dari laryngitis, masuk melalui inflamasi
dan menginfeksi sel dari epithelium saluran nafas local yang bersilia,
ditandai dengan edema dari lamina propria, submukosa, dan adventitia,
diikuti dengan infiltrasi selular dengan histosit, limfosit, sel plasma dan
lekosit polimorfonuklear (PMN). Terjadi pembengkakan dan kemerahan
dari saluran nafas yang terlibat, kebanyakan ditemukan pada dinding
lateral dari trakea di bawah pita suara. Karena trakea subglotis dikelilingi
oleh kartilago krikoid, maka pembengkakan terjadi pada lumen saluran
nafas dalam, menjadikannya sempit, bahkan sampai hanya sebuah celah.
Daerah glottis dan subglotis pada bayi normalnya sempit, dan pengecilan
sedikit saja dari diameternya akan berakibat peningkatan hambatan saluran
nafas yang besar dan penurunan aliran udara. Seiring dengan
membesarnya diameter saluran nafas sesuai dengan pertumbuhan maka
akibat dari penyempitan saluran nafas atas akan berakibat terjadinya
stridor dan kesulitan bernafas yang menuju pada hipoksia ketika sumbatan
yang terjadi berat. Hipoksia dengan sumbatan yang ringan menandakan
keterlibatan saluran nafas bawah dan ketidak seimbangan ventilasi dan
perfusi akibat sumbatan dari saluran nafas bawah atau infeksi parenkim
paru atau bahkan adanya cairan.
V. KLASIFIKASI
VI. DIAGNOSIS
a. ANAMNESIS1 Soepardi EA, Iskandar N. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher: Disfonia.
6th Ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2008.p. 231-34.

1. Gejala local seperti suara parau dimana digambarkan pasien


sebagai suara yang kasar atau suara yang susah keluar atau suara
dengan nada lebih rendah dari suara yang biasa / normal dimana
terjadi gangguan getaran serta ketegangan dalam pendekatan kedua
pita suara kiri dan kanan sehingga menimbulkan suara menjadi
parau bahkan sampai tidak bersuara sama sekali (afoni).
2. Sesak nafas dan stridor.
3. Nyeri tenggorokan seperti nyeri ketika menelan atau berbicara.
4. Gejala radang umum seperti demam, malaise.
5. Batuk kering yang lama-kelamaan disertai dahak kental.
6. Gejala common cold seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok
hingga sulit menelan, sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri
kepala, batuk dan demam dengan temperature yang tidak
mengalami peningkatan dari 38˚C.
7. Gejala influenza seperti bersin-bersin , nyeri tenggorok hingga
sulit menelan, sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala,
batuk dan demam dengan peningkatan suhu yang sangat berarti
yakni lebih dari 38˚C, dan adanya rasa lemah, lemas yang disertai
dengan nyeri di seluruh tubuh.
8. Pada pemeriksaan fisik akan tampak mukosa laring yang
hiperemis, membengkak terutama di bagian atas dan bawah pita
suara dan juga didapatkan tanda radang akut di hidung atau sinus
paranasal atau paru.
9. Obstruksi jalan nafas apabila ada oedem laring diikuti oedem
subglotis yang terjadi dalam beberapa jam dan biasanya sering
terjadi pada anak berupa anak menjadi gelisah, air hunger, sesak
semakin bertambah berat, pemeriksaan fisik akan ditemukan
retraksi suprasternal dan epigastrium yang dapat menyebabkan
keadaan darurat medic yang dapat mengancam jiwa anak.

b. PEMERIKSAAN FISIK7 Harms, Roger W, et all. 2012. Laringitis.


Available at:
http://www.mayoclinic.com/health/laryngitis/DS00366/DSECTIO
N. Access at : December 15th, 2013
Pemeriksaan fisik untuk mendukung diagnosa :
a. Laringoskopi indirek ditemukan mukosa laring yang sangat
sembab, hiperemis dan tanpa membran serta tampak
pembengkakan subglotis yaitu pembengkakan jaringan ikat pada
konus elastikus yang akan tampak di bawah pita suara.
b. Ditemukan tanda radang akut di hidung atau sinus paranasal atau
paru.
c. PEMERIKSAAN PENUNJANG7
Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosa
a. Foto Rontgen leher AP : bisa tampak pembengkakan jaringan
subglotis (Steeple sign).
b. Pemeriksaan laboratorium : gambaran darah dapat normal. Jika
disertai infeksi sekunder, lekositosis ringan dan limfositosis.
c. Pemeriksaan kultur : bila didapatkan eksudat di orofaring atau
plika suara, dapat dilakukan untuk mengetahui penyebab infeksi.
Dari darah dapat didapatkan dan limfositosis.

VII. DIAGNOSIS BANDING7


Diagnosa banding yang dapat diperkirakan dalam penentuan diagnosa
laringitis akut, antara lain:
a. Benda asing pada laring
b. Faringitis
c. Bronkiolitis
d. Bronkitis
e. Pnemonia

VIII. PENATALAKSANAAN7
a. Indikasi Rawat Rumah Sakit :
Pasien dinyatakan perlu untuk rawat rumah sakit jika dalam
kondisi
1. Usia penderita dibawah 3 tahun
2. Tampak toksik, sianosis, dehidrasi atau axhausted
3. Diagnosis penderita masih belum jelas
4. Perawatan dirumah kurang memadai
B. Terapi Umum :
Pengobatan edukatif (non-medikamentosa) yang dapat diberikan
kepada pasien :
 Istirahat berbicara dan bersuara selama 2-3 hari.
 Jika pasien sesak dapat diberikan O2 2 L/ menit.
 Menghirup uap hangat dan dapat ditetesi minyak atsiri /
minyak mint bila ada muncul sumbatan di hidung atau
penggunaan larutan garam fisiologis (saline 0,9 %) yang
dikemas dalam bentuk semprotan hidung atau nasal spray.
 Mengindari iritasi pada faring dan laring, misalnya
merokok, makanan pedas atau minum es.

C. Terapi Tambahan
Tindak lanjut penatalaksanaan dalam kondisi yang sudah cukup
berat:
 Pengisapan lendir dari tenggorok atau laring.
 Bila penatalaksanaan ini tidak berhasil maka dapat
dilakukan endotrakeal atau trakeostomi bila sudah terjadi
obstruksi jalan nafas.
D. Terapi Medikamentosa
Terapi obat-obatan untuk menunjang proses perlawanan terhadap
infeksi :
 Demam : Parasetamol atau ibuprofen / antipiretik.
 Hidung tersumbat : dekongestan nasal seperti
fenilpropanolamin (PPA), efedrin, pseudoefedrin,
napasolin dapat diberikan dalam bentuk oral ataupun
spray.
 Antibiotika yang adekuat apabila peradangan berasal dari
paru
o Ampisilin 100 mg/kgBB/hari, IV, terbagi 4 dosis
o Kloramfenikol :50 mg/kgBB/hari, IV, terbagi
dalam 4 dosis
o Sefalosporin generasi 3 (cefotaksim atau
ceftriakson)
 Kortikosteroid IV : deksametason 0,5mg/kgBB/hari
terbagi dalam 3 dosis, diberikan selama 1-2 hari.
Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya laringitis akut dapat dengan :
A. Jangan merokok dan menghindari asap rokok karena rokok akan membuat
tenggorokan kering dan mengakibatkan iritasi pada pita suara.
B. Minum banyak air karena cairan akan membantu menjaga agar lendir yang
terdapat pada tenggorokan tidak terlalu banyak dan mudah untuk
dibersihkan.
C. Membatasi penggunaan alkohol dan kafein untuk mencegah tenggorokan
kering.
D. Jangan berdehem untuk membersihkan tenggorokan karena berdehem
akan menyebabkan terjadinya vibrasi abnormal pada pita suara,
meningkatkan pembengkakan dan berdehem juga akan menyebabkan
tenggorokan memproduksi lebih banyak lendir.

IX. KOMPLIKASI
Pada beberapa kasus pada laringitis yang disebabkan oleh infeksi dapat
menyebar ke bagian lain pada saluran pernafasan. 1
X. PROGNOSIS
Prognosis untuk penderita laryngitis akut ini umumnya baik dan
pemulihannya selama satu minggu. Namun pada anak khususnya pada usia
1-3 tahun penyakit ini dapat menyebabkan oedem laring dan oedem
subglotis sehingga dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas dan bila hal
ini terjadi dapat dilakukan pemasangan pipa endotrakeal atau
trakeostomik. 1

Anda mungkin juga menyukai