Anda di halaman 1dari 50

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ternak kambing telah menjadi komoditas ternak bernilai ekonomi yang
cukup menjanjikan baik perannya sebagai penghasil pangan (susu dan daging)
maupun perannya dalam mendukung pendapatan keluarga peternak (Sutama
2004). Sebagian besar kebutuhan susu sapi di Indonesia masih dipenuhi melalui
impor, sehingga diharapkan susu kambing dapat menyumbang kebutuhan susu
nasional. Peran ternak kambing sebagai ternak penghasil susu belum sebanding
dengan ternak sapi perah. Namun demikian usaha ternak kambing memiliki
beberapa keunggulan ekonomis dibandingkan dengan sapi perah antara lain modal
lebih kecil, penggunaan lahan lebih kecil, daya adatasi lebih tinggi, cepat
berkembang biak serta mampu memberikan kontribusi pendapatan sebesar 30%
(Soedjana, 2008). Selain itu, susu kambing memiliki keunggulan dibandingkan
dengan susu sapi seperti yang dilaporkan oleh berbagai literatur melaporkan
beberapa keunggulan susu kambing antara lain karena nilai gizinya dan dapat
dikonsumsi pada penderita alergi susu serta untuk pengobatan berbagai penyakit
(Devendra 2012). Menurut BPS (badan pusat stastik) 2017 konsumsi susu
kambing per liter adalah 0,156 pada tahun 2017. USDA tahun 2009 menyebutkan
data khasiat susu kambing dibandingkan dengan susu sapi dan ASI sebagai
berikut:
Tabel 1.1 Perbandingan kandungan susu
komposisi Susu sapi Susu kambing ASI
Protein (gram) 3,3 3,6 1,0
Lemak (gram) 3,3 4,2 4,4
Karbohidrat (gram) 4,7 4,5 6,9
Kalori (cal) 61 69 70
Fosfor (gram) 93 111 14
Kalsium (gram) 19 134 32
Magnesium (gram) 13 14 3
Besi (gram) 0,05 0,05 0,03
Natrium (gram) 49 50 17
Kalium (gram) 152 204 51
Vitamin A (IU) 126 185 241
Thiamin (mg) 0,04 0,05 0,014
Rhiboflamin (mg) 0,16 0,14 0,04
Niachin (mg) 0,08 0,28 0,18
Vitamin B6 (mg) 0,04 0,05 0,01

1
Susu kambing merupakan susu yang dihasilkan oleh kambing betina. Susu
kambing memiliki protein terbaik setelah telur dan hampir setara dengan ASI (Air
Susu Ibu). Susu merupakan salah satu bahan makanan yang mudah dicerna dan
bernilai gizi tinggi dan sangat dibutuhkan oleh manusia dari berbagai umur. Susu
juga mempunyai sifat yang mudah rusak sehingga sangat cepat mengalami
perubahan rasa, bau, dan warna. Dalam keadaan normal, susu hanya bertahan
maksimal 2 jam setelah pemerahan tanpa mengalami kerusakan maupun
penurunan kualitas.
Susu kambing memiliki kandungan laktosa yang jauh lebih rendah daripada
susu sapi sehingga tidak menyebabkan lactose intolerance (Ribeiro and Ribeiro,
2010). Ditinjau dari komposisi kimia susu, proteinnya mencapai 3,25%. Protein
susu terbagi menjadi dua kelompok yaitu kasein yang merupakan protein utama
susu, jumlahnya mencapai 80% dari total protein, sisanya berupa protein whey.
Kasein yang dikandung susu sapi adalah 55% α-kasein, 30% β-kasein dan 15% ᶄ-
kasein (Malaka, 2010).
Laktosa adalah karbohidrat utama yang terdapat di dalam susu. Laktosa
tergolong dalam disakarida yang terdiri dari glukosa dan galaktosa. Laktosa tidak
semanis gula tebu dan mempunyai daya larut hanya sekitar 20% pada suhu kamar.
Salah satu produk olahan susu yang banyak digemari masyarakat adalah keju
(Susilorini, 2006). Keju merupakan bahan makanan tinggi protein dan penting
bagi kesehatan. Selama ini sebagian masyarakat masih menganggap keju sebagai
jenis makanan yang mewah dan mahal. Masyarakat yang belum mengerti cara
pembuatan keju sehingga menimbulkan kesan bahwa membuat keju sangat sulit
(Murti, 2004).
Tahap pembuatan keju melibatkan dua fase yang saling berhubungan,
pertama pembentukan komposisi dan pH, kedua membangun karakteristik fisik
dan citarasa (Marth dan Steele 2001). Proses pembentukan keju akan terbentuk
dua golongan protein yaitu protein menggumpal yang disebut curd yang akan
menjadi keju melalui proses pembuatan selanjutnya dan protein terlarut yang
disebut whey. Curd adalah gumpalan yang terbentuk oleh aktivitas koagulan yaitu
campuran enzim yang mempunyai aktivitas proteolitik sedangkan whey

2
merupakan protein yang tidak mengalami presipitasi karena asam dan merupakan
20% dari total kandungan protein (Murti 2004).
Produksi keju menggunakan asam untuk mempercepat proses pembentukan
curd karena dengan penambahan asam, pH susu langsung turun dari 6,7 menjadi
5,4 tanpa harus menunggu pertumbuhan bakteri starter untuk membentuk asam.
Pemberian beberapa jenis pengasam yang berbeda akan mempengaruhi hasil,
kekerasan, daya potong, dan elastisitas yang berbeda pada keju. Beberapa faktor
utama yang mempengaruhi kualitas keju yaitu jenis pengasam, konsentrasi
pengasam dan kondisi susu (Purwadi, 2006).
Keju selain diproduksi dari susu sapi, juga dapat diproduksi dari susu
kambing. Produk yang dihasilkan memiliki aroma yang khas. Secara umum, keju
digumpalkan menggunakan asam cuka. Penggunaan asam organik seperti
belimbing wuluh dan jeruk nipis juga mampu menggumpalkan susu menjadi keju.
Asam dari buah memiliki aroma yang khas sehingga keju yang dihasilkan akan
menjadi unik. Penelitian mengenai penggunaan asam organik dan susu kambing
perlu dilakukan untuk mengetahui karateristik fisik dan kimia keju yang
dihasilkan.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah pengaruh pemberian asam yang berbeda terhadap kualitas
fisikokimia keju susu kambing Nubian?
2. Bagaimanakah pengaruh pemberian asam yang berbeda terhadap uji hedonik
keju susu kambing Nubian?

1.3 Tujuan
Tujuan dalam penelitian ini adalah:
1. Mengetahui pengaruh pemberian asam buah terhadap kualitas fisikokimia keju
susu kambing Nubian.
2. Mengetahui pengaruh pemberian asam yang berbeda terhadap uji hedonik keju
susu kambing Nubian.

3
1.4 Manfaat
Manfaat dalam penelitian ini adalah:
1. Menambah wawasan, pengetahuan untuk peneliti maupun pembaca dalam
bidang pangan.
2. Menambah diversifikasi produk olahan susu menjadi keju menggunakan asam
dari buah.
3. Meningkatkan nilai tambah (added value) keju dengan asam buah

1.5 Batasan Masalah


Penelitian ini dibatasi pada pengujian karakteristik fisik kimia, dan
organoleptik keju peram dengan beberapa parameter seperti warna, tekstur, rasa,
protein, pH dan rendemen. Susu kambing yang dipakai adalah susu kambing
afrika jenis Nubian

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 landasan Teori


2.1.1 Susu Kambing Afrika Nubian
Kambing Nubian merupakan kambing yang berasal dari Afrika. Kambing
tersebut merupakan ternak yang besar, mempunyai kaki yang tingi dengan kulit
yang baik dan bulu yang mengkilap. Kambing ini mempunyai telinga yang
panjang dan menggantung, profil mukanya konveks (cembung) yang biasa disebut
Roman nose. Bentuk kepala kambing ini secara keseluruhan seperti bentuk kepala
unta, dan biasanya tidak bertanduk. Produksi susunya tidak sebaik kambing-
kambing dari swiss, tetapi telah terbukti bahwa kambing tersebut paling cocok
dikembangkan di daerah tropis. Puncak laktasi produksi susunya dapat mencapai
2 - 4 kg per hari dengan rata-rata 1 - 2 kg per hari. Kambing Nubian menghasilkan
susu 221 kg dalam periode laktasi 247 hari, dengan kandungan lemak yang tinggi,
rata-rata 5,6%, sehingga kambing tersebut dijuluki jersey cows in the goat world
(Shantosi, A. 2015).
Bangsa kambing ini berhubungan erat dengan kambing sudan, namun
terdapat meluas di Afrika bagian timur laut dan jalur pantai mediterranen.
Keunikan dari kambing nuban adalah merupakan satu-satunya bangsa kambing
Afrika yang khusus digunakan untuk produksi air susu. Meskipun strain kambing
yang terbaik tidak menghasikan air susu yang melimpah, dalam kondisi
pengolahan peternakan yang sedang saja kambing ini dapat memproduksi dengan
baik, dan merupakan asal bangsa kambing Anglo – Nubian (Reksohadiprodjo,
1995). Lemak susu kambing mempunyai sifat yang mudah dicerna dari pada susu
sapi, karena diameter glubula lemak susu kambing lebih banyak yang berdiameter
kecil. Protein dari susu kambing memiliki keistimewaan lebih mudah dicerna dan
lebih efisien penyerapannya terhadap asam-asam aminonya karena ukuran kasein
pada susu kambing lebih kecil dari pada susu sapi (Devendra, 1980).

2.1.2 Keju Peram


Keju adalah protein susu yang diendapkan atau dikoagulasikan dengan
menggunakan asam, enzim atau fermentasi bakteri asam laktat sehingga terjadi

5
curd dan pemisahan serum susu. Kandungan utama dari keju adalah protein susu
(kasein) dan lemak. Pada umumnya keju dibuat dari susu sapi, tetapi dapat juga
dibuat dari jenis susu lainnya. Keju memiliki jenis yang banyak, salah satunya
adalah keju lunak tanpa pemeraman seperti keju cottage (Malaka, 2010).
Mayoritas keju dibuat dari susu dengan perlakuan panas atau susu pasteurisasi
baik penuh, rendah lemak, maupun tanpa lemak dan non-pasteurisasi susu
(Sulistyorini, 2010). Pasteurisasi merupakan suatu cara untuk menghambat
pertumbuhan bakteri dengan cepat tanpa mempengaruhi rasa makanan dan
minuman (Pararaja, 2008).
Keju merupakan produk olahan susu dengan gizi tinggi. Masa simpan keju
bervariasi dari 4-5 hari hingga 5-10 tahun tergantung pada jenisnya. Keju berasal
dari dadih yang diberi garam dan diperas membentuk padatan yang sebelumnya
susu telah dipisahkan dari gumpalan susu (curd) dan cairan dari gumpalan susu
(whey). Dengan adanya gumpalan susu dan disaring dengan menggunakan kain
saring, maka cairan terbentuklah keju merupakan kaya akan protein, lemak,
kalsium, dan fosfor untuk pertumbuhan tulang dan gigi serta baik untuk
pembentukan sel darah merah dan haemoglobin (Astawan, 2004).
Berdasarkan teksturnya, keju dibedakan menjadi keju keras dan keju lunak.
Keju keras dibedakan menjadi keju sangat keras (misalnya Swiss cheese) dan keju
setengah keras (misalnya Roquefort cheese dan Brick cheese). Keju lunak
dibedakan menjadi tiga, meliputi keju yang mengalami proses pemeraman oleh
bakteri yaitu Limburger cheese, pemeraman oleh kapang yaitu Camembert cheese
dan yang tidak mengalami pemeraman yaitu Cottage cheese (Eckles et al, 1980).
Asam sitrat (citric acid) dan asam asetat telah banyak digunakan dalam
pembuatan makanan karena berfungsi sebagai pengawet serta memberi rasa asam.
Menurut Purwadi (2006), pemberian beberapa jenis pengasam yang berbeda akan
mempengaruhi hasil rendemen, kekerasan, daya potong, dan elastisitas yang
berbeda pada keju. Beberapa faktor utama yang mempengaruhi kualitas keju yaitu
jenis pengasam, konsentrasi pengasam dan kondisi susu. Berdasarkan hal-hal
tersebut, diperlukan penelitian untuk mengungkap lebih lanjut penggunaan teknik
pengasaman langsung dengan berbagai pengasam serta perbedaan kondisi susu

6
terhadap kualitas hasil/rendemen, keasaman, kadar air dan ketegaran (firmness)
keju yang dihasilkan.

2.1.3 Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Keju


Komposisi susu sangat berpengaruh dalam proses pembuatan keju.
Beberapa kandungan susu yang mempengaruhi mutu dan kualitas keju antara lain
kadar protein dan kadar lemak yang terdapat di dalam susu. Kualitas keju akan
menentukan nilai dari keju tersebut, sehingga dalam pembuatan keju perlu
memperhatikan komposisi kandungan tersebut. Susu kambing merupakan salah
satu jenis susu yang memberikan kontribusi dalam peningkatan industri
pengolahan susu kambing secara luas. Keju berbahan dasar susu kambing afrika
jenis nubian merupakan salah satu inovasi produk pangan yang menyajikan rasa
pangan yang lebih disukai bagi konsumen (Suharyanto 2009).
Jenis-jenis keju menurut Kementan RI (2011) terbagi atas beberapa
diantaranya sebagai berikut: keju tanpa pemeraman (keju mentah), keju peram,
dan keju peram total. Pembagian jenis-jenis keju ini didasarkan pada tingkat
pemeraman keju. Menurut Daulay (1991), seluruhnya memiliki prinsip dasar yang
sama dalam proses pembuatannya yaitu:
1. Pasteurisasi susu dilakukan pada suhu 72°C selama 15 detik dengan metode
HTST, untuk membunuh seluruh bakteri patogen.
2. Pengasaman susu bertujuannya agar enzim rennet dapat bekerja optimal.
Pengasaman dapat dilakukan dengan penambahan lemon jus, asam tartrat,
cuka, atau bakteri Streptococcus lactis. Proses fementasi oleh Streptococcus
lactis akan mengubah laktosa (gula susu) menjadi asam laktat sehingga derajat
keasaman (pH) susu menjadi rendah dan rennet efektif bekerja.
3. Penambahan enzim rennet. Rennet memiliki daya kerja yang kuat, dapat
digunakan dalam konsentrasi yang kecil.
4. Pematangan keju. Untuk menghasilkan keju yang berkualitas, dilakukan proses
pematangan dengan cara menyimpan keju ini selama periode tertentu. Dalam
proses ini, mikroba mengubah komposisi curd, sehingga menghasilkan keju
dengan rasa, aroma, dan tekstur yang spesifik. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi
penyimpangan seperti temperatur dan kelembaban udara di ruang tempat

7
pematangan. Beberapa jenis keju, bakteri dapat mengeluarkan gelembung
udara sehingga dihasilkan keju yang berlubang-lubang.
Kualitas keju yang dihasilkan dalam industri keju dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya adalah jumlah sel somatis, hal ini dikarenakan jumlah sel somatis
dalam susu hewan berkorelasi dengan tingkat kesehatan hewan. Faktor penyebab
lainya jumlah total mikro organisme di dalam susu, karena adanya beberapa
mikroorganisme (Lactobacillus spp, Lactococcus spp, Streptococcus spp) yang
menguntungkan dan ditambahkan ke dalam keju, sementara yang lain dapat
menyebabkan penyakit pada manusia (misalnya Listeria Sp, Salmonella spp, Brucella
Sp) atau masalah dalam pematangan produk susu (misalnya Enterobacteriaceae,
Coliform, bakteri psikotrof, Clostridium spp). Selain itu, faktor yang dapat
mempengaruhi kualitas keju adalah bahan baku keju (susu), rennet, proses
pengolahan dan proses penyimpanan (Bencini 2001).

2.1.4 Jeruk Nipis


Citrus aurantifolia dikenal dengan beberapa istilah seperti jeruk nipis
(Jawa), lemau nepi (Kalimantan), lemo ape (Sulawesi), lemo (Bali), dangaceta
(NTB), dan kelangsa (Aceh). Tanaman ini berasal dari Asia dan tumbuh subur
pada daerah yang beriklim tropis. Jeruk nipis memiliki tinggi sekitar 150-350 cm
dan buah yang yang berkulit tipis serta bunga berwarna putih. Tanaman ini
memiliki kandungan garam 10% dapat tumbuh subur pada tanah yang
kemiringannya sekitar 30° (Rukmana, 2003). Klasifikasi jeruk nipis adalah
sebagai berikut:
Kingdom: Plantae
Division: Spermatophyte
Subdivision: Angiospermae
Klas: Dicotyledonae
Bangsa: Rutales
Famili: Rutacea
Genus: Citrus
Species: Citrus aurantifolia
Jeruk nipis termasuk jenis tumbuhan perdu yang banyak memiliki dahan
dan ranting. Tingginya sekitar 0,5-3,5 m, batang pohonnya berlanyu ulet, berduri,

8
dan keras. Sedang permukaaan kulit luarnya berwarna tua dan kusam. Daunnya
majemuk, berbentuk elips dengan pangkal membulat, ujung tumpul, dan tepi
beringgit. Panjang daunnya mencapai 2,5-9 cm dan lebarnya 2-5 cm, sedangkan
tulang daunnya menyirip dengan tangkai bersayap hijau dan lebar 5-25 mm.
Tanaman jeruk nipis pada umur 2 ½ tahun sudah mulai berubah. Buahnya
berbentuk bulat sebesar bola pingpong dengan diameter 3,5-5 cm berwarna (kulit
luar) haijau atau kekuning-kuningan. Tanaman jeruk nipis mempunyai akar
tunggang, buah jeruk nipis yang sudah tua rasanya asam. Tanaman jeruk
umumnya menyukai tempa-tempat yang dapat memperoleh sinar matahari
langsung (Elon dan polancos, 2015). Gambar jeruk nipis dapat dilihat pada
gambar 2.1

Gambar 2.1 jeruk nipis (www.sipendik.com)


Jeruk nipis memiliki kandungan flavonoid, saponin dan minyak atsiri
(Syamsuhidayat dan Hutape, 1991). Komponen minyak atsirinya adalah siral,
limonene, feladren, dan glikosida hedperidin. Sari buah jeruk nipis mengandung
minyak atsiri limonene dan asam sitrat 7%. Buah jeruk mengandung zat
bioflavonoid, pectin, enzim, protein, lemak dan pigmen (karoten dan klorofil)
(Sethpakdee, 1992).
Jeruk nipis (Citrus aurantifolia s.) adalah salah satu tanaman toga yang
banyak digunakan oleh masyarakat sebagai bumbu masakan dan obat-obatan
(Razak, 2013). Perasan jeruk nipis segar mengandung asam sitrat 6,15%, asam
laktat 0,09%, serta sejumlah kecil asam tartarat (Nour et al, 2010). Aktivitas
antibakteri dari buah jeruk nipis disebabkan oleh kandungan sejumlah asam
organik seperti asam sitrat yang merupakan komponen utama, kemudian asam
malat, asam laktat dan asam tartarat. Aktivitas antibakteri dari asam organik
diduga karena penurunan pH dibawah kisaran pertumbuhan mikroorganisme dan

9
penghambatan metabolisme oleh molekul asam yang terkondisosiasi (Barbut,
2002).
Jeruk nipis diduga dapat digunakan sebagai bahan pengasam dalam
pembuatan keju, karena menurut Cakrawala IPTEK (2002) buah tersebut
mengandung beberapa jenis asam organik diantaranya asam sitrat dan asam
askorbat. Hasil penelitian Falade et al. (2003) menunjukkan bahwa jeruk nipis
mengandung asam askorbat 29,4 1,4 mg/100g, asam sitrat 4.124 78 mg/100g dan
total asam organik 4.187 35,1 mg/100g. Buah tersebut selain mempunyai citarasa
asam yang dominan, juga mempunyai citarasa khas jeruk nipis sehingga bila
digunakan dalam pembuatan keju, diharapkan keju yang dihasilkan juga memiliki
citarasa khas jeruk nipis tersebut.

2.1.5 Blimbing Wuluh


Tanaman belimbing wuluh merupakan pohon kecil dengan batang yang
tidak terlalu besar dan memiliki diameter 30 cm. tanaman ini berasal dari
kepulauan Maluku dan dikembang biakkan di Indonesia, filiphina, miyanmar, dan
Malaysia. Belimbing wuluh memiliki nama lokal seperti boh limeng (Aceh),
balimbieng (Sumatera barat), calincing (Sunda), blingbing buloh (Bali), dan
bainang (Makasar). Pohon belimbing wuluh tumbuh dengan ketinggian mencapai
5-10 m batang utamanya pendek, berbenjol-benjol, cabangnya rendah, dan sedikit.
Bentuk daunnya majemuk menyirip ganjil dengan 1-45 pasang anak daun. Buah
belimbing wuluh berbentuk elips hingga torpedo dengan panjang 4-10 cm. Buah
ketika masih muda berwarna hijau dan jika masak berwarna kuning pucat. Daging
buahnya berair dan sangat asam. Bijinya kecil, berbentuk pipih, berwarna coklat,
serta tertutup lender (Setiawati, 2014) .Gambar belimbing wuluh dapat dilihat
pada gambar 2.2 dan klasifikasinya adalah sebagai berikut:
Kingdom: Plantae
Division: Spermatophyte
Subdivision: Angiospermae
Klas: Dicotyledonae
Bangsa: geraniales
Famili: Oxalidaceae

10
Genus: Averrhoa
Species: Averrhoa bilimbi

Gambar 2.2 belimbing wuluh (tanamanmart.com)


Ekstrak daun belimbing wuluh dipercaya mampu meningkatkan umur
simpan melalui mekanisme penghambatan pertumbuhan bakteri pada buah tomat
yang telah diaplikasikan pada kitosan, karena tumbuhan belimbing wuluh
(Averrhoa bilimbi L) merupakan tumbuhan obat yang mengandung senyawa
Fenol seperti Saponin, Tanin, Alkaloid dan Flavonoid. Senyawa tersebut mampu
menghambat aktivitas bakteri (Litbangkes, 2001).
Aktivitas senyawa antibakteri tersebut dapat terjadi melalui beberapa
mekanisme yaitu menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara bereaksi dengan
membran sel dan menginaktivasi enzim-enzim esensial atau materi genetik.
Selanjutnya, senyawa 3 tannin dapat membentuk komplek dengan protein melalui
interaksi hidrofobik kemudian dari ikatan tersebut akan tejadi denaturasi dan
akhinya metabolisme sel terganggu dan membunuh sel bakteri (Ummah, MK.,
2010).
Menurut Komar (2009), jenis - jenis asam yang dapat digunakan untuk
membuat keju dengan cara pengasaman langsung, antara lain asam sitrat, asam
cuka, dan asam askorbat, sehingga belimbing wuluh berpotensi digunakan sebagai
bahan pengasam pada pembuatan keju Mozzarella. Penggunaan belimbing wuluh
sebagai bahan pengasam diharapkan dapat mempercepat proses pembuatan dan
meningkatkan kualitas keju Mozzarella yang dihasilkan, karena kandungan
asamnya yang berpotensi mampu mempercepat kerja enzim renin dalam
membentuk curd pada pembuatan keju Mozzarella. Hasil penelitian Purwadi
(2010) melaporkan bahwa konsentrasi 1,9% bahan pengasam jeruk nipis

11
berpengaruh terhadap karakteristik fisikokimia keju Mozzarella yang dihasilkan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan ekstrak
belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) terhadap karakteristik fisikokimia keju
Mozzarella yang dihasilkan serta dan mendapatkan konsentrasi ektrak belimbing
wuluh yang tepat untuk menghasilkan keju Mozzarella dengan karakteristik
terbaik.
Kandungan kimia belimbing wuluh yang dilakukan Faradisa (2008)
menunjukkan bahwa buah belimbing wuluh mengandung golongan senyawa
oksalat, minyak atsiri, Fenol, Flavonoid dan Pektin. Batang belimbing wuluh
mengandung Saponin, Tanin, Glukosida, Kalsium Oksalat, Sulfur, Asam Format,
Peroksida, sedangkan Daunnya mengandung Tanin, Sulfur, Saponin,Flavonoid,
Asam Format, Peroksida, Kalsium Oksalat, Kalium Sitrat.
Senyawa metabolit sekunder pada tumbuhan misalkan flavonoid, tanin, dan
saponin berdasarkan beberapa hasil penelitian mempunyai kemampuan untuk
menghambat pertumbuhan bakteri, di dalam daun belimbing wuluh mengandung
senyawa metabolit sekunder yaitu 12 flavonoid dan tanin sehingga senyawa aktif
tersebut dapat digunakan sebagai antibakteri (Savitri. N. P,2014).

2.2 Penelitian Terdahulu


Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan penulis dalam melakukan
penelitian sehingga dapat meperkaya landasan teori dan membantu menjawab
dalam pembahasan yang nantinya akan digunakan. Penelitian terdahulu tersaji
pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu


Peneliti,
No Judul Hasil Penelitian Relevansi
Tahun
1. Purwadi. Kombinasi Suhu Interaksi antara Perlakuan kombinasi
2014 Koagulasi Dan Suhu suhu koagulasi dan suhu koagulasi 30oC
Pemuluran Terhadap suhu dan suhu pemuluran
Kualitas Kimiawi Pemuluran 75°C adalah
Keju Mozzarella memberikan perlakuan terbaik.
Dengan Bahan perbedaan
Pengasam Jus Jeruk pengaruh yang
Nipis nyata (P<0,05)
terhadap elastisitas
keju Mozzarella,

12
2. I Wayan Pengaruh Bahwa nilai rata- Penambahan ekstrak
R.W, Ni Penambahan Ekstrak rata variabel yang blimbing wuluh pada
W.W, dan Belimbing Wuluh diamati dengan keju mozzarella pada
Prayekti. H. (Averrhoa bilimbi L.) perlakuan kualitas fikokimia
2016 Terhadap penambahan yaitu pada
Karakteristik ekstrak belimbing penambahan 7,0%
Fisikokimia Keju wuluh yang
Mozzarella tertinggi terdapat
pada penambahan
ekstrak belimbing
wuluh sebanyak
9,0%
3. Aprilita Pembuatan Keju Terdapat perbedaan kombinasi starter
Cresi Peram ( Ripened yang 50% Rhizopus oryzae
Widyaningr Cheese ) signifikan antara dan 50% Rhizopus
um. 2009 Menggunakan keju komersil oligosporus
Starter Kombinasi dengan keju menghasilkan kadar
Rhizopus Oryzae perlakuan protein, kadar lemak,
Dan Rhizopus kombinasi starter dan kadar kalsium
Oligosporus Rhizopus oryzae tertinggi yaitu kadar
dan Rhizopus protein 31,54%,
oligosporus dalam kadar lemak 50,45%,
pembuatan keju
peram (ripened
cheese)
terhadap kadar air,
kadar lemak , dan
kadar protein
4. Rio andika. Pengaruh Pengaruh sari keju dipengaruhi oleh
2017 Penambahan Sari belimbing wuluh jumlah pemberian
Belimbing Wuluh berpengaruh nyata sari belimbing wuluh,
(Averrhoa Bilimbi) terhadap nilai total dimana semakin
Terhadap Nilai Total titratable acidity, banyak jumlah
Titratable Acidity, kadar air, protein pengasam maka
Kadar Air, Protein dan nilai semakin tinggi nilai
Dan Nilai organoleptik. keasaman keju tapi
Organoleptik Keju Penambahan sari pada saat pemberian
Mozzarella belimbing wuluh jumlah sari
8% adalah nilai belimbing 16%
terbaik dengan total keasaman menurun
titratable acidity karena terlalu
2,55%, kadar air tingginya jumlah
30,97%, protein asam, sehingga
23,41% jumlah curd yang
terkoagulasi menjadi
sangat sedikit dan
sangat lentur,

13
2.3 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran ini menjelaskan secara garis besar alur proses


penelitian. Kerangka pemikiran dibuat berdasarkan pernyataan penelitian
disajikan pada Gambar 3.1.

Pemanfaatan asam buah


terhadap pengolahan susu

Susu kambing Blimbing wuluh, dan jeruk nipis

Cairan gizi yang lebih tinggi dari Tinggi asam, dan


pada susu sapi anti bakteri

Keju susu kambing Blimbing wuluh, dan jeruk nipis

Keju susu kambing dengan kombinasi sari asam buah

Organoleptik fisik Kualitas Kimia

Warna Rasa Tekstur Rendemen PH Kadar


protein

Pengolahan keju dengan


memanfaatkan asam buah
Gambar 2.3 Kerangka pemikiran konseptual

14
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2018 sampai bulan Mei 2018 di
Laboratorium Teknologi Pengolahan Hasil Ternak Politeknik Negeri
Banyuwangi.

3.2 Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini :
Tabel 3.1. Alat dan bahan penelitian
No Jenis Fungsinya
A Alat
1. Thermometer Pengukur suhu sampel saat dipanaskan
2. Kompor Pemanas untuk pasteurisasi bahan
3. Panci Wadah sampel saat dipasteurisasi
4. Kain Saringan Penyaring curd keju
5. Gelas Ukur (500 ml) Mengukur volume bahan yang dibutuhkan
6. Toples Wadah untuk proses penggumpalan keju
7. Sendok Mengambil bahan yang akan digunakan
B Bahan
1. Rennet Bahan utama penelitian
2. Susu kambing Bahan utama penelitian
3. Cuka Bahan utama penelitian
4. Ekstra kblimbing wuluh Bahan utama penelitian
5. Ekstrak jeruk nipis Bahan utama penelitian
6. Aquades Melarutkan rennet

3.3 Rancangan Penelitian


Rancangan Penelitian yang akan dilakukan menggunakan Rancang Acak
Kelompok (RAK) dengan 3 perlakuan, masing-masing perlakuan yaitu asam cuka,
belimbing wuluh, dan jeruk nipis sedangkan konsentrasi garam yaitu 4% terdiri
dari 3 ulangan sehingga nantinya akan diperoleh 18 kali ulangan atau 18 unit
percobaan.
Tabel 3.2 Layout penelitian pembuatan keju
perlakuan Kelompok
K1 K2 K3
A1 A1K1 A1K2 A1K3
A2 A2K1 A2K2 A2K3
A3 A3K1 A3K2 A3K3

15
Keterangan:
A1 = Rennet + cuka 4%
A2 = Rennet + blimbing wuluh 4%
A3 = Rennet + jeruk nipis 4%
K = Kelompok (1,2,3)

3.4 Teknik Analisis Data


Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan total
sampel sebanyak 18. Parameter yang diamati adalah rendemen, pH, kadar protein,
warna, tekstur, rasa. Model matematika yang digunakan yaitu:

Keterangan:
Yij = Hasil pengamatan parameter yang mendapat perlakuan ke-i dan j
µ = Nilai rataan umum
αi = Pengaruh jenis asam ke-i
βj = Pengaruh konsentrasi garam ke-j
(αβ)ij = korelasi antara jenis asam ke-I dan konsentrasi garam ke-j
εij = Galat percobaan
Data hasil penelitian di analisis menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA,
atau analysis of variance) dengan tingkat kepercayaan 5% dan 1%. Apabila data
berbeda nyata maka akan diuji lanjut mengunakan DMRT (Duncan multiple
range test). Data di analisis dengan alat bantu software SPSS version 21.

3.5 Prosedur Penelitian


Prosedur pelaksanaan penelitian sebagai berikut:
3.5.1 Persiapan bahan
Bahan utama penelitian yaitu susu kambing yang di dapatkan dari
pengepul di kota banyuwangi. Bahan pendukung penelitian seperti blimbing
wuluh, cuka, jeruk nipis, garam didapatkan di pasar, sedangkan reenet didapatkan
dari laboratorium pangan politeknik negeri banyuwangi.

16
3.5.2 Persiapan alat
Peralatan yang akan digunakan untuk analisis disterilkan terlebih dahulu
menggunakan air untuk menjaga kebersihan alat supaya terhindar dari
kontaminasi, sedangkan untuk pembuatan keju susu kambing disterilkan
menggunakan air mendidih. Peralatan yang telah disterilkan disimpan ditempat
yang aman dan bersih untuk menjaga kontaminasi silang.

3.5.3 Pelaksanaan penelitian


Penelitian ini diawali dengan pasteurisasi susu kambing dengan metode
Low Temperature Long Time (LTLT). Pasteurisasi susu menggunakan metode
steam (dua panci). Suhu yang digunakan pada pasteurisasi yakni pada suhu
65°C selama 30 menit (abubakar, et al.,2001). Setelah itu susu yang sudah
dipateurisasi dimasukkan pada toples kaca lalu diturunkan suhunya sekitar 30-
35°C. selanjutnya perlakuan asam ditambahkan sebesar 5% untuk masing-
masing perlakuan. Setelah 5 menit, ditambahkan enzim rennet dengan
konsentrasi 0,011%. Susu diinkubasi selama 3 jam pada suhu ruang hingga
terbentuk gumpalan (curd). Curd yang telah didapatkan disaring dan dipres
hingga kandungan airnya berkurang. Curd selanjutnya di peram selama 7 hari
dan diberi konsentrasi garam yaitu 4%. Setelah curd diperam selanjutnya
dianalisis karakteristik fisikokimia dan organoleptik. Alur penelitian disajikan
pada gambar 3.1.

17
Susu kambing

Pasteurisasi susu kambing (65 °C)

Didinginkan (30-35°C)

+ 4% Asam cuka, asam belimbing,


dan asam jeruk nipis

+ 2 % rennet cair

Diinkubasi suhu ruang


(± 2 jam)
Terbentuknya
curd

Curd di saring lalu di press

Dicetak bentuk kotak

Pemeraman 7 hari (+ larutan


garam 4%)

Keju susu kambing

Gambar 3.1 Flowchat pembuatan keju susu kambing

3.6 Parameter Penelitian


3.6.1 Uji sensori
Organoleptik atau uji sensoris merupakan pengujian suatu produk
menggunakan indera pada manusia. Pengujian pada penelitian ini meliputi rasa,
warna dan tekstur pada keju susu kambing dengan asam buah. Uji organoleptik
diawali dari penjaringan panelis yang serius dan berkomitmen dalam membantu
penelitian ini, selanjutnya calon panelis dilatih untuk mengetahui sifat sensorik

18
tertentu. Pelatihan pada calon penelis dengan menggunakan uji cicip dasar dan uji
segitiga sehingga didapat panelis agak terlatih (semi terlatih) sejumlah 50 orang.
Panelis semi terlatih selanjutnya diberikan sampel yang akan diuji organoleptik
untuk mengetahui mutu dari sampel penelitian ini. Data yang diperoleh
selanjutnya dianalisis.

3.6.2 Kadar protein (AOAC, 2005)


Metode yang digunakan adalah metode Kjeldahl. Sampel ditimbang
sebanyak 1gram kemudian ditambahkan 1g K2SO4, 40mg HgO dan 20ml H2SO4.
Sampel dididihkan sampai larutan menjadi jernih dan dipindahkan ke dalam alat
destilasi. Labu Kjeldahl dicuci dengan air (1-2 ml), kemudian air pencucinya
dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 8-10 ml larutan NaOH-
Na2S2O3. Di bawah kondensor, diletakkan erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan
H3BO3 dan 2-4 tetes indikator (campuran metil merah 2% dalam alkohol dan
metil biru 2% dalam alkohol dengan perbandingan 1:2). Ujung tabung kondensor
harus terendam dalam larutan H3BO3. Isi erlenmeyer diencerkan sampai 50 ml,
lalu dititrasi dengan HCl 0,02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah
muda. % kadar lemak dihitung dengan rumus:
Kadar protein (%) = (VA-VB) HCl×N HCl×14,007×100%
W×1000
Keterangan :
VA : ml HCl untuk titrasi sampel
VB : ml HCl untuk titrasi blangko
N : normalitas HCl standar yang digunakan
14,007 : berat atom nitrogen
W ; berat sampel dalam gram

3.6.3 pH
pH meter sebelum digunakan terlebih dahulu distandarisasi menggunakan
buffer universal 7.0. Sampel diambil sebanyak 5 mL kemudian dimasukan ke
dalam beaker glass. pH meter dimasukan ke dalam beaker glass lalu diukur pH
nya. Setelah selesai, pH meter dicuci menggunakan aquades lalu dikeringkan.

19
3.6.4 Rendemen
Rendemen merupakan perbandingan antara berat awal dan berat akhir
sampel. Semakin tinggi rendemen maka semakin bagus produk yang dihasilkan.
Rendemen curd dihitung dengan rumus:
Rendemen curd (%) = (berat akhir) × 100%
Berat awal

3.7 Jadwal Penelitian


Adapun jadwal yang akan dilaksana dalam penelitian sebagai berikut:
Tabel 3.3 Jadwal Penelitian
No Aktivitas Maret April Mei Juni Juli Agustus
1. Observasi dan penyusunan proposal
2. Seminar proposal
3. Pelaksanaan penelitian
4. Analisis data
5. Penyusunan laporan hasil TA
6. Pendaftaran seminar hasil penelitian
7. Seminar hasil TA
8. Sidang hasil TA
9. Revisi dan penyelesaian TA

20
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kualitas Fisikokimia Keju Peram


Pada penelitian ini menggunakan dua jenis asam organik dari buah lokal yaitu
asam belimbing wuluh, jeruk nipis, dan asam cuka. Dua jenis asam tersebut dapat
dimanfaatkan sebagai koagulasi pada proses pembentukan curd yang sebelumnya
struktur protein yang di pecah oleh enzim rennet. Kandungan asam belimbing
wuluh dan jeruk nipis memiliki kandungan asam organik diantaranya asam sitrat
dan asam askorbat (Cakrawala IPTEK 2002). Kalab (2004) menyatakan bahwa
pengasaman dapat dilakukan dengan pengasaman langsung, tanpa menunggu
bekerjanya biakan bakteri starter yang memproduksi asam laktat. Berikut adalah
Hasil uji fisik dan kimia keju peram (susu kambing Nubian) disajikan pada tabel
4.1
Tabel 4.1 Uji fisik dan kimia keju peram (susu kambing Nubian)
Perlakuan
Variable
A1 A2 A3
Rendemen (%) 28.69 ± 2.49B 31.45 ± 4.59AB 36.02 ± 0.46A
Ph whey 4.8 ± 0.11B 5.8 ± 0.00A 4.7 ± 0.06B
Protein (%) 24.45 ± 0.05C 25.86 ± 0.06A 24.58 ± 0.07B
Berat curd (gram) 295.00 ± 25.63B 323.33 ± 47.25AB 370.33 ± 4.72A
A, B, C, AB
Keterangan: Huruf berbeda di belakang angka pada kolom yang sama masing-masing
menunjukan perbedaan yang sangat nyata (P< 0,01) dan berbeda nyata (P< 0,05). A1:
cuka, A2: belimbing wuluh, A3: jeruk nipis

Hasil tabel uji fisikokimia keju peram susu kambing nubian terdapat
perlakuan A1, A2, dan A3 dengan pengujian rendemen, pH whey, dan protein.
Hasil yang di dapat pada kualitas fisikokimia terhadap keju peram pada Perlakuan
A1, A2, dan A3, nilai tertinggi adalah perlakuan A1 pada uji protein dan pH, pada
perlakuan A3 memiliki nilai terendah pada uji protein dan Ph dibandingkan
perlakuan A2, hal ini disebabkan kandungan asam organik jeruk nipis lebih
dibandingkan belimbing wuluh sehingga kandungan memberikan hasil PH yang
rendah dan protein yang rendah dibandingkan belimbing wuluh. Hasil anova
berbeda sangat nyata (P<0,01) pada uji protein dan PH, untuk uji rendemen dan
berat curd berbeda nyata (P<0,05).
Selama proses pemeraman terjadi reaksi biokimia yang sangat komplek.
Proses biokimia selama pemeraman dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu

21
kelompok primer yang merupakan metabolisme laktosa, lipolisis, dan proteolisis.
Disamping kelompok primer terdapat kelompok sekunder yang merupakan
kelompok yang sangat penting dalam perkembangan komponen rasa, aroma, dan
yang termasuk dalam metabolisme asam lemak, serta asam amino (Amos, 2007).

4.1.1 Rendemen

rendemen curd
40.00
35.00
36.02
30.00 31.45
25.00 28.69
20.00
15.00 rendemen curd
10.00
5.00
0.00
cuka belimbing jeruk nipis
wuluh

Gambar 4.1 Grafik rendemen


Hasil rendemen pada perlakuan A1, A2, dan A3 terdapat hasil yang berbeda
nyata (P<0,05) pada hasil rendemen. Perlakuan yang memiliki rendemen
terbanyak yaitu pada perlakuan A3 dibandingkan pada perlakuan yang lain,
karena pada kandungan jeruk nipis (A3) memiliki kandungan asam organik yang
lebih tinggi sehingga pembentukan curd akan semakin meningkat dibandingkan
perlakuan belimbing wuluh (A2). Koagulasi pada kondisi asam yang optimum
menjadikan aktivitas enzim renin mampu menghasilkan curd yang kompak dan
kokoh, sehingga pada saat curd dipotong tidak banyak lemak dan kasein yang
hilang bersama whey, asam yang tinggi akan memiliki lebih banyak kandungan
lemak yang dapat dipertahankan dalam curd sehingga menghasilkan rendemen
keju lebih tinggi (Widarta et al., 2016).
Rendemen merupakan perbandingan antara berat bahan yang digunakan,
yaitu berat keju yang dihasilkan dengan berat dari susu yang digunakan (Arinda
et. al., 2013). Semakin tinggi rendemen yang di hasilkan maka kualitas jumlah

22
yang dihasilkan akan semakin tinggi. Menurut Joshi (2004) yang menyatakan
bahwa pada koagulasi dengan asam, semakin rendah pH penggumpalan maka
kemampuan curd menahan air semakin besar sehingga semakin besar kadar air
yang dihasilkan.
Pemberian asam awal pada pembuatan keju dapat mempengaruhi kadar
kalsium, protein dan lemak keju Metzger et. al. (2000). Koagulasi pada kondisi
asam yang optimum untuk aktivitas enzim renin mampu menghasilkan curd yang
kompak dan kokoh, sehingga pada saat curd dipotong, tidak banyak lemak dan
kasein hilang bersama whey, lebih banyak lemak yang dapat dipertahankan dalam
curd maka dapat menghasilkan rendemen keju lebih tinggi, dan juga menurut Hal
ini sesuai pendapat Sumarmono dan Suhartati (2012) yang menyatakan bahwa
semakin banyak ekstrak buah yang ditambahkan dapat menyebabkan proteolisis,
hal ini dapat menyebabkan lebih banyak kasein yang larut di dalam whey.

4.1.2 PH whey

pH whey
7
6
5.8
5
4.8 4.7
4
3 Ph whey

2
1
0
cuka belimbing wuluh jeruk nipis

Gambar 4.2 Grafik pH whey


Hasil grafik ph whey mendapatkan hasil yang sangat nyata (P<0,01), ph yang
terendah pada perlakuan A3 dibandingkan perlakuan A1, dan A2. Penurunan nilai
pH pada perlakuan asam jeruk nipis dikarenakan jeruk nipis memiliki kandungan
asam sitrat yang lebih banyak dibandingkan asam belimbing wuluh yang memiliki
kandungan asam sitrat yang lebih sedikit sehingga pada perlakuan belimbing
wuluh memiliki kandungan pH yang lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian

23
yang dilakukan oleh Komar et al (2009) yang menunjukkan bahwa nilai pH keju
mozzarella akan semakin turun apabila disertai dengan peningkatan penambahan
bahan yang bersifat asam (asam sitrat) seperti pada kandungan yang ada pada
perlakuan jeruk nipis yang memiliki tingkat asam yang paling tinggi dalam proses
pembuatannya. Hal tersebut membuktikan bahwa semakin tinggi penambahan
bahan yang bersifat asam maka akan menjadikan keju mozzarella memiliki nilai
pH yang semakin rendah.
Ph whey keju peram semakin rendah, maka curd yang terbentuk akan semakin
lembek dan mudah meleleh sedangkan ph tinggi akan menghasilkan keju segar
yang lebih padat. Hal ini sesuai dengan pendapat Singh (2003) yang menyebutkan
bahwa ph rendah akan menghasilkan curd dengan tekstur rapuh dan mudah
hancur. Sementara itu, pH tinggi akan menghasilkan tekstur yang lebih padat.
Keasaman yang diakibatkan asam belimbing wuluh dan jeruk nipis dapat
mempengaruhi aktivitas pada proses koagulasi.
Protein memilki sifat yang unik. Kelarutan protein tergantung dari ph
lingkungan (larutan). Ketika ph susu cenderung netral (6 - 7) maka protein larut
sempurna di dalam larutan susu, menurut Buck (2002) pH adalah konsentrasi
hidrogen ion yang bersifat asam dan basa, nilai normal pH yaitu 7 dan jika dibawa
tujuh maka bersifat asam dan diatas tujuh maka bersifat basa. Ketika susu
ditambahkan asam, secara perlahan-lahan ph akan turun. Saat ph larutan
mendekati point iso elektrik / PI (4,0 – 5,0) maka akan terjadi persipitasi / salting
out. Hal ini menyebabkan protein akan menggumpal menjadi curd. Protein yang
menggumpal merupakan jenis protein kasein sedangkan protein non kasein
(laktoalbumin, laktoglobulin, imonoglobulin, serum albumin) akan larut ke dalam
cairan (whey). Fenomena penggumpalan ini sering dimanfaatkan dalam
pengolahan keju dan tahu (Lehninger, 2008).
Beberapa jenis asam yang dapat digunakan dalam pembuatan keju
diantaranya adalah asam sitrat, sulfurat, hidroklorat, laktat, fosforat, dan asetat
serta glukono lakton Hasil penelitian terdahulu tentang kandungan jeruk nipis
menurut Hasil penelitian Falade et., al (2003) menunjukkan bahwa jeruk nipis
mengandung asam askorbat 29,4 1,4 mg/100g, asam sitrat 4.124 78 mg/100g dan
total asam organik 4.187 35,1 mg/100g, dan juga menurut Subhadrabandhu

24
(2001), belimbing wuluh mengandung senyawa kimia asam format sebanyak 0,4-
0,9 meq asam/100 g, asam sitrat sebanyak 92,6-133,8 meq asam/100 g, dan asam
askorbat sebanyak 9 mg/100 g.
Asam laktat merupakan hasil dari metabolisme glukosa yang digunakan
selama pertumbuhan sel dengan jumlah semakin meningkat seiring bertambahnya
waktu. Meningkatnya produksi asam laktat tersebut ditandai dengan menurunnya
pH atau meningkatnya asam akibat timbulnya ion H+ yang terjadi karena
dekomposisi laktosa yang menghasilkan asam-asam yang mudah menguap dan
pecahnya phosphat organik yang terdapat di dalam kasein, sehingga menghasilkan
asam. Asam laktat yang terbentuk berdampak pada koagulasi kasein pembentuk
dadih. Sub misel kasein yang terdiri dari kalsium dan fosfat, ketika terbentuk
asam laktat, kalsium dan fosfat akan berikatan dengan laktat membentuk kalsium
laktat dan fosfat laktat, sehingga gumpalan-gumpalan kasein akan berdiri sendiri
yang nantinya akan membentuk curd (Purwandhani dan Suladra 2003).

4.1.3 Protein

Protein
26
25.86

25.5

25

Protein
24.5
24.58
24.45
24

23.5
cuka belimbing wuluh jeruk nipis

Gambar 4.3 Grafik protein keju peram


Hasil anova protein keju susu kambing sangat nyata (P<0,01), perlakuan
A2 memiliki kandungan protein yang paling ttinggi di bandingkan perlakuan A1,
dan A3. Perlakuan A2 memiliki kandungan protein yang lebih tinggi, karena
jumlah kandungan asam organiknya memiliki kandungan asam yang lebih sedikit

25
sehingga kandungan protein didalam curd tidak berkurang dan protein tidak
mengalami denaturasi.
Asam yang tinggi dapat mendenaturasi protein susu sehingga protein
terpecah kembali menjadi molekul yang kecil yang mengakibatkan protein larut
dalam whey keju. Denaturasi protein dapat diartikan suatu perubahan atau
modifikasi terhadap struktur sekunder, tersier dan kuartener molekul protein tanpa
terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen. Karena itu, denaturasi dapat
diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hydrogen, interaksi hidrofobik, ikatan
garam dan terbukanya lipatan atau wiru molekul protein (Sumardjo, 2008).
Protein mudah mengalami kerusakan oleh asam dengan Ph yang rendah,
penambahan asam buah yang memiliki pH rendah ini akan menyebabkan
rusaknya struktur protein sehingga protein akan cepat terkoagulasi dan kelarutan
protein dalam air meningkat yang menyebabkan penurunan kandungan protein
pada keju peram yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan Winarno (1992) bahwa
penambahan asam tinggi akan menyebabkan denaturasi dan rusaknya struktur
protein yang mengakibatkan protein larut dalam whey sehingga lemak akan ikut
mengendap. Perlakuan yang memiliki nilai protein yang rendah disebabkan
karena kelarutan protein dalam air tinggi. Hal ini didukung oleh pendapat Triyono
(2010) yang melaporkan kelarutan protein dalam air akan meningkat jika diberi
perlakuan asam yang berlebih sehingga kandungan protein pada bahan akan
menurun.
Cita rasa keju dipengaruhi oleh hasil pemecahan protein (hasil proteolisis),
hasil pemecahan lipid, asam laktat, dan garam serta adanya CO2, (Septiana 1994).
Proteolisis merupakan proses yang penting pada pemeraman keju faktor yang
mempengaruhi proteolysis selama pemeraman keju adalah pH, aktivitas air, suhu,
kondisi lingkungan pemeraman, dan perlakuan selama pemeraman keju.
Proteolisis pada proses pengelolahan keju terjadi pada susu segar, selama proses
penggumpalan susu dan selama pemeraman. Selama proses ini keju mengalami
hidrolisis pada bagian protein yang tidak larut dalam air, yang merupakan bagian
besar dari komponen nitrogen sehingga terbentuk komponen sederhana yang larut
dalam air.

26
Selain reaksi proteolisis pada pemeraman keju, lipolisis juga terjadi selama
pemeraman, lipolisis merupakan pemecahan lemak sehingga dibebaskan asam
lemak. Lipolisis ini dapat terjadi akibat adanya aktivitas enzim lipase. Lipolisis
tampak penting terhadap pembentukkan asam lemak bebas. Pembentukkan asam
lemak bebas penting untuk pembentukkan cita rasa baik pada keju lunak maupun
keju keras (Eskin 1990).

4.2 Uji hedonik keju peram (susu kambing nubian)


Tabel 4.2 Hasil uji hedonik keju peram susu kambing nubian
Perlakuan
Variabel
A1 A2 A3
Tekstur 5.12±1.13B 6.06±1.16A 4.76±0.91B
Aroma 4.92±0.96B 5.80±1.03A 4.88±1.00B
Rasa 5.24±1.02B 5.72±1.23A 4.80±0.83C
keseluruhan 5.09±0.78B 5.86±0.91A 4.81±0.73B
A, B, C
Keterangan: Huruf berbeda di belakang angka pada kolom yang sama menunjukan
perbedaan yang sangat nyata (P< 0,01), A1 :cuka, A2: belimbing wuluh, dan A3:
jeruk nipis

Pada tabel uji hedonik keju peram susu kambing nubian terdapat perlakuan
A1, A2, dan A3 dengan pengujian tekstur, aroma, dan rasa. Hasil yang di dapat
pada hasil uji hedonik terhadap keju peram susu kambing pada variabel tekstur,
aroma, dan rasa perlakuan yang disukai adalah pada perlakuan A2 dan yang
memiliki tingkat kesukaan terendah pada perlakuan A3. Perlakuan A1, A2, dan
A3 memiliki hasil yang sangat nyata (P< 0,01) pada keju susu kambing dengan
berbagai sumber asam organik. Hasil grafik hedonik disajikan pada gambar grafik
4.8

27
uji hedonik
aroma
7
6
5
4
3
2
A1
1
keseluruhan 0 rasa A2
A3

tekstur

Gambar 4.4 Grafik uji hedonik

4.2.1 Tektur keju susu kambing


Pemberian asam cuka, belimbing wuluh, dan jeruk nipis terhadap setiap
perlakuan dengan hasil untuk tekstur yang disukai oleh panelis memiliki hasil
yang sangat nyata (P<0,01). Pada perlakuan A1 dan pada perlakuan A3 memiliki
nilai terendah yang disukai panelis, dibandingkan pada perlakuan A2 yang
memiliki tingkat kesukaan panelis yang paling tinggi dan tingkat ansumsi sangat
suka sebesar 40%. Tekstur belimbing wuluh yang padat sehingga memiliki
kandungan air yang sedikit terhadap perlakuan yang lainnya, untuk perlakuan
jeruk nipis dan cuka memiliki tekstrur yang tidak padat dan lembek.
Tekstur keju juga dipengaruhi oleh lemak pada susu yang menjadi bahan
utama keju. Hal ini sesuai pendapat Nido (2005) yang menyatakan bahwa
semakin besar level dalam penggumpalan dalam suatu pembuatan produk
cenderung menurunkan kekenyalan atau tekstur keju semakin lembek, hal ini
disebabkan meningkatnya level bahan penggumpal akan meningkatkan aktivitas
proteolitik sehingga akan menyebabkan tekstur yang semakin lembek., Hal ini
didukung oleh pendapat Anggraini et al. (2013) yang menyatakan bahwa
ketidakstabilan protein saat proses proteolisis akibat penambahan konsentrasi
asam menyebabkan protein lebih banyak larut dalam whey sehingga tekstur lebih
rendah (lembek).

28
4.2.2 Aroma keju susu kambing
Uji aroma keju susu kambing memberikan hasil yang sangat nyata (P<0,01),
perlakuan A2 pada uji aroma yang lebih tinggi dengan tingkat yang paling suka
sebanyak 24% dari perlakuan A1, dan A3 yang memiliki tingkat ansumsi suka
sebanyak 30% (A1`) dan 26% (A2), karena pada perlakuan A2 yang mengandung
asam sitrat sehingga aroma susu berkurang hal tersebut karena proses fermentasi
yang membentuk flavor dan aroma yang mudah menguap.
Aroma khas kambing dan langu dapat dihilangkan karena penambahan jeruk
nipis. Menurut Astawan (2008) kandungan asam sitrat dalam jeruk yang tinggi
dimungkinkan dapat menghilangkan aroma tidak sedap pada makanan, dan juga
menurut Aroma sangat dipengaruhi oleh senyawa-senyawa pembentuk aroma
yang dihasilkan laktosa selama fermentasi, seperti diasetil (Afriani dkk, 2011).
Aroma susu yang khas berasal dari asam lemak yang terdapat dalam susu.
Penambahan sari belimbing ini yang mengandung asam sitrat mempengaruhi
perubahan aroma karena terjadinya fermentasi yang membentuk flavor dan aroma
yang mudah menguap. Hal ini didukung oleh Setyawati et al. (2013), adanya
perubahan pada produk olahan susu seperti keju disebabkan karena fermentasi
laktosa, sitrat, dan senyawa organik lainnya menjadi bermacam-macam asam,
ester, alkohol dan senyawa pembentuk flavor dan aroma yang mudah menguap
(Suryani 2013).

4.2.3 Rasa keju susu kambing


Pada hasil uji hedonik memberikan hasil yang nyata (P<0,01), pada
perlakuan A2 memiliki tingkat yang paling di sukai sebesar 30% oleh panelis
sedangkan pada perlakuan A1, dan A2 memiliki tingkat kesukaan yang rendah
oleh panelis yang memiliki tingkat suka sebesar 52% (A1) dan 14% (A2), karena
pada perlakuan A1, dan A3 memiliki tekstur keju yang lembek dan mencair
sehingga berpengaruh pada rasa keju.
Tingkat kesukaan panelis pada rasa keju susu kambing tergantung pada
jenis asam dan pemberian asam karena adanya tanggapan rangsangan kimiawi
oleh indera pencicip (lidah) yang meliputi kesatuan interaksi antara sifat-sifat
aroma dan tekstur serta dapat mempengaruhi penilaian konsumen terhadap suatu

29
produk (Martini. 2002). Perubahan pada produk olahan susu seperti keju
disebabkan karena fermentasi laktosa, sitrat, dan senyawa organik lainnya, rasa
gurih diperoleh dari penambahan garam dapur pada masing-masing perlakuan.
Rasa dipengaruhi oleh senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan
komponen rasa yang lain (Setyawati et al. 2013).

4.3 Diskusi
Hasil perlakuan pemberian asam dari sumber yang berbeda terhadap uji
fisikokimia memberikan hasil yang sangat nyata (P<0,01) pada paremeter
pengujian protein dan Ph dan berbeda nyata (P,0,05) pada pengujian rendemen
dan berat curd. Pengujian protein dan Ph pada perlakuan A2 (belimbing wuluh)
memiliki jumlah yang lebih banyak dibandingkan perlakuan lainnya, disebabkan
karena pada pada koagulasi kasein terbentuk lebih banyak dibandingkan
perlakuan A1 (cuka), dan A3 (jeruk nipis).
Pengujian uji hedonik mendapatkan hasil yang sangat nyata (P<0,01) pada
parameter pengujian tekstur, aroma, dan rasa. Tingkat kesukaan uji hedonik paling
disukai pada perlakuan A2 (belimbing wuluh) dari segi tekstur, aroma, dan rasa
dibandingkan perlakuan lainnya, karena keju susu kambing pada perlakuan A2
(belimbing wuluh) memiliki tekstur yang padat dan tidak lembek, memiliki aroma
belimbing wuluh sehingga bau perengus susu kambing berkurang, dan memilki
rasa gurih diperoleh dari penambahan garam pada pemeraman keju (Setyawati et
al. 2013).

30
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang di dapatkan dari penelitian yaitu:
1. Pemberian asam yang berbeda terhadap kualitas fisikokimia keju susu
kambing Nubian (Capra aegagrus hircus) dapat mempengaruhi
fisikokimia (protein, rendemen, pH) keju susu kambing Nubian (Capra
aegagrus hircus). Perlakuan jeruk nipis mampu meningkatkan hasil
rendemen dan menurunkan pH, sedangkan perlakuan belimbing wuluh
dapat meningkatkan hasil uji protein.
2. Perlakuan belimbing wuluh pada pembuatan keju peram dapat
meningkatkan tingkat kesukaan (tekstur, aroma, rasa, keseluruhan)

5.2 Saran
Saran pada penelitian ini adalah perlu dilakukan uji lanjut mengenai
kandungan kimia keju (uji kadar air, kadar abu, dan kadar lemak) sehingga
mengetahui hubungan hasil rendemen curd, pH whey, dan protein yang terdapat
pada keju.

31
DAFTAR PUSTAKA

Astawan, M. 2004. Tetap Sehat dengan Produk Makanan Olahan. Solo: PT. Tiga
Serangkai.
Amos, L.M. 2007. Enzimes from Yeast Adjuncts In Proteolysis During Cheddar Cheese
Ripening. Dissertatio submitted in fulfillment of the degree. University of the
Free State,Bloemfontein South Africa.
Afriani, Suryono dan Haris Lukman. 2011. Karakteristik Dadih Susu Sapi Hasil
Fermentasi Beberapa Starter BakteriAsamLaktat Yang Diisolasi dari
DadihAsalKabupatenKerinci. Jambi: Laboratorium Teknologi Hasil Ternak
Fakultas Peternakan Vol.01 No.1
Astawan, M. 2008. Sehat Dengan Hidangan Hewani. Penebar Swadaya. Jakarta.
Arinda, A. F., J. Sumarmono dan M. Sulistiyowati. 2013. Pengaruh Bahan Pengasam dan
Kondisi Susu Sapi terhadap Hasil/Rendemen, Keasaman, Kadar Air dan
Ketegaran (Firmness) Keju Tipe Mozzarella. Jurnal Ilmiah Peternakan 1(2): 456-
462.
Anggraini, R.P., A.H.D. Rahardjo, dan S.S. Santosa. 2013. Pengaruh level enzim
bromelin dari nanas masak dalam pembuatan tahu susu terhadap rendemen dan
kekenyalan tahu susu. Jurnal Ilmu Peternakan. 1(2): 507- 513.
Afriani, Suryono dan Haris Lukman. 2011. Karakteristik Dadih Susu Sapi Hasil
Fermentasi Beberapa Starter Bakteri Asam Laktat Yang Diisolasi dari Dadih
Asal Kabupaten Kerinci. Jambi: Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas
Peternakan Vol.01 No.1 36-42.
AOAC, 2005. Official Methods of Analysis. Association of Official Analytical Chemists.
Benjamin Franklin Station, Washington.
Bencini R. 2001. Factors affecting the quality of ewe's milk. Di dalam: Proceedings of
the 7th Great Lakes Dairy Sheep Symposium. Wisconsin: Eau Claire. hlm 60-92.
Badan Pusat Statistik, 2014. Jumlah Populasi Ternak di Indonesia Tahun 2014.
https://www.google.com/search.digilib.unila.ac.id. Diakses tanggal 03 April
2016.
Buck, R. P . 2002. Measurement of pH. Definition, Standards, And Procedures (IUPAC
Recommendations 2002). Pure and applied chemistry 74.11: 2169-2200.
Badan Pusat Statistik, 2017. Statistik Peternakan Dan Kesehatan Hewan. Direktorat
Jendral Peternakan Dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian. Jakarta.
Barbut, Shai. 2002. PoultryProducts Processingan Industry Guide. GRC Press.
Washington, DC.
Buckle. 1987. Ilmu Pangan. Penerjemah Purnomo. Universitas Indonesia Press. Jakarta..
Cakrawala IPTEK. 2002. Tanaman obat Indonesia: Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia
Swingle). IPTEKnet. http://www.iptek.net.id/ind/cakrao bat /tanamanobat.
php?id=131. 03/05/06.
Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety. 2(1) : 139-162.
Devendra, C. 1980. milk production in goat compared to buffalo and cattle in humed
tropics. Journal Dairy Sci . 63 : 1955.
Dewi, M.T., R. Evie, dan. T. Guntur. 2014. Aktivitas antibakteri ekstrak daun majapahit
(Crescentia cujete) terhadap pertumbuhan bakteri Ralstonia solanacearum
penyebab penyakit layu. LenteraBio. 3(1) : 51–57
Devendra C. 2012. Dairy Goats in Asia: Multifunctional Relevance and Contribution
toFood and Nutrition Security. Proceedings of the 1st Asia Dairy Goat
Conference. Kuala Lumpur, Malaysia, 9-12 April 2012.

32
Elon, Y., J. polancos. 2015. Manfaat jeruk nipis (citrus aurantifolia) dan olahraga untuk
menurunkan kolesterol total klien dewasa. Jurnal skolastik keperawatan. Vol 1
(2) 148-155.
Eskin, M. N. A. 1990. Biochemistry of Foods. Second Edition. Academic Press, New
York.
Eckles, C. H., W.B. Combs. And H. Macy. 1980. Milk and Milk Products. Mc Graw Hill
Company. New York.
Falade, O.S., O.R. Sowunmi, A. Oladipo, A. Tubosun and S.R.A. Adewusi. 2003. The
level of organic acids in some Nigerian fruits and their effect on mineral
availability in composite diets. Pakistan Journal of Nutrition, 2(2): 82-88.
Faradisa, M. 2008. Uji Efektifitas Antimikroba Senyawa Saponin Dari BatangTanaman
Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi Linn). Skripsi Jurusan Kimia UIN Malang.
Malang.
Joshi, N., K. Muthukumarappan dan R. I. Dave., 2004.Effect of Calcium on
Mikrostrukture and Meltability of part Skim Mozzarella Cheese.Journal Dairy
Science. 7: 1975-1985
[Kementan RI] Kementrian Pertanian Republik Indonesia. 2011. Kategori pangan susu.
http://pphp.Kementan.go.id/Standar_nasional/SNI_Ternak/KATEGORI_PANGA
N_01_Susu. [10 Oktober 2011].
Komar N., L.C. Hawa, R. Prastiwi. 2009. Karakteristik Termal Produk Keju Mozzarella
(Kajian Konsentrasi Asam Sitrat). Jurnal Teknologi Pertanian. 10: 78 – 87.
Kalab, M. 2004. Cheese: Development of Structure. Food Under the Microscope. Dalam:
Purwadi. 2008. Kualitas Kimia Keju Segar Dengan Bahan Pengasam Jus Jeruk
Nipis, Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, 1(1) : 12-17.
Kusumawati, D. Ardhana, M.M dan Radiati, L.E. 1995. Pengaruh penggunaan starter
yakult komersial dan enzim renin Mucormeihei terhadap mutu keju Cottage.
Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan. No. (10): 24-28.
Litbangkes, 2001, Inventaris Tanaman Obat Indonesia Edisi ke1 Jilid 1.Depkes RI.
Jakarta.
A, Lehninger. 2008. Dasar-Dasar Biokimia, terj. Maggy Thenawidjaja. Jakarta: Erlangga.
Legowo, A. M., Kusrahayu dan S, Mulyani. 2009. Ilmu dan Teknologi Susu. Badan
Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Malaka, R. 2010. Pengantar Teknologi Susu. Masagena Press. Makassar.
Martini, T. 2002. Kajian Pembuatan Tepung Cake Tape Ubi Kayu (Manihot esculenta
Crantz) Instan Dan Penerimaan Konsumen Terhadap Mutu Organoleptik Cake.
Skripsi. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, hal. 40
Murti, T. W., dan T. Hidayat. 2009. Pengaruh Pemakaian Kultur Tiga Macam Bakteri
Asam Laktat dan Pemeraman Terhadap Komposisi Kimia dan Flavour Keju.
Journal of The Indonesian Tropical Animal Agriculture 34 (1) :10-15.
Metzger, L. E., D. M. Barbano, M. A. Rudan and P. S. Kindstedt. 2000. Effect of Milk
Preacidification on Low Fat Mozzarella Cheese: I. Composition and Yield.
Journal of Dairy Science 83:648-658
Nido, R. 2005. Pengaruh Jenis dan Taraf Pemberian Rennet (Kambing dan Domba)
terhadap Kekerasan dan Persentase Produk Keju Chedar. Skripsi. Fakultas
Peternakan. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Nour, V. I., Trandafir, and Lonica. 2010. HPLC Organic Acid Analysis In Different.
Pararaja. 2008. Karakteristik fisik, kimia dan mikrobiologi dadih susu sapi hasil
kombinasi berbagai starter probiotik Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Prawisuma, Andika. 2007. Profil Asam Lemak Rantai Pendek, Total Bahan Padatan, Dan
Aroma Keju, Susu Kambing Dengan Lama Pemeraman Berbeda. Skripsi. IPB.
Bogor.

33
Purwadi. 2010. Kualitas Fisik Keju Mozzarella dengan Bahan Pengasam Jus Jeruk Nipis.
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak. 5:33 - 40.
Purwadi. 2006. Tinjauan Kualitas Fisik Keju Segar dengan Bahan Pengasam Jus Jeruk
Nipis dan Asam sitrat. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak 1 (1): 18-23.
Reksohadiprodjo, S. 1995. Pengantar Ilmu Peternakan Tropik.edisi 2. Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta.
Suharyanto. 2009. Pengelolaan Bahan Pangan Hasil Ternak. Fakultas Pertanian
Universitas Bengkulu.
Suryani, D.R. 2013. Profil aroma, aktivitas antioksidan dan intensitas warna susu kerbau
akibat proses glikasi dengan penambahan rare sugar (Dpsikosa, L-psikosa, D-
tagatosa, L-tagatosa). [Skripsi]. Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas
Diponegoro, Semarang.
Sumardjo, D. 2008. Pengantar Kimia : Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran.
EGC Emergency Arcan. Jakarta.
Ribeiro, A.C. and S. D. A. Ribeiro. “Specialty Products Made from Goat Milk”. Small
Ruminant Research 89 (Januari 2010): 225- 233.
Razak, Abdul, dkk. 2013. Uji Daya Hambat Air Perasan Buah Jeruk Nipis (Citrus
aurantifolia s.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus Aureus Secara In
Vitro. Jurnal Kesehatan Andalas. 2013; 2(1)
Savitri. N. P. 2014. EFEKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN BELIMBING
WULUH (Averrhoa bilimbi L) TERHADAP BAKTERI MIX SALURAN AKAR
GIGI. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar. [Skripsi].
Denpasar.
Setyawati, A., Purwadi, dan I. Thohari. 2013. Kualitas fisik dan organoleptik (Aroma,
Warna) keju olahan dengan penambahan tepung porang (Amorphopallus
onchophillus). Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang.
Singh, T. K., M. Drake and Cadwallader. 2003. Flavor of cheddar cheese, chemical and
sensory perspective.
Septiana, A.T. 1994. Studi Pemeraman keju yang Diinokulasikan Lactobacillus
bulgaris dan Streptococcus thermophilus. Tesis. UGM. Yogyakarta.
Sodiq, A., dan Z. Abidin. 2002. Kambing Peranakan Etawa. Agro Media Pustaka, Jakarta
Sutama IK. 2004. Tantangan peluang peningkatan produktivitas kambing melalui inovasi
teknologi reproduksi. Setiadi B, Priyanti A, Diwyanto K, Ginting SP, penyunting.
Prosiding Lokakarya Nasional Kambing Potong. Bogor 6 Agustus 2004. Bogor
(Indones): Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan hlm.51-60.
Soedjana TD. 2008. Recent development in goat production for meat and milk in
Indonesia. Proceeding Seminar International for Goat Production. FFTC Taiwan.
Setiawati, MA. 2014. Pemanfaatan Ekstrak Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi
L) dengan Konsentrasi dan Lama Perendaman yang Berbeda sebagai
Bahan Pengawet Ikan Nila. [Skripsi]. Surakarta: Fakultas Peguruan Pendidikan
Surakarta; 2014.
Sumarmono, J dan F.M. Suhartati. 2012. Yield dan Komposisi Keju Lunak (Soft Cheese)
dari Susu Sapi yang dibuat Dengan Teknik Direct Acidification menggunakan
Ekstrak Buah Lokal. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. Hal. 66-67
Shantosi, A. 2015. Jagoan kambing perah dari afrika. www.agrinak.com. Diakses 2
maret 2018.
Susilorini, Tri Eko. 2006. Aneka Produk Olahan Susu. Jakarta: Penebar Swadaya.
Triyono, A. 2010. Mempelajari Pengaruh Penambahan Beberapa Asam Pada Proses
Isolasi Protein Terhadap Tepung Protein Isolat Kacang Hijau (Phaseolus radiatus
L.). Seminar Rekayasa Kimia Dan Proses. Semarang. Hal: 1411 – 4216.

34
Ummah, MK. 2010. Ekstraksi dan Pengujian Aktivitas Antibakteri Senyawa Tanin pada
Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi Linn). [Skripsi]. Malang (Indonesia):
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim; 2010.
Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta.
Widarta, I. W. R, N. W. Wisaniyasa, dan H. Prayekti. 2016. Pengaruh Penambahan
Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) terhadap Karakteristik
Fisikokimia Keju Mozzarella. Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian Agrotechno
1(1):37-45.
Windyastari, C., Wignyanto, W.I. Putri. 2012. Pengembangan Belimbing Wuluh
(Averrhoa bilimbi) sebagai Manisan Kering dengan Kajian Konsentrasi
Perendaman Air Kapur (Ca(OH)2) dan Lama Waktu Pengeringan. Jurnal
Industri.1:195 – 203.
www.sipendik.com. Kiat Sukses menanam jeruk nipis. Diakses pada 22 maret 2018.
Tanamanmart.com. Bibit belimbing wuluh. Diakses pada 22 maret 2018

35
Lampiran 1. Uji kadar protein

Sempe di ambil 1 gram

Di tambah 1 g K2SO4,
40 mg HgO, dan 20 ml
H2SO4
Sampel dididihkan sampai larutan
menjadi jernih dan dipindahkan ke
Labu kjeldahl di dalam alat destilasi
cuci dengan air
(1-2ml)

Air pencuci di masukan ke alat


destilasi + 8-10ml NaOH-
Na2S2O3

Erlenmyer yang berisi 5 ml (H3BO3,


dan 2-4 tetes indikator)

Sampai berubah warna merah


muda
Erlenmeye diencerkan 50 ml,
lalu titrasi dengan HCL 0,02 N

Kadar protein (%) = (VA-VB) HCl×N HCl×14,007×100%


W×1000

36
Lampiran 2. Uji PH

PH meter distandarisasi
menggunakan buffer universal 7.0

Sampel diambil sebanyak 5ml

Masukan ke dalam beaker glass

PH meter dimasukan ke dalam beaker glass lalu diukur

PH meter dicuci dengan


aquades

37
Lampiran 3. Uji rendemen

Timbang susu yang akan di


jadikan keju

Hitung curd yang telah


disaring dengan kain dan
hitung berat curd

Rendemen (%) = (berat akhir) × 100%


Berat awal

38
Lampiran 4. Tabel quisioner uji hedonik

FORMULIR KUESIONER UJI KESUKAAN (UJI HEDONIK)

Nama panelis :
TTD
Umur :
Jenis kelamin :

Instruksi
1. Dihadapan anda di sajikan sampel dengan 3 kode yang berbeda.
2. Amati tekstur dan aroma sampel, kemudian di icipi rasanya.
3. Netralkan lidah anda setiap selesai uji.
4. Berikan penilaian berdasarkan skor nilai yang telah ditentukan.

Parameter
Kode
Tekstur Aroma Rasa
P0
P1
P2
P3

Keterangan:
Sangat suka :7
Suka :6
Agak suka :5
Netral :4
Tidak suka :3
Agak tidak suka :2
Sangat tidak suka :1

Komentar:
..............................................................................................................................................
..............................................................................................................................................

39
Lampiran 5. Tabel ANOVA uji fisikokimia

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Rendemen curd


Source Type III Sum of df Mean Square F Sig. Partial Eta
Squares Squared
a
Corrected Model 112.301 4 28.075 4.489 .087 .818
Intercept 9246.746 1 9246.746 1478.494 .000 .997
perlakuan 82.176 2 41.088 6.570 .054 .767
ulangan 30.125 2 15.062 2.408 .206 .546
Error 25.017 4 6.254
Total 9384.063 9
Corrected Total 137.318 8
a. R Squared = .818 (Adjusted R Squared = .636)

Rendemen curd
a,b
Duncan
perlakuan N Subset
1 2
1.00 3 28.6933
2.00 3 31.4467 31.4467
3.00 3 36.0200
Sig. .249 .089
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 6.254.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
b. Alpha = .05.

40
Lampiran 6. Tabel ANOVA uji fisikokimia (lanjutan)

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: pH whey


Source Type III Sum of df Mean Square F Sig. Partial Eta
Squares Squared
a
Corrected Model 2.364 4 .591 76.000 .001 .987
Intercept 232.054 1 232.054 29835.571 .000 1.000
perlakuan 2.362 2 1.181 151.857 .000 .987
ulangan .002 2 .001 .143 .871 .067
Error .031 4 .008
Total 234.450 9
Corrected Total 2.396 8
a. R Squared = .987 (Adjusted R Squared = .974)

pH whey
a,b
Duncan
perlakuan N Subset
1 2
3.00 3 4.6667
1.00 3 4.7667
2.00 3 5.8000
Sig. .237 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .008.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
b. Alpha = .05.

41
Lampiran 7. Tabel ANOVA uji fisikokimia (lanjutan)

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Protein


Source Type III Sum of df Mean Square F Sig. Partial Eta
Squares Squared
Corrected Model 7.230a 4 1.808 578.553 .000 .994
Intercept 11218.522 1 11218.522 3590663.602 .000 1.000
perlakuan 7.208 2 3.604 1153.458 .000 .994
kelompok .023 2 .011 3.649 .055 .360
Error .041 13 .003
Total 11225.793 18
Corrected Total 7.271 17
a. R Squared = .994 (Adjusted R Squared = .993)

Protein
a,b
Duncan
perlakuan N Subset
1 2 3
1.00 6 24.4533
3.00 6 24.5850
2.00 6 25.8567
Sig. 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .003.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
b. Alpha = .05.

42
Lampiran 8. Tabel ANOVA uji fisikokimia (lanjutan)

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Beratcurd


Source Type III Sum of df Mean Square F Sig.
Squares
Corrected Model 11868.444a 4 2967.111 4.493 .087
Intercept 977461.778 1 977461.778 1480.006 .000
perlakuan 8686.889 2 4343.444 6.577 .054
ulangan 3181.556 2 1590.778 2.409 .206
Error 2641.778 4 660.444
Total 991972.000 9
Corrected Total 14510.222 8
a. R Squared = .818 (Adjusted R Squared = .636)

Beratcurd
a,b
Duncan
perlakuan N Subset
1 2
1.00 3 295.0000
2.00 3 323.3333 323.3333
3.00 3 370.3333
Sig. .248 .089
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 660.444.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
b. Alpha = .05.

43
Lampiran 9. Tabel ANOVA uji organoleptik

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Tekstur


Source Type III Sum of df Mean Square F Sig.
Squares
Corrected Model 111.993a 51 2.196 2.064 .001
Intercept 4234.727 1 4234.727 3979.701 .000
perlakuan 45.053 2 22.527 21.170 .000
ulangan 66.940 49 1.366 1.284 .148
Error 104.280 98 1.064
Total 4451.000 150
Corrected Total 216.273 149
a. R Squared = .518 (Adjusted R Squared = .267)

Tekstur
a,b
Duncan
perlakuan N Subset
1 2
3.00 50 4.76
1.00 50 5.12
2.00 50 6.06
Sig. .084 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 1.064.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 50.000.
b. Alpha = .05.

44
Lampiran 10. Tabel ANOVA uji organoleptik (lanjutan)

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Aroma


Source Type III Sum of df Mean Square F Sig.
Squares
Corrected Model 65.707a 51 1.288 1.166 .256
Intercept 4056.000 1 4056.000 3670.475 .000
perlakuan 27.040 2 13.520 12.235 .000
ulangan 38.667 49 .789 .714 .903
Error 108.293 98 1.105
Total 4230.000 150
Corrected Total 174.000 149
a. R Squared = .378 (Adjusted R Squared = .054)

Aroma
a,b
Duncan
perlakuan N Subset
1 2
3.00 50 4.88
1.00 50 4.92
2.00 50 5.80
Sig. .850 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 1.105.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 50.000.
b. Alpha = .05.

45
Lampiran 11. Tabel ANOVA uji organoleptik (lanjutan)

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Rasa


Source Type III Sum of df Mean Square F Sig.
Squares
Corrected Model 85.547a 51 1.677 1.734 .010
Intercept 4139.627 1 4139.627 4278.157 .000
perlakuan 21.173 2 10.587 10.941 .000
ulangan 64.373 49 1.314 1.358 .101
Error 94.827 98 .968
Total 4320.000 150
Corrected Total 180.373 149
a. R Squared = .474 (Adjusted R Squared = .201)

Rasa
a,b
Duncan
perlakuan N Subset
1 2 3
3.00 50 4.80
1.00 50 5.24
2.00 50 5.72
Sig. 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .968.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 50.000.
b. Alpha = .05.

46
Lampiran 12. Tabel ANOVA uji organoleptik (lanjutan)

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Keseluruhan


Source Type III Sum of df Mean Square F Sig.
Squares
Corrected Model 66.625a 51 1.306 2.165 .001
Intercept 4143.936 1 4143.936 6867.359 .000
perlakuan 29.396 2 14.698 24.358 .000
ulangan 37.229 49 .760 1.259 .167
Error 59.136 98 .603
Total 4269.696 150
Corrected Total 125.761 149
a. R Squared = .530 (Adjusted R Squared = .285)

Keseluruhan
a,b
Duncan
perlakuan N Subset
1 2
3.00 50 4.8134
1.00 50 5.0940
2.00 50 5.8608
Sig. .074 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .603.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 50.000.
b. Alpha = .05.

47
Lampiran 13. Dokumentasi penelitian

Penuangan susu kambing Pengukuran literatur asam

Penggumpalan curd jeruk nipis Penggumpalan cur belimbing wuluh

Pemeraman keju Pemberian rennet

Pembagian susu kambing Pengukuran pH

48
Persiapan pembuatan keju Hasil keju susu kambing

Penggumpalan curd asam cuka

Pengujian uji hedonik

49
Penulis bernama lengkap Salim Amir Thalib,
lahir di Banyuwangi tanggal 24 Mei 1996,
merupakan anak pertama dari keempat
bersaudara. Penulis lahir dari pasangan suami
istri, Bapak Amir Salim Thalib dan Ibu Zakiyah
Jahwari. Penulis sekarang bertempat tinggal di
Desa Lateng RT. 02 RW. 02, Kecamatan Lateng,
Kabupaten Banyuwangi.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD AL-Irsyad AL-Islamiyah


Kecamatan Lateng Kabupaten Banyuwangi dan lulus pada tahun 2008. Penulis
melanjutkan pendidikan sekolah menengah pertama di SMP AL-Irsyad AL-
Islamiyah Kecamatan Lateng Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2008 dan lulus
tahun 2011. Penulis melanjutkan sekolah menengah atas di SMK PGRI 1 Sobo
Banyuwangi pada tahun 2011 dan lulus pada tahun 2014. Tahun 2014 penulis
melanjutkan kuliah di perguruan tinggi negeri dan hingga saat ini masih terdaftar
sebagai mahasiswa di Program Studi D4 Teknologi Pengolahan Hasil Ternak
Politeknik Negeri Banyuwangi. Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sajana Terapan Peternakan (S.Tr.Pt), penulis melakukan penelitian yang berjudul
“PENGARUH JENIS ASAM TERHADAP KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA
DAN ORGANOLEPTIK KEJU SUSU KAMBING NUBIAN” di bawah
bimbingan dosen Asmaul Khusna, S.Pt., M.M, danM. Habbib Khirzin, S.Pi.,
M.Si. Penulis menyelesaikan Tugas Akhirnya dan dinyatakan lulus pada tanggal
31 agustus 2018. Harapan dari penulis agar ilmu yang sudah dituangkan dalam
Tugas Akhir ini dapat bermanfaat untuk civitas akademika maupun masyarakat
luas.

50

Anda mungkin juga menyukai