Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

Elektrolit dalam tubuh adalah substansi yang membawa muatan positif


(kation) atau muatan negatif (anion). Fungsi dari kation adalah mentransmisi
impuls saraf ke otot dan kontraksi dari otot-otot rangka dan polos. Kation dari
elektrolit paling banyak terdapat dalam sel (kalium, magnesium, dan sebagian
kalsium), dalam cairan ekstraselular (CES) yang terdapat pembuluh darah dan
ruang antar jaringan (natrium dan sebagian kalsium), dan dalam saluran
gastrointestinal.1
Kalium adalah penting untuk fungsi normal dari otot, jantung, dan saraf.
Hal inimemainkan peran penting dalam mengontrol aktivitas otot polos, otot
rangka, serta otot jantung. Hal ini juga penting untuk transmisi normal sinyal
listrik seluruh sistem saraf dalam tubuh. Kadar normal kalium sangat penting
untuk menjaga irama jantung normal listrik. 2
Sekitar 95% kalium tubuh total terkandung di dalam sel dan hanya 2%
dalam cairan ekstraselular. Kegagalan tubuh dalam mengatur konsentrasi kalium
ekstraselular dapat mengakibatkan terjadinya kehilangan kalium dari cairan
ekstraselular yang disebut hipokalemia. Demikian juga, kelebihan kalium dari
cairan ekstraselular disebut hiperkalemia. Pengaturan keseimbangan kalium
terutama bergantung pada ekskresi oleh ginjal. 1
Hipokalemia adalah ketidakseimbangan elektrolit dan diindikasikan oleh
tingkat rendah kalium dalam darah. Nilai dewasa normal untuk kalium 3,5-5,3
mEq / L. Keadaan ini dapat dicetuskan melalui berbagai mekanisme, termasuk
asupan yang tidak adekuat, pengeluaran berlebihan melalui ginjal atau
gastrointestinal, obat-obatan, dan perpindahan transelular (perpindahan kalium
dari serum ke intraselular) yang kami bahas pada kasus ini. Walaupun kadar
kalium dalam serum hanya sebesar 2% dari kalium total tubuh dan pada banyak
kasus tidak mencerminkan status kalium tubuh; hipokalemia perlu dipahami
karena semua intervensi medis untuk mengatasi hipokalemia berpatokan pada
kadar kalium serum.2
Kalium biasanya dapat dengan mudah digantikan dengan mengkonsumsi
makanan yang banyak mengandung kalium atau dengan mengkonsumsi garam
kalium per oral. Kalium dapat mengiritasi saluran pencernaan, sehingga diberikan
dalam dosis kecil, beberapa kali sehari. Studi lebih lanjut di Amerika Serikat
angka kejadian hipokalemia pasien rawat inap adalah 20%, walaupun hanya 4-5
% dari pasien hipokalemia tersebut yang gejala klinisnya terlihat. Pada
hipokalemia yang ringan (Serum K +: 3,0 – 3,5) gejala klinisnya
asimptomatik. Namun, pada hipokalemia yang berat (serum kalium sangat
rendah) bisa sangat berbahaya, apalagi pada pasien jantung. 3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

2
Hipokalemia adalah suatu keadaan dimana konsentrasi kalium dalam
darah dibawah 3.5 mEq/L yang disebabkan oleh berkurangnya jumlah kalium
total di tubuh atau adanya gangguan perpindahan ion kalium ke sel-sel.
Penyebab yang umum adalah karena kehilangan kalium yang berlebihan dari
ginjal atau jalur gastrointestinal. 1

B. EPIDEMIOLOGI
Pada populasi umum, data mengenai hipokalemia sukar diperkirakan,
namun kemungkinan besar kurang dari 1% subyek sehat mempunyai kadar
kalium lebih rendah dari 3,5 mEq/L. Asupan kalium berbeda-beda tergantung
usia, jenis kelamin, latar belakang etnis dan status sosioekonomik. Apakah
perbedaan asupan ini menghasilkan perbedaan derajat hipokalemia atau
perbedaan sensitivitas terhadap gangguan hipokalemia tidak diketahui.
Diperkirakan sampai 21% pasien rawat inap memiliki kadar kalium lebih
rendah dari 3,5 mEq/L, dengan 5% pasien memiliki kadar kalium lebih
rendah dari 3 mEq/L. 2
Pada pasien yang menggunakan diuretik non-hemat kalium, hipokalemia
dapat ditemukan pada 20-50% pasien. Pasien keturunan Afrika dan wanita
lebih rentan, risiko juga ditingkatkan dengan penyakit seperti gagal jantung
dan sindroma nefrotik. Kelompok lain dengan insidens tinggi menderita
hipokalemia termasuk kelompok dengan gangguan pola makan, insidens
berkisar antara 4,6% sampai 19,7%; pasien dengan AIDS di mana sampai
23,1% pasien rawat inap menderita hipokalemia dan juga pasien alkoholik
yang berkisar sampai 12,6% dan diduga disebabkan oleh penurunan
reabsorpsi kalium pada tubulus ginjal terkait hipomagnesemia. 4

C. ETIOLOGI
Penyebab hipokalemia diantaranya, adalah :
1. Penurunan asupan kalium

3
Asupan kalium normal berkisar antara 40-120 mEq per hari, kebanyakan
diekskresikan kembali di dalam urin. Ginjal memiliki kemampuan untuk
menurunkan ekskresi kalium menjadi 5 sampai 25 mEq per hari pada
keadaan kekurangan kalium. Oleh karena itu, penurunan asupan kalium
dengan sendirinya hanya akan menyebabkan hipokalemia pada kasus-
kasus jarang. Meskipun demikian, kekurangan asupan dapat berperan
terhadap derajat keberatan hipokalemia, seperti dengan terapi diuretik
atau penggunaan terapi protein cair untuk penurunan berat badan secara
cepat. 5
2. Peningkatan laju kalium masuk ke dalam sel
Distribusi normal kalium antara sel dan cairan ekstraselular
dipertahankan oleh pompa Na-K-ATPase yang terdapat pada membran
sel. Pada keadaan tertentu dapat terjadi peningkatan laju kalium masuk
ke dalam sel sehingga terjadi hipokalemia transien. 5
a. Peningkatan pH ekstraselular
Baik alkalosis metabolik atau respiratorik dapat menyebabkan kalium
masuk ke dalam sel. Pada keadaan ini ion-ion hidrogen meninggalkan
sel untuk meminimalkan perubahan pH ekstraselular; untuk
memertahankan netralitas elektrik maka diperlukan masuknya
beberapa kalium (dan natrium) masuk ke dalam sel. Mungkin keadaan
ini disebabkan oleh kaitannya dengan kelainan yang menyebabkan
alkalosis metabolik tersebut (diuretik, vomitus, hiperaldosteron). 6
b. Peningkatan jumlah insulin
Insulin membantu masuknya kalium ke dalam otot skeletal dan sel
hepatik, dengan cara meningkatkan aktivitas pompa Na-K-ATPase
(gambar 1). Efek ini paling nyata pada pemberian insulin untuk pasien
dengan ketoasidosis diabetikum atau hiperglikemia nonketotik berat.

4
Gambar 1. Hormon-hormon penyebab perpindahan kalium ke dalam
sel, yang terutama adalah insulin dan beta-adrenergik. 5
c. Peningkatan aktivitas beta adrenergik
Katekolamin, yang bekerja melalui reseptor-reseptor beta 2-
adrenergik, dapat membuat kalium masuk ke dalam sel, terutama
dengan meningkatkan aktivitas Na-K-ATPase. Sebagai akibatnya,
hipokalemia transien dapat disebabkan oleh keadaan-keadaan di mana
terjadi pelepasan epinefrin oleh karena stres, seperti penyakit akut,
iskemia koroner atau intoksikasi teofilin. Efek yang sama juga dapat
dicapai oleh pemberian beta agonis (seperti terbutalin, albuterol atau
dopamin) untuk mengobati asma, gagal jantung atau mencegah
kelahiran prematur. 5
d. Paralisis hipokalemik periodik, kelainan ini jarang ditemui dan
disebabkan oleh etiologi yang belum pasti dan ditandai dengan
serangan-serangan kelemahan otot potensial fatal atau paralisis yang
dapat memengaruhi otot-otot pernapasan. Serangan akut, pada
keadaan di mana terjadi aliran kalium masuk ke dalam sel secara tiba-
tiba dapat menurunkan kadar kalium plasma sampai serendah 1,5 - 2,5
mEq/L, seringkali dicetuskan oleh istirahat sehabis olah raga, stres,
atau makanan tinggi karbohidrat, yang merupakan keadaan-keadaan di
mana terjadi pelepasan epinefrin atau insulin.5
e. Peningkatan produksi sel-sel darah, peningkatan akut produksi sel-
sel hematopoietik dikaitkan dengan peningkatan ambilan kalium oleh
sel-sel baru ini dan mungkin menyebabkan hipokalemia. Hal ini
paling sering terjadi pada saat pemberian vitamin B12 atau asam folat

5
untuk mengobati anemia megaloblastik atau granulocyte-
macrophage-colony stimulation factor (GM-CSF) untuk mengobati
netropenia. Sel-sel yang aktif secara metabolik juga dapat mengambil
kalium setelah pengambilan darah. Keadaan ini telah ditemukan pada
pasien-pasien leukemia mielositik akut dengan kadar sel darah putih
yang tinggi. Pada keadaa ini, pengukuran kadar kalium plasma dapat
dibawah 1 mEq/L (tanpa gejala) apabila darah dibiarkan pada suhu
ruangan. Hal ini dapat dicegah dengan pemisahan plasma dari sel
secara cepat atau penyimpanan darah pada suhu 4°C. 5
f. Hipotermia
Baik oleh karena kecelakaan atau diinduksi secara sengaja dapat
menyebabkan kalium masuk ke dalam sel dan menurunkan kadar
konsentrasi kalium plasma sampai di bawah 3,0 sampai 3,5 mEq/L. 6
g. Intoksikasi barium
Biasanya disebabkan oleh asupan makanan terkontaminasi, dapat
menyebabkan hipokalemia dengan menghambat kanal kalium pada
membran sel yang biasanya menyebabkan kalium mampu berdifusi ke
cairan ekstraselular. Pasien-pasien yang menjalani prosedur radiologik
tidak berisiko untuk menderita komplikasi ini, oleh karena barium
sulfat yang digunakan tidak masuk ke dalam peredaran sistemik. 6
h. Intoksikasi klorokuin
Hipokalemia dengan kadar kalium jatuh sampai di bawah 2,0 mEq/L
pada keadaan-keadaan berat, merupakan temuan yang sering pada
intoksikasi klorokuin akut. Efek ini mungkin dimediasi oleh
pergerakan kalium ke dalam sel dan dapat dieksakserbasi oleh
pemberian epinefrin yang digunakan untuk membantu mengatasi
intoksikasi. 6
3. Peningkatan kehilangan gastrointestinal
Kehilangan dari saluran cerna bagian bawah (terutama karena diare)
biasanya dikaitkan dengan kehilangan bikarbonat dan asidosis metabolik.
Meskipun demikian, beberapa pasien dengan diare faktisiosa atau

6
penggunaan laksatif berlebihan dapat mengalami hipokalemia dengan
metabolik alkalosis. 5
Hipokalemia oleh karena kehilangan saluran cerna bagian bawah
paling sering terjadi pada saat kehilangan timbul dalam jangka waktu
lama, seperti pada adenoma vilosa atau tumor pensekresi peptida
intestinal vasoaktif (VIPoma). Pada beberapa kasus, meskipun demikian,
peningkatan kehilangan faeses tidak dapat menjelaskan semua defisit
kalium. Subyek normal biasanya mendapatkan asupan kalium sekitar 80
mEq per hari. Ekskresi kalium normal harus turun di bawah 15-25
mEq/hari pada keadaan defisit kalium. oleh karenanya, kehilangan faeses
(biasanya sekitar 10 mEq/hari) harus melewati 55-65 mEq/hari untuk
dapat menginduksi hipokalemia. 5
4. Peningkatan kehilangan urin
Ekskresi kalium urin sebagian besar dikendalikan oleh sekresi kalium di
nefron distal, terutama oleh sel-sel prinsipal di tubulus koledokus
kortikal. Proses ini dipengaruhi oleh dua faktor: aldosteron dan hantaran
air serta natrium distal. Aldosteron berpengaruh sebagian melalui
perangsangan reabsorpsi natrium, pemindahan natrium kationik membuat
lumen menjadi elektronegatif relatif, sehingga mendorong sekresi kalium
pasif dari sel tubular ke lumen melalui kanal-kanal spesifik kalium di
membran luminal. 5
5. Diuretik
Jenis apapun yang beraksi pada daerah proksimal lokasi sekresi kalium,
asetazolamid, diuretik ansa henle dan tiazid, akan meningkatkan hantaran
distal dan juga, lewat induksi penurunan volume, mengaktivasi sistem
renin-angiotensin-aldosteron. Sebagai akibatnya, ekskresi kalium urin
akan meningkat, menyebabkan hipokalemia apabila kehilangan ini lebih
besar dari asupan (diagram 1). 3

7
Diagram 1. Efek diuretik terhadap penurunan kadar kalium di dalam
darah.
a. Kelebihan mineralokortikoid primer
Kebocoran kalium urin dapat juga merupakan ciri dari keadaan
hipersekresi primer mineralokortikoid, seperti adenoma adrenal
penghasil aldosteron. Pasien-pasien ini hampir selalu hipertensif, dan
diagnosis diferensialnya meliputi terapi diuretik pada pasien dengan
hipertensi dan penyakit renovaskular, di mana terjadi peningkatan
sekresi renin yang pada akhirnya meningkatkan pelepasan aldosteron.3
b. Anion tak-terserap
Gradien elektronegatif lumen yang diciptakan oleh reabsorpsi natrium
di tubulus koledokus kortikal sebagian ditekan oleh reabsorpsi klorida.
Namun demikian, terdapat beberapa keadaan klinis dimana natrium

8
berada di nefron distal dalam jumlah yang banyak oleh karena adanya
anion tak-terserap, termasuk bikarbonat pada vomitus atau asidosis
tubular ginjal tipe 2, beta-hidroksibutirat pada ketoasidosis
diabetikum, hipurat setelah penggunaan toluen atau turunan penisilin.3
c. Asidosis metabolik
Peningkatan kehilangan kalium lewat urin juga dapat timbul pada
beberapa bentuk asidosis metabolik, melalui mekanisme yang kurang
lebih sama dengan di atas. Pada ketoasidosis diabetikum sebagai
contoh, hiperaldosteronisme terinduksi hipovolemia dan beta-
hidroksibutirat berperan sebagai anion tak-terserap semua dapat
berkontribusi kepada kehilangan kalium. Kebocoran kalium juga
dapat timbul pada asidosis tubular ginjal tipe 1 (distal) dan 2
(proksimal). 4
d. Hipomagnesemia
Timbul pada sampai 40% pasien dengan hipokalemia. Pada banyak
kasus, seperti pada terapi diuretik, vomitus atau diare terdapat
kehilangan kalium dan magnesium secara bersamaan. Kemudian,
hipomagnesemia juga dapat meningkatkan kehilangan kalium urin
lewat suatu mekanisme yang belum dipastikan, kemungkinan terkait
7
dengan peningkatan jumlah kanal kalium yang terbuka.
e. Nefropati dengan kebocoran garam
Penyakit-penyakit ginjal dikalitkan dengan penurunan reabsorpsi
natrium di tubulus proksimal, ansa henle atau distal dapat
menyebabkan hipokalemia melalui mekanisme yang mirip dengan
diuretik. 7
f. Poliuria
Orang normal, pada keadaan kekurangan kalium, dapat menurunkan
konsentrasi kalium sampai 5 – 10 mEq/L. Namun apabila produksi
urin sampai melebihi 5-10 L/hari, maka kehilangan kalium wajib
dapat di atas 50-100 mEq per hari. Permasalahan ini paling mungkin

9
terjadi pada keadaan polidipsia primer, di mana produksi urin dapat
meningkat selama jangka waktu lama. 7
6. Peningkatan pengeluaran keringat
Pengeluaran keringat harian biasanya dapat diabaikan, oleh karena
volumenya rendah dan konsentrasi kalium hanya berkisar antara 5 – 10
mEq/L. Namun pada pasien-pasien yang berolahraga pada iklim panas
dapat mengeluarkan keringat sampai 10 L atau lebih per hari, sehingga
menyebabkan penurunan kadar kalium bila kehilangan ini tidak
digantikan. Kehilangan kalium dari keringat juga dapat terjadi pada
fibrosis kistik. Ekskresi kalium urin juga dapat berkontribuis, oleh karena
pelepasan aldosteron ditingkatkan baik oleh olahraga ataupun kehilangan
volume. 7
7. Dialisis
Meskipun pasien dengan penyakit ginjal tahap akhir biasanya meretensi
kalium dan cenderung hiperkalemia, hipokalemia dapat terjadi pada
pasien-pasien dengan dialisis kronik. Kehilangan kalium lewat dialisis
dapat mencapai 30 mEq per hari pada pasien dengan dialisis peritoneal
kronik. Keadaan ini dapat menjadi penting apabila terjadi penurunan
asupan atau bila terjadi kehilangan gastrointestinal bersamaan. 7
Adapun beberapa kasus yang dapat memicu hipokalemia, diantaranya :1,6,8
1. Pengeluaran kalium melalui ginjal :
- Ketoasidosis diabetik (KAD)
- Asidosis tubula ginjal tipe 1 (distal) dan tipe 2 (proksimal)
- Diuretik (hipertensi, penyakit renovaskular, nefritis intestinal)
- Hiperaldosteronisme derajat 1 ( sindroma Conn’s)
- Hiperaldosteronisme devajat 2 (penyakit renovaskuler, renin-
secreting tumor)
- Nonaldosterone mineralocorticoid (Cushing’s, Liddle’s, exogenous
mineralocorticoid, licorice)
- Vomitus, drainase selang nasogastrik (NGT) pada hiperal-
dosteronisme serajat 2.

10
- Polidpsia primer
- Sindroma Batter’s, sindroma Gitelman’s
2. Pengeluavan kalium yang berlebihan melalui saluran cerna :
- Diare faktisiosa
- Laksatif
- Adenoma vilus
- Tumor pensekresi peptida intestinal vasoaktif (VIPoma)
3. Kalium masuk ke dalam sel :
- Alkalosis ekstrasel (diuretik, vomitus, hiperaldosteron)
- Pemberian insulin (ketoasidosis diabetik atau hiperglikemia
nonketotik berat)
- Pemakaian beta 2-agonis (asma, gagal jantung)
- Paralisis periodik hipokalemik
- Hipotermia
- Pemberian vitamin B12 atau asam folat (Anemia megaloblastik)
- Intoksikasi barium dan klorokuin

D. FISIOLOGI
Distribusi cairan dalam tubuh terbagi menjadi dua kompartemen, yaitu
cairan ekstrasel dan cairan intrasel. Cairan ekstrasel sendiri dibagi lagi
menjadi cairan interstitial dan plasma. Ada juga kompartemen cairan lainnya
yang disebut sebagai cairan transelular, meliputi cairan dalam rongga
sinovial, peritoneum, perikardium, intraokular serta cairan serebrospinal.
Cairan transelular seluruhnya berjumlah satu sampai dua liter. Cairan tubuh
total pada manusia sekitar 60% berat badan, sebagai contoh pada orang
dengan berat 70 kg memiliki total cairan tubuh sekitar 42 liter. Perubahan
dapat terjadi bergantung pada usia, jenis kelamin, dan derajat obesitas. Pada
orang yang lebih tua memiliki persentase total cairan tubuh yang lebih rendah
dibanding dengan orang yang lebih muda. Hal ini disebabkan karena adanya
peningkatan persentase lemak tubuh sehingga mengurangi persentase cairan
dalam tubuh.7

11
Cairan intrasel merupakan 40% dari berat badan total atau sekitar 28 liter
dari jumlah total 42 liter cairan di dalam tubuh. Cairan masing-masing sel
berbeda komposisinya namun konsentrasi zat antara satu sel dengan sel
lainnya mirip. Cairan ekstrasel merupakan semua cairan yang berada di luar
sel. Cairan ini merupakan 20% dari berat badan atau sekitar 14 liter pada
orang dewasa normal dengan berat badan 70kg. Cairan interstitial mencakup
lebih dari tiga perempat bagian cairan ekstrasel, sedangkan plasma berjumlah
hampir seperempat cairan ekstrasel atau sekitar tiga liter. Plasma merupakan
bagian darah yang tidak mengandung sel, biasanya bertukar zat dengan cairan
interstitial melalui pori-pori membran kapiler. Pori-pori ini bersifat sangat
permeabel untuk hampir semua zat terlarut dalam cairan ekstrasel, kecuali
protein.1
Komposisi cairan tubuh dalam cairan ekstrasel terdiri dari cairan plasma
dan cairan interstitial. Kedua cairan ini dipisahkan oleh membran kapiler
yang sangat permeabel sehingga komposisi ion plasma serupa dengan
komposisi cairan interstitial. Perbedaan utama antara dua kompartemen ini
adalah konsentrasi protein yang lebih tinggi pada cairan plasma. Hal ini
disebabkan karena kapiler memiliki permeabilitas yang rendah terhadap
protein plasma, hanya sebagian kecil protein yang masuk dalam ruang
interstitial dikebanyakan jaringan. Karena efek Donan, konsentrasi ion
bermuatan positif (kation) lebih besar sekitar dua persen dalam plasma
dibanding pada cairan interstitial. Protein plasma mempunyai muatan akhir
negatif sehingga cenderung mengikat kation seperti natrium dan kalium,
karena itu sebagian besar kation berada di dalam plasma. Sebaliknya
konsentrasi ion negatif (anion) dalam cairan interstitial cenderung lebih tinggi
dibandingkan dengan plasma. Namun untuk tujuan praktis, konsentrasi ion
dalam cairan interstitial dan plasma dianggap sama.7
Cairan intrasel dipisahkan dari cairan ekstrasel oleh membran sel yang
sangat permeabel terhadap air namun tidak permeabel terhadap sebagian
besar elekrolit dalam tubuh. Cairan intrasel hanya mengandung sedikit ion
natrium dan klorida, bahkan hampir tidak ada ion kalsium. Sebaliknya, ion

12
kalium dan fosfat banyak terdapat di dalam cairan intrasel, ion magnesium
dan fosfat dalam jumlah sedang. Sel juga mengandung sejumlah besar
protein, jumlahnya hampir empat kali dibandingkan dengan jumlah protein
dalam plasma.1
Perbedaan komposisi ion antara cairan intrasel dengan cairan
ekstrasel disebabkan karena efek pompa Na+-K+ yang terdapat di
membran semua sel. Pompa ini aktif memindahkan Na+ keluar dan K+
masuk ke dalam sel, sehingga Na+ menjadi kation utama di cairan
ekstrasel dan K+ kation utama di cairan intrasel. Sebagian besar cairan
ekstrasel dan cairan intrasel secara elektris seimbang, kecuali sebagian
kecil ion total intrasel dan ekstrasel yang terlibat alam potensial
membran. Pada cairan ekstrasel Na+ diiringi oleh anion Cl- dan dengan
sedikit HCO3- (bikarbonat). Anion intrasel utama adalah PO43- (fosfat) dan
protein-protein bermuatan negatif yang tertahan di dalam sel.7
Elektrolit di dalam tubuh memiliki fungsi yang bermacam-macam.
Na+ berfungsi untuk menjaga keseimbangan cairan di dalam tubuh,
menjaga aktivitas saraf, kontraksi otot, dan juga berperan dalam proses
retensi air dan absorpsi glukosa. Di dalam tubuh K+ mempunyai fungsi
dalam keseimbangan cairan dan elektrolit serta keseimbangan asam basa.
Bersama dengan Na+ dan Ca2+, K+ akan berperan dalam transmisi saraf,
pengaturan enzim, dan kontraksi otot. Cl- mempunyai fungsi
fisiologis yang penting yaitu sebagai pengatur derajat keasaman
lambung dan ikut berperan dalam menjaga keseimbangan asam-basa
tubuh.2
Perpindahan substansi melalui membran ada yang secara aktif atau pasif.
Transport aktif membutuhkan energi, sedangkan transport pasif tidak
membutuhkan energi.7
1. Difusi, partikel (ion atau molekul) suatu substansi yang terlarut selalu
bergerak dan cenderung menyebar dari daerah yang konsentrasinya tinggi
ke konsentrasi yang lebih rendah sehingga konsentrasi substansi partikel
tersebut merata.

13
2. Osmosis, bila suatu substansi larut dalam air, konsentrasi air dalam
larutan tersebut lebih rendah dibandingkan konsentrasi air dalam larutan
air murni dengan volume yang sama. Hal ini karena tempat molekul air
telah ditempati oleh molekul substansi tersebut. Jadi bila konsentrasi zat
yang terlarut meningkat, konsentrasi air akan menurun.
3. Filtrasi terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara dua ruang yang
dibatasi oleh membran. Cairan akan keluar dari daerah yang bertekanan
tinggi ke daerah bertekanan rendah. Jumlah cairan yang keluar sebanding
dengan besar perbedaan tekanan, luas permukaan membran, dan
permeabilitas membran. Tekanan yang mempengaruhi filtrasi ini disebut
tekanan hidrostatik.
4. Transport aktif diperlukan untuk mengembalikan partikel yang telah
berdifusi secara pasif dari daerah yang konsentrasinya rendah ke daerah
yang konsentrasinya lebih tinggi. Perpindahan seperti ini membutuhkan
energi (ATP) untuk melawan perbedaan konsentrasi. Seperti pada pompa
Na-K.
Pada sebagian besar jaringan, pompa natrium-kalium yang bertanggung
jawab akan transport aktif ganda dari Na+ keluar sel K+ masuk ke dalam sel
merupakan suatu protein unik pada membrane sel. Kondisi ini melawan
gradien konsentrasi karena natrium di dalam sel lebih banyak daripada di luar
sel dan demikian juga sebaliknya untuk kalium. Analoginya, karena transpor
melawan arus, maka transpor tidak berlangsung spontan dan dibutuhkan
energi untuk menggerakkannya.7
Pompa mengeluarkan tiga Na+ dari sel untuk setiap dua K+ yang
dimasukkan kedalam sel, yaitu ia mempunyai copling rasio sebesar 3/2.
Aktivitasnya dihambat oleh quabain dan glikosida digitalis lain yang
digunakan pada pengobatan payah jantung. Ia dibentuk dari du subunit α
masing-masing dengan berat molekul sekitar 95.000, dan dua subunit β
masing-masing dengan berat molekul sekitar 40.000. Pemisahan subunit-
subunit mengakibatkan kehilangan aktivitas ATPase. Sebunit α mempunyai
tempat ikatan untuk ATP dan quabain, sedangkan subunit adalah glikoprotein.
Pemberian ATP dengan mikropipet ke bagian dalam membran meningkatkan

14
transport, sedangkan pemberian ATP di luar membrane tidak mempunyai
efek. Sebaliknya, quabain menghambat transport bila diberikan diluar
membrane tetapi tidak menimbulkan efek bila diberikan di dalam membran.1
Protein ini juga merupakan adenosin triphospat, yaitu suatu enzim yang
mengkatalisis hidrolisa ATP menjadi adenosine difosfat (ADP), dan
diaktifkan oleh Na+ dan K+. Akibatnya ia dikenal sebagai natrium-kalium
yang mengaktifkan adenosine trifosfat (Na+ - K+ ATPase). ATP menyediakan
energi untuk transpor.7
Protein berada dalam 2 keadaan konformasi (penyesuaian diri). Pada
salah satu konformasi, tiga Na+ berikatan dengan tempat-tempat yang hanya
dapat dicapai dari bagiian dalam membrane. Hal ini mendorong hidrolisis
ATP, dan protein mengubah konformasinya sehingga tiga Na+ dikeluarkan ke
CES. Pada konformasi ke dua, dua K+ berikatan dengan tempat-tempat yang
hanya dapat dicapai dari luar membran. Hal ini mendorong pengembalian ke
konformasi semula sementara mengeluarkan dua K+ ke bagian dalam sel.
Kelihatannya, pengikatan Na+ dihubungkan dengan fosforilasi protein dan
pengikatan K+ dengan fosforilasi.7
Mekanisme pompa Na-K adalah sebagai berikut:1,7
 Ion Na+ dari sitoplasma akan berikatan dengan protein pembawa, dalam
keadaan ini protein tersebut mudah sekali berikatan dengan Na+ (memiliki
afinitas yang tinggi terhadap Na+).
 Pengikatan Na+ memicu terjadinya fosforilasi oleh ATP, gugus fosfat akan
menempel pada protein.
 Fosforilasi menyebabkan perubahan struktur protein, sehingga kehilangan
afinitas terhadap Na+ dan melepaskan ion Na+ ke luar sel.
 Bentuk baru protein tersebut memiliki afinitas yang tinggi terhadap K +,
sehingga ion K+ dari luar sel berikatan dengan protein pembawa. Ion K +
yang berikatan memicu dilepaskannya gugus fosfat yang tadinya
berikatan.
 Lepasnya gugus fosfat menyebabkan protein kembali ke bentuk awalnya,
bentuk awal ini memiliki afinitas yang rendah terhadap ion K+.

15
 Afinitas yang rendah terhadap K+ menyebabkan ion ini dilepaskan di
dalam sel, dan terjadi pengikatan terhadap ion Na+. Siklus berulang
kembali.

Gambar 2. Transpor aktif.

E. PATOFISIOLOGI
Perpindahan Trans Selular
Hipokalemia bisa terjadi tanpa perubahan cadangan kalium sel. Ini
disebabkan faktor-faktor yang merangsang berpindahnya kalium dari
intravaskular ke intraseluler, antara lain beban glukosa, insulin, obat
adrenergik, bikarbonat, dan sebagainya. Insulin dan obat katekolamin
simpatomimetik diketahui merangsang influks kalium ke dalam sel otot.
Sedangkan aldosteron merangsang pompa Na+/K+ ATP ase yang berfungsi
sebagai antiport di tubulus ginjal. Efek perangsangan ini adalah retensi
natrium dan sekresi kalium (1). 8
Pasien asma yang dinebulisasi dengan albuterol akan mengalami
penurunan kadar K serum sebesar 0,2—0,4 mmol/L2,3, sedangkan dosis
kedua yang diberikan dalam waktu satu jam akan mengurangi sampai 1
mmol/L3. Ritodrin dan terbutalin, yakni obat penghambat kontraksi uterus
bisa menurunkan kalium serum sampai serendah 2,5 mmol per liter setelah
pemberian intravena selama 6 jam. Teofilin dan kafein bukan merupakan obat
simpatomimetik, tetapi bisa merangsang pelepasan amina simpatomimetik
serta meningkatkan aktivitas Na+/K+ ATP ase. Hipokalemia berat hampir

16
selalu merupakan gambaran khas dari keracunan akut teofilin. Kafein dalam
beberapa cangkir kopi bisa menurunkan kalium serum sebesar 0,4 mmol/L.
Karena insulin mendorong kalium ke dalam sel, pemberian hormon ini selalu
menyebabkan penurunan sementara dari kalium serum. Namun, ini jarang
merupakan masalah klinik, kecuali pada kasus overdosis insulin atau selama
penatalaksanaan ketoasidosis diabetes. 8

Gambar 3. Hipokalemia pada sel otot.


Tidak mengherankan bahwa deplesi kalium sering terlihat pada pasien
dengan CHF. Ini membuat semakin bertambah bukti yang memberi kesan
bahwa peningkatan asupan kalium bisa menurunkan tekanan darah dan
mengurangi risiko stroke. Hipokalemia terjadi pada pasien hipertensi non-
komplikasi yang diberi diuretik, namun tidak sesering pada pasien gagal
jantung bendungan, sindrom nefrotik, atau sirosis hati. Efek proteksi kalium
terhadap tekanan darah juga dapat mengurangi risiko stroke. Deplesi kalium
telah dikaitkan dalam patogenesis dan menetapnya hipertensi esensial. Sering
terjadi salah tafsir tentang terapi ACE-inhibitor (misal Captopril). Karena
obat ini meningkatkan retensi kalium, dokter enggan menambah kalium atau
diuretik hemat kalium pada terapi ACE-inhibitor. Pada banyak kasus gagal
jantung bendungan yang diterapi dengan ACE-inhibitor, dosis obat tersebut

17
tidak cukup untuk memberi perlindungan terhadap kehilangan kalium.
Potensi digoksin untuk menyebabkan komplikasi aritmia jantung bertambah
jika ada hipokalemia pada pasien gagal jantung. Pada pasien ini dianjurkan
untuk mempertahankan kadar kalium dalam kisaran 4,5-5 mmol/L. Nolan
dkk. mendapatkan kadar kalium serum yang rendah berkaitan dengan
kematian kardiak mendadak di dalam uji klinik terhadap 433 pasien di UK.
Hipokalemia ringan bisa meningkatkan kecenderungan aritmia jantung pada
pasien iskemia jantung, gagal jantung, atau hipertrofi ventrikel kanan. Asupan
kalium harus dipikirkan untuk ditambah jika kadar serum antara 3,5-4
mmol/L. Jadi, tidak menunggu sampai kadar < 3,5 mmol/L. 1

F. GEJALA KLINIS
Derajat Hipokalemia
- Hipokalemia moderat didefinisikan sebagai kadar serum antara 2,5-3
mEq/L.
- Hipokalemia berat didefinisikan sebagai kadar serum < 2,5 mEq/L.
- Hipokalemia yang < 2 mEq/L biasanya sudah disertai kelainan jantung
dan mengancam jiwa. 1
Gejala klinis yang didapatkan pada pasien dengan hipokalemia, antara lain:
- CNS dan neuromuskular
Lelah, tidak enak badan, reflek tendon dalam menghilang.
- Pernapasan
Otot-otot pernapasan lemah, napas dangkal (lanjut).
- Saluran cerna
Menurunnya motilitas usus besar, anoreksia, mual muntah.
- Kardiovaskuler
Hipotensi postural, disritmia, perubahan pada EKG.
- Ginjal
Poliuria, nokturia. 2

G. PENATALAKSANAAN
Untuk bisa memperkirakan jumlah kalium pengganti yang bisa diberikan,
perlu disingkirkan terlebih dahulu faktor-faktor selain deplesi kalium yang

18
bisa menyebabkan hipokalemia, misalnya insulin dan obat-obatan. Status
asam-basa mempengaruhi kadar kalium serum.
a. Jumlah Kalium
Walaupun perhitungan jumlah kalium yang dibutuhkan untuk mengganti
kehilangan tidak rumit, tidak ada rumus baku untuk menghitung jumlah
kalium yang dibutuhkan pasien. Namun, 40-100 mmol K+ suplemen
biasa diberikan pada hipokalemia moderat dan berat. Pada hipokalemia
ringan (kalium 3—3,5 mEq/L) diberikan KCl oral 20 mmol per hari dan
pasien dianjurkan banyak makan makanan yang mengandung kalium.
KCL oral kurang ditoleransi pasien karena iritasi lambung. Makanan yang
mengandung kalium cukup banyak dan menyediakan 60 mmol kalium. 9

b. Kecepatan Pemberian Kalium Intravena


Kecepatan pemberian tidak boleh dikacaukan dengan dosis. Jika kadar
serum > 2 mEq/L, maka kecepatan lazim pemberian kalium adalah 10
mEq/jam dan maksimal 20 mEq/jam untuk mencegah terjadinya
hiperkalemia. Pada anak, 0,5—1 mEq/kg/dosis dalam 1 jam. Dosis tidak
boleh melebihi dosis maksimum dewasa. Konsentrasi K+ > 60 mmol/L
sebaiknya dihindari melalui vena perifer, karena cenderung menyebabkan
nyeri dan sklerosis vena. Pada kadar < 2 mEq/L, bisa diberikan kecepatan
40 mEq/jam melalui vena sentraldan monitoring ketat di ICU. Untuk
koreksi cepat ini, KCl tidak boleh dilarutkan dalam larutan dekstrosa
karena justru mencetuskan hipokalemia lebih berat. 10

c. Koreksi Hipokalemia Perioperatif


KCL biasa digunakan untuk menggantikan defisiensi K+, karena
juga biasa disertai defisiensi Cl-. Jika penyebabnya diare kronik,
KHCO3 atau kalium sitrat mungkin lebih sesuai. Terapi oral dengan
garam kalium sesuai jika ada waktu untuk koreksi dan tidak ada gejala
klinik. Penggantian 40-60 mmol K+ menghasilkan kenaikan 1-1,5
mmol/L dalam K+serum, tetapi ini sifatnya sementara karena K+ akan

19
berpindah kembali ke dalamsel. Pemantauan teratur dari K+ serum
diperlukan untuk memastikan bahwa defisit terkoreksi. 10

d. Kalium Intravena
KCl sebaiknya diberikan inrtavena jika pasien tidak bisa makan
dan mengalami hipokalemia berat.  Secara umum, jangan tambahkan
KCl ke dalam botol infus. Gunakan sediaan siap-pakai dari pabrik. Pada
koreksi hipokalemia berat (< 2 mmol/L), sebaiknya gunakan NaCl,
bukan dekstrosa. Pemberian dekstrosa bisa menyebabkan
penurunan sementara K+ serum sebesar 0,2—1,4 mmol/L karena
stimulasi pelepasan insulin oleh glukosa. Infus yang mengandung KCl
0,3% dan NaCl 0,9% menyediakan 40 mmol K+ /L. Ini harus menjadi
standar dalam cairan pengganti K+. Volume besar dari normal saline bisa
menyebabkan kelebihan beban cairan. Jika ada aritmia jantung,
dibutuhkan larutan K+ yang lebih pekat diberikan melaluivena sentral
dengan pemantauan EKG. Pemantauan teratur sangat penting.
Pikirkan masak-masak sebelum memberikan > 20 mmol K+/jam. 9
e. Diet Kalium
Diet yang mengandung cukup kalium pada orang dewasa rata-rata 50-100
mEq/hari (contoh makanan yang tinggi kalium termasuk kismis, pisang,
aprikot, jeruk, advokat, kacang-kacangan, dan kentang). 9

H. KOMPLIKASI
Komplikasi kardiovaskular merupakan penyebab paling signifikan untuk
morbiditas dan mortalitas karena hipokalemia. meskipun hipokalemia telah
diimplikasikan pada terjadinya beberapa aritmia ventrikel dan atrial, yang
paling banyak mendapatkan perhatian adalah aritmia ventrikel. Peningkatan
kerentanan terhadap aritmia kardiak dapat terjadi pada hipokalemia dengan
keadaan berikut:
- Gagal jantung kongestif

- Penyakit jantung iskemik mendasar atau infark miokard akut

20
- Terapi agresif untuk hiperglikemia, seperti pada keadaan ketoasidosis
diabetikum

- Terapi digitalis

- Terapi metadon

- Sindrom Conn 1

I. PROGNOSIS
Dengan mengkonsumsi suplemen kalium biasanya dapat mengkoreksi
hipokalemia. Pada hipokalemia berat, tanpa penatalaksanaan yang tepat,
penurunan kadar kalium secara drastis dapat menyebabkan masalah jantung
yang serius yang dapat berakibat fatal. 1

BAB III
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
Nama : Ny. I
Umur : 40 thn
Pekerjaan : URT
Alamat : Palolo
Agama : Islam

21
Tanggal Pemeriksaan : 24/05/2018
Ruangan : Camar

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : muntah
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien perempuan usia 40 tahun datang dengan keluhan muntah sebanyak 6
kali berisi cairan yang dirasakan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Pasien mengaku mengalami penurunan nafsu makan karena sedang berpuasa.
Akhir-akhir ini pasien hanya mengonsumsi bubur. Keluhan disertai rasa
mual(+), nyeri perut (-), BAB (+) seperti biasa. Pasien juga mengeluhkan
badan terasa lemas memberat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Lemas
dirasakan sebagai kelemahan terutama pada kedua kaki, tidak ada keluhan
kelemahan sesisi. Pasien susah mengangkat kedua kakinya, pasien hanya bisa
menggerakkan kaki ke kanan dan ke kiri. Pasien terkadang merasakan keram
di kaki disertai nyeri otot, timbul tiba-tiba tidak terkait olahraga, menghilang
dengan sendirinya. Demam (-), pusing (-), sakit kepala (-), flu (-), batuk (-),
sesak (-), nyeri dada (-), BAK (+) lancar berwarna kuning, nyeri saat BAK
(-).

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien sering mengalmai hal serupa sejak tahun 2015. Pasien memiliki
riwayat penyakit diabetes mellitus dan menggunakan obat insulin dengan
dosis 3x6 unit. Pasien pernah 3x dirawat di rumah sakit, terakhir kali 2 bulan
yang lalu. Diare disangkal, penggunaan obat-obatan yang membuat kencing
banyak disangkal, penggunaan pencahar disangkal, riwayat kelainan ginjal
sebelumnya disangkal, riwayat lemas dan lumpuh sebelumnya disangkal,
riwayat memuntahkan kembali makanan disangkal. Riwayat tekanan darah
tinggi, penyakit jantung, diabetes, asma dan kuning disangkal.

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga :


Tidak ada dalam keluarga yang memiliki riwayat penyakit yang serupa.
Riwayat penyakit keluarga untuk penyakit ginjal, kelainan pertumbuhan,
diabetes, jantung, kuning dan asma disangkal. Riwayat keluarga untuk
lumpuh dan kelemahan otot sewaktu muda disangkal.

22
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum:
SP:CM/SS/GB BB: Kg TB: cm IMT:
Vital Sign
TD: 110/70 mmHg
N : 74x/menit
R : 20x/menit
S : 36,5°C
Kepala
Wajah : Simetris, tampak lemas
Deformitas : Tidak ada
Bentuk : Normochepal
Mata
Konjungtiva : Anemis -/-
Sklera : Ikterus -/-
Pupil : Bulat, isokor +/+
Mulut : Sianosis (-),Lidah kotor (-).

Leher
KGB : pembesaran (-)
Tiroid : pembesaran (-)
JVP : peningkatan (-)
Massa Lain : Tidak ada
Dada
Paru-Paru
Inspeksi : Simetris bilateral
Palpasi : Massa (-), Vocal fremitus simetris bilateral
Perkusi : Sonor lapang paru
Auskultasi : Bunyi nafas vesiculer +/+, Rh -/-, Wh -/-

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi :
Batas atas : SIC II linea parasternalis dextra et sinistra

23
Batas Kanan : SIC IV linea parasternalis dextra
Batas Kiri : SIC V linea axillaris anterior sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Perut
Inspeksi : datar
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
Perkusi : Tympani (+)
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Anggota Gerak
Atas : Akral Hangat +/+, edema -/-
Bawah : Akral Hangat +/+, edema -/-
Kekuatan otot : 5 5
3 3

D. RESUME :
Pasien perempuan usia 40 tahun datang dengan keluhan muntah sebanyak
6 kali berisi cairan yang dirasakan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Pasien mengaku mengalami penurunan nafsu makan karena sedang berpuasa.
Akhir-akhir ini pasien hanya mengonsumsi bubur. Keluhan disertai rasa
mual(+), BAB (+) seperti biasa. Pasien juga mengeluhkan badan terasa lemas
memberat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Lemas dirasakan sebagai
kelemahan terutama pada kedua kaki, tidak ada keluhan kelemahan sesisi.
Pasien susah mengangkat kedua kakinya, pasien hanya bisa menggerakkan
kaki ke kanan dan ke kiri. Pasien terkadang merasakan keram di kaki disertai
nyeri otot, timbul tiba-tiba tidak terkait olahraga, menghilang dengan
sendirinya. BAK (+) lancar berwarna kuning. Pasien sering mengalmai hal
serupa sejak tahun 2015. Pasien memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus
dan menggunakan obat insulin dengan dosis 3x6 unit. Pasien pernah 3x
dirawat di rumah sakit, terakhir kali 2 bulan yang lalu. Keadaan umum : sakit
sedang, kesadaran : composmentis. Pada tanda-tanda vital di dapatkan TD:
110/70 mmHg, N: 74 x/m, R : 20 x/m, S : 36,5°C. Pada pemeriksaan fisik di

24
dapatkan kepala : normocephal (+), wajah : tampak lemas, mata: konjungtiva
anemis (+/+). pada pemeriksaan abdomen didapatkan dalam batas normal.
Pada ekstremitas bawah di dapatkan kekuatan otot 5 5 .
3 3
E. DIAGNOSIS KERJA : Hipokalemia
Diabetes mellitus tipe 2
F. DIAGNOSIS BANDING : Hipokalsemia
Hipomagnesemia
G. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG:
- Darah lengkap
- Pemeriksaan Gula Darah
- Elektrolit
- Urinalisis
- EKG
- USG abdomen
H. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah lengkap :
- RBC : 5,9 x 106/UL
- WBC : 29,2 x 103/UL
- HGB : 14,4 x g/dl
- HCT : 42,2 %
- PLT : 676 x 103/UL
Elektrolit :
- K : 2,17 mmol/L
- Na : 143,21 mmol/L
- Cl : 106,38 mmol/L
Urinalisis :
- Protein : (-)
- Sedimen :
 Leukosit : 2-4
 Eritrosit : 0-1
 Kristal : (-)
 Epitel sel: (+)
GDS : 178 mg/dl
USG Abdomen : Glomerulonefritis akut

I. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa :
- Tirah Baring (Bed Rest)
- Mengonsumsi diet tinggi kalium (misalnya pisang)
Medikamentosa :
- IVFD RL 20 Tpm
- Kalium klorida (KSR) 3x600mg

25
- Paracetamol 3x500mg (KP)
- Domperidone 3x10mg
- Ceftriaxone 1g/12jam/iv
- Metformin 2x500mg
J. DIAGNOSIS AKHIR : Hipokalemia berat
Glomerulonefritis akut
Diabetes Mellitus tipe 2
K. PROGNOSIS : Dubia

BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien perempuan usia 40 tahun datang dengan keluhan muntah sebanyak


6 kali berisi cairan yang dirasakan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien

26
mengaku mengalami penurunan nafsu makan karena sedang berpuasa. Akhir-akhir
ini pasien hanya mengonsumsi bubur. Keluhan disertai rasa mual(+), BAB (+)
seperti biasa. Pasien juga mengeluhkan badan terasa lemas memberat sejak 1 hari
sebelum masuk rumah sakit. Lemas dirasakan sebagai kelemahan terutama pada
kedua kaki, tidak ada keluhan kelemahan sesisi. Pasien susah mengangkat kedua
kakinya, pasien hanya bisa menggerakkan kaki ke kanan dan ke kiri. Pasien
terkadang merasakan keram di kaki disertai nyeri otot, timbul tiba-tiba tidak
terkait olahraga, menghilang dengan sendirinya. BAK (+) lancar berwarna
kuning. Pasien sering mengalmai hal serupa sejak tahun 2015. Pasien memiliki
riwayat penyakit diabetes mellitus dan menggunakan obat insulin dengan dosis
3x6 unit. Pasien pernah 3x dirawat di rumah sakit, terakhir kali 2 bulan yang lalu.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan umum : sakit sedang,
kesadaran : composmentis. Pada tanda-tanda vital di dapatkan TD: 110/70 mmHg,
N : 74 x/m, R : 20 x/m, S : 36,5°C. Pada pemeriksaan fisik di dapatkan kepala :
normocephal (+), wajah : tampak lemas, mata: konjungtiva anemis (+/+). pada
pemeriksaan abdomen didapatkan dalam batas normal. Pada ekstremitas bawah
di dapatkan kekuatan otot 5 5 .
3 3
Kadar konsentrasi kalium yang rendah merupakan kelainan elektrolit yang
paling sering ditemukan pada pasien yang berkunjung ke rumah sakit. Kadar
konsentrasi potassium yang rendah didefinisikan apabila kurang dari 3,6
mmol/liter. Hipokalemia dapat ditemukan pada 20% dari pasien rawat inap di
rumah sakit. Sebagian besar dari pasien rawat inap ini adalah mereka yang
mempunyai kadar potassium berkisar anatara 3.0 sampai 3.5 mmol/liter. Kadar
konsentrasi kalium yang rendah dapat ditemukan antara 10 sampai 40%
padapasien yang mengkonsumsi thiazide diuretik. Hipokalemia biasanya dapat
ditoleransi pada orang dengan keadaan tubuh yang sehat, tetapi harus diterapi
pada orang sakit. Hipokalemia sedang maupun berat dapat meningkatkan angka
morbiditas dan mortalitas pasien dengan penyakit kardiovaskular. Ketika
diagnosis hipokalemia ditegakkan, penyebab-penyebab terjadinya hipokalemia
harus segera di terapi.10

27
Keseimbangan kalium didalam tubuh diatur oleh beberapa hormon.
Distribusi transelular kalium normal ( rasio dari intraselular ke ekstraseluler)
diatur oleh sekurangnya dua hormon yang memberikan sinyal kepada sel. Kedua
hormon tersebut adalah insulin dan β- adrenergik katekolamin. Insulin dan β-
adrenergik katekolamin meningkatkan potassium selular uptake dengan
menstimulasi membran sel Na+/K+-ATPase. Bagi insulin, mekanisme kerja
Na+ /K+-ATPase merupakan mekanisme umpan balik. Dimana hiperkalemia
menstimulasi sekresi insulin dan hipokalemia menghambat sekresi insulin. Tidak
ada mekanisme umpan balik yang dihasilkan oleh β-adrenergik, tetapi β-blokade
meningkatkan kadar serum kalium dan β-agonist menurunkan kadar serum kalium
sebagai mekanisme pengaturan kadar kalium di dalam tubuh. Konsentrasi kalium
didalam tubuh dan hipokalemia dapat berkurang hanya karena kurangnya
konsumsi makanan atau minuman berkalium dalam waktu yang lama meskipun
fungsi ginjal berjalan baik. 6
Insulin dan β-adrenergik katekolamin merangsang masuknya kalium
kedalam seldengan cara menstimulasi Na+/K+-ATPase. Aldosterone merangsang
eksresi dari kalium. Pasien dengan hipokalemia seringkali tidak memberikan
gejala apapun, terutama pada hipokalemia ringan (serum kalium 3.0 – 3.5
mmol/L). Hipokalemia yang lebih berat ( serum kalium ≤ 2.9 mmol/L) biasanya
memberikan gejala umum non-spesifik seperti kelemahan,kelelahan, dan
konstipasi. Pada kadar serum potassium kurang dari 2.5 mmol/L nekrosis ototakan
dapat ditemukan dan pada kadar serum kalium kurang dari 2.0 mmol/L dapat
ditemukan kelumpuhan otot, yang apabila tidak segera diterapi akan
menyebabkan kelumpuhan otot pernapasan. Gejala-gejala yang timbul bersinergi
dengan penurunan kadar serum kalium. 5,6
Gambaran klinis deplesi kalium sangat bervariasi, dan berat ringannya
tergantung derajat hipokalemia. Gejala jarang terjadi kecuali kalium kurang dari 3
mEq/L. Mialgia, kelemahan atau kram otot ektremitas bawah merupakan keluhan
yang sering. Hipokalemia yang lebih berat dapat menyebabkan kelemahan
progresif, hipoventilasi dan paralisis komplit. Deplesi kalium yang berat dapat

28
meningkatkan resiko aritmia dan rabdomiolisis. Fungsi otot polos juga dapat
terganggu dengan gambaran klinis ilues paralitik. 4
Pada hipokalemia berat terdapat keluhan lemas dan konstipasi. Pada
kondisi kalium < 2,5 mmol/L, akan terjadi nekrosis otot dan pada kondisi kalium
< 2 mmol/L akan terjadi ascending paralise, bahkan mempengaruhi otot
pernafasan. Keluhan yang terjadinya sejalan dengan kecepatan penurunan kadar
kalium serum. Pada pasien tanpa penyakit jantung, dapat terjadi abnormalitas
konduksi otot jantung yang tidak lazim walaupun denngan kadar kalium kurang 3
mmol/L. Pada pasien dengan iskemia, gagal jantung atau hipertropi ventrikel kiri,
hipokalemia ringan atau sedang mampu mencetuskan aritmia. Kondisi
hipokalemia akan memicu efek aritmogenik pada digoxin. Deplesi kalium dan
hipokalemia mampu meningkatkan tekanan darah sistolik dan diastolik walaupun
pada kondisi tanpa restriksi garam, kondisi ini mampu mencetuskan retensi garam
oleh ginjal. 1
Gejala neuro-muskular dan kardiak yang disebabkan hipokalemia
berhubungan dengan terjadinya gangguan potensial aksi. Berdasarkaan persamaan
Nerst, potensial membran istirahat behubungan dengan rasio konsentrasi kalium
intraseluler-ekstraseluler. Penurunan konsentrasi kalium serum (ekstraselular)
akan meningkatkan rasio sehingga menyebabkan hiperpolarisasi membran sel.
membuat potensial membran istirahat lebih elektronegatif. Hal ini meningkatkan
permeabilitas natrium yang akan meningkatkan eksitabilitas membran.
Hipokalemia juga memperlambat repolarisasi ventrikel. Hal ini memperpanjang
durasi periode refrakter relatif dan memudahkan terjadinya reentrant. Perubahan
EKG akibat hipokalemia tidak sesuai dengan konsentrasi kalium plasma.
Perubahan awal berupa mendatarnya atau inversi gelombang T, gelombang U
prominen, depresi segmen Stdan pemenjangan interval QT. Deplesi kalium berat
dapat menyebabkan pemanjangan intervalPR, lowvoltage, dan pelebaran QRS dan
meningkatkan risioko aritmia ventrikel. Hipokalemia dapat meningkatkan
toksisitas digitalis. 6
Pemberian kalium merupakan terapi untuk hipokalemia. Tetapi sayangnya
merupakan faktor penyebab terjadinya hiperkalemia pada pasien rawat inap yang

29
diterapi dengan kalium intravena. Untuk mencegah terjadinya hiperkalemia,
pemberian kalium hendaknya tidak lebih dari 20 mmol/jam dan detak jantung
harus selalu dimonitor. Pemberian kalium oral sangat aman, karena kalium masuk
kedalam sirkulasi darah memerlukan waktu yang lama. Kalium klorida, kalium
fosfat, dan kalium bikarbonat dapat diberikan pada pasien dengan hipokalemia.
Kalium fosfat baik diberikan pada pasien hipokalemia karena kehilangan kalium
yang banyak, kalium bikarbonat baik diberikan pada pasien hipokalemia yang
disebabkan oleh asidosis, dan kalium klorida dapat diberikan pada pasien
hipokalemia dengan sebab apapun. Cara paling aman untuk meningkatkan kadar
kalium dalam darah adalah dengan memakan makanan kaya akan kalium. 5
Pada kasus hipokalemia karena gangguan distribusi maka tidak disarankan
pemberian suplemen kalium karena hipokalemia bersifat transien. Pengobatan
yang agresif pada kasus diatas dapat menyebabkan rebound hiperkalemia. Pada
kasus dengan ketoasidosis diabetik, defisiensi insulin, hiperosmolaritas dan
asidosis, menyebabkan keluarnya kalium dari sel ke ekstra sel dan pasien
mungkin saja dalam kondisi hiperkalemia namun mereka memiliki kalium intra
sel yang rendah. Pada pasien dengan penyakit jantung, akan lebih berisiko terjadi
aritmia ventrikular. 6
Koreksi penyebab dari hipokalemia merupakan bagian dari terapi
hipokalemia.Indikasi koreksi kalium dibagi dalam : 6
- Indikasi mutlak : pemberian kalium mutlak segera diberikan yaitu pada
keadaan pasien sedang dalam pengobatan digitalis, pasien dengan ketosidosis
diabetik, pasien dengan kelemahan otot pernafasan dan pasien dengan
hipokalemia berat (<2 mEq/L)
- Indikasi kuat : kalium harus diberikan dalam waktu tidak terlalu lama yaitu
pada keadaan insufisensi coroner/ iskemia otot jantung, ensefalopati hepatik
dan pasien menggunakan obat yang dapat menyebabkan perpindahan kalium
dari ekstra ke intrasel.
- Indikasi sedang : pemberian kalium tidak perlu segera, seperti pada
hipokalemia ringan ( K 3-3,5 mEq/L). Kalium dapat diberikan secara oral
atau intravena. Kalium intrvena diberikan pada pasien yang tidak mampu
minum obat.

30
Pemerian kalium oral : 1
- Pemberian Kalium 40-60 mEq dapat meningkatkan kadar kalium 1-1,5
mEq/L dan pemberian 135-60 mEq dapat meningkakan kadar kalium 2,5-3,5
mEq/L.
Pemberian kalium intravena : 1
- Kecepatan pemberian KCL melalui vena perifer 10 mEq per jam, atau
melalui vena sentral 20 mEq per jam atau lebih pada keadaan tertentu.
- Konsentrasi cairan infus KCL bila melalui vena perifer, KCL maksimal 60
mEq dilarutkan dalam NaCl isotonis 1000 ml karena bila melebihi dapat
menimbulkan rasa nyeri dan menyebabkan sclerosis vena.
- Konsentrasi cairan infus kalium bila melalui vena central, KCL maksimal 40
mEq dilarukan dalam NaCl isotonis 100 ml.
- Pada keadaan arimia yang berbahaya atau adanya kelumpuhan otot
pernafasan, KCL dapat diberikan dengan kecepatan 40-100 meq/jam. KCL
sebanyak 20 meq dilarutkan dalam 100 ml NaCl isotonik

BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Hipokalemia merupakan kelainan elektrolit yang cukup sering dijumpai
dalam praktik klinik, dan bisa mengenai pasien dewasa dan anak. Berbagai
faktor penyebab perlu diidentifikasi sebagai awal dari manajemen. Pemberian
kalium bukanlah sesuatu yang perlu ditakuti oleh para klinisi, seandainya
diketahui kecepatan pemberian yang aman untuk setiap derajat hipokalemia.
Pemberian kalium perlu dipertimbangkan pada pasien-pasien penyakit

31
jantung, hipertensi, stroke, atau pada keadaan-keadaan yang cenderung
menyebabkan deplesi kalium.

DAFTAR PUSTAKA

1. Siregar P. (2009). Gangguan Keseimbangan Air Dan Elektrolit Dalam, Buku


Ajar Ilmu Penyakit Dalam, editor Sudoyo AW SB, Alwi I,Simadibrata M,
Setiati S. Jakarta: Interna Publishing, 2241-2257.
2. Nugroho P. (2012). Hipokalemia dalam EIMED : Kegawat Daruratan
Penyakit Dalam, editor : Setyohadi B, Arsana PM, Suryanto A, Soeroto,
Abdullah M. Buku I, Pusat Penerbitan Ilmu penyakit Dalam.

32
3. Palmer BF, Dubose TD. (2010). Disorders of potassium metabolism. Dalam:
Schrier RW, editor. Renal and electrolyte disorders. Edisi ke-7. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins. hlm. 137-64. 24.
4. Pardede SO, Fahriani R. (2012). Paralisis periodik hipokalemik familial.
CDK-198 J. 2012; 39(10):727-30.
5. Basak, Ramen C., Sharkawi,KM., Rahman,MM. &Swar MM. (2011). Distal
Renal Tubular Acidosis, Hypokalemic Paralysis, Nephrocalcinosis, Primary
Hypothroidism, GrowthRetardation, Osteomalacia and Osteoporosis Leading
to Pathological Fracture : ACase Report. Oman Medical Journal , 26(4) July,
pp. 271-274.
6. Alwi, I, dkk. (2017). Penatalaksanaan Di bidang Ilmu Penyakit Dalam
Panduan Praktik Klinis. Jakarta : Internapublishing.
7. Sherwood,Lauralee. (2012). Sistem Kemih : Fisiologi Manusia dari Sel ke
Sistem. Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran EGC.Tanagho,Emil A &
McAnnich, Jack W. (2008).
8. Winarno, Agus. (2018). Paralisis Periodik Hipokalemik diduga Familial
yang dipicu Vomitus. CDK-261/Vol.45 no.2
9. Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi klinik Indonesia. (2014). Indonesia
Jounal Of Clinical Pathology and Medical Laboratory. Surabaya. Indonesian
Association of Clincal Pathology.
10. Abdaly, Muhammad. (2015). Diagnosis dan Tatalaksana Sindrom
Conn/hiperaldosteronisme Primer : Sebuah Studi Kasus. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

33

Anda mungkin juga menyukai