Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Interpersonal dan interprofesional Collaboration


Interpersonal dalam arti luas adalah komunikasi persuasif yang
dilakukan oleh seseorang kepada orang lain secara tatap muka dalam situasi
dan pada semua bidang kehidupan sehingga menimbulkan kebahagiaan (M.
Rizal, Betan, & Harkas, 2013).
Hubungan Interpersonal dalam arti sempit adalah komunikasi persuatif
yang dilakukan seeorang kepada orang lain yang secara tatap muka dalam
situasi kerja (work situation )dan dalam organosasi kekaryaan (work
organization) (Kozier & Berman, 2010).
Interprofessional merupakan merupakan strategi untuk mencapai kualitas
hasil yang dinginkan secara efektif dan efisien dalam pelayanan kesehatan
(Rokhmah & Anggorowati, 2017).
Menurut ANA (1992) dalam (Hidayat, 2008) Kolaborasi berarti suatu
hubungan kerja kolegial dengan pemberi perawatan kesehatan lain dalam
pemberian (untuk menyuplai) perawatan pasien. Praktek kolaboratif
membutuhkan (dapat mencakup) diskusi diagnosis pasien dan kerjasama
dalam pelaksanaan dan pemberian perawatan. Tiap kolaborator dapat
berkonsultasi dengan kolaborator lain, baik secara langsung ataupun alat
komunikasi, tetapi tidak perlu hadir secara fisik pada saat tindakan
dilaksanakan. Pemberi perawatan kesehatan yang ditunjukan pasien
bertanggung jawab untuk keseluruhan arahan dan penatalaksanaan perawat
pasien.
Interpersonal dan interprofessional kolaborasi adalah suatu hubungan
yang memiliki strategi untuk mencapai kualitas yang diinginkan secara
efektif dan efesien dalam suatu pelayanan kesehatan seperti hubungan antar
perawat, perawat dan pasien, perawat dan tenaga kesehatan lainnya.
Suatu hubungan kemitraan antara dokter, perawat, dan pemberi
perawatan kesehatan lain dengan pasien dan keluarga mereka. Perawatan
kolaboratif adalah suatu proses saat professional perawatan kesehatan
bekerja bersama-sama dengan klien untuk mencapai hasil perawatan
kesehatan yang berkualitas. Saling menghargai dan pembagian kewenangan
dan control adalah unsur yang penting. Idealnya, kolaborasi menjadi suatu
proses yang dinamis dan interaktif saat klien (individu, kelompok, atau

3
kominitas) berunding bersama dokter, perawat, dan pemberi perawatan
kesehatan lain untuk mencapai tujuan kesehatan mereka. Kolaborasi yang
efektif membutuhkan kerjasama dan koordinasi antara klien- klien dan
berbagai pemberi perawatan kesehatan selama kontinum perawatan.
Kolaborasi adalah suatu inisiasi atau kegiatan yang bertujuan untuk
memperkuat hubungan antar pekerja yang memiliki profesi berbeda yang
saling bekerja sama dalam kemitraan yang ditandai dengan adanya tujuan
yang hendak dicapai bersama; pengakuan dan penghormatan terhadap
kekuatan dan perbedaan masing-masing ;adil dan efektif dalam pengambilan
keputusan; terjalinnya komunikasi yang jelas dan teratur. Berdasarkan
kamus Heritage Amerika (2000), kolaborasi adalah bekerja bersama
khususnya dalam usaha penggabungan pemikiran.
Kerjasama Tim (teamwork) adalah interaksi atau hubungan dari dua atau
lebih professional kesehatan yang bekerja saling bergantung untuk
memberikan perawatan untuk pasien (Canadian Health Service Research
Foundation, 2006). Tujuan dari kerjasama ini untuk memberikan perawatan
kepada pasien, berbagi informasi untuk mengambil keputusan bersama, dan
mengetahui waktu yang optimal untuk melakukan kerjasama dalam perwatan
pasien.
Kolaborasi tim kesehatan adalah hubungan kerja yang memiliki
tanggung jawab bersama dengan penyedia layanan kesehatan lain dalam
pemberian (penyediaan) asuhan pasien (ANA,1992 dalam Kozier,
Fundamental Keperawatan). Kolaborasi tim kesehatan terdiri dari berbagai
profesi kesehatan seperti dokter, perawat, psikiater, ahli gizi, farmasi,
pendidik di bidang kesehatan, dan pekerja sosial. Tujuan utama dari
kolaborasi tim kesehatan adalah memberikan pelayanan yang tepat, oleh tim
kesehatan yang tepat , serta di tempat kerja yang tepat.
Elemen penting dalam kolaborasi tim kesehatan yaitu keterampilan
komunikasi yang efektif , saling menghargai ,rasa percaya dan proses
pembuatan keputusan (Kozier, 2010).Konsep kolaborasi tim kesehatan itu
sendiri merupakan konsep hubungan kerjasama yang kompleks dan
membutuhkan pertukaran pengetahuan yang berorientasi pada pelayanan
kesehatan pada pasien.
Kolaborasi Interprofesional adalah hubungan kerja yang bukan hanya
sekedar bersepakat dan berkomunikasi, tetapi lebih merupakan sinergi dan
kreasi. Kolaborasi interprofesional terwujud apabila 2 orang atau lebih

4
profesi yang berbeda dan berinteraksi untuk menghasilkan pemahaman
bersama yang tidak akan mungkin terjadi jika bekerja sendiri-sendiri.Satu-
satunya cara tenaga kesehatan dapat menerapkan kolaborasi interprofesional
adalah melalui Pendidikan Interprofesional. Pendidikan Interprofesional
sebagai pemicu kolaborasi kolaborasi interprofesional di fasilitas pelayanan
kesehatan.

B. Bentuk Interpersonal dan Interprofesional Collaboration


Bentuk Kolaborasi Interprofesional dibagi menjadi:
1. Interdispline care
Pelayanan dan kolaborasi interdisipline adalah merupakan pelayanan
kesehatan yang dilakukan oleh sekelompok tim kesehatan professional
( perawat, dokter, tim kesehatan lainnya maupun pasien)yang mempunyai
hubungan yang jelas dengan tujuan menentukan diagnose,tindakan-
tindakan medis, dorongan moral dan kepedulian khususnya pada pasien.
Dalam pelayanan interdisipline melibatkan dan menghadirkan pasien dan
keluarga. Disini pasien menjadi pusat perawatan (PCC).Oleh karena itu
tim kolaborasi interdisiplin hendaknya memiliki komunikasi yang
efektif,bertanggungjawab dan saling menghargai antar sesama anggota
tim.
2. Mutidisipline care
Pelayanan dan kolaborasi multidiscipline adalah merupakan pelayanan
kesehatan yang dilakukan oleh sekelompok tim kesehatan professional.
Bentuk tim multidiscipline dapat terdiri dari dokter, perawat, terapis,
apoteker, ahli gizi social woker serta tokoh spiritual.Tujuan
multidiscipline adalah meningkatkan kualitas dan memenuhi kebutuhan
pasien dan keluarga. Dalam pelayanan multidiscipline tidak
menghadirkan pasien dan keluarga.

Saat model diimplementasikan, beberapa penghalang kolaborasi muncul,


termasuk perspektif dari banyak disiplin. Yang kedua adalah sifat
multicultural dari kelompok staf yang berbeda ini; pengaruh budaya tampak
jelas dalam praktik, dan komunikasi. Keyakinan dan praktik tradisional
mengalami tantangan, yang menghasilkan ketegangan. Untuk membangun
tim kolaboratif, kesadaran budaya dan pendidikan dilakukan dengan
berbagai teknik termasuk bermain peran, pengalaman lintas budaya,
explorasi keyakinan dan nilai personal, dan evaluasi gaya komunikasi.
Berikut ini merupakan contoh jenis-jenis kolaborasi medis:
5
1. Perawatan reproduktif primer (misalnya pre-natal,kebidanan, pasca
persalinan, dan perawatan bayi baru lahir);
2. Perawatan kesehatan mental primer;contoh asuhan keperawatan pada
gangguan jiwa szisifren.
3. Perawatan paliatif primer;contoh : asuhan keperawatan pada penderita
kanker,gagal ginjal.
4. In Home/ fasilitas penggunaan yang mendukung pelayanan (misalnya
Home care);
5. Pelayanan koordinasi/ care navigation;asuhan keperawatan pada pasien
di bangsal khemotherapi
6. Pendidikan pasien dan pencegahan: Pendidikan kesehatan kepada pasien
pasca bedah musculoskeletal tentang diet dan aktivitas.
7. Program penanganan penyakit kronis (misalnya diabetes, penyakit
jantung);
8. Promosi kesehatan dan pencegahan penyakit; Penyuluhan kesehatan di
masyarakat.
9. Kesehatan ibu dan anak; pelayanan di poli anak dan poli kebinadan
10.Kesehatan tenaga kerja;contoh pelayanan medical check up
11.Kesehatan lansia; contoh :asuhan keperawatan pada lansia di panti
Werdha,posyandu lansia.
12.Pelayanan rehabilitas dan pengasuhan : asuhan keperawatan pada pasien
kecanduan narkoba di pusat rehabilitasi medic.

C. Peran Interpersonal dan Interprofesional Collaboration


Menurut Konsorsium Ilmu Kesehatan (1989) sebagaimana dikutip oleh
Hidayat (2008 : 30-31), peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan,
advokat pasien, pendidik, koordinator, kolaborator, konsultan dan
penelitian. Menurut Hidayat (2008 : 31), peran perawat sebagai kolaborator
adalah bekerja sama melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter,
fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya mengidentifikasi
pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar
pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.
Menurut Blais, dkk (2007 : 326), peran perawat sebagai kolaborator
dibagi menjadi:
1. Dengan Klien
a. Mengakui, mendukung dan mendorong keterlibatan aktif klien dalam
keputusan perawatan kesehatan.
b. Mendorong rasa otonomi klien dan kesetaraan posisi dengan anggota
tim perawatan kesehatan lain.
c. Memberi konsultasi pada klien dengan cara kolaboratif.

6
2. Dengan Rekan kerja
a. Membagi keahlian personal dengan perawat lain dan mendapatkan
keterampilan orang lain untuk memastikan perawatan klien yang
berkualitas.
b. Membina rasa saling percaya dan menghargai rekan kerja yang
mengakui kontribusi unik untuk mereka.
3. Dengan Profesional Perawatan Kesehatan Lain
a. Mendengarkan pandangan tiap-tiap individu.
b. Membagi tanggung jawab perawatan kesehatan dalam menelaah
pilihan, menetapkan tujuan dan mengambil keputusan dengan klien
dan keluarga.
c. Berpartisipasi dalam penelitian antardisiplin kolaboratif untuk
meningkatkan pengetahuan tentang masalah atau situasi klinis.
4. Dengan Organisasi Keperawatan Profesional
a. Terlibat dalam komite dinegara bagian (atau provinsi) dan organisasi
keperawatan nasional atau kelompok spesialisasi.
b. Mendukung organisasi professional dalam tindakan politis untuk
menciptakan pemecahan terhdap persoalan profesional dan
keperawatan kesehatan.

5. Dengan Legislator
a. Menawarkan pendapat ahli pada inisiatif legislatif yang terkait dengan
perawatan kesehatan.
b. Berkolaborasi dengan pemberi perawatan kesehatan lain dan
konsumen mengenai legislasi perawatan kesehatan untuk
memberikan yang terbaik dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.

D. Pengembangan Interprofesional Collaboration


Perkembangan profesionalisme keperawatan di Indonesia berjalan
seiring dengan perkembangan pendidikan keperawatan yang ada di
Indonesia. Pengakuan perawat professional pemula adalah bagi mereka
yang berlatar belakang pendidikan Diploma Tiga Keperawatan. Program ini
menghasilakan perawat generalis sebagai perawat professional
pemula,dikembangkan dengan landasan keilmuan yang cukup dan landasan
professional yang kokoh.
Perkembangan pendidikan keperawatan dalam rangka menuju tingkat
keprofesionalitas tidak cukup sampai di tingkat Diploma saja, diilhami
keinginan dari Profesi Keperawatan untuk terus mengembangkan
pendidikan maka berdirilah PSIK FK-UI(1985) dan kemudian disusul
7
dengan pendirian program pasca Sarjana FIK UI (1999). Peningkatan
kualitas organisasi profesi keperawatan dapat dilakukan melelui berbagai
cara dan pendekatan antara lain:
1. Mengembangkan system seleksi pengurusan melalui penetapam criteria
dari berbagai aspek kemampuan, pendidikan, wawasan, pandangna
tentang vivi dan misi organisasi, dedikasi serta ketersediaan waktu yang
dimiliki organisasi.
2. Memiliki serangkaian program yang konkrit dan diterjemahkan melalui
kegiatan organisasi dari tingkat pusat sampai tingkat daerah. Prioritas
utama adalah program pendidikan berkelanjutan bagi para anggotanya.
3. Mengaktifkan fungsi Collective Bargaining, agar setiap anggota
memperoleh penghargaan yang sesuai dengan pendidikan dan
kompensasi masing-masing.
4. Mengembangkan program latihan kepemimpinan ,sehingga tenaga
keperawatan dapat berbicara banyak dan memiliki potensi untuk
menduduki berbagai posisi di pemerintahan atau sector swasta.
5. Meningkatkan kegiatan bersama dengan organisasi profesi keperawatan
di luar negeri, bukan hanya mengurus pusat saja tetapi juga
mengikutsertakan pengurus daerah yang berpotensi untuk dikembangkan.
UU No 12 tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi :
Pendidikan Tinggi adalah jenjang pendidikan setelah Pendidikan
Menengah yang mencakup program Diploma, program Sarjana, Program
Magister, Program Dokter, dan Program Profesi, serta Program Spesialis,
yang diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi berdasarkan kebudayaan bangsa
Indonesia.
Jenjang dan Program Pendidikan Keperawatan.
Sistem Pendidikan tenaga keperawatan diselenggarakan dengan system
terbuka yang terus berkembang secara terarah, bertahap dan terkendali
sehingga mencapai jenjang pendidikan kep.yang paling tinggi.Pelaksanaan
system pendidikan keperawatan selalu terintegrasi dan berorientasi pada
aspek keilmuan dan aspek keprofesian serta peraturan perundang-undangan
yang berlaku jenjang pendidikan kesehatan dan program pendidikan sebagai
berikut.
1. Jenjang Pendidikan Menengah ( JPM)

8
a. Sekolah Penjenang Kesehatan
Jenjang pendidikan kesehatan setelah SMP, masa pendidikan 2 tahun
setelah lulus sebagai Penjenang Kesehatan. Secara bertahap sekolah
ini telah disetarakan dengan SPK sejak tahun 1980.
b. Sekolah Perawat Kesehatan (SPK)
Jenjang pendidikan setelah SMP: massa pendidikan 3 tahun, setelah
lulus sebagai perawat Vokasional.
2. Jenjang Pendidikan Tinggi (JPT)
a. Bentuk Perguruan Tinggi Akademi dan Politeknik dapat
menyelenggarakan program pendidikan Diploma III dan Diploma IV.
b. Bentuk Perguruan Tinggi, Sekolah Tinggi, Institut atau Universitas
dapat menyelenggarakan program studi Diploma, Sarjana (S1),
Magister (S2), Spesialis dan Dokter.
1) Program Pendidikan Diploma III Keperawatan
a) Jenjang setelah: SMA/ SMK/ MA/ SPK/ Lulusan setelah
tahun 2000.
b) Beban Stusi : 110 sampai 120 SKS
c) Masa Studi : sekurang-kurangnya 6 semester, maksimal 10
semester.
d) Lulusan : Perawat Profesional Pemula / Ahli madya
Keperawatan ( AMd. Kep)
2) Program Pendidikan Diploma IV Keperawatan
a) Jenjang setelah : SMA/ MA/ SMK/ atau setelah DIII
Keperawatan.
b) Beban Studi Diploma
Setelah jenjang menengah : 144 sampaoi 160 SKS
Setelah DIII Keperawatan 24 sampai 50 SKS
c) Masa studi : Setelah Jenjang Menengah dijadwalkan 8
semester, dapat < 8 semester, maksimal 14 semester.
Setelah DIII Keperawatan 2 sampai 4 semester.
d) Lulusan : Alih Keperawatan ( A.Kep./SST)
3) Program Pendidikan Sarjana Keperawatan
a) Setelah Jenjang Menengah: SMA/ MA/ atau setelah DIII
Keperawatan.

9
b) Beban studi:
Setelah jenjang Menengah : 144 sampai 160 SKS
Setelah DIII Keperawatan : 24 sampai 50 SKS
c) Masa studi :
Setelah jenjang menengah dijadwalkan 8 semester,dapat
kurang dari 8 semester maksiml 14 semester.
Setelah DIII Keperwatan 4 sampai 8 semester.
d) Lulusan Sarjana Keperawatan /S. Kep
e) Profesi Sarjana Keperawatan + 4 sampai 8 semester, lulusan
Ners.
4) Program Magister (S2)
a) Setelah Jenjang Sarjana ( S1)
b) Beban studi : 36 sampai 50 SKS
c) Masa studi dijadwalkan 4 semester dapat kurang 4 semester
maksimal 10 semester.
d) Lulusan : M. Kep
5) Program Spesialisasi
a) Setelah Jenjang Magister
b) Masa studi 8 sampai 12 semester
c) Lulusan Ners. Sp
6) Program Doktor ( S3)
a) Setelah jenjang Sarjana (S1) atau Magister (S2)
b) Beban studi
Setelah Sarjana ( S1) : 76 SKS
Setelah Magister (S2) : 40 SKS
c) Masa studi :
Setelah Sarjana S1 : 8 sampai 12 semester
Setelah Magister (S2) : 4 sampai 10 semester.

E. Manfaat Interpersonal dan Interprofesional collaboration


Menurut Blais, dkk (2007 : 326), manfaat perawatan kolaboratif adalah
pendekatan kolaboratif terhadap perawatan kesehatan idealnya bermafaat
bagi klien, professional dan sistem pemberian perawatan kesehatan.
Perawatan menjadi terpusat pada klien dan yang paling penting, diarahkan

10
pada klien. Klien menjadi konsumen yang mendapat informasi dan secara
aktif berpartisipasi dengan tim perawatan kesehatan dalam proses
pengambilan keputusan. Saat klien diberdayakan untuk berpartisipasi secara
aktif dan professional saling berbagi penetapan tujuan dengan klien, setiap
orang termasuk organisasi dan sistem perawatan kesehatan pada akhirnya
mendapat manfaat.
Saat Kualitas membaik, kepatuhan terhadap program terapeutik
meningkat, lama rawat menurun dan biaya keseluruhan untuk sistem
menurun. Ketika interdependensi professional terjadi, hubungan kolegial
muncul dan kepuasan keseluruhan meningkat. Lingkungan kerja menjadi
lebih suportif dan mengakui kontribusi tiap anggota tim, hubungan antar
tenaga kesehatan semakin dekat dan terjalin.

Melalui kolaborasi interprofesional tenaga kesehatan akan mampu:


1. menghadapi tantangan dalam pelayanan kesehatan: kompetensi tenaga
kesehatan yang belum sesuai kebutuhan pasien, pelayanan kesehatan
bersifat episodic bukan holistic, arogancy profesi sehingga menimbulkan
pesaingan antar profesi dan kerjasama antar profesi yang rendah.
2. memberdayakan sistem kesehatan tentang upaya kesehatan,penelitian dan
pengembangan kesehatan,pembiayaan kesehatan (pengalokasian dan
pembelanjaan dana kesehatan), sediaan farmasi, alkes & makanan, SDM
kesehatan, Management dan regulasi kesehatan, dan pemberdayaan
masyarakat.
3. meningkatkan kesehatan masyarakat: memelihara, mencegah penyakit,
menyembuhkan penyakit, memulihkan kesehatan.

11

Anda mungkin juga menyukai