Anda di halaman 1dari 56

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infertilitas merupakan suatu permasalahan yang cukup lama dalam dunia
kedokteran. Namun sampai saat ini ilmu kedokteran baru berhasil menolong lebih
kurang 50% pasangan infertil untuk memperoleh anak. Perkembangan ilmu
infertilitas lebih lambat dibanding cabang ilmu kedokteran lainnya, kemungkinan
disebabkan masih langkanya dokter yang berminat pada ilmu ini.1,2
Sesuai dengan definisi fertilitas yaitu kemampuan seorang istri untuk
menjadi hamil dab melahirkan anak hidup oleh suami yang mampu
menghamilinya, maka pasangan infertil haruslah dilihat sebagai suatu kesatuan.
Penyebab infertilitas harus dilihat dari kedua belah pihak yaitu istri dan suami.
Salah satu bukti bahwa pasangan infertil harus dilihat sebagai suatu kesatuan
adalah adanya faktor imunologi yang memegang peranan dalam fertilitas suatu
pasangan. Faktor imunologi ini erat kaitannya dengan faktor semen atau sperma
suami. Termasuk juga sebagai faktor imunologi adanya autoantibodi.1
Pada pasangan yang normal yang berhubungan seksual secara teratur untuk
memperoleh anak, maka presentase untuk dapat hamil dalam satu bulan adalah
20%, 57% dalam tiga bulan, 75% dalam enam bulan dan 90% dalam satu tahun.1
Walaupun pasangan suami istri dianggap infertil, bukan tidak mungkin
kondisi infertil sesungguhnya hanya dialami oleh sang suami atau sang istri. Hal
tersebut dapat dipahami karena proses pembuahan yang berujung pada kehamilan
dan lahirnya seorang manusia baru merupakan kerja sama antara suami dan istri.
Kerja sama tersebut mengandung arti bahwa dua faktor yang harus dipenuhi
adalah (1) suami memliki sistem dan fungsi reproduksi yang sehat sehingga
mampu menghasilkan dan menyalurkan sel sperma ke dalam organ reproduksi
istri dan (2) istri memiliki sistem dan fungsi reproduksi yang sehat sehingga
mampu menghasilkan sel telur atau ovum yang dapat dibuahi oleh sperma dan
memiliki rahim yang dapat menjadi tempat perkembangan janin, embrio, hingga
bayi berusia cukup bulan dan dilahirkan. Apabila salah satu dari dua faktor yang

1
telah disebutkan tidak dimiliki oleh pasangan suami istri, pasangan tersebut tidak
akan mampu memiliki anak.1,2
Infertilitas merupakan kondisi medis yang mempunyai efek tidak hanya
secara medis bagi penderitanya, tapi juga secara psikologi terutama secara wanita.
Wanita seringnya menjadi menderita karena beban hal ini, apalagi ada budaya-
budaya tertentu yang menganggap wanita merupakan sumber masalah bagi
pasangan infertil. Hal ini akan meningkatkan angka kekerasan yang terjadi pada
wanita dan juga angka perceraian. Bagi sang suami menganggap wanita sebagai
sumber masalah infertilitas, akan berubah prilaku seksualnya, mereka akan sering
berganti-ganti pasangan seksual walaupun sudah bercerai dengan istrinya yang
mana akan meningkatkan resiko terjangkitnya HIV/AIDS. 1,2
Beberapa penelitian dalam 10 tahun terakhir, walaupun etiologinya belum
diketahui, mulai mengetahui bahwa infertilitas dapat ikut menjadi faktor yang
menyebabkan morbiditas dan mortalitas pada ibu dan bayi.1

1.2 Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah diatas, masalah yang
diutarakan adalah bagaimana etiologi, pemeriksaan dan penatalaksanaan dari
infertilitas.

1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas obstetri dan gynekologi.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan anamnesis dan pemeriksaan infertilitas
pada pasangan suami istri
b. Mahasiswa mampu melakukan penanganan dan penatalaksanaan yang
tepat pada pasangan suami istri yang infertil

1.4 Manfaat

2
Hasil dari penulisan tinjauan pustaka ini dapat memberikan informasi
mengenai etiologi, pemeriksaan dan penatalaksanaan dari infertilitas. Selain itu
dapat juga dijadikan sebagai bahan penelitian selanjutnya.

BAB II

3
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Reproduksi Wanita


Setiap bayi perempuan lahir dengan rata-rata 400 ribu sel telur imatur pada
ovariumnya. Ketika perempuan sudah mencapai menarche, maka setiap bulan
ketika haid, wanita akan kehilangan 1 sel telurnya. Setiap siklus menstruasi
dimulai dengan pelepasan gonadotropin relasing hormon (GnRH), FSH, dan LH.
Hormon – hormon ini akan mempersiapkan ovarium untuk melepaskan sel telur
dan memberi sinyal untuk uterus agar endometrium mempersiapkan diri untuk
sebuah implantasi.1
Kemudian ketika dipertengahan siklus, adanya peningkatan hormon akan
membuat pelepasan sel telur oleh ovarium, hal ini disebut ovulasi. Sel telur itu
kemudian ditangkap oleh fimbrae dan berjalan melalui tuba fallopi menuju uterus.
Apabila sel telur ini kemudian bertemu sel sperma, maka sel telur dan sel sperma
akan betemu dan terjadi fertilisasi ini akan menjadi zigot, terus berjalan ke arah
uterus dan akhirnya akan terjadi implantasi pada endometrium uterus dalam
bentuk blastula.1
Apabila sel telur ini tidak dibuahi maka hormon akan memberi sinyal agar
endometrium meluruhkan lapisan-lapisan yang tadinya dipersiapkan untuk
implantasi bayi. Hal inilah yang disebut dengan menstruasi dan siklus ini akan
berlanjut sampai menopause.1

Gambar 2.1 Reproduksi wanita


2.2 Sistem Reproduksi Pria

4
Pada bayi laki-laki, mereka lahir dengan 2 testis. Setiap testis mempunyai
kemampuan untuk membuat dan menyimpan sperma secara berkelanjutan. Hal ini
dimulai ketika masa pubertas, stok sperma baru akan dibuat setiap 72 jam, akibat
respon hormon testosteron, GnRH, LH, FSH. Saluran epididimis merupakan
tempat untuk pematangan sperma yang kemudian akan berjalan melalui vasa
deferens dan ductus ejakulatorius. Selama dalam perjalanan ini, sperma akan
bercampur dengan sekret dari epididimis, vasa deferens, vesikula seminalis, dan
prostat untuk membentuk semen. Ketika sudah diejakulasikan, sperma harus
berenang melalui serviks untuk bertemu dengan sel telur.1

Gambar 2.2 Reproduksi pria

BAB III

5
PEMBAHASAN

3.1 Definisi

Fertilitas adalah kemampuan seorang istri untuk menjadi hamil dan


melahirkan anak hidup oleh suami yang mampu menghamilinya. Menurut AFA
(American Fertility Association) infertilitas berarti kegagalan seorang istri
menjadi hamil dan melahirkan anak yang hidup dari suami setelah 1 tahun
melakukan hubungan seksual secara frekuen dan tanpa kontrasepsi. Sedangkan
menurut WHO diagnosis infertilitas ditegakkan setelah 6 bulan melakukan
hubungan seksual secara frekuen dan tanpa kontrasepsi. 1,4
Walaupun pasangan suami-istri dianggap infertil, bukan tidak mungkin
kondisi infertil sesungguhnya hanya dialami oleh sang suami atau sang istri saja.
Hal tersebut dapat dipahami karena proses pembuahan yang berujung pada
kehamilan dan lahirnya seorang manusia baru merupakan kerjasama antara suami
dan istri. Kerjasama tersebut mengandung arti bahwa dua faktor yang harus
dipenuhi adalah suami memiliki fungsi reproduksi yang sehat sehingga mampu
menghasilkan dan menyalurkan sel sperma ke dalam organ reproduksi istri dan
istri memiliki fungsi reproduksi yang sehat sehingga mampu menghasilkan sel
telur atau ovum yang dapat dibuahi oleh spermatozoa dan memiliki rahim yang
dapat menjadi tempat perkembangan janin, embrio, hingga bayi berusia cukup
bulan dan dilahirkan. Apabila salah satu dari dua faktor yang telah disebutkan
tersebut tidak dimiliki oleh pasangan suami-istri, pasangan tersebut tidak akan
mampu memiliki anak. 1
Infertilitas dibagi menjadi dua yaitu infertilitas primer dan infertilitas
sekunder. Infertilitas primer merupakan ketidakmampuan pasangan suami istri
untuk memperoleh anak setelah hubungan seksual secara teratur selama 1 tahun
tanpa menggunakan kontrasepsi. Sedangkan infertilitas sekunder adalah
ketidakmampuan pasangan suami istri untuk memperoleh anak lagi setelah
berhubungan seksual secara teratur dalam 1 tahun tanpa menggunakan
kontrasepsi, dimana sebelumnya pasangan ini telah mempunyai anak.1

3.2 Insidens

6
Sekitar 10 hingga 15 persen pasangan suami-istri mengalami kesulitan
memperoleh keturunan sehingga memerlukan bantuan medis untuk mendapatkan
keturunan. 70% kasus infertilitas terjadi karena faktor suami atau istri saja, 20%
karena pengaruh gabungan suami dan istri sedangkan 10% belum diketahui
penyebabnya. 1

3.3 Etiologi

1. Etiologi infertilitas pria

Laki-laki menyebabkan infertilitas sekitar 50%, pada pasangan infertil.


Apabila hanya ada faktor tunggal, maka pasangan yang subur dapat mengimbangi
pasangan yang kurang subur. Namun dalam banyak pasangan, baik laki-laki
maupun perempuan mempunyai faktor infertilitas secara bersamaan. Infertilitas
biasanya menjadi nyata jika kedua pasangan subfertile atau kurang subur
Penyebab terjadinya infertilitas pada pria dapat dibagi menjadi beberapa
golongan penyebab, yaitu: 1,2,3

a. Abnormalitas fungsi dan produksi sperma


Hal ini dapat terjadi oleh karena kelainan seperti undescend testis, defek
genetik, kelainan endokrin (DM), infeksi. Pembesaran vena di testis akan
mempengaruhi jumlah dan bentuk sperma. Kelainan ini disebut varikokel.
Varikokel merupakan suatu keadaan dimana adanya dilatasi vena. Aliran darah
yang terlalu banyak akan menyebabkan pembuluh darah disekitar testis
membesar sehingga akan meningkatkan suhu testis dan pada akhirnya akan
berpengaruh pada produksi sperma. Sperma pada laki-laki melalui beberapa
saluran dari testis sampai ke uretra, dan apabila terjadi kerusakan pada saluran-
saluran ini maka akan dapat menghambat pengeluaran sperma dan bisa
berakhir pada infertilitas. Pada Analisis semen ditemukan penurunan jumlah
spermatozoa (oligozoospermia), penurunan motilitas (asthenozoospermia) dan
banyak bentuk morfologi yang abnormal (teratozoospermia). Kelainan ini
dapat terjadi bersama-sama dan dapat dikatakan sebagai sindrom oligoastheno
teratozoospermia.

b. Gangguan pengiriman sperma

7
Kelainan ini dapat disebabkan oleh ejakulasi dini, ejakulasi retrogard,
penyakit genetik seperti fibrosis kistik, kelainan struktural, atau kerusakan pada
saluran reproduksi akibat trauma. Sperma pada laki-laki melalui beberapa
saluran dari testis sampai ke uretra, dan apabila terjadi kerusakan pada saluran-
saluran ini maka akan dapat menghambat pengeluaran sperma dan bisa
berakhir pada infertilitas. Kerusakan saluran ini dapat berupa kelainan genetik,
namun yang paling sering adalah akibat adanya infeksi dan vasektomi.
c. Paparan faktor lingkungan
Paparan faktor lingkungan seperti bahan kimia, radiasi, marijuana, serta
paparan panas yang berlebihan dapat meningkatkan temperatur tubuh dan
mengganggu produksi sperma. Kemoterapi dan radioterapi pada pengobatan
kanker juga dapat mengganggu produksi sperma.
d. Unexplained infertility
Bentuk unexplained infertility pada pria dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, seperti stres kronis, gangguan kelenjar endokrin akibat polusi
lingkungan, dan kelainan genetik.
e. Varikokel
Varikokel merupakan suatu keadaan dimana adanya dilatasi vena. Alran
darah yang terlalu banyak akan menyebabkan pembuluh darah disekitar testis
membesar sehingga akanmeningkat suhu testis dan pada akhirnya akan
berpengaruh pada produksi sperma. Sperma pada laki-laki melalui beberapa
saluran dari testis sampai ke uretra dan apabila terjadi kerusakan pada saluran-
saluran ini maka akan dapat menghambat pengeluaran sperma dan bisa
berakhir pada infertilitas. Kerusakan saluran ini dapat berupa kelainan genetik,
namun yang paling sering adalah akibat adanya infeksi atau vasektomi.

Tabel 3.1 Insiden etiologi Infertilitas pada Pria


Etiologi %
Sexual factors 1,7
Urogenital infection 6,6
Kongenital anmalies 2,1
Acquired factors 2,6
Varicocele 12,3
Endocrine distrubances 0,6
Immunological factors 3,1
Otherabnomalities 3,0
Idiopathic abnormal semen (OAT) 75,1

8
2. Etiologi Infertilitas Wanita 2,3
Penyebab terjadinya infertilitas pada wanita dapat dibagi menjadi beberapa
golongan penyebab, yaitu :
a. Kegagalan Ovulasi
Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab yang paling sering
kenapa wanita tidak bisa memiliki anak, yaitu sekitar 30% dari seluruh wanita
infertil.
Penyebab terjadinya gangguan ovulasi dapat diklasifikasikan menjadi :
1) Gangguan hormonal
Gangguan ini merupakan penyebab paling sering terjadinya ganguan
ovulasi. Proses dari suatu ovulasi tergantung dari keseimbangan yang
komples dari interaksi hormon-hormon.
2) Disfungsi Hipotalamus-Hipofisis
Hormon FSH dan LH diproduksi kelenjar hipofisis pada siklus
menstruasi. Stress fisik atau emosi yang berlebih, berat badan yang kurang
atau erlebih dapat mempengaruhi ovulasi. Tanda dari kelainan ini adalah
periode absen atau ireguler dari menstruasi tanpa gangguan ovarium
3) Scar pada ovarium
Kerusakan fisik pada ovarium dapat berakibat gagalnya ovulasi.
Sebagai contoh, adanya operasi ekstensif adan invasi yang dilakukan
berulang-ulang pada kista ovarium dapat menyebabkan kapsul ovarium
menjadi rusak, sehingga folikel tidak dapat menjadi matur dengan benar
dan ovulasi tidak terjadi. Selain itu infeksi juga dapat berakibata seperti ini.
4) Menopuase premature
Hal ini jarang terjadi dan belum dapat dijelaskan bagaimana hal ini
mempengaruhi ovulasi. Hal ini diduga karena adanya autoimun yang
menyerang jaringan ovarium atau karena adanya pengaruh genetik. Hal ini
menyebabkan gangguan produksi sel telur dari ovarium serta penurunan
estrogen sebelum mencapai usia 40 tahun.
5) Masalah folikel
6) Polycistic Ovarium syndrome ( PCOS )

9
Pada penyakit ini, tubuh memproduksi hormon androgen yang terlalu
banyak, sehingga dapat mempengaruhi ovulasi. PCOS berhubungan dengan
resistensi insulin dan obesitas.
Menurut Nasional Institude of health , PCOS di tetapkan jika
diagnosisnya terdapat paling sedikit 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor :
Kriteria mayor :
-Anovulasi
-Hiperandrogenemia
Kriteria minor :
-Resistensi insulin
-Obesitas
-LH/FSH> 2,5
-Hirsutisme
-Pada USG terbukti ditemukan ovarium polikistik

b. Fungsi Tuba Fallopi yang menurun


Penyakit tuba terjadi pada sekitar 25% pasangan yang infertil, dan
sangat bervariasi, mulai dari adhesi ringan sampai penutupan total tuba fallopi.
Ketika Tuba mengalami kerusakan atau penyumbatan, akan terjadi penutupan
sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan sel telur, atau dapat mengganggu
sel telur yang telah dibuahi menuju uterus Penyebab utama kelainan tuba ini
antara lain :
1) Infeksi
Infeksi bisa disebabkan baik oleh bakteri maupun virus yang biasanya
ditularkan melalui hubungan seksual, infeksi ini akan menyebabkan
inflamasi pada tuba sehingga terjadi scar dan kerusakan pada tuba. Sebagai
contoh adalah Hydrosalphing, sebuah kondisi dimana tuba fallopi menjadi
tertutup pada kedua ujungnya sehingga cairan terkumpul di tuba.
2) Penyakit abdominal
Penyakit abdominal yang paling sering menyebabkan infertilitas
adalah apendisitis dan kolitis. Penyakit ini dapat menimbulkan inflamasi

10
pada cavum abdomina yang dapat mempengaruhi tuba fallopi dan dapat
berakibat timbulnya scar serta penutupan saluran tuba.
3) Riwayat operasi
Riwayat operasi merupakan salah satu penyebab penting pada
terjadinya kerusakan tuba. Operasi pada abdomen dan pevis dapat
menyebabkan terjaidnya adhesi yang dapat merubah tuba sehingga sel telur
tidak dapat melewatinya
4) Kehamilan Ektopik
Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang terjadi disaluran tuba,
sehingga dapat terjadi kerusakan tuba.
5) Kelainan kongenital
Hal ini sangat jarang terjadi, pada beberapa kasus, wanita dapat
dilahirkan dengan tuba yang abnormal.
4 Endometriosis
Sekitar 10% dari paangan infertil disebabkan oleh endometriosis. Pada
kenyataannya, 30-40% pasien dengan endometriosis didiagnosis dengan
infertil. Endometriosis merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan
adanya pertumbuhan jaringan endometrium pada daerah lain selain cavum
uteri, yang paling sering terjadi pada cavum pelvis, termasuk ovarium.
Diagnosis pasti dari penyakit ini hanya bisa ditegakan dengan laparoskopi
untuk melihat uterus, tuba fallopi, ovarium dan peritonium pelvis secara
langsung. Gejala pada endometriosis antara lain adanya menstruasi yang lama,
banyak dan nyeri, bercak premenstrual, perdarahan rectal dan urgency urin.
5 Kelainan pada Mucus Serviks
Mucus serviks berperan sebagai sarana tranportasi sperma yang masuk
kedalam vagina. Spermatozoa memerlukan cairan mucus untuk
melindunginya dari keasaman vagina dan membantunya bergerak masuk
kedalam uterus. Oleh karena itu adanya kelainan pada mucus ini dapat
menghambat pergerakan sperma sehingga tidak bisa sampai ke sel telur. Pada
beberapa kasus, mucus serviks juga dapat mengandung antibodi antisperma,
yang juga dapat menganggu sperma.
6 Kelainan uterus

11
Kelainan uterus seperti adhesi dan poloip dapat menyebabkan
infertilitas. Selain itu variasi posisi uterus, sumbatan kanalis servikalis juga
dapat menyebabkan infertilitas.
3. Etiologi Infertilitas dalam pasangan 2,3
Penyebab terjadinya infertilitas dalam pasangan dapat dibagi menjadi
beberapa golongan penyebab, yaitu :
a. Hubungan seksual
Penyebab infertilitas ditinjau daris egi hubungan seksual meliputi :
frekuensi, posisi dan melakukannya tidak pada masa subur.
1) Frekuensi
Hubungan intim ( coitus ) atau onani (masturbasi) yang dilakukan
setiap hari akan mengurangi jumlahb dan kepadatan sperma. Frekuensi yang
dianjurkan adalah 2-3 kali seminggu sehingga memberi waktu testis
memproduksi sperma dala jumlah cukup dan matang.
2) Posisi
Infertilitas dipengaruhi oleh hubungan seksual yang berkualitas, yaitu
dilakukan dengan frekuensi 2-3 kali seminggu, terjadi penetrasi dan tanpa
kontrasepsi. Penetrasi adalah masuknya penis ke vagina sehingga sperma
dapat dikeluarkan, yang anantinya akan bertemu sel telur yang menunggu
disaluran telur wanita, Penetrasi terjadi bila penis tegang ( ereksi ). Oleh karna
itu ganguan ereksi (impotensi ) dapat menyebabkan infertilitas. Penetrasi yang
optimal dilakukan dengan cara posisi pria diatas dan wanita dibawah. Sebagai
tambahan, dibawah pantat wanita diberi bantal agar sperma dapat tertampung.
Dianjurkan, setelah wanita menerima sperma, wanita berbaring selama 10
menit sampai 1 jam, bertujuan memberi waktu pada sperma bergerak menuju
saluran telur untuk bertemu sel telur.

3.4 Pemeriksaan
Setiap pasangan infertile harus diperlakukan secara satu kesatuan. Itu
berarti, kalau istri saja sedangkan suaminya tidak mau diperiksa, amka pasangan
itu tidak diperiksa. Adapun syarat-syarat pemeriksaan pasangan infertile adalah
sebagai berikut : 2

12
1. Istri yang berumur antara 20-30 tahun baru akan diperiksa setelah
berusaha untuk mendapatkan anak selama 12 bulan. Pemeriksaan dapat
dilakukan lebih dini apabila :
a. Pernah mengalami keguguran berulang
b. Diketahui mengidap kelainan endokrin
c. Pernah mengalami peradangan rongga panggul atau rongga perut
d. Pernah mengalami bedah ginekologik
2. Istri yang berumur antara 31-35 tahun dapat diperiksa pada kesempatan
pertama pasangan itu datang ke dokter
3. Istri pasangan infertile yang berumur antara 36-40 tahun hanya dilakukan
pemeriksaan infertilitas kalau belum punya anak dari perkawinan ini
4. Pemeriksaan infertilitas tidak dilakukan pada pasangan infertile yang salah
satu anggota pasangannya mengidap penyakit yang dapat membahayakan
kesehatan istri dan anaknya

Rencana dan jadwal pemeriksaan :


Rencana dan jadwal pemeriksaan infertilitas terhadap suami dan istri
selama 3 siklus haid istri.

Tabel. 3.2 Rencana pemeriksaan pasangan infertile dalam 3 siklus haid istri

Siklus haid Pertama Kedua Ketiga

Hari siklus haid 7 14 21 28 7 14 21 28 7 14 21 28


Kunjungan ke dokter x x x x x xx x x x x
Wawancara x x x x x x x
Analisis mani x x x
Laboratorium rutin x
Periksa dalam x
Nasehat senggama
x
Konsultasi urologi
Suhu basal badan
x
Uji lender sekviks x
Uji paska senggama x
Sitologi vagina x
Biopsy endometrium x x x
Pertubasi x
Histeroslpingografi x
Laparoskopi / x
histeroskopi x

13
Berbagai pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis

infertilitas adalah sebagai berikut (1,2,3,4,6,7)

1. Anamnesis

Pada anamnesis dapat diketahui jenis infertilitas apakah primer atau

sekunder. Tanyakan riwayat menstruasi pada isteri.pada suami tanyakan riwayat

trauma sebelumnya. Pada pasangan tanyakan juga riwayat merokok, alkohol,

riwayat IMS sebelumnya

2. Pemeriksaan Fisik

Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk menemukan bukti kelainan


yang dapat menyebabkan infertilitas. Pada pemeriksaan fisik pasangan wanita,
perhatian khusus harus diberikan utnuk mengidentifikasi tada-tanda kelebihan
androgen, yaitu hirsutisme, kebotakan, dan jerawat. Ukuran dan mobilitas organ
reproduksi dan adanya nodul endometriosis dapa dinilai selama pemeriksaan
bimanual. Jika ada kecurigaan infeksi PMS, specimen serviks dapat diperiksa
untuk dikultur. Pada pemeriksaan terhadap pasangan laki-laki, defisiensi
androgen harus dicari, seperti rambut tubuh berkurang, dan ginekomastia. Pada
pemeriksaan genital, yang harus dinilai adalah OUE untuk menyingkirkan adanya
epispadia atau hipospadia, yang dapat mengganggu deposisi sperma di vagina.
Oleh karena tubulus seminiferus menyusun sekitar 80 % sampai 85 % dari seluruh
massa testis, maka evaluasi ukuran testis dengan orchidometer Prader dapat
memberikan penilaian globalmengenai fungsi testis. Pemeriksaan pada skrotum
untuk menyingkirkan varikokel harus dilakukan dengan posisi pasien berdiri dan
kemudian dilakukan maneuver valsava. Selain itu, tana-ttanda peradangan
epididimis seperti penebalan epididimis atau nyeri tekan dapat ditemukan pada
palpasi skrotum.3

3. Pemeriksaan infertilitas

Pemeriksaan fisik dari pasangan subur dapat mengidentifikasi penyebab


yang berpotensi dapat menyebabkan infertilitas yang kemudian dapat dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut dengan tes laboratoriu khusus atau studi pencitraan. Pada

14
pasangan infertile, pendekatan diagnose secara sistematis diperlukan untuk
evaluasi diagnostic infertilitas.3.4
a. Faktor pria : analisis semen
Setiap laki-laki dalam semua pasangan infertile harus menjalani analisis
air mani, terlepas dari riwayat kesuburannya. Sebagaimana telah disebutkan
sebelumnya, penyebab infertilitas pria banyak sekali, termasuk eksposur terhadap
obat, racun, penyalahgunaan zat, trauma testis, infeksi, dan riwayat operasi
sebelumnya. Sedikitnya 2 atau 3 spesimen yang diambil dalam interval 1-2 bulan
direkomendasikan untuk analisis semen. Jika mereka berbeda secara nyata dalam
karakteristik fisik, specimen tambahan harus diambil lagi. Specimen umumnya
diperoleh dengan masturbasi dan dimasukkan ke dalam wadah steril, tetapi dapat
juga diperoleh melalui hubungan seksual dengan menggunakan kondom khusus.
Pengumpulan specimen dilakukan setelah berpuasa hubungna seksual
(abstinensia) selama 3-5 hari. Abstinensia yang terlalu lama sebelum pengambilan
specimen akan menyebabkan bertambahnya volume semen namun berkurang
motilitas spermanya. Setelah diambil, specimen harus disipan dalam suhu ruangan
dan diperiksa oleh laboratorium maksimal dalam 1 jam kemudian.3
Pemeriksaan dasar pada analisis semen antara lain volume semen,
konsentrasi sperma, motilitas sperma, viskositas, aglutinasi, dan morfologinya
sesuai yang sudah ditetapkan oleh WHO. Meskipun analisis semen adalah
landasan utama dalam pemeriksaan infertilitas, namun pemeriksaan ini adalah
predictor yang relative buruk untuk menilai kesuburan kecuali parameter semen
sudah sangan abnormal.3
Tabel 3.3 Nilai normal analisis semen

Variable Value
Volume 1,5-5,0 ml
Sperm concentration >20 million/ml
Total sperm number >40 million per ejaculate
Motility (percentage moving forward) >50
Forward progression >2 (scale 0-4)
Normal morphologic features >50 %: >30%; >14 %
Sperm agglutination <2 (scale 0-3)
Viscosity <3(scale 0-4)

Apabila hasil analisis semen abnormal pada pasangan laki-laki, maka perlu
dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memastikan penyebab infertilitasnya.3

15
Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakcocokan imunologik antara suami
dan istri maka dapat dilakukan uji kontak air mani dengan lencir serviks (sperm
cervical mucus contact test (SCMC test)). Uji yang dikembangkan oleh Kramer
dan Jager ini dapat mempertunjukkan adanya antibody lokal pada pria atau
wanita. Menurut Kramer dan Jager, pada ejakulat dengan autoimunisasi, gerakan
maju spermatozoa akan berubah menjadi terhenti, atau gemetar ditempat kalau
bersinggungan dengan lendir serviks. Perangan gemetar ditempat ini terjadi pula
kalau air mani yang normal bersinggungan dengan lendir serviks dari wanita yang
serumnya mengandung antibody terhadap spermatozoa suami. Uji ini sangat
berguna untuk menyelidiki adanya factor imunologik apabila ternyata uji pasca
senggama (postcoital test) selalu negative atau kurang baik, sedangkan kualitas air
mani dan lendir serviks normal. Perbandingan banyaknya spermatozoa yang
gemetar ditempat, yang maju pesat, dan yang tidak bergerak mungkin menentukan
prognosis fertilitas pasangan itu.3
b. Faktor wanita
1) Faktor ovulasi
Gangguan ovulasi terdapat pada sekitar 15 % dari seluruh pasangan
infertile dan 40 % daris semua wanita infertile. Penyebab gangguan ovulasi ini
bermacam-macam, antara lain hipotiroidisme, hiperprolactinemia, PCOS,
obesitas, factor umur ibu. Untuk melihat begaimana fungsi ovulasi seorang
wanita, riwayat menstruasi merupakan tanda yang akurat. Wanita dengan
siklus regular antara 25-35 hari dan ada gejala premenstrual ternyata lebih dari
95 % bersifat ovulatoar. Untuk mengetahui terjadinya ovulasi ada abeberapa
tes sederhana yang dapat dilakukan, seperti pengukuran serum progesterone
dan pembuatan grafik suhu basal tubuh. 4
Tes serum progesterone merupakan tes yang murah dan banyak
digunakan. Pada tes ini memanfaatkan kenaikan serum progesterone setelah
terjaid ovulasi. Specimen darah diambil di hari ke 21 pada siklus menstruasi
regular 28 hari. Adanya serum prigesteron lebih dari 3 ng/ml menunjukkan
telah terjadi ovulasi. Namun tes ini sering terjadi negative palsu karena perlu
pengambilan specimen darah pada waktu yang tepat .4
Pengukuran suhu basal tubuh diguankan untuk mengukur secara tidak
langsung kenaikan level hormone progesterone yang mempunyai efek
termogenik. Peningkatan hormone progesterone setelah terjadi ovulasi akan

16
meningkatkan suhu basal tubuh 0,30-0,60 C yang biasanya berlangsung selama
11-14 hari setelah ovulasi. Pengukuran suhu basal tubuh ini dilakukan pada
pagi hari pertama menstruasi. Pemeriksaan ini akurat untuk memastikan
adanya ovulasi namun kurang akurat utnuk memastikan waktu terjadinya
ovulasi.4
Selain kedua tes diatas juga adates dengan menggunakan ovulation
predictor kit. Alat ini menggunakan enzim immunoassay untuk mendeteksi
adanya peningkatan LH yang diketahui merupakan pemacu terjadinya ovulasi.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan urin pasien untuk
mendeteksi adanya LH, yang akan menghasilkan perubahan warna pada
indikator alat ini. Pemeriksaan dilakukan pertama kali pada hari ke sepuluh
setelah awal mentruasi dan diperiksa pada hari keberapa terjadi perubahan
warna indicator pada alat. Positif palsu dapat terjadi bila urin yang dipakai
adalah urin pagi karena urin pagi cenderung lebih pekat. Pada pemeriksaan ini
juga bisa didapatkan LH pada urin yang persisten selama satu bulan penuh, ini
biasanya menunjang untuk dicurigai PCOS.4
2) Faktor Cervical
Infertilitas karena factor serviks biasnaya disebabkan oleh kelainna
produksi mucus atau adanya gangguan pada interaksi antara sel sperma dan
mucus serviks. Secara tradisional, hal ini dapat dideteksi dengan melakukan
postcoital test (PCT). PCT dilakukan sekitar 2-3 hari sebelum ovulasi
diprediksikan terjadi, kemudaian pasangan yang dilakukan tes diminta untuk
melakukan hubungan seksual antara 2-12 jam sebelum tes. Setelah itu wanita
kemudian datang ke petugas medis, yang akan mengambil mucus serviksnya.
Lendir kemudian ditempatkan pada laca slide dimana spinnbarkheitnya
(stretchability) dinilai. Jumlah sperma yang motil juga dihitung per bidang
high power mikroskopis. Namun PCT ini tidak direkomendasikan oleh
American Society for Reproductive Medicine, karena 3 alasan :4
a) Tes ini tidak distandarisasikan, tidak sensitive, tidak spesifik, dan
tidak prediktif
b) Factor serviks jarang ditemukan sebagai satu-satunya factor yang
menyebabkan infertilitas

17
c) Pengobatan secara kontemporer untuk mengobati infertilitas yang
tidak dapat dijelaskan dapat mengaburkan keterlibatan factor serviks
dalam infertilitas.
3) Faktor Uterus dan Tuba
Kelainan uterus seperti myoma submukosa dan polip endometrium
dapat menyebabkan infertilitas walaupun jarang terjadi. Namun untuk
kelainan tuba merupakan penyebab paling sering terjadinya infertilitas.
Penyakit yang paling sering pada kelainan tuba adalah Pelvic Inflammatory
Disease (PID) karena infeksi penyakit menular seksual yang disebbakan
bakteri Chlamydia trakhomatis atau Neiserria gonorrhoeae. Penyakit yang
melibatkan uterus dan tuba dapat dilihat dengan menggunakan
histerosalfingogram (HSG). HSG merupakan suatu studi pencitraan yang
menggunakan pewarna radioopak untuk melihat kavitas uterus dan tuba
fallopi melalui fluoroskopi. Ada pula suatu data yang menyebutkan bahwa
fluoroskopi juga dapat berefek sebagai terapeutik pada infertilitas yang tidak
diketahui, teruatama bila menggunakan pewarna radioopak dengan bahan
dasar minyak. Prosedur pemeriksaan harus dilakukan kira-kira 2-3 hari setelah
menstruasi berhenti utnuk emmastikan bahwa pasien tidak dalam keadaan
hamil dan untuk meminimalisasikan aliran balik darah menstruasi.4
Risiko yang paling diperhatikan pada pemakaia HSG adalah adanya
infeksi pelvis iatrogenic, terutama pada wanita yang mempunyai riwayat PID.
Pada wanita ini sebelum dilakukan pemeriksaan HSG harus diperiksa laju
endap darahnya terlebih dahulu, dan bila didapatkan peningkatan maka
pemeriksaan dengan HSG harus ditunda terlebih dahulu. Dan bila LED nya
normal, pemeriksaan HSG bisa dilakukan dengan memberikan antibiotic
profilaksis terlebih dahulu dengan doksisiklin selama 5 hari dengan dosis
2x100 mg/hari.4
Selain itu ada pula cara lain untuk memeriksa patensi tuba yaitu
dengan pertubasi. Pertubasi atau uji Rubin bertujuan memeriksa patensi tuba
dengan jalan meniupkan gas CO2 melalui kanula atau kateter Foley yang
dipasang pada kanalis servikalis. Apabila kanalis servikouteri dan salah satu
atau kedua tubanya paten, amka gas akan mengalir bebas ke dalam kavum
peritonei. Patensi tuba akan dinilai dari catatan tekanan aliran gas sewaktu
dilakukan peniupan. Insuflator apapun yang dipakai, kalau tekanan gasnya

18
naik dan bertahan sampai 200 mmmHg, maka dikatakan ada sumbatan tuba,
kalau naiknya hanya 80-100, salah satu atau kedua tubanya dianggap paten.
Tanda lain yang menyokong patensi tuba adalah terdengarnya pada auskultasi
suprasimfisis tiupan gas masuk ke dalam kavum peritonei seperti “bunyi jet”
atau nyeri bahu segera setalah pasien dipersilahkan duduk sehabis
pemeriksaan, akibat terjaidnya pengumpulan gas di bawah diafragma.4

Gambar 3.3 Obstruksi kornu bilateral dengan histerosalfingogram

19
Gambar 3.4 Myoma dengan histerosalfingogram

Gambar 3.5 Polip endometrial dengan histerosalfingogram

20
Gambar 3.6 Myoma dengan USG

Gambar 3.7 Kista Ovarium

21
Gambar 3.8 Obstruksi kornu bilateral dengan USG

5) Factor perineum

Penyakit perineum seperti endometriosis dan adesi dapat ikut


memberikan kontribusi terhadap terjadinya infertilitas. Endometriosis
ditemukan ada sekitar 25 % - 40 % wanita yang infertile, yang jumlahnya
kira-kira 10 kali dari populasi umum. Dalam hal ini laparoskopi bisa
dilakukan untuk mendeteksi penyebab infertilitas bila alat diagnostic lain
gagal. 9

3.5 Pemeriksaan Masalah – Masalah Infertilitas

A.Masalah air mani


1. Penampungan Air Mani
Air mani ditampung dengan jalan masturbasi langsung kedalam botol gelas bersih
yang bermulut lebar (atau gelas minum), setelah abstinensi 3-5 hari. Sebaiknya
penampungan air mani itu dilakukan dirumah pasien sendiri, kemudian dibawa
kelabiratorium dalam 2 jam setelah dikeluarkan. Air mani yang dimasukkan
kedalam kondom dahulu, yang biasanya mengandung zat spermatisid, akan
mengelirukan penilaian motilitas spermatozoa.

2. Karakteristik Air Mani


1)Kogulasi dan likuefaksi.

22
Air mani yang diejakulasikan dalam bentuk cair akan segera menjadi
“agar” atau koagulum, untuk kemudian dilikuefaksi lagi dalam 5-20 menit
menjadi cairan yang agak pekat guna memungkinkan spermatozoa bergerak
dengan leluasa. Proses ini diatur oleh enzim. Suatu faktor likuefaksi telah dapat
dipisahkan dari air mani normal, yang ternyata merupakan enzim proteolitik
dengan berat molekul 33.000. enzim itu terbukti dapat melikuefaksikan air mani
yang tidak dapat berlikuefaksi.
2)Viskositas.
Setelah berlikuefaksi, ejakulat akan menjadi cairan homogen yang agak
pekat, yang dapat membenang kalau dicolek dengan sebatang lidi. Daya
membenangnya dapat mencapai 3-10 cm. Makin panjang membenangnya, makin
tinggi viskositasnya. Pengukuran viskositas seperti itu sangan objektif.
Pengukuran viskositas yang lebih tepat ialah dengan pipet Eliasson,
volume 0,1 ml yang berkalibrasi 0,05 ml dan 0,1 ml. Air mani diisap sampai tanda
0,1, kemudian tekanan isapnya dilepas sampai menjatuhkan setetes air mani
dicatat dengan stopwatch. Viskositas normal memerlukan waktu 1-2 detik.
Viskositas tinggi lebih dari 5 detik.
Pada umumnya viskositas tinggi tidak menimbulkan masalah infertilitas,
kecuali pada pemeriksaan tampak spermatozoa seperti bergerak dalam lumpur,
atau bergerak ditempat. Menurut Tijoe dan Oentoeng tidak terdapat korelasi
langsung antara viskositas tinggi air mani dan gerakan buruk spermatozoa pada
kadar spermatozoa lebih dari 60 juta/ml. Akan tetapi, pada kada spermatozoa
kurang daro 60 juta/ml viskositas tinggi air mani itu sangat menghambat gerakan
spermatozoa.
3)Rupa dan Bau
Air mani yang baru diejakulasi rupanya putih kelabu, seperti agar-agar.
Setelah berlikuefaksi menjadi cairan, kelihatannya jernih atau keruh, tergantung
dari konsentrasi spermatozoa yang dikandungnya. Baunya langau, seperti bau
bunga akasia.
4)Volume
Setelah abstenensi setelah 3 hari, volume air mani berkisan antara 2,0-5,0
ml. Volume kurang dari 1 ml atau lebih dari 5 ml biasanya disertai kadar
spermatozoa rendah. Pada volume kurang dari 1,5 ml sesungguhnya baik untuk
dilakukan inseminasi bantuan suami (IBS) karena volume yang kurang itu tidak

23
akan cukup menggenangi lendir yang menjulur dari serviks, sehingga dapat
merupakan masalah infertilitas.
Pada ejakulasi terbagi (split ejacule), 90% dari ejakulat pertama akan
mangandung konsentrasi, viskositas, gerakan dan kadang-kadang morfologi
spermatozoa yang lebih baik pada ejakulat kedua. Sisanya kadang-kadang sama
saja,atau malahan sebaliknya.
5)PH
Air mani yang baru diejakulasikan PH-nya berkisar antara 7,3-7,7, yang
bila dibiarkan lebih lama, akan meningkat karena penguapan O=CO 2-nya. Apabila
pH lebih dari 8, hal itu mungkin disebabkan oleh peradangan mendadak kelenjar
atau saluran genital, sedangkan pH yang kurang dari 7,2 mungkin disebabkan oleh
peradangan menahun kelenjar tersebut. Sekret kelenjar prostat pH-nya lebih
rendah dari 7.
6)Fruktosa
Fruktosa air mani adalah hasil vesikula seminalis, yang menunjukkan
adanya rangsangan androgen. Fruktosa terdapat pada semua air mani, kecuali
pada :
- Azoospermia karena tidak terbentuknya kedua vas deferens. Air
maninya tidak berkoagulasi, segera setelah ejakulasi vesikula
seminalisnya pun tidak terbentuk.
- Kedua duktus ejakulatoriusnya tertutup
- Keadaan luar biasa dari ejakulais retrograd, dimnana sebagian
kecil ejakulat yang tidak mengandung spermatozoa sempat keluar.
Setiap air mani yang azoospermia harus diuji secara rutin akan
adanya fruktosa. Dengan jalan ini setiap kecurigaan tidak adanya
vasa dapat lebih diyakinkan, tanpa harus melakukan aksplorasi
skrotum. Ada tidaknya koagulasi segera stelah ejakulasi harus
diperiksa dalam 5 menit setelah ejakulasi.

Pemeriksaan Mikroskopik
Bagi orang yang berpengalaman, memeriksan setetes air mani dibawah
mikroskop sudah memungkinkannya menaksir konsentrasi, jenis gerakan, dan
morfologi spermatozoa dangan ketepatan yang tak jauh berbeda dari
kenyataannya. Sel-sel radang menunjukkan adanya peradangan. Kadang-kadang
tampak pula Trikomonas Vaginalis atau Kandida albikans. Air mani yang
dibiarkan lama akan membentuk kristal spermin fosfat.

24
Kadang-kadang tampak pulau-pulau aglunasi spermatozoa, berkisar antara
jarang smapai banyak. Terdapat 3 jenis aglutinasi : kepala dengan kepala, kepala
dengan ekor, ekor sengan ekor. Spermatozoa dibagian luar aglutinasi itu biasanya
masih tampak bergerak, akan tetapi dipusatnya sudah tidak bergerak lagi.
Air mani tanpa spermatozoa (azoospermia) atau sedikit spermatozoa akan
segera tampak pada sel-sel muda yang bulat. Sebelum menyatakan tidak adanya
sel-sel muda, sebaiknya air mani disentrifugasikan dahulu 3000 putaran per menit
selama 5 menit, kemudian sedimennya diperiksa kembali. Semua air mani yang
azoospremia harus diperiksa akan adanya fruktosa, yang dihasilkan oleh vesikula
seminalis. Pada tidak tumbuhnya kedua vas deferens dan vesika seminalis, air
mani nya tidak mengandung fruktosa dan tidak dapat berkoagulasi setelah
ejakulasi. Begitu pula kalau kedua ductus ejakulatorius tersusun setelah ejakulasi.
Demikian pula kalau kedua duktus ejakulatoriusnya tersusun, atau pada ejakulaai
retrograd.

1)Konsentrasi Spermatozoa
Menghidung kontrasepsi spermatozoa dalam air mani sama caranya dengan
menghitung konsentrasi sel darah. Cairan pengencernya ialah larutan George yang
mengandung formalin 40%, sedangkan spermatozoa menjadi tedak bergerak
karenanya. Untuk menghitung kadar spermatozoa yang bergerak, dipakai larutan
0,9% NaCl, yang tidak membunuh spermatozoa yang bergerak. Dengan demikian,
yang dihitung hanyalah spermatozoa yang tidak bergerak saja. Selisih antara
penghitungan larutan pengencer George dan 0,9% NaCl menghasilkan konsentasi
spermatozoa yang bergerak.
Ketelitian menghitung akan berkurang dengan berkurangnya konsentrasi
spermatozoa. Freund & Carol mendemonstrasikan betapa besar perbedaan hasil
pemeriksaan yang dilakukan oleh beberpa pemeriksa, sekalipun dari 2 bahan
pemeriksaan yang sama, yang diperoleh dari pemeriksa yang sama. Mean
perbedaannya didapatkan mencapai 20%. Atas alasan itulah analisis mani
sebaiknya dilakukan lebih dari satu kali.
Kini, selama terdapat spermatozoa normal yang bergerak, selama itu pula
dianggap tidak dapat ditentukan nilai minimum konsentrasi spermatozoa untuk
menghasilkan kehamilan. Walaupun demikian, makin rendah konsentrasi
spermatozoa, makin kurang kemungkinan menghamilkannya, dan kalau

25
konsentrasinya kurang dari 10 juta/ml, sungguh jarang tapi tidak mustahil, kalau
kehamilan masih dapat terjadi.
2)Motilitas spermatozoa
Lebih penting dari pada konsentrasi spermatozoa ialah motilitasnya.
Setetes air mani ditempatkan pada gelas obyek, kemudian ditutup dengan gelas
penutup. Presentasi spermatozoa motil ditaksir setelah pemeriksa 25 lapangan
pandangan besar. Jenis motilitas spermatozoa dibagi kedalam skala 0 samapi 4,
sebagai tampak pada tabel

Tabel 3.4 : skala gerakan ekor, kemajuan, arah, dan kecepatan sperma

Gerakan Kemajuan Arah Kecepatan


Ekor
0 - - . .
1 + - . .
1+ + ± . .
2 + + Lika-liku Lambat
2+ + + Lurus Lambat
3 + + Lurus Cepat
3+ + + Lurus Lebih cepat
4 + + lurus Sangat cepat

Jarang sekali semua atau hampir semua spermatozoa ditemukan tidak


bergerak. Apabila ternyata demikian, sebaiknya darah pasien diperiksa untuk
kemungkinan antibodi imobilisasi spermatozoa dengan uji Isojima. Untuk
meyakinkan apakah semua spermatozoa itu telah mati, dilakukan pulasan eosin-
nigrosin. Biasanya pada analisis air mani normal 2-3 jam setelah ejakulasi akan
masih terdapat 60% spermatozoa bergerak atau maju lurus cepat. Sebagaimana
dikatakan oleh Macleod, plasma mani bukanlah medium yang baik untuk
menyimpan spermatozoa dalam waktu yang lama, kecuali hanya untuk beberapa
menit saja, seperti terjadi pada sanggama yang normal. Pada pemeriksaan
pascasanggama-segera, ternyata spermatozoa dapat mencapai lendir serviks dalam
1 1/2 menit setelah ejakulasi, dan tidak dapat hidup lama dalam sekret vagina
karena keasamannya yang tinggi. Dengan demikian, spermatozoa yang akan
membuahi ovum itu, harus secepatnya membebaskan diri dari lingkungan plasma
mani dan sekresi vagina. Oleh karena itu, faktor vagina hampir tidak berpengaruh.

26
Motilitas spermatozoa kurang dapat diperoleh dari suami sehat setelah
tidak bersanggama lebih dari 10 hari. Hal ini karena kerusakan spermatozoa
akibat lama ditimbun dalam sistem duktus. Pemeriksaan air mani berikutnya
setelah anstinensi yang singkat akan memulihkan motalitas spermatozoa seperti
semula.
3)Morfologi spermatozoa
Morfologi spermatozoa harus dianggap sama pentingnya dengan
konsentrasi spermatozoa. Pemeriksaan ini hanya dapat dilakukan dengan pulasan
sediaan-usap air mani, kemudianmenghitung jenis spermatozoanya.

Uji ketidak cocokan imunologik


Uji kontak air mani dengan lendir serviks (sperm cervical mucus contact test –
SCMS test) yang dikembangkan oleh Kremer dan Jager dapat mempertunjukkan
adanya antibodi lokal pada pria dan wanita.

Klasifikasi Sperma :
1.Normozoospermia : Karakteristik normal
2.Oligozoospermia : Konsentrasi spermatozoa kurang dari 20 juta/ml
3.Asthenozoospermia : Jumlah sperma yang masih hidup dan bergerak secara
aktif dalam waktu 1 jam stelah ejakulasi < 50 %
4.Teratozoospermia : Jumlah sperma dan morfologi normal < dari 30%
5.Oligosthenoteratozoospermia : kelainan campuran dari 3 variabel yang telah
disebutkan sebelumnya
6.Azoospemia : Tidak ada nya sel spermatozoal dalam sperma
7.Aspermia : sama sekali tidak terjadi ejakulasi sperma.

B. Masalah Vagina
Kemampuan menyampaikan air mani kedalam vagina sekitar serviks perlu
untuk fertilitas. Masalah vagina yang dapat menghambat penyampaian ini adalah
adanya sumbatan atau perdangan. Sumbatan psikogen disebut vaginismus atau
disperenia, sedangkan sumbatan anatomik dapat karena bawaan atau perolehan.
Vaginitis karena kandida albikans atau Trikomonas vaginalis hebat dapat
merupakan masalah, bukan karna antispermisidalnya, melainkan
antisanggamanya.
Sobrero menemukan spermatozoa didalam lendir serviks dalam 90 detik
sejak diejakulasikan, dan Bedford yang menghancurkan semua spermatozoa
dalam vagina kelinci 5 menit sejak diejakulasikan mencatat bahwa penghancuran

27
itu sama sekali tidak menghalangi terjadinya kehamilan. Itulah sebabnya mengapa
vaginitis tidak seberapa menjadi masalah infertilitas.

C. Masalah Serviks
Walaupun masih merupakan sebagian dari uterus, namun artinya dalam
reproduksi manusia baru diakui pada abad ke sembilan belas. Sims pada tahun
1968 adalah orang pertama yang menghubungkan serviks dengan infertilitas,
melakukan pemeriksaan dinding serviks pascasanggama, dan melakukan
inseminasi buatan. Baru beberapa lama kemudian Huhner memperkenalkan uji
pascasanggama yang dilakukan pada pertengahan siklus haid.
Serviks biasanya mengarah ke bawah-belakang, sehingga berhadapan
langsung dengan dinding belakang vagina. Kedudukannya yang demikina itu
memungkinkannya tergenang dalam air mani yang disampaikan pada forniks
posterior.
Kanalis servikalis yang dilapisi lekukan-lekukan seperti kelenjar yang
mengeluarkan lendir, sebagian dari sel-sel epitelnya mempunyai silia yang
mengalirkan lendir serviks ke vagina. Bentuk kanalis servikalis seperti itu
kemungkinan ditimbun dan dipeliharanya spermatozoa motil dari kemungkinan
fagositosis, dan juga terjaminnya spermatozoa ke dlam kanalis servikalis secara
terus-menerut dalam jangka waktu lama.
Migrasi spermatozoa kedalam lendir serviks sudah dapat terjadi pada hari
ke-8 atau ke-9, mencapai puncaknya pada saat-saat ovulasi, kemudian terhambat
pada 1-2 hari setelah ovulasi. Spermatozoa sudah dapat smapai pada lendir serviks
11/2 – 3 menit setelah ejakulasi. Spermatozoa yang tertinggal didalam lingkungan
vagina yang lebih dari 35 menit tidak lagi mampu bermigrasi kedalam lendir
serviks. Spermatozoa motil dapat hidup dalam lendir serviks sampai 8 hari setelah
sanggama.

Uji pascasanggama
Walaupun uji Sims-Huhner atau uji pascasanggama telah lama dikenal
diseluruh dunia, tetapi ternyata nilai kliniknya belum diterima secara seragam.
Salah satu sebabnya ialah belum adanya standardisasi cara melakukannya.
Kebanyakan peneliti sepakat untuk melakukannya pada tengah siklus haid, yang
berarti 1-2 hari sebelum meningkatnya suhu basal badan yang diperkirakan. Akan
tetapi, belum ada kesepakatan berapa hari abstinensi harus dilakukan sebelumnya,

28
walaupun kebanyakan menganjurkan 2 hari. Demikian pula belum terdapat
kesepakatan kapan pemeriksaan itu dilakukan setelah sanggama. Menurut
kepustakaan, ada yang melakukannya setelah 90 detik sampai setelah 8 hari.
Sebagaimana telah diuraikan, spermatozoa sudah dapat sampai pada lendir serviks
segera setelah sanggama. Perloff melakukan penelitian pada golongan fertil dan
infertil, dan berkesimpulan tidak ada perbedaan hasil antara kedua golongan itu
kalau pemeriksaannya dilakukan lebih dari 2 jam setelah sanggama. Jika
kesimpulan ini benar, maka uji pascasanggama dilakukan secepatnya setelah
sanggama. Davajan menganjurkan 2 jam setelah sanggama, walaupun penilaian
secepat itu tidak akan sempat menilai ketahanan hidup spermatozoa dalam lendir
serviks.
Cara pemeriksaan : setalah abstinensi selama 2 hari, pasangan dianjurkan
melakukan sanggama 2 jam sebelum saat yang ditentukan untuk datang ke dokter.
Dengan spekulum vagina kering, serviks ditampilkan, kemudian lendir serviks
yang tampak kemudian dibersihkan dengan kapas kering pula. Jangan
menggunakan kapas yang basah oleh antiseptik karna dapat mematikan
spermatozoa. Lendir serviks diambil dengan isapan semprit tuberkulin, kemudian
disemprotkan keluar pada gelas obyek, lalu ditutp dengan gelas penutup.
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan dengan lapangan pandangan besar (LPB).

Uji In Vitro
1. Uji gelas obyek. Miller & Kurzo pada tahun 1932 memakai teknik yang
sangat sederhana untuk mengukur kemampuan spermatozoa masuk
kedalam lendir serviks. Caranya dengan menempatkan setetes air mani dan
setetes lendir serviks pada gelas obyek, kemudian kedua bahan itu
disinggungkan satu sama lain dengan meletakkan sebuah gelas penutup
diatasnya. Spermatozoa akan tampak menyerbu kedalam lendir serviks,
didahului oleh pembentukan phalanges air mani kedalam lendir serviks.
Menurut Perloff & Steinberger, pembentukan phalanges itu bukan
merupakan kegiatan spermatozoa, melainkan fenomena fisik kalau dua
cairan yang berbeda viskositas, tegangan permukaan, dan reologinya
bersinggungan satu sama lain dibawah gelas penutup.
2. Uji kontak air mani dengan lendir serviks. Menurut Kremer & Jager, pada
ejakulat dengan autoimunisasi, gerakan maju V akan berubah menjadi

29
terhenti, atau gemetar di tempat kalua bersinggungan dengan lendir serviks.
Perangai gemetar ditempat ini terjadi pula kalau air mani yang normal
bersinggungan dengan lendir serviks dari wanita yang serumnya
mangandung antibodi terhadapa spermatozoa.
Kremer & Jager melakukan uji tersebut dengan dua cara.
Cara pertama. Setetes lendir serviks praovulasi dengan tanda-tanda
pengaruh estrogen yang baik dan pH lebih dari 7 diletakkan pada sebuah
gelas obyek di samping setetes air mani. Kedua tetesan itu dicampur dan
diaduk dengan sebuah gelas penutup, yang kemudian dipakai untuk
penutup campuran itu. Setetes mani yang sama diletakkan pada gelas obyek
itu juga, kemudian ditutup dengan gelas penutup. Penilaian dilakukan
dengan membandingkan motilitas spermatozoa dari kedua sediaan itu.
Sediaan itu kemudian disimpan ke dalam tatakan petri yang lembab, pada
suhu kamar, selama 30 menit, untuk kemudian diamati lagi.
Cara kedua. Setetes besar lendir serviks diletakkan pada sebuah gelas
obyek, keudian dilebarkan sampai diameterya 1 cm. Setetes air mani
diletakkan ditengah-tengah lendir serviks itu, kemudian lendir serviks dan
air mani ditutup dengan sebuah gelas penutup, sambil diletakkan sedikit
supaya air maninya dapat menyebar tipis diatas lendir serviks. Setetes air
mani yang sma diletakkan pula pada gela obyek itu, kemudian ditutup
dengan sebuah gelas penutup. Penilaian dilakukan seperti cara pertama.
Uji ini sangat berguna untuk menyelidiki adanya faktor imunologi apabila
ternyata uji pascasanggama selalu negatif atau kurang baik, sedangkan
kualitas air mani dan lendir serviks normal. Perbandingan banyaknya
spermatozoa yang gemetar di tempat, yaitu maju pesat, dan tidak bergerak
mungkin menentukan prognosis fertilitas pasangan itu.

D. Masalah Uterus
Spermatozoa dapat ditemukan dalam tuba fallopii manusia secepat 5 menit
setelah inseminasi. Dibandingkan dengan besar spermatozoa dan jarak yang harus
ditempuhnya, kiranya tidak mungkin migrasi spermatozoa berlangsung hanya
karena gerakan sendiri. Tidak disangkal, kontraksi vagina dan uterus memegang
peranan penting dalam transportasi spermatozoa ini. Pada binatang kontraksi alat-
alat itu terjadi karena pengaruh oksitosin yang dikeluarkan oleh hipothalamus
sewaktu bersanggama. Pada manusia, oksitosin tidak berpengaruh terhadap uterus

30
yang tidak hamil akan tetapi prostaglandin dalam air mani dapat membuat uterus
berkontraksi secara ritmik. Ternyata, prostaglandinlah yang memegang peranan
penting dalam transportasi spermatozoa ke dalam uterus dan melewati
penyempitan pada batas uterus denga tuba itu. Ternyata pula, uterus sangat sensitif
terhadap prostaglandin pada akhir fase proliferasidan permulaan fase sekresi.
Dengan demikian, kurangnya prostaglandin dalam air mani dapat merupakan
masalah infertilitas.
Masalah lain yang dapat mengganggu transportasi spermatozoa melalui
uterus ialah distorsi kavum uteri karena sinekia, mioma, atau polip, peradangan
endometrium, dan gangguan kontraksi uterus. Kelainan-kelainan tersebut dapat
mengganggu dalam hal implantasi, pertumbuhan intrauterin, dan nutrisi serta
oksigenasi janin.

Biopsi Endometrium

Barangkali tidak ada satu alasan yang paling penting untuk melakukan
biopsi, kecuali untuk menilai perubahan khas yang terjadi pada alat yang dibiopsi
itu. Gambaran endometrium merupakan bayangan cermin dari pengaruh hormon-
hormon ovarium. Akan tetapi, sebagaiman juga berlaku bagi setiap prosedur
kedokteran, keterangan yang ingin diperoleh harus seimbang dengan resiko
melakukan prosedur itu.

Kapan biopsi dilakukan, tergantung dari keterangan yang ingin diperoleh.


Apabila ingin diperoleh keterangan tentang pengaruh estrogen ata yang lain yang
bukan hormonal, maka biopsi endometrium dilakukan pada hari ke-14. Apabila
yang ingin diketahui adalah peradangan menahun (tuberkulosis), ovulasi, atau
neoplasma, maka biopsi dilakukan setelah ovulasi. Pada umumnya, waktu yang
terbaik melakukan biopsi adalah 5-6 hari setelah ovulasi, yaitu saat sebelum
terjadinya implantasi blastosis pada permukaan endometrium. Biopsi yang
dilakukan hari ke-7 setelah ovulasi itu akan mangurangi kemungkinan
terganggunya kehamilan yang sedang terjadi. Biopsi yang dilakukan dalam 12
jam setelah haid masih dapat menilai endometrium yang bersekresi, malahan
granuloma tuberkulosis akan tampak lebih jelas. Walaupun biopsi ini maksudnya
untuk menghindari kemungkinan terganggunya kehamilan, akan tetapi perdarahan

31
hari pertama itu mungkin bukan haid, melainkan perdarahan intervilus.
Tredway et al. Memperlihatka adanya hubungan tepat antara perubahan
endometrium yang terjadi dengan penanggalan yang dihitung mulai ovulasi.
Pengetahuan ini sangat penting untuk mendiagnosis defek fase luteal. Moyer
sangat menganjurkan pemakaian penanggalan yang dimulai saat ovulasi daripada
penanggalan yang dimulai pada hari pertama haid.

Siklus haid dengan defek luteal tidak selalu berulang. Menurut Speroff et
al. Siklus haid dengan defk luteal yang berulang hanya terjadi pada kurang dari
4% pasangan infertil. Oleh karena itu, indikasi pengobatannya hanya kalau defek
fase luteal itu berulang.

Histerosalpingografi

Sejak Rubin dan Carey melakukan hisretosalpingografi untuk pertama


kalinya, banyak pembaharuan telah terjadi dalam hal peralatan dan media kontras
yang dipakai. Prinsip pemeriksaannya sama dengan pertubasi, hanya peniupan gas
diganti dengan penyuntikan media kontras yang akan melimpah kedalam kavum
peritonei tubanya paten, dan penilaiannya dilakukan scara radiografik.

Kini, alat yang dianggap terbaik untuk menyuntikkan media kontras iaah
kateter pediatrik Foley nomor 8, sebagaimana diuraikan oleh Ansari, untuk
menghindarkan perlukaan dan perdarahan serviks, menghindarkan perforasi
uterus, mengurangi rasa nyeri, dan karean mudahnya mengatur sikap pasien.
Kateter dimasukkan kedalam kavum uteri dengan bantuan klem, kemudian
dipertahankan pada tempatnya dengan menyuntikkan 2 ml air. Setelah spekuum
vagina dilepaskan, media kontras disuntikkan kedalam kavum uteri secukupnya
dengan pengawasan fluoroskopi. Untuk mendapat gambaran segmen bawah
uterus dan kanalis servikalis, balon dikempeskan sebentar sambil menyuntikan
media kontras. Keuntungan memakai media kontras. Keuntungan memakai media
kontras larut air ialah : penyebarannya rata dalam kavum peritonei, cepat diserap
(dalam 60 menit), menghindarkan kemungkinan terjadinya emboli, dan
menimbulkan reaksi peritoneal yang tidak berarti.

32
Kadang-kadang terjadi kejang tuba, sebagai reaksi terhadap nyeri atau
ketakutan sewaktu dilakukan histerosalpingografi, yang akan memberikan
gambaran palsu seperti sumbatan. Usaha menghindarkannya ialah, antara lain,
dengan obat nitrogliserin dibawah lidah, obat penenang, anasthesi paraservikal,
atau pemberian parenteral isoksuprin, yang tidak akan selalu berhasil.
Histerosalpingografi yang dilakukan dengan baik dapat memberikan
keterangan tentang seluk-beluk kavum uteri, patensi tuba, dan kalau tubanya
paten, tentang peritoneumnya juga. Kalua memakai alat fluoroskopi penguat
bayangan, setiap penyuntikan cairan kontras kedalam kavum uteri dapat diikuti
dengan seksama lewat layar televisi, sehingga pemotretannya tidak
membuta.dengan teknik ini biasanya tidak lebih dari 3 potret yang dibuat, yaitu :

a) Potret pendahuluan
b) Potret yang menggambarkan pelimpahan kontras kedalam rongga
oerut
c) Potret 24 jam kemudian

Kalau tubanya paten dan mamakai kontras larut minyak, untuk memeriksa
penyebaran di dalam kavum peritonei. Pemotretan dari berbagai sudut tidak perlu
karena tidak akan menambah pengetahuan, hanya akan menambahan bahaya
radiasi saja.

Kebolehan histerosalpingografi memang tidak dapat disangkal, tetapi


hanya dapat dilakukan dirumah sakit. Tidak jaran, wanita yang baru menjalani
histerosalpingagrafi menjadi hamil. Kasiat terapeutik ini, kalau memang ada,
dapat diterangkan karena pemeriksaanya dapat membilas sumbatan-sumbatan
tuba yang ringan, atau media kontras (yodium) yang berkasiat bakteriostatik
sehingga memperbaiki lendir serviks.

Pemakaian medi kontras larut minyak pernah dikutuk karena lambat


diserap, dapat menimbulkan granuloma, dan bahaya emboli. Akan tetapi, ternyata
komplikasi itu dapat dapat terjadi pual pada pemakaian media kontras larut air.
Pembentukan granuloma ternyata lebih berhubungan dengan terdapatnya kalainan
tuba sebelumnya daripada dengan jenis media kontras yang dipakai.

Histeroskopi

33
Histeroskopiadalah peneropongan kavum uteri yang sebelumnya telah
digelembungkan dengan media dekstran 32%, glukosa 5%, garam fisiologik, atau
gas CO2. Dalam infertilitas, pemeriksaan histeroskopi dilakukan apabila terdapat :

a) Kelainan pada pemeriksaan histerosalpingografi


b) Riwayat abortus habitualis
c) Dugaan adanya mioma atau polip submukosa
d) Perdarahan abnormal dari uterus
e) Sebelum dilakukan bedah plastik tuba, untuk menempatkan kateter
sebagai splint pada bagian proksimal tuba

Histeroskopi tidak dilakukan kalau diduga terdapat infeksi akut rongga


panggul, kehamilan, atau perdarahan banyak dari uterus. Pemeriksaan
histeroskopi yang dapat langsung melihat kavum uter, dapat menghindarkan
kesalahan diagnostik seperti yang dapat terjadi pada kuratase dan biopsi
endometrium yang membuta. Lagi pula, mulai histeroskopi dapat dilakukan
pembedahan ringan, seperti melepaskan perlengketan, mengangkat polipdan
mioma submukosa.

E. Masalah Tuba

Frekuensi faktor dalam infertilitas sangat bergantung pada populasi yang


diselidiki, peranan faktor tuba yang masuk akal ialah 25-50%. Dengan demikian,
dapat dikatakan faktor tuba paling sering ditemukan dalam masalahinfrtilitas, oleh
karena itulah, penilaian patensi tuba dianggsp sebagai salah satu pemeriksaan
terpenting dalam prngrlolaan infertilitas.

Pertubasi

Pertubasi, atau uji Rubin, bertujuan memeriksa potensi tuba dengan jalan
meniupkan gas CO2 melalui kanula atau kateter Foley yang dipasang pada kanalis
servikalis. Apabila kanalis servikoutri dan salah satu atau kedua tubanya paten,
maka gas akan mengalir bebaskedalam kavum peritonei. Patensi tuba akan dinilai
dengan catatan tekanan aliran gas sewaktu dilakukan peniupan. Insuflator apapun
yang dipakai, kalau tekanan gasnya naik dan bertahan sampai 200mmHg, tentu
terdapat sumbatan tuba. Kalau naiknya hanya sampai 80-100 mmHg, salah satu
atau keduanya tuba pastilah paten. Tanda lain yang menyokong patensi tuba ialah

34
terdengarnya pada auskultasi suprasimfisis tiupan gas masuk kedalam kavum
peritonei seperti “bunyi yet”, atau nyeri bahu segara setelah pasien dipersilahkan
duduk sehabis pemeriksaan, akibat setelah terjadinya pengumpalan gas dibawah
diafragma.

Kehamilan yang belum disingkirkan, peradangan alat kelamin, peradangan


uterus, dan kuratase yang baru dilakukan merupakan indikasi kontra pertubasi.
Adanya kehamilan dapat menyebabkan keguguran kandungan, sedangkan adanya
peradangan dapat meluas. Peradangan uterus dan kuratase yang baru dilakukan
dapat mengakibatkan emboli udara atau sumbatan tuba karena tertiupnya udara
kedalam pembuluh darah, dan bekuan-bekuan darah kedalam tuba.

Saat yang terbaik untuk pertubasi ialah setelah haid bersih dan sebelum
ovulasi, atau pada hari ke-10 siklus haid. Terdapat cara pemeriksaan lain yang
lebih dapat dipercaya, seperti histerosalpingografi atau laparaskopi.

F. Masalah Ovarium

Deteksi ovulasi merupakan bagian integral pemeriksaan infertilitas karena


kehamilan tidak mungkin terjadi tanpa ovulasi. Ovulasi yang jarang terjadi pun
dapat menyebabkan infertilitas.

Deteksi tepat ovulasi kini tidak seberapa penting lagi setelah diketahui
spermatozoa dapat hidup dalam lendir serviks sampai 8 hari. Deteksi tepat ovulasi
baru diperlakukan kalau akan dilakukan inseminasi buatan, menentukan saat
sanggama yang jarang dilakukan, atau kalau siklus haidnya sangat panjang. Selain
kehamilan atau ditemukannya ova pada pembilasan tuba, pemeriksaan ovulasi
manapun masih dapat mengalami kesalahan. Pengamatan korpus luteum secara
langsung merupakan pemeriksaan yang dpat dipercaya, akan tetapi pemeriksaan
nya dengan jalan laparaskopi itu tidak mungkin dilakukan secara rutin. Walaupun
demikina, terdapat beberapa cara pemeriksaan dimana seorang klinikus dapat
mendeteksi ovulasi atau mendiagnosis anovulasi dengan ketepatandisertai
kegagalan yang layak.

35
Siklus haid yang teratur dan lama haid yang sama biasanya merupakan
siklus haid yang berovulasi. Menurut Ogini, haid berikunya akan terjadi 14 ± 2
haari setelah ovulasi. Amenore hampir selalu disertai kegagalan ovulasi. Ovulasi
kadang-kadang ditandai oleh nyeri perut bawah kiri atau kanan, pada kira-kira
pertengahan siklus haid ini dianggap sebagai tanda ovulasi, yang telah dibuktikan
kebenarannya oleh Wharton & Henrikson dengan jalan laparatomi. Saat-saat
ovulasi kadang-kadang disertai keputihan, akibat pengeuaran lendir serviks
berlebihan, dan kadang-kadang disertai pula oleh perdarahan sedikit. Ketegangan
jiwa, atau nyeri payudara prahaid seringkali terjadi pada siklus haid ynag
berovulasi.

Perubahan Lendir Serviks

Ovulasi terjadi bersamaan dengan memuncaknya pengaruh estrogen pada


pertengahan siklus haid. Sesungguhnya penurunan pengaruh estrogen setelah
memuncak itulah yang dipakai sebagai petunjuk terjadinya ovulasi. Respon alt
sasaran estrogen, sekurang-kurangnya dalam batas tertentu, berbanding langsung
dengan besar rangsangannya. Oleh karena itu, pemeriksaan lendir serviks dan
usap vagina secara serial dapat menentukan telah terjadinya dan saat
terjadinyaovulasi, berdasarkan perubahan-perubahan sebagai berikut ;

1) Bertambah besarnya pembukaan ostium eksternum serviks


2) bertambah banyaknya jumlah, bertambah panjangnya daya pembenang,
bertambah jernihnya dan bertambah rendahnya viskositas lendir serviks
3) Bertambah tingginya daya serbu spermatozoa
4) Peningkatan persentase sel-sel kariopiknotik dan eosinofilik pada usap
vagina

Catatan Suhu Basal Badan

Pengaruh hipertermik progesteron telah sangat diyakini, akan tetapi


hubungan antara saat peningkatan suhu basal badan dengan saat ovulasi masih
kontroversial. Sering dikatakan ovulasi terjadi pada saat suhu basal badan
terendah.kurva suhu basal badan yang normal tidak sama sekali menyingkirkan
kemungkinan sekresi progesteron yang kurang. Menurut Strott et al,. Pada siklus

36
haid dengan fase luteal pendek kurva suhu basal badannya tampak normal,
walaupun sesungguhnya progesteron dalam plasmanya kurang.

Siklus haid dengan fase hipertermik seperti itu dengan endometrium yang
bersekresi, sering kali ditemukan pad pengobatan dengan sitrat klomifen. Dengan
atau tanpa pengobatan klomifen sekalipun kadang-kadang terdapat folikel yang
tidak pecah (kista luteum),yang mengeluarkan progesteron cukup untuk
merangsang pusat suhu, akan tetapi tidak cukup merangsang endometriumuntuk
bersekresi. Sebaliknyapun, tidak adanya fase hipertermik tidak selalu berarti tidak
adanya sekresi progesteron. Dipertanyakan apakah gelora LH dan ovulasi telah
terjadi pada siklus seperti itu.

Sitologi vagina hormonal

Sitologi vagina hormonal menyelidiki sel-sel yang terlepas dari selaput


lendir vagina, sebagai pengaruh hormon-hormon ovarium (estrogen dan
progesteron). Pemeriksaan ini sangat sederhana, mudah, dan tidak menimbulkan
nyeri, sehingga dapat dilakukan secara berkala pada seluruh siklus haid.

Tujuan pemeriksaan sitologi vagina hormonal ialah :

1) Memeriksa pengaruh estrogen dengan mengenal perubahan sitologik yang


khas pada fase proliferasi
2) Memeriksa adanya ovulasi dengan mengenal gambaran sitologik pada fase
luteal lanjut.
3) Memeriksa kelainan fungsi ovarium pada siklus haid yang tidak berovulasi.
Sitologi vagina hormonal tidak mengenal indikasi kontra. Walaupun
demikian, pengenalan gambaran sitologik dapat dipersulit kalau terdapat
perdarahan atau persdangan traktus genitalis. Oei melakukan pemeriksaan
sitologi vagina sebagai berikut :
1) Sebuah tablet nimorazol dimasukkan kedalam vagina 2 hari sebelum
setiap kali pemeriksaan, agar sediaan tidak dikotori sel-sel radang
2) Pemeriksaan direncanakan pada hari ke-8, 12, 18 dan hari 24 dari siklus
haid
3) Pasien dilarang bersanggama, diperiksa dalam, atau membilas kedalam
vagina, dalam 24 jam sebelum pemeriksaannya
4) Dengan spekulum vagina yang bersih, fornises lateralis ditampilkan

37
5) Lendir vagina dari fornises leteralis itu diusap dengan spatel kayu atau
plastik yang bersih, kemudian diolesi pada sebuah gelas obyek yang
baru
6) Difiksasi dengan alkohol 95%
7) Diwarnai dengan pulasan harris-Shorr

Pemeriksaan Hormonal

Hasil pemeriksaan hormonal dengan RIA harus selalu dibandingkan


dengan nilai normal masing-masing laboratorium.

Pemeriksaan FSH berturut-turut untuk pemeriksaan kenaikan FSH tidak


selalu mudah, karena perbedaan kenaikannya tidak sangat nyata, kecuali pada
tengah-tengahsiklus haid (walaupun masih kurang nyata dibandingkan dengan
puncah LH). Pada fungsi ovarium yang tidak aktif, nilai FSH yang rendah sampai
normal menunjukkan kelainan pada tingkat hipotalamus atau hipofisis, sedangkan
nilai yang tinggi menunjukkan kelainan primernya pada ovarium.

3.6 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Infertilitas pada Wanita

a. Mioma uteri

Disamping ada istri yang dapat hamil dan melahirkan seperti biasa dengan
mioma uteri, ada juga istri yang tidak dapat hamil dan satu-satunya kelainan yang
dapat ditemukan adalah mioma uteri. Bagaimana mekanisme mioma uteri sampai
mengahambat terjadinya kehamilan belum jelas diketahui. Mungkin disebabkan
oleh tekanan pada tuba, distorsi atau elongasi kavum uteri, iritasi miometrium,
atau torsi oleh mioma yang bertangkai. Apapun mekanismenya bahwa 50% istri
yang dilakukan miomektomi dapat menjadi hamil membuktikan bahwa mioma
uteri itu adalah penyebabnya. Waktu yang diperlukan untuk menjadi hamil setelah
dilakukan miomektomi kira-kira 18 bulan.
Miomektomi yang terpaksa menembus kavum uteri, dahulu merupakan
indikasi mutlak untuk dilakukan seksio sesaria kalau terjadi kehamilan.tetapi kini
tidak di anggap demikian lagi, kecuali kalau diduga penyembuhannya mengalami
gangguan, seperti kalau terjadi infeksi pasca bedah. Biasanya penyembuhan luka
pada uterus di luar kehamilan berlangsung lebih baik daripada kehamilan .

38
b. Masalah tuba yang tersumbat
Kalau infertilitas ternyata ada hubungannya dengan masalah tuba yang
tersumbat, maka pengobatan saja sangat sedikit kemungkinan membawa hasil.
Endometriosis pada tuba dapat diobati dengan pil-KB, progesteron,atau
danazol, yang diberikan secara terus-menerus atau selang seling. Akan tetapi
penyembuhan endometriosis itu akan meninggalkan parut, yang dapat menyumbat
atau menekuk tuba sehingga akhirnya memerlukan pembedahan untuk
mengatasinya.
Dalam hal memutuskan pembedahan, pasangan yang bersangkutan harus
mempertimbangkan terlebih dahulu bagaimana kemungkinan keberhasilanya, dan
bagaimana reaksi mereka terhadap kemungkinan kegagalan sama sekali. Indikasi
pembedahan tuba adalah tersumbatnya seluruh atau sebagian tuba sebagaimana
diperiksa dengan histerosalpingografi dan laparaskopi, tekukan tuba yang
patologik, sakulasi tuba, perlekatan peritubular dan periovarial khususnya untuk
membebaskan gerakan tuba dan ovarium. Pembedahan tuba tidak dilakukan kalau
hasil analisis air mani suaminya abnormal (kecuali kalau bersedia dilakukan
inseminasi buatan dengan air mani donor), dan penyakit pada istri yang tidak
membolehkan ia hamil. Tujuan pembedahan tuba adalah untuk memperbaiki dan
mengembalikan anatomi tuba dan ovarium seperti semula, dengan sangat
memperhatikan gerakan otot dan silia tuba, sekresi tuba, dan daya tangkap ovum
yang efektif. Saat yang paling tepat untuk melakukan pembedahan tuba adalah
pada tengah fase proliferasi, dan jangan pada fase sekresi. Fase proliferasi adalah
fase regeneratif, sedangkan fase sekresi adalah fase degeneratif.

Prosedur umum bedah tuba


Pasien dibaringkan dalam sikap litotomi seperti untuk laparaskopi
diagnostik, agar mudah dilakukan uji patensi tuba segera sebelum, sewaktu,dan
sesudah pembedahan. Pemasangan tampon vagina dapat sedikit mungkin dapat
mendorong uterus dan adneksanya sedekat mungkin pada dinding perut, sehingga
memudahkan pembedahan. Hal ini penting, terutama pada pembedahan
mikro,untuk menampilkan genitalia interna tanpa tarikan karena kalau tidak, dapat
menimbulkan trauma pada waktu menarik, menjepit, atau menjahit alat-alat
tersebut.
Setelah rongga perut terbuka, penting untuk menghindarkan kerusakan
pada tuba dan permukaan peritoneum dengan jalan mengisi rongga perut dengan

39
larutan garam fisiologik, irigasi lapangan pembedahan terus-menerus, dan
melindungi alat-alat yang tidak dibedah dengan lembaran plastik.
Alat-alat bedah yang halus, khususnya gunting,pemegang jaru, cunam
arteri, cunam jaringan,dan sonde, dapat mengurangi kerusakan jaringan. Intuk
menghindari perlengketan di kemudian hari, jaringan harus senantiasa
dperlakukan secara halus, dan jangan sekali-kali menggosoknya. Perlekatan-
perlekatan harus dilepaskan dengan sangat berhati-hati agar tidak menimbulkan
kerusakan jaringan sekitarnya. Pemakaian lup atau mikroskop binokular dapat
memperbaiki penglihatan jaringan, sehingga memudahkan identifikasi jaringan
yang rusak, memudahkan pemakaian alat bedah yang halus, dan memudahkan
penjahitan. Alat pembesaran itu terutama sangat penting pada waktu melakukan
anastomosis dan diseksi fimbria.
Untuk pembedahan tuba sebaiknya di pakai benang nilon yang tidak di
absorbsi 4-0, 6-0, atau 8-0. Kalau memakai benang lain dapat menimbulkan
peradangan, fibrosis jaringan, atau kerusakan silia endosalping.
Pada akhir pembedahan dilakukan hidrotubasi untuk membilas sisa-sisa
darah dalam tuba, dan untuk menguji apakah jahitanya kedap air. Kalau tidak,
jahitan tersebut harus diperbaiki. Hidrotubasi pasca bedah masih dilakukan oleh
banyak pembedah, walaupun dapat dihadapkan kepada resiko infeksi. Beberapa
pembedah memakai kombinasi antibiotika dan kortison untuk menanggulangi
resiko infeksi yang dapat menimbulkan perlekatan.
Setelah luka bedah sembuh dan haid sudah datang, pasien dianjurkan
melakukan senggama seperti biasa. Pada waktu itu , pemeriksaan ringan untuk
menyakinkan tidak adanya masalah lain yang dapat mengurangi kesuburan dapat
dilakukan, diperbaiki.
c. Endometriosis
Adalah tumbuhnya kelenjar dan stroma endometrium yang masih
berfungsi di luar tempatnya yang biasa, yaitu rongga uterus. Laparaskopi
diagnostik pada istri pasangan infertil, cohen mendapatkan 23 % mengidap
penyakit itu.
Tanda dan gejala endometriosis sangat bervariasi. Wanita dengan
endometriosis ringan dapat menderita nyeri panggul hebat, dan sebaliknya, wanita
dengan endometriosis hebat keluhanya sangat ringan sekali. Nyeri pinggul dalam
bentuk disminorea (nyeri haid) sering kali di anggap sebagai gejala khas penyakit
ini. Tanda dan gejala lain dari endometriosis adalah dispareunia kalau penyakit itu

40
telar menjalar ke ligamentum sakrouterina dan cavum douglasi. Perdarahan
abnormal dari uterus, darah prahaid yang berwarna coklat, dan infertilitas primer
atau sekunder juga merupakan gejala dan tanda endometriosis. Periksa dalam
yang mendapatkan benjolan kecil-kecil pada ligamentum sakrouterina dan uterus
retrofleksi atau adneksa yang sukar digerakan patut dicurigai mengidap
endometriosis.
Terapi endometriosis terdiri dari :

 Menunggu sampai terjadinya kehamilan sendiri


 Pengobatan hormonal
 Pengobatan konservatif
Dengan menunggu saja pasien dapat hamil dengan sendirinya. Garcia dan David
mendapatkan angka kehamilan 65 % pada 17 pasien dengan endometriosis ringan
yang tidak dianjurkan untuk melakukan pembedahan. Tentu saja umur pasien dan
lama infertilitas harus menjadi pertimbangan untuk tidak melakukan terapi
menunggu ini.
Apabila pengobatan ditujukan untuk infertilitasnya karena endometriosis,
harus pula dipertimbangkan umur pasien,tahap penyakitnya, lama infertilitasnya
dan kehebatan keluhanya. Harus pula di ingat bahwa terapi hormonal memerlukan
waktu lama dan tidak selalu menyembuhkan endometriosis,kebanyakan hanya
menekan untuk beberapa lamanya. Oleh karena itu, pada pasien yang sudah lanjut
usia dan sudah lama infertilitasnya, sebaiknya di anjurkan untuk menempuh
pembedahan konservatif.pasien dengan tahap penyakit yang berat dan ingin
segera anak, pasti bukan calon untuk pengobatan hormonal.
Pil KB yang berkhasiat progestasional kuat seperti noretinodrel 5 mg +
mestranol 75 mikrogram(enovid) dapat di pakai untuk pengobatan endometriosis.
Pengobatan nya adalah sebagai berikut : 1 sampai 2 tablet sehari setiap hari terus-
menerus, kemudian dinaikan dengan 1 sampai 2 tablet lagi setiap minggu, sampai
pasien mendapatkan 20 mg ( 4 tablet ) seharinya. Pengobatan ini berlangsung
selama 6 sampai 9 bulan.
Preparat progestasional saja dapat juga di pakai , akan tetapi sering
menimbulkan perdarahan uterus yang abnormal, sehingga memerlukan
pengobatan tambahan dengan estrogen.

41
Dengan pengobatan hormonal tersebut di atas, yang mengakibatkan
keadaan”kehamilan semu”, kistner mendapatkan angka kehamilan 50%, dan
angka kambuh kira-kira 17%.
Danazol , obat endometriosis baru yang berkhasiat antigonadotrofik dan
menghambat steroidogenesis ovarium akan mengakibatkan keadaan “
menaupouse semu”. Ovulasi akan dihambat, dan dengan demikian endometrium
akan menjadi atrofik. Kekurangan estrogen akan mengakibatkan gejala-gejala
pascamenoupause, seperti berkeringat “ semburan panas “, dan gangguan
vasomotor lainnya. Virilisasi dan jerawat dapat pula terjadi. Danazol disampaikan
dalam kapsul dengan dosis 200 mg, yang dimakan 2 kali 2 kapsul atau 4 kali 1
kapsul sehari, terus menerus selama 6 bulan atau sampai respon klinik
memuaskan. Setelah pengobatan di hentikan, haid akan kembali seperti biasa 3-6
bulan kemudian. Kebanyakan kehamilan akan terjadi dalam 6 bulan pertama.
Pada laparaskopi pasca pengobatan, Dmowski dan Cohen mendapatkan 59%
sembuh sama sekali, 26% meninggalkan jaringan parut dan butir-butir
hemosiderin, dan 15% masih ada sisa-sisa endometriosis. Dowsky dan Cohen
melaporkan pula angka kehamilan sekitar 47%.
Sebagai kesimpulan dapat dikatakan danazol merupakan obat yang sangat
efektif untuk endometriosis, akan tetapi harga nya masih sangat mahal.

d. Induksi ovulasi
Pengobatan induksi ovulasi pada istri pasangan infertil yang tidak
berovulasi berkisar antara klomifen sitrat, bromokriptin, dan gonadotropin dari
manusia. Klomifen sitrat merupakan obat pilihan pertama untuk pasien dengan
siklus haid yang tidak berovulasi dan oligomenorea, dan pasti merupakan pilihan
pertama untuk pasien dengan amenorea sekunder yang kadar FSH, LH dan
prolaktinnya normal.
Adapun jenis-jenis pengobatan untuk menginduksi ovulasi dapat
digunakan untuk mengobati wanita dengan amenore atau menstruasi tidak teratur
yang bisa diberikan :7

1) Anti estrogen
Pengobatan induksi ovulasi pada istri pasangan infertil yang tidak
berovulasi berkisar antara klomifen sitrat, bromokriptin, dan gonadotropin dari
manusia. Klomifen sitrat merupakan obat pilihan pertama untuk pasien dengan

42
siklus haid yang tidak berovulasi dan oligomenorea, dan pasti merupakan
pilihan pertama untuk pasien dengan amenorea sekunder yang kadar FSH, LH
dan prolaktinnya normal.
Clomifen sitrat dapat membantu untuk menstimulasi terjaidnya ovulasi
pada wanita dengan amenore atau menstruasi tidak teratur. Clomifen dapat
digunakan pada wanita dengan infertilitas yang tidak diketahui dan PCOS.
Clomifen bekerja dengan berkompetisi dengan hormone estrogen untuk
menempati reseptornya di otak. Oleh karena jumlah estrogen yang terikat
dengan reseptornya sedikit maka tubuh akan memberikan sinyal ke otak bahwa
mereka kekurangan estrogen dan hal ini akan meransang pelepasan hormone
FSH dan LH ke dalam pembuluh darah. Tingginya kadar FSH akan
menstimulasi ovarium untuk membentuk folikel yang berisi sel telur, dan
tingginya kadar LH akan menyebabkan pelepasan sel telur dari folikel matur
dalam sebuah proses yang disebut ovulasi. Pengoabatan ini efektif untuk
membantu meningkatkan fertilitas pada wanita dengan PCOS, terbukti sekitar
70-80% penderita PCOS akan berovulasi dengan pemberian klomifen sitrat.

Obat itu terdiri dari 2 isomer stereo. Bentuk –sis berkhasiat anti-
estrogenik,sedangkan bentuk-trans berkhasiat anti-estrogenik lemah: bersama-
sama dapat menginduksi ovulasi pada 40-70% pasien yang diobati. Klomifen
khususnya bekerja terhadap hipotalamus, yang meningkatkan kadar FSH dan
LH serum selagi makan obat. Peningkatan hormon ini cukup untuk
mematangkan folikel dan membuat puncak FSH dan LH pada hari ke sembilan
setelah menyelesaikan pengobatan yang mengakibatkan ovulasi.
Kalau ada haid, klomifen sitrat diberikan pada hari kelima sampai hari ke
sembilan selama lima hari. Kalau tidak ada haid, dibuatkan dulu perdarahan
surut dengan pemberian 5 mg noretisteron, dua kali sehari selama lima hari,
dan pemberian klomifen dimulai pada hari kelima setelah hari pertama
terjadinya perdarahan surut. Terjadinya perdarahan surut tersebut merupakan
prognosis baik, karena memang diperlukan pengeluaran kadar estrogen tertentu
untuk mematangkan endometrium, untuk selanjutnya dapat di matangkan oleh
progesteron.
Dosis permulaan klomifen adalah 50 mg perhari selama 5 hari, dan
ovulasi biasanya terjadi pada hari keempat sampai hari kesepuluh setelah tablet

43
terakhir dimakan. Pada pasien dengan sindroma stein-Leventhal, dosis
permulaan klomifen cukup dengan 25 mg per hari selama 5 hari, karena
mereka sangat peka terhadap klomifen, yang dapat mengakibatkan kista
ovarium kalau dosis nya berlebihan. Hasil pengobatan klomifen harus terus-
menerus diikuti, sekurang-kurangya dengan catatan suhu basal tubuh, lebih
baik lagi kalau diikuti pemeriksaan estrogen dan pregnandiol di tengah-tengah
fase luteal dari siklus haid.

Terdapat empat kemungkinan hasil pengobatan klomifen:


1. Terjadi ovulasi
2. hanya terjadi pematangan folikel, mungkin dengan ovulasi yang terjadi
lambat atau dengan defek korpus luteum.
3. terjadi pematangan folikel tanpa terjadinya ovulasi
4.tak ada reaksi sama sekali
Pada kemungkinan hasil. (1)pengobatan di ulangi dengan dosis yang
sama pada kemungkinan (2).pengobatan diulangi dengan dosis yang sama.
Kalau hasilnya tetap sama,dosis selanjutnya ditingkatkan. Pada kemungkinan
(3). Pengobatan diulangi dengan dosis yang sama ditambah suntikan HCG
(3000-5000 UI) selama 5-7 hari setelah dosis klomifen terakhir dimakan.pada
kemungkinan (4), dosis klomifen ditingkatkan pada setiap siklus, dimulai
dengan 100 mg perhari selama lima hari dan berakhir dengan dosis maksimal
200 mg perhari selama lima hari. Pengobatan klomifen pada disfungsi
hipotalamus ringan dapat diharapkan berhasil menginduksi ovulasi pada 80%
dari kasus. Pada pasien dengan amenorea sekunder berhasil pada 56%. Kalau
eksresi estrogen urin kurang dari 5 mikrogram/24 jam, pengobatan dengan
klomifen hampir pasti tidak akan berhasil.

Pemberian klomifen dengan dosis seperti diuraikan diatas biasanya


tidak akan mengakibatkan hiperstimulasi. Walaupun demikian, apabila tidak
tersedia pemeriksaan hormonal untuk mengikuti hasil pengobatan klomifen,
sebaiknya dilakukan periksa-dalam dahulu sebelum dilanjutakan dengan
pengobatan berikutnya.

2) Gonadotropin

44
Seperti dikatakan sebelumnya bahwa 2 hormon yang dibutuhkan dalam
ovulasi adalah FSH dan LH. 2 hormon ini disebut gonadotropin. Ada beberapa
jenis sediaan gonadotropin yang bisa digunakan untuk meningkatkan fertilitas,
antara lain :

a. hMG (human menopausal gonadotropin) mengandung FSH dan LH alami


yang diekstrasi dan dipurifikasi dari urin wanita postmenopausal yang
mempunyai kadar hormone tinggi
b. uFSH (urinary follicle stimulating hormone) mengandung FSH yang
berasal dari purigfikasi urin wanita postmenopause
c. rfsh mengandung FSH yang diproduksi di laboratorium menggunakan
teknologi DNA
d. rLH (recombinant luteinizing hormone) mengandung LH yang diproduksi
di laboratorium menggunakan teknologi DNA

Selain untuk menstimulasi ovarium, gonadotropin juga ada yang


digunakan untuk meransang pelepasan sel telur dari folikel matur. Pemberian
gonadotropin jenis ini dilakukan ketika kita sudah mendeteksi bahwa folikel
benar-benar matur dan berisi sel telur di dalamnya baik dengan menggunakan
tes darah maupun USG ovarium. Obat-obat tersebut adalah :

a. uhCG (urinary human chorionic gonadotropin) mempunyai aktivitas


biologi yang sama dengan LH , walaupun juga mengandung FSH.
Hormone ini diekstraksi dan dipurifikasi dari urin wanita hamil
b. rhCG (recombinant human chorionic gonadotropin) yang dihasilkan dari
teknologi DNA di laboratorium
c. uLH (urinary luteinizing hormone) mengandung LH yang diekstraksi dan
dipurifikasi dari urin wanita postmenopouse
d. rLH

3) Gonadotropin releasing hormone (GnRH) pulsatil


GnRH dilepaskan secara teratur dalam interval anatar 60-120 menit
selama fase folikular dalam siklus haid yang normal. Sekresi GnRH secara
pulsatil dari hipotalamus di otak ke aliran darah akan menstimulasi kelenjar
pituitari untuk mensekresikan LH dan FSH. Pemberian medikasi ini melalui
pompa yang dipasang pada ikat pinggang dan dipakai sepanjang waktu. Pompa
ini akan memberikan dosis kecil yang teratur kepada pasien melalui sebuah

45
jarum yang ditempatkan di bawah kulit atau di dalam pembuluha darah.
Namun hal ini dapat menyebabkan infeksi dan alergi akibat pemasangan jarum
tersebut .
4) Gonadotropin releasing hormone analogue (GnRH agonis)
5) Dopamine agonis
Beberapa wanita berovulasi secara ireguler akibat pelepasan hormone
prolaktin yang berlebihan dari kelenjar pituitary yang biasa disebut
hiperprolaktinemia. Kelebihan hormone prolaktin ini akan mencegah terjadinya
ovulasi pada wanita dan hal ini akan menyebabkan terjadinya mentruasi yang
tidak teratur dan bahkan hingga berhenti sama sekali. Dopamine agonis seperti
bromokriptin dan Cabergolin melalui oral dapat mencegah hal ini dengan
menurunkan produksi prolaktin, sehingga ovarium dapat bekerja dengan baik.

6) Aromatose Inhibitor

Inhibitor Aromatose digunakan terutama pada kanker payudara pada


wanita post menopause. Mereka bekerja dengan menurunkan kadar estradiol
dalam sirkulasi dan mengurangi umpan balik negatif yang menstimulasi
peningkatan sekresi dari kelenjar pituitari dan sebagai akibatnya akan
meningkatkan kerja ovarium. Jenis obat penghambat aromatose ini adalah
letrozole dan anastrozole.

e. Terapi Bedah 4

Kadang-kadang penyebab infertilitas dapat ditangani dengan


pembedahan. Sebagai contoh, operasi merupakan pilihan terapi untuk beberapa
kelainan tuba, PCOS, adhesi, endometriosis dan kelainan uterus. Terapi bedah
untuk infertilitas antara lain :

1) Ovarian Drilling

Wanita infertil dengan PCOS mempunyai kesulitan dalam ovulasi.


Ovulasi dapat diinduksi secara pembedahan dengan prosedur yang disebut
ovarian drilling atau ovarian diathermy. Prosedur ini berguna untuk wanita
dengan PCOS yang resisten terhadap pengobatan dengan klomifen sitrat.
Ovarian drilling dilakukan secara laparoskopi melalui lubang insisi kecil,

46
kemudian beberapa insisi kecil dilakukan pada ovarium dengan menggunakan
panas atau laser. Proses ini akan membantu kelainan hormon dan memicu
terjadinya ovulasi.4

Gambar 3.9. Ovarian Drilling

2) Pembedahan pada tuba fallopi

Penutupan atau kerusakan pada tuba fallopi dapat diatasi dengan


berbagai macam jenis prosedur operasi tergantung dari lokasi penutupan dan
jenis kerusakannya.

a) Histerosalfingografi (HSG) merupakan sebuah prosedur yang dapat


digunakan untuk mendiagnosis masalah pada uterus dan tuba fallopi. HSG
menggunakan sinar X dan cairan radioopak yang dimasukkan ke traktus
reproduksi dari uterus sampai ke tuba fallopi melalui kateter dari serviks.4

b) Salpingolisis merupakan salah satu prosedur operasi dengan laparotomi


yang diiringi dengan penggunaan microscope untuk memperluas area.
Salpingolisis dilakukan dengan membebaskan tuba fallopi dari adhesi
dengan memotong perlengketan tersebut, biasanya menggunakan
electrosurgery dengan memakai elektrokauter.4

c) Salfingotomi biasanya dilakukan untuk membentuk sebuah lubang baru


pada tuba. Prosedur ini dapat dilakukan secara laparotomi ataupun
laparoskopi. Salfingostomi dapat dilakukan pada pengobatan kehamilan
ektopik dan infeksi pada tuba fallopi.4

47
d) Tuba anastomosis merupakan prosedur pembedahan dengan mengambil
jaringan tuba yang tertutup dan kemudian menyambung lagi ujung-ujung
tuba yang terpotong tersebut.4

e) Tuba kanalisasi, prosedur ini dilakukan ketika penutupan tuba relatif


terbatas. Prosedur ini dilakukan dengan mendorong kawat atau kateter
melalui penutupan tersebut sehingga terbuka. Prosedur ini dilakukan
dengan dipandu fluoroskopi.4

2. Penatalaksanaan Infertilitas Pada Pria

a. Air mani abnormal

Air mani disebut abnormal kalau pada 3 kali pemeriksaan berturut-


turut hasilnya tetap abnormal. Pada pasien dengan air mani abnormal kita
hanya bisa memberikan nasihat agar melakukan senggama berencana pada
saat-saat subur istri untuk meningkatkan presentasi terjadinya pembuahan.5

b. Varikokel

Pada pria dengan varikokel, motilitas sperma terjadi penurunan.


Menurut MacLeod, penurunan motilitas sperma itu terjadi pada 90% pria
dengan varikokel, sekalipun hormon-hormonnya normal. Varikokelektomi
hampir selalu dianjurkan untuk semua varikokel dengan penurunan motilitas
spermatozoa. Kira-kira 2/3 pria dengan varikokel yang dioperasikan
mengalami perbaikan dalam motilitas spermatozoanya.5

c. Infeksi

Infeksi akut traktus genitalia dapat menyumbat vasa deferen atau


merusak jaringan testis sehingga pria yang bersangkutan menjadi steril. Akan
tetapi, infeksi yang terjadi kronik mungkin hanya akan menurunkan kualitas
sperma dan masih dapat diperbaiki menjadi seperti semula. Air mani yang
selalu mengandung banyak leukosit, apalagi kalau disertai gejala disuria, nyeri
pada waktu ejakulasi, nyeri punggung bagian bawah, patut diduga karena
infeksi kronis traktus genitalia. Antibiotik yang terbaik adalah yang akan

48
terkumpul dalam traktus genitalia dalam konsentrasi yang besar, seperti
eritromisin, tetrasiklin dan kotrimoksazol.5

d. Defisiensi Gonadotropin

Sama halnya dengan wanita, kurangnya hormon gonadotropin pada


pria juga dapat menyebabkan infertilitas walaupun hal ini jarang terjadi. Pria
dengan defisiensi gonadotropin bawaan sering kali mengalami pubertas yang
terlambat. Pengobatannya sama seperti pada wanita, yaitu dengan pemberian
preparat hormon seperti LH dan FSH ataupun GnRH.5

e. Hiperprolaktinemia
Hiperprolaktinemia pada pria dapat mengakibatkan impotensi, testikel
yang mengecil dan kadang-kadang galaktorea. Analisis air mani biasanya
normal atau sedikit berkurang. Pengobatan dengan menggunakan bromokriptin
dilaporkan dapat memperbaiki spermatogenesisnya.5
f. Sumbatan vas

Pria yang tersumbat vasnya akan mempertunjukan azoosperma,


dengan besar testiskel kadar fsh yang normal. Dua tanda terakhir itu sangat
konsisten untuk spermatogenesis yang normal. Operasi vasoepididimostomi
belum memuaskan hasilnya. Walaupun 90% dari ejakulatnya mengandung
spermatozoa, akan tetapi angka kehamilanya berkisar sekitar 5-30%.

g. Uji pascasanggama yang abnormal

Sebagian besar uji pascasanggama yang abnormal disebabkan oleh


saat pemeriksaan yang tidak tepat, baik terlampau dini maupun terlampau
lambat dalam siklus haid. Sekalipun pada seorang wanita yang fertil, terdapat
kesempatan dua hari saja untuk melakukan uji pascasanggama yang tepat, yaitu
sekitar setengah siklus haidnya. Oleh karena itu, apabila diperoleh hasil uji
pascasanggama yang abnormal, sebaiknya diulang beberapa kali lagi pada saat
yang sangat tepat tadi.
Penyebab uji pascasanggama yang abnormal lain adalah air mani
yang abnormal, sperti azoosperma,oligosperma, kelainan morfologi
spermatozoa yang tinggi atau likeufaksi air mani yang lambat. Hasil analisis air

49
mani yang baik, dan ditemukanya spermatozoa bergerak progresif dalam lendir
serviks, mengacu kepada prognosis yang baik.
Kremer dan jager, pada penelitian 52 pasangan infertil dengan hasil
uji pascasanggama abnormal dan hasil uji penetrasi spermatozoa in vitro , yang
abnormal pula mendapatkan 78 % mempertunjukan adanya aglutinin
spermatozoa dalam serum juga dalam cairan genital dari suami atau istri.
Dalam hal terdapatnya antibodi antispermatozoa dalam lendir servik atau
spermatozoa, gerakan progresif spermatozoa dalam ejakulat akan berubah
menjadi”gemetaran di tempat” segera setelah terjadi kontak antara lendir servik
dengan spermatozoa. Fenomena spermatozoa yang “gemetaran di tempat” itu
disebabkan oleh terikatnya spermazoa melalui antibodi antispermatozoa kepada
benang-benang halus musin lendir serviks. Pemeriksaan untuk mengetahui
adanya antibodi antispermatozoa itu disebut uji kontak spermatozoa dengan
lendir serviks, atau uji kremer dan Jager.
Apabila tidak di temukan antibodi antispermatozoa, maka timbul
keraguan apa gerangan pengobatanya. Estrogen,klomifen sitrat, cawan serviks,
dan inseminasi buatan intrauterin dengan air mani suami telah di coba untuk
mengobatinya.
Dietil stillbestrol (DES) yang diberikan dengan dosis 0,1-0,2 mg per
hari di mulai pada hari kelima sampai kedua puluh dari siklus haid dapat
memperbaiki uji pascasanggama yang abnormal, kalau sebabnya adalah
kualitas dan jumlah lendir serviks yang kurang akan tetapi pasti tidak akan
lebih memperbaiki lagi kalau lendir serviks nya normal. Akan tetapi pemberian
DES dengan dosis seperti itu dapat juga menghambat terjadinya ovulasi.
Pemberian klomifen sitrat untuk memperbaiki uji pascasanggama
didasarkan atas anggapan bahwa lendir serviks yang kurang baik itu dapat
disebabkan oleh perkembangan folikular yang kurang adekuat. Tidak diragukan
lagi bahwa perkembangan folikular akan bertambah baik dengan pemberian
obat itu akan tetapi efek anti estrogenik dari obat ini terdapat lendir serviks
berlaku juga, apalagi ovulasinya terjadi dalam 6 hari setelah selesai pengobatan
tersebut

3.7 Assisted Reproductive Technology


1. Intrauterine Insemination (IUI)

50
IUI merupakan sebuah proses memesukkan sperma melalui serviks
kedalam uterus. Hal ini dilakukan dengan menggunakan sebuah tabung
plastik yang melewati serviks menuju uterus. Prosedur ini dilakukan
bersamaan dengan waktu terjadinya ovulasi pada sang wanita. Untuk
melakukan tekhnik ini, sang wanita harus mempunyai uterus dan tuba fallopi
yang normal. IUI ini digunakan pada wanita yang mempunyai kelainan
mucus serviks, endometriosis, atau ada faktor infertilitas pada laki-laki.5

Gambar 3.10. Intrauterine Insemination

2. In Vitro Fertilisation (IVF)


IVF berarti fertilisasi yang dilakukan diluar tubuh. Dalam proses IVF,
pasien juga termasuk mendapat pengobatan untuk menstimulasi ovarium
untuk memproduksi lebih banyak sel telur. Ketika sel telur sudah terbentuk,
sel telur tersebut akan diambil melalui operasi kecil. Sel telur kemudian
akan dicampur dengan sperma dilaboratorium dan diinkubasikan selama 2-3
hari. Tujuannya agar sperma dapat membuahi sel telur dan membentuk
embrio. Embrio tersebut kemudian akan diletakkan didalam uterus wanita
menggunakan sebuah tabung plastik melalui vagina dan serviks. Kemudian
setelah embrio dimasukkan diperlukan beberapa tambahan hormon untuk
membantu implantasi embrio, dalam hal ini progesteron dan hCG. IVF

51
merupakan terapi yang sangat berguna bagi wanita dengan kerusakan tuba,
infertilitas yang tak diketahui, endometriosis dan infertilitas pada laki-laki.5

Gambar 3.11. IVF

3. Gamete Intrafallopian Transfer (GIFT) dan Zygote Intrafallopian Transfer


(ZIFT)
Gamet merupakan sebuah sel telur atau sperma. Teknik
pengambilan sel telur dan sperma pada GIFT dilakukan dengan cara yang
sama seperti pada IVF. Sel Telur dan sperma kemudian dicampur dan
langsung dipindah tempatkan ke tuba fallopi. Hal ini dilakukan secara
laparoskopi melalui insisi kecil pada abdomen, atau dengan menggunakan
kateter kecil melalui serviks. Dengan cara ini memungkinkan sperma
secara natural membuahi sel telur di tuba fallopi. Untuk itu tuba fallopi
wanita haruslah sehat. Tidak berbeda jauh dengan GIFT, ZIFT dilakukan
dengan cara yang sama, tetapi pada ZIFT yang dipindah ke tuba fallopi
adalah dalam bentuk Zigot bukan sel telur dan sperma seperti pada GIFT.
Kedua teknik ini sekarang sudah tergantikan dengan IVF sehingga jarang
dilakukan. Dengan teknik ini persentase terjadinya kehamilan lebih tinggi
sedikit daripada dengan tekhnik IVF, namun prosedur pelaksanaannya
lebih rumit dan tidak nyaman bagi pasien.6

52
Gambar 3.12. GIFT

Gambar 3.13. ZIFT

4. Intracytoplasmic Sperm Injection (ICSI)


Substansi didalam sel telur disebut sitoplasma dan ICSI merupakan
suatu teknik reproduksi buatan dengan memasukkan sebuah sperma secara
langsung ke sitoplasma dari sel telur. Prosedur ini dilakukan dengan
menggunakan jarum mikro. Sel telur yang sudah dimasuki sperma ini
kemudian ditempatkan didalam iterus sama seperti IVF. Teknik ICSI ini
berguna untuk pasangan yang tidak berhasil dengan IVF, atau bila kualitas
sperma yang baik terlalu sedikit untuk dilakukan IVF. ICSI mempunyai
angka fertilisasi yang tinggi namun angka terjadinya kehamilan hampir
sama dengan teknik IVF.6

53
Gambar 3.14. ICSI

3.8 Prognosis
Menurut Behrman dan Kistner, prognosis terjadinya kehamilan tergantung
pada umur suami, umur istri, dan lamanya dihadapkan kepada kemugnkinan
kehamilan (frekuensi hubungan seksual dan lamanya perkawinan). Fertilitas
maksimal wanita dicapai pada umur 24 tahun, kemudian menurun perlahan-lahan
sampai umur 30 tahun dan setelah itu menurun dengan cepat.6
Menurut MacLeod, fertilitas maksimal pria dicapai pada umur 24-25
tahun. Hampir pada setiap golongan umur pria proporsi terjadinya kehamilan
dalam waktu kurang dari 6 bulan meningkat dengan meningkanya frekuensi
senggama.6,7
Jones dan Pourmand berkesimpulan bahwa pasangan yang telah
dihadapkan pada infertilitas selama 3 tahun, angka harapan terjadinya kehamilan
adalah sebesar 50% atau bisa dikatakan prognosisnya baik, sedangkan pada
pasangan yang infertilitasnya sudah mencapai 5 tahun angka harapan terjadinya
kehamilan adalah 30% dan bisa dikatakan prognosisnya buruk.7

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

54
Infertilitas dibagi menjadi 2, yaitu Infertilitas primer dan Infertilitas
sekunder. Infertilitas primer merupakan ketidakmampuan pasangan suami istri
untuk memperoleh anak setelah berhubungan seksual secara teratur selama 1
tahun dan tanpa menggunakan kontrasepsi. Sedangkan Infertilitas sekunder adalah
ketidakmampuan pasangan suami istri untuk memperoleh anak lagi setelah
berhubungan seksual secara teratur selama 1 tahun tanpa menggunakan
kontrasepsi, dimana sebelumnya pasangan ini telah mempunyai anak.
Infertilitas bisa disebabkan oleh faktor laki-laki, faktor wanita dan faktor
keduanya. Ada beberapa penatalaksanaan yang dapat menjadi pilihan bagi
pasangan infertil sesuai dengan masalah yang dialami, yaitu pemberian obat-
obatan, pembedahan dan assisted reproductive technology.

4.2 Saran

Pemeriksaan yang baik hendaknya dengan tanggap dan cepat untuk


memberikan dan merespon hasil pemeriksaan infertilitas. Meskipun ini bukanlah
sebuah kasus gawat darurat tetapi perlu tindak lanjut juga dari pihak konsultan
yang lebih mengerti dan paham masalah infertilitas.
Demikian yang dapat penyusun paparkan mengenai materi yang menjadi
pokok permasalahan dalam referat ini. Tentu saja masih banyak kekurangan dan
kelemahannya dikarnakan kurangnya rujukan dan referensi yang ada hubungan
dengan referat ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan
penyusun terima dengan baik demi sempurnanya referat ini.

DAFTAR PUSTAKA

1
Puscheck, Elizabeth E. Infertility.Emedicine.2013. Available from URL:
http://www emedicine/274143-overview.htm. Accessed March 1, 2013.

55
2
Prawirohardjo, Sarwono. Infertilitas in Ilmu kandungan. Edisi kedua. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka. 1997 . 496-531
3
Female Infertility.Mayoclinic.2013. Available from URL: http://www female
infertility/con-20033618_2.htm. Accessed March 1, 2013.
4
Male Infertility.Mayoclinic.2013. Available from URL: http://www male
infertility/con-20033113.htm. Accessed March 1, 2013
5
Infertility.Mayoclinic.2013. Available from URL: http://www mayo clinic/con-
20034770.htm. Accessed March 1, 2013.
6
Infertility.Pubmed.2013. Available from URL: http://www pubmed
Health/Infertility - National Library of Medicine - PubMed Health.htm.
Accessed March 1, 2013.
7
Emre, Selli. Infertility. New York: John Wiley & Sons. 2011. 4-27

56

Anda mungkin juga menyukai