PENDAHULUAN
1
telah disebutkan tidak dimiliki oleh pasangan suami istri, pasangan tersebut tidak
akan mampu memiliki anak.1,2
Infertilitas merupakan kondisi medis yang mempunyai efek tidak hanya
secara medis bagi penderitanya, tapi juga secara psikologi terutama secara wanita.
Wanita seringnya menjadi menderita karena beban hal ini, apalagi ada budaya-
budaya tertentu yang menganggap wanita merupakan sumber masalah bagi
pasangan infertil. Hal ini akan meningkatkan angka kekerasan yang terjadi pada
wanita dan juga angka perceraian. Bagi sang suami menganggap wanita sebagai
sumber masalah infertilitas, akan berubah prilaku seksualnya, mereka akan sering
berganti-ganti pasangan seksual walaupun sudah bercerai dengan istrinya yang
mana akan meningkatkan resiko terjangkitnya HIV/AIDS. 1,2
Beberapa penelitian dalam 10 tahun terakhir, walaupun etiologinya belum
diketahui, mulai mengetahui bahwa infertilitas dapat ikut menjadi faktor yang
menyebabkan morbiditas dan mortalitas pada ibu dan bayi.1
1.2 Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah diatas, masalah yang
diutarakan adalah bagaimana etiologi, pemeriksaan dan penatalaksanaan dari
infertilitas.
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas obstetri dan gynekologi.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan anamnesis dan pemeriksaan infertilitas
pada pasangan suami istri
b. Mahasiswa mampu melakukan penanganan dan penatalaksanaan yang
tepat pada pasangan suami istri yang infertil
1.4 Manfaat
2
Hasil dari penulisan tinjauan pustaka ini dapat memberikan informasi
mengenai etiologi, pemeriksaan dan penatalaksanaan dari infertilitas. Selain itu
dapat juga dijadikan sebagai bahan penelitian selanjutnya.
BAB II
3
TINJAUAN PUSTAKA
4
Pada bayi laki-laki, mereka lahir dengan 2 testis. Setiap testis mempunyai
kemampuan untuk membuat dan menyimpan sperma secara berkelanjutan. Hal ini
dimulai ketika masa pubertas, stok sperma baru akan dibuat setiap 72 jam, akibat
respon hormon testosteron, GnRH, LH, FSH. Saluran epididimis merupakan
tempat untuk pematangan sperma yang kemudian akan berjalan melalui vasa
deferens dan ductus ejakulatorius. Selama dalam perjalanan ini, sperma akan
bercampur dengan sekret dari epididimis, vasa deferens, vesikula seminalis, dan
prostat untuk membentuk semen. Ketika sudah diejakulasikan, sperma harus
berenang melalui serviks untuk bertemu dengan sel telur.1
BAB III
5
PEMBAHASAN
3.1 Definisi
3.2 Insidens
6
Sekitar 10 hingga 15 persen pasangan suami-istri mengalami kesulitan
memperoleh keturunan sehingga memerlukan bantuan medis untuk mendapatkan
keturunan. 70% kasus infertilitas terjadi karena faktor suami atau istri saja, 20%
karena pengaruh gabungan suami dan istri sedangkan 10% belum diketahui
penyebabnya. 1
3.3 Etiologi
7
Kelainan ini dapat disebabkan oleh ejakulasi dini, ejakulasi retrogard,
penyakit genetik seperti fibrosis kistik, kelainan struktural, atau kerusakan pada
saluran reproduksi akibat trauma. Sperma pada laki-laki melalui beberapa
saluran dari testis sampai ke uretra, dan apabila terjadi kerusakan pada saluran-
saluran ini maka akan dapat menghambat pengeluaran sperma dan bisa
berakhir pada infertilitas. Kerusakan saluran ini dapat berupa kelainan genetik,
namun yang paling sering adalah akibat adanya infeksi dan vasektomi.
c. Paparan faktor lingkungan
Paparan faktor lingkungan seperti bahan kimia, radiasi, marijuana, serta
paparan panas yang berlebihan dapat meningkatkan temperatur tubuh dan
mengganggu produksi sperma. Kemoterapi dan radioterapi pada pengobatan
kanker juga dapat mengganggu produksi sperma.
d. Unexplained infertility
Bentuk unexplained infertility pada pria dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, seperti stres kronis, gangguan kelenjar endokrin akibat polusi
lingkungan, dan kelainan genetik.
e. Varikokel
Varikokel merupakan suatu keadaan dimana adanya dilatasi vena. Alran
darah yang terlalu banyak akan menyebabkan pembuluh darah disekitar testis
membesar sehingga akanmeningkat suhu testis dan pada akhirnya akan
berpengaruh pada produksi sperma. Sperma pada laki-laki melalui beberapa
saluran dari testis sampai ke uretra dan apabila terjadi kerusakan pada saluran-
saluran ini maka akan dapat menghambat pengeluaran sperma dan bisa
berakhir pada infertilitas. Kerusakan saluran ini dapat berupa kelainan genetik,
namun yang paling sering adalah akibat adanya infeksi atau vasektomi.
8
2. Etiologi Infertilitas Wanita 2,3
Penyebab terjadinya infertilitas pada wanita dapat dibagi menjadi beberapa
golongan penyebab, yaitu :
a. Kegagalan Ovulasi
Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab yang paling sering
kenapa wanita tidak bisa memiliki anak, yaitu sekitar 30% dari seluruh wanita
infertil.
Penyebab terjadinya gangguan ovulasi dapat diklasifikasikan menjadi :
1) Gangguan hormonal
Gangguan ini merupakan penyebab paling sering terjadinya ganguan
ovulasi. Proses dari suatu ovulasi tergantung dari keseimbangan yang
komples dari interaksi hormon-hormon.
2) Disfungsi Hipotalamus-Hipofisis
Hormon FSH dan LH diproduksi kelenjar hipofisis pada siklus
menstruasi. Stress fisik atau emosi yang berlebih, berat badan yang kurang
atau erlebih dapat mempengaruhi ovulasi. Tanda dari kelainan ini adalah
periode absen atau ireguler dari menstruasi tanpa gangguan ovarium
3) Scar pada ovarium
Kerusakan fisik pada ovarium dapat berakibat gagalnya ovulasi.
Sebagai contoh, adanya operasi ekstensif adan invasi yang dilakukan
berulang-ulang pada kista ovarium dapat menyebabkan kapsul ovarium
menjadi rusak, sehingga folikel tidak dapat menjadi matur dengan benar
dan ovulasi tidak terjadi. Selain itu infeksi juga dapat berakibata seperti ini.
4) Menopuase premature
Hal ini jarang terjadi dan belum dapat dijelaskan bagaimana hal ini
mempengaruhi ovulasi. Hal ini diduga karena adanya autoimun yang
menyerang jaringan ovarium atau karena adanya pengaruh genetik. Hal ini
menyebabkan gangguan produksi sel telur dari ovarium serta penurunan
estrogen sebelum mencapai usia 40 tahun.
5) Masalah folikel
6) Polycistic Ovarium syndrome ( PCOS )
9
Pada penyakit ini, tubuh memproduksi hormon androgen yang terlalu
banyak, sehingga dapat mempengaruhi ovulasi. PCOS berhubungan dengan
resistensi insulin dan obesitas.
Menurut Nasional Institude of health , PCOS di tetapkan jika
diagnosisnya terdapat paling sedikit 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor :
Kriteria mayor :
-Anovulasi
-Hiperandrogenemia
Kriteria minor :
-Resistensi insulin
-Obesitas
-LH/FSH> 2,5
-Hirsutisme
-Pada USG terbukti ditemukan ovarium polikistik
10
pada cavum abdomina yang dapat mempengaruhi tuba fallopi dan dapat
berakibat timbulnya scar serta penutupan saluran tuba.
3) Riwayat operasi
Riwayat operasi merupakan salah satu penyebab penting pada
terjadinya kerusakan tuba. Operasi pada abdomen dan pevis dapat
menyebabkan terjaidnya adhesi yang dapat merubah tuba sehingga sel telur
tidak dapat melewatinya
4) Kehamilan Ektopik
Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang terjadi disaluran tuba,
sehingga dapat terjadi kerusakan tuba.
5) Kelainan kongenital
Hal ini sangat jarang terjadi, pada beberapa kasus, wanita dapat
dilahirkan dengan tuba yang abnormal.
4 Endometriosis
Sekitar 10% dari paangan infertil disebabkan oleh endometriosis. Pada
kenyataannya, 30-40% pasien dengan endometriosis didiagnosis dengan
infertil. Endometriosis merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan
adanya pertumbuhan jaringan endometrium pada daerah lain selain cavum
uteri, yang paling sering terjadi pada cavum pelvis, termasuk ovarium.
Diagnosis pasti dari penyakit ini hanya bisa ditegakan dengan laparoskopi
untuk melihat uterus, tuba fallopi, ovarium dan peritonium pelvis secara
langsung. Gejala pada endometriosis antara lain adanya menstruasi yang lama,
banyak dan nyeri, bercak premenstrual, perdarahan rectal dan urgency urin.
5 Kelainan pada Mucus Serviks
Mucus serviks berperan sebagai sarana tranportasi sperma yang masuk
kedalam vagina. Spermatozoa memerlukan cairan mucus untuk
melindunginya dari keasaman vagina dan membantunya bergerak masuk
kedalam uterus. Oleh karena itu adanya kelainan pada mucus ini dapat
menghambat pergerakan sperma sehingga tidak bisa sampai ke sel telur. Pada
beberapa kasus, mucus serviks juga dapat mengandung antibodi antisperma,
yang juga dapat menganggu sperma.
6 Kelainan uterus
11
Kelainan uterus seperti adhesi dan poloip dapat menyebabkan
infertilitas. Selain itu variasi posisi uterus, sumbatan kanalis servikalis juga
dapat menyebabkan infertilitas.
3. Etiologi Infertilitas dalam pasangan 2,3
Penyebab terjadinya infertilitas dalam pasangan dapat dibagi menjadi
beberapa golongan penyebab, yaitu :
a. Hubungan seksual
Penyebab infertilitas ditinjau daris egi hubungan seksual meliputi :
frekuensi, posisi dan melakukannya tidak pada masa subur.
1) Frekuensi
Hubungan intim ( coitus ) atau onani (masturbasi) yang dilakukan
setiap hari akan mengurangi jumlahb dan kepadatan sperma. Frekuensi yang
dianjurkan adalah 2-3 kali seminggu sehingga memberi waktu testis
memproduksi sperma dala jumlah cukup dan matang.
2) Posisi
Infertilitas dipengaruhi oleh hubungan seksual yang berkualitas, yaitu
dilakukan dengan frekuensi 2-3 kali seminggu, terjadi penetrasi dan tanpa
kontrasepsi. Penetrasi adalah masuknya penis ke vagina sehingga sperma
dapat dikeluarkan, yang anantinya akan bertemu sel telur yang menunggu
disaluran telur wanita, Penetrasi terjadi bila penis tegang ( ereksi ). Oleh karna
itu ganguan ereksi (impotensi ) dapat menyebabkan infertilitas. Penetrasi yang
optimal dilakukan dengan cara posisi pria diatas dan wanita dibawah. Sebagai
tambahan, dibawah pantat wanita diberi bantal agar sperma dapat tertampung.
Dianjurkan, setelah wanita menerima sperma, wanita berbaring selama 10
menit sampai 1 jam, bertujuan memberi waktu pada sperma bergerak menuju
saluran telur untuk bertemu sel telur.
3.4 Pemeriksaan
Setiap pasangan infertile harus diperlakukan secara satu kesatuan. Itu
berarti, kalau istri saja sedangkan suaminya tidak mau diperiksa, amka pasangan
itu tidak diperiksa. Adapun syarat-syarat pemeriksaan pasangan infertile adalah
sebagai berikut : 2
12
1. Istri yang berumur antara 20-30 tahun baru akan diperiksa setelah
berusaha untuk mendapatkan anak selama 12 bulan. Pemeriksaan dapat
dilakukan lebih dini apabila :
a. Pernah mengalami keguguran berulang
b. Diketahui mengidap kelainan endokrin
c. Pernah mengalami peradangan rongga panggul atau rongga perut
d. Pernah mengalami bedah ginekologik
2. Istri yang berumur antara 31-35 tahun dapat diperiksa pada kesempatan
pertama pasangan itu datang ke dokter
3. Istri pasangan infertile yang berumur antara 36-40 tahun hanya dilakukan
pemeriksaan infertilitas kalau belum punya anak dari perkawinan ini
4. Pemeriksaan infertilitas tidak dilakukan pada pasangan infertile yang salah
satu anggota pasangannya mengidap penyakit yang dapat membahayakan
kesehatan istri dan anaknya
Tabel. 3.2 Rencana pemeriksaan pasangan infertile dalam 3 siklus haid istri
13
Berbagai pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan infertilitas
14
pasangan infertile, pendekatan diagnose secara sistematis diperlukan untuk
evaluasi diagnostic infertilitas.3.4
a. Faktor pria : analisis semen
Setiap laki-laki dalam semua pasangan infertile harus menjalani analisis
air mani, terlepas dari riwayat kesuburannya. Sebagaimana telah disebutkan
sebelumnya, penyebab infertilitas pria banyak sekali, termasuk eksposur terhadap
obat, racun, penyalahgunaan zat, trauma testis, infeksi, dan riwayat operasi
sebelumnya. Sedikitnya 2 atau 3 spesimen yang diambil dalam interval 1-2 bulan
direkomendasikan untuk analisis semen. Jika mereka berbeda secara nyata dalam
karakteristik fisik, specimen tambahan harus diambil lagi. Specimen umumnya
diperoleh dengan masturbasi dan dimasukkan ke dalam wadah steril, tetapi dapat
juga diperoleh melalui hubungan seksual dengan menggunakan kondom khusus.
Pengumpulan specimen dilakukan setelah berpuasa hubungna seksual
(abstinensia) selama 3-5 hari. Abstinensia yang terlalu lama sebelum pengambilan
specimen akan menyebabkan bertambahnya volume semen namun berkurang
motilitas spermanya. Setelah diambil, specimen harus disipan dalam suhu ruangan
dan diperiksa oleh laboratorium maksimal dalam 1 jam kemudian.3
Pemeriksaan dasar pada analisis semen antara lain volume semen,
konsentrasi sperma, motilitas sperma, viskositas, aglutinasi, dan morfologinya
sesuai yang sudah ditetapkan oleh WHO. Meskipun analisis semen adalah
landasan utama dalam pemeriksaan infertilitas, namun pemeriksaan ini adalah
predictor yang relative buruk untuk menilai kesuburan kecuali parameter semen
sudah sangan abnormal.3
Tabel 3.3 Nilai normal analisis semen
Variable Value
Volume 1,5-5,0 ml
Sperm concentration >20 million/ml
Total sperm number >40 million per ejaculate
Motility (percentage moving forward) >50
Forward progression >2 (scale 0-4)
Normal morphologic features >50 %: >30%; >14 %
Sperm agglutination <2 (scale 0-3)
Viscosity <3(scale 0-4)
Apabila hasil analisis semen abnormal pada pasangan laki-laki, maka perlu
dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memastikan penyebab infertilitasnya.3
15
Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakcocokan imunologik antara suami
dan istri maka dapat dilakukan uji kontak air mani dengan lencir serviks (sperm
cervical mucus contact test (SCMC test)). Uji yang dikembangkan oleh Kramer
dan Jager ini dapat mempertunjukkan adanya antibody lokal pada pria atau
wanita. Menurut Kramer dan Jager, pada ejakulat dengan autoimunisasi, gerakan
maju spermatozoa akan berubah menjadi terhenti, atau gemetar ditempat kalau
bersinggungan dengan lendir serviks. Perangan gemetar ditempat ini terjadi pula
kalau air mani yang normal bersinggungan dengan lendir serviks dari wanita yang
serumnya mengandung antibody terhadap spermatozoa suami. Uji ini sangat
berguna untuk menyelidiki adanya factor imunologik apabila ternyata uji pasca
senggama (postcoital test) selalu negative atau kurang baik, sedangkan kualitas air
mani dan lendir serviks normal. Perbandingan banyaknya spermatozoa yang
gemetar ditempat, yang maju pesat, dan yang tidak bergerak mungkin menentukan
prognosis fertilitas pasangan itu.3
b. Faktor wanita
1) Faktor ovulasi
Gangguan ovulasi terdapat pada sekitar 15 % dari seluruh pasangan
infertile dan 40 % daris semua wanita infertile. Penyebab gangguan ovulasi ini
bermacam-macam, antara lain hipotiroidisme, hiperprolactinemia, PCOS,
obesitas, factor umur ibu. Untuk melihat begaimana fungsi ovulasi seorang
wanita, riwayat menstruasi merupakan tanda yang akurat. Wanita dengan
siklus regular antara 25-35 hari dan ada gejala premenstrual ternyata lebih dari
95 % bersifat ovulatoar. Untuk mengetahui terjadinya ovulasi ada abeberapa
tes sederhana yang dapat dilakukan, seperti pengukuran serum progesterone
dan pembuatan grafik suhu basal tubuh. 4
Tes serum progesterone merupakan tes yang murah dan banyak
digunakan. Pada tes ini memanfaatkan kenaikan serum progesterone setelah
terjaid ovulasi. Specimen darah diambil di hari ke 21 pada siklus menstruasi
regular 28 hari. Adanya serum prigesteron lebih dari 3 ng/ml menunjukkan
telah terjadi ovulasi. Namun tes ini sering terjadi negative palsu karena perlu
pengambilan specimen darah pada waktu yang tepat .4
Pengukuran suhu basal tubuh diguankan untuk mengukur secara tidak
langsung kenaikan level hormone progesterone yang mempunyai efek
termogenik. Peningkatan hormone progesterone setelah terjadi ovulasi akan
16
meningkatkan suhu basal tubuh 0,30-0,60 C yang biasanya berlangsung selama
11-14 hari setelah ovulasi. Pengukuran suhu basal tubuh ini dilakukan pada
pagi hari pertama menstruasi. Pemeriksaan ini akurat untuk memastikan
adanya ovulasi namun kurang akurat utnuk memastikan waktu terjadinya
ovulasi.4
Selain kedua tes diatas juga adates dengan menggunakan ovulation
predictor kit. Alat ini menggunakan enzim immunoassay untuk mendeteksi
adanya peningkatan LH yang diketahui merupakan pemacu terjadinya ovulasi.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan urin pasien untuk
mendeteksi adanya LH, yang akan menghasilkan perubahan warna pada
indikator alat ini. Pemeriksaan dilakukan pertama kali pada hari ke sepuluh
setelah awal mentruasi dan diperiksa pada hari keberapa terjadi perubahan
warna indicator pada alat. Positif palsu dapat terjadi bila urin yang dipakai
adalah urin pagi karena urin pagi cenderung lebih pekat. Pada pemeriksaan ini
juga bisa didapatkan LH pada urin yang persisten selama satu bulan penuh, ini
biasanya menunjang untuk dicurigai PCOS.4
2) Faktor Cervical
Infertilitas karena factor serviks biasnaya disebabkan oleh kelainna
produksi mucus atau adanya gangguan pada interaksi antara sel sperma dan
mucus serviks. Secara tradisional, hal ini dapat dideteksi dengan melakukan
postcoital test (PCT). PCT dilakukan sekitar 2-3 hari sebelum ovulasi
diprediksikan terjadi, kemudaian pasangan yang dilakukan tes diminta untuk
melakukan hubungan seksual antara 2-12 jam sebelum tes. Setelah itu wanita
kemudian datang ke petugas medis, yang akan mengambil mucus serviksnya.
Lendir kemudian ditempatkan pada laca slide dimana spinnbarkheitnya
(stretchability) dinilai. Jumlah sperma yang motil juga dihitung per bidang
high power mikroskopis. Namun PCT ini tidak direkomendasikan oleh
American Society for Reproductive Medicine, karena 3 alasan :4
a) Tes ini tidak distandarisasikan, tidak sensitive, tidak spesifik, dan
tidak prediktif
b) Factor serviks jarang ditemukan sebagai satu-satunya factor yang
menyebabkan infertilitas
17
c) Pengobatan secara kontemporer untuk mengobati infertilitas yang
tidak dapat dijelaskan dapat mengaburkan keterlibatan factor serviks
dalam infertilitas.
3) Faktor Uterus dan Tuba
Kelainan uterus seperti myoma submukosa dan polip endometrium
dapat menyebabkan infertilitas walaupun jarang terjadi. Namun untuk
kelainan tuba merupakan penyebab paling sering terjadinya infertilitas.
Penyakit yang paling sering pada kelainan tuba adalah Pelvic Inflammatory
Disease (PID) karena infeksi penyakit menular seksual yang disebbakan
bakteri Chlamydia trakhomatis atau Neiserria gonorrhoeae. Penyakit yang
melibatkan uterus dan tuba dapat dilihat dengan menggunakan
histerosalfingogram (HSG). HSG merupakan suatu studi pencitraan yang
menggunakan pewarna radioopak untuk melihat kavitas uterus dan tuba
fallopi melalui fluoroskopi. Ada pula suatu data yang menyebutkan bahwa
fluoroskopi juga dapat berefek sebagai terapeutik pada infertilitas yang tidak
diketahui, teruatama bila menggunakan pewarna radioopak dengan bahan
dasar minyak. Prosedur pemeriksaan harus dilakukan kira-kira 2-3 hari setelah
menstruasi berhenti utnuk emmastikan bahwa pasien tidak dalam keadaan
hamil dan untuk meminimalisasikan aliran balik darah menstruasi.4
Risiko yang paling diperhatikan pada pemakaia HSG adalah adanya
infeksi pelvis iatrogenic, terutama pada wanita yang mempunyai riwayat PID.
Pada wanita ini sebelum dilakukan pemeriksaan HSG harus diperiksa laju
endap darahnya terlebih dahulu, dan bila didapatkan peningkatan maka
pemeriksaan dengan HSG harus ditunda terlebih dahulu. Dan bila LED nya
normal, pemeriksaan HSG bisa dilakukan dengan memberikan antibiotic
profilaksis terlebih dahulu dengan doksisiklin selama 5 hari dengan dosis
2x100 mg/hari.4
Selain itu ada pula cara lain untuk memeriksa patensi tuba yaitu
dengan pertubasi. Pertubasi atau uji Rubin bertujuan memeriksa patensi tuba
dengan jalan meniupkan gas CO2 melalui kanula atau kateter Foley yang
dipasang pada kanalis servikalis. Apabila kanalis servikouteri dan salah satu
atau kedua tubanya paten, amka gas akan mengalir bebas ke dalam kavum
peritonei. Patensi tuba akan dinilai dari catatan tekanan aliran gas sewaktu
dilakukan peniupan. Insuflator apapun yang dipakai, kalau tekanan gasnya
18
naik dan bertahan sampai 200 mmmHg, maka dikatakan ada sumbatan tuba,
kalau naiknya hanya 80-100, salah satu atau kedua tubanya dianggap paten.
Tanda lain yang menyokong patensi tuba adalah terdengarnya pada auskultasi
suprasimfisis tiupan gas masuk ke dalam kavum peritonei seperti “bunyi jet”
atau nyeri bahu segera setalah pasien dipersilahkan duduk sehabis
pemeriksaan, akibat terjaidnya pengumpulan gas di bawah diafragma.4
19
Gambar 3.4 Myoma dengan histerosalfingogram
20
Gambar 3.6 Myoma dengan USG
21
Gambar 3.8 Obstruksi kornu bilateral dengan USG
5) Factor perineum
22
Air mani yang diejakulasikan dalam bentuk cair akan segera menjadi
“agar” atau koagulum, untuk kemudian dilikuefaksi lagi dalam 5-20 menit
menjadi cairan yang agak pekat guna memungkinkan spermatozoa bergerak
dengan leluasa. Proses ini diatur oleh enzim. Suatu faktor likuefaksi telah dapat
dipisahkan dari air mani normal, yang ternyata merupakan enzim proteolitik
dengan berat molekul 33.000. enzim itu terbukti dapat melikuefaksikan air mani
yang tidak dapat berlikuefaksi.
2)Viskositas.
Setelah berlikuefaksi, ejakulat akan menjadi cairan homogen yang agak
pekat, yang dapat membenang kalau dicolek dengan sebatang lidi. Daya
membenangnya dapat mencapai 3-10 cm. Makin panjang membenangnya, makin
tinggi viskositasnya. Pengukuran viskositas seperti itu sangan objektif.
Pengukuran viskositas yang lebih tepat ialah dengan pipet Eliasson,
volume 0,1 ml yang berkalibrasi 0,05 ml dan 0,1 ml. Air mani diisap sampai tanda
0,1, kemudian tekanan isapnya dilepas sampai menjatuhkan setetes air mani
dicatat dengan stopwatch. Viskositas normal memerlukan waktu 1-2 detik.
Viskositas tinggi lebih dari 5 detik.
Pada umumnya viskositas tinggi tidak menimbulkan masalah infertilitas,
kecuali pada pemeriksaan tampak spermatozoa seperti bergerak dalam lumpur,
atau bergerak ditempat. Menurut Tijoe dan Oentoeng tidak terdapat korelasi
langsung antara viskositas tinggi air mani dan gerakan buruk spermatozoa pada
kadar spermatozoa lebih dari 60 juta/ml. Akan tetapi, pada kada spermatozoa
kurang daro 60 juta/ml viskositas tinggi air mani itu sangat menghambat gerakan
spermatozoa.
3)Rupa dan Bau
Air mani yang baru diejakulasi rupanya putih kelabu, seperti agar-agar.
Setelah berlikuefaksi menjadi cairan, kelihatannya jernih atau keruh, tergantung
dari konsentrasi spermatozoa yang dikandungnya. Baunya langau, seperti bau
bunga akasia.
4)Volume
Setelah abstenensi setelah 3 hari, volume air mani berkisan antara 2,0-5,0
ml. Volume kurang dari 1 ml atau lebih dari 5 ml biasanya disertai kadar
spermatozoa rendah. Pada volume kurang dari 1,5 ml sesungguhnya baik untuk
dilakukan inseminasi bantuan suami (IBS) karena volume yang kurang itu tidak
23
akan cukup menggenangi lendir yang menjulur dari serviks, sehingga dapat
merupakan masalah infertilitas.
Pada ejakulasi terbagi (split ejacule), 90% dari ejakulat pertama akan
mangandung konsentrasi, viskositas, gerakan dan kadang-kadang morfologi
spermatozoa yang lebih baik pada ejakulat kedua. Sisanya kadang-kadang sama
saja,atau malahan sebaliknya.
5)PH
Air mani yang baru diejakulasikan PH-nya berkisar antara 7,3-7,7, yang
bila dibiarkan lebih lama, akan meningkat karena penguapan O=CO 2-nya. Apabila
pH lebih dari 8, hal itu mungkin disebabkan oleh peradangan mendadak kelenjar
atau saluran genital, sedangkan pH yang kurang dari 7,2 mungkin disebabkan oleh
peradangan menahun kelenjar tersebut. Sekret kelenjar prostat pH-nya lebih
rendah dari 7.
6)Fruktosa
Fruktosa air mani adalah hasil vesikula seminalis, yang menunjukkan
adanya rangsangan androgen. Fruktosa terdapat pada semua air mani, kecuali
pada :
- Azoospermia karena tidak terbentuknya kedua vas deferens. Air
maninya tidak berkoagulasi, segera setelah ejakulasi vesikula
seminalisnya pun tidak terbentuk.
- Kedua duktus ejakulatoriusnya tertutup
- Keadaan luar biasa dari ejakulais retrograd, dimnana sebagian
kecil ejakulat yang tidak mengandung spermatozoa sempat keluar.
Setiap air mani yang azoospermia harus diuji secara rutin akan
adanya fruktosa. Dengan jalan ini setiap kecurigaan tidak adanya
vasa dapat lebih diyakinkan, tanpa harus melakukan aksplorasi
skrotum. Ada tidaknya koagulasi segera stelah ejakulasi harus
diperiksa dalam 5 menit setelah ejakulasi.
Pemeriksaan Mikroskopik
Bagi orang yang berpengalaman, memeriksan setetes air mani dibawah
mikroskop sudah memungkinkannya menaksir konsentrasi, jenis gerakan, dan
morfologi spermatozoa dangan ketepatan yang tak jauh berbeda dari
kenyataannya. Sel-sel radang menunjukkan adanya peradangan. Kadang-kadang
tampak pula Trikomonas Vaginalis atau Kandida albikans. Air mani yang
dibiarkan lama akan membentuk kristal spermin fosfat.
24
Kadang-kadang tampak pulau-pulau aglunasi spermatozoa, berkisar antara
jarang smapai banyak. Terdapat 3 jenis aglutinasi : kepala dengan kepala, kepala
dengan ekor, ekor sengan ekor. Spermatozoa dibagian luar aglutinasi itu biasanya
masih tampak bergerak, akan tetapi dipusatnya sudah tidak bergerak lagi.
Air mani tanpa spermatozoa (azoospermia) atau sedikit spermatozoa akan
segera tampak pada sel-sel muda yang bulat. Sebelum menyatakan tidak adanya
sel-sel muda, sebaiknya air mani disentrifugasikan dahulu 3000 putaran per menit
selama 5 menit, kemudian sedimennya diperiksa kembali. Semua air mani yang
azoospremia harus diperiksa akan adanya fruktosa, yang dihasilkan oleh vesikula
seminalis. Pada tidak tumbuhnya kedua vas deferens dan vesika seminalis, air
mani nya tidak mengandung fruktosa dan tidak dapat berkoagulasi setelah
ejakulasi. Begitu pula kalau kedua ductus ejakulatorius tersusun setelah ejakulasi.
Demikian pula kalau kedua duktus ejakulatoriusnya tersusun, atau pada ejakulaai
retrograd.
1)Konsentrasi Spermatozoa
Menghidung kontrasepsi spermatozoa dalam air mani sama caranya dengan
menghitung konsentrasi sel darah. Cairan pengencernya ialah larutan George yang
mengandung formalin 40%, sedangkan spermatozoa menjadi tedak bergerak
karenanya. Untuk menghitung kadar spermatozoa yang bergerak, dipakai larutan
0,9% NaCl, yang tidak membunuh spermatozoa yang bergerak. Dengan demikian,
yang dihitung hanyalah spermatozoa yang tidak bergerak saja. Selisih antara
penghitungan larutan pengencer George dan 0,9% NaCl menghasilkan konsentasi
spermatozoa yang bergerak.
Ketelitian menghitung akan berkurang dengan berkurangnya konsentrasi
spermatozoa. Freund & Carol mendemonstrasikan betapa besar perbedaan hasil
pemeriksaan yang dilakukan oleh beberpa pemeriksa, sekalipun dari 2 bahan
pemeriksaan yang sama, yang diperoleh dari pemeriksa yang sama. Mean
perbedaannya didapatkan mencapai 20%. Atas alasan itulah analisis mani
sebaiknya dilakukan lebih dari satu kali.
Kini, selama terdapat spermatozoa normal yang bergerak, selama itu pula
dianggap tidak dapat ditentukan nilai minimum konsentrasi spermatozoa untuk
menghasilkan kehamilan. Walaupun demikian, makin rendah konsentrasi
spermatozoa, makin kurang kemungkinan menghamilkannya, dan kalau
25
konsentrasinya kurang dari 10 juta/ml, sungguh jarang tapi tidak mustahil, kalau
kehamilan masih dapat terjadi.
2)Motilitas spermatozoa
Lebih penting dari pada konsentrasi spermatozoa ialah motilitasnya.
Setetes air mani ditempatkan pada gelas obyek, kemudian ditutup dengan gelas
penutup. Presentasi spermatozoa motil ditaksir setelah pemeriksa 25 lapangan
pandangan besar. Jenis motilitas spermatozoa dibagi kedalam skala 0 samapi 4,
sebagai tampak pada tabel
Tabel 3.4 : skala gerakan ekor, kemajuan, arah, dan kecepatan sperma
26
Motilitas spermatozoa kurang dapat diperoleh dari suami sehat setelah
tidak bersanggama lebih dari 10 hari. Hal ini karena kerusakan spermatozoa
akibat lama ditimbun dalam sistem duktus. Pemeriksaan air mani berikutnya
setelah anstinensi yang singkat akan memulihkan motalitas spermatozoa seperti
semula.
3)Morfologi spermatozoa
Morfologi spermatozoa harus dianggap sama pentingnya dengan
konsentrasi spermatozoa. Pemeriksaan ini hanya dapat dilakukan dengan pulasan
sediaan-usap air mani, kemudianmenghitung jenis spermatozoanya.
Klasifikasi Sperma :
1.Normozoospermia : Karakteristik normal
2.Oligozoospermia : Konsentrasi spermatozoa kurang dari 20 juta/ml
3.Asthenozoospermia : Jumlah sperma yang masih hidup dan bergerak secara
aktif dalam waktu 1 jam stelah ejakulasi < 50 %
4.Teratozoospermia : Jumlah sperma dan morfologi normal < dari 30%
5.Oligosthenoteratozoospermia : kelainan campuran dari 3 variabel yang telah
disebutkan sebelumnya
6.Azoospemia : Tidak ada nya sel spermatozoal dalam sperma
7.Aspermia : sama sekali tidak terjadi ejakulasi sperma.
B. Masalah Vagina
Kemampuan menyampaikan air mani kedalam vagina sekitar serviks perlu
untuk fertilitas. Masalah vagina yang dapat menghambat penyampaian ini adalah
adanya sumbatan atau perdangan. Sumbatan psikogen disebut vaginismus atau
disperenia, sedangkan sumbatan anatomik dapat karena bawaan atau perolehan.
Vaginitis karena kandida albikans atau Trikomonas vaginalis hebat dapat
merupakan masalah, bukan karna antispermisidalnya, melainkan
antisanggamanya.
Sobrero menemukan spermatozoa didalam lendir serviks dalam 90 detik
sejak diejakulasikan, dan Bedford yang menghancurkan semua spermatozoa
dalam vagina kelinci 5 menit sejak diejakulasikan mencatat bahwa penghancuran
27
itu sama sekali tidak menghalangi terjadinya kehamilan. Itulah sebabnya mengapa
vaginitis tidak seberapa menjadi masalah infertilitas.
C. Masalah Serviks
Walaupun masih merupakan sebagian dari uterus, namun artinya dalam
reproduksi manusia baru diakui pada abad ke sembilan belas. Sims pada tahun
1968 adalah orang pertama yang menghubungkan serviks dengan infertilitas,
melakukan pemeriksaan dinding serviks pascasanggama, dan melakukan
inseminasi buatan. Baru beberapa lama kemudian Huhner memperkenalkan uji
pascasanggama yang dilakukan pada pertengahan siklus haid.
Serviks biasanya mengarah ke bawah-belakang, sehingga berhadapan
langsung dengan dinding belakang vagina. Kedudukannya yang demikina itu
memungkinkannya tergenang dalam air mani yang disampaikan pada forniks
posterior.
Kanalis servikalis yang dilapisi lekukan-lekukan seperti kelenjar yang
mengeluarkan lendir, sebagian dari sel-sel epitelnya mempunyai silia yang
mengalirkan lendir serviks ke vagina. Bentuk kanalis servikalis seperti itu
kemungkinan ditimbun dan dipeliharanya spermatozoa motil dari kemungkinan
fagositosis, dan juga terjaminnya spermatozoa ke dlam kanalis servikalis secara
terus-menerut dalam jangka waktu lama.
Migrasi spermatozoa kedalam lendir serviks sudah dapat terjadi pada hari
ke-8 atau ke-9, mencapai puncaknya pada saat-saat ovulasi, kemudian terhambat
pada 1-2 hari setelah ovulasi. Spermatozoa sudah dapat smapai pada lendir serviks
11/2 – 3 menit setelah ejakulasi. Spermatozoa yang tertinggal didalam lingkungan
vagina yang lebih dari 35 menit tidak lagi mampu bermigrasi kedalam lendir
serviks. Spermatozoa motil dapat hidup dalam lendir serviks sampai 8 hari setelah
sanggama.
Uji pascasanggama
Walaupun uji Sims-Huhner atau uji pascasanggama telah lama dikenal
diseluruh dunia, tetapi ternyata nilai kliniknya belum diterima secara seragam.
Salah satu sebabnya ialah belum adanya standardisasi cara melakukannya.
Kebanyakan peneliti sepakat untuk melakukannya pada tengah siklus haid, yang
berarti 1-2 hari sebelum meningkatnya suhu basal badan yang diperkirakan. Akan
tetapi, belum ada kesepakatan berapa hari abstinensi harus dilakukan sebelumnya,
28
walaupun kebanyakan menganjurkan 2 hari. Demikian pula belum terdapat
kesepakatan kapan pemeriksaan itu dilakukan setelah sanggama. Menurut
kepustakaan, ada yang melakukannya setelah 90 detik sampai setelah 8 hari.
Sebagaimana telah diuraikan, spermatozoa sudah dapat sampai pada lendir serviks
segera setelah sanggama. Perloff melakukan penelitian pada golongan fertil dan
infertil, dan berkesimpulan tidak ada perbedaan hasil antara kedua golongan itu
kalau pemeriksaannya dilakukan lebih dari 2 jam setelah sanggama. Jika
kesimpulan ini benar, maka uji pascasanggama dilakukan secepatnya setelah
sanggama. Davajan menganjurkan 2 jam setelah sanggama, walaupun penilaian
secepat itu tidak akan sempat menilai ketahanan hidup spermatozoa dalam lendir
serviks.
Cara pemeriksaan : setalah abstinensi selama 2 hari, pasangan dianjurkan
melakukan sanggama 2 jam sebelum saat yang ditentukan untuk datang ke dokter.
Dengan spekulum vagina kering, serviks ditampilkan, kemudian lendir serviks
yang tampak kemudian dibersihkan dengan kapas kering pula. Jangan
menggunakan kapas yang basah oleh antiseptik karna dapat mematikan
spermatozoa. Lendir serviks diambil dengan isapan semprit tuberkulin, kemudian
disemprotkan keluar pada gelas obyek, lalu ditutp dengan gelas penutup.
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan dengan lapangan pandangan besar (LPB).
Uji In Vitro
1. Uji gelas obyek. Miller & Kurzo pada tahun 1932 memakai teknik yang
sangat sederhana untuk mengukur kemampuan spermatozoa masuk
kedalam lendir serviks. Caranya dengan menempatkan setetes air mani dan
setetes lendir serviks pada gelas obyek, kemudian kedua bahan itu
disinggungkan satu sama lain dengan meletakkan sebuah gelas penutup
diatasnya. Spermatozoa akan tampak menyerbu kedalam lendir serviks,
didahului oleh pembentukan phalanges air mani kedalam lendir serviks.
Menurut Perloff & Steinberger, pembentukan phalanges itu bukan
merupakan kegiatan spermatozoa, melainkan fenomena fisik kalau dua
cairan yang berbeda viskositas, tegangan permukaan, dan reologinya
bersinggungan satu sama lain dibawah gelas penutup.
2. Uji kontak air mani dengan lendir serviks. Menurut Kremer & Jager, pada
ejakulat dengan autoimunisasi, gerakan maju V akan berubah menjadi
29
terhenti, atau gemetar di tempat kalua bersinggungan dengan lendir serviks.
Perangai gemetar ditempat ini terjadi pula kalau air mani yang normal
bersinggungan dengan lendir serviks dari wanita yang serumnya
mangandung antibodi terhadapa spermatozoa.
Kremer & Jager melakukan uji tersebut dengan dua cara.
Cara pertama. Setetes lendir serviks praovulasi dengan tanda-tanda
pengaruh estrogen yang baik dan pH lebih dari 7 diletakkan pada sebuah
gelas obyek di samping setetes air mani. Kedua tetesan itu dicampur dan
diaduk dengan sebuah gelas penutup, yang kemudian dipakai untuk
penutup campuran itu. Setetes mani yang sama diletakkan pada gelas obyek
itu juga, kemudian ditutup dengan gelas penutup. Penilaian dilakukan
dengan membandingkan motilitas spermatozoa dari kedua sediaan itu.
Sediaan itu kemudian disimpan ke dalam tatakan petri yang lembab, pada
suhu kamar, selama 30 menit, untuk kemudian diamati lagi.
Cara kedua. Setetes besar lendir serviks diletakkan pada sebuah gelas
obyek, keudian dilebarkan sampai diameterya 1 cm. Setetes air mani
diletakkan ditengah-tengah lendir serviks itu, kemudian lendir serviks dan
air mani ditutup dengan sebuah gelas penutup, sambil diletakkan sedikit
supaya air maninya dapat menyebar tipis diatas lendir serviks. Setetes air
mani yang sma diletakkan pula pada gela obyek itu, kemudian ditutup
dengan sebuah gelas penutup. Penilaian dilakukan seperti cara pertama.
Uji ini sangat berguna untuk menyelidiki adanya faktor imunologi apabila
ternyata uji pascasanggama selalu negatif atau kurang baik, sedangkan
kualitas air mani dan lendir serviks normal. Perbandingan banyaknya
spermatozoa yang gemetar di tempat, yaitu maju pesat, dan tidak bergerak
mungkin menentukan prognosis fertilitas pasangan itu.
D. Masalah Uterus
Spermatozoa dapat ditemukan dalam tuba fallopii manusia secepat 5 menit
setelah inseminasi. Dibandingkan dengan besar spermatozoa dan jarak yang harus
ditempuhnya, kiranya tidak mungkin migrasi spermatozoa berlangsung hanya
karena gerakan sendiri. Tidak disangkal, kontraksi vagina dan uterus memegang
peranan penting dalam transportasi spermatozoa ini. Pada binatang kontraksi alat-
alat itu terjadi karena pengaruh oksitosin yang dikeluarkan oleh hipothalamus
sewaktu bersanggama. Pada manusia, oksitosin tidak berpengaruh terhadap uterus
30
yang tidak hamil akan tetapi prostaglandin dalam air mani dapat membuat uterus
berkontraksi secara ritmik. Ternyata, prostaglandinlah yang memegang peranan
penting dalam transportasi spermatozoa ke dalam uterus dan melewati
penyempitan pada batas uterus denga tuba itu. Ternyata pula, uterus sangat sensitif
terhadap prostaglandin pada akhir fase proliferasidan permulaan fase sekresi.
Dengan demikian, kurangnya prostaglandin dalam air mani dapat merupakan
masalah infertilitas.
Masalah lain yang dapat mengganggu transportasi spermatozoa melalui
uterus ialah distorsi kavum uteri karena sinekia, mioma, atau polip, peradangan
endometrium, dan gangguan kontraksi uterus. Kelainan-kelainan tersebut dapat
mengganggu dalam hal implantasi, pertumbuhan intrauterin, dan nutrisi serta
oksigenasi janin.
Biopsi Endometrium
Barangkali tidak ada satu alasan yang paling penting untuk melakukan
biopsi, kecuali untuk menilai perubahan khas yang terjadi pada alat yang dibiopsi
itu. Gambaran endometrium merupakan bayangan cermin dari pengaruh hormon-
hormon ovarium. Akan tetapi, sebagaiman juga berlaku bagi setiap prosedur
kedokteran, keterangan yang ingin diperoleh harus seimbang dengan resiko
melakukan prosedur itu.
31
hari pertama itu mungkin bukan haid, melainkan perdarahan intervilus.
Tredway et al. Memperlihatka adanya hubungan tepat antara perubahan
endometrium yang terjadi dengan penanggalan yang dihitung mulai ovulasi.
Pengetahuan ini sangat penting untuk mendiagnosis defek fase luteal. Moyer
sangat menganjurkan pemakaian penanggalan yang dimulai saat ovulasi daripada
penanggalan yang dimulai pada hari pertama haid.
Siklus haid dengan defek luteal tidak selalu berulang. Menurut Speroff et
al. Siklus haid dengan defk luteal yang berulang hanya terjadi pada kurang dari
4% pasangan infertil. Oleh karena itu, indikasi pengobatannya hanya kalau defek
fase luteal itu berulang.
Histerosalpingografi
Kini, alat yang dianggap terbaik untuk menyuntikkan media kontras iaah
kateter pediatrik Foley nomor 8, sebagaimana diuraikan oleh Ansari, untuk
menghindarkan perlukaan dan perdarahan serviks, menghindarkan perforasi
uterus, mengurangi rasa nyeri, dan karean mudahnya mengatur sikap pasien.
Kateter dimasukkan kedalam kavum uteri dengan bantuan klem, kemudian
dipertahankan pada tempatnya dengan menyuntikkan 2 ml air. Setelah spekuum
vagina dilepaskan, media kontras disuntikkan kedalam kavum uteri secukupnya
dengan pengawasan fluoroskopi. Untuk mendapat gambaran segmen bawah
uterus dan kanalis servikalis, balon dikempeskan sebentar sambil menyuntikan
media kontras. Keuntungan memakai media kontras. Keuntungan memakai media
kontras larut air ialah : penyebarannya rata dalam kavum peritonei, cepat diserap
(dalam 60 menit), menghindarkan kemungkinan terjadinya emboli, dan
menimbulkan reaksi peritoneal yang tidak berarti.
32
Kadang-kadang terjadi kejang tuba, sebagai reaksi terhadap nyeri atau
ketakutan sewaktu dilakukan histerosalpingografi, yang akan memberikan
gambaran palsu seperti sumbatan. Usaha menghindarkannya ialah, antara lain,
dengan obat nitrogliserin dibawah lidah, obat penenang, anasthesi paraservikal,
atau pemberian parenteral isoksuprin, yang tidak akan selalu berhasil.
Histerosalpingografi yang dilakukan dengan baik dapat memberikan
keterangan tentang seluk-beluk kavum uteri, patensi tuba, dan kalau tubanya
paten, tentang peritoneumnya juga. Kalua memakai alat fluoroskopi penguat
bayangan, setiap penyuntikan cairan kontras kedalam kavum uteri dapat diikuti
dengan seksama lewat layar televisi, sehingga pemotretannya tidak
membuta.dengan teknik ini biasanya tidak lebih dari 3 potret yang dibuat, yaitu :
a) Potret pendahuluan
b) Potret yang menggambarkan pelimpahan kontras kedalam rongga
oerut
c) Potret 24 jam kemudian
Kalau tubanya paten dan mamakai kontras larut minyak, untuk memeriksa
penyebaran di dalam kavum peritonei. Pemotretan dari berbagai sudut tidak perlu
karena tidak akan menambah pengetahuan, hanya akan menambahan bahaya
radiasi saja.
Histeroskopi
33
Histeroskopiadalah peneropongan kavum uteri yang sebelumnya telah
digelembungkan dengan media dekstran 32%, glukosa 5%, garam fisiologik, atau
gas CO2. Dalam infertilitas, pemeriksaan histeroskopi dilakukan apabila terdapat :
E. Masalah Tuba
Pertubasi
Pertubasi, atau uji Rubin, bertujuan memeriksa potensi tuba dengan jalan
meniupkan gas CO2 melalui kanula atau kateter Foley yang dipasang pada kanalis
servikalis. Apabila kanalis servikoutri dan salah satu atau kedua tubanya paten,
maka gas akan mengalir bebaskedalam kavum peritonei. Patensi tuba akan dinilai
dengan catatan tekanan aliran gas sewaktu dilakukan peniupan. Insuflator apapun
yang dipakai, kalau tekanan gasnya naik dan bertahan sampai 200mmHg, tentu
terdapat sumbatan tuba. Kalau naiknya hanya sampai 80-100 mmHg, salah satu
atau keduanya tuba pastilah paten. Tanda lain yang menyokong patensi tuba ialah
34
terdengarnya pada auskultasi suprasimfisis tiupan gas masuk kedalam kavum
peritonei seperti “bunyi yet”, atau nyeri bahu segara setelah pasien dipersilahkan
duduk sehabis pemeriksaan, akibat setelah terjadinya pengumpalan gas dibawah
diafragma.
Saat yang terbaik untuk pertubasi ialah setelah haid bersih dan sebelum
ovulasi, atau pada hari ke-10 siklus haid. Terdapat cara pemeriksaan lain yang
lebih dapat dipercaya, seperti histerosalpingografi atau laparaskopi.
F. Masalah Ovarium
Deteksi tepat ovulasi kini tidak seberapa penting lagi setelah diketahui
spermatozoa dapat hidup dalam lendir serviks sampai 8 hari. Deteksi tepat ovulasi
baru diperlakukan kalau akan dilakukan inseminasi buatan, menentukan saat
sanggama yang jarang dilakukan, atau kalau siklus haidnya sangat panjang. Selain
kehamilan atau ditemukannya ova pada pembilasan tuba, pemeriksaan ovulasi
manapun masih dapat mengalami kesalahan. Pengamatan korpus luteum secara
langsung merupakan pemeriksaan yang dpat dipercaya, akan tetapi pemeriksaan
nya dengan jalan laparaskopi itu tidak mungkin dilakukan secara rutin. Walaupun
demikina, terdapat beberapa cara pemeriksaan dimana seorang klinikus dapat
mendeteksi ovulasi atau mendiagnosis anovulasi dengan ketepatandisertai
kegagalan yang layak.
35
Siklus haid yang teratur dan lama haid yang sama biasanya merupakan
siklus haid yang berovulasi. Menurut Ogini, haid berikunya akan terjadi 14 ± 2
haari setelah ovulasi. Amenore hampir selalu disertai kegagalan ovulasi. Ovulasi
kadang-kadang ditandai oleh nyeri perut bawah kiri atau kanan, pada kira-kira
pertengahan siklus haid ini dianggap sebagai tanda ovulasi, yang telah dibuktikan
kebenarannya oleh Wharton & Henrikson dengan jalan laparatomi. Saat-saat
ovulasi kadang-kadang disertai keputihan, akibat pengeuaran lendir serviks
berlebihan, dan kadang-kadang disertai pula oleh perdarahan sedikit. Ketegangan
jiwa, atau nyeri payudara prahaid seringkali terjadi pada siklus haid ynag
berovulasi.
36
haid dengan fase luteal pendek kurva suhu basal badannya tampak normal,
walaupun sesungguhnya progesteron dalam plasmanya kurang.
Siklus haid dengan fase hipertermik seperti itu dengan endometrium yang
bersekresi, sering kali ditemukan pad pengobatan dengan sitrat klomifen. Dengan
atau tanpa pengobatan klomifen sekalipun kadang-kadang terdapat folikel yang
tidak pecah (kista luteum),yang mengeluarkan progesteron cukup untuk
merangsang pusat suhu, akan tetapi tidak cukup merangsang endometriumuntuk
bersekresi. Sebaliknyapun, tidak adanya fase hipertermik tidak selalu berarti tidak
adanya sekresi progesteron. Dipertanyakan apakah gelora LH dan ovulasi telah
terjadi pada siklus seperti itu.
37
5) Lendir vagina dari fornises leteralis itu diusap dengan spatel kayu atau
plastik yang bersih, kemudian diolesi pada sebuah gelas obyek yang
baru
6) Difiksasi dengan alkohol 95%
7) Diwarnai dengan pulasan harris-Shorr
Pemeriksaan Hormonal
3.6 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Infertilitas pada Wanita
a. Mioma uteri
Disamping ada istri yang dapat hamil dan melahirkan seperti biasa dengan
mioma uteri, ada juga istri yang tidak dapat hamil dan satu-satunya kelainan yang
dapat ditemukan adalah mioma uteri. Bagaimana mekanisme mioma uteri sampai
mengahambat terjadinya kehamilan belum jelas diketahui. Mungkin disebabkan
oleh tekanan pada tuba, distorsi atau elongasi kavum uteri, iritasi miometrium,
atau torsi oleh mioma yang bertangkai. Apapun mekanismenya bahwa 50% istri
yang dilakukan miomektomi dapat menjadi hamil membuktikan bahwa mioma
uteri itu adalah penyebabnya. Waktu yang diperlukan untuk menjadi hamil setelah
dilakukan miomektomi kira-kira 18 bulan.
Miomektomi yang terpaksa menembus kavum uteri, dahulu merupakan
indikasi mutlak untuk dilakukan seksio sesaria kalau terjadi kehamilan.tetapi kini
tidak di anggap demikian lagi, kecuali kalau diduga penyembuhannya mengalami
gangguan, seperti kalau terjadi infeksi pasca bedah. Biasanya penyembuhan luka
pada uterus di luar kehamilan berlangsung lebih baik daripada kehamilan .
38
b. Masalah tuba yang tersumbat
Kalau infertilitas ternyata ada hubungannya dengan masalah tuba yang
tersumbat, maka pengobatan saja sangat sedikit kemungkinan membawa hasil.
Endometriosis pada tuba dapat diobati dengan pil-KB, progesteron,atau
danazol, yang diberikan secara terus-menerus atau selang seling. Akan tetapi
penyembuhan endometriosis itu akan meninggalkan parut, yang dapat menyumbat
atau menekuk tuba sehingga akhirnya memerlukan pembedahan untuk
mengatasinya.
Dalam hal memutuskan pembedahan, pasangan yang bersangkutan harus
mempertimbangkan terlebih dahulu bagaimana kemungkinan keberhasilanya, dan
bagaimana reaksi mereka terhadap kemungkinan kegagalan sama sekali. Indikasi
pembedahan tuba adalah tersumbatnya seluruh atau sebagian tuba sebagaimana
diperiksa dengan histerosalpingografi dan laparaskopi, tekukan tuba yang
patologik, sakulasi tuba, perlekatan peritubular dan periovarial khususnya untuk
membebaskan gerakan tuba dan ovarium. Pembedahan tuba tidak dilakukan kalau
hasil analisis air mani suaminya abnormal (kecuali kalau bersedia dilakukan
inseminasi buatan dengan air mani donor), dan penyakit pada istri yang tidak
membolehkan ia hamil. Tujuan pembedahan tuba adalah untuk memperbaiki dan
mengembalikan anatomi tuba dan ovarium seperti semula, dengan sangat
memperhatikan gerakan otot dan silia tuba, sekresi tuba, dan daya tangkap ovum
yang efektif. Saat yang paling tepat untuk melakukan pembedahan tuba adalah
pada tengah fase proliferasi, dan jangan pada fase sekresi. Fase proliferasi adalah
fase regeneratif, sedangkan fase sekresi adalah fase degeneratif.
39
larutan garam fisiologik, irigasi lapangan pembedahan terus-menerus, dan
melindungi alat-alat yang tidak dibedah dengan lembaran plastik.
Alat-alat bedah yang halus, khususnya gunting,pemegang jaru, cunam
arteri, cunam jaringan,dan sonde, dapat mengurangi kerusakan jaringan. Intuk
menghindari perlengketan di kemudian hari, jaringan harus senantiasa
dperlakukan secara halus, dan jangan sekali-kali menggosoknya. Perlekatan-
perlekatan harus dilepaskan dengan sangat berhati-hati agar tidak menimbulkan
kerusakan jaringan sekitarnya. Pemakaian lup atau mikroskop binokular dapat
memperbaiki penglihatan jaringan, sehingga memudahkan identifikasi jaringan
yang rusak, memudahkan pemakaian alat bedah yang halus, dan memudahkan
penjahitan. Alat pembesaran itu terutama sangat penting pada waktu melakukan
anastomosis dan diseksi fimbria.
Untuk pembedahan tuba sebaiknya di pakai benang nilon yang tidak di
absorbsi 4-0, 6-0, atau 8-0. Kalau memakai benang lain dapat menimbulkan
peradangan, fibrosis jaringan, atau kerusakan silia endosalping.
Pada akhir pembedahan dilakukan hidrotubasi untuk membilas sisa-sisa
darah dalam tuba, dan untuk menguji apakah jahitanya kedap air. Kalau tidak,
jahitan tersebut harus diperbaiki. Hidrotubasi pasca bedah masih dilakukan oleh
banyak pembedah, walaupun dapat dihadapkan kepada resiko infeksi. Beberapa
pembedah memakai kombinasi antibiotika dan kortison untuk menanggulangi
resiko infeksi yang dapat menimbulkan perlekatan.
Setelah luka bedah sembuh dan haid sudah datang, pasien dianjurkan
melakukan senggama seperti biasa. Pada waktu itu , pemeriksaan ringan untuk
menyakinkan tidak adanya masalah lain yang dapat mengurangi kesuburan dapat
dilakukan, diperbaiki.
c. Endometriosis
Adalah tumbuhnya kelenjar dan stroma endometrium yang masih
berfungsi di luar tempatnya yang biasa, yaitu rongga uterus. Laparaskopi
diagnostik pada istri pasangan infertil, cohen mendapatkan 23 % mengidap
penyakit itu.
Tanda dan gejala endometriosis sangat bervariasi. Wanita dengan
endometriosis ringan dapat menderita nyeri panggul hebat, dan sebaliknya, wanita
dengan endometriosis hebat keluhanya sangat ringan sekali. Nyeri pinggul dalam
bentuk disminorea (nyeri haid) sering kali di anggap sebagai gejala khas penyakit
ini. Tanda dan gejala lain dari endometriosis adalah dispareunia kalau penyakit itu
40
telar menjalar ke ligamentum sakrouterina dan cavum douglasi. Perdarahan
abnormal dari uterus, darah prahaid yang berwarna coklat, dan infertilitas primer
atau sekunder juga merupakan gejala dan tanda endometriosis. Periksa dalam
yang mendapatkan benjolan kecil-kecil pada ligamentum sakrouterina dan uterus
retrofleksi atau adneksa yang sukar digerakan patut dicurigai mengidap
endometriosis.
Terapi endometriosis terdiri dari :
41
Dengan pengobatan hormonal tersebut di atas, yang mengakibatkan
keadaan”kehamilan semu”, kistner mendapatkan angka kehamilan 50%, dan
angka kambuh kira-kira 17%.
Danazol , obat endometriosis baru yang berkhasiat antigonadotrofik dan
menghambat steroidogenesis ovarium akan mengakibatkan keadaan “
menaupouse semu”. Ovulasi akan dihambat, dan dengan demikian endometrium
akan menjadi atrofik. Kekurangan estrogen akan mengakibatkan gejala-gejala
pascamenoupause, seperti berkeringat “ semburan panas “, dan gangguan
vasomotor lainnya. Virilisasi dan jerawat dapat pula terjadi. Danazol disampaikan
dalam kapsul dengan dosis 200 mg, yang dimakan 2 kali 2 kapsul atau 4 kali 1
kapsul sehari, terus menerus selama 6 bulan atau sampai respon klinik
memuaskan. Setelah pengobatan di hentikan, haid akan kembali seperti biasa 3-6
bulan kemudian. Kebanyakan kehamilan akan terjadi dalam 6 bulan pertama.
Pada laparaskopi pasca pengobatan, Dmowski dan Cohen mendapatkan 59%
sembuh sama sekali, 26% meninggalkan jaringan parut dan butir-butir
hemosiderin, dan 15% masih ada sisa-sisa endometriosis. Dowsky dan Cohen
melaporkan pula angka kehamilan sekitar 47%.
Sebagai kesimpulan dapat dikatakan danazol merupakan obat yang sangat
efektif untuk endometriosis, akan tetapi harga nya masih sangat mahal.
d. Induksi ovulasi
Pengobatan induksi ovulasi pada istri pasangan infertil yang tidak
berovulasi berkisar antara klomifen sitrat, bromokriptin, dan gonadotropin dari
manusia. Klomifen sitrat merupakan obat pilihan pertama untuk pasien dengan
siklus haid yang tidak berovulasi dan oligomenorea, dan pasti merupakan pilihan
pertama untuk pasien dengan amenorea sekunder yang kadar FSH, LH dan
prolaktinnya normal.
Adapun jenis-jenis pengobatan untuk menginduksi ovulasi dapat
digunakan untuk mengobati wanita dengan amenore atau menstruasi tidak teratur
yang bisa diberikan :7
1) Anti estrogen
Pengobatan induksi ovulasi pada istri pasangan infertil yang tidak
berovulasi berkisar antara klomifen sitrat, bromokriptin, dan gonadotropin dari
manusia. Klomifen sitrat merupakan obat pilihan pertama untuk pasien dengan
42
siklus haid yang tidak berovulasi dan oligomenorea, dan pasti merupakan
pilihan pertama untuk pasien dengan amenorea sekunder yang kadar FSH, LH
dan prolaktinnya normal.
Clomifen sitrat dapat membantu untuk menstimulasi terjaidnya ovulasi
pada wanita dengan amenore atau menstruasi tidak teratur. Clomifen dapat
digunakan pada wanita dengan infertilitas yang tidak diketahui dan PCOS.
Clomifen bekerja dengan berkompetisi dengan hormone estrogen untuk
menempati reseptornya di otak. Oleh karena jumlah estrogen yang terikat
dengan reseptornya sedikit maka tubuh akan memberikan sinyal ke otak bahwa
mereka kekurangan estrogen dan hal ini akan meransang pelepasan hormone
FSH dan LH ke dalam pembuluh darah. Tingginya kadar FSH akan
menstimulasi ovarium untuk membentuk folikel yang berisi sel telur, dan
tingginya kadar LH akan menyebabkan pelepasan sel telur dari folikel matur
dalam sebuah proses yang disebut ovulasi. Pengoabatan ini efektif untuk
membantu meningkatkan fertilitas pada wanita dengan PCOS, terbukti sekitar
70-80% penderita PCOS akan berovulasi dengan pemberian klomifen sitrat.
Obat itu terdiri dari 2 isomer stereo. Bentuk –sis berkhasiat anti-
estrogenik,sedangkan bentuk-trans berkhasiat anti-estrogenik lemah: bersama-
sama dapat menginduksi ovulasi pada 40-70% pasien yang diobati. Klomifen
khususnya bekerja terhadap hipotalamus, yang meningkatkan kadar FSH dan
LH serum selagi makan obat. Peningkatan hormon ini cukup untuk
mematangkan folikel dan membuat puncak FSH dan LH pada hari ke sembilan
setelah menyelesaikan pengobatan yang mengakibatkan ovulasi.
Kalau ada haid, klomifen sitrat diberikan pada hari kelima sampai hari ke
sembilan selama lima hari. Kalau tidak ada haid, dibuatkan dulu perdarahan
surut dengan pemberian 5 mg noretisteron, dua kali sehari selama lima hari,
dan pemberian klomifen dimulai pada hari kelima setelah hari pertama
terjadinya perdarahan surut. Terjadinya perdarahan surut tersebut merupakan
prognosis baik, karena memang diperlukan pengeluaran kadar estrogen tertentu
untuk mematangkan endometrium, untuk selanjutnya dapat di matangkan oleh
progesteron.
Dosis permulaan klomifen adalah 50 mg perhari selama 5 hari, dan
ovulasi biasanya terjadi pada hari keempat sampai hari kesepuluh setelah tablet
43
terakhir dimakan. Pada pasien dengan sindroma stein-Leventhal, dosis
permulaan klomifen cukup dengan 25 mg per hari selama 5 hari, karena
mereka sangat peka terhadap klomifen, yang dapat mengakibatkan kista
ovarium kalau dosis nya berlebihan. Hasil pengobatan klomifen harus terus-
menerus diikuti, sekurang-kurangya dengan catatan suhu basal tubuh, lebih
baik lagi kalau diikuti pemeriksaan estrogen dan pregnandiol di tengah-tengah
fase luteal dari siklus haid.
2) Gonadotropin
44
Seperti dikatakan sebelumnya bahwa 2 hormon yang dibutuhkan dalam
ovulasi adalah FSH dan LH. 2 hormon ini disebut gonadotropin. Ada beberapa
jenis sediaan gonadotropin yang bisa digunakan untuk meningkatkan fertilitas,
antara lain :
45
jarum yang ditempatkan di bawah kulit atau di dalam pembuluha darah.
Namun hal ini dapat menyebabkan infeksi dan alergi akibat pemasangan jarum
tersebut .
4) Gonadotropin releasing hormone analogue (GnRH agonis)
5) Dopamine agonis
Beberapa wanita berovulasi secara ireguler akibat pelepasan hormone
prolaktin yang berlebihan dari kelenjar pituitary yang biasa disebut
hiperprolaktinemia. Kelebihan hormone prolaktin ini akan mencegah terjadinya
ovulasi pada wanita dan hal ini akan menyebabkan terjadinya mentruasi yang
tidak teratur dan bahkan hingga berhenti sama sekali. Dopamine agonis seperti
bromokriptin dan Cabergolin melalui oral dapat mencegah hal ini dengan
menurunkan produksi prolaktin, sehingga ovarium dapat bekerja dengan baik.
6) Aromatose Inhibitor
e. Terapi Bedah 4
1) Ovarian Drilling
46
kemudian beberapa insisi kecil dilakukan pada ovarium dengan menggunakan
panas atau laser. Proses ini akan membantu kelainan hormon dan memicu
terjadinya ovulasi.4
47
d) Tuba anastomosis merupakan prosedur pembedahan dengan mengambil
jaringan tuba yang tertutup dan kemudian menyambung lagi ujung-ujung
tuba yang terpotong tersebut.4
b. Varikokel
c. Infeksi
48
terkumpul dalam traktus genitalia dalam konsentrasi yang besar, seperti
eritromisin, tetrasiklin dan kotrimoksazol.5
d. Defisiensi Gonadotropin
e. Hiperprolaktinemia
Hiperprolaktinemia pada pria dapat mengakibatkan impotensi, testikel
yang mengecil dan kadang-kadang galaktorea. Analisis air mani biasanya
normal atau sedikit berkurang. Pengobatan dengan menggunakan bromokriptin
dilaporkan dapat memperbaiki spermatogenesisnya.5
f. Sumbatan vas
49
mani yang baik, dan ditemukanya spermatozoa bergerak progresif dalam lendir
serviks, mengacu kepada prognosis yang baik.
Kremer dan jager, pada penelitian 52 pasangan infertil dengan hasil
uji pascasanggama abnormal dan hasil uji penetrasi spermatozoa in vitro , yang
abnormal pula mendapatkan 78 % mempertunjukan adanya aglutinin
spermatozoa dalam serum juga dalam cairan genital dari suami atau istri.
Dalam hal terdapatnya antibodi antispermatozoa dalam lendir servik atau
spermatozoa, gerakan progresif spermatozoa dalam ejakulat akan berubah
menjadi”gemetaran di tempat” segera setelah terjadi kontak antara lendir servik
dengan spermatozoa. Fenomena spermatozoa yang “gemetaran di tempat” itu
disebabkan oleh terikatnya spermazoa melalui antibodi antispermatozoa kepada
benang-benang halus musin lendir serviks. Pemeriksaan untuk mengetahui
adanya antibodi antispermatozoa itu disebut uji kontak spermatozoa dengan
lendir serviks, atau uji kremer dan Jager.
Apabila tidak di temukan antibodi antispermatozoa, maka timbul
keraguan apa gerangan pengobatanya. Estrogen,klomifen sitrat, cawan serviks,
dan inseminasi buatan intrauterin dengan air mani suami telah di coba untuk
mengobatinya.
Dietil stillbestrol (DES) yang diberikan dengan dosis 0,1-0,2 mg per
hari di mulai pada hari kelima sampai kedua puluh dari siklus haid dapat
memperbaiki uji pascasanggama yang abnormal, kalau sebabnya adalah
kualitas dan jumlah lendir serviks yang kurang akan tetapi pasti tidak akan
lebih memperbaiki lagi kalau lendir serviks nya normal. Akan tetapi pemberian
DES dengan dosis seperti itu dapat juga menghambat terjadinya ovulasi.
Pemberian klomifen sitrat untuk memperbaiki uji pascasanggama
didasarkan atas anggapan bahwa lendir serviks yang kurang baik itu dapat
disebabkan oleh perkembangan folikular yang kurang adekuat. Tidak diragukan
lagi bahwa perkembangan folikular akan bertambah baik dengan pemberian
obat itu akan tetapi efek anti estrogenik dari obat ini terdapat lendir serviks
berlaku juga, apalagi ovulasinya terjadi dalam 6 hari setelah selesai pengobatan
tersebut
50
IUI merupakan sebuah proses memesukkan sperma melalui serviks
kedalam uterus. Hal ini dilakukan dengan menggunakan sebuah tabung
plastik yang melewati serviks menuju uterus. Prosedur ini dilakukan
bersamaan dengan waktu terjadinya ovulasi pada sang wanita. Untuk
melakukan tekhnik ini, sang wanita harus mempunyai uterus dan tuba fallopi
yang normal. IUI ini digunakan pada wanita yang mempunyai kelainan
mucus serviks, endometriosis, atau ada faktor infertilitas pada laki-laki.5
51
merupakan terapi yang sangat berguna bagi wanita dengan kerusakan tuba,
infertilitas yang tak diketahui, endometriosis dan infertilitas pada laki-laki.5
52
Gambar 3.12. GIFT
53
Gambar 3.14. ICSI
3.8 Prognosis
Menurut Behrman dan Kistner, prognosis terjadinya kehamilan tergantung
pada umur suami, umur istri, dan lamanya dihadapkan kepada kemugnkinan
kehamilan (frekuensi hubungan seksual dan lamanya perkawinan). Fertilitas
maksimal wanita dicapai pada umur 24 tahun, kemudian menurun perlahan-lahan
sampai umur 30 tahun dan setelah itu menurun dengan cepat.6
Menurut MacLeod, fertilitas maksimal pria dicapai pada umur 24-25
tahun. Hampir pada setiap golongan umur pria proporsi terjadinya kehamilan
dalam waktu kurang dari 6 bulan meningkat dengan meningkanya frekuensi
senggama.6,7
Jones dan Pourmand berkesimpulan bahwa pasangan yang telah
dihadapkan pada infertilitas selama 3 tahun, angka harapan terjadinya kehamilan
adalah sebesar 50% atau bisa dikatakan prognosisnya baik, sedangkan pada
pasangan yang infertilitasnya sudah mencapai 5 tahun angka harapan terjadinya
kehamilan adalah 30% dan bisa dikatakan prognosisnya buruk.7
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
54
Infertilitas dibagi menjadi 2, yaitu Infertilitas primer dan Infertilitas
sekunder. Infertilitas primer merupakan ketidakmampuan pasangan suami istri
untuk memperoleh anak setelah berhubungan seksual secara teratur selama 1
tahun dan tanpa menggunakan kontrasepsi. Sedangkan Infertilitas sekunder adalah
ketidakmampuan pasangan suami istri untuk memperoleh anak lagi setelah
berhubungan seksual secara teratur selama 1 tahun tanpa menggunakan
kontrasepsi, dimana sebelumnya pasangan ini telah mempunyai anak.
Infertilitas bisa disebabkan oleh faktor laki-laki, faktor wanita dan faktor
keduanya. Ada beberapa penatalaksanaan yang dapat menjadi pilihan bagi
pasangan infertil sesuai dengan masalah yang dialami, yaitu pemberian obat-
obatan, pembedahan dan assisted reproductive technology.
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
1
Puscheck, Elizabeth E. Infertility.Emedicine.2013. Available from URL:
http://www emedicine/274143-overview.htm. Accessed March 1, 2013.
55
2
Prawirohardjo, Sarwono. Infertilitas in Ilmu kandungan. Edisi kedua. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka. 1997 . 496-531
3
Female Infertility.Mayoclinic.2013. Available from URL: http://www female
infertility/con-20033618_2.htm. Accessed March 1, 2013.
4
Male Infertility.Mayoclinic.2013. Available from URL: http://www male
infertility/con-20033113.htm. Accessed March 1, 2013
5
Infertility.Mayoclinic.2013. Available from URL: http://www mayo clinic/con-
20034770.htm. Accessed March 1, 2013.
6
Infertility.Pubmed.2013. Available from URL: http://www pubmed
Health/Infertility - National Library of Medicine - PubMed Health.htm.
Accessed March 1, 2013.
7
Emre, Selli. Infertility. New York: John Wiley & Sons. 2011. 4-27
56