Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gastroenteritis biasa disebut diare adalah salah satu penyakit yang banyak terjadi di
Indonesia. Gastroenteritis dapat menyerang pada semua kelompok usia. Tidak jarang penyakit
ini menyebabkan kematian pada si penderita. Hal ini dikarenakan oleh ketidakmampan si
penderita menoleransi kehilangan elektrolit dan cairan dari tubuhnya.

Gastroenteritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan
gejala diare dengan atau tanpa dehidrasi disertai muntah. Gastroenteritis diartikan sebagai buang
air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi yang lebih banyak dari
biasa (Sowdent, 2005).

Angka kejadian diare, di sebagian besar wilayah Indonesia hingga saat ini masih tinggi.
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 angka kematian akibat diare 23 per
100 ribu penduduk. Selama tahun 2006 sebanyak 41 kabupaten di 16 provinsi melaporkan KLB
diare di wilayahnya. Jumlah kasus diare yang dilaporkan sebanyak 10.980 dan 277 diantaranya
menyebabkan kematian. Hal tersebut, utamanya disebabkan rendahnya ketersediaan air bersih,
sanitasi buruk dan perilaku hidup tidak sehat (Tadda, asri. 2010).

Sebenarnya banyak hal yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya diare, seperti
masyarakat harus menyadari bahwa kesehatan itu lebih dari segalanya. Berdasarkan hal di atas
penulis menyusun makalah dengan judul “ Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gastroenteritis” .

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana anatomi fisiologi sistem percenaan?
1.2.2 Bagaimana landasan teoritis penyakit gastroenteritis?
1.2.3 Bagaimana landasan teoritis asuhan keperawatan pada klien gastroenteritis?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui dan memahami anatomi dan fisiologi dari sistem pencernaan.
1.3.2 Untuk mengetahui dan mengerti tentang landasan teoritis penyakit gastroenteritis.
1.3.3 Untuk mengetahui dan mengerti tentang landasan teoritis askep pada klien
gastroenteritis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan


Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah
sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi
zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian
makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh. Saluran
pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus
besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar
saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.
1. Mulut
Mulut adalah suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada hewan dan
manusia. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal dari sistem
pencernaan lengkap yang berakhir di anus. Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem
pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh
organ perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis,
asam, asin dan pahit. Sedangkan penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan teriri
dari berbagai macam bau.
Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang
(molar, geraham) menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar
ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan
dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang
memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar
dan berlanjut secara otomatis.

B. Tenggorokan ( Faring)
Tenggorokan adalah penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal dari
bahasa yunani yaitu Pharynk. Didalam lengkung faring terdapat tonsil ( amandel ) yaitu kelenjar
limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi,
disini terletak persimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga
mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang. Keatas bagian depan berhubungan
dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang bernama koana, keadaan tekak berhubungan
dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium. Tekak terdiri dari;
Bagian superior = bagian yang sangat tinggi dengan hidung, bagian media = bagian yang sama
tinggi dengan mulut dan bagian inferior = bagian yang sama tinggi dengan laring.

Bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan
tekak dengan ruang gendang telinga, Bagian media disebut orofaring, bagian ini berbatas
kedepan sampai diakar lidah. Bagian inferior disebut laring gofaring yang menghubungkan
orofaring dengan laring

C. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu
makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui
kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Sering juga disebut esofagus(dari bahasa
Yunani: οiσω, oeso – “membawa”, dan έφαγον, phagus – “memakan”). Esofagus bertemu
dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang.

Menurut histology Esofagus dibagi menjadi tiga bagian: bagian superior (sebagian besar
adalah otot rangka), bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus), serta bagian inferior
(terutama terdiri dari otot halus).

D. Lambung
Lambung adalah organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang keledai.
Terdiri dari 3 bagian yaitu Kardia, Fundus, Antrum. Makanan masuk ke dalam lambung dari
kerongkongan melalui otot berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam
keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan.
Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur
makanan dengan enzim-enzim.

Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting :


1) Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap kelainan
pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya tukak
lambung

2) Asam klorida (HCl)


Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin guna
memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap
infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.

3) Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)


1. Usus halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung
dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap
ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air
(yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga
melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus ;
lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar ( M sirkuler ), lapisan otot memanjang
(M Longitidinal) dan lapisan serosa ( Sebelah Luar ).

Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum),
dan usus penyerapan (ileum).
1. Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung
dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian
terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz. Usus
dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput
peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua
belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Nama duodenum
berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari. Lambung melepaskan
makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus
halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di
cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk
berhenti mengalirkan makanan.

2. Usus Kosong (jejenum)


Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian kedua dari usus
halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia
dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus
kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam
usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas
permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni
berkurangnya kelenjar Brunner.
Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan
plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara
makroskopis. Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti “lapar” dalam bahasa Inggris
modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang berarti “kosong”.

3. Usus Penyerapan (illeum)


Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan
manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan
dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan
berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.

F. Usus Besar (Kolon)


Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi
utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri dari : Kolon asendens (kanan),
Kolon transversum, Kolon desendens (kiri), Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum).
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan
membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat
penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit
serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya
terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.

G. Usus Buntu (sekum)


Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah anatomi adalah suatu
kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar.
Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora
memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang
sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.

H. Umbai Cacing (Appendix)


Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada organ ini
disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat menyebabkan
apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga
abdomen). Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris, vermiform
appendix (atau hanya appendix) adalah hujung buntu tabung yang menyambung dengan caecum.
Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa, Umbai cacing
berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. Walaupun lokasi apendiks
selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda – bisa di retrocaecal atau di pinggang
(pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum. Banyak orang percaya umbai cacing tidak
berguna dan organ vestigial (sisihan), sebagian yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai
fungsi dalam sistem limfatik. Operasi membuang umbai cacing dikenal sebagai appendektomi.

I. Rektum dan anus


Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah ruangan yang berawal
dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai
tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di
tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja
masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB).

Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu
sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi,
sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali
dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses
akan terjadi.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh.
Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lainnya dari usus.
Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui
proses defekasi (buang air besar – BAB), yang merupakan fungsi utama anus.

2.2 Landasan Teoritis Penyakit

2.2.1 Defenisi Gastroentritis

Gastroentritis ( GE ) adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan
gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah (Sowden,et all.1996).
Gastroenteritis diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer
dengan frekwensi yang lebih banyak dari biasanya (FKUI,1965).
Gastroenteritis adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang disebabkan oleh
bakteri, virus dan parasit yang patogen (Whaley & Wong’s,1995).
Dari ketiga defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa Gastroentritis (GE) adalah terjadinya
peradangan pada lambung dan usus yang disebabkan oleh bakteri, virus dan parasit yang
pathogen dimana gejala yang umum terjadi adalah diare (bentuk tinja yang encer) dalam
frekuensi yang lebih banyak dari biasanya.

2.2.2 Klasifikasi
Gastroenteritis (diare) dapat di klasifikasi berdasarkan beberapa faktor :
1). Berdasarkan lama waktu :
a. Akut : berlangsung < 5 hari
b. Persisten : berlangsung 15-30 hari
c. Kronik : berlangsung > 30 hari

2). Berdasarkan mekanisme patofisiologik


a. Osmotik, peningkatan osmolaritas intraluminer
b. Sekretorik, peningkatan sekresi cairan dan elektrolit

3). Berdasarkan derajatnya


a. Diare tanpa dehidrasi
b. Diare dengan dehidrasi ringan/sedang
c. Diare dengan dehidrasi berat

4). Berdasarkan penyebab infeksi atau tidak


a. Infektif
b. Non infeksif
5). Berdasarkan penyebab organik atau tidak
a. Organik adalah bila ditemukan penyebab anatomik, bakteriologik, hormonal, atau
toksikologik.
b. Fungsional merupakan bila tidak ditemukan penyebab organik.

Klasifikasi dehidrasi
dehidrasi dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa parameter, yaitu :
1. Berdasarkan jumlah cairan tubuh yang hilang dan keadaan klinis pasien, dehidrasi dapat
diklasifikasikan kedalam 3 kelompok yaitu :
a. Dehidrasi ringan (hilang cairan 2-5 % bb)
Gambaran kliniks : torgor kulit sudah mulai berkurang,suara serak, belum jatuh dalam persyok.
b. Dehidrasi sedang (hilang cairan 5-8 %bb)
Gambaran klinis : togor buruk, suara serak, pasien jatuh dalam presyok atau syok,nadi cepat,
napas cepat dan dalam.
c. Dehidrasi berat (hilang cairan 8-10% bb)
Gambaran klinis : kelanjutan dari tanda dehidrasi sedang, kesadaran menurun, otot-otot kaku.,
dan sianosis.

2. Berdasarkan bj (berat jenis) plasma


a. Dehidrasi ringan, (bj plasma 1,032 -1,040)
b. Dehidrasi sedang (bj plasma 1,028 -1,032)
c. Dehidrasi berat (bj plasma 1,025 -1,028)

2.2.3 Etiologi
1. Faktor infeksi
a. Infeksi enteral : Infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare
pada anak meliputi infeksi enteral sebagai berikut :
1) Infeksi bakteri : Vibrio, ecoli, salomonela, shigela, complylobacter, virginia, aeromonas,
dll.
2) Infeksi virus : enterovirus (virus echo, loksicicihie, plyomielitis) adenovirus,
rotavirus, aslecovirus, dll.
3) Infeksi parasit : cacing (oscaris, trichuris, dxyuris, strongloides) protozoa (eutamoebo
hystolitica, glardia lambia, trichomonashominis) jamur (candida albicaus).
1. Infeksi parenteral : Infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti: otitis media
akut, tonsilitis, broncop, pneumonia, ensetalitis, dll. Keadaan ini terutama pada bayi dan
anak berumur dibawah 2 th.
2. Faktor malabsorbsi
Malabsorbsi karohidrat : disakarida (intoleransi ketosa, maltosa dan sukrosa) monosakarida
(intoleransi glukosa, fruktosa dan laktosa).
1. Faktor makanan, makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
2. Faktor psikologis, rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak
yang lebih besar).(Abdul Latief, 2007)
2.2.4 Patofisiologi
Penyebab gastroenteritis terdiri dari faktor infeksi, faktor malabsorbsi, faktor makanan, dan
faktor psikologis. Pertama, faktor infeksi akan mengalami reaksi inflamasi sehingga terjadi
peningkatan sekresi cairan dan elektrolit yang menyebabkan isi rongga usus meningkat. Kedua,
faktor malabsorbsi makanan di usus menyebabkan tekanan osmotik meningkat dan terjadi
pergeseran cairan & elektrolit ke usus, sehingga juga meneybabkan isi rongga usus meningkat.
Ketiga faktor makanan, dimana faktor makanan disini adlah makanan yang beracun, basi
maupun alergi terhadap makanan dimana hal ini akan menyebabkan gangguan motilitas usus.
Keempat, faktor psikologis (cemas atau rasa takut yag berlebih) yang menyebabkan adanya
rangsangan simpatis dan juga terjadi gangguan motilitas usus. Gangguan motilitas usus terbagi
menjadi 2, yaitu hipermotilitas dan hipomotilitas. Hipermotilitas akan menyebabkan terjadinya
peningkatan sekresi air & elektrolit, sedangkan hipomotilitas akan menyebabkan adanya
pertumbuhan bakteri. Terjadinya peningkatan di isi rongga usus, sekresi air dan elektrolit, serta
adanya pertumbuhan bakteri menyebabkan terjadi penyakit gastroenteritis.

Gastroenteritis memiliki gejala dehidrasi yaitu kehilangan cairan & elektrolit tubuh dimana pada
saat itu terjadi penurunan volume cairan ekstra sel dan juga terjadi penurunan cairan interstesial
yang menyebabkan turgor kulit menurun, maka dalam hal ini timbul masalah yaitunya
kekurangan volume cairan dan cemas pada kliennya. Gejala yang kedua yaitu kerusakan mukosa
usus yang menyebabkan si penderita merasakan nyeri. Gejala yang ketiga adalah sering
terjadinya defekasi yang menyebabkan terjadi resiko kerusakan integritas kulit. Gejala
selanjutnya adalah terjadinya peningkatan eksresi sedangakan asupan nutrisi tidak terpenuhi,
pada hal terjadi ketidakseimbangan nutrisi.

2.2.5 Manifestasi Klinis


1. Nyeri perut ( abdominal discomfort )
2. Rasa perih di ulu hati
3. Mual, kadang-kadang sampai muntah
4. Nafsu makan berkurang
5. Rasa lekas kenyang
6. Perut kembung
7. Rasa panas di dada dan perut
8. Regurgitasi ( keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba )
9. Diare
10. Demam
11. Membran mukosa mulut dan bibir kering
12. Lemah
2.2.6 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik berguna untuk mengetahui data subjektif dari klien. Pada pemeriksaan fisik
abdomen sistem yang sering digunakan adalah inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi (IAPP) .
Tempatkan klien pada posisi supine. Kontur dan simetrisitas dari abdomen diinspeksi dengan
mengidentifikasi penonjolan lokal, distensi, atau gelombang peristaltik. Auskultasi dilakukan
sebelum perkusi dan palpasi (yang dapat meningkatkan motilitas usus dan dengan demikian
merubah bising usus). Karakter, lokasi dan frekuensi bising usus dicatat. Palpasi digunakan
untuk mengidentifikasi massa abdomen atau area nyeri tekan.
Pada pemeriksaan pada klien gastroenteritis umumnya terdapat:
– Turgor kulit menurun, Mata mulai cekung
– Asites (+) BB menurun, Bising Usus Meningkat.
– Membran mukosa mulut tampak kering
– BAK 3-5x/hari, ± 75 – 100 cc tiap BAK, warna kuning agak pekat
– BAB encer 2-3 kali atau lebih dalam sehari.
– Hb 10,6 gr% (N : 11-14 gr%)
– Konjungtiva subanemis
– Mukosa bibir pucat, agak kering
– Klien terlihat letih/ lemah dan pucat

2.2.7 Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik


Pemeriksaan laboratorium yang meliputi :
1. Pemeriksaan Tinja
 Makroskopis dan mikroskopis.
 pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet dinistest, bila diduga
terdapat intoleransi gula.
 Bila diperlukan, lakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.
1. Pemeriksaan Darah
 pH darah dan cadangan dikali dan elektrolit ( Natrium, Kalium, Kalsium, dan Fosfor )
dalam serum untuk menentukan keseimbangan asama basa.
 Kadar ureum dan kreatmin untuk mengetahui faal ginjal.
1. Intubasi Duodenum ( Doudenal Intubation )
Untuk mengatahui jasad renik atau parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan
pada penderita diare kronik.

2.2.8 Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


1. Medis
1. Pemberian cairan, jenis, cara dan jumlah pemberian cairan
2. Dietetik : pemberian makanan dan minuman khusus pada penderita
dengan tujuan penyembuhan dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu
diperhatikan :
1) Memberikan asi.
2) Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin, mineral, dan
makanan yang bersih.
1. Obat-obatan: berikan antibiotic, anti sekresi, dan anti spasmolitik
2. Keperawatan
Penyakit diare walaupun semua tidak menular (misal diare karena faktor malabsorbsi), tetapi
perlu perawatan di kamar yang terpisah dengan perlengkapan cuci tangan untuk mencegah
infeksi (selalu tersedia disinfektan dan air bersih) serta tempat pakaian kotor sendiri. Ini
bertujuan untuk mempercepat penyembuhan.

2.2.9 Komplikasi
1. Dehidrasi
2. Renjatan hipovolemik
3. Kejang
4. Bakterimia
5. Mal nutrisi
6. Hipoglikemia
7. Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.
2.2.10 WOC
2.3 Landasan Teori Asuhan Keperawatan
2.3.1 Pengkajian
A. Identitas Klien
Nama : ……………………………
Umur : ……………………………
Jenis Kelamin : ……………………………
Alamat : ……………………………
Agama : ……………………………
Pekerjaan : ……………………………
Pendidikan : ……………………………
No. RM : ……………………………
Tanggal masuk : ……………………………
Diagnosa medis : ……………………………
1. Keluhan Utama
Biasanya klien sering mengeluhkan Feces semakin cair, muntah, terjadinya dehidrasi, dan berat
badan menurun.
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien masuk rumah sakit dengan keluhan berat badan menurun dari biasanya, nafas
cepat, mudah letih dan sakit kepala. Klien juga tidak mau makan, nyeri dada, cepat kenyang,
nyeri abdomen, mual dan muntah, serta feses yang encer.
1. Riwayat Kesehatan Terdahulu
Biasanaya klien mengatakan pernah mengkonsumsi alkohol dan obat – obatan seperti
OAINS/NSAID, Kortikosteroid, Aspirin. Sering jajan disembarang tempat sehingga
kebersihannya tidak terjaga.
1. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada keluarga klien yang menderita penyakit yang sama.

2.3.2 Pengkajian 11 Pola Fungsional Gordon


1. Pola Persepsi – Manajemen Kesehatan
Biasanya klien tidak mengetahui penyebab penyakitnya, Kebersihan klien sehari-sehari kurang
baik.
1. Pola Nutrisi Metabolik
Biasanya klien tidak mau makan, dan klien mengalami penurunan berat badan.
1. Pola Eliminasi
Biasanya klien BAB lebih dari 4 kali sehari, dan BAK jarang.
1. Pola Latihan dan Aktivitas
Biasanya klien mengalami gangguan aktivitas karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri
akibat distensi abdomen, aktivitas klien dibantu keluarga/ orang lain.
1. Pola Istirahat dan Tidur
Biasanya klien mengalami gangguan istirahat dan tidur karena adanya distensi abdomen yang
akan menimbulkan rasa tidak nyaman.
1. Pola Persepsi dan Kognitif
Biasanya klien masih dapat menerima informasi namun kurang berkonsentrasi karena nyeri pada
abdomennya.
1. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Biasanya klien mengalami gangguan konsep diri karena kebutuhan fisiologisnya terganggu
sehingga aktualisasi diri tidak tercapai pada fase sakit.
1. Pola Peran dan Hubungan
Biasanya klien memiliki hubungan yang baik dengan keluarga dan peran klien pada kehidupan
sehari-hari mengalami gangguan (ex: tidak dapat menjalankan peran sebagai ibu rumah tangga).
1. Pola Seksual – Reproduksi
Biasanya klien mengalami gangguan seksual- reproduksi (ex: tidak teraturnya siklus menstruasi).
1. Pola Koping – Toleransi Stress
Biasanya klien mengalami kecemasan yang berangsur-angsur dapat menjadi pencetus stress.
1. Pola Nilai & Kepercayaan
Biasanya klien tidak dapat melaksanakan sholat seperti biasanya Karena posisi klien dalam
keadaan tirah baring.

2.3.3 Perumusan Diagnosa (NANDA), Perumusan Kriteria Hasil (NOC), dan Perumusan
Intervensi Keperawatan (NIC)
NANDA NOC NIC
1 Kekurangan volume Keseimbangan cairan Manajemen cairan
cairan berhubungan Indicator Aktivitas
dengan kehilangan volume – Fungsi eliminasi normal – Monitor
cairan aktif. – Keseimbangan intake dan keseimbangan cairan
Defenisi: keadaan individu output cairan – Mencegah
yang mengalami penurunan – TTV normal komplikasi akibat kadar
cairan intravaskuler, Hidrasi cairan yang abnormal
interstisial, dan / atau cairan Indicator – Monitor TTV
intrasel. Diagnosis ini – Tidak ada tanda-tanda Terapi Intravena
merujuk ke dehidrasi yang dehidrasi – Periksa order untuk
merupakan kehilangan – Keseimbangan intake dan terapi intravena
cairan saja tanpa perubahan ouput cairan – Jelaskan prosedur
dalam natrium. – TTV normal kepada pasien
– Pilih dan siapkan
intravena infusion pump
sesuai indikasi
– Monitor TTV
2 Ketidakseimbangan Status nutrisi: asupan Monitoring cairan
nutrisi: kurang dari makanan dan cairan Aktivitas:
kebutuhan tubuh Indicator: – Monitor intake dan
berhubungan dengan – Mampu makan secara output cairan
ketidakmampuan normal (oral) – Monitor berat badan
mengabsorbsi makanan. – Mampu minum secara – Kaji tentang riwayat
Defenisi: asupan nutrisi normal jumlah dan tipe intake cairan
tidak mencukupi untuk – Tidak terjadi penurunan dan pola eliminasi
memenuhi kebutuhan badan yang berarti – Monitor TTV
metabolic. – TTV normal
3 Nyeri akut berhubungan Control nyeri Manajemen nyeri
dengan agen injuri. Indicator: Aktivitas:
Defenisi: pengalaman – Mengenali factor – Lakukan pengkajian
emosional dan sensori yang penyebab nyeri secara komperhensif
tidak menyenangkan yang – Adanya perubahan nyeri termasuk lokasi,
muncul dari kerusakan Level nyeri karakteristik, durasi,
jaringan secara aktual dan Indicator: frekuensi, kualitas, dan
potensial atau menunjukkan – Nyeri berkurang factor presipitasi
kerusakan. Serangan – Pola istirahat cukup – Tingkatkan istirahat
mendadak atau perlahan dari adekuat – Evaluasi pengalaman
intensitas ringan sampai – Ekspresi wajah saat nyeri nyeri masa lampau
berat yang diantisipasi atau normal – Berikan analgetik
diprediksi, durasi nyeri untuk mengurangi nyeri
kurang dari 6 bulan. Analgesic administarton
Aktivitas:
– Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
– Cek orderan tentang
jens obat, dosis, dan
frekuensi
– Cek riwayat alergi
– Monitor TTV
sebelum dan sesudah
pemebrian analgesic
4 Resiko kerusakan Integritas jaringan: membrane Monitoring elektrolit
integritas kulit kulit dan mukosa Aktivitas:
berhubugan dengan Indicator: – Monitor
eksresi. – Tidak ada lesi keseimbangan asam basa
Defenisi: perubahan yang – Tidak ada tanda dan – Monitor kehilangan
beresiko untuk kulit menjadi gejala infeksi cairan/elektrolit
buruk. – Sediakan diet yang
sesuia dengan
ketidakseimbangan cairan
– Monitor TTV
Manajemen elektrolit
Aktivitas:
– Timbang BB tiap
hari
– Pertahankan intake
yang akurat
– Berikan terapi IV
– Pantau TTV
5 Cemas berhubungan Control cemas Penurunan kecemasan
dengan stress Indicator: Aktivitas:
Defenisi: perasaan gelisah – Tidak ada tanda – Tenangkan klien
yang tak jelas dari kecemasan – Berusaha memahami
ketidaknyamanan atau – Melaporkan tidak adanya keadaan klien
kegiatan yang disertai gangguan persepsi sensori – Sediakan aktivitas
respon autonom (sumber – Tidak ada manifestasi untuk menurunkan
tidak spesifik atau tidak perilaku kecemasan ketegangan
diketahui oleh individu), – TTV normal – Berikan pengobatan
perasaan keperihatinan Koping untuk menurunkan cemas
disebabkan dari antisipasi – Menunjukkan dengan cara yang tepat
terhadap bahaya. fleksibilitas peran – Monitor TTV
– Melibatkan keluarga Peningkatan koping
dalam membuat keputusan Aktivitas:
– Peduli terhadap – Hargai pemahaman
kebutuhan keluarga pasien tentang proses
penyakit
– Tentukan
kemampuan klien untuk
mengambil keputusan.

2.3.4 Evaluasi
1. Volume cairan dan elektrolit kembali normal sesuai kebutuhan.
2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan tubuh.
3. Integritas kulit kembali normal.
4. Nyeri tidak lagi dirasakan.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Gastroenteritis (biasa disebut diare) adalah peradangan pada lambung dan usus yang disebabkan
oleh bakteri, virus dan parasit yang pathogen dimana gejala yang umum terjadi adalah diare
(bentuk tinja yang encer) dalam frekuensi yang lebih banyak dari biasanya. Gastroenteritis dapat
menyerang semua usia. Masalah keperawatan yang sering terjadi pada penderita gastroenteritis
adalah kekurangan volume cairan, nyeri akut, resiko kerusakana integritas kulit, san
ketidakseimbangan nutrisi: kurangan dari kebutuhan tubuh.

3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini penulis berharap agar masalah kesehatan khususnya gastroenteritis
teratasi dengan baik, pola hidup sehat bisa lebih diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dan
semoga makalah ini bermanfaat, dapat menambah ilmu pengetahuan bagi pembaca dan
khususnya penulis sendiri.

DAFTAR PUSTAKA
Butcher, Howard. dkk. 2008. Nursing Intervention Classification (NIC): Fifth Edition. Miscourt:
Mosby Elsevier.
Heardman, Heather. 2009. Nuring Diagnosis: Definition & Classification. United Kingdom:
Markono Print Media.
Muttaqin, Arif. 2010. Pengkajian Keperawatan (Aplikasi Pada Praktek Klinis). Jakarta: Salemba
Medika.
Swanson, Elizabeth. dkk. 2008. Nursing Outcome Classification (NOC). Fourth Edition.
Missouri: Mosby Elsevier.
Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Williams & Wilkins. 2008. Nursing: Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta Barat:
Indeks.

Anda mungkin juga menyukai