oleh :
Pembimbing :
Pendamping :
dr. Hesti Samila Wardhani
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan laporan
kasus tentang “Dengue Syok Sindrom” ini dengan baik meskipun banyak
kekurangan didalamnya.
Saya sangat berharap laporan ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai penegakkan diagnose Dengue Syok
Sindrom. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam laporan ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan laporan yang telah kami buat di masa
yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Semoga laporan ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun
orang yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan saya memohon kritik dan saran
yang membangun dari Anda demi perbaikan laporan ini di waktu yang akan
datang.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
Halaman Judul..................................................................................................1
Kata Pengantar..................................................................................................2
Daftar Isi...........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................4
BAB I
PENDAHULUAN
3
1.1 Latar Belakang
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manisfestasi klinis
demam, nyeri otot dan atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam,
limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Infeksi virus dengue telah
ada di Indonesia sejak abad ke -18, seperti yang dilaporkan oleh David Bylon
seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus dengue menimbulkan
penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam lima hari kadang-kadang disebut
juga sebagai demam sendi. Pada masa itu infeksi virus dengue di Asia Tenggara
hanya merupakan penyakit ringan yang tidak pernah menimbulkan kematian. Pola
penyebaran penyakit infeksi virus Dengue sejak 1780 – 1949 memiliki
kecenderungan epidemic dan lebih banyak di daerah tropis. (1,2,3,4,5,6)
Saat ini, infeksi virus dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian
paling banyak dibandingkan dengan infeksi arbovirus lainnya. Setiap tahun, di
seluruh dunia, dilaporkan angka kejadian infeksi dengue sekitar 20 juta dan angka
kematian berkisar 24.000. Sejak tahun 1952 infeksi virus dengue menimbulkan
penyakit dengan manifestasi klinis berat, yaitu DBD yang ditemukan di Manila,
Filipina. Kemudian ini menyebar ke negara lain seperti Thailand, Malaysia, dan
Indonesia. Pada tahun 1968 penyakit DBD dilaporkan di Surabaya dan Jakarta
dengan jumlah kematian yang sangat tinggi. (1,2,3,4.5)
Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom
renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang
ditandai oleh tanda renjatan atau syok dapat berakibat fatal. Kegawatdaruratan
DBD dinyatakan sebagai salah satu masalah kesehatan global. (1,2,3)
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Spektrum klinis infeksi virus dengue bervariasi tergantung dari faktor yang
mempengaruhi daya tahan tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi
virus. Dengan demikian infeksi virus dengue dapat menyebabkan keadaan yang
bermacam-macam, mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan yang tidak
spesifik (undifferentiated febrile illness), Demam Dengue, atau bentuk yang lebih
berat yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD). (1,2,3)
2.1. DEFINISI
Sindrom Syok Dengue (SSD) adalah keadaan klinis yang memenuhi kriteria
DBD disertai dengan gejala dan tanda kegagalan sirkulasi atau syok. SSD adalah
kelanjutan dari DBD dan merupakan stadium akhir perjalanan penyakit infeksi virus
dengue, derajat paling berat, yang berakibat fatal. (1,2,3)
2.2. ETIOLOGI
Virus dengue, termasuk genus Flavivirus, keluarga flaviridae. Terdapat 4
serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. keempatnya ditemukan di
Indonesia dengan den-3 serotype terbanyak. Infeksi salah satu serotipe akan
menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang
terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan
perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di
daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya.
Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di
Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa
rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi
sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan
menunjukkan manifestasi klinik yang berat. (1,2,3)
Penularan terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama Aedes
aegypti dan A.albopictus). Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada
5
penularan infeksi virus dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Nyamuk
Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang
sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang
biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan
kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk
betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovanan transmission). Sekali virus
dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan
dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus
memerlukan waktu masa tunas 46 hari (intrinsic incubation period) sebelum
menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi
bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari
sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul. (1,2)
2.3. EPIDEMIOLOGI
Saat ini, infeksi virus dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian
paling banyak dibandingkan dengan infeksi arbovirus lainnya. Setiap tahun, di seluruh
dunia, dilaporkan angka kejadian infeksi dengue sekitar 20 juta kasus dan angka
kematian berkisar 24.000 jiwa. Sampai saat ini DBD telah ditemukan di seluruh
propinsi di Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan adanya kejadian luar biasa.
Incidence rate meningkat dari 0,005 per 100,000 penduduk pada tahun 1968 menjadi
berkisar antara 6-27 per 100,000 penduduk (1989-1995). Mortalitas DBD cenderung
menurun hingga 2% tahun 1999. (1,2,3,4,5)
6
Gambar 1. Distribusi Virus Dengue, Infeksi dan Daerah Epidemis
Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban
udara. Pada suhu yang panas (28-32°C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk
Aedes akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu
udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya
penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus
dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat
pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun. (2)
2.4. PATOGENESIS
Patogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial.
Dua teori yang banyak dianut adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary
heterologous infection) dan hipotesis immune enhancement. (1,2,3)
Halstead (1973) menyatakan mengenai hipotesis secondary heterologous
infection. Pasien yang mengalami infeksi berulang dengan serotipe virus dengue yang
heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat.
Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan
menginfeksi dan membentuk kompleks antigen antibodi kemudian berikatan dengan
7
Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi
heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas
melakukan replikasi dalam sel makrofag (respon antibodi anamnestik)(1,2,3)
Dalam waktu beberapa hari terjadi proliferasi dan transformasi limfosit
dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Terbentuknya virus
kompleks antigen-antibodi mengaktifkan sistem komplemen (C3 dan C5),
melepaskan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh
darah sehingga plasma merembes ke ruang ekstravaskular. Volume plasma
intravaskular menurun hingga menyebabkan hipovolemia hingga syok. (1,2,3)
8
Kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga
menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui
kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan menyebabkan
perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan
kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran
ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan
menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system)
sehingga terjadi trombositopenia. Kadar trombopoetin dalam darah pada saat terjadi
trombositopenia justru menunjukkan kenaikan sebagai mekanisme kompensasi
stimulasi trombopoesis saat keadaan trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan
menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati
konsumtif (KID = koagulasi intravaskular diseminata), ditandai dengan peningkatan
FDP (fibrinogen degradation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.
(2,3)
9
Gambar 4. Patogenesis Perdarahan pada DBD
10
timbul gejala prodromal yang tidak khas berupa nyeri kepala, tulang belakang, dan
merasa lemas.(1)
Demam Dengue
Gejala klasik ialah gejala demam tinggi mendadak, kadang-kadang bifasik
(saddle back fever), nyeri kepala berat, nyeri belakang bola mata, nyeri otot, tulang,
atau sendi, mual, muntah, dan timbulnya ruam. Ruam berbentuk makulopapular yang
bisa timbul pada awal penyakit (1-2 hari ) kemudian menghilang tanpa bekas dan
selanjutnya timbul ruam merah halus pada hari ke-6 atau ke7 terutama di daerah kaki,
telapak kaki dan tangan. Selain itu, dapat juga ditemukan petekie. Pada keadaan
wabah telah dilaporkan adanya demam dengue yang disertai dengan perdarahan
seperti : epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna, hematuri, dan
menoragi. (1,2,3,4)
12
Diagnosis pasti dapat tegak bila didapatkan hasil isolasi virus dengue (cell
culture) atau deteksi antigen virus RNA dgn teknik Reverse Transcriptase Polymerase
Chain Reaction namun teknik ini rumit. Pemeriksaan lain yaitu tes serologis yang
mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap dengue. Diagnosis Serologis dikenal 4
jenis uji serologi untuk menunjukkan adanya 5 infeksi virus dengue , yaitu :
a) Uji hemaglutinasi inhibisi
b) Uji komplemen fiksasi
c) Uji netralisasi
d) IgM dan IgG elisa
IgM elisa pada tahun terakir ini merupakan uji serologi yang banyak sekali dipakai.
Hal- hal yang perlu diperhatikan :
Pada hari 4-5 infeksi virus dengue , akan timbul igM yang kemudian diikuti
timbulnya igG.
Dengan mendeteksi igM pada serum pasien, akan secara cepat dapat
ditentukan diagnosis yang tepat.1
IgM dapat bertahan di dalam darah sampai 2-3 bulan setelah adanya infeksi. Untuk
memperjelaskan hasil uji igM dapat pula dilakukan uji terhadap igG.Ratio IgM/
13
IgG dapat menentukan infeksi primer atau sekunder. Jika ratio igM / igG > 1.2
menunjukan infeksi primer, < 1.2 menunjukan infeksi sekunder.3-5
15
Gambar 6. Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue
Perbedaan gejala dan tanda klinis pada setiap derajat terbagi dalam tabel berikut :
2.8 PENATALAKSANAAN
1. Pada DSS segera beri infus kristaloid ( Ringer laktat atau NaCl 0,9%) 10-20
ml/kgBB secepatnya (diberikan dalam bolus selama 30 menit) dan oksigen 2 lt/mnt.
16
Untuk DSS berat (DBD derajat IV, nadi tidak teraba dan tensi tidak terukur)
diberikan ringer laktat 20ml/kgBB bersama koloid. Observasi tensi dan nadi tiap 15
menit, hematokrit dan trombosit tiap 4-6 jam. Periksa elektrolit dan gula darah.
2. Apabila dalam waktu 30 menit syok belum teratasi, tetesan ringer laktat tetap
dilanjutkan15-20ml/kgBB, ditambah plasma (fresh frozen plasma) atau koloid (HES)
sebanyak 10-20ml/kgBB, maksimal 30ml/kgBB (koloid diberikan pada jalur infus
yang sama dengan kristaloid, diberikan secepatnya). Observasi keadaan umum,
tekanan darah, keadaan nadi tiap 15 menit, dan periksa hematokrit tiap 4-6 jam.
Koreksi asidosis, elektrolit dan gula darah. Pada syok berat (tekanan nadi < 10
mmHg), penggunaan koloid (HES) sebagai cairan resusitasi inisial memberi hasil
perbaikan peningkatan tekanan nadi lebih cepat.
3. Apabila syok telah teratasi disertai penurunan kadar hemoglobin/hematokrit, tekanan
nadi > 20mmHg, nadi kuat, maka tetesan cairan dikurangi menjadi 10ml/kgBB.
Volume 10ml/kgBB/jam dapat tetap dipertahankan sampai 24 jam atau sampai klinis
stabildan hematokrit menurun <40%. Selanjutnya cairan diturunkan menjdi
7ml/kgBB sampai keadaan klinis dan hematokrit stabil kemudian secara bertahap
cairan diturunkan 5ml dan seterusnya3ml/kgBB/jam. Dianjurkan pemberian cairan
tidak melebihi 48 jam setelah syok teratasi. Observasi klinis, nadi, tekanan darah,
jumlah urin dikerjakan tiap jam (usahakan urin >1ml/kgBB, BD urin <1,020) dan
pemeriksaan hematokrit dan trombosit tiap 4-6 jam sampai keadaan umum baik.
4. Apabila syok belum dapat teratasi, sedangkan kadar hematokrit menurun tetapi masih
>40 vol% berikan darah dalam volume kecil10ml/kgBB. Apabila tampak perdarahan
masif,berikan darah segar 20ml/kgBB dan lanjutkan cairan kristaloid
10ml/kgBB/jam. Pemasangan CVP (dipertahankan 5-8cmH2O) padasyok berat
kadang-kadang diperlukan, sedangkan pemasangan sonde lambung tidak dianjurkan.
5. Apabila syok masih belum teratasi, pasang CVP untuk mengetahui kebutuhan cairan
dan pasang kateter urin untuk mengetahui jumlah urin. Apabila CVP normal
(>10cmH2O), maka diberikan dopamin.)
17
Bagan 1. Tatalaksana kasus DBD derajat III dan IV
[2]
(Sindrom Syok Dengue/SSD)
18
(2)
Jenis Cairan Resusitasi (rekomendasi WHO)
1. Kristaloid
Larutan ringer laktat (RL)
Larutan ringer asetat (RA)
Larutan garam faali (GF)
Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL)
Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA)
Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF)
(Catatan:Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA tidak boleh
larutan yang mengandung dekstran)
1. Koloid
Dekstran 40, Plasma, Albumin
19
larutan isotonik dan hiponkotik. Efek volume 6%/10°/o HES 200/0,5 menetap dalam 4-
8 jam, sedangkan larutan 6% HES 200/0,6 dan 6% HES 450/0,7 menetap selama 8-12
jam. Gangguan mekanisme pembekuan tidak akan terjadi bila diberikan kurang dari
1500cc/24 jam, dan efek ini terjadi karena pengenceran dengan penurunan hitung
trombosit sementara, perpanjangan waktu protrombin dan waktu tromboplastin parsial,
(2)
serta penurunan kekuatan bekuan.
(2)
Kriteria Memulangkan Pasien
Pasien dapat dipulang apabila, memenuhi semua keadaan dibawah ini
1. Tampak perbaikan secara klinis
2. Tidak demam selaina 24 jam tanpa antipiretik
3. Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)
4. Hematokrit stabil
5. Jumlah trombosit cenderung naik > 50.000/ul
6. Tiga hari setelah syok teratasi
7. Nafsu makan membaik
20
21
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 ANAMNESIS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Anak KH
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Sungai Ulin, Banjarbaru
Umur : 10 tahun
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Anak ke : 1 dari 2 bersaudara
Tanggal Rawat : 24 November 2018
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Demam
Anamnesis Terpimpin :
Pasien masuk dengan keluhan utama demam yang dialami ± 4 hari sebelum masuk rumah
sakit, terus-menerus, disertai dengan lemas (+), mengantuk sepanjang hari, dan
menggigil. Pasien mengeluhkan adanya muntah berwarna hitam 1 kali ± 2 jam sebelum
masuk rumah sakit saat di Puskesmas. Sakit kepala (+), nyeri ulu hati (+), mual (+),
muntah (+), nafsu makan berkurang. Kemudian juga muuncul bintik-bintik merah
kehitaman pada wajah sejak 1 hari yang lalu, gusi berdarah disangkal. BAK terakhir 2
jam sebelum masuk rumah sakit. BAB belum hari ini.
22
Pada keluarga maupun tetangga sekitar rumah tidak ada yang mengalami penyakit yang
serupa seperti pada pasien. Namun, di lingkungan sekolah, terdapat beberapa teman
pasien yang menderita DBD dan sempat dirawat di rumah sakit.
C. PEMERIKSAAN FISIS
Keadaan umum
Tampak sakit sedang/ gelisah / compos mentis ( E4M6V5 )
Tanda vital
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 128x/menit
Frekuensi Pernapasan : 28x/menit
Suhu : 37,2oC
Pemeriksaan kepala dan leher
Mata : anemis ( -/- ) ikterus ( - /- )
: pupil bulat isokor diameter 2,5 cm / 2,5 cm
Bibir : sianosis ( - )
Leher : JVP R-2 cm
Tonsil : dalam batas normal
Faring : dalam batas normal
Pemeriksaan thoraks
Inspeksi : simetris kiri dan kanan
Palpasi : masa tumor ( - ), nyeri tekan ( - )
vocal premitus simetris kesan normal
Perkusi : paru kiri : sonor
: paru kanan : sonor
: batas paru hepar : ICS IV dekstra
: batas paru belakang kanan : CV Th VIII dekstra
: batas paru belakang kiri : CV Th IX sinistra
Auskultasi : Ronkhi ( -/- ), wheezing ( -/- )
Pemeriksaan jantung
Inspeksi : apeks jantung tidak tampak
Palpasi : apeks jantung tidak teraba
Perkusi :Batas jantung :
- batas kanan atas : ICS II linea parastrenalis dextra
23
- batas kiri atas : ICS II linea parastrenalis sinistra
- batas kanan bawah : ICS IV linea parasternalis dextra
- batas kiri bawah : ICS IV linea midclavicula
Auskultasi : bunyi jantung S I/II regular, murmur ( - )
Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : datar, ikut gerak nafas
Auskultasi : peristaltic (+) kesan normal
Palpasi : hepar teraba 3 cm bawah arcus costae dan 5 cm bawah processuss
xiphoideus, tepi tajam, permukaan rata, konsistensi kenyal, nyeri tekan (+), nyeri
tekan epigastrium (+),lien tidak teraba,
Perkusi : timpani (-), ascites (-)
Pemeriksaan ekstremitas
- Akral dingin, petechiae (-), perfusi perifer kurang, CRT 3”, oedema (-), pulsasi
arteri perifer (A.Dorsalis pedis dekstra et sinistra) teraba lemah.Tampak
bintik-bintik kemerahan pada lengan dan tungkai.
D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
A. Pemeriksaan Penunjang
Hasil Pemeriksaan Darah Rutin tanggal 24 November 2018
O24/11/2018 (IGD)
Leukosit 10.870 / µL
Eritrosit 3.45 / µL
Trombosit 4.000 / µL
Hb 8,5 g/dL
Ht 23,4 %
24
Hb 10,9 g/dL
Ht 30,3 %
25
Ht 32%
E. DIAGNOSA
Dengue Hemoragic Fever Grade III + Anemia
F. DIAGNOSA BANDING
Dengue Fever
Malaria
G. PENATALAKSANAAN
Bed Rest
IVFD RL Loading 400cc dalam 30 menit
Observasi nadi dan BAK
Bila BAK > 100 cc Lapor
Bila BAK <100 cc 10cc/kgbb/jam selama 6 jam
7cc/kgbb/jam selama 3 jam
5cc/kgbb/ jam selanjutnya (maintenance)
Inj. Ceftriaxon 1gr /24j/
Inj. Ranitidin 50 mg/12j/iv
Inj. Ondancetron 4 mg/8j/iv
Inj. Metyl prednisolon 50 mg/24j/iv
H. PROGNOSIS
Qua Ad Functionam : Dubia ad bonam
Qua Ad Sanationam : Dubia ad bonam
Qua Ad Vitam : Dubia ad bonam
26
I. FOLLOW UP
PERJALANAN
TANGGAL
PENYAKIT PENATALAKSANAAN
24/11/2018 S: os tampak mengantuk,
Observasi P/ 10cc/kgbb/jam
gelisah, Demam (+) turun
Jam 21.40
selama 2 jam
naik, mual (+) muntah (-)
O : SS/GC/Somnolen
7cc/kgbb/jam selama 4
TD : 100/60 mmHg jam
N : 140x/menit nadi
lemah dan dalam 5cc/kgbb/ jam
P : 28x/menit
S : 36oC selanjutnya
An (-/-), Ik (-/-) (maintenance)
BP : Vesikuler Inj. Ceftriaxon 1gr /24j/
BT : Rh -/- , wh-/- Inj. Ranitidin 50
BJ : I/II murni regular, BT
mg/12j/iv
(-) Inj. Ondancetron 4
Abd : peristaltik (+) kesan
mg/8j/iv
normal, Nyeri tekan (-). Inj. Metyl prednisolon
Hepar dan lien tidak 50 mg/24j/iv
Jam 22.00
teraba.
Eks : Akral hangat, edema Advis
Inj Ondancetron 3,6 mg
tungkai (-)
(now)
27
S : OS muntah setelah Bolus NaCL 360 cc
meminum air putih dalam 10 menit
berupa cairan putih dan
lender
25/11/2018 S : Demam (+), kepala P:
pusing (+), batuk (-), - IVFD RL Loading
10cc/kgbb/jam selama
sesak (-), nyeri ulu hati
10 menit
(+), mual (+), muntah (+),
IVFD Widahes
nafsu makan berkurang,
400cc/jam Loading
BAK lancar, BAB (-) selama 2 jam
O : SS/GC/Somnolen Observasi TTV ketat
dengan target nadi 70-
TD : 110/80 mmHg
N : 140x/menit 120x/m
P : 28x/menit Inj. Ceftriaxon 1gr /24j/
S : 37,2oC Inj. Ranitidin 50
An (-/-), Ik (-/-) mg/12j/iv
BP : Vesikuler Inj. Ondancetron 4
BT : Rh -/- , wh-/-
BJ : I/II murni regular, BT mg/8j/iv
Inj. Metyl prednisolon
(-)
Abd : peristaltik (+) kesan 125 mg/12j/iv
Pasang DC
normal, Nyeri tekan (-).
Laboratorium:
Hepar dan lien tidak
- kontrol darah rutin
teraba.
Eks : Akral hangat, edema
tungkai (-)
Lab :
o 25/11/2018 pukul 06:17
wib
Leukosit 23.540 /µL
28
A : DHF Grade III
29
Demam (-), menggigil (-), - IVFD RL 30 tpm
kepala pusing (+), batuk
Inj. Ceftriaxon 1gr /24j/
(-), sesak (-), nyeri ulu Inj. Ranitidin 50
hati (-), mual (-), muntah mg/12j/iv
(-), nafsu makan Inj. Ondancetron 4
30
hati (-), mual (-), muntah 1
(-), nafsu makan - Ranitidin 150 mg 2 x 1
berkurang, BAK lancar, sucratfat syr 5ml/8jam
BAB (-). Bintik merah Boleh Pulang
pada lengan mulai
menghilang .
O : SS/GC/CM
TD : 110/60 mmHg
N : 78 x/menit
P : 20 x/menit
S : 39,2 ⁰C
An (-/-), Ik (-/-)
BP : Vesikuler
BT : Rh -/- wh-/-
BJ : I/II murni regular, BT
(-)
Abd : Peristaltik (+) kesan
normal, Nyeri tekan (-)
Eks : Akral hangat, edema
tungkai (-).
A : DHF Grade III +
Anemia
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
Pasien masuk dengan keluhan utama demam yang dialami ± 4 hari sebelum
masuk rumah sakit, terus-menerus, disertai dengan lemas (+), mengantuk sepanjang
hari, dan menggigil. Pasien mengeluhkan adanya muntah berwarna hitam 1 kali ± 2 jam
sebelum masuk rumah sakit saat di Puskesmas. Sakit kepala (+), nyeri ulu hati (+), mual
31
(+), muntah (+), nafsu makan berkurang. Kemudian juga muuncul bintik-bintik merah
kehitaman pada wajah sejak 1 hari yang lalu, gusi berdarah disangkal. BAK terakhir 2
jam sebelum masuk rumah sakit. BAB belum hari ini.
Dari anamsesis diketahui bahwa pasien mengalami demam ± 4 hari sebelum
masuk rumah sakit. Hal ini sesuai dengan teori pada demam berdarah dengue (DHF)
dimana pada fase febris terjadi demam mendadak selama 2-7 hari, sakit kepala, serta
ditemukan petekie sebagai tanda adanya perdarahan.
Kurva demam pada demam berdarah dengue berhubungan dengan saat pelepasan
sitokin karena reaksi imun terhadap serangan virus dengue. Sitokin yang menyebabkan
demam seperti IL-1 dan IL-6, TNF-α, IFN-γ. Virus dengue merupakan pirogen eksogen.
Pada saat virus sudah menginfeksi dan berada di dalam darah, ada 2 respon imun yang
bekerja. Yaitu respon imun nonspesifik yang bekerja di awal dan cepat serta respon
imun spesifik yang bekerja lebih lambat. Makrofag akan segera bereaksi dengan
memfagositosis virus dan memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (antigen
presenting cell). Makrofag juga akan mensekresi sitokin yang merangsang inflamasi,
sitokin utama yang disekresi oleh makrofag adalah IL-1 yang merupakan pirogen
endogen. Pirogen adalah bahan yang menginduksi demam yang dipicu baik faktor
eksogen atau endogen seperti IL-1. Selain itu ada juga proses respon imun nonspesifik
yang diperankan oleh sel NK. Sel NK membunuh sel yang terinfeksi, sebelum respon
imun spesifik bekerja. Antigen yang menempel di makrofag ini akan mengaktivasi sel
T-helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. Dimulailah
mekanisme respon imun spesifik. Sel T yang diaktivasi adalah CD4+. CD4+ ini akan
mengaktivasi Th-2 untuk membentuk antibody lagi sehingga meningkatkan opsonisasi
dan aktivasi komplemen. CD4+ juga mengaktivasi Th-1 yang akan mengaktivasi CD8+
melalui presentasi oleh molekul MHC-1. CD8+ ini bersifat sitotoksik dan
menghancurkan peptida virus. Th-1 akan melepaskan IFN-γ, IL-2, dan limfokin.
Sedangkan Th-2 melepaskan IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10. Selanjutnya IFN-γ akan
merangsat monosit melepaskan TNF-α, IL-1, PAF, IL-6, dan histamin. Limfokin juga
merangsang makrofag melepas IL-1, IL-2 juga merupakan stimulan pelepasan IL-1,
TNF-α, dan IFN-γ. Pada Jalur komplemen, kompleks imun akan menyebabkan aktivasi
jalur komplemen sehingga dilepaskan C3a dan C5a (anafilatoksin) yang meningkatkan
jumlah histamin. Hasil akhir respon imun tersebut adalah peningkatan IL-1,TNF-α,
32
IFN-γ, IL-2, dan histamin.
IL-1,TNF-α, IFN-γ dikenal sebagai pirogen endogen sehingga timbul demam. IL-
1 bekerja pada termoregulator sedangkan TNF-α dan IFN-γ bekerja tidak secara
langsung karena merekalah yang merangsang pelepasan IL-1. Daerah spesifik IL-1
adalah pre-optik dan hipotalamus anterior dimana terdapat corpus callosum lamina
terminalis. Corpus callosum lamina terminalis terletak di dinding rostral ventriculus III
dan merupakan sekelompok saraf termosensitif (cold and hot sensitive neurons). IL-1
masuk ke dalam corpus callosum lamina terminalis melalui kapiler dan merangsang sel
memproduksi serta melepaskan PGE2, selain itu, IL-1 juga dapat memfasilitasi
perubahan asam arakhidonat menjadi PGE2. Selanjutnya PGE2 yang terbentuk akan
berdifusi ke dalam hipotalamus atau bereaksi dengan cold sensitive neurons. Hasil akhir
mekanisme tersebut adalah peningkatan thermostatic set point yang menyebabkan
aktivasi sistem saraf simpatis untuk menahan panas (vasokonstriksi) dan memproduksi
panas dengan menggigil.
Selain menyebabkan demam, IL-1 juga bertanggung jawab terhadap gejala lain
seperti timbulnya rasa kantuk/tidur, supresi nafsu makan, dan penurunan sintesis
albumin serta transferin. Penurunan nafsu makan merupakan akibat dari kerjasama IL-1
danTNF-α. Keduanya akan meningkatkan ekspresi leptin oleh sel adiposa. Peningkatan
leptin dalam sirkulasi menyebabkan negatif feedback ke hipotalamus ventromedial yang
berakibat pada penurunan intake makanan.
IFN-γ sebenarnya berfungsi sebagai penginduksi makrofag yang poten,
menghambat replikasi virus, dan menstimulasi sel B untuk memproduksi antibody.
Namun, bila jumlahnya terlalu banyak akan menimbulkan efek toksik seperti demam,
rasa dingin, nyeri sendi, nyeri otot, nyeri kepala, muntah, dan somnolan.
Dalam keadaan normal, manusia mensekresi mukus di dalam saluran pernafasan
yang berfungsi sebagai pembersih berbagai macam kotoran seperti debu yang tidak
tersaring melalui silia hidung. Apabila terdapat debu yang berlebihan, maka mukus yang
disekeresikan akan semakin bertambah. Infeksi atau iritasi pada saluran nafas juga
menyebabkan hipersekresi mukus pada saluran napas, kemudian, apabila terjadi
hipersekresi mukus, terjadi hipertrofi kelenjar submukosa pada trakea dan bronkus dan
akhirnya mukus tertimbun di dalam saluran napas. Ditandai juga dengan peningkatan
sekresi sel goblet disaluran napas kecil, bronkus dan bronkiolus. Kondisi ini kemudian
33
merangsang membran mukosa untuk selanjutnya mengaktifkan rangsang batuk dengan
tujuan untuk mengeluarkan benda asing yang telah mengiritasi saluran napas.
Dari pemeriksaan darah rutin yang dilakukan didapatkan penurunan kadar
trombosit (trombositopenia), yaitu 4.000. Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi
melalui mekanisme: 1) supresi sumsum tulang, 2) destruksi dan pemendekan masa
hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (<5 hari)
menunjukkan keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir
tercapai akan terjadi peningkatan proses hematopoesis termasuk megakariopoesis.
Kadar trombopoetin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukan
kenaikan, hal ini menunjukan terjadinya stimulasi trombopoesis sebagai mekanisme
kompensasi terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui
pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi virus dengue, konsumsi trombosit selama
proses koagulopati dan sekuestrasi perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui
mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4
yang merupakan petanda degranulasi trombosit.
Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini yang paling utama adalah terapi
suportif. Pemberian IVFD RL : D5% 1:2 20 tpm dan gelafusal untuk pengobatan dan
pencegahan hipovolemia. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan
yang paling penting. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika
asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen
cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi. Diberikan
ranitidin untuk mengurangi produksi asam lambung, Psidii cap 3x1 tab untuk
meningkatkan jumlah trombosit dengan mekanisme menghambat replikasi virus dengue
dan meningkatkan jumlah GM-CSF yang menstimulasi pembentukan megakariosit
sebagai bahan awal trombosit, Clobazam 0-0-1/2 untuk mengurangi perasaan gelisah,
neurodex tab 1 x 1 sebagai multivitamin, pencegahan anemia, dan penambah tenaga
untuk masa penyembuhan, Buavita 5 kotak/hr untuk membantu meningkatkan trombosit
dan asupan nutrisi.
Adapun prognosis pada pasien ini yaitu dubia ad bonam. Prognosis penyakit ini
baik dengan terapi suportif yang adekuat.
34
35
BAB V
KESIMPULAN
Infeksi virus dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian paling banyak
dibandingkan dengan infeksi arbovirus lainnya. Setiap tahun, di seluruh dunia, dilaporkan angka
kejadian infeksi dengue sekitar 20 juta dan angka kematian berkisar 24.000. Sindrom renjatan
dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh tanda
renjatan atau syok dapat berakibat fatal. Kegawatdaruratan DBD dinyatakan sebagai salah satu
masalah kesehatan global. (1,2,3,4,5)
Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh
dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Keadaan tersebut sangat tergantung
pada daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul
antibodi,namun bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan
bahkan dapat menimbulkan kematian.(2,3,5,6)
Pengobatan SSD bersifat suportif. Resusitasi cairan merupakan terapi terpenting.
Tatalaksana berdasarkan atas adanya perubahan fisiologi berupa perembesan plasma dan
perdarahan. Deteksi dini terhadap adanya perembesan plasma dan penggantian cairan yang
adekuat akan mencegah terjadinya syok. Pemilihan jenis cairan danjumlah yang akan diberikan
merupakan kunci keberhasilan pengobatan. Penegakkan diagnosis DBD secara dini dan
pengobatan yang tepat dancepat akan menurunkan angka kematian DBD. (1,2,3,4,5,6)
36
DAFTAR PUSTAKA
(1) Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi IV. Jilid III. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia.
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta. 2006
(2) Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Dengue di Sarana Pelayanan Kesehatan. Departemen
Kesehatan RI. 2005
(3) Gubler DJ. Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. Clinical Microbiology Reviews. 1998.Vol
11, No 3 ;480-496
(4) Dengue Haemorrhagic Fever : Diagnosis, Treatment, Prevention and Control.
Edition II. Geneva : World Health Organization. 1997.
Available from htttp://www.who.int/csr/resources/publications/dengue/Denguepublication
Accessed December 1, 2009.
(5) Dengue Virus Infection. Centers for Disease Control and Prevention. Division of Vector Borne
and Infectious Diseases. Atlanta : 2009
(6) Cook GC. Manson's Tropical Diseases. 22th Edition. United Kingdom : Elsevier Health
Sciences. 2008.
37