Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN KASUS

DENGUE SYOK SINDROM

oleh :

dr. Latifah Andhini

Pembimbing :

dr Yanuar Nusca Permana, Sp.A

Pendamping :
dr. Hesti Samila Wardhani

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP INDONESIA


KEMENTRIAN KESEHATAN INDONESIA
DINAS KESEHATAN KOTA BANJARBARU
RSUD IDAMAN BANJARBARU
KALIMANTAN SELATAN
2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan laporan
kasus tentang “Dengue Syok Sindrom” ini dengan baik meskipun banyak
kekurangan didalamnya.
Saya sangat berharap laporan ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai penegakkan diagnose Dengue Syok
Sindrom. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam laporan ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan laporan yang telah kami buat di masa
yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Semoga laporan ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun
orang yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan saya memohon kritik dan saran
yang membangun dari Anda demi perbaikan laporan ini di waktu yang akan
datang.

Banjarbaru, 12 Desember 2018

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul..................................................................................................1

Kata Pengantar..................................................................................................2

Daftar Isi...........................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................5

BAB III LAPORAN KASUS...........................................................................24

BAB IV PEMBAHASAN KASUS..................................................................33


BAB V KESIMPULAN....................................................................................36
Daftar Pustaka...................................................................................................37

BAB I
PENDAHULUAN

3
1.1 Latar Belakang
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manisfestasi klinis
demam, nyeri otot dan atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam,
limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Infeksi virus dengue telah
ada di Indonesia sejak abad ke -18, seperti yang dilaporkan oleh David Bylon
seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus dengue menimbulkan
penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam lima hari kadang-kadang disebut
juga sebagai demam sendi. Pada masa itu infeksi virus dengue di Asia Tenggara
hanya merupakan penyakit ringan yang tidak pernah menimbulkan kematian. Pola
penyebaran penyakit infeksi virus Dengue sejak 1780 – 1949 memiliki
kecenderungan epidemic dan lebih banyak di daerah tropis. (1,2,3,4,5,6)
Saat ini, infeksi virus dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian
paling banyak dibandingkan dengan infeksi arbovirus lainnya. Setiap tahun, di
seluruh dunia, dilaporkan angka kejadian infeksi dengue sekitar 20 juta dan angka
kematian berkisar 24.000. Sejak tahun 1952 infeksi virus dengue menimbulkan
penyakit dengan manifestasi klinis berat, yaitu DBD yang ditemukan di Manila,
Filipina. Kemudian ini menyebar ke negara lain seperti Thailand, Malaysia, dan
Indonesia. Pada tahun 1968 penyakit DBD dilaporkan di Surabaya dan Jakarta
dengan jumlah kematian yang sangat tinggi. (1,2,3,4.5)
Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom
renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang
ditandai oleh tanda renjatan atau syok dapat berakibat fatal. Kegawatdaruratan
DBD dinyatakan sebagai salah satu masalah kesehatan global. (1,2,3)

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. SINDROM SYOK DENGUE

Spektrum klinis infeksi virus dengue bervariasi tergantung dari faktor yang
mempengaruhi daya tahan tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi
virus. Dengan demikian infeksi virus dengue dapat menyebabkan keadaan yang
bermacam-macam, mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan yang tidak
spesifik (undifferentiated febrile illness), Demam Dengue, atau bentuk yang lebih
berat yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD). (1,2,3)

2.1. DEFINISI
Sindrom Syok Dengue (SSD) adalah keadaan klinis yang memenuhi kriteria
DBD disertai dengan gejala dan tanda kegagalan sirkulasi atau syok. SSD adalah
kelanjutan dari DBD dan merupakan stadium akhir perjalanan penyakit infeksi virus
dengue, derajat paling berat, yang berakibat fatal. (1,2,3)

2.2. ETIOLOGI
Virus dengue, termasuk genus Flavivirus, keluarga flaviridae. Terdapat 4
serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. keempatnya ditemukan di
Indonesia dengan den-3 serotype terbanyak. Infeksi salah satu serotipe akan
menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang
terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan
perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di
daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya.
Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di
Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa
rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi
sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan
menunjukkan manifestasi klinik yang berat. (1,2,3)
Penularan terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama Aedes
aegypti dan A.albopictus). Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada

5
penularan infeksi virus dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Nyamuk
Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang
sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang
biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan
kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk
betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovanan transmission). Sekali virus
dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan
dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus
memerlukan waktu masa tunas 46 hari (intrinsic incubation period) sebelum
menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi
bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari
sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul. (1,2)

2.3. EPIDEMIOLOGI
Saat ini, infeksi virus dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian
paling banyak dibandingkan dengan infeksi arbovirus lainnya. Setiap tahun, di seluruh
dunia, dilaporkan angka kejadian infeksi dengue sekitar 20 juta kasus dan angka
kematian berkisar 24.000 jiwa. Sampai saat ini DBD telah ditemukan di seluruh
propinsi di Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan adanya kejadian luar biasa.
Incidence rate meningkat dari 0,005 per 100,000 penduduk pada tahun 1968 menjadi
berkisar antara 6-27 per 100,000 penduduk (1989-1995). Mortalitas DBD cenderung
menurun hingga 2% tahun 1999. (1,2,3,4,5)

6
Gambar 1. Distribusi Virus Dengue, Infeksi dan Daerah Epidemis

Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban
udara. Pada suhu yang panas (28-32°C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk
Aedes akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu
udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya
penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus
dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat
pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun. (2)

2.4. PATOGENESIS
Patogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial.
Dua teori yang banyak dianut adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary
heterologous infection) dan hipotesis immune enhancement. (1,2,3)
Halstead (1973) menyatakan mengenai hipotesis secondary heterologous
infection. Pasien yang mengalami infeksi berulang dengan serotipe virus dengue yang
heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat.
Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan
menginfeksi dan membentuk kompleks antigen antibodi kemudian berikatan dengan

7
Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi
heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas
melakukan replikasi dalam sel makrofag (respon antibodi anamnestik)(1,2,3)
Dalam waktu beberapa hari terjadi proliferasi dan transformasi limfosit
dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Terbentuknya virus
kompleks antigen-antibodi mengaktifkan sistem komplemen (C3 dan C5),
melepaskan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh
darah sehingga plasma merembes ke ruang ekstravaskular. Volume plasma
intravaskular menurun hingga menyebabkan hipovolemia hingga syok. (1,2,3)

Gambar 2. Imunopatogenesis Infeksi Virus Dengue

Hipotesis kedua antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang


akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear.
Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang
kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga
mengakibatkan perembesan plasma kemudian hipovolemia dan syok. Perembesan
plasma ini terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar
natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Virus
dengue dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus
mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk.
Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan
peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai
potensi untuk menimbulkan wabah. (1,2)

8
Kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga
menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui
kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan menyebabkan
perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan
kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran
ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan
menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system)
sehingga terjadi trombositopenia. Kadar trombopoetin dalam darah pada saat terjadi
trombositopenia justru menunjukkan kenaikan sebagai mekanisme kompensasi
stimulasi trombopoesis saat keadaan trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan
menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati
konsumtif (KID = koagulasi intravaskular diseminata), ditandai dengan peningkatan
FDP (fibrinogen degradation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.
(2,3)

9
Gambar 4. Patogenesis Perdarahan pada DBD

Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit,


sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di
sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga
terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler
yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD
diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID),
kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya,
perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.(2,3)

2.5. MANIFESTASI KLINIS


Manifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang
mempengaruhi daya tahan tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi
virus sehingga dapat bsifat asimptomatik, atau berupa demam yang tidak khas
(undifferentiated fever), demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD) atau
sindrom syok dengue (SSD).(1,2,3)
Masa inkubasi dalam tubuh manusia selama 4-6 hari (rentang 3-14 hari)

10
timbul gejala prodromal yang tidak khas berupa nyeri kepala, tulang belakang, dan
merasa lemas.(1)

Gambar 5. Spektrum Klinis Infeksi Virus Dengue

Demam Dengue
Gejala klasik ialah gejala demam tinggi mendadak, kadang-kadang bifasik
(saddle back fever), nyeri kepala berat, nyeri belakang bola mata, nyeri otot, tulang,
atau sendi, mual, muntah, dan timbulnya ruam. Ruam berbentuk makulopapular yang
bisa timbul pada awal penyakit (1-2 hari ) kemudian menghilang tanpa bekas dan
selanjutnya timbul ruam merah halus pada hari ke-6 atau ke7 terutama di daerah kaki,
telapak kaki dan tangan. Selain itu, dapat juga ditemukan petekie. Pada keadaan
wabah telah dilaporkan adanya demam dengue yang disertai dengan perdarahan
seperti : epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna, hematuri, dan
menoragi. (1,2,3,4)

Demam Berdarah Dengue


Bentuk klasik ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari, disertai
dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang,
sendi, mual, dan muntah sering ditemukan. Biasanya ditemukan juga nyeri perut
dirasakan di epigastrium dan dibawah tulang iga. Bentuk perdarahan yang paling
sering adalah uji tourniquet (Rumple leede) positif, kulit mudah memar dan
perdarahan pada bekas suntikan intravena. Kebanyakan kasus, petekie halus
ditemukan tersebar di daerah ekstremitas, aksila, wajah, dan palatumole, yang
11
biasanya ditemukan pada fase awal dari demam. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih
jarang ditemukan, perdarahan saluran cerna ringan dapat ditemukan pada fase
demam. Hati biasanya membesar dengan variasi dari just palpable sampai 2-4 cm di
bawah arcus costae kanan. Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam,
pada saat ini terjadi penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering disertai dengan
gangguan sirkulasi yang bervariasi dalam berat-ringannya. Pada kasus dengan
gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi minimal dan sementara, pada kasus
berat penderita dapat mengalami syok. (1,2,3,4)

Sindrom Syok Dengue


Syok biasa terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara hari ke 3
sampai hari sakit ke-7. Pasien mula-mula terlihat letargi atau gelisah kemudian jatuh
ke dalam syok yang ditandai dengan kulit dingin-lembab, sianosis sekitar mulut, nadi
cepat-lemah, tekanan nadi < 20 mmHg, hipotensi, pengisian kapiler terlambat dan
produksi urin yang berkurang. Kebanyakan pasien masih tetap sadar sekalipun sudah
mendekati stadium akhir. Bila terlambat diketahui atau pengobatan tidak adekuat,
syok dapat menjadi syok berat dengan berbagai penyulitnya seperti asidosis
metabolik, perdarahan hebat saluran cerna. infeksi (pneumonia, sepsis, flebitis) dan
terlalu banyak cairan (over hidrasi), manifestasi klinik infeksi virus yang tidak lazim
seperti ensefalopati dan gagal hati. Pada masa penyembuhan yang biasanya terjadi
dalam 2-3 hari, kadang-kadang ditemukan sinus bradikardi atau aritmia, dan timbul
ruam pada kulit. Tanda prognostik baik apabila pengeluaran urin cukup dan
kembalinya nafsu makan.(1,2,3,4)

2.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk screening dengan periksa kadar
hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), trombosit, leukosit. Pemeriksaan sediaan apus
darah tepi menunjukkan limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru.
Kadar leukosit dapat normal atau menurun Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis
relatif (>45% jumlah leukosit total) disertai limfosit plasma biru (LPB >15% total
leukosit) yang pada fase syok akan meningkat. Trombosit umumnya menurun pada
hari ke-3 hingga ke-8. Pemeriksaan hematokrit untuk menentukan kebocoran plasma
dengan peningkatan kadar hematokrit >20% kadar hematokrit awal.(1,2)

12
Diagnosis pasti dapat tegak bila didapatkan hasil isolasi virus dengue (cell
culture) atau deteksi antigen virus RNA dgn teknik Reverse Transcriptase Polymerase
Chain Reaction namun teknik ini rumit. Pemeriksaan lain yaitu tes serologis yang
mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap dengue. Diagnosis Serologis dikenal 4
jenis uji serologi untuk menunjukkan adanya 5 infeksi virus dengue , yaitu :
a) Uji hemaglutinasi inhibisi
b) Uji komplemen fiksasi
c) Uji netralisasi
d) IgM dan IgG elisa

IgM elisa pada tahun terakir ini merupakan uji serologi yang banyak sekali dipakai.
Hal- hal yang perlu diperhatikan :
 Pada hari 4-5 infeksi virus dengue , akan timbul igM yang kemudian diikuti
timbulnya igG.
 Dengan mendeteksi igM pada serum pasien, akan secara cepat dapat
ditentukan diagnosis yang tepat.1
 IgM dapat bertahan di dalam darah sampai 2-3 bulan setelah adanya infeksi. Untuk
memperjelaskan hasil uji igM dapat pula dilakukan uji terhadap igG.Ratio IgM/

13
IgG dapat menentukan infeksi primer atau sekunder. Jika ratio igM / igG > 1.2
menunjukan infeksi primer, < 1.2 menunjukan infeksi sekunder.3-5

1. Mendeteksi antigen virus


NS1 antigen dapat dideteksi pada hari 1 sejak mulai demam dan menghilang
setelah 5-6 hari.1

Pemeriksaan lain menunjukkan SGOT dan SGPT dapat meningkat.


Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa ditemukan. Adanya fibrinolisis dan
ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan fibrinogen, protrombin, faktor VIII,
faktor XII, dan antitrombin III. aPTT dan PT memanjang pada sepertiga sampai
setengah kasus DBD. Asidosis metabolik dan peningkatan BUN ditemukan pada
syok berat. (1,2)
Pada pemeriksaan radiologis pada posisi lateral dekubitus kanan bisa
ditemukan efusi pleura, terutama sebelah kanan. Berat-ringannya efusi pleura
berhubungan dengan berat-ringannya penyakit. Pada pasien syok, efusi pleura dapat
ditemukan bilateral.(1,2)

2.7. DIAGNOSIS DAN PENENTUAN DERAJAT PENYAKIT


Penegakan diagnosis berdasarkan kriteria WHO tahun 1997 (1,2,4)
Demam Dengue
1. Probable
Demam akut disertai dua atau lebih manifestasi klinis berikut; nyeri kepala, nyeri
belakang mata, miagia, artralgia, ruam, manifestasi perdarahan, leukopenia, uji HI >_
1.280 dan atau IgM anti dengue positif, atau pasien berasal dari daerah yang pada saat
yang sama ditemukan kasus confirmed dengue infection.
2. Corfirmed
Kasus dengan konfirmasi laboratorium sebagai berikut deteksi antigen dengue,
peningkatan titer antibodi > 4 kali pada pasangan serum akut dan serum konvalesens,
dan atau isolasi virus.

Demam Berdarah Dengue


Diagnosis tegak bila semua hal dipenuhi :
1. Demam akut 2-7 hari, biasanya bersifat bifasik.
2. Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa :
14
• uji tourniquet positif
• petekie, ekimosis, atau purpura
• perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi), saluran cerna, tempat bekas suntikan
• hematemesis atau melena
3. Trombositopenia < 100.00/ul
4. Kebocoran plasma yang ditandai dengan
• peningkatan nilai hematrokrit > 20 % dari nilai baku sesuai umur dan jenis kelamin.
• penurunan nilai hematokrit > 20 % setelah pemberian cairan yang adekuat
• efusi pleura, asites, hipoproteinemi

Sindrom Syok Dengue


Seluruh kriteria DBD (4) disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi yaitu :
- Penurunan kesadaran, gelisah
- Nadi cepat, lemah
- Hipotensi
- Tekanan nadi < 20 mmHg
- Perfusi perifer menurun
- Kulit dingin-lembab.

PENENTUAN DERAJAT PENYAKIT


Karena spektrum klinis infeksi virus dengue yang bervariasi, derajat klinis
perlu ditentukan sehubungan dengan tatalaksana yang akan dilakukan.(2,4)

15
Gambar 6. Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue

Perbedaan gejala dan tanda klinis pada setiap derajat terbagi dalam tabel berikut :

DERAJAT GEJALA & TANDA LABORATORIUM

Demam 2-7 hari Leukopenia Serologi


Disertai > 2 tanda : sakit Trombositopeni Dengue
kepala, nyeri retro-orbital, Kebocoran Positif
mialgia, atralgia Plasma (-)
I Gejala di atas (+) Trombositopeni
Disertai uji bendung positif (<100.000/ul)
II Gejala di atas (+)
Disertai perdarahan spontan Kebocoran
III Gejala di atas (+) Plasma (+) :
Disertai tanda kegagalan Peningkatan Ht
sirkulasi > 20 %
IV Syok berat disertai dengan Penurunan Ht >
tekanan darah dan nadi yang 20 % setelah
tidak terukur pemberian
cairan yang
adekuat.

2.8 PENATALAKSANAAN

1. Pada DSS segera beri infus kristaloid ( Ringer laktat atau NaCl 0,9%) 10-20
ml/kgBB secepatnya (diberikan dalam bolus selama 30 menit) dan oksigen 2 lt/mnt.

16
Untuk DSS berat (DBD derajat IV, nadi tidak teraba dan tensi tidak terukur)
diberikan ringer laktat 20ml/kgBB bersama koloid. Observasi tensi dan nadi tiap 15
menit, hematokrit dan trombosit tiap 4-6 jam. Periksa elektrolit dan gula darah.
2. Apabila dalam waktu 30 menit syok belum teratasi, tetesan ringer laktat tetap
dilanjutkan15-20ml/kgBB, ditambah plasma (fresh frozen plasma) atau koloid (HES)
sebanyak 10-20ml/kgBB, maksimal 30ml/kgBB (koloid diberikan pada jalur infus
yang sama dengan kristaloid, diberikan secepatnya). Observasi keadaan umum,
tekanan darah, keadaan nadi tiap 15 menit, dan periksa hematokrit tiap 4-6 jam.
Koreksi asidosis, elektrolit dan gula darah. Pada syok berat (tekanan nadi < 10
mmHg), penggunaan koloid (HES) sebagai cairan resusitasi inisial memberi hasil
perbaikan peningkatan tekanan nadi lebih cepat.
3. Apabila syok telah teratasi disertai penurunan kadar hemoglobin/hematokrit, tekanan
nadi > 20mmHg, nadi kuat, maka tetesan cairan dikurangi menjadi 10ml/kgBB.
Volume 10ml/kgBB/jam dapat tetap dipertahankan sampai 24 jam atau sampai klinis
stabildan hematokrit menurun <40%. Selanjutnya cairan diturunkan menjdi
7ml/kgBB sampai keadaan klinis dan hematokrit stabil kemudian secara bertahap
cairan diturunkan 5ml dan seterusnya3ml/kgBB/jam. Dianjurkan pemberian cairan
tidak melebihi 48 jam setelah syok teratasi. Observasi klinis, nadi, tekanan darah,
jumlah urin dikerjakan tiap jam (usahakan urin >1ml/kgBB, BD urin <1,020) dan
pemeriksaan hematokrit dan trombosit tiap 4-6 jam sampai keadaan umum baik.
4. Apabila syok belum dapat teratasi, sedangkan kadar hematokrit menurun tetapi masih
>40 vol% berikan darah dalam volume kecil10ml/kgBB. Apabila tampak perdarahan
masif,berikan darah segar 20ml/kgBB dan lanjutkan cairan kristaloid
10ml/kgBB/jam. Pemasangan CVP (dipertahankan 5-8cmH2O) padasyok berat
kadang-kadang diperlukan, sedangkan pemasangan sonde lambung tidak dianjurkan.
5. Apabila syok masih belum teratasi, pasang CVP untuk mengetahui kebutuhan cairan
dan pasang kateter urin untuk mengetahui jumlah urin. Apabila CVP normal
(>10cmH2O), maka diberikan dopamin.)

17
Bagan 1. Tatalaksana kasus DBD derajat III dan IV
[2]
(Sindrom Syok Dengue/SSD)

DBD derajat III & IV

1. Oksigenasi (berikan O2 2-4 liter/menit


2. Penggantian volume plasma segera (cairan kristaloid isotonis)
Ringer laktat/NaCl 0,9%
20ml/kgBB secepatnya (bolus dalam 30 menit)

Evaluasi 30 menit, apakah syok teratasi ?


Pantau tanda vital tiap 10 menit
Catat balance cairan selama pemberian cairan intravena

Syok teratasi Syok tidak teratasi


Kesadaran membaik Kesadaran menurun
Nadi teraba kuat Nadi lembut/tidak teraba
Tekanan nadi >20 mmHg Tekanan nadi <20 mmHg
Tidak sesak nafas/sianosis Distress pernafasan/sianosis
Ekstrimitas hangat Kulit dingin dan lembab
Diuresis cukup 1 ml/kgBB/jam Ekstrimitas dingin
Periksa kadar gula darah

Cairan dan tetesan disesuaikan 1. Lanjutkan cairan


10 ml/kgBB/jam 15-20 ml/kgBB/jam
Evaluasi ketat
Tanda vital 2. Tambahkan koloid/plasma
Tanda perdarahan Dekstran/FFP
Diuresis
Pantau Hb, Ht, Trombosit 3. Koreksi asidosis
Evaluasi 1 jam

Stabil dalam 24 jam


Tetesan 5 ml/kgBB/jam Syok belum teratasi
Ht stabil dalam 2x Syok teratasi
Pemeriksaan Ht turun Ht tetap tinggi/naik

Tetesan 3 ml/kgBB/jam Transfusi darah segar


10 ml/kgBB Koloid 20 ml/kgBB
dapat diulang sesuai
Infus stop tidak melebihi 48 jam kebutuhan
setelah syok teratasi

18
(2)
Jenis Cairan Resusitasi (rekomendasi WHO)
1. Kristaloid
Larutan ringer laktat (RL)
Larutan ringer asetat (RA)
Larutan garam faali (GF)
Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL)
Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA)
Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF)
(Catatan:Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA tidak boleh
larutan yang mengandung dekstran)
1. Koloid
Dekstran 40, Plasma, Albumin

Pilihan Cairan Koloid pada Resusitasi Cairan SSD


Saat ini ada 3 golongan cairan koloid yang masing-masing mempunyai
keunggulan dan kekurangannya, yaitu golongan Dekstran, Gelatin, Hydroxy ethyl starch
(2)
(HES).
Golongan Dekstran mempunyai sifat isotonik dan hiperonkotik, maka pemberian
dengan larutan tersebut akan menambah volume intravaskular oleh karena akan menarik
cairan ekstravaskular. Efek volume 6% Dekstran 70 dipertahankan selama 6-8 jam,
sedangkan efek volume 10°/o Dekstran 40 dipertahankan selama 3-5 jam. Kedua larutan
tersebut dapat menggangu mekanisme pembekuan darah dengan cara menggangu fungsi
trombosit dan menurunkan jumlah fibrinogen serta faktor VIII, terutama bila diberikan
lebih dari 1000 ml/24 jam. Pemberian dekstran tidak boleh diberikan pada pasien
(2)
dengan KID.
Golongan Gelatin (Hemacell dan gelafundin merupakan larutan gelatin yang
mempunyai sifat isotonik dan isoonkotik. Efek volume larutan gelatin menetap sekitar
(2)
2-3 jam dan tidak mengganggu mekanism pembekuan darah.
Hydroxy ethyl starch (HES) 6% HES 200/0,5; 6% HES 200/0,6; 6% HES
450/0,7 adalah larutan isotonik dan isonkotik, sedangkan 10% HES 200/0,5 adalah

19
larutan isotonik dan hiponkotik. Efek volume 6%/10°/o HES 200/0,5 menetap dalam 4-
8 jam, sedangkan larutan 6% HES 200/0,6 dan 6% HES 450/0,7 menetap selama 8-12
jam. Gangguan mekanisme pembekuan tidak akan terjadi bila diberikan kurang dari
1500cc/24 jam, dan efek ini terjadi karena pengenceran dengan penurunan hitung
trombosit sementara, perpanjangan waktu protrombin dan waktu tromboplastin parsial,
(2)
serta penurunan kekuatan bekuan.

Ruang Rawat Khusus Untuk DBD/SSD


Untuk mendapatkan tatalaksana DBD lebih efektif, maka pasien DBD
seharusnya dirawat di ruang rawat khusus, yang dilengkapi dengan perawatan untuk
kegawatan. Ruang perawatan khusus tersebut dilengkapi dengan fasilitas laboratorium
untuk memeriksa kadar hemoglobin, hematokrit dan trombosit yang tersedia selama 24
jam. Pencatatan merupakan hal yang penting dilakukan di ruang perawatan DBD.
Paramedis dapat didantu oleh keluarga pasien untuk mencatatjumlah cairan baik yang
diminum maupun yang diberikan secara intravena, serta menampung urin serta mencatat
(2)
jumlahnya.

(2)
Kriteria Memulangkan Pasien
Pasien dapat dipulang apabila, memenuhi semua keadaan dibawah ini
1. Tampak perbaikan secara klinis
2. Tidak demam selaina 24 jam tanpa antipiretik
3. Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)
4. Hematokrit stabil
5. Jumlah trombosit cenderung naik > 50.000/ul
6. Tiga hari setelah syok teratasi
7. Nafsu makan membaik

20
21
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 ANAMNESIS
A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Anak KH
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Sungai Ulin, Banjarbaru
Umur : 10 tahun
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Anak ke : 1 dari 2 bersaudara
Tanggal Rawat : 24 November 2018

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Demam
Anamnesis Terpimpin :
Pasien masuk dengan keluhan utama demam yang dialami ± 4 hari sebelum masuk rumah
sakit, terus-menerus, disertai dengan lemas (+), mengantuk sepanjang hari, dan
menggigil. Pasien mengeluhkan adanya muntah berwarna hitam 1 kali ± 2 jam sebelum
masuk rumah sakit saat di Puskesmas. Sakit kepala (+), nyeri ulu hati (+), mual (+),
muntah (+), nafsu makan berkurang. Kemudian juga muuncul bintik-bintik merah
kehitaman pada wajah sejak 1 hari yang lalu, gusi berdarah disangkal. BAK terakhir 2
jam sebelum masuk rumah sakit. BAB belum hari ini.

Riwayat Penyakit Sebelumnya


Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Tidak ada riwayat DBD
sebelumnya.

Riwayat Penyakit dalam Keluarga/ Lingkungan Sekitarnya yang Ada Hubungan


dengan Penyakit Sekarang

22
Pada keluarga maupun tetangga sekitar rumah tidak ada yang mengalami penyakit yang
serupa seperti pada pasien. Namun, di lingkungan sekolah, terdapat beberapa teman
pasien yang menderita DBD dan sempat dirawat di rumah sakit.

C. PEMERIKSAAN FISIS

Keadaan umum
Tampak sakit sedang/ gelisah / compos mentis ( E4M6V5 )
Tanda vital
 Tekanan darah : 100/60 mmHg
 Nadi : 128x/menit
 Frekuensi Pernapasan : 28x/menit
 Suhu : 37,2oC
Pemeriksaan kepala dan leher
 Mata : anemis ( -/- ) ikterus ( - /- )
: pupil bulat isokor diameter 2,5 cm / 2,5 cm
 Bibir : sianosis ( - )
 Leher : JVP R-2 cm
 Tonsil : dalam batas normal
 Faring : dalam batas normal
Pemeriksaan thoraks
 Inspeksi : simetris kiri dan kanan
 Palpasi : masa tumor ( - ), nyeri tekan ( - )
vocal premitus simetris kesan normal
 Perkusi : paru kiri : sonor
: paru kanan : sonor
: batas paru hepar : ICS IV dekstra
: batas paru belakang kanan : CV Th VIII dekstra
: batas paru belakang kiri : CV Th IX sinistra
 Auskultasi : Ronkhi ( -/- ), wheezing ( -/- )
Pemeriksaan jantung
 Inspeksi : apeks jantung tidak tampak
 Palpasi : apeks jantung tidak teraba
 Perkusi :Batas jantung :
- batas kanan atas : ICS II linea parastrenalis dextra

23
- batas kiri atas : ICS II linea parastrenalis sinistra
- batas kanan bawah : ICS IV linea parasternalis dextra
- batas kiri bawah : ICS IV linea midclavicula
 Auskultasi : bunyi jantung S I/II regular, murmur ( - )
Pemeriksaan abdomen
 Inspeksi : datar, ikut gerak nafas
 Auskultasi : peristaltic (+) kesan normal
 Palpasi : hepar teraba 3 cm bawah arcus costae dan 5 cm bawah processuss
xiphoideus, tepi tajam, permukaan rata, konsistensi kenyal, nyeri tekan (+), nyeri
tekan epigastrium (+),lien tidak teraba,
 Perkusi : timpani (-), ascites (-)
Pemeriksaan ekstremitas
- Akral dingin, petechiae (-), perfusi perifer kurang, CRT 3”, oedema (-), pulsasi
arteri perifer (A.Dorsalis pedis dekstra et sinistra) teraba lemah.Tampak
bintik-bintik kemerahan pada lengan dan tungkai.

D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
A. Pemeriksaan Penunjang
Hasil Pemeriksaan Darah Rutin tanggal 24 November 2018
O24/11/2018 (IGD)
 Leukosit 10.870 / µL
 Eritrosit 3.45 / µL
 Trombosit 4.000 / µL
 Hb 8,5 g/dL
 Ht 23,4 %

Kesan: terjadi penurunan trombosit (trombositopenia),dan penurunan


Hb

Hasil Pemeriksaan Darah Rutin tanggal 25 November 2018


o 25/11/2018 pukul 06:17 wib
 Leukosit 23.540 /µL

 Trombosit 12.000 /µL

24
 Hb 10,9 g/dL
 Ht 30,3 %

Kesan: terjadi penurunan trombosit (trombositopenia) dan penurunan


Hb

Jenis Pemerikaan Hasil Nilai Rujukan


WBC 20.88x103/uL ↓ 3,8 - 10,6 x 103/uL
RBC 2.83x106/uL ↓ 4,4 - 5,9 x 106/uL
HGB 7.0 g/dL↓ 13,2 - 17,3 g/dL
HCT 19.8 % ↓ 40 - 50 %
MCV 70.0 fL ↓ 80 - 100 fL
DARAH MCH 24.7 pg 26 - 34 pg
MCHC 35,4 g/dL 32 - 36 g/dL
RUTIN
PLT 52x103/uL ↓ 140 - 392 x 103/uL
LYM 26,2 % 25 - 40 %
MONO 10,2 % ↑ 2-8%
EOS 0,0 % 2-4%
BASO 0,0 % 0–1%

Hasil Pemeriksaan Darah Rutin tanggal 26 November 2018


o 26/11/2018 pukul 06:17 wib
 Leukosit 20.880 /µL

 Trombosit 52.000 /µL


 Hb 7,0 g/dL
 Ht 19.8 %

Kesan: terjadi penurunan trombosit (trombositopenia) dan penurunan


Hb

Hasil Pemeriksaan Darah Rutin tanggal 27 November 2018


o 27/11/2018 pukul 06:17 wib
 Leukosit 23.410 /µL

 Trombosit 52.000 /µL


 Hb 10,9 g/dL

25
 Ht 32%

Kesan: terjadi penurunan trombosit (trombositopenia) dan penurunan


Hb

E. DIAGNOSA
Dengue Hemoragic Fever Grade III + Anemia

F. DIAGNOSA BANDING
 Dengue Fever
 Malaria

G. PENATALAKSANAAN
 Bed Rest
 IVFD RL Loading 400cc dalam 30 menit
Observasi nadi dan BAK
Bila BAK > 100 cc Lapor
Bila BAK <100 cc  10cc/kgbb/jam selama 6 jam
 7cc/kgbb/jam selama 3 jam
 5cc/kgbb/ jam selanjutnya (maintenance)
 Inj. Ceftriaxon 1gr /24j/
 Inj. Ranitidin 50 mg/12j/iv
 Inj. Ondancetron 4 mg/8j/iv
 Inj. Metyl prednisolon 50 mg/24j/iv

H. PROGNOSIS
Qua Ad Functionam : Dubia ad bonam
Qua Ad Sanationam : Dubia ad bonam
Qua Ad Vitam : Dubia ad bonam

26
I. FOLLOW UP
PERJALANAN
TANGGAL
PENYAKIT PENATALAKSANAAN
24/11/2018 S: os tampak mengantuk,
Observasi P/ 10cc/kgbb/jam
gelisah, Demam (+) turun
Jam 21.40
selama 2 jam
naik, mual (+) muntah (-)

O : SS/GC/Somnolen
7cc/kgbb/jam selama 4
 TD : 100/60 mmHg jam
 N : 140x/menit nadi 
lemah dan dalam 5cc/kgbb/ jam
 P : 28x/menit
 S : 36oC selanjutnya
 An (-/-), Ik (-/-) (maintenance)
 BP : Vesikuler  Inj. Ceftriaxon 1gr /24j/
BT : Rh -/- , wh-/-  Inj. Ranitidin 50
 BJ : I/II murni regular, BT
mg/12j/iv
(-)  Inj. Ondancetron 4
 Abd : peristaltik (+) kesan
mg/8j/iv
normal, Nyeri tekan (-).  Inj. Metyl prednisolon
Hepar dan lien tidak 50 mg/24j/iv
Jam 22.00
teraba.
 Eks : Akral hangat, edema Advis
Inj Ondancetron 3,6 mg
tungkai (-)
(now)

27
S : OS muntah setelah Bolus NaCL 360 cc
meminum air putih dalam 10 menit
berupa cairan putih dan
lender
25/11/2018 S : Demam (+), kepala P:
pusing (+), batuk (-),  - IVFD RL Loading
10cc/kgbb/jam selama
sesak (-), nyeri ulu hati
10 menit
(+), mual (+), muntah (+),
 IVFD Widahes
nafsu makan berkurang,
400cc/jam Loading
BAK lancar, BAB (-) selama 2 jam
O : SS/GC/Somnolen Observasi TTV ketat
dengan target nadi 70-
 TD : 110/80 mmHg
 N : 140x/menit 120x/m
 P : 28x/menit  Inj. Ceftriaxon 1gr /24j/
 S : 37,2oC  Inj. Ranitidin 50
 An (-/-), Ik (-/-) mg/12j/iv
 BP : Vesikuler  Inj. Ondancetron 4
BT : Rh -/- , wh-/-
 BJ : I/II murni regular, BT mg/8j/iv
 Inj. Metyl prednisolon
(-)
 Abd : peristaltik (+) kesan 125 mg/12j/iv
 Pasang DC
normal, Nyeri tekan (-).
Laboratorium:
Hepar dan lien tidak
- kontrol darah rutin
teraba.
 Eks : Akral hangat, edema
tungkai (-)
Lab :
o 25/11/2018 pukul 06:17
wib
 Leukosit 23.540 /µL

 Trombosit 12.000 /µL


 Hb 10,9 g/dL
 Ht 30,3 %

28
A : DHF Grade III

26/11/2018 S : Demam (+), kepala P:


pusing (+), batuk (-),  - IVFD RL 30 tpm
sesak (-), nyeri ulu hati
Inj. Ceftriaxon 1gr /24j/
(-), mual (-), muntah (-),  Inj. Ranitidin 50
nafsu makan berkurang, mg/12j/iv
BAK lancar, BAB (-).  Inj. Ondancetron 4

Bintik merah pada lengan. mg/8j/iv


 Inj. Metyl prednisolon
O : SS/GC/CM
125 mg/24j/iv
 TD : 120/80 mmHg  Inj. Furosemid
 N : 78 x/menit
 P : 18 x/menit 20mg/24jam
 S : 36,8 ⁰C  PO : sucratfat syr
 An (-/-), Ik (-/-) 5ml/8jam
 BP : Vesikuler  Transfusi PRC 240 ml

BT : Rh -/-, wh-/-
 BJ : I/II murni regular, BT
(-)
 Abd : Peristaltik (+) kesan
normal, Nyeri tekan (-).
 Eks : Akral hangat, edema
tungkai (-)
Lab : -
 Leukosit 20.880 /µL

 Trombosit 52.000 /µL


 Hb 7,0 g/dL
 Ht 19.8 %

A : DHF Grade III +


Anemia
27/11/2018 S: P:

29
Demam (-), menggigil (-),  - IVFD RL 30 tpm
kepala pusing (+), batuk
Inj. Ceftriaxon 1gr /24j/
(-), sesak (-), nyeri ulu  Inj. Ranitidin 50
hati (-), mual (-), muntah mg/12j/iv
(-), nafsu makan  Inj. Ondancetron 4

berkurang, BAK lancar, mg/8j/iv


 Inj. Metyl prednisolon
BAB (-). Bintik merah
125 mg/24j/iv
pada lengan.  Inj. Furosemid
O : SS/GC/CM 20mg/24jam
 TD : 120/70 mmHg  PO : sucratfat syr
 N : 82 x/menit 5ml/8jam
 P : 20 x/menit  Bladder training
 S : 39,8 ⁰C  Off kateter
 An (-/-), Ik (-/-)
 BP : Vesikuler
BT : Rh -/- wh-/-
 BJ : I/II murni regular, BT
(-)
 Abd : Peristaltik (+) kesan
normal, Nyeri tekan (-)
 Eks : Akral hangat, edema
tungkai (-).
Lab :
 Leukosit 23.410 /µL

 Trombosit 52.000 /µL


 Hb 10,9 g/dL
 Ht 32%

A : DHF Grade III +


anemia
28/11/18 S: P:
Demam (-), menggigil (-), - Aff infus
kepala pusing (-), batuk - Paracetamol 3 x 1
(-), sesak (-), nyeri ulu - Cefadroxyl 500 mg 3 x

30
hati (-), mual (-), muntah 1
(-), nafsu makan - Ranitidin 150 mg 2 x 1
berkurang, BAK lancar,  sucratfat syr 5ml/8jam
BAB (-). Bintik merah  Boleh Pulang
pada lengan mulai
menghilang .
O : SS/GC/CM
 TD : 110/60 mmHg
 N : 78 x/menit
 P : 20 x/menit
 S : 39,2 ⁰C
 An (-/-), Ik (-/-)
 BP : Vesikuler
BT : Rh -/- wh-/-
 BJ : I/II murni regular, BT
(-)
 Abd : Peristaltik (+) kesan
normal, Nyeri tekan (-)
 Eks : Akral hangat, edema
tungkai (-).
A : DHF Grade III +
Anemia

BAB IV
PEMBAHASAN KASUS

Pasien masuk dengan keluhan utama demam yang dialami ± 4 hari sebelum
masuk rumah sakit, terus-menerus, disertai dengan lemas (+), mengantuk sepanjang
hari, dan menggigil. Pasien mengeluhkan adanya muntah berwarna hitam 1 kali ± 2 jam
sebelum masuk rumah sakit saat di Puskesmas. Sakit kepala (+), nyeri ulu hati (+), mual

31
(+), muntah (+), nafsu makan berkurang. Kemudian juga muuncul bintik-bintik merah
kehitaman pada wajah sejak 1 hari yang lalu, gusi berdarah disangkal. BAK terakhir 2
jam sebelum masuk rumah sakit. BAB belum hari ini.
Dari anamsesis diketahui bahwa pasien mengalami demam ± 4 hari sebelum
masuk rumah sakit. Hal ini sesuai dengan teori pada demam berdarah dengue (DHF)
dimana pada fase febris terjadi demam mendadak selama 2-7 hari, sakit kepala, serta
ditemukan petekie sebagai tanda adanya perdarahan.
Kurva demam pada demam berdarah dengue berhubungan dengan saat pelepasan
sitokin karena reaksi imun terhadap serangan virus dengue. Sitokin yang menyebabkan
demam seperti IL-1 dan IL-6, TNF-α, IFN-γ. Virus dengue merupakan pirogen eksogen.
Pada saat virus sudah menginfeksi dan berada di dalam darah, ada 2 respon imun yang
bekerja. Yaitu respon imun nonspesifik yang bekerja di awal dan cepat serta respon
imun spesifik yang bekerja lebih lambat. Makrofag akan segera bereaksi dengan
memfagositosis virus dan memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (antigen
presenting cell). Makrofag juga akan mensekresi sitokin yang merangsang inflamasi,
sitokin utama yang disekresi oleh makrofag adalah IL-1 yang merupakan pirogen
endogen. Pirogen adalah bahan yang menginduksi demam yang dipicu baik faktor
eksogen atau endogen seperti IL-1. Selain itu ada juga proses respon imun nonspesifik
yang diperankan oleh sel NK. Sel NK membunuh sel yang terinfeksi, sebelum respon
imun spesifik bekerja. Antigen yang menempel di makrofag ini akan mengaktivasi sel
T-helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. Dimulailah
mekanisme respon imun spesifik. Sel T yang diaktivasi adalah CD4+. CD4+ ini akan
mengaktivasi Th-2 untuk membentuk antibody lagi sehingga meningkatkan opsonisasi
dan aktivasi komplemen. CD4+ juga mengaktivasi Th-1 yang akan mengaktivasi CD8+
melalui presentasi oleh molekul MHC-1. CD8+ ini bersifat sitotoksik dan
menghancurkan peptida virus. Th-1 akan melepaskan IFN-γ, IL-2, dan limfokin.
Sedangkan Th-2 melepaskan IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10. Selanjutnya IFN-γ akan
merangsat monosit melepaskan TNF-α, IL-1, PAF, IL-6, dan histamin. Limfokin juga
merangsang makrofag melepas IL-1, IL-2 juga merupakan stimulan pelepasan IL-1,
TNF-α, dan IFN-γ. Pada Jalur komplemen, kompleks imun akan menyebabkan aktivasi
jalur komplemen sehingga dilepaskan C3a dan C5a (anafilatoksin) yang meningkatkan
jumlah histamin. Hasil akhir respon imun tersebut adalah peningkatan IL-1,TNF-α,

32
IFN-γ, IL-2, dan histamin.
IL-1,TNF-α, IFN-γ dikenal sebagai pirogen endogen sehingga timbul demam. IL-
1 bekerja pada termoregulator sedangkan TNF-α dan IFN-γ bekerja tidak secara
langsung karena merekalah yang merangsang pelepasan IL-1. Daerah spesifik IL-1
adalah pre-optik dan hipotalamus anterior dimana terdapat corpus callosum lamina
terminalis. Corpus callosum lamina terminalis terletak di dinding rostral ventriculus III
dan merupakan sekelompok saraf termosensitif (cold and hot sensitive neurons). IL-1
masuk ke dalam corpus callosum lamina terminalis melalui kapiler dan merangsang sel
memproduksi serta melepaskan PGE2, selain itu, IL-1 juga dapat memfasilitasi
perubahan asam arakhidonat menjadi PGE2. Selanjutnya PGE2 yang terbentuk akan
berdifusi ke dalam hipotalamus atau bereaksi dengan cold sensitive neurons. Hasil akhir
mekanisme tersebut adalah peningkatan thermostatic set point yang menyebabkan
aktivasi sistem saraf simpatis untuk menahan panas (vasokonstriksi) dan memproduksi
panas dengan menggigil.
Selain menyebabkan demam, IL-1 juga bertanggung jawab terhadap gejala lain
seperti timbulnya rasa kantuk/tidur, supresi nafsu makan, dan penurunan sintesis
albumin serta transferin. Penurunan nafsu makan merupakan akibat dari kerjasama IL-1
danTNF-α. Keduanya akan meningkatkan ekspresi leptin oleh sel adiposa. Peningkatan
leptin dalam sirkulasi menyebabkan negatif feedback ke hipotalamus ventromedial yang
berakibat pada penurunan intake makanan.
IFN-γ sebenarnya berfungsi sebagai penginduksi makrofag yang poten,
menghambat replikasi virus, dan menstimulasi sel B untuk memproduksi antibody.
Namun, bila jumlahnya terlalu banyak akan menimbulkan efek toksik seperti demam,
rasa dingin, nyeri sendi, nyeri otot, nyeri kepala, muntah, dan somnolan.
Dalam keadaan normal, manusia mensekresi mukus di dalam saluran pernafasan
yang berfungsi sebagai pembersih berbagai macam kotoran seperti debu yang tidak
tersaring melalui silia hidung. Apabila terdapat debu yang berlebihan, maka mukus yang
disekeresikan akan semakin bertambah. Infeksi atau iritasi pada saluran nafas juga
menyebabkan hipersekresi mukus pada saluran napas, kemudian, apabila terjadi
hipersekresi mukus, terjadi hipertrofi kelenjar submukosa pada trakea dan bronkus dan
akhirnya mukus tertimbun di dalam saluran napas. Ditandai juga dengan peningkatan
sekresi sel goblet disaluran napas kecil, bronkus dan bronkiolus. Kondisi ini kemudian

33
merangsang membran mukosa untuk selanjutnya mengaktifkan rangsang batuk dengan
tujuan untuk mengeluarkan benda asing yang telah mengiritasi saluran napas.
Dari pemeriksaan darah rutin yang dilakukan didapatkan penurunan kadar
trombosit (trombositopenia), yaitu 4.000. Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi
melalui mekanisme: 1) supresi sumsum tulang, 2) destruksi dan pemendekan masa
hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (<5 hari)
menunjukkan keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir
tercapai akan terjadi peningkatan proses hematopoesis termasuk megakariopoesis.
Kadar trombopoetin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukan
kenaikan, hal ini menunjukan terjadinya stimulasi trombopoesis sebagai mekanisme
kompensasi terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui
pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi virus dengue, konsumsi trombosit selama
proses koagulopati dan sekuestrasi perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui
mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4
yang merupakan petanda degranulasi trombosit.
Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini yang paling utama adalah terapi
suportif. Pemberian IVFD RL : D5% 1:2 20 tpm dan gelafusal untuk pengobatan dan
pencegahan hipovolemia. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan
yang paling penting. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika
asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen
cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi. Diberikan
ranitidin untuk mengurangi produksi asam lambung, Psidii cap 3x1 tab untuk
meningkatkan jumlah trombosit dengan mekanisme menghambat replikasi virus dengue
dan meningkatkan jumlah GM-CSF yang menstimulasi pembentukan megakariosit
sebagai bahan awal trombosit, Clobazam 0-0-1/2 untuk mengurangi perasaan gelisah,
neurodex tab 1 x 1 sebagai multivitamin, pencegahan anemia, dan penambah tenaga
untuk masa penyembuhan, Buavita 5 kotak/hr untuk membantu meningkatkan trombosit
dan asupan nutrisi.
Adapun prognosis pada pasien ini yaitu dubia ad bonam. Prognosis penyakit ini
baik dengan terapi suportif yang adekuat.

34
35
BAB V
KESIMPULAN

Infeksi virus dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian paling banyak
dibandingkan dengan infeksi arbovirus lainnya. Setiap tahun, di seluruh dunia, dilaporkan angka
kejadian infeksi dengue sekitar 20 juta dan angka kematian berkisar 24.000. Sindrom renjatan
dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh tanda
renjatan atau syok dapat berakibat fatal. Kegawatdaruratan DBD dinyatakan sebagai salah satu
masalah kesehatan global. (1,2,3,4,5)
Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh
dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Keadaan tersebut sangat tergantung
pada daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul
antibodi,namun bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan
bahkan dapat menimbulkan kematian.(2,3,5,6)
Pengobatan SSD bersifat suportif. Resusitasi cairan merupakan terapi terpenting.
Tatalaksana berdasarkan atas adanya perubahan fisiologi berupa perembesan plasma dan
perdarahan. Deteksi dini terhadap adanya perembesan plasma dan penggantian cairan yang
adekuat akan mencegah terjadinya syok. Pemilihan jenis cairan danjumlah yang akan diberikan
merupakan kunci keberhasilan pengobatan. Penegakkan diagnosis DBD secara dini dan
pengobatan yang tepat dancepat akan menurunkan angka kematian DBD. (1,2,3,4,5,6)

36
DAFTAR PUSTAKA

(1) Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi IV. Jilid III. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia.
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta. 2006
(2) Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Dengue di Sarana Pelayanan Kesehatan. Departemen
Kesehatan RI. 2005
(3) Gubler DJ. Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. Clinical Microbiology Reviews. 1998.Vol
11, No 3 ;480-496
(4) Dengue Haemorrhagic Fever : Diagnosis, Treatment, Prevention and Control.
Edition II. Geneva : World Health Organization. 1997.
Available from htttp://www.who.int/csr/resources/publications/dengue/Denguepublication
Accessed December 1, 2009.
(5) Dengue Virus Infection. Centers for Disease Control and Prevention. Division of Vector Borne
and Infectious Diseases. Atlanta : 2009
(6) Cook GC. Manson's Tropical Diseases. 22th Edition. United Kingdom : Elsevier Health
Sciences. 2008.

37

Anda mungkin juga menyukai