Faktor konsumsi yang dibahas dalam penelitian ini terdiri dari beberapa aspek, yaitu
frekuensi makan, frekuensi konsumsi makanan dan minuman beresiko.
a. Frekuensi Makan
Hasil analisis univariate frekuensi makan responden dalam satu hari selama selama
dua bulan terakhir (Mei-Juni, 2019) dapat dilihat pada tabel berikut :
1. Makanan Pedas
Hasil analisis univariate frekuensi konsumsi makanan pedas pada responden dapat
dilihat pada tabel berikut.
2. Makanan Asam
Hasil analisis univariate frekuensi konsumsi makanan pedas pada responden dapat
dilihat pada tabel berikut.
Frekuensi Makan Jumlah Persentase
Sering 45 60%
Jarang 30 40%
Total 75 100%
Sumber : data primer
1. Minuman Berkarbonasi
Hasil analisis univariate frekuensi konsumsi makanan pedas pada responden dapat
dilihat pada tabel berikut.
2. Kopi
Hasil analisis univariate frekuensi konsumsi kopi pada responden dapat dilihat pada
tabel berikut.
Berdasarkan hasil analisis univariate frekuensi konsumsi kopi responden dalam dua
bulan terakhir (Mei-Juni, 2019) , didapatkan jumlah responden dengan frekuensi
mengkonsumsi kopi jarang berjumlah 30 orang (40%). Sedangkan , jumlah responden dengan
frekuensi sering lebih banyak yaitu berjumlah 45 orang (60%).
Pembahasan :
Dari penelitian yang telah disajikan pada tabel tentang berdasarkan faktor makanan dan
minuman beresiko pada kejadian syndrome dyspepsia di Puskesmas Rawat Inap Cempaka
Banjarbaru dari 75 responden, ternyata diperoleh bahwa dari 56 orang (74,6%) yang memiliki
kebiasaan konsumsi makanan atau minuman beresiko mengalami syndrome dyspepsia , dimana
didapatkan pula frekuensi terbanyak adalah sering konsumsi makan pedas , yaitu 47 orang
(62,6%) . Kemudian disusul oleh frekuensi responden sering konsumsi makanan asam, yaitu
45 orang (60%) mengalami syndrome dyspepsia. Dalam hasil penelitian ini pula memiliki
frekuensi responden sering konsumsi kopi sebanyak 45 orang (60%) dan frekuensi responden
sering konsumsi minuman berkarbonasi sebanyak 7% yang mengalami syndrome dyspepsia.
Hal ini menunjukkan bahwa responden yang mengalami syndrome dyspepsia memiliki
kebiasaan sering konsumsi makanan pedas mempunyai persentase yang lebih banyak
dibandingkan dengan responden yang memiliki kebiasaan sering konsumsi makanan asam,
minuman berkarbonasi atau kafein.
Hasil penelitian ini juga di dukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Susanti tahun
2011 mengenai faktor resiko syndrome dyspepsia menyebutkan bahwa hampir keseluruhan
responden memiliki kebiasaan konsumsi makan pedas 78,3% , kebiasaan makan makan asam
55% dan didapatkan konsumsi minuman berkarbonasi atau kafein memiliki hubungan yang
bermakna sebagai salah satu faktor resiko syndrome dyspepsia dengan analisis statistik
menggunakan uji beda Mann Whitney menyatakan bahwa antara kedua kelompok (kasus dan
kontrol) berbeda nyata (p<0,05). Uji hubungan dengan Chi Square tabel 2x2 menunjukkan
bahwa kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas, berhubungan nyata terhadap frekuensi
dispepsia (p<0,05).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang di lakukan oleh Berdanier (2008)
Konsumsi makanan pedas secara berlebihan akan merangsang system pencernaan, terutama
lambung dan usus yang berkontraksi. Selain itu, bubuk cabai, atau chili powder dapat
menyebabkan kehilangan sel epitel pada lapisan mukosa lambung.
Berdanier CD, Dwyer J, Feldman EB. 2008, Handbook of Nutrition and Food. Ed II.
USA: CRC Press.
Penelitian ini pun sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Murjayanah (2010)
dimana ada hubungan yang bermakna antara riwayat mengkonsumsi makanan pedas yang
merangsang peningkatan asam lambung dengan kejadian syndrome dyspepsia, dimana
kebiasaan makan pedas memiliki risiko 4,843 kali terkena syndrome dyspepsia dibandingkan
dengan responden yang tidak beresiko memiliki riwayat mengkonsumsi makanan pedas.
Penelitian lainnya , Putri (2015) juga menyebutkan bahwa dari 138 responden ,
didapatkan hasil 77 responden (55,8%) mengalami syndrome dyspepsia yang mana 74
responden diantaranya (91,1%) mengkonsumsi makanan pedas , 72 responden (81,4%)
mengkonsumsi makanan asam, dan 39 responden (69,6%) konsumsi minuman iritatif.