Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Stroke merupakan penyebab cacat nomor satu dan penyebab kematian nomor
dua di dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan
semakin penting, dengan dua pertiga stroke terjadi di negara-negara yang sedang
berkembang (Feigin, 2006). Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi
500.000 penduduk terkena serangan stroke, sekitar 2,5 % atau 125.000 orang
meninggal, dan sisanya cacat ringan maupun berat.

Stroke atau cedera cerebrovaskeler adalah kehilangan fungsi otak yang


diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak yang menyebabkan
kelumpuhan atau kelemahan anggota gerak atas maupun bawah pada salah satu
sisi anggota tubuh yang biasa dikenal dengan sebutan hemiplegia atau hemiparese.

Hemiparese adalah kelemahan atau kerusakan yang menyeluruh, tetapi


belum meruntuhkan semua neuron korteks piramidalis sesisi, menimbulkan
kelumpuhan pada belahan tubuh kontralateral yang ringan sampai sedang.
(Mardjon dan Sidharta, 1988 : 29). Hemiparese merupakan salah satu tanda
adanya gangguan pada Upper Motor Neuron yang salah satu penyebabnya adalah
pembekuan darah yang menyumbat lumen pembuluh darah sehingga
menyebabkan gangguan struktur anatomi dan fungsi otak. Otak mengalami
kerusakan pada sel-sel atau jaringan otak yang akhirnya tidak mampu
memberikan suplai darah pada daerah yang diinervasinya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI OTAK
1. Struktur Otak
Otak adalah organ vital yang terdiri dari 100-200 milyar sel aktif
yang saling berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan
intelektual kita. Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron
(Leonard, 1998). Otak merupakan organ yang sangat mudah beradaptasi
meskipun neuron-neuron di otak mati tidak mengalami regenerasi,
kemampuan adaptif atau plastisitas pada otak dalam situasi tertentu
bagian-bagian otak dapat mengambil alih fungsi dari bagian-bagian yang
rusak. Otak sepertinya belajar kemampuan baru. Ini merupakan
mekanisme paling penting yang berperan dalam pemulihan stroke (Feigin,
2006). Secara garis besar, sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf
pusat dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak
dan medulla spinalis. Sistem saraf disisi luar SSP disebut sistem saraf tepi
(SST). Fungsi dari SST adalah menghantarkan informasi bolak balik
antara SSP dengan bagian tubuh lainnya (Noback dkk, 2005). Otak
merupakan bagian utama dari sistem saraf, dengan komponen bagiannya
adalah:
a. Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari
sepasang hemisfer kanan dan kiri dan tersusun dari korteks. Korteks
ditandai dengan sulkus (celah) dan girus (Ganong, 2003). Cerebrum
dibagi menjadi beberapa lobus, yaitu:
1) Lobus frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang
lebih tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara
(area broca di hemisfer kiri), pusat penghidu, dan emosi. Bagian
ini mengandung pusat pengontrolan gerakan volunter di gyrus
presentralis (area motorik primer) dan terdapat area asosiasi
motorik (area premotor). Pada lobus ini terdapat daerah broca
yang mengatur ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur gerakan
sadar, perilaku sosial, berbicara, motivasi dan inisiatif (Purves
dkk, 2004).
2) Lobus temporalis
Lobus temporalis temporalis mencakup bagian korteks serebrum
yang berjalan ke bawah dari fisura laterali dan sebelah posterior
dari fisura parieto-oksipitalis (White, 2008). Lobus ini berfungsi
untuk mengatur daya ingat verbal, visual, pendengaran dan
berperan dlm pembentukan dan perkembangan emosi.
3) Lobus parietalis
Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di
gyrus postsentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan
pendengaran (White, 2008).
4) Lobus oksipitalis
Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area
asosiasi penglihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang
penglihatan dari nervus optikus dan mengasosiasikan rangsang ini
dengan informasi saraf lain & memori (White, 2008).
5) Lobus Limbik
Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia, memori
emosi dan bersama hipothalamus menimbulkan perubahan
melalui pengendalian atas susunan endokrin dan susunan otonom
(White, 2008).

Gambar 1.1 Lobus dari cerebrum, dilihat dari samping. (Sumber : White,
2008)

b. Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih banyak
neuron dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki peran
koordinasi yang penting dalam fungsi motorik yang didasarkan pada
informasi somatosensori yang diterima, inputnya 40 kali lebih banyak
dibandingkan output. Cerebellum terdiri dari tiga bagian fungsional
yang berbeda yang menerima dan menyampaikan informasi ke bagian
lain dari sistem saraf pusat. Cerebellum merupakan pusat koordinasi
untuk keseimbangan dan tonus otot. Mengendalikan kontraksi otot-
otot volunter secara optimal. Bagian-bagian dari cerebellum adalah
lobus anterior, lobus medialis dan lobus fluccolonodularis (Purves,
2004).

Gambar 1.2 Cerebellum, dilihat dari belakang atas. (Sumber : Raine, 2009)

c. Brainstem
Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengatur seluruh
proses kehidupan yang mendasar. Berhubungan dengan diensefalon
diatasnya dan medulla spinalis dibawahnya. Strukturstruktur
fungsional batang otak yang penting adalah jaras asenden dan
desenden traktus longitudinalis antara medulla spinalis dan bagian-
bagian otak, anyaman sel saraf dan 12 pasang saraf cranial. Secara
garis besar brainstem terdiri dari tiga segmen, yaitu mesensefalon,
pons dan medulla oblongata.
Gambar 1.3 Brainstem. (Sumber : White, 2008)
2. Anatomi Peredaran Darah Otak
Darah mengangkut zat asam, makanan dan substansi lainnya yang
diperlukan bagi fungsi jaringan hidup yang baik. Kebutuhan otak sangat
mendesak dan vital, sehingga aliran darah yang konstan harus terus
dipertahankan. Suplai darah arteri ke otak merupakan suatu jalinan
pembuluhpembuluh darah yang bercabang-cabang, berhubungan erat satu
dengan yang lain sehingga dapat menjamin suplai darah yang adekuat
untuk sel.

a. Peredaran Darah Arteri


Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis
dan arteri karotis interna, yang bercabang dan beranastosmosis
membentuk circulus willisi. Arteri karotis interna dan eksterna
bercabang dari arteri karotis komunis yang berakhir pada arteri serebri
anterior dan arteri serebri medial. Di dekat akhir arteri karotis interna,
dari pembuluh darah ini keluar arteri communicans posterior yang
bersatu kearah kaudal dengan arteri serebri posterior. Arteri serebri
anterior saling berhubungan melalui arteri communicans anterior.
Arteri vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi
yang sama. Arteri subklavia kanan merupakan cabang dari arteria
inominata, sedangkan arteri subklavia kiri merupakan cabang
langsung dari aorta. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui
foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata.
Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris.
b. Peredaran Darah Vena
Aliran darah vena dari otak terutama ke dalam sinus-sinus duramater,
suatu saluran pembuluh darah yang terdapat di dalam struktur
duramater. Sinus-sinus duramater tidak mempunyai katup dan
sebagian besar berbentuk triangular. Sebagian besar vena cortex
superfisial mengalir ke dalam sinus longitudinalis superior yang
berada di medial. Dua buah vena cortex yang utama adalah vena
anastomotica magna yang mengalir ke dalam sinus longitudinalis
superior dan vena anastomotica parva yang mengalir ke dalam sinus
transversus. Vena-vena serebri profunda memperoleh aliran darah dari
basal ganglia (Wilson, et al., 2002).

Gambar 2.1 Circulus Willisi (Sumber : swaramuslim. Stroke, 2009)

B. PATOLOGI
1. Definisi
Stroke adalah serangan di otak yang timbulnya mendadak akibat
tersumbat atau pecahnya pembuluh darah otak sehingga menyebabkan
sel-sel otak tertentu kekurangan darah, oksigen atau zat-zat makanan dan
akhirnya dapat terjadi kematian sel-sel tersebut dalam waktu yang sangat
singkat (Raine, 2006).
Stroke non hemoragik atau iskemik adalah stroke yang disebabkan
oleh terjadinya penyumbatan pada arteri yang mengarah ke otak yang
mengakibatkan suplai oksigen ke otak mengalami gangguan sehingga
otak kekurangan oksigen.
Hemiparese adalah kelemahan atau kerusakan yang menyeluruh,
tetapi belum meruntuhkan semua neuron korteks piramidalis sesisi,
menimbulkan kelemahan pada belahan tubuh kontralateral yang ringan
sampai sedang.(Mardjono dan Sidharta, 1988:99).
2. Etiologi
Menurut Arif Muttaqin (2008, hlm. 128) penyebab stroke hemoragik
diakibatkan oleh:
a. Trombosis yang terjadi pada pembuluh darah yang mengalami
oklusi sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat
menimbulkan oedema dan kongesti disekitarnya
b. Embolisme serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah,
otak oeleh bekuan darah, lema, dan udara.

Factor-faktor resiko stroke non hemoragik adalah; hipertensi,


diabetes mellitus, merokok, minum alcohol, stres dan gaya hidup yang
salah, kontrasepsi oral (khususnya dengan disertai hipertensi, merokok,
dan kadar estrogen tinggi), kolestrol tinggi, penyalahgunaan obat (kokain),
makanan lemak dan factor usia.

3. Klasifikasi
a. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah di otak yang menghambat aliran darah normal dan
darah merembes ke daerah sekitarnya kemudian merusak daerah
tersebut. Berdasarkan tempat terjadinya perdarahan, stroke hemoragik
terbagi atas dua macam, yaitu stroke hemoragik intra serebrum dan
stroke hemoragik subaraknoid.
1) Pendarahan intraserebral, yaitu stroke yang diebabkan karena
pendarahan di dalam otak. Stroke hemoragik intraserebral, ketika
arteri di dalam otak pecah, ini disebut pendarahan intraserebral.
Sekitar 10% dari semua stroke adalah jenis ini. Karena drah bocor
keluar menuju ke jaringan otak pada tekanan tinggi, kerusakan
yang ditimbulkan dapat lebih besar dibandingkan stroke karena
penyumbatan. Gejala Pendarahan intraserebral adalah kelemahan,
mati rasa atau kesemutan di salah satu sisi tubuh, kesulitan
berbicara atau memahami, pusing atau penglihatan kabur. Gejala
ini dapat juga disertai dengan gejala lain seperti sakit kepala parah
tiba-tiba, perubahan kesadaran, muntah atau leher kaku.
2) Pendarahan subarachnoid, yaitu stroke yang disebabkan oleh
pendarahan di permukaan otak dalam ruangan subarachnoid (ini
dibentuk oleh dua lapisan membran di antara otak dan tulang
tengkorak). Stroke hemoragik subarachnoid, otak itu dilapisi 2
lapisan membran yang melindungi dari tulang tengkorak.

b. Stroke non hemoragik atau iskemik


Stroke iskemik adalah stroke yang disebabkan oleh terjadinya
penyumbatan pada arteri yang mengarah ke otak yang mengakibatkan
suplai oksigen ke otak mengalami gangguan sehingga otak
kekurangan oksigen. Berdasarkan perjalanan klinisnya, stroke non
haemoragik dibagi menjadi 4, yaitu:
1) Transient Ischemic Attack (TIA) merupakan serangan stroke
sementara yang berlangsung kurang dari 24 jam.
2) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND) merupakan
gejala neurologis yang akan menghilang antara > 24 jam sampai
dengan 21 hari.
3) Progressing stroke atau stroke in evolution merupakan kelainan
atau defisit neurologis yang berlangsung secara bertahap dari
yang ringan sampai menjadi berat.
4) Complete stroke atau stroke komplit merupakan kelainan
neurologis yang sudah menetap dan tidak berkembang lagi
(Junaidi, 2006).
Gambar 3.1Klasifikasi Stroke

4. Tanda Dan Gejala


a. Sakit kepala hebat yang muncul tiba-tiba dan tidak pernah dirasakan
sebelumnya
b. Gangguan fungsi keseimbangan, seperti terasa berputar, gerakan sulit
dikoordinasi
c. Kebas atau kesemutan sepatuh tubuh
d. Gerak separuh anggota tubuh melemah tiba-tiba
e. Rabun, pandangan satu mata kabur tiba-tiba
f. Bicara pelo, tiba-tiba tidak dapat berbicara atau tidak mengerti kata-
kata dan bicara tidak nyambung
g. Senyum tidak simetris, mencong ke satu sisi

5. Proses Patologi Gangguan Gerak dan Fungsi


Menurut WHO stroke didefinisikan sebagai tanda-tanda klinis yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global),
dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat
menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain selain vaskuler .
Pada keadaan fisiologis, jumlah darah yang mengalir ke otak
(Cerebral Blood Flow= CBF) ialah 50-60 ml per 100gr jaringan otak. Dari
jumlah darah tersebut satu pertiganya disalurkan melalui tiap arteri karotis
interna dan satu pertiga sisanya disalurkan melalui susunan
vertebrobasilar.
Pada stroke, terjadi gangguan peredaran darah pada daerah otak
tertentu. Akibat penurunan CBF regional suatu daerah otak terisolasi dari
jangkauan aliran darah, yang mengangkut O2 dan glukosa yang sangat
diperlukan untuk metabolisme oksidatif serebral. Daerah yang terisolasi
itu tidak berfungsi lagi dan karena itulah timbul manifestasi deficit
neurologis berupa hemiparalisis, hemihipsetesia, hemiparestesia yang bisa
juga disertai dengan defisit fungsi luhur seperti afasia. Timbulnya infark
serebral regional dapat juga disebabkan oleh pecahnya arteri serebral.
Daerah distal dari tempat dinding arteri pecah, tidak lagi mendapat
pasokan darah sehingga daerah tersebut menjadi iskemik dan kemudian
menjadi infark. Daerah infark tersebut tidak berfungsi lagi sehingga
menimbulkan defisit neurologis, yang biasanya berupa hemiparese.

C. PENDEKATAN INTERVENSI FISIOTERAPI


1. Breathing Exercise
Pada penderita post stroke sering memiliki riwayat penyakit yang
berhubungan dengan jantung dan paru. Otot diafragma yang lemah,
penurunan ekspansi thoraks, deconditioning, penurunan daya tahan serta
kelelahan yang dapat menghambat partisapasi pasien dalam program
terapi.Menurut Watchie( 1994). Penurunan volume paru terjadi sekitar 30-
40 % pada penderita stroke. Oleh karena itu diperlukan latihan untuk
penguatan otot diafragma deep breathing exercise dan variasi latihan yang
ditujukan untuk meningkatkan kapasitas jantung dan paru, serta yang
terpenting adalah untuk rileksasi agar menjaga kondisi umum pasien dan
menghindari komplikasi jantung paru.
Tehnik pasif breathing exercise mengikuti pola gerakan chest pasien
dan pada akhir ekspirasi ditambahkan dengan fibrasi dapat membantu
merangsang kerja otot bantu pernapasan dan membebaskan sekresi paru.

2. Positioning
Melakukan positioning pada pasien berarti memposisikan klien dalam
kesejajaran tubuh yang baik dan mengubah posisi secara teratur maupun
sistematik (Berman, Snyder, Kozier & Erb, 2015). Pada dasarnya, setiap
posisi, benar atau salah, dapat mengganggu jika dipertahankan dalam
periode waktu yang lama. Setiap individu membutuhkan perubahan posisi
sekurang-kurangnya tiap 2 jam (Wilkinson, Treas, Barnett & Smith, 2016).
Pasien yang sehat dapat berpindah dengan mudah dan secara otomatis
memposisikan tubuh mereka ke posisi yang nyaman. Namun, pada pasien
yang lemah, kelelahan, mengalami nyeri, paralisis atau tidak sadar
bergantung pada perawat atau keluarga untuk memberikan atau membantu
perubahan posisi.
Tujuan memposisikan pasien ialah (Berman, Snyder, Kozier & Erb,
2015; DeLaune & Ladner, 2011) :
a. Membantu mencegah ketidaknyamanan otot
b. Mencegah tekanan yang menyebakan ulkus decubitus
c. Mencegah kerusakan pada saraf tepi dan pembuluh darah
d. Mencegah kontraktur
e. Meningkatkan kenyamanan pasien
f. Meningkatkan pergerakan tubuh dan kemandirian klien
g. Mempertahankan tonus otot
h. Menstimulasi refleks postural

3. Passive ROM Exercise


ROM exercise adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan
atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakan
persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan
tonus otot (Potter & Perry, 2005). Passive ROM exercise adalah latihan
ROM yang di lakukan pasien dengan bantuan fisiofisioterapis pada setiap-
setiap gerakan. Indikasi latihan pasif adalah pasien semikoma dan tidak
sadar, pasien dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan
beberapa atau semua gerakan dengan mandiri, pasien yang baring total
atau pasien dengan paralisis ekstermitas total (suratun, dkk, 2008).
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan
persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya
perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien. Sendi yang
digerakkan pada ROM pasif adalah seluruh persendian tubuh atau hanya
pada ekstremitas yang terganggu dan klien tidak mampu melaksanakannya
secara mandiri.

4. Resisted Active Exercise


Resisted Active Exercise yaitu suatu latihan otot yang bekerja dalam
suatu gerakan untuk melawan suatu tahanan. Tahanan yang diberikan oleh
fisioterapis berupa tahanan yang optimal, yaitu suatu tahanan yang
diberikan pada suatu otot yang berkontraksi dimana otot tersebut masih
bisa bekerja dengan LGS yang penuh dan koordinasi gerakan yang baik.
Adapun tujuan dari Resisted Active Exercise adalah mencegah
gangguan fungsi, mengembangkan, memperbaiki, mengembalikan dan
memelihara kekuatan otot.

BAB III
PROSES FISIOTERAPI

A. Identitas Umum Pasien


Nama : Ny K
Umur : 61 th
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Alamat : Kompleks Perwira
B. Anamnesis Khusus
1. Keluhan utama : kelemahan separuh badan sisi kiri
2. Lokasi keluhan : sisi badan sebelah kiri
3. Lama keluhan :1 tahun yang lalu
4. Penyebab keluhan : post NHS
5. RPP :awalnya pasien mengeluhkan sakit kepala
kemudian pasien merasakan kram ditangan kiri dan dirasakan sampai ke
kaki kiri secara tiba-tiba dan pasien lamgsung dibawah ke RS.
6. Diagnose Medis : hemiparese sinistra et causa non hemoragic stroke

C. Pengukuran vital sign


1. Tekanan darah : 120/80 mmHg
2. Laju napas : 21 x / menit
3. Denyut Nadi : 73 x/ menit
D. Inspeksi/Observasi
1. Inspeksi Statis
Tingkat kesadaran pasien normal
2. Dinamis
Pasien sudah mampu untuk menggerakkan tangan dan tungkai sebelah kiri
tapi belum maksimal.
E. Pemeriksaan Spesifik dan Pengukuran
1. Tes Sensorik
a. Tes sensasi raba : normal
b. Tes sensasi nyeri : normal
2. Tes Refleks
a. Biceps reflex : hiporefleks
b. Tricep reflex : hiporefleks
c. KPR : hiporefleks
d. APR : hipolrefleks
3. Palpasi : hipotonus , tidak ada tenderness, tidak ada oedem
4. Tes koordinasi
a. Finger to noise : bisa dilakukan
b. Finger to finger fisioterapis : bisa dilakukan
5. MMT :
a. Anggota gerak sinistra
- Lengan : 3
- Tungkai : 4
b. Anggota gerak dextra
- Lengan : 5
- Tungkai : 5
6. Pengukuran nyeri (VAS) : 0
7. Gangguan ADL
Index barthel (modifikasi) :

No. Jenis AKS Kriteria


1. Saya dapat mengendalikan BAB 0 = tidak mampu

1 = kadang – kadang

2 = mandiri
2. Saya dapat mengendalikan BAK 0 = tidak mampu

1 = kadang – kadang

2 = mandiri
3. Saya dapat memelihara diri : (muka, 0 = tidak mampu
rambut, gigi, cukur)
1 = mandiri
4. Saya dapat menggunakan toilet 0 = sepenuhnya dibantu

1 = bantu jika perlu

2 = mandiri
5. Makan 0 = tidak mampu

1 = bantu jika perlu

2 = mandiri
6. Berubah sikap dari berbaring ke duduk 0 = tidak mampu

1 = mampu duduk
dengan bantuan

2 = perlu sedikit
bantuan

3 = mandiri
7. Berpindah/berjalan 0 = tidak mampu

1 = tidak dapat, tapi


bisa menjalankan kursi
roda sendiri

2 = dapat, tetapi
dibantu orang lain

3 = mandiri
8. Berpakaian 0 = bergantung orang
lain

1 = sebagian dibantu
(misalnya mengancing
baju)

2 = mandiri

9. Naik turun tangga 0 = tidak mampu

1 = perlu bantuan

2 = mandiri
10. Mandi 0 = bergantung orang
lain

1 = mandiri
Total skor 15

Interpretasi : nilai 15 (cacat ringan)


0 – 4 = cacat sangat berat
5 – 9 = cacat berat
10 – 14 = cacat sedang
15 – 19 = cacat ringan
> 20 = bebas dan fungsi penuh

F. Diagnosa dan Problematik Fisioterapi (sesuai ICF)


“Kelemahan Extremitas Superior dan Inferior Sinistra et cause Hemiparese
Post Non Hemoragic Stroke”
Problematik Fisioterapi :
1. Impairment :
a. Kelemahan lengan dan tungkai kiri
b. Penurunan kekuatan otot
c. Gangguan koordinasi
d. Gangguan ADL
2. Activity limitation :
a. Kesulitan untuk mengangkat tangan dan bahu kiri
b. Kesulitan untuk menggerakkan tungkai kiri
c. Kesulitan ambulasi
3. Participation restriction :
a. Kesulitan untuk melakukan pekerjaan
b. Kesulitan untuk melakukan ibadah
c. Kesulitan untuk bersosialisasi dan berpartisipasi dalam lingkungan
masyarakat
G. Rencana Intervensi Fisioterapi
1. Breathing Exercise
2. Positioning
3. Passive ROM Exercise
4. Resisted Aktive Exercise

H. Program Intervensi Fisioterapi


1. Breathing Exercise (Pursed Lip Breathing)
a. Tujuan : memperbaiki ventilasi, meningkatkan kapasitas paru dan
mencegah kerusakan paru.
b. Posisi Pasien : Tidur terlentang di atas bed dalam keadaan rileks.
c. Posisi Fisiofisioterapis : Berada di samping bed
d. Teknik Pelaksanaan: instruksikan pasien untuk menarik napas melalui
hidung kemudian mengeluarkan napas melalui mulut sambil
memonyongkan mulut. Minta pasien untuk melakukannya berulang
kali setiap hari.

2. Positioning
a. Tujuan : Untuk mencegah terjadinya dekubitus pada pasien akibat
tekanan yang terlalu lama pada daerah tubuh.
b. Posisi Pasien : Tidur terlentang di atas bed dalam keadaan rileks.
c. Posisi Fisiofisioterapis : Berada di samping bed
d. Teknik Pelaksanaan : Instruksikan pasien untuk merubah posisi
terlentang ke posisi miring ke kanan atau ke kiri. (Posisi Sim). Minta
pasien untuk merubah posisi tersebut kurang lebih tiap 2 jam termasuk
sewaktu tidur.

3. Passive ROM Exercise


a. Tujuan : Untuk menjaga mobilitas sendi dan mencegah kontraktur otot.
b. Posisi Pasien : Tidur terlentang di atas bed dalam keadaan rileks.
c. Posisi Fisiofisioterapis : Berada di samping bed.
d. Teknik Pelaksanaan :
1) Wrist joint and finger joint : fisioterapis memegang tangan pasien yang
lemah, satu tangan fisioterapis memegang diatas pergelangan pasien
dan tangan yang satunya mengenggam tangan pasien dari sisi jari
kelingking yang lumpuh kemudian fisioterapis menggerakkan jari-jari
pasien dengan membuka dan menutup jari-jari secara bersamaan,
kemudian menggerakkan pergelangan tangan pasien kearah fleksi,
ekstensi pergelangan tangan, radial deviasi dan ulnar deviasi.

Gambar : Latihan gerak pasif pada pergelangan tangan dan jari-jari


(Kisner, 1996)

2) Elbow joint : satu tangan fisioterapis memegang pada pergelangan


tangan pasien yang lumpuh sedangkan tangan satunya memegang pada
siku pasien, dengan gentle fisioterapis menggerakkan lengan bawah
pasien kearah fleksi dan ekstensi kemudian gerakkan kearah supinasi
dan pronasi.
Gambar 4.6 Latihan gerak pasif pada sendi siku (Kisner, 1996)

3) Shoulder joint : tangan fisioterapis memegang pada pergelangan


tangan pasien sedangkan tangan yang satunya memegang pada siku
sebagai stabilisasi, gerakan yang dilakukan adalah gerak fleksi,
ekstensi lengan atas dengan siku tetap lurus (Gb. a), gerak abduksi dan
adduksi (Gb. b) setelah itu siku pasien difleksikan dan fisioterapis
menggerakkan kearah sirkumduksi.

a b

Gambar : Latihan gerak pasif pada sendi bahu (Kisner, 1996)

4) Ankle joint dan finger joint kaki, fisioterapis memegang jari jari pasien
kemudian secara bersamaan digerakkan kearah fleksi dan ekstensi jari
jari kaki (Gb. a), dilanjutkan dengan gerakan inversi dan eversi (Gb. b)
serta gerak plantar fleksi dan dorsal fleksi pergelangan kaki (Gb. c).

a b
Gambar : Latihan gerak pasif pada pergelangan kaki (Kisner, 1996)

5) Knee joint dan hip joint dilakukan secara bersamaan : satu tangan
fisioterapis memegang tumit pasien yang lemah sedangkan tangan
yang satunya memegang dibawah lutut, kemudian fisioterapis
menggerakkan tungkai kearah fleksi dan ekstensi panggul disertai
dengan fleksi dan ekstensi pada sendi lutut (Gb. 4.9) kemudian
menggerakkan abduksi dan adduksi sendi panggul (Gb. 4.10),
kemudian digerakkan kearah sirkumduksi (Gb. 4.11)

Gambar 4.9 Latihan gerak fleksi dan ekstensi pasif pada panggul dan
lutut (Kisner, 1996)
Gambar 4.10 Latihan gerak abduksi dan adduksi pada sendi panggul
(Kisner, 1996)

Gambar 4.11 Latihan gerak sirkumduksi pada sendi panggul (Kisner,


1996)

4. Resisted Active Exercise pada Tungkai


a. Tujuan : Untuk meningkatkan kekuatan otot tungkai
b. Posisi Pasien : Tidur terlentang di atas bed dalam keadaan rileks.
c. Posisi fisioterapis : Berada di samping bed
d. Teknik Pelaksanaan : satu tangan fisioterapis berada di knee joint
sedangkan tangan yang lainnya berada di telapak kaki pasien.
Kemudian fisioterapis melakukan gerakan fleksi knee lalu meminta
pasien untuk mendorong tangan fisioterapis yang ada di bawah telapak
kaki pasien untuk mengesktensikan kaki pasien. Lakukan 8 kali
pengulangan.

I. Edukasi
Instruksikan kepada pasien atau keluarga pasien untuk selalu menggerakkan
lengan dan tungkai pasien.
J. Evaluasi
Terjadi peningkatan tonus otot dan kekuatan otot pada ekstremitas atas dan
bawah pasien.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hemiparese adalah kelemahan atau kerusakan yang menyeluruh, tetapi
belum meruntuhkan semua neuron korteks piramidalis sesisi, menimbulkan
kelumpuhan pada belahan tubuh kontralateral yang ringan sampai sedang.
Beberapa orang yang selamat dari serangan stroke akan mengalami disabilitas
neurologis yang permanen dan tidak mampu lagi berpartisipasi aktif dalam
peran sosial dan aktivitas fungsional. Sebagian besar pemulihan signifikan
dalam fungsi neurologis terjadi pada 3 bulan pertama pasca stroke, namun
perbaikan pola gerakan dengan intervensi functional-oriented dapat tercapai
sampai 2 – 3 tahun pasca serangan.
Beberapa data penelitian menunjukkan bahwa sekitar 10% penderita pasca
stroke mengalami pemulihan hampir sempurna, 25% mengalami gangguan
ringan, 40% mengalami gangguan sedang sampai berat dan membutuhkan
perawatan khusus, 10% membutuhkan fasilitas perawatan khusus, dan 15%
mengalami kematian.

B. Saran
1. Mahasiswa diharapkan dapat memahami patologi tentang hemiparese post

stroke
2. Mahasiswa diharapkan dapat melakukan teknik anamnesis dan
pemeriksaan yang cermat untuk menegakkan diagnosis yang tepat.
3. Mahasiswa diharapkan dapat dalam melakukan intervensi fisioterapi yang
sesuia dengan problematik yang ditemukan dari hasil pemeriksaan.

DAFTAR PUSTAKA

Choky.2012. Laporan Pendahuluan Stroke Hemoragik.


https://www.scribd.com/doc/88861182/Laporan-Pendahuluan-Stroke-
Hemoragik

Riza Wicaksono.2016.Terapi Latihan.


http://wicaksonoriza.blogspot.co.id/2016/04/terapi-latihan.html. Diakses pada

Romadon Sahril.2013. Definisi penyakit hemiparesis.


http://allinsciences.blogspot.co.id/2013/12/definisi-penyakit-hemiparesis.html.

Sudaryanto. 2016. Patologi Hemiparese post Stroke Non Hemoragic.

https://id.scribd.com/doc/22475411/KTI-Hemiparese-Post-Stroke-Non-
Hemoragik

Anda mungkin juga menyukai