PENDAHULUAN
Stroke merupakan penyebab cacat nomor satu dan penyebab kematian nomor
dua di dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan
semakin penting, dengan dua pertiga stroke terjadi di negara-negara yang sedang
berkembang (Feigin, 2006). Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi
500.000 penduduk terkena serangan stroke, sekitar 2,5 % atau 125.000 orang
meninggal, dan sisanya cacat ringan maupun berat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI OTAK
1. Struktur Otak
Otak adalah organ vital yang terdiri dari 100-200 milyar sel aktif
yang saling berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan
intelektual kita. Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron
(Leonard, 1998). Otak merupakan organ yang sangat mudah beradaptasi
meskipun neuron-neuron di otak mati tidak mengalami regenerasi,
kemampuan adaptif atau plastisitas pada otak dalam situasi tertentu
bagian-bagian otak dapat mengambil alih fungsi dari bagian-bagian yang
rusak. Otak sepertinya belajar kemampuan baru. Ini merupakan
mekanisme paling penting yang berperan dalam pemulihan stroke (Feigin,
2006). Secara garis besar, sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf
pusat dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak
dan medulla spinalis. Sistem saraf disisi luar SSP disebut sistem saraf tepi
(SST). Fungsi dari SST adalah menghantarkan informasi bolak balik
antara SSP dengan bagian tubuh lainnya (Noback dkk, 2005). Otak
merupakan bagian utama dari sistem saraf, dengan komponen bagiannya
adalah:
a. Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari
sepasang hemisfer kanan dan kiri dan tersusun dari korteks. Korteks
ditandai dengan sulkus (celah) dan girus (Ganong, 2003). Cerebrum
dibagi menjadi beberapa lobus, yaitu:
1) Lobus frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang
lebih tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara
(area broca di hemisfer kiri), pusat penghidu, dan emosi. Bagian
ini mengandung pusat pengontrolan gerakan volunter di gyrus
presentralis (area motorik primer) dan terdapat area asosiasi
motorik (area premotor). Pada lobus ini terdapat daerah broca
yang mengatur ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur gerakan
sadar, perilaku sosial, berbicara, motivasi dan inisiatif (Purves
dkk, 2004).
2) Lobus temporalis
Lobus temporalis temporalis mencakup bagian korteks serebrum
yang berjalan ke bawah dari fisura laterali dan sebelah posterior
dari fisura parieto-oksipitalis (White, 2008). Lobus ini berfungsi
untuk mengatur daya ingat verbal, visual, pendengaran dan
berperan dlm pembentukan dan perkembangan emosi.
3) Lobus parietalis
Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di
gyrus postsentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan
pendengaran (White, 2008).
4) Lobus oksipitalis
Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area
asosiasi penglihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang
penglihatan dari nervus optikus dan mengasosiasikan rangsang ini
dengan informasi saraf lain & memori (White, 2008).
5) Lobus Limbik
Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia, memori
emosi dan bersama hipothalamus menimbulkan perubahan
melalui pengendalian atas susunan endokrin dan susunan otonom
(White, 2008).
Gambar 1.1 Lobus dari cerebrum, dilihat dari samping. (Sumber : White,
2008)
b. Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih banyak
neuron dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki peran
koordinasi yang penting dalam fungsi motorik yang didasarkan pada
informasi somatosensori yang diterima, inputnya 40 kali lebih banyak
dibandingkan output. Cerebellum terdiri dari tiga bagian fungsional
yang berbeda yang menerima dan menyampaikan informasi ke bagian
lain dari sistem saraf pusat. Cerebellum merupakan pusat koordinasi
untuk keseimbangan dan tonus otot. Mengendalikan kontraksi otot-
otot volunter secara optimal. Bagian-bagian dari cerebellum adalah
lobus anterior, lobus medialis dan lobus fluccolonodularis (Purves,
2004).
Gambar 1.2 Cerebellum, dilihat dari belakang atas. (Sumber : Raine, 2009)
c. Brainstem
Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengatur seluruh
proses kehidupan yang mendasar. Berhubungan dengan diensefalon
diatasnya dan medulla spinalis dibawahnya. Strukturstruktur
fungsional batang otak yang penting adalah jaras asenden dan
desenden traktus longitudinalis antara medulla spinalis dan bagian-
bagian otak, anyaman sel saraf dan 12 pasang saraf cranial. Secara
garis besar brainstem terdiri dari tiga segmen, yaitu mesensefalon,
pons dan medulla oblongata.
Gambar 1.3 Brainstem. (Sumber : White, 2008)
2. Anatomi Peredaran Darah Otak
Darah mengangkut zat asam, makanan dan substansi lainnya yang
diperlukan bagi fungsi jaringan hidup yang baik. Kebutuhan otak sangat
mendesak dan vital, sehingga aliran darah yang konstan harus terus
dipertahankan. Suplai darah arteri ke otak merupakan suatu jalinan
pembuluhpembuluh darah yang bercabang-cabang, berhubungan erat satu
dengan yang lain sehingga dapat menjamin suplai darah yang adekuat
untuk sel.
B. PATOLOGI
1. Definisi
Stroke adalah serangan di otak yang timbulnya mendadak akibat
tersumbat atau pecahnya pembuluh darah otak sehingga menyebabkan
sel-sel otak tertentu kekurangan darah, oksigen atau zat-zat makanan dan
akhirnya dapat terjadi kematian sel-sel tersebut dalam waktu yang sangat
singkat (Raine, 2006).
Stroke non hemoragik atau iskemik adalah stroke yang disebabkan
oleh terjadinya penyumbatan pada arteri yang mengarah ke otak yang
mengakibatkan suplai oksigen ke otak mengalami gangguan sehingga
otak kekurangan oksigen.
Hemiparese adalah kelemahan atau kerusakan yang menyeluruh,
tetapi belum meruntuhkan semua neuron korteks piramidalis sesisi,
menimbulkan kelemahan pada belahan tubuh kontralateral yang ringan
sampai sedang.(Mardjono dan Sidharta, 1988:99).
2. Etiologi
Menurut Arif Muttaqin (2008, hlm. 128) penyebab stroke hemoragik
diakibatkan oleh:
a. Trombosis yang terjadi pada pembuluh darah yang mengalami
oklusi sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat
menimbulkan oedema dan kongesti disekitarnya
b. Embolisme serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah,
otak oeleh bekuan darah, lema, dan udara.
3. Klasifikasi
a. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah di otak yang menghambat aliran darah normal dan
darah merembes ke daerah sekitarnya kemudian merusak daerah
tersebut. Berdasarkan tempat terjadinya perdarahan, stroke hemoragik
terbagi atas dua macam, yaitu stroke hemoragik intra serebrum dan
stroke hemoragik subaraknoid.
1) Pendarahan intraserebral, yaitu stroke yang diebabkan karena
pendarahan di dalam otak. Stroke hemoragik intraserebral, ketika
arteri di dalam otak pecah, ini disebut pendarahan intraserebral.
Sekitar 10% dari semua stroke adalah jenis ini. Karena drah bocor
keluar menuju ke jaringan otak pada tekanan tinggi, kerusakan
yang ditimbulkan dapat lebih besar dibandingkan stroke karena
penyumbatan. Gejala Pendarahan intraserebral adalah kelemahan,
mati rasa atau kesemutan di salah satu sisi tubuh, kesulitan
berbicara atau memahami, pusing atau penglihatan kabur. Gejala
ini dapat juga disertai dengan gejala lain seperti sakit kepala parah
tiba-tiba, perubahan kesadaran, muntah atau leher kaku.
2) Pendarahan subarachnoid, yaitu stroke yang disebabkan oleh
pendarahan di permukaan otak dalam ruangan subarachnoid (ini
dibentuk oleh dua lapisan membran di antara otak dan tulang
tengkorak). Stroke hemoragik subarachnoid, otak itu dilapisi 2
lapisan membran yang melindungi dari tulang tengkorak.
2. Positioning
Melakukan positioning pada pasien berarti memposisikan klien dalam
kesejajaran tubuh yang baik dan mengubah posisi secara teratur maupun
sistematik (Berman, Snyder, Kozier & Erb, 2015). Pada dasarnya, setiap
posisi, benar atau salah, dapat mengganggu jika dipertahankan dalam
periode waktu yang lama. Setiap individu membutuhkan perubahan posisi
sekurang-kurangnya tiap 2 jam (Wilkinson, Treas, Barnett & Smith, 2016).
Pasien yang sehat dapat berpindah dengan mudah dan secara otomatis
memposisikan tubuh mereka ke posisi yang nyaman. Namun, pada pasien
yang lemah, kelelahan, mengalami nyeri, paralisis atau tidak sadar
bergantung pada perawat atau keluarga untuk memberikan atau membantu
perubahan posisi.
Tujuan memposisikan pasien ialah (Berman, Snyder, Kozier & Erb,
2015; DeLaune & Ladner, 2011) :
a. Membantu mencegah ketidaknyamanan otot
b. Mencegah tekanan yang menyebakan ulkus decubitus
c. Mencegah kerusakan pada saraf tepi dan pembuluh darah
d. Mencegah kontraktur
e. Meningkatkan kenyamanan pasien
f. Meningkatkan pergerakan tubuh dan kemandirian klien
g. Mempertahankan tonus otot
h. Menstimulasi refleks postural
BAB III
PROSES FISIOTERAPI
1 = kadang – kadang
2 = mandiri
2. Saya dapat mengendalikan BAK 0 = tidak mampu
1 = kadang – kadang
2 = mandiri
3. Saya dapat memelihara diri : (muka, 0 = tidak mampu
rambut, gigi, cukur)
1 = mandiri
4. Saya dapat menggunakan toilet 0 = sepenuhnya dibantu
2 = mandiri
5. Makan 0 = tidak mampu
2 = mandiri
6. Berubah sikap dari berbaring ke duduk 0 = tidak mampu
1 = mampu duduk
dengan bantuan
2 = perlu sedikit
bantuan
3 = mandiri
7. Berpindah/berjalan 0 = tidak mampu
2 = dapat, tetapi
dibantu orang lain
3 = mandiri
8. Berpakaian 0 = bergantung orang
lain
1 = sebagian dibantu
(misalnya mengancing
baju)
2 = mandiri
1 = perlu bantuan
2 = mandiri
10. Mandi 0 = bergantung orang
lain
1 = mandiri
Total skor 15
2. Positioning
a. Tujuan : Untuk mencegah terjadinya dekubitus pada pasien akibat
tekanan yang terlalu lama pada daerah tubuh.
b. Posisi Pasien : Tidur terlentang di atas bed dalam keadaan rileks.
c. Posisi Fisiofisioterapis : Berada di samping bed
d. Teknik Pelaksanaan : Instruksikan pasien untuk merubah posisi
terlentang ke posisi miring ke kanan atau ke kiri. (Posisi Sim). Minta
pasien untuk merubah posisi tersebut kurang lebih tiap 2 jam termasuk
sewaktu tidur.
a b
4) Ankle joint dan finger joint kaki, fisioterapis memegang jari jari pasien
kemudian secara bersamaan digerakkan kearah fleksi dan ekstensi jari
jari kaki (Gb. a), dilanjutkan dengan gerakan inversi dan eversi (Gb. b)
serta gerak plantar fleksi dan dorsal fleksi pergelangan kaki (Gb. c).
a b
Gambar : Latihan gerak pasif pada pergelangan kaki (Kisner, 1996)
5) Knee joint dan hip joint dilakukan secara bersamaan : satu tangan
fisioterapis memegang tumit pasien yang lemah sedangkan tangan
yang satunya memegang dibawah lutut, kemudian fisioterapis
menggerakkan tungkai kearah fleksi dan ekstensi panggul disertai
dengan fleksi dan ekstensi pada sendi lutut (Gb. 4.9) kemudian
menggerakkan abduksi dan adduksi sendi panggul (Gb. 4.10),
kemudian digerakkan kearah sirkumduksi (Gb. 4.11)
Gambar 4.9 Latihan gerak fleksi dan ekstensi pasif pada panggul dan
lutut (Kisner, 1996)
Gambar 4.10 Latihan gerak abduksi dan adduksi pada sendi panggul
(Kisner, 1996)
I. Edukasi
Instruksikan kepada pasien atau keluarga pasien untuk selalu menggerakkan
lengan dan tungkai pasien.
J. Evaluasi
Terjadi peningkatan tonus otot dan kekuatan otot pada ekstremitas atas dan
bawah pasien.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hemiparese adalah kelemahan atau kerusakan yang menyeluruh, tetapi
belum meruntuhkan semua neuron korteks piramidalis sesisi, menimbulkan
kelumpuhan pada belahan tubuh kontralateral yang ringan sampai sedang.
Beberapa orang yang selamat dari serangan stroke akan mengalami disabilitas
neurologis yang permanen dan tidak mampu lagi berpartisipasi aktif dalam
peran sosial dan aktivitas fungsional. Sebagian besar pemulihan signifikan
dalam fungsi neurologis terjadi pada 3 bulan pertama pasca stroke, namun
perbaikan pola gerakan dengan intervensi functional-oriented dapat tercapai
sampai 2 – 3 tahun pasca serangan.
Beberapa data penelitian menunjukkan bahwa sekitar 10% penderita pasca
stroke mengalami pemulihan hampir sempurna, 25% mengalami gangguan
ringan, 40% mengalami gangguan sedang sampai berat dan membutuhkan
perawatan khusus, 10% membutuhkan fasilitas perawatan khusus, dan 15%
mengalami kematian.
B. Saran
1. Mahasiswa diharapkan dapat memahami patologi tentang hemiparese post
stroke
2. Mahasiswa diharapkan dapat melakukan teknik anamnesis dan
pemeriksaan yang cermat untuk menegakkan diagnosis yang tepat.
3. Mahasiswa diharapkan dapat dalam melakukan intervensi fisioterapi yang
sesuia dengan problematik yang ditemukan dari hasil pemeriksaan.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.scribd.com/doc/22475411/KTI-Hemiparese-Post-Stroke-Non-
Hemoragik