Anda di halaman 1dari 5

Naskah drama

Kecemasan Mita akan meeting hari ini akhirnya akan segera berakhir. Awalnya Mita pikir akan
muncul beberapa kendala pada meeting kali ini. Tetapi ternyata semua berjalan dengan lancar.
Bahkan proses negosiasi yang Mita perkirakan baru akan beres setelah dua-tiga pertemuan ternyata
selesai hari ini juga.

Mita : “Oke, Pak. Terima kasih atas kepercayaannya.”

Adit : “Sama-sama, Ibu Mita. Tentunya kami berharap banyak pada kerja sama ini.”

Mita : “Tentu saja, Pak. Kami akan berusaha sebaik mungkin agar Heritage bisa
memenuhi kebutuhan nasabah privileged bangking di bank ini.”

Adit : “Baiklah. Kita sama-saa tunggu terbitan pertama Heritage, kalau begitu.”

Setelah berbincang-bincang dan berpamitan dengan Pak Adit, Mita pun segera kembali kantor
untuk menyelesaikan tugasnya yang lain.

***

Ketika Mita telah selesai mengikuti rapat di kantornya pada siang ini, Mita pun memberikan
informasi yang sangat penting untuk karyawannya.

Mita : “Semua artikel untuk terbitan berikut sudah oke. Berarti rapat redaksi siang ini
selesai. Tapi... ada satu lagi pengumuman untuk kalian,”

Michelle : “Ada apa, Mit?”

Mita : “Mulai bulan depan, kita semua bakal punya tugas tamabahan. Tadi pagi kita
berhasil deal dengan pihak bank. Haritage akan terbit dua bulan lagi!”

Michelle : “Wah... keren... Mita memang pemred paling oke,”

Billy : “Berarti bakal ada kenaikan gaji dong, ya?”

Mita : “Kenaikan gaji sih ada, asal kalian semua kerja yang betul,”

Billy : “Pastilah... Masa lo nggak percaya sama tim sendiri?”

Mita : “Dan itu artinya, besok malam kita bakal ngerayaain deal proyek ini. Gue teraktir
kalian semua,”

Billy : “Asik! Makan-makan kita besok!”

Mita : “Asal jangan mahal-mahal ya! Bisa bangkrut gue hahaha!”

Ketika sedang asik berbincang, tiba-tiba ponsel Mita bergetar. Yang ternyata panggilan masuk
dari Rani, sang kakak.

Mita : “Hai, Ran. Apa kab-?”

Rani : “Halo, Mita? Ya ampun, akhirnya kamu angkat juga teleponnya, dari tadi ngapain
aja sih?”

Mita : “Ada apa memangnya?”


Rani : “Aku mau minta tolong ya, kan besok Mama ulang tahun. Karena sekarang aku
lagi tugas keluar kota, kamu yang harus ngerayain ultah Mama. Kamu nginep deh
di rumah, temenin Mama.”

Mita : “Nggak mau. Lagi pula, kenapa bukan Mama aja sih yang nginap di apartemenku?”

Rani : “Ya ampun, Mit. Semenjak Papa meninggal, kamu nggak pernah mau nginep di
rumah, aku terus yang nginep di sana setiap kali Mama ultah. Kamu Cuma datang
pagi, pulang sore. Tapi aku kali ini bener-bener nggak bisa. Aku ada di luar kota,
Mit. Buat kerja,”

Mita : “Tapi kan aku-“

Rani : “Pokoknya kamu harus mau. Nggak ada alasan. Kali ini aku pake hak istimewaku
sebagai kakakmu. Dan sebagai adik, kamu nggak bisa nolak.”

Mita : “Tapi, Ran... Ini hari Jumat. Berarti aku harus ngabisin sepanjang weekend di sana?
Aku nggak mau ah.”

Rani : “Memang kenapa kalau weekend di rumah? Ya udah, aku harus kerja lagi nih!
Bye!”
Mita pun dengan kesal menatap layar ponselnya. Ia mau tidak mau harus menuruti
permintaan kakaknya itu.
***
Mita sampai di rumah Mamanya sekitar pukul 10 malam. Dan ia pun disambut dengan Si Mbok
yang membukakannya pagar rumah.
Mita : “Hai, Ma! Tumben belum tidur?”
Mama : “Mama nungguin kamu, Mit. Kok baru pulang jam segini? Apa kamu nggak
capek?”
Mita : “Mita kan habis kerja, Ma. Apalagi tadi harus ketemuan dulu sama temen-temen
kuliah.”
Mama : “Nah, memangnya nggak bisa kamu ketemu teman-teman kuliah waktu makan
siang? Kasihan badan kamu kalau diforsir terus, Mit.”
Mita : “Aduh, Mama! Aku gak bakal kenapa-kenapa kok.”
Mama : “Pasti kamu sering pulang malam begini, kan? Biasanya kamu sampai di
apartemen jam berapa?”
Mita : “Ma, aku ini ud-“
Mama : “Memangnya kamu lupa apa kamu itu pernah tifus? Jadi nggak boleh sering-sering
kecapekan.”
Mita : “Ya ampun ,Ma! Mama kenapa sih malam-malam mancing aku? Aku kena tifus
waktu kuliah, udah bertahun-tahn lalu. Aku kan udah bilang, Ma. Aku habis kerja.
Kalau kerjaan belum selesai, artinya aku harus lembur. Lagi pula, aku mau cerita
sampai kayak gimana pun Mama nggak bakalan ngerti. Mama kan nggak pernah
kerja kantoran!”
Setelah mengatakan hal itu, Mita langsung mengetahui adanya perubahan drastis pada air
muka mamanya itu. Tetapi ia tidak ambil pusing dan langsung pergi menuju kamarnya.
***
Keesokkan harinya, Mita baru bangun pukul 9 pagi. Ia langsung keluar kamar untuk mencari
Mamanya untuk mengucapkan ucapan selamat ulang tahun lalu ia juga ingin berminta maaf kepada
Mamanya itu. Mita pun mencoba mencari Mamanya ke kamar Mamanya.
Mita : “Ma? Mama ada di dalam?”
Mama : “Sudah bangun, Mit?”
Mita : (menggangguk malu)
Mama : “Kamu sudah makan?”
Mita : “Belum, Ma. Baru juga bangun. Tadi aku cari-cari Mama di taman dan dapur,
ternyata Mama ada di kamar. Tumben.”
Mama : “Yah gakpapa kan?”
Mita : “Mama lagi ngapain sih?”
Mama : “Semalam Mama ingat, sepeertinya sewa makam Papa sebentar lagi harus
diperpanjang. Akhnirnya malah sembari rapi-rapi,”
Mita : “Aku bantu, ya?”
Mama : “Boleh. Nanti ijazah, akta, pokoknya semua berkas punya Papa dijadikan satu di
map kuning ini. Punya Mama dimasukkan ke map merah. Punyamu di map hijau,
sedangkan punya Rani masukkan ke yang warna biru.”
Selama merapikan berkas-berkas tersebut, Mama banya menceritakan pengalaman Mama
bersama Papa ketika dahulu. Dan tiba-tiba, Mita menemukan kantong file dari plastik yang berisikan
potongan-potongan artikel lama dari koran. Yang ditulis oleh... Mama.
Mita : “Lho, Ma, ini kliping apa?”
Mama : “Yang mana? Oh, bukan apa-apa. Sini, biar Mama tumpuk dengan yng lain.”
Mita : “Bukan apa-apa gimana? Mama kan yang nulis artikel-artikel ini? Mama pernah
jadi wartawan? Kenapa Mama nggak pernah cerita keaku?
Mama : “Dulu, Cuma sebentar kok. Di kota kelahiran Mama.”
Mita : “Terus?”
Mama : “Terus apanya?”
Mita : “Ceritanya, Ma... Kenapa Mama jadi wartawan, dulu Mama nulis tentang apa,
semuanya deh!”
Mama : “Mama belum benar-benar jadi wartawan kok. Mama magang disana waktu
selesai kuliah. Waktu itu belum ada pembagian desk seperti di koran-koran
sekarang. Kalau sekarang, wartawan A mengerjakan desk metropolitan saja, atau
keuangan saja. Zaman Mama, semuanya jadi satu.”
Mita : “Terus-terus?”
Mama : “Tapi, Mama memang lebih banyak ditugaskan meliput soal pendidikan atau
keuangan. Kamu tahu kan, waktu negara ini sedang gencar-gencarnya mengirim
banyak mahasiswa ke luar negeri, supaya nantinya bisa membangun negara. Lalu
waktu itu sempat ada sanering. Makanya berita keungan juga jadi favorit banyak
orang. Semua orang ingin tahu bagaimana perkembangan nilai rupiah waktu itu.”
Mita : “Lalu, kenapa Mama berhenti?”
Mama : “Yah, hidupkan memang begitu. Tidak selalu berjalan sesuai rencana kita. Mama
lulus kuliah, ke Jakarta, kerja lagi di koran lain, lalu bertemu dan menikah dengan
papamu, sebentar kemduian hamil Rani.”
Mita : “setelah itu?”
Mama : “Nah, waktu itu Mama mulai berpikir. Kalau tetap kerja, Mama memang bisa
berguna, memberikan sesuatu. Tapi hanya kontribusi dari satu orang. Sedangkan
kalau Mama berhenti bekerja dan membesarkan anak-anak Mama dengan baik,
lalu semua anak Mama jadi orang yang berguna, kontribusi Mama jadi berkali-
kali lipat, kan?” (sembari tertawa kecil)
Mita : (mengangguk paham)
Mama : “Memang sih, ternyata anak Mama hanya dua, jadi kontribusinya Cuma lipat dua.
Tapi dua-duanya hebat.” (tersenyum bangga)
Mita : “Kenapa Mama nggak pernah cerita soal ini?”
Mama : “Buat apa? Itu kan masa lalu, nggak terlalu penting. Walaupun sebenarnya, diam-
diam Mama senang sekali waktu kamu memilih berkarier di bidangmu sekarang.
Bahkan sampai jadi pemred.”
Mita : “Padahal selama ini aku pikir Papa yang suka nulis.”
Mama : “Papamu juga suka nulis, sama dengan Mama. Jadi kamu dapat warisan dari kami
berdua.”
Setelah mengetahui hal tersebut, Mita pun terkagum-kagum akan sosok Mamanya itu. Ia tidak
pernah berpikir kalau ternyata mamanya memiliki hati yang sangat tulus. Mita terus mengomeli
dirinya sendiri karena bisa-bisanya ia tidak tahu mengenai hal penting tersebut. Ia juga merasa sangat
egois karena marah-marah tidak jelas semalam sampai menyakiti hati Mama.
Mita : “Ma?”
Mama : “Ya?”
Mita : “Aku minta maaf ya? Karena semalam aku marah-marah ke Mama, padahal aku
tahu sebenarnya maksud Mama baik. Juga karena aku bikin Mama sedih waktu
bilang Mama nggakngerti apa-apa karena nggak pernah kerja.”
Mama : “Ya, nggak apa-apa, Mit. Mama sudah maafin kamu dari semalam”
Mita : “Terima kasih ya, Ma. Dan tunggu sebentar!” (sembari tersenyum lega)
Mita pun tergesa-gesa keluar kamar dan beberapa saat setelah itu Mita kembali dengan
membawa sebuah kotak kecil.
Mita : “Selamat ulang tahun ya, Ma. Mama harus sehat terus supaya aku bisa punya
kesempatan jadi hebat dan bikin pengorbanan Mama nggak sia-sia.”
Mama : “Hus! Apa-apaan sih kamu! Kamu dan kakakmu sudah hebat, dan sekarang Mama
pun sudah bangga sama kalian berdua. Makasih ya untuk kadonya. Boleh Mama
buka sekarang?”
Mita : “Boleh dong!”
Mama : (tersenyum ganjil)
Mita : “Kenapa, Mama nggak suka hadiahnya? Kita bisa beli yang lain kok, Ma!”
Mama : “Bukan, sama sekali bukan itu. Mama suak sekali.”
Mita : “Lalu kenapa dong?”
Mama : “Tadi Mama Cuma mikir, kamu mirip sekali dengan papamu. Kamu tahu? Dulu,
dulu sekali, Papa pernah ngasih hadiah jam tangan juga buat Mama. Model dan
ukurannya mirip sekali dengan yang kamu kasih ini, Cuma warnanya yang beda.”
Tiba-tiba Mita pun menggeser duduknya mendekati Mama. Dan merentangkan tangannya
untuk memeluk Mama.
Mita : “I love you, Mom,”
Mita pun sangat bahagia karena sudah berbaikan dengan sang Mama dan ia juga sudah
mengetahui kisah lama sang Mama.

Anda mungkin juga menyukai