Penelitian menunjukkan lebih dari 80% kecelakaan kerja dikarenakan oleh unsafe action, sehingga
tenaga kesehatan sebagai pelaku, harus meningkatkan pengelolaan K3 antara lain dengan
Menitikberatkan pada unsafe action. Berdasarkan teori Lawrence Green1 , dapat dijelaskan faktor
yang mempengaruhi unsafe action adalah faktor predisposisi yaitu mempermudah terjadinya
perilaku (pengetahuan, unsur yang terdapat dalam individu dan masyarakat), faktor pendukung
yaitu yang memungkinkan terjadinya perilaku (tersedianya sarana, dan fasilitas), faktor pendorong
yaitu sikap dan perilaku petugas (instruktur laboratorium). Seperti contoh kasus di Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia terjadi ledakan laboratorium kimia yang merupakan kecelakaan
kerja Ledakan tersebut akibat kelalaian mahasiswa dan dosen yang sedang melakukan destilasi
dan indentifikasi asam. Setiap mahasiswa yang melakukan praktik tidak mengenakan prosedur
pengamanan laboratorium seperti, jas, sarung tangan, masker dan kacamata google. Mahasiswa
mengalami luka-luka akibat ledakan labu destilasi suhu memuai yang terlalu panas. Mereka
terkena serpihan kaca di bagian wajah, pipi, leher dan mata (1).
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan resiko adalah dengan cara
mengidentifikasi potensi bahaya yang ada menggunakan metode Job Safety Analysis (JSA). JSA
adalah teknik yang berfokus pada tugas pekerjaan sebagai cara untuk mengidentifikasi bahaya
sebelum terjadi. Hal ini terfokus pada hubungan antara pekerja, tugas, alat, dan lingkungan kerja.
Metode JSA dapat dilakukan pada pekerjaan baru atau lama dengan risiko menengah sampai
tinggi, sehingga dapat dicapai kesehatan dan keselamatan kerja (2).
Untuk bekerja aman di laboratorium diperlukan sistem tanggap darurat kesiapsiagaan. Secara
sederhana system kesiapsiagaan tanggap bencana (disaster management) meliputiempat tahapan,
yaitu: Mitigation ( penguranganpencegahan), Preparedness (perencanaan – persiapan), Response
(penyelamatanpertolongan) dan Recorvery (pemulihan-pengawasan) (6).
SOP LABORATORIUM
Alat pelindung diri akan berfungsi dengan sempurna apabila dipakai secara baik dan benar, hal-hal yang
harus diperhatikan dalam penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) : a. Sediakanlah APD yang sudah teruji
dan telah memiliki Standar Nasional Indonesi (SNI) atau standar internasional lainnya yang diakui. b.
Pakailah APD yang sesuai dengan jenis pekerjaan walaupun pekerjaan tersebut hanya memerlukan
waktu singkat. c. APD harus dipakai dengan tepat dan benar. d. Jadikanlah memakai APD menjadi
kebiasaan. Ketidaknyamanan dalam memakai alat pelindung diri jangan dijadikan alasan untuk menolak
memakainya. e. APD tidak boleh diubah-ubah pemakaiannya kalau memang terasa tidak nyaman dipakai
laporkan kepada atasan atau pemberi kewajiban pemakaian alat tersebut. f. APD dijaga agar tetap
berfungsi dengan baik. g. Semua pekerja, pengunjung dan mitra kerja ke proyek konstruksi harus
memakai APD yang diwajibkan seperti topi keselamatan, dll (3).
Aturan umum yang terdapat dalam peraturan itu menyangkut hal hal sebagai berikut
:
1. Orang yang tak berkepintingan dilarang masuk laboratorium, untuk mencegah hal
yang tidak diinginkan.
2. Jangan melakukan eksprimen sebelum mengetahui informasi mengenai bahaya
bahan kimia, alat alat dan cara pemakaiannya.
3. Mengenali semua jenis peralatan keselamatan kerja dan letaknya untuk
memudahkan pertolongan saat terjadi kecelakaan kerja laboratorium.
4. Harus tau cara pemakaian alat emergensi : pemadam kebakaran, eye shower,
respirator dan alat keselamatan kerja yang lain.
5. Setiap laboran /Pekerja laboratorium harus tau memberi pertolongan darurat (P3K).
6. Latihan keselamatan harus dipraktekkan secara periodik bukan dihapalkan saja
7. Dilarang makan minum dan merokok di lab, bhal ini berlaku juga untuk laboran dan
kepala Laboratorium.
8. Jangan terlalu banyak bicara, berkelakar, dan lelucon lain ketika bekerja di
laboratorium
9. Jauhkan alat alat yang tak digunakan, tas,hand phone dan benda lain dari atas meja
kerja.