Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN RESUME

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.H DENGAN CHRONIC KIDNEY


DISEASE STAGE V PRA, PRE, DAN POST HEMODIALISA
DI RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG

Disusun untuk memenuhi tugas Stase Profesi Keperawatan Medikal Bedah

Disusun Oleh:
Afifa Rachmani
220112180052

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XXXVI


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2018
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.H DENGAN CHRONIC KIDNEY
DISEASE STAGE V PRA, PRE, DAN POST HEMODIALISA
DI RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG

A. IDENTITAS PASIEN DAN KELUARGA

1. Identitas Pasien
Nama : Ny. H
Tanggal LahiR : 01 Januari 1951
Umur : 67 Tahun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Kp. Sukamanah Rt 02/18,
Langensari, Solokanjeruk – Kab.
Bandung
Diagnosa Medis : Chronic kidney disease stage V
No Rekam Medis : 0001292251
Tanggal Pengkajian : 14 Desember 2018

2. Identitas keluarga/Penanggung Jawab


Nama : Ny. I
Hubungan dengan Pasien : Anak
Pekerjaan : Dokter
Alamat : Kp. Sukamanah Rt 02/18,
Langensari, Solokanjeruk – Kab.
Bandung
B. RIWAYAT KESEHATAN
1. Keluhan Utama
Pasien mengatakan datang ke RS untuk melakukan hemodialisa rutin
setiap 1 minggu 2 kali.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada saat dikaji pasien mengatakan berat badannya bertambah 2 kg selama
3 hari.. Selain itu, pasien tampak batuk-batuk diruangan hemodialisa.
Batuk – batuk yang di derita pasien terjadi sudah 3 hari yang lalu. Batuk –
batuk akan bertambah ketika pasien berada di ruangan AC atau musim
dingin. Pasien mengatakan sudah konsultasi ke menantunya yang
berprofesi sebagai dokter dan dokter mengatakan tidak ada masalah yang
berarti.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mengatakan sudah menjalani terapi hemodialisa selama 18 bulan,
rutin 2 kali seminggu yaitu hari Selasa dan Jumat. Pasien mengatakan
memiliki riwayat penyakit hipertensi sejak tahun 1965 dan menderita
penyakit gagal ginjal sejak 2 tahun lalu.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit
yang sama.
5. Riwayat Psiko-sosio-spiritual-kultural dan Konsep diri
a. Psikologis
Pasien mengatakan ikhlas menerima penyakitnya dan sabar melalui
proses yang harus dijalani terkait penyakitnya yaitu cuci darah. Ketika
pasien cuci darah, pasien selalu ditemani oleh anaknya atau menantunya
yang berprofesi sebagai dokter penyakit dalam di RSHS.
b. Sosial
Pasien mengatakan walaupun sering cuci darah sebanyak 2 kali dalam
seminggu, pasien masih suka berkumpul untuk mengaji bersama
tetangganya.
c. Spiritual
Pasien menganggap keadaan sekarang adalah ujian dari Allah. Pasien
menjalankan sholat lima waktu dan senantiasa berdoa meminta
kesehatan pada Allah SWT. Pasien juga rutin mengikuti pengajian ibu –
ibu seminggu 2 kali.
d. Kultural
Pasien berasal dari suku sunda sehingga pasien dibesarkan dan hidup
dalam budaya sunda. Tidak ada kebiasaan atau ritual yang dilakukan
oleh pasien.
e. Konsep Diri
1. Gambaran Diri
Pasien merasa telah menerima kondisi fisiknya yang harus rutin
melakukan cuci darah 2x/minggu.
2. Peran Diri
Pasien menjalankan peran sebagai seorang ibu dan nenek yang
mengurus anak dan cucunya. Pasien juga mengatakan senang akan
peran yang dijalankannya tersebut.
3. Identitas Diri
Penampilan pasien sesuai dengan gendernya sebagai seorang
wanita muslimah yang menggunakan jilbab dan baju muslim.
4. Harga Diri
Pasien tidak merasa malu dengan penyakit yang dirasakannya,
pasien menganggap dirinya masih bisa melakukan aktivitas, seperti
mengaji bersama ibu - ibu, mengurus anak dan cucu, walaupun
dalam kondisi harus rutin cuci darah.
5. Ideal Diri
Pasien berharap dapat selalu diberikan kesehatan dan umur yang
panjang dan berkah, agar bisa melihat anaknya yang bungsu
menikah dan bisa mengurus cucu – cucunya, serta berkumpul
dengan anak dan menantunya.

6. Riwayat Activity Daily Living (ADL)

NO JENIS KEGIATAN DI RUMAH DI RUMAH


(Sebelum Sakit) (Setelah Sakit)
Pola nutrisi dan cairan

Makan
Jenis makanan Nasi, daging, bakso, mie Nasi, sayur, buah
ayam, makanan instan,
sayur, buah
1 Frekuensi 2-3 kali/hari 2-3 kali/hari

Jumlah porsi 1 porsi 1 porsi

Pantangan Tidak ada pantangan Tidak ada pantangan

Minum

Jenis minuman Air putih Air putih

Frekuensi ± 600 ml ± 600 - 750 ml/ 3 gelas


aqua (sering haus)
Pola eliminasi

BAK

Frekuensi 3 kali/hari 3 kali/hari

2 Warna Kuning Kuning


Jumlah ± 400 ml ± 300 ml

BAB
Frekuensi 1 kali/hari 1 kali/hari

Warna Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan

Konsistensi Lembek Lembek

3 Pola istirahat tidur

Siang

Kualitas Nyenyak Nyenyak

Kuantitas ± 2 jam ± 2 jam

Malam

Kualitas Nyenyak Nyenyak

Kuantitas 6 – 8 jam 6 – 8 jam

Personal Higiene
Kebersihan kulit Bersih, pasien mandi 2 Bersih, pasien mandi 2
kali/hari, tidak ada lesi kali/hari, tidak ada lesi
dan jamur dan jamur

4 Kebersihan gigi Bersih, pasien menyikat Bersih, pasien menyikat


gigi 3 kali/hari gigi 3 kali/hari
Kebersihan rambut Bersih, keramas 2-3 hari Bersih, keramas 2-3 hari
sekali sekali
Kebersihan kuku Bersih, kuku pendek Bersih, kuku pendek

Pasien dapat berjalan Pasien dapat berjalan


5. Mobilisasi
dan beraktivitas secara dan beraktivitas secara
normal normal
C. PENGKAJIAN PRE HEMODIALISA

Tanggal Pengkajian : 14 Desember 2018 pukul 07.30 WIB


 Data fokus : Peningkatan BB 2 Kg dalam 4 hari, pasien
mengatakan sering haus tapi dokter dan perawat menyarankan tidak
boleh minum banyak hanya cukup 3 gelas/hari.
 Keadaan umum : Baik
 Kesadaran (GCS) : Compos Mentis, E4V5M6
 Tanda-tanda vital : TD 130/80 mmHg, RR 20x/menit
HR 82 x/menit, Suhu 36 C
 BB sekarang : 59 Kg
 BB yang lalu : 57 Kg
 BB kering : 57 Kg
 Riwayat Hemodialisa :
o HD pertama kali : 18 bulan yang lalu
o Mulai HD rutin : 18 bulan yang lalu
o Frekuensi dan jadwal HD : 2 x seminggu (Selasa &
Jumat)
o Tujuan HD : Terapi pengganti ginjal

Pemeriksaan laboratorium tanggal 10-12-2018


Jenis
Hasil Nilai rujukan Interpretasi
pemeriksaan
Hematologi
Hemoglobin 11,4 13-16,0 Rendah

Hematokrit 36,0 37,9-49,0 Rendah


Eritrosit 3,84 4,5-5,3 Rendah
Leukosit 6,54 4,50-13,0 Normal
Trombosit 270 150-450 Normal
Indeks Eritrosit
MCV 93,8 78-108 Normal

MCH 29,7 25-35 Normal


MCHC 31,7 31-37 Normal
 Masalah Keperawatan
Masalah
No Data Etiologi
Keperawatan
1. DS: Riwayat Kelebihan
1. klien mengatakan BAK 3x/hari volume cairan
konsumsi
jumlah sedikit
2. Klien mengatakan badan terasa obat
lemas
hipertensi
3. Pasien mengatakan memiliki
riwayat hipertensi dan ↓
mengonsumsi obat hipertensi
Ginjal tidak
secara rutin
4. CKD stage V 2 tahun lalu dapat
5. pasien mengatakan minum 600
berfungsi
ml sehari
6. pasien mengatakan sehari BAK dengan baik
3 kali sebanyak 300 ml

7. pasien mengatakan BB naik 2
kg selama 4 hari Gangguan
8. pasien mengatakan sering haus mekanisme
tapi dokter dan perawat
menyarankan tidak boleh minum regulasi
banyak hanya cukup 3 gelas/hari. ↓
DO:
BB post HD sebelumnya: 57 kg Sisa
BB pre HD saat ini: 59 kg metabolisme
TD : 130/80 mmHg
dan air tidak
dikeluarkan
dengan
maksimal
melalui urin

Kelebihan
volume cairan
D. INTRA HEMODIALISA

1. Persiapan HD

 Jenis Dialisat : Bikarbonat

 Akses : Cimino

Lama Dialisis : 4,5 jam

 Kecepatan darah : 250 ml/menit

 Kecepatan dialisat : 500 ml/menit

 Antikoagulan : Heparin kontinue 1000 unit/jam

 Jenis Akses : AV Shunt Fistula

2. Data Fokus

 Data subjektif : Pasien mengatakan keram pada area ektremitas atas


dan bawah, serta mengalami batuk – batuk selama proses
hemodialisa.

Data objektif :

Kesadaran : Compos mentis

GCS : E4M6V5

TTV : TD 140/90 , RR 22x/menit, HR : 85x/menit

Fisik : Pasien tampak batuk-batuk, dan memijat jari


tangannya.
3. Masalah Keperawatan

Data Etiologi Masalah


DS : Ruangan
Klien mengatakan batuk –
berAC
batuk dan keram pada
ekstremitas karena AC ↓
kedinginan
Pajanan
DO :
Kesadaran compos mentis, alergen
klien tampak memegangi

jari tangannya saat proses
HD Batuk-
batuk

Risiko
reaksi
alergi

4. Monitoring selama HD

Jam TD Nadi RR
09.00 126/82 82 18
10.00 110/70 80 18
11.00 120/80 80 20
12.00 140/90 85 22

5. Penyulit selama HD Tidak ada

E. POST HEMODIALISA

Tanggal dan jam pengkajian : 14 Desember 2018 pukul 12.30 WIB

1. Data Fokus

 Data Subjektif : Pasien mengatakan berat badan berkurang,


ekstremitas atas dan bawah sudah tidak keram lagi, pasien
mengatakatan pusing dan lemas setelah hemodialisa

 Data Objektif : Kesadaran compos mentis, GCS E4M6V5,


TD:140/80, HR : 86 x/menit RR: 19x/menit, BB : 57 Kg
 Lama dialisis : 4,5 jam

 Pemberian heparin : Continue 1000 unit/jam

 Tindakan post HD : Pemberian neurobion 1 ampul

 Masalah Keperawatan
No Data Etiologi Masalah
keperawatan
1. - DS : klien Riwayat Resiko jatuh
mengatakan merasa
konsumsi
pusing dan lemas
setelah HD obat
- DO :
hipertensi
TD:140/80, HR : 86
x/menit RR: 19x/menit, ↓
BB : 57 Kg, lama dialysis
Ginjal tidak
4,5 jam , pendarahan dari
akses vaskuler AV vistula dapat
(cimino) tidak ada, klien
berfungsi
tampak lemah dan
meminta istirahat sebentar dengan baik
di ruangan

Gangguan
mekanisme
regulasi

Sisa metabolisme
dan air tidak
dikeluarkan dengan
maksimal melalui
urin

Hemodialisa

Pusing

Resiko Jatuh

F. DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi
2. Risiko reaksi alergi berhubungan dengan pajanan alergen lingkungan
3. Resiko Jatuh berhubungan dengan pusing
G. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Nama Pasien : Ny. H Ruangan : Hemodialisa
Usia : 67 tahun Nama Mahasiswa : Afifa Rachmani

No Tujuan Intervensi Rasional

1. Setelah NIC Label :Hemodialysis


Therapy
dilakukan asuhan
Pre HD
keperawatan 1. Kaji keluhan pasien 1. Untuk mengetahui
2. Kaji adanya tanda- keadaan pasien
selama 1 X 4.5
tanda kelebihan cairan: 2. Mengetahui adanya
jam, kelebihan edema, peningkatan BB, kelebihan cairan yang terjadi
distensi vena jugularis pada pasien dengan gagal
volume cairan
3. Atur posisi pasien agar ginjal
dapat teratasi ventilasi adekuat 3. Memberikan kenyamanan
dengan memaksimalkan
dengan kriteria
fungsi paru.
hasil: 4. Observasi tanda-tanda 4. Mengetahui tanda-tanda
vital pasien dan mesin vital sebelum HD
 Pasien tidak HD
mengeluhkan
5. Anjurkan pasien untuk 5. mengunyah permen karet
kenaikan berat rendah gula selama 5
mengonsumsi permen
badan karet selama HD 5 menit pada pasien
menit penyakit ginjal kronis
 Berat badan yang menjalani
kering pasien hemodialisis sekresi saliva
meningkat dengan jumlah
dapat tercapai rata-rata 2,7 mL/menit.
Peningkatan produksi
saliva ini secara tidak
langsung juga akan
menurunkan rasa haus
pada responden. (Arfany,
dkk, 2014; Dehghanmehr,
2018)

6. Anjurkan pasien 6. mengulum es batu sangat


mengonsumsi es batu bermanfaat untuk
selama 5 menit saat mengurangi rasa haus pada
rasa haus datang ketika pasien yang menjalani
di rumah atau di ruang pembatasan asupan cairan.
HD Kandungan air yang ada
didalam es batu juga
sangat membantu
memberikan efek dingin
dan menyegarkan serta
mampu mengatasi rasa
haus pada pasien yang
menjalani hemodialisa
(Arfany, dkk, 2014)
Intra HD
1. Kaji keluhan/penyulit
selama dilakukan HD 1. Agar keluhan dapat segera
2. Observasi tanda-tanda diatasi
vital pasien 2. Mengetahui tanda-tanda vital
selama dilakukan HD
Post HD
1. lakukan perawatan di
area luka penusukan 1. AV shunt fistula pasien
merupakan area luka terbuka
dengan pembuluh darah
yang besar sehingga berisiko
2. Ukur berat badan post perdarahan dan infeksi
HD 2. Mengetahui total keluarnya
3. Observasi tanda-tanda cairan dari BB setelah HD
vital pasien 3. Mengetahui tanda-tanda vital
4. Observasi keluhan atau setelah dilakukan HD
efek samping HD 4. Mengetahui adanya efek
samping HD
2. Setelah NIC Label :Manajemen NIC Label :Manajemen
dilakukan asuhan alergi alergi
keperawatan 1. Identifikasi alergi dan reaksi 1. Menentukan intervensi
selama 1 X 4.5 yang tidak biasa yang tepat untuk pasien
jam, respon 2. Kelola bahan atau lingkungan 2. Meminimalkan atau
alergi terkontrol yang memicu reaksi alergi mencegah efek dari reaksi
dengan kriteria alergi
hasil: 3. Anjurkan pasien untuk 3. Mendapatkan penanganan
 Pasien tidak melakukan tes alergi yang sesuai
batuk-batuk 4. Instruksikan pasien cara 4. Menurunkan respon dan
 Paparan alergen mencegah situasi yang stimulus alergi
minimal memicu reaksi anafilaksis dan
bagaimana meresponnya jika
reaksi tersebut muncul
3.
NOC : Risk Kontrol NIC : Environment
Management (Manajemen
Setelah dilakuakan lingkungan)
asuhan keperawatan
selama 30 menit 1. Sediakan lingkungan yang aman 1. Lingkungan aman mencegah
klien terhindar dari untuk pasien cedera
cedera dengan
kriteria hasil : 2. Identifikasi kebutuhan 2. Menyesuaikan dengan
keamanan pasien, sesuai dengan intervensi yang dibutuhkan
1. Klien terbebas kondisi fisik dan fungsi kognitif
dari jatuh pasien dan riwayat penyakit
terdahulu pasien
2.Klien mampu
menjelaskan 3. Menyediakan tempat tidur yang 3. Mencegaha klien jatuh dari
cara/metode untuk nyaman dan bersih tempat tidur
mencegah jatuh
4. Membatasi pengunjung 4. Distraksi dapat meningkatkan
3.Klien mampu resiko jatuh
menjelaskan factor 5. Memberikan penerangan yang 5. Penerangan yang cukup
resiko dari cukup meaksimalkan klien untuk
lingkungan/perilaku beraktivitas
personal 6. Menganjurkan keluarga untuk 6. Membantu kebutuhan klien
menemani pasien. dapat emncegah resiko cedera
4.Mampu 7. Lingkungan yang kondusif
memodifikasi gaya 7. Mengontrol lingkungan dari dapat memaksimalkan
hidup untuk kebisingan pemulihan
mencegah jatuh 8. Barang berbahaya dapat
8. Memindahkan barang-
barang yang dapat mencederai klien
5.Menggunakan
fasilitas kesehatan membahayakan
yang ada

6. Mampu
mengenali
perubahan status
kesehatan
H. CATATAN TINDAKAN KEPERAWATAN
Nama Pasien : Ny. H Ruangan : Hemodialisa

Usia : 67 tahun Nama Mahasiswa : Afifa Rachmani

NO Tgl/jam Implementasi Respon Paraf


DX
1 14/12/18
07.30
Pre HD  Mengkaji keluhan  Klien tidak Afifa
klien mengeluh apapun

 Mengkaji adanya  BB Klien 59 kg Afifa


tanda-tanda kelebihan BB kering 57 kg
cairan: edema, Tidak tampak
peningkatan BB, adanya distensi vena
distensi vena jugularis jugularis

 Mengatur posisi semi  Klien tampak tenang Afifa


fowler dan nyaman

 Mengobservasi tanda-  TD : 130/80 mmhg Afifa


tanda vital pasien dan Nadi : 82 x/menit
mesin HD Suhu : 36 C
RR : 20x/menit
Mesin HD siap
digunakan
Intra HD  Mengkaji keluhan/  Klien tidak
08.00 Afifa
penyulit selama mengeluh apapun
dilakukan HD selama dialisis
 Mengobservasi tanda-  09.00 Afifa
tanda vital pasien TD : 126/82 mmHg
Nadi : 82 x/menit
RR : 18 x/menit
 10.00 Afifa
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 18 x/menit
 11.00
TD : 120/80 mmHg Afifa
Nadi : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
 12.00 Afifa
TD : 140/90 mmHg
Nadi : 85 x/menit
RR : 22 x/menit

Post HD  Melakukan perawatan  Klien tampak sedikit Afifa


12.30 di area luka meringis ketika
penusukan. pencabutan jarum
dan pasien nampak
tenang dan
tersenyum ketika
area luka penusukan
di tutup kasa
2 14/12/18
07.30  Mengidentifikasi  Klien mengatakan Afifa
alergi dan reaksi batuk hanya saat
yang tidak biasa di ruang berAC

 Mematikan AC  Batuk klien Afifa


yang berada berkurang
dekat bed pasien
Afifa
 Menganjurkan  Pasien
pasien untuk mengatakan akan
melakukan tes berkonsultasi
alergi dengan
menantunya yang
dokter terlebih
dahulu
Afifa
 Menginstruksikan  Klien dapat
pasien untuk mengikuti dengan
melakukan teknik baik
batuk efektif dan
menggunakan
fresch care dan
jaket
3. 14/12/18 
12.40  menyediakan lingkungan  bedrail terpasang Afifa
yang aman untuk pasien
 pasien mengatakan
 mengidentifikasi membutuhkan bantuan
kebutuhan keamanan pasien, untuk berjalan dan turun Afifa
sesuai dengan kondisi fisik dari tempat tidur
dan fungsi kognitif pasien
dan riwayat penyakit
terdahulu pasien
 tempat tidur aman, Afifa
 Menyediakan tempat
terkunci, terpasangh
tidur yang nyaman dan
bedrail dan bersih
bersih

 Memberikan penerangan  lampu di ruangan


yang cukup menyela klien Afifa
mengatakan ia cukup
dapat melihat dengan
jelas

 Anak klien menemani


 Menganjurkan keluarga klien selama post HD Afifa
untuk menemani pasien. dan menuntut pasien
ketika turun dari tempat
tidur dan keluar dari
ruang HD

 tidak ada barang-barang


Afifa
 . Memindahkan barang-
berbahaya disekitar klien
barang yang dapat
membahayakan
I. CATATAN PERKEMBANGAN KEPERAWATAN
Nama Pasien : Ny. H Ruangan : Hemodialisa

Usia : 67 tahun Nama Mahasiswa : Afifa Rachmani

No Tgl/
SOAP Paraf
dx jam
1 14/12/ S: Afifa
2018  Pasien mengatakan BB berkurang 2 kg, pasien tidak
pukul mengeluh apapun
13.00 O:
 Pasien tampak tenang, BB: 57 kg
 TD : 140/80 mmhg Nadi : 86 x/menit
Suhu : 36 C RR : 19 x/menit
A:
 Masalah kelebihan cairan teratasi
P:
 Intervensi dilanjutkan
 Lakukan Hemodialisa tanggal 18/12/2018
2 14/12/ S: Afifa
2018  Pasien mengatakan sudah tidak batuk saat keluar
Pukul ruangan Hemodialisa
13.20  Pasien mengatakan sudah mengetahui dan mampu
melakukan teknik batuk efektif jika respon alergi
terjadi
 Pasien mengatakan akan berkonsultasi dengan
menantunya yang dokter
O:
 Pasien tampak tenang dan tidak batuk-batuk
 Pasien mengenakan jaket dan fresh care
A:
 Masalah risiko respon alergi teratasi
P:
 Intervensi dilanjutkan
 Pantau respon alergi pada kunjungan berikutnya dan
tanyakan hasil konsultasi dengan dokter
3. 14/12/ S: Afifa
2018 -klien mengatakan sudah merasa lebih baik setelah istirahat
Pukul -klien menyebutkan faktor resiko jatuh dan cara mencegahnya
-klien mengatakan pusing dan lemas sudah berkurang
13.50
O:
- KU: baik, klien kesadaran kompos mentis
- TTV: TD:140/80, HR : 86 x/menit RR: 19x/menit, T 37 Oc
- Bedrail terpasang
- Klien mampu berjalan dengan bantuan tanpa jatuh
- klien tampak di papah atau oleh anaknya di tuntun saat
keluar dari ruangan HD
A: Resiko Jatuh teratasi
P: klien pulang
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G., Butcher, H., Dochterman, J., Wagner, C. (2016). Nursing


Intervention Classification (NIC) 6th Edisi Bahasa Indonesia. Singapura:
Elsevier.
Doenges, M, E., Moorhouse, M. F., Geissler, A. C. (2000). Rencana Asuhan
Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien edisi 3. Jakarta: EGC.
Herdman, T. Heather. (2018). NANDA-I diagnosis keperawatan: definisi dan
klasifikasi 2018-2020; alih bahasa Budi Anna Keliat, Henny Suzana Mediani,
Teuku Tahlil. Jakarta: EGC.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M., Swanson, E. (2016). Nursing Outcomes
Classification (NOC) 5th Edisi Bahasa Indonesia. Singapura: Elsevier.
Nurarif, A., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarta: Mediaction.
Smeltzer, Susan C. (2014). Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 12, Jakarta : EGC.
RESUME CHRONIC KIDNEY DISEASE

1. Anatomi dan Fisiologi Ginjal

Ginjal adalah organ ekskresi yang berperan penting dalam


mempertahankan keseimbangan internal dengan jalan menjaga komposisi
cairan tubuh/ ekstraseluler. Menurut Smeltzer (2013) fungsi utama ginjal
adalah mempertahankan keseimbangan air dan kadar unsur kimia (elektrolit,
hormon, gula darah, dll) dalam cairan tubuh, mengatur tekanan darah,
membantu mengendalikan keseimbangan asam dan basa darah, membuang
sisa bahan kimia dari dalam tubuh, bertindak sebagai kelenjar serta
menghasilkan hormon dan enzim yang memliki fungsi penting dalam tubuh.
Ginjal terdiri dari dua organ yang berbentuk seperti kacang polong
berwarna merah kebiruan. Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen,
terutama di daerah lumbal disebelah kanan dan kiri tulang belakang,
dibungkus oleh lapisan lemak yang tebal di belakang peritoneum atau diluar
rongga peritoneum. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri karena
letak hati yang menempati ruang lebih banyak di sebelah kanan. Berat ginjal
pada pria dewasa 150-170 gram dan wanita dewasa 115-155 gram.
Ginjal terdiri dari bagian dalam medulla dan bagian luar korteks. Bagian
dalam (interna) medulla terdiri dari pyramid renalis, tubulus yang lurus,
ansahenle, vasa rekta dan duktuskoli gensterminal. Bagian luar (eksterna)
korteks mengandung glomerulus, tubulus proksimal, dan tubulus distal.
Ginjal terdiri dari banyak nefron yang merupakan satuan fungsional ginjal.
Kedua ginjal mengandung kira-kira 24 juta nefron. Nefron menghasilkan urin
sebagai bentuk produk akhir fungsi ginjal yang dibentuk oleh darah. Nefron
terdiri dari satu glomerulus, tubulus proksimus, ansahenle dan tubulus
distalis. Banyak tubulus distalis yang keluar kemudian membentuk tubulus
kolegentes. Nefron terbentuk dari 2 komponen yaitu :
1) Glomerulus dan kapsul bowmen yang merupakan tempat air dan larutan
difiltarsi dari darah. Glomerulus terdiri dari kapiler-kapiler yang mendapat
suplai nutrisi dari arteri oraferen. Arteri oraferen mensuplai darah ke
kapiler peritubular. Yang dibagi menjadi 4 bagian yaitu tubulus proksimal,
ansahenle, tubulus distalis dan kolegentes. Sebagian air dan elektrolit
direabsorpsi ke dalam darah di kapiler peritubular.
2) Tubulus yang mereabsorpsi material penting dari filtrasi dan
memungkinkan bahan-bahan sampah dan material yang tidak dibutuhkan
tubuh untuk tetap dalam filtrat dan mengalirkan ke pelvis renalis sebagai
urin.

2. Chronic Kidney Disease

a. Definisi
Chronic Kidney disease merupakan penurunan fungsi ginjal yang bersifat
persisten dan irreversible yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk
mempetahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit,
sehingga timbul gejala uremia yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah. (Smeltzer, 2013).
KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan
pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju
Filtrasi Glomerolus) :
 Stadium 1
Kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG
yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2)
 Stadium 2
Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60 -89
mL/menit/1,73 m2)
 Stadium 3
Kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2)
 Stadium 4
Kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2)
 Stadium 5
Kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal
terminal.
b. Etiologi
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak
nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan
bilateral.
 Infeksi, misalnya pielonefritis kronik (Infeksi saluran kemih)
 Penyakit peradangan, misalnya glomerulonefritis
 Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, dan stenosis arteri renalis
 Gangguan jaringan ikat misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliaarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
 Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal
polikistik, asodosis tubulus ginjal

 Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme,


amiloidosis
 Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal
 Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas : kalkuli
neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah :
hipertropi prostat, struktur uretra, anomali kongenital pada leher
kandung kemih dan uretra
 Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolitis
Pada anak, penyakit ginjal kronis dapat disebabkan penyakit kongenital,
genetik, atau metabolik. Penyebab yang mendasari berkaitan erat dengan usia
pasien saat penyakit ginjal kronis pertama terdeteksi. Penyakit ginjal kronis
pada anak yang berusia kurang dari 5 tahun biasa disebabkan abnormalitas
kongenital seperti hipoplasia atau displasia ginjal, dan/atau uropati obstruktif.
Penyebab lain adalah sindrom nefrotik kongenital, sindrom prune belly,
nekrosis korteks, glomerulosklerosis fokal segmental, penyakit ginjal
polikistik, trombosis vena renalis, dan sindrom hemolitik uremik.Setelah usia
5 tahun, penyakit didapat (berbagai bentuk glomerulonefritis termasuk lupus
nefritis) lebih mendominasi Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan
kerusakan berkelanjutan pada penyakit ginjal kronis, yaitu
glomerulosklerosis, pembentukan fibrosis tubulointerstisial, proteinuria, dan
sklerosis vaskular (Ervina, 2015).

c. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis menurut Nahas & Levin (2010) adalah sebagai berikut.
1. Gangguan Kardiovaskuler : Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat
perikarditis, effusi pereikardiak dan gagal jantung akibat penumpukan
cairan, gangguan irama jantung dan edema.
2. Gangguan Pulmoner : Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum
kental, suara krekels.
3. Gangguan Gastrointestinal : Anoreksia, nausea, dan fomitus yang
berhubungan dengan metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada
saluran GI, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau amonia.
4. Gangguan Muskuloskeletal : Pegal pada kaki sehingga selalu digerakkan,
rasa kesemutan dan terbakar, terutama di telapak kaki, tremor, miopati
(kelemahan dan hipertrofi otot-otot ekstremitas.
5. Gangguan Integumen : Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-
kuningan akibat penimbunan urokrom, gatal-gatal akibat toksik, kuku tipis
dan rapuh.
6. Gangguan endokrin : biasanya ada gangguan seksual misalnya libido
fertilitas dan ereki menurun, gangguan menstruasi dan aminore. Gangguan
metabolik glukosa, gangguan metabolik lemak dan vitamin D.
7. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa : terjadi
retensi garam dan air yang menyebabkan edema tetapi dapat juga terjadi
kehilangan natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia,
hipomagnesemia, hipokalsemia.
8. Sistem Hematologi : anemia yang disebabkan berkurangnya produksi
eritropoetin, hemolisis, gangguan trombosis dan trombositopenia.

d. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk
glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa
nefron utuh). Nefron- nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume
filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan
penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk
berfungsi sampai ¾ dari nefron– nefron rusak. Beban bahan yang harus
dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis
osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang
rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik
dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul
gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang
80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin
clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produk sampah, akan semakin berat. Banyak masalah muncul pada gagal
ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang
menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang sebenarnya
dibersihkan oleh ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat
dideteksi dengan mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan klirens
kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli)
klirens kreatinin akan menurunkan dan kadar kreatinin akan meningkat.
Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin
serum merupakan indicator yang paling sensitif dari fungsi karena substansi
ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh
penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme
(jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid.
Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin
secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai
terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi.
Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya
edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi
akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerja sama keduanya
meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan
untuk kwehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia.
Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang
semakin memperburuk status uremik.
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis
metabolic seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan
asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat
ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3‾) dan
mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) . penurunan ekskresi fosfat dan
asam organik lain juga terjadi.
Anemia sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan
untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari
saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan
anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak napas.
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan
metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh
memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka
yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal,
terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya penurunan kadar
serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi
parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak
berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan
mengakibatkan perubahan pada tulang dan pebyakit tulang. Selain itu juga
metabolit aktif vitamin D (1,25- dehidrokolekalsiferol) yang secara normal
diproduksi di ginjal menurun.
e. Pemeriksaan Penunjang

Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka


perlu pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun
kolaborasi antara lain :
1. Pemeriksaan lab.darah

 Hematologi : Hb, Ht, Eritrosit, Lekosit, Trombosit

 RFT ( renal fungsi test ): ureum dan kreatinin

 LFT (liver fungsi test )

 Elektrolit : Klorida, kalium, kalsium

2. Urine

 Urine rutin

 Urine khusus : benda keton, analisa kristal batu

3. Pemeriksaan kardiovaskuler

 ECG

 ECO

f. Penatalaksanaan Keperawatan

Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi menjadi


tiga, yaitu:
1. Konservatif

 Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin

 Observasi balance cairan

 Observasi adanya edema

 Batasi cairan yang masuk


2. Dialisis

 Peritoneal dialisis, yaitu dialisis yang menggunakan lapisan pada perut


untuk menyaring darah. lapisan ini disebut membran peritoneal dan
bertindak sebagai ginjal buatan. Dialisis jenis ini memiliki kelebihan
antara lain dapat dilakukan di rumah dan dapat dilakukan secara
mandiri.

 Hemodialisis

Dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan


menggunakan mesin dialiser. Pembuluh darah yang diambil dari tubuh
bisa melalui :Femura: melalui pangkal paha, AV fistula : diambil dari
pembuluh darah di lengan / tangan. Namun, hemodialisa juga
memberikan kerugian, antara lain penurunan fungsi ginjal yang tersisa
secara cepat, ketergantungan pasien dengan mesin hemodialisa, resiko
tinggi kehilangan darah selama hemodialisa, akses vaskuler yang
menyebabkan infeksi dan trombosis, resiko terjadi hipotensi dan kram
otot, pembatasan asupan cairan dan diet lebih ketat, kadar hemoglobin
lebih rendah, sehingga kebutuhan akan eritropoietin lebih tinggi.

3. Operasi transplantasi ginjal

Tindakan ini berupa menggantikan ginjal pasien dengan ginjal yang


baru yang didapatkan dari donor. Donor ginjal bisa diambil dari keluarga /
kerabat, sukarelawan, maupun pasien meninggal yang telah
menandatangani donor ginjal sebelumnya. Transplantasi ginjal
memudahkan pasien dalam beraktifitas, karena seakan mempunyai ginjal
baru dan tidak perlu melakukan dialisis lanjutan. Akan tetapi, pada
beberapa kasus ditemukan penolakan tubuh terhadap ginjal baru, sehingga
ginjal tidak dapat bertahan lama, dan pasien harus mengkonsumsi
immunosupresan secara rutin seumur hidup.
3. Prinsip yang mendasari Hemodialisa

Tujuan hemodialisis adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik


dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan. Pada hemodialisis,
aliran darah yang penuh dengan toksin dan limbah nitrogen dialihkan dari
tubuh pasien ke dialiser tempat darah tersebut dibersihkan dan kemudian
dikembalikan lagi ke tubuh pasien (Smeltzer & Bare, 2013).

Sebagian besar dialiser merupakan lempengan rata atau ginjal serat


artifisial berongga yang berisi ribuan tubulus selofan halus yang bekerja
sebagai membran semipermeabel. Aliran darah akan melewati tubulus tubulus
tersebut sementara cairan dialisat bersirkulasi disekelilingnya. Pertukaran
limbah dari darah ke dalam cairan dialisat akan terjadi melalui membran
semipermeabel tubulus (Smeltzer & Bare, 2013).

Ada 3 prinsip yang mendasari kerja hemodialisis yaitu: difusi, osmosis,


dan ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah di dalam darah di keluarkan melalui
proses difusi dengan cara bergerak dari darah, yang memiliki konsentrasi
tinggi, ke cairan dialisat yang memiliki konsentrasi rendah. Cairan dialisat
tersusun dari semua elektrolit yang penting dengan konsentrasi ektrasel yang
ideal. Kadar elektrolit darah dapat dikendalikan dengan mengatur rendaman
dialisat (dialisat bath) secara tepat. Pori-pori kecil dalam membran
semipermeabel tidak memungkinkan lolosnya sel darah merah dan protein
(Smeltzer & Bare, 2013).

Air yang berlebihan dikeluarkan dalam tubuh melalui proses osmosis.


Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradien tekanan:
dengan kata lain air bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih tinggi
(tubuh pasien) ke tekanan yang lebih rendah (cairan dialisat). Gradien ini
dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan negatif yang dikenal sebagai
ultrafiltrasi pada mesin dialisis. Tekanan neatif diterapkan pada alat ini
sebagai kekuatan pengisap pada membran dan memfasilitasi pengeluaran air.
Karena pasien tidak dapat mengeksresikan air, kekuatan ini diperlukan untuk
mengeluarkan cairan sehingga tercapai isovolemia (keseimbangan cairan)
(Smeltzer & Bare, 2013).
Buffer system tubuh dipertahankan dengan penambahan asetat yang akan
berdifusi dari cairan dialisat ke dalam darah pasien dan mengalami
metabolisme untuk membentuk bikarbonat. Darah yang sudah dibersihkan
kemudian dikembalikan ke dalam tubuh melalui pembuluh vena pasien. Pada
akhir terapi dialisis, banyak zat limbah dikeluarkan, keseimbangan eletrolit
telah dipulihkan dan buffer system juga telah diperbarui (Smeltzer & Bare,
2013).

Pada saat dialisis, pasien dialiser dan rendaman dialisat memerlukan


pemantauan yang konstan untuk mendeteksi berbagai komplikasi yang terjadi
(misalnya emboli udara, ultrafiltrasi yang tidak adekuat, atau berlebihan
ditandai dengan kram dan muntah, perembesan darah kontaminasi dan
komplikasi terbentuknya pirau atau fistula. Kebanyakan dialiser merupakan
dialiser lempengan yang rata atau serat berongga. Perbedaan kedua bentuk ini
terletak pada kerja dan biokompatibilitasnya. Biokompatibilitas mengacu
pada kemampuan dialiser untuk mencapai tujuannya tanpa menimbulkan
hipersensitifitas, alergi, atau reaksi lain (Smeltzer & Bare, 2013). Sebagian
dialiser akan mengeluarkan molekul dengan berat sedang dengan laju yang
lebih cepat dan melakukan ultrafiltrasi dengan kecepatan tinggi. Hal ini
diperkirakan dapat memperkecil kemungkinan neuropati ektremitas bawah
yang merupakan komplikasi hemodialisis yang berlangsung lama.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, L. S., Suddart, D. S., Smeltzer, S. C., Bare, B. G. (2013). Textbook of


Medical Surgical Nursing 12nd edition. Philladelphia: Lippincot.
Chris Tanto dkk. (2014). Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 4. Jakarta:
Media Aesculapius.
Ervani, L., Bahrun, D., & Lestari, H. I. (2015). Tatalaksana Penyakit Ginjal
Kronik pada Anak. Majalah Kedokteran Sriwijaya, 47(2), 144–149.
Retrieved from http://ejournal.unsri.ac.id/index.php/mks/article/view/2758
Nahas, a M. El, Levin, A,, & Bello, A.K., (2010). Chronic Kidney Disease: The
Global Challenge. Lancet, 365(9456). Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21212690.

Anda mungkin juga menyukai