LK HD - Afifa - CKD
LK HD - Afifa - CKD
Disusun Oleh:
Afifa Rachmani
220112180052
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. H
Tanggal LahiR : 01 Januari 1951
Umur : 67 Tahun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Kp. Sukamanah Rt 02/18,
Langensari, Solokanjeruk – Kab.
Bandung
Diagnosa Medis : Chronic kidney disease stage V
No Rekam Medis : 0001292251
Tanggal Pengkajian : 14 Desember 2018
Makan
Jenis makanan Nasi, daging, bakso, mie Nasi, sayur, buah
ayam, makanan instan,
sayur, buah
1 Frekuensi 2-3 kali/hari 2-3 kali/hari
Minum
BAK
BAB
Frekuensi 1 kali/hari 1 kali/hari
Siang
Malam
Personal Higiene
Kebersihan kulit Bersih, pasien mandi 2 Bersih, pasien mandi 2
kali/hari, tidak ada lesi kali/hari, tidak ada lesi
dan jamur dan jamur
1. Persiapan HD
Akses : Cimino
2. Data Fokus
Data objektif :
GCS : E4M6V5
4. Monitoring selama HD
Jam TD Nadi RR
09.00 126/82 82 18
10.00 110/70 80 18
11.00 120/80 80 20
12.00 140/90 85 22
E. POST HEMODIALISA
1. Data Fokus
Masalah Keperawatan
No Data Etiologi Masalah
keperawatan
1. - DS : klien Riwayat Resiko jatuh
mengatakan merasa
konsumsi
pusing dan lemas
setelah HD obat
- DO :
hipertensi
TD:140/80, HR : 86
x/menit RR: 19x/menit, ↓
BB : 57 Kg, lama dialysis
Ginjal tidak
4,5 jam , pendarahan dari
akses vaskuler AV vistula dapat
(cimino) tidak ada, klien
berfungsi
tampak lemah dan
meminta istirahat sebentar dengan baik
di ruangan
↓
Gangguan
mekanisme
regulasi
↓
Sisa metabolisme
dan air tidak
dikeluarkan dengan
maksimal melalui
urin
↓
Hemodialisa
↓
Pusing
↓
Resiko Jatuh
F. DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi
2. Risiko reaksi alergi berhubungan dengan pajanan alergen lingkungan
3. Resiko Jatuh berhubungan dengan pusing
G. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Nama Pasien : Ny. H Ruangan : Hemodialisa
Usia : 67 tahun Nama Mahasiswa : Afifa Rachmani
6. Mampu
mengenali
perubahan status
kesehatan
H. CATATAN TINDAKAN KEPERAWATAN
Nama Pasien : Ny. H Ruangan : Hemodialisa
No Tgl/
SOAP Paraf
dx jam
1 14/12/ S: Afifa
2018 Pasien mengatakan BB berkurang 2 kg, pasien tidak
pukul mengeluh apapun
13.00 O:
Pasien tampak tenang, BB: 57 kg
TD : 140/80 mmhg Nadi : 86 x/menit
Suhu : 36 C RR : 19 x/menit
A:
Masalah kelebihan cairan teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
Lakukan Hemodialisa tanggal 18/12/2018
2 14/12/ S: Afifa
2018 Pasien mengatakan sudah tidak batuk saat keluar
Pukul ruangan Hemodialisa
13.20 Pasien mengatakan sudah mengetahui dan mampu
melakukan teknik batuk efektif jika respon alergi
terjadi
Pasien mengatakan akan berkonsultasi dengan
menantunya yang dokter
O:
Pasien tampak tenang dan tidak batuk-batuk
Pasien mengenakan jaket dan fresh care
A:
Masalah risiko respon alergi teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
Pantau respon alergi pada kunjungan berikutnya dan
tanyakan hasil konsultasi dengan dokter
3. 14/12/ S: Afifa
2018 -klien mengatakan sudah merasa lebih baik setelah istirahat
Pukul -klien menyebutkan faktor resiko jatuh dan cara mencegahnya
-klien mengatakan pusing dan lemas sudah berkurang
13.50
O:
- KU: baik, klien kesadaran kompos mentis
- TTV: TD:140/80, HR : 86 x/menit RR: 19x/menit, T 37 Oc
- Bedrail terpasang
- Klien mampu berjalan dengan bantuan tanpa jatuh
- klien tampak di papah atau oleh anaknya di tuntun saat
keluar dari ruangan HD
A: Resiko Jatuh teratasi
P: klien pulang
DAFTAR PUSTAKA
a. Definisi
Chronic Kidney disease merupakan penurunan fungsi ginjal yang bersifat
persisten dan irreversible yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk
mempetahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit,
sehingga timbul gejala uremia yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah. (Smeltzer, 2013).
KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan
pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju
Filtrasi Glomerolus) :
Stadium 1
Kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG
yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2)
Stadium 2
Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60 -89
mL/menit/1,73 m2)
Stadium 3
Kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2)
Stadium 4
Kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2)
Stadium 5
Kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal
terminal.
b. Etiologi
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak
nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan
bilateral.
Infeksi, misalnya pielonefritis kronik (Infeksi saluran kemih)
Penyakit peradangan, misalnya glomerulonefritis
Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, dan stenosis arteri renalis
Gangguan jaringan ikat misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliaarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal
polikistik, asodosis tubulus ginjal
c. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis menurut Nahas & Levin (2010) adalah sebagai berikut.
1. Gangguan Kardiovaskuler : Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat
perikarditis, effusi pereikardiak dan gagal jantung akibat penumpukan
cairan, gangguan irama jantung dan edema.
2. Gangguan Pulmoner : Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum
kental, suara krekels.
3. Gangguan Gastrointestinal : Anoreksia, nausea, dan fomitus yang
berhubungan dengan metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada
saluran GI, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau amonia.
4. Gangguan Muskuloskeletal : Pegal pada kaki sehingga selalu digerakkan,
rasa kesemutan dan terbakar, terutama di telapak kaki, tremor, miopati
(kelemahan dan hipertrofi otot-otot ekstremitas.
5. Gangguan Integumen : Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-
kuningan akibat penimbunan urokrom, gatal-gatal akibat toksik, kuku tipis
dan rapuh.
6. Gangguan endokrin : biasanya ada gangguan seksual misalnya libido
fertilitas dan ereki menurun, gangguan menstruasi dan aminore. Gangguan
metabolik glukosa, gangguan metabolik lemak dan vitamin D.
7. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa : terjadi
retensi garam dan air yang menyebabkan edema tetapi dapat juga terjadi
kehilangan natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia,
hipomagnesemia, hipokalsemia.
8. Sistem Hematologi : anemia yang disebabkan berkurangnya produksi
eritropoetin, hemolisis, gangguan trombosis dan trombositopenia.
d. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk
glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa
nefron utuh). Nefron- nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume
filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan
penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk
berfungsi sampai ¾ dari nefron– nefron rusak. Beban bahan yang harus
dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis
osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang
rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik
dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul
gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang
80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin
clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produk sampah, akan semakin berat. Banyak masalah muncul pada gagal
ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang
menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang sebenarnya
dibersihkan oleh ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat
dideteksi dengan mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan klirens
kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli)
klirens kreatinin akan menurunkan dan kadar kreatinin akan meningkat.
Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin
serum merupakan indicator yang paling sensitif dari fungsi karena substansi
ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh
penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme
(jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid.
Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin
secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai
terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi.
Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya
edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi
akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerja sama keduanya
meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan
untuk kwehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia.
Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang
semakin memperburuk status uremik.
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis
metabolic seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan
asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat
ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3‾) dan
mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) . penurunan ekskresi fosfat dan
asam organik lain juga terjadi.
Anemia sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan
untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari
saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan
anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak napas.
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan
metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh
memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka
yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal,
terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya penurunan kadar
serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi
parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak
berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan
mengakibatkan perubahan pada tulang dan pebyakit tulang. Selain itu juga
metabolit aktif vitamin D (1,25- dehidrokolekalsiferol) yang secara normal
diproduksi di ginjal menurun.
e. Pemeriksaan Penunjang
2. Urine
Urine rutin
3. Pemeriksaan kardiovaskuler
ECG
ECO
f. Penatalaksanaan Keperawatan
Hemodialisis