Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sehat jiwa adalah keadaan mental yang sejahtera ketika seseorang
mampu merealisasikan potensi yang dimiliki, memiliki koping yang baik
terhadap stressor, produktif dan mampu memberikan konstribusi terhadap
masyarakat (WHO, 2007 dalam Varcarolis & Halter, 2010). Produktif, artinya
memiliki kemampuan untuk melakukan aktivitas yang rutin. Manusia
dikatakan usia produktif, ketika berusia pada rentang 15-64 tahun (Yusuf,
2010). Namun tanpa disadari, pada usia produktif justru memiliki resiko lebih
tinggi mengalami masalah kesehatan. Aspek yang sering menjadi masalah
yaitu aspek psikologis (emosi). Hal ini dapat terjadi akibat dari kegagalan
individu dalam mencapai apa yang diinginkan atau diharapkan sehingga
terjadinya gangguan jiwa (Yusuf, 2010).
Gangguan jiwa merupakan gangguan yang tidak menimbulkan
kematian secara langsung tetapi menyebabkan penderitanya menjadi susah
untuk bersosialisasi dengan masyarakat sekitar dan menimbulkan beban bagi
keluarga. Saat ini penderita gangguan jiwa mengalami peningkatan yang
cukup pesat. Menurut Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2013,
prevalensi gangguan jiwa berat nasional sebesar 1,7 per mil artinya bahwa dari
1000 penduduk Indonesia terdapat dua sampai tiga diantaranya menderita
gangguan jiwa berat (Riskesdas, 2013). Gangguan jiwa berat yang sering
ditemui di masyarakat adalah skizofrenia (Ibrahim, 2011). Hampir di seluruh
dunia tidak kurang dari 450 juta (11 %) orang yang mengalami skizofrenia
(ringan sampai berat) (WHO, 2013). Skizofrenia adalah sekumpulan sindroma
klinik yang ditandai dengan perubahan kognitif, emosi, persepsi dan aspek
lain dari perilaku (Kaplan & Saddock, 2010). Skizofrenia ditandai dengan
munculnya gejala positif dan negatif (Yosep, 2009). Gejala negatif yang
dialami pasien skizofrenia dapat berupa afek datar, tidak memiliki kemauan,
merasa tidak nyaman dan menarik diri dari masyarakat. Adanya penurunan
kognitif pada pasien skizofrenia yang berdampak pada kesulitan memulai

1
pembicaraan, afek tumpul atau datar, berkurangnya motivasi, berkurangnya
atensi, pasif, apatis dan penarikan diri secara sosial dan rasa tidak nyaman,
yang merupakan gejala dari Gangguan Konsep Diri : Isolasi Sosial (Videbeck,
2008).
Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu mengalami penurunan
atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
disekitarnya. Klien mungkin merasa ditolak, tidak terima, kesepian, dan tidak
mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Keliat, 2011).
Adapun kerusakan interaksi sosial merupakan upaya menghindari suatu
hubungan komunikasi dengan orang lain karena merasa kehilangan hubungan
akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran dan
kegagalan, klien mengalami kesulitan dalam berhubungan secara spontan
dengan orang lain yang dimanisfestasikan dengan mengisolasi diri, tidak ada
perhatian dan tidak sanggup berbagi pengalaman (Balitbang, 2007 dalam
Direja 2011).
Peran perawat dalam penanggulangan klien dengan gangguan konsep
diri : Isolasi Sosial yaitu : mengobservasi perubahan, baik perubahan kecil
atau menatap yang terjadi pada klien, memahami pasien dan mempromosikn
ketertarikan pasien dan berpartisipasi dalam interaksi (Yosep, 2011).
Berdasarkan uraian tersebut, penulis akan melakukan proses keperawatan pada
klien dengan Gangguan konsep diri : Isolasi Sosial di ruang Perawatan
Program Khusus Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum Banjarmasin.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas maka “ Bagaimanakah Asuhan
Keperawatan pada sdr. F dengan Gangguan konsep diri : Isolasi Sosial di
Ruang Perawatan Program Khusus Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum”.
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mendapat gambaran dan pengalaman tentang penetapan proses
asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan konsep diri : Isolasi
Sosial.

2
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui tinjauan teori dari gangguan konsep diri : Isolasi Sosial.
b. Melakukan pengkajian data pada klien sdr. F dengan gangguan kossep
diri : Isolasi Sosial.
c. Mampu mempelajari cara mengidentifikasi diagnosa atau masalah
potensial pada klien sdr. F dengan gangguan konsep diri : Isolasi
Sosial .
d. Mampu mepelajari cara menentukan intervensi secara menyeluruh
pada klien sdr. F dengan gangguan konsep diri : Isolasi Sosial.
e. Mampu mempelajari cara pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien
sdr F dengan gangguan konsep diri : Isolasi Sosial.
f. Mampu mempelajari cara mengevaluasi keaktifan asuhan keperawatan
pada klien sdr. F dengan gangguan konsep diri : Isolasi Sosial.
D. MANFAAT PENULISAN
1. Mahasiswa
Menambah pengetahuan atau pengalaman nyata dalam penatalaksanaan
dan pendokumentasian terhadap gangguan konsep diri : Isolasi Sosial.
2. Pasien dan Keluarga
Menambah pengetahuan dalam perawatan dan dapat menerapkan dirumah
apa yang telah diajarkan perawat di rumah sakit.
3. Istitusi
Mengetahui tingkat kemampuan mahasiswa dalam melakukan asuhan
keperawatan dan sebagai cara untuk mengevaluasi materi yang telah
diberikan kepada mahasiswa.
4. Rumah Sakit
Mengetahui perkembangan klien dan dapat mengevaluasi tindakan
keperawatan yang telah diberikan.

Anda mungkin juga menyukai