PENDAHULUAN
Glomerulonefritis (GN) merupakan penyakit glomerular yang sering dijumpai dalam praktik
klinik sehari-hari. Berdasarkan sumber terjadinya kelainan maka GN diklasifikasikan menjadi
dua kelompok yaitu primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasar
berasal dari ginjal sendiri sedangkan GN sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat
penyakit sistemik lain misalnya diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma
multipel, atau amiloidosis.
Di lndonesia GN masih merupakan penyebab utama penyakit ginjal tahap akhir
(PGTA) yang menjalani terapi pengganti dialisis walaupun data dunia menunjukkan bahwa
diabetes merupakan penyebab yang tersering. Manifestasi klinik GN sangat bervarisi, mulai
dari kelainan urin yaitu proteinuria dan atau hematuria saja sampai dengan GN yang
berlangsung progresif cepat disertai gangguan fungsi ginjal.
DEFINISI
EPIDEMIOLOGI
Data epidemiologi GN yang bersifat nasional belum ada dan laporan dari berbagai pusat ginjal
dan hipertensi masih terbatas. Hal ini disebabkan biopsi ginjal tidak selalu dapat dilakukan
dalam menegakkan diagnosis etiologi GN. Data Perhimpunan Nefrologi lndonesia (Pernefri)
menunjukkan bahwa GN sebagai penyebab PGTA yang menjalani hemodialisis mencapai 39%
pada tahun 2000. Data mengenai GN masih terbatas dan merupakan laporan dari masing
masing pusat ginjal dan hipertensi.
Sidabutar RP dan kawan melaporkan 177 kasus GN yang lengkap dengan biopsi ginjal
dari 459 kasus rawat inap yang dikumpulkan dari 5 rumah sakit selama 5 tahun. Dari 177 yang
dilakukan biopsi ginjal didapatkan 35,6% menunjukkan manifestasi klinik sindrom nefrotik,
19,2% sindrom nefritik akut, 3,9% GN progresif cepat, 15,3% dengan hematuria, 19,3%
proteinuria, dan 6,8% hipertensi.
PATOGENESIS
Kerusakan yang terjadi pada glomerulus tidak hanya tergantung respon imunologik awal tetapi
juga ditentukan oleh seberapa besar pengaruhnya terhadap timbulnya kelainan. lnflamasi juga
berpengaruh terhadap terjadinya kelainan pada glomerulus. Kelainan yang terjadi dapat berupa
fibrosis, kelainan destruktif atau mungkin berkembang menjadi glomerulosklerosis dan fibrosis
interstisialis.
lmunopatogenesis GN
Glomerulonefritis merupakan penyakit glomerulus akibat respon imunologik dan hanya jenis
tertentu yang secara pasti telah diketahui etiologinya. Proses imunologik diatur oleh berbagai
faktor imunogenetik yang menentukan bagaimana individu merespon terhadap sesuatu
kejadian. Secara garis besar dua mekanisme GN yaitu circulating immune complex (ClC) dan
terbentuknya deposit komplek imun in-situ. Pada ClC, antigen (Ag) eksogen memicu
terbentuknya antibodi (Ab) spesifik, kemudian membentuk komplek imun (Ag-Ab) dalam
sirkulasi. Komplek imun akan mengaktivasi sistem komplemen dan selanjutnya komplemen
berikatan dengan Ag-Ab. Dalam keadaan normal ikatan komplemen dengan Ag-Ab bertujuan
untuk membersihkan komplek imun dari sirkulasi melalui reseptor C3b yang terdapat pada
eritrosit. Komplek imun akan mengalami degradasi dan dibersihkan dari sirkulasi pada saat
eritrosit melewati hati dan limpa. Apabila antigenemia menetap dan bersihan komplek imun
terganggu, maka komplek imun akan menetap dalam sirkulasi. Komplek imun kemudian akan
terjebak pada glomerulus melalui ikatannya dengan reseptor-Fc yang terdapat pada sel
mesangial atau mengendap secara pasif di daerah mesangium atau ruang sub-endotel. Aktivasi
sistem komplemen akan terus berjalan setelah terjadi pengendapan komplek imun pada
glomerulus.
Mekanisme pembentukan endapan komplek imun dapat terjadi secara in situ apabila
Ab secara langsung berikatan dengan Ag yang merupakan komponen dari membran basal
glomerulus (fixed-Ag) atau Ag dari luar yang terjebak pada glomerulus (planted-antigen).
Alternatif lain apabila Ag non-glomerulus yang bersifat kation terjebak pada bagian anion dari
glomerulus, diikuti pengendapan Ab dan aktivasi komplemen secara lokal.
Selain kedua mekanisme tersebut GN dapat dimediasi oleh imunitas selular (cell-
mediated immunity). Studi eksperimental membuktikan bahwa sel T dapat berperan langsung
terhadap timbulnya proteinuria dan terbentuknya kresen pada GN kresentik. Sel T yang
tersensitisasi (sensitized-T cells) oleh Ag eksogen dan Ag endogen yang terdapat pada
glomerulus akan mengaktivasi makrofag dan menghasilkan reaksi lokal hipersensitisasi tipe
lambat (delayed type).
Kemokin mempunyai efek kemotaktik yaitu kemampuan menarik sel inflamasi keluar
dari pembuluh darah menuju jaringan. Secara garis besar kemokin dibedakan menjadi dua
kelompok yaitu kemokin- dan kemokin-β, yang berturut turut mempunyai efek kemotaktik
terhadap lekosit dan monosit atau limfosit seperti terlihat pada Tabel 2. Pengaruh kemokin
akan menyebabkan semakin banyak sel inflamasi yang bermigrasi ke jaringan sehingga proses
inflamasi menjadi lebih berat.
Sebagian besar etiologi GN tidak diketahui kecuali yang disebabkan oleh infeksi beta
streptokokus pada GN paska infeksi streptokokus atau akibat virus hepatitis C. Faktor
presipitasi misalnya infeksi dan pengaruh obat atau pajanan toksin dapat menginisiasi
terjadinya respon imun serupa yang menyebabkan GN dengan mekanisme sama.
DIAGNOSIS
KLASIFIKASI
GN NON-PROLIFERAT!F
GLOMERULONEFRITIS PROLIFERATIF
GN Membrano-Proliferatif (GNMP)
GNMP dibagi menjadi primer yang penyebabnya tidak diketahui atau idiopatik dan sekunder
akibat infeksi kronik, krioglobulinemia, dan penyakit autoimun sistemik. GNMP atau GN
mesangio-kapiler dapat bermanifestasi klinis SN dan atau sindrom nefritik akut. Pada
pemeriksaan serologi ditemukan kadar komplemen rendah atau hipokomplemenemia.
Pemeriksaan MC menunjukkan penebalan dinding kapiler dan penambahan matrik mesangial.
Pulasan periodic acid schiff (PAS) ditemukan MBG yang terbelah (splitting) 'disebut double
contour atau tram-track appearance. Pada pemeriksaan MIF memperlihatkan endapan C3,
biasanya disertai properdin, C1q, C4 dan C2. Endapan IgG dan lgM dapat pula ditemukan dan
endapan lgA sewaktu-waktu.
PENATALAKSANAAN
KOMPLIKASI
Pada GN dengan gejala SN yang disertai proteinuria masif sehingga menyebabkan
hipoalbuminemia dan kadar kolesterol yang tinggi dalam darah merupakan faktor penyebab
timbulnya komplikasi. Hiperkoagulasi dengan berbagai akibatnya dapat juga ditemukan pada
SN yang disebabkan oleh GN tertentu. Gangguan fungsi ginjal dapat timbul pada GN yang
disertai SN berat. Pengobatan imunosupresi yang tidak berhasil mencegah progresivitas GN
dapat mengakibatkan gangguan fungsi ginjal. Gangguan fungsi ginjal jarang terjadi pada
GNLM dan lebih sering ditemukan pada GSFS dan GNMN yang dapat berkembang menuju
ke PGTA. Kerentanan terhadap timbulnya infeksi sebagai komplikasi akibat penggunaan
imunosupresi pada pengobatan GN perlu untuk diperhatikan.
PENCEGAHAN
Pencegahan primer tidak dapat dapat dilakukan karena etiologi GN secara pasti tidak diketahui.
Kecurigaan terhadap GN dengan ditemukannya edema periorbita, proteinuria, atau hematuria
pada pemeriksaan urin diharapkan dapat ditegakkan diagnosis GN lebih awal dan dilakukan
pengobatan segera untuk mencegah perkembangan penyakit. Pencegahan sekunder ditujukan
untuk menghambat progresivitas penyakit menuju PGTA sedang pencegahan tersier dilakukan
untuk mencegah kecacatan atau menghambat masuknya ke program pengobatan pengganti
ginjal.
PROGNOSIS
Jejas glomerulus yang terjadi pada GN sering tidak dapat pulih kembali sehingga menyebabkan
fibrosis glomerulus akibat proses inflamasi. Pada GN bentuk akut biasanya membaik dengan
sedikit atau tanpa kerusakan ginjal yang permanen. Kekambuhan sering terjadi pada GNLM
walaupun tidak sesering pada anak-anak walaupun biasanya fungsi ginjal masih dalam keadaan
normal. Pada GSFS dalam waktu 5 sampai 20 tahun dapat terjadi progresivitas penyakit
menuju PGTA. Suatu laporan menyebutkan 50% kasus GSFS berkembang menjadi PGTA
dalam waktu 5 tahun. Perbaikan spontan dapat terjadi pada sebagian GNMN walaupun
sebagian yang lain mempunyai prognosis buruk.
REFERENSI
Arend WP. lnterleukin-1 receptor antagonist. A new member of minterleukin- 1 family. J Clin
lnvest 1991;88:1445-51.
Bargman JM. Management of minimal lesion glomerulonephritis evidence-based
recommendations. Kidney lnt 1995;55:S3-S6.
Becker DJ. Minimal change disease. Nephrology Rounds issue 8, www.nephrologyrounds.org
Bockenstedt LK, Goetzl EJ. Constituents of human neutrophils that mediate enhanced
adherence to surfaces. J Clin Invest 1980;65:1372-80.
Bomback AS, Derebail VK, McGregor jG, Kshirsagm RJ, Nachman PH. Rituximab therapy
for membranous nephropathy: A systematic review. CJASN 2009;4:734-44,