BAB I
PENDAHULUAN
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
3. Otot.
Penderita DM tipe-2 mengalami gangguan kerja insulin di intramioselular,
akibat gangguan fosforilasi tirosin sehingga timbul gangguan transport glukosa
dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen dan penurunan oksidasi glukosa.1,5.
4. Sel lemak.
Disfungsi sel lemak menyebabkan produksi adipositokin yang memprovokasi
resistensi insulin, inflamasi dan aterosklerosis. Sel lemak resisten terhadap
antilipolisis dari insulin, menyebabkan peningkatan proses lipolisis dan kadar
asam lemak bebas (FFA=Free Fatty Acid) plasma. Peningkatan FFA akan
merangsang proses glukoneogenesis dan resistensi insulin liver dan otot. FFA
juga mengganggu sekresi insulin. Gangguan FFA disebut lipotoxocity. Sel
lemak dalam jumlah besar resisten terhadap insulin. Saat kapasitas cadangan
adiposit bertambah banyak, terjadi overflow lipid ke dalam otot, liver dan sel β,
menyebabkan resistensi insulin hepatik dan otot. Lipid overflow ke pembuluh
darah arteri, menyebabkan peningkatan aterosklerosis.5
5. Usus.
GLP 1 di sekresi oleh sel L di usus kecil distal dan glucose-dependent
insulinotrophic polypeptide atau gastric inhibitory polypeptide (GIP) oleh sel
K di usus kecil proksimal. Glukosa oral memicu respon insulin lebih besar
dibanding intravena.5 Hal ini disebut efek incretin yang diperankan hormon
GLP-1 dan GIP. Penderita DM tipe-2 mengalami defisiensi GLP-1 dan resisten
GIP. Incretin dipecah oleh enzim DPP-4, sehingga bekerja dalam beberapa
menit. Saluran pencernaan berperan menyerap karbohidrat melalui enzim alfa-
glukosidase yang memecah polisakarida menjadi monosakarida.1,5
6. Sel Alpha Pancreas.
Mensintesis glukagon saat puasa, dimana kadar plasma akan meningkat dan
menyebabkan HGP basal juga meningkat.1,5
7. Ginjal.
Berperan dalam patogenesis DM tipe-2. 90% glukosa terfiltrasi diserap
kembali oleh SGLT 2 pada tubulus proksimal. 10% diabsorbsi oleh SGLT-1
pada tubulus desenden dan asenden, sehingga glukosa di urine tidak ada. Obat
5
2.2. Vitamin D.
2.2.1. Sintesis dan Mekanisme Kerja Vitamin D.
Vitamin D diproduksi kulit dalam bentuk 7-dehydrocholesterol menjadi
previtamin D3, kemudian dikonversi menjadi vitamin D3 dengan bantuan paparan
sinar ultraviolet pada kedalaman 280-310 nm, antara jam 8.00-10.00 pagi dan
16.00-18.00 sore. Previtamin D3 diolah menjadi vitamin D3 dan selalu seimbang
antara 5,94% previtamin D3 dan 94,06% vitamin D3.6
Manusia juga bisa menghasilkan 80% vitamin D harian meski tidak
terpapar langsung sinar matahari. Kapasitas menghasilkan jumlah vitamin D tidak
sama dibanding paparan sinar ultraviolet B (UVB). Efisiensi vitamin D
bergantung pada intensitas sinar matahari, jumlah kulit yang terpapar, durasi
paparan sinar UVB, sudut zenith dari matahari, ketebalan kulit dan warna kulit.7
Paparan sinar matahari yang berlebihan menyebabkan previtamin D3 dan
vitamin D3 menjadi produk tidak aktif. Vitamin D2 dan vitamin D3 dari sumber
makanan dimasukkan ke dalam ciklomicrons, diangkut sistem limfatik ke dalam
sirkulasi vena. Vitamin D dibuat di kulit dan disimpan dalam lemak. Vitamin D
dalam sirkulasi terikat pada protein binding di hati kemudian diubah menjadi 25-
hydroxyvitamin [25(OH)D]. 25(OH)D menjadi bentuk aktif 1,25-dihydroxy
vitamin D [1,25(OH)2D]. Serum fosfor, kalsium, faktor pertumbuhan fibroblas
(FGF-23) dan faktor lainnya dapat meningkatkan atau menurunkan produksi
ginjal menghasilkan 1,25(OH)2D. Umpan balik 1,25(OH)2D mengatur dan
mengurangi sintesis serta sekresi hormon paratiroid (PTH) di kelenjar paratiroid.
1,25(OH)2D meningkatkan ekspresi 4-OHase dan mengkatabolis 1,25(OH)2D dan
25(OH)D menjadi asam kalsitroat yang tidak larut dalam air yang kemudian
6
sepanjang target gen, termasuk regio promotor. Elemen ini merupakan hexamers
yang tidak sempurna dan dipisahkan oleh 3 nukleotida yang tidak spesifik. Faktor
yang terlibat termasuk histone acetylase (HAT), Drip protein, CBP/p300, PCAF
dan SRCs. Meskipun secara alami ditemukan pada promoters, studi terbaru
menunjukkan bahwa element tanpa gen terletak jauh dari promoter. Ekspresi atau
represi gen reseptor vitamin D terhadap 1,25-(OH)2D3 diuraikan pada gambar
2.3.6,7
BAB 3
PERANAN VITAMIN D PADA
DIABETES MELLITUS DAN KOMPLIKASINYA
pada sekresi insulin di sel β. Setelah aktivasi autoimun, radikal bebas yang
diproduksi oleh makrofag dan sel T akan berkontribusi pada disfungsi dan
kematian sel β.19
Patogenesis vitamin D terhadap imun dan sel β pada T1DM diuraikan
pada gambar 3.2. Sel β dan berbagai sel imun mengekspresikan reseptor
1,25(OH)2D yang menghambat ekspresi MHC dan costimulator molekul, dimana
vitamin D secara tidak langsung menggeser CD4+ dari proinflamasi menjadi anti
inflamasi, dan secara langsung memodulasi respon sel T dengan menghambat
sitokin Th1 dan Th17 dengan upregulasi sel Th2. Sehingga mengurangi infiltrasi
pankreas oleh Th1 dan Th17.20
Gambar 3.2. Patogenesis 1.25(OH)D pada Sistem Imun dan Sel β Pankreas T1DM.20
Pada orang tua, adipositas atau BMI yang tinggi penting dalam
menjelaskan mengapa tingkat 25(OH)D yang rendah dapat terkait dengan
diabetes. Hipotesis ini didukung beberapa studi sebelumnya bahwa hubungan
signifikan antara status vitamin D yang buruk dan diabetes menjadi hilang setelah
dapat mengendalikan BMI atau adipositas lainnya.46
Hipovitaminosis D merupakan prediktor mortalitas yang lebih kuat pada
diabetes geriatri, seperti yang sudah ditunjukkan oleh sejumlah referensi dan
berbagai penelitian.47 Adanya peningkatan mortalitas kardiovaskular dan semua
kausalitas subjek yang berusia 50 tahun ke atas. Diperlukan investigasi lebih
lanjut dari populasi yang berbeda untuk mengamati hubungan antara serum 25-
hydroxyvitamin D dari waktu ke waktu berdasarkan perbedaan usia dan jenis
kelamin dengan kematian.48
spesifik ini. Sebagian besar bukti yang tersedia tentang peran vitamin D dalam
progesivitas DPN serta penggunaannya sebagai terapi. Pendekatan berasal dari
studi pada pasien T2DM.56
BAB 4
RINGKASAN
DAFTAR PUSTAKA
11. HA. Morris, Anderson PH, Autocrine and paracrine actions of vitamin D: the
clinical biochemist, Rev. Aust. Assoc. Clin. Biochem. 2010; 31(4): 129–138.
12. Norlin AC, Hansen S, Wahren-Borgström E, Granert E, Björkhem B,
Bergman P. Vitamin D3 supplementation and antibiotic consumption _results
from a prospective, observational study at an immune-deficiency unit in
Sweden. PLoS One. 2016; 11(9): e0163451.
13. Juonala M, Voipio A, Pahkala K, Viikari JSA, Mikkila V, Kahonen M, et al.
Childhood 25-OH Vitamin D levels and carotid intima-media thickness in
adulthood: the cardiovascular risk in young finns study, J. Clin. Endocrinol.
Metab. 2015; 100 (4): 1469–76.
14. Al Mheid I, Patel RS, Tangpricha V, Quyyumi AA. Vitamin D and
cardiovascular disease: is the evidence solid? Eur Heart J. 2013; 34(48):
3691-8.
15. Fong CY, Kong AN, Poh BK, Mohamed AR, Khoo TB, Ng RL, et al.
Vitamin D deficiency and its risk factors in Malaysian children with epilepsy.
Epilepsia. 2016; 57(8): 1271-9.
16. Mathieu C. Vitamin D and diabetes: Where do we stand? Diabetes Res Clin
Pract 2015; 108(2): 201–9.
17. Grammatik M, Karras S, Kotsa K. The role of vitamin D in the pathogenesis
and treatment of diabetes mellitus: a narrative review. Hormones. 2018;
S4(2): 1-12.
18. Dong J, Zhang W, Chen J, Zhang L, Han S, Qiang L. Vitamin D Intake and
Risk of Type 1 Diabetes: A Meta-Analysis of Observational Studies.
Nutrients. 2013; 5: 3551-62.
19. Harinarayan CV. Vitamin D and Diabetes Mellitus. Hormones. 2014, 13(2):
163-181.
20. Van Belle TL, Gysemans C, Mathieu C. Vitamin D and diabetes: the odd
couple. Trends Endocrinol Metab. 2013; 24(11): 561-8.
21. Gysemans C, Van Etten E, Overbergh L, Giulietti A, Eelen G, Waer M, et al.
Unaltered diabetes presentation in NOD mice lacking the vitamin D receptor.
Diabetes. 2008; 57(1): 269–275.
28
22. Pino D, Montes J, Benito GE, Fernandez, Salazar MP. Calcitriol improves
streptozotocin-induced diabetes and recovers bone mineral density in diabetic
rats. Calcif Tissue Int. 2004; 75: 526–532.
23. Zipitis CS, Akobeng AK. Vitamin D supplementation in early childhood and
risk of type 1 diabetes: a systematic review and meta-analysis. Arch Dis
Child. 2008; 93: 512–517.
24. Sørensen IM, Joner G, Jenum PA. Vitamin D-binding protein and 25-
hydroxyvitamin D during pregnancy in mothers whose children later
developed type 1 diabetes. Diabetes Metab Res Rev. 2016; 32(8): 883–90.
25. Stene LC, Joner G. Use of cod liver oil during the first year of life is
associated with lower risk of childhood-onset type 1 diabetes: a large,
population-based, case–control study. Am J Clin Nutr. 2003; 78(6): 1128–
1134.
26. Miettinen ME, Smart MC, Kinnunen L. Genetic determinants of serum 25-
hydroxyvitamin D concentration during pregnancy and type 1 diabetes in the
child. PLoS One. 2017; 12(10): e0184942.
27. Hafez M, Hassan M, Musa N, Abdel A, Azim SA. Vitamin D status in
Egyptian children with type 1 diabetes and the role of vitamin D replacement
in glycemic control. J Pediatr Endocrinol Metab. 2017; 30(4): 389–394.
28. Yang J, Tamura RN, Uusitalo UM, Aronsson CA, Silvis K, Riikonen A, et al.
Vitamin D and probiotics supplement use in young children with genetic risk
for type 1 diabetes. European Journal of Clinical Nutrition. 2017; 6: 1–6.
29. Wu F, Juonala M, Pitkänen N. Both youth and longterm vitamin D status is
associated with risk of type 2 diabetes mellitus in adulthood: a cohort study.
Ann Med. 2017; 7: 1–9.
30. Chuang JC, Cha JY, Garmey JC, Mirmira RG, Repa JJ. Research resource:
nuclear hormone receptor expression in the endocrine pancreas. Mol
Endocrinol. 2008; 22(10): 2353–63.
31. Zeitz U, Weber K, Soegiarto DW, Wolf E, Balling R, Erben RG. Impaired
insulin secretory capacity in mice lacking a functional vitamin D receptor.
FASEB J. 2003; 17: 509–51.
29