Anda di halaman 1dari 10

Korelasi Kultur Nasofaring Sebelum dan pada Saat Timbulnya Otitis Media Akut

dengan Kultur Cairan Telinga Tengah

Latar Belakang
Otitis media akut (OMA) adalah salah satu penyakit yang paling umum ditemukan
pada masa kanak-kanak dan menyebabkan sebuah beban penyakit yang pantas
dipertimbangkan untuk anak-anak. Streptococcus pneumoniae (Spn), Nontypeable
Haemophilus influenzae (NTHi) dan Moraxella catarrhalis (Mcat) adalah tiga patogen
(1,2)
utama penyebab OMA . “gold-standard” untuk diagnosis penyebab OMA adalah
dengan mendeteksi patogen pada cairan telinga tengah dengan kultur (1,2). Meski demikian
timpanosentesis tidak rutin dilakukan untuk mendapatkan kultur cairan telinga tengah,
sehingga para ilmuwan dan dokter berada dalam teka-teki mengenai sedikit data
rekomendasi yang memungkinkan untuk pengobatan OMA atau sinusitis, mengarah pada
saran bahwa mungkin tidak ada pilihan selain mengandalkan kultur nasofaring (3).
Kultur nasofaring telah digunakan sebelumnya sebagai alat untuk memantau
epidemiologi otopathogen campuran yang beredar di negara atau wilayah, dan pola
(4)
kerentanan antibiotiknya . Namun, dalam sebuah tinjauan sistematis terbaru oleh van
(5)
Dongen et al menemukan bahwa penyelarasan antara sampel nasofaring yang
dikumpulkan dari permulaan OMA dibandingkan dengan cairan telinga tengah bervariasi
dari 68% hingga 97% per mikroorganisme. Mikroba yang paling umum, nilai prediksi
positif berkisar 50%. Nilai prediksi negatif terbanyak adalah sedang sampai tinggi,
dengan rata-rata dari 68% sampai dengan 97%. Hasil menunjukkan bahwa sampel
nasofaring tidak memberikan kuasa yang akurat bagi cairan telinga tengah.
Pada tahun 2006, kami memulai penelitian longitudinal, multi-year, prospektif dari
OMA dengan tujuan utamanya untuk lebih memahami respon mekanisme imunologi
yang bertanggung jawab pada anak yang terkena otitis. Selama penelitian, kami
mengumpulkan sampel nasofaring dan cairan telinga tengah dari anak-anak tersebut.
(6-15)
Kami secara berkala telah melaporkan satu aspek mikrobiologi dari penelitian kami .
Disini kita mencari untuk menjawab beberapa pertanyaan mengenai nilai dari kultur
nasofaring sebagai kesesuaian dengan kultur cairan telinga tengah dengan
timpanosentesis.
Bisakah sampel nasofaring diambil saat kunjungan dalam keadaan sehat sebagai
pengganti untuk cairan telinga tengah? Di era vaksin konjugasi pneumokokus saat ini,
dimana campuran otopathogen telah berubah akibat keberhasilan vaksin, apakah kultur
nasofaring yang diambil pada permulaan OMA sesuai dengan kultur cairan telinga
tengah? Bisakah kerentanan antibiotik dari otopathogen yang diperoleh dari cairan telinga
tengah diprediksikan sebagai otopathogen terisolasi yang diperoleh dari nasofaring saat
kunjungan sehat atau awal permulaan OMA?

Metode Penelitian
Populasi Penelitian
Rincian desain penelitian telah dijelaskan sebelumnya (16). Peserta penelitian sebagian
besar diambil dari sebuah kantor pediatrik swasta (Legacy Pediatrics) di Rochester, New
York. Empat kelompok pediatrik swasta laainnya bergabung dalam upaya perekrutan
dengan pasien rujukan ke Legacy Pediatrics. Persetujuan informasi tertulis diperoleh
sebelum prosedur penelitian dimulai. Penelitian ini telah disetujui oleh University of
Rochester IRB dan kemudian oleh Rochester General Hospital IRB.

Kriteria Inklusi
Anak-anak telah terdaftar dalam penelitian saat usia 6 bulan dan diikuti secara
prospektif hingga usia 30-36 bulan (diperpanjang hingga usia 60 bulan). Kriteria inklusi
adalah: sehat, lahir cukup bulan, tidak ada kelainan kraniofasial dan tidak ada defisit
imun yang diketahui. Peserta diminta untuk menerima semua dosis vaksin konjugasi
pneumokokus sesuai dengan jadwal ketentuan di Amerika Serikat; baik PCV7 atau
PCV13 tergantung pada tanggal pendaftaran mereka. Ini adalah penelitian prospektif
yang sedang berlangsung dimana tidak semua anak telah menyelesaikan kunjungan yang
direncanakan. Selain itu, kami meminta pengumpulan sampel saat 6, 9, 12, 15, 18, 24 dan
30-36 bulan, kebanyakan orang tua tidak menyetujui pengumpulan 7 kali kunjungan,
terutama karena dilakukan venipuncture bersamaan dengan nasofaring sampling. Tidak
ada pola data yang hilang secara statistik (16).
Pengambilan Sampel
Sampel cuci hidung dan swab nasofaring telah dikumpulkan selama 7 tahun (Juni
2006 hingga Agustus 2013), secara prospektif dari anak sehat saat usia 6, 9, 12, 15, 18, 24
dan 30-36 bulan. Selama kunjungan dengan OMA, didapatkan cairan telinga tengah dan
kultur (timpanosentesis keduanya atau satu sisi tergantung pada infeksi yang terjadi
apakah bilateral atau unilateral) bersama dengan cuci hidung dan swab nasofaring.
Diagnosis OMA dilakukan dengan otoskopi yang divalidasi ketika anak dengan onset
akut dari gejala konsisten dengan OMA dimana membran timpani: (1) buldging atau
penuh, dan (2) terdapat efusi purulen, atau membran timpani opaque, dan (3) pergerakan
membran timpani berkurang atau tidak ada. Prosedur sampling, pengolahan dan
identifikasi mikrobiologi, dan pengujian molekuler untuk identifikasi organisme telah
(6,8,15)
dijelaskan sebelumnya . Sensitifitas oxacillin terhadap S. pneumoniae ditentukan
dengan Taxo P Discs (Beckton, Dickinson). Sebagian besar S. pneumoniae juga diuji
untuk kerentanan antibiotik penicillin bersama dengan penggunaan antibiotik lainnya
menggunakan VITEK 2 Gram Positive Susceptibility Card-AST-GP68 (BioMerieux, Inc)
(17)
dengan sistem VITEK 2 yang sudah dijelaskan sebelumnya Data mikrobiologi
dikumpulkan dari cuci hidung dan swab nasofaring diwakili secara representatif dari
sampel cuci hidung lebih tinggi dari swab nasofaring seperti yang ditunjukkan oleh
kelompok kami (18).

Analisis Statistik
Semua analisis statistik dilakukan dengan menggunakan GraphPad Prism. Hasil
kultur positif Streptococcus pneumoniae, Nontypeable Haemophilus influenzae dan
Moraxella catarrhalis dari sampel cairan telinga tengah didefinisikan sebagai “gold
standard” diagnosis penyebab OMA. Pada analisis ini, dua sampel cairan telinga tengah
yang diperoleh pada kunjungan yang sama dianggap sebagai satu kasus dari OMA dan
setiap otopathogen yang ditemukan di salah satu atau kedua sampel ini diperlakukan
sebagai satu temuan dalam kasus tersebut. Hasil cuci hidung dan swab nasofaring
(selanjutnya disebut kultur nasofaring) dan hasil kultur cairan telinga tengah
dibandingkan dengan uji X2. Nilai prediksi positif mewakili proporsi dari sampel
nasofaring yang terbukti positif Spn, NTHi atau Mcat dipasangkan dengan sampel cairan
telinga tengah yang juga positif. Nilai prediksi negatif mewakili proporsi sampel
nasofaring yang terbukti negatif untuk otopathogen umum, yang mana akan dipasangkan
dengan sampel cairan telinga tengah yang nilainya juga negatif. Sensitivitasnya mewakili
proporsi dari sampel cairan telinga tengah yang diuji positif Spn, NTHi atau Mcat, dimana
dipasangkan dengan sampel nasofaring yang positif. Spesifisitas mewakili proporsi
sampel cairan telinga tengah yang terbukti negatif dan dipasangkan dengan sampel
nasofaring yang juga negatif. Bakteri otopathogen antara sehat dan kunjungan OMA
dibandingkan dengan menggunakan hasil regresi logistik biner dan variabel faktor
kunjungan sebagai prediktor. Efek tingkat random subjek dimasukkan kedalam model
korelasi subjek. Kegunaan glmer() dari R package lme4 digunakan untuk menghitung
(19)
model . Perkiraan tingkat kehadiran bakteri otopathogen dan kunjungan kelompok
odds ratio dihitung langsung dari model. Pengaruh usia pada distribusi patogen selama
kolonisasi sehat dan OMA dinilai menggunakan Pearson correlation.

Hasil Penelitian
Populasi Penelitian
Selama 7 tahun laporan saat ini terlibat 619 anak yang terdaftar dalam penelitian.
Terdapat 2071 kunjungan sehat dikalangan anak-anak. Distribusi kunjungan sampel pada
6, 9, 12, 15, 18, 24 dan 30-36 bulan adalah sebagai berikut: 402 (19,4%), 388 (18,7%),
366 (17,7%), 297 (14,3%), 292 (14,1%), 244 (11,8%) dan 82 (4%). Total 530 kunjungan
OMA terjadi pada 309 anak. Usia rata-rata anak pada saat kejadian OMA adalah 13,7
bulan dan nilai tengah adalah 12.

Perbandingan campuran otopathogen selama kolonisasi nasofaring ketika sehat dan


saat OMA
Selama kunjungan sehat, Spn diisolasi dari 656 (31,7%) kultur nasofaring
dibandingkan dengan 253 (12,2%) NTHi dan 723 (34,9%) Mcat atau kombinasi (Tabel 1).
Onset pada OMA, 256 (48,3%) dari 530 sampel nasofaring adalah positif Spn, 223 (42%)
NTHi dan 251 (47,4%) Mcat atau kombinasi (Tabel 1). Terdapat perbedaan yang
signifikan (p<0.0001) antara kultur nasofaring sehat dan saat onset OMA. Data
menunjukkan NTHi paling tinggi ditemukan pada OMA (odds ratio=2,72). Kolonisasi
dengan beberapa distribusi patogen diantara yang sehat dan OMA terdapat dalam tabel 1.
Rasio frekuensi NTHi (OMA/sehat) berkisar 200% dan perkiraan ini tidak bergantung
pada co-pathogen. Disisi lain, rasio frekuensi (OMA/sehat) Mcat atau Spn berkisar 50-
60% (angka kejadian lebih rendah). Rasio Frekuensi Spn-Mcat (OMA/sehat) adalah
100%, angka kejadian sama. Ketika Mcat atau Spn berkolonisasi dengan NTHi, rasio
frekuensi NTHi sebesar 200% yang mengindikasikan NTHi tampaknya mendominasi.
Pola otopathogen berubah selama masa transisi menjadi OMA. Sebagai contoh, Mcat
cenderung berkolonisasi selama masa transisi menjadi OMA dibanding terjadinya
kolonisasi NTHi. Ini akan menjelaskan penunjukan kolonisasi Mcat pada OMA, tanpa
harus berasumsi bahwa Mcat memiliki tingkat transisi yang lebih kecil pada OMA. Co-
kolonisasi dengan lebih dari satu otopatogen secara signifikan lebih tinggi (p<0.0001)
selama OMA dibandingkan dalam kunjungan sehat (Table 1). Staphylococcus aureus juga
dideteksi pada 189 (9,1%) kasus saat kunjungan sehat dan 34 (6,4%) kasus saat OMA.

Korelasi otopathogen pada cairan telinga tengah saat OMA dengan otopathogen
swab nasofaring saat kunjungan sehat 1 bulan sebelum OMA
Untuk menentukan apakah adanya bakteri dalam sampel nasofaring yang diperoleh
pada kunjungan sehat sesaat sebelum onset otitis media akut mungkin merupakan
prediksi etiologi otitis media akut, kami membandingkan data dari 81 kasus OMA dimana
sampel nasofaring diambil dalam waktu satu bulan sebelum OMA namun tidak pada saat
onset OMA. 31 (42%) anak dengan kolonisasi nasofaring sehat memiliki pathogen yang
sama pada cairan telinga tengah saat kunjungan OMA. Kami menganalisis korelasi
keselarasan antara hasil kultur cairan telinga tengah dan kultur nasofaring yang diambil
pada kunjungan sehat 4, 3, 2,1 minggu sebelum onset OMA. Kultur nasofaring yang
diambil 1 minggu sebelum onset OMA lebih selaras dengan kultur cairan telinga tengah
dibanding kultur nasofaring yang diambil 2 minggu sebelum onset OMA. Karena interval
waktu antara pengambilan sampel kultur nasofaring dan onset OMA keselarasan menjadi
jauh lebih rendah (p<0,05).
Korelasi otopathogen cairan telinga tengah dengan nasofaring saat onset OMA
Menentukan apakah kultur nasofaring berkorelasi dengan kultur cairan telinga tengah
saat onset OMA, membandingkan 519 kasus OMA dari 530 kasus. 165 (31,8%) kasus
sama persis antara isolasi cairan telinga tengah dan nasofaring. 359 (69,2%) kasus
setidaknya satu otopathogen dalam sampel nasofaring cocok dengan hasil kultur cairan
telinga tengah. 160 (30,8%) kasus tidak ada kecocokan antara nasofaring dan cairan
telinga tengah.
Otopathogen pada cairan telinga tengah dimana sama persis dengan nasofaring
(N=165) ditunjukkan pada Tabel 2. Korelasi terbaik adalah NTHi (37%). Didapatkan 194
(37,3%) anak yang memiliki kesepakatan parsial antara nasofaring dan cairan telinga
tengah dengan satu organisme dari cairan telinga tengah ditemukan dua atau tiga
otopathogen lainnya dari isolasi nasofaring. Nilai prediktif kultur nasofaring berdasarkan
otopathogen pada cairan telinga tengah ditunjukkan pada Tabel 3.

Perbandingan otopathogen dengan usia


Terdapatnya Spn, NTHi dan Mcat pada nasofaring dan cairan telinga tengah selama
OMA dibandingkan berdasarkan usia anak. Selama kunjungan sehat kolonisasi
nasofaring dengan potensi otopatogen meningkat secara signifikan seiring bertambahnya
usia (p<0,05, dengan korelasi x2=0,7880 Spn, 0,931 NTHi dan 0,729 Mcat). Selama
OMA, otopathogen pada cairan telinga tengah antara 6-24 bulan tidak menunjukkan
distribusi spesifik. Negative trend dengan usia yang diamati untuk Spn (p=0,06 dan
x2=0,617) namun NTHi dan Mcat tidak terdistribusi antara usia 6-24 bulan.

Kerentanan antibiotik nasofaring pada OMA dibandingkan dengan nasofaring


pada kunjungan sehat
Pemulihan Spn di nasofaring selama kunjungan sehat tidak berbeda jauh dengan
pemulihan nasofaring selama kunjungan OMA. Namun, diantara kultur nasofaring pada
kunjungan sehat 187 (28,5%) dari 656 isolasi Spn resisten oxacillin dibandingkan dengan
98 (38,3%) dari 256 kultur nasofaring saat onset OMA (p=0,004). Jumlah Spn yang
terdeteksi saat kolonisasi nasofaring dengan MIC ≥ 2 mikrogram/ml penicillin saat
kunjungan sehat jauh lebih rendah 34 (6,7%) dari 509 isolasi dibandingkan dengan 205
Spn pada OMA (12,7%). Pemulihan NTHi pada nasofaring saat sehat jauh lebih rendah
dari nasofaring saat onset OMA (p<0,0001). 57 kunjungan saat sehat (22,5%) dari 253
NTHi adalah positif beta-laktamase dibandingkan dengan 72 (32,3%) pada onset OMA
(p=0,016). Frekuensi pemulihan Mcat pada nasofaring sehat tidak ada perbedaan yang
signifikan dengan pemulihan nasofaring saat OMA dan hampir semua kunjungan
ditemukan beta-laktamase positif..

Kerentanan antibiotik pada isolasi cairan telinga tengah dibandingkan dengan


isolasi nasofaring saat sehat
Resisten oxacillin pada Spn di cairan telinga tengah saat OMA tidak ada perbedaan
yang signifikan dengan Spn saat kunjungan sehat. 42 (27,6%) dari 152 Spn dari cairan
telinga tengah saat OMA adalah resisten oxacillin dibandingkan dengan 187 (28,5%) dari
656 Spn dari nasofaring sehat. Perbandingan Spn dengan MIC ≥ 2 mikrogram/ml
penicillin di cairan telinga tengah dan nasofaring sehat menunjukkan 17,5% dari 103
cairan telinga tengah yang terisolasi Spn adalah resisten penicillin dibandingkan dengan
6,7% dari 509 nasofaring terisolasi saat sehat, dimana menunjukkan perbedaan yang
signifikan (p=0,001). 73 (37,2%) dari 196 NTHi dari cairan telinga tengah saat onset
OMA adalah positif beta-laktamase dibandingkan dengan 57 (22,5%) dari 253 NTHi pada
nasofaring sehat (p=0,001).

Kerentanan antibiotik pada isolasi cairan telinga tengah dibandingkan dengan


isolasi nasofaring saat onset OMA
42 (27,6%) dari 142 Spn pada cairan telinga tengah adalah resisten oxacillin. 98
(38,3%) dari 256 Spn pada nasofaring saat onset OMA adalah resisten oxacillin, secara
signifikan isolasi cairan telinga tengah lebih rendah dibandingkan dengan kultur
nasofaring saat onset OMA (p<0,001). Perbandingan dari Spn dengan MIC ≥ 2
mikrogram/ml penicillin pada cairan telinga tengah dan nasofaring menunjukkan 17,5%
dari 103 cairan telinga tengah adalah resisten penicillin dibandingkan dengan 12,7%
isolasi nasofaring saat onset OMA, dimana tidak terdapat perbedaan yang signifikan
(p=0,612). 73 (37,2%) dari 196 NTHi adalah beta-laktamase positif. Proporsi beta-
laktamase positif NTHi pada kultur cairan telinga tengah tidak terdapat perbedaan yang
signifikan dengan kultur nasofaing saat onset OMA (p=0,287). Untuk menghitung apakah
resistensi antiobiotik dari patogen cairan telinga tengah bisa diprediksikan dari isolasi
nasofaring yang diperoleh saat onset OMA, kami membandingkan resistensi oxacillin
pada 127 pasang Spn nasofaring dan cairan telinga tengah dan didapatkan PPV yang
sangat tinggi yaitu 95,3%. Demikian juga perbandingan aktivitas beta-laktamase pada
170 pasang NTHi menunjukkan nilai prediksi 96%.

Pembahasan
Secara historis pada awal 1970 hingga awal 1990, proporsi relatif otopathogen pada
cairan telinga tengah saat OMA adalah 40% S. Pneumoniae, 25% H. Influenzae dan 12%
(20)
M. cattarrhalis . Setelah diperkenalkan vaksin PCV-7 pada awal 2000, terjadi
(15,17,21,22)
perubahan frekuensi dan distribusi patogen OMA . Kami berusaha untuk
menentukan bahwa kultur nasofaring dapat digunakan untuk memprediksi kultur cairan
telinga tengah setelah era PCV. Pada penelitian ini dari Juni 2006 - Agustus 2013,
proporsi relatif otopathogen pada cairan telinga tengah selama OMA adalah 28,7% Spn,
37% NTHi dan 19,6% Mcat. Demikian kelompok kami dan lainnya menunjukkan
lahirnya PCV-7 dan yang terbaru PCV-13 menurunkan kontribusi Spn penyebab OMA
(15,17,22,24)
.
Bisakah sampel nasofaring diambil ketika sehat sebagai pengganti kultur cairan
telinga tengah? Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa memprediksi etiologi OMA
dalam kultur cairan telinga tengah dengan menganalisis kultur nasofaring saat dalam
keadaan sehat mendapatkan hasil yang tidak baik dan tidak dapat direkomendasikan
sebagai pengganti kultur cairan telinga tengah.
Apakah kultur nasofaring yang diambil saat onset OMA selaras dengan kultur cairan
telinga tengah? Kultur nasofaring yang diambil saat onset OMA untuk memprediksikan
hasil kultur cairan telinga tengah hasilnya lebih baik dibandingkan kultur nasofaring yang
diambil saat sehat. Nilai prediksi positif kultur nasofaring saat onset OMA dibandingkan
dengan cairan telinga tengah adalah 48,8% Spn, 70,6% NTHi dan 36,9% Mcat. Nilai
prediksi negatif untuk semua patogen adalah tinggi.
Bisakah kerentanan antibiotik dari otopathogen yang diambil dari cairan telinga
tengah diprediksi oleh isolasi otopathogen yang diperoleh dari nasofaring saat sehat atau
onset OMA? Data kami menunjukkan korelasi yang buruk dalam memprediksi resisten
antiobiotik dari mikroorganisme pada cairan telinga tengah dibandingkan dengan sampel
nasofaring yang diambil selama kunjungan sehat. Sebagai perbandingan, kami
menemukan kerentanan antibiotik otopathogen yang dikumpulkan dari cairan telinga
tengah dapat diprediksi oleh isolat otopathogen yang diperoleh dari nasofaring saat
kunjungan sehat.
Kami mendalilkan dan menemukan korelasi otopathogen nasofaring yang diisolasi
pada kunjungan sehat yang terjadi satu bulan sebelum onset OMA akan lebih kuat
daripada kultur yang diambil untuk waktu yang lebih jauh sebelum onset OMA. Hasilnya
konsisten dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa patogenesis khas
OMA baru-baru ini terlibat (umumnya < 2 minggu) didapatkan dari otopathogen yang
berpotensi menyebabkan infeksi (25,26).
Kami mengamati bahwa kolonisasi nasofaring Spn dan NTHi secara signifikan
meningkan antara 6 dan 30-36 bulan, tapi seiring anak bertambah usia hubungan antara
deteksi potensial otopathogen pada nasofaring dengan cairan telinga tengah semakin
(27)
berkurang. Hasil kami sesuai dengan Syrjanen et al yang juga menemukan prevalensi
koloniasi nasofaring yang tinggi namum frekuensi Spn rendah sebagai etiologi OMA,
(27)
khususnya anak usia > 18 bulan. Namun, baik hasil kami maupun hasil Syrjanen et al
membolehkan untuk menggunakan kultur nasofaring sebagai pengganti kultur cairan
telinga tengah pada anak dibawah 2 tahun. Hasil kami juga mendukung penelitian di
(28)
Finlandia oleh Kilpi et al dimana mereka menunjukkan bahwa kejadia Spn OMA
memuncak saat usia 12 tahun, sedangkan kejadian NTHi OMA memuncak di usia 20
bulan.
Penelitian kami memiliki keterbatasan potensial. Hasil didapatkan dari satu
komunitas dan kebanyakan dari satu praktik pediatrik pribadi. Namun, kami telah
membandingkan hasil kultur cairan telinga tengah yang dilakukan sebelumnya dari
Bardstown KT (29,30), Pittsburgh PA (31) dan Fairfax VA (32,33) dimana timpanosentesis telah
(22)
dilakukan dan didapatkan hasil yang serupa . Dan juga, saat berpartisipasi dalam
percobaan multicenter agen antimikroba baru dan vaksin konjugasi pneumokokus selama
1990 dan 2000, kami memiliki hasil kultur cairan telinga tengah serupa dengan center
lainnya tetapi tidak center diluar A.S. dimana timpanosentesis dilakukan.
Kesimpulan
Sebagai kesimpulan, keseluruhan hasil mempertanyakan nilai epidemiologis kultur
nasofaring untuk memprediksi campuran otopatogen atau antisipasi pola kerentanan
antibiotik pada otopatogen. Hasil yang dipublikasikan disini memperluas dan
menginformasikan penelitian yang baru-baru ini dilakukan (17) menunjukkan bahwa isolasi
nasofaring dari otopathogen saat onset OMA mencerminkan lebih baik, meskipun tidak
lengkap, seperti isolat cairan telinga tengah dibandingkan dengan isolat nasofaring saat
sehat. Kami akan melanjutkan mengumpulkan data cairan telinga tengah pada penelitian
tahun yang akan datang dan mengumpukan kultur nasofaring untuk memberikan hasil
kepada komunitas perawatan kesehatan untuk ditinjau dan dipertimbangkan dalam
rekomendasi tatalaksana OMA.

Anda mungkin juga menyukai